Anda di halaman 1dari 21

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DESEMBER 2019

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Tumor Laryng

Oleh:
Andi Chaerunnisa, S.Ked
111 2018 2025

Supervisor :
dr. Bernadette Albertine Francisca T. , Sp.THT-KL

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:
Nama : Andi Chaerunnisa
NIM : 111 2018 2025
Judul Referat : Tumor Laryng
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu THT-KL
Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, Desember 2019


Mengetahui,
Supervisor

dr. Bernadette Albertine Francisca T. , Sp.THT-KL

ii
EPIGLOTITIS AKUT

I. PENDAHULUAN
Laring memainkan peranan sentral dalam mengkoordinasikan fungsi saluran

pencernaanpernafasan atas termasuk respirasi, berbicara dan menelan. Laring dibagi

menjadi supraglotis, glotis, dan subglotis. Laring adalah tempat tersering kedua untuk

kasus karsinoma sel skuamosa pada daerah kepala dan leher.

Tumor ganas laring hingga saat ini masih menjadi masalah di bidang Ilmu

Telinga Hidung Tenggorok- Bedah Kepala dan Leher. Tumor ganas laring merupakan 1-

2% dari seluruh kejadian tumor ganas di seluruh dunia. Pada tahun 2011 diperkirakan

12.740 kasus baru tumor ganas laring di Amerika Serikat dan diperkirakan 3560 orang

meninggal.

Kejadian tumor ganas laring berhubungan dengan kebiasaan merokok dan

konsumsi alkohol. Pada individu yang mengkonsumsi keduanya, faktor resikonya

menjadi sinergi dan kemungkinan terjadi kanker lebih tinggi.

Karsinoma sel skuamosa merupakan jenis tumor ganas laring primer yang paling

sering ditemukan, yaitu lebih dari 95% kasus. Sisanya tumor yang berasal dari kelenjar

ludah minor, neuroepithelial, tumor jaringan lunak dan jarang timbul dari tulang

kartilaginosa laring.

Karsinoma sel skuamosa laring merupakan hasil dari interaksi banyak faktor

etiologi seperti konsumsi tembakau dan atau alkohol yang lama, bahan karsinogen

lingkungan, status sosial ekonomi, pekerjaan yang berbahaya, faktor makanan dan

kerentanan genetik.

3
Terdapat beberapa modalitas terapi untuk menatalaksana kasus tumor ganas

laring tergantung stadiumnya yaitu laringektomi parsial/total, kemo-radiasi atau terapi

kombinasi.

II. DEFINISI

Tumor laring merupakan suatu neoplasma yang ditandai dengan sebuah tumor

yang berasal dari epitel struktur laring dan merupakan massa abnormal jaringan yang

pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan

normal meskipun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti.(1)

Karsinoma laring adalah keganasan yang paling umum untuk bagian kepala dan

leher. Karsinoma laring memiliki historis penyakit dengan jumlah yang tinggi pada pria,

meskipun jumlah insidens telah berubah disebabkan lebih banyak wanita mulai merokok.
(1)

Karsinoma laring merupakan entitas paling penting dalam ilmu onkologi.

Berdasarkan data dunia, porsi kejadian kanker laring adalah sekitar 30% hingga 40%

dari semua kejadian malignansi kepala dan leher serta 1% hingga 2,5% dari total

neoplasma ganas pada manusia. Secara histopatologis, 95% hingga 98% karsinoma

laring berasal dari sel squamosal.

III. KLASIFIKASI
1. Tumor jinak laring
Tumor jinak laring tidak banyak ditemukan, hanya kurang lebih 5 % dari
semua jenis tumor laring.
Tumor jinak laring dapat berupa: (11)
1. Papiloma laring (terbanyak frekuensi)
Tumor ini dapat digolongkan dalam 2 jenis:(11)

4
i. Papiloma laring juvenil, ditemukan pada anak, biasanya
berbentuk multipel dan mengalami regresi pada waktu dewasa.
Tumor ini dapat tumbuh pada pita suara bagian anterior atau
daerah subglotik. Dapat pula tumbuh di plika ventrikularis
atau aritenoid. Secara makroskopik bentuknya seperti buah
murbei berwarna putih abu-abu dan kadang-kadang
kemerahan. Jaringan tumor ini sangat rapuh dan kalau
dipotong tidak menyebabkan perdarahan. Sifat yang
menonjol dari tumor ini adalah sering tumbuh lagi setelah
diangkat, sehingga operasi pengangkatan harus dilakukan
berulang-ulang.(11)

ii. Pada orang dewasa biasanya berbentuk tunggal, tidak akan


mengalami resolusi dan merupakan prekanker.

2. Adenoma
3. Kondroma
4. Mioblastoma sel granuler
5. Hemangioma
6. Lipoma
7. Neurofibroma

2. Tumor ganas laring


Keganasan di laring bukanlah hal yang jarang ditemukan dan masih merupakan
masalah, karena penanggulangannya mencakup berbagai segi. Penatalaksanaan
keganasan di laring tanpa memperhatikan bidang rehabilitasi lengkap.(11,7)
Etiologi karsinoma laring belum diketahui dengan pasti. Dikatakan oleh para
ahli bahwa perokok dan peminum alkohol merupakan kelompok orang-orang dengan
resiko tinggi terhadap karsinoma laring. Penelitian epidemiologik menggambarkan
beberapa hal yang diduga menyebabkan terjadinya karsinoma laring yang kuat ialah
rokok, alkohol dan terpapar oleh sinar radioaktif. (7, 11)
Yang terpenting pada penanggulangan karsinoma laring adalah diagnosis dini
dan pengobatan/tindakan yang tepat dan kuratif, karena tumornya masih terisolasi dan
dapat diangkat secara radikal. Tujuan utama ialah mengeluarkan bagian laring yang

5
terkena tumor dengan memperhatikan fungsi respirasi, fonasi serta fungsi sfingter
laring.(11)

Karsinoma sel skuamosa dibagi 3 tingkat diferensiasi


a. Berdiferensiasi baik (Grade I)
b. Berdiferensiasi sedang (Grade II)
c. Berdiferensiasi buruk (Grade III)
Kebanyakan tumor ganas pita suara berdiferensiasi dengan baik. Lesi yang
mengenai hipofaring, sinus piriformis dan plika ariepiglotika kurang berdiferensiasi
baik.(11)

IV. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

a. Asap rokok dan alkohol(8)

Etiologi karsinoma laring belum diketahui dengan pasti. Dikatakan oleh para ahli bahwa

perokok dan peminum alkolhol merupakan kelompok orang-orang dengan risiko tinggi

terhadap karsinoma laring. Penelitian epidemiologik menggambarkan beberapa hal yang

diduga menyebabkan terjadinya karsinoma laring yang kuat adalah rokok alkohol dan

terpajan oleh sinar radioaktif.

b. Karsinogen lingkungan(9)

Arsen (pabrik, obat serangga), asbes (lingkungan, pabrik, tambang), gas mustar (pabrik),

serbuk nikel (pabrik, lingkungan), polisiklik hidrokarbon (pabrik, lingkungan), vinil

klorida (pabrik), dan nitrosamin (makanan yang diawetkan, ikan asin).

c. Human papilloma virus (HPV)(9)

Predileksi di korda vokalis. Awalnya tumbuh jaringan berupa papil-papil (papiloma)

kemudian terjadi perubahan maligna menjadi karsinoma verukosa (verrucous

carcinoma).

Penyakit ini lebih sering menyerang pria. Insidensi tertinggi biasanya terjadi pada
6
pasien berusia 50 hingga 70 tahun ke atas. Hingga saat ini, faktor predisposisi yang

dicurigai memicu terjadinya karsinoma laring ialah sering dihubungkan dengan

kebiasaan merokok dan konsumsi alcohol. Faktor risiko lain yang bias memicu

terbentuknya karsinogen di tubuh antara lain lingkungan kerja, nutrisi, infeksi virus

dengan HPV serta EBV, radiasi, GERD dan faktor keturunan. Perkembangan biologi

molekuler di studi analisis serta pemecahan kode DNA membuktikan sejumlah gen,

disebut sebagai onkogen, ternyata terlibat dalam mekanisme terbentuknya karsinogen

padalaring.(2)

7
V. EPIDEMIOLOGI
Sebagai gambaran perbandingan, diluar negeri keganasan karsinoma laring

menempati tempat pertama dalam urutan keganasan di bidang THT, sedangkan di RS

Cipto Mangunkusumo, Jakarta, karsinoma laring menduduki urutan ketiga setelah

karsinoma nasofaring dan tumor ganas hidung dan paranasalis.(Menurut data statistik

dari WHO (1961) yang meliputi 35 negara, seperti dikutip oleh Batsakis (1979), rata-rata

1.2 orang per 100.000 penduduk meninggal oleh karsinoma laring.

Kebanyakan (70–90%) karsinoma laring ditemukan pada pria usia lanjut. Tipe

glotik merupakan 60–65%, supraglotik 30–35%, dan infraglotik hanya 5%. Merokok

merupakan penyebab utama.(1)

VI. ANATOMI LARING


Laring adalah organ khusus yang mempunyai sphincter pelindung pada pintu
masuk jalan napas dan berfungsi dalam pembentukan suara. Di atas, laring terbuka ke
dalam laryngopharynx dan di bawah laring berlanjut ke trakea.(3)
Kerangka yang menyusun laring berjumlah sembilan kartilago yang saling
dihubungkan oleh ligament, membran dan otot serta disusun oleh epitel respiratori dan
squamosa berlapis. Terdapat tiga kartilago tunggal yaitu thyroid, cricoid, dan epiglottis
serta tiga lainnya merupakan kartilago berpasangan yaitu arytenoid, corniculata, dan
kueniformis. Kartilago thyroidea merupakan kartilago terbesar di antara enam kartilago
lainnya, terdiri dari dua lamina yang bersatu di bagian depan dan mengembang kearah
belakang. Kartilago krikoid terletak di belakang kartilago tiroid merupakan tulang rawan
yang paling bawah dari laring. Di setiap sisi tulang rawan krikoid melekat ligamentum
krikoaritenoid, otot krikoaritenoid lateral dan di bagian belakang melekat otot
krikoaritenoid. Kartilago arytenoidea merupakan kartilago kecil, dua buah, dan
berbentuk seperti piramida. Keduanya terletak di belakang laring, pada pinggir atas
lamina kartilago krikoidea.(3,4)
Kartilago corniculata adalah dua buah nodulus kecil yang bersendi dengan apeks
cartilaginis arytneoidea dan merupakan tempat lekat plica aryepiglotica. Kartilago
kuneiformis merupakan dua krtilago kecil berbentuk batang yang terletak sedemikian
8
rupa sehingga masing-masing terdapat di dalam satu plica aryepiglottica. Epiglotis
adalah sebuah kartilago elastis berbentuk daun yang terletak di belakang radiks lingua.
Di sini, terdapat plica glossoepiglotica mediana dan plica glossoepiglotica lateralis.
Vallecuale adalah cekungan pada membrane mukosa di kanan dan kiri glossoepiglotica.
(3,4)

Kavitas larings terbentang dari aditus sampai ke pinggir bawah kartilago


cricoidea, dan dapat dibagi menjadi tiga bagian; (1) bagian atas atau vestibulum, (2)
bagian tengah, dan (3) bagian bawah.(3,4)
Vestibulum larynges terbentang dari aditus larynges sampai ke plica vestibularis.
Plica vestibularis yang bewarna merah muda menonjol ke medial. Rima vestibule adalah
celah di antara plica vestibularis. Ligamentum vestibularis yang terletak di dalam setiap
plica vestibularis merupakan pinggir bawah membrane quadrangularis yang menebal.
Ligamentum ini terbentang dari kartilago thyroidea sampai ke kartilago arytenoidea.(3,4)
Laring bagian tengah terbentang dari plica vestibularis sampai setinggi plica
vocalis. Plica vocalis bewarna putih dan berisi ligamentum vocale. Rima glottides adalah
celah di antara plica vocalis di depan dan prosessus vcalis kartilaginis arytneoidea di
belakang.(3,4)
Laring di bagian bawah terbentang dari plica vocalis sampai ke pinggir bawah
kartilago cricoidea. Membran mukosa laring melapisi kavitas laryngeus dan ditutupi oleh
epitel silindris bersilia. Namun, pada plica vocalis, tempat membrane mukosa sering
mengalami trauma saat fonasi, maka membrane mukosanya dilapisi oleh epitel berlapis
gepeng.(3,4)

9
Gambar 1: anatomi struktur penyangga laring. Diambil dari kepustakaan

VII. FISIOLOGI LARING

Laring mempunyai 3 (tiga) fungsi dasar yaitu fonasi, respirasi dan proteksi
disamping beberapa fungsi lainnya seperti terlihat pada uraian berikut:
1. Fungsi Fonasi.(4)
Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling kompleks. Suara
dibentuk karena adanya aliran udara respirasi yang konstan dan adanya interaksi antara
udara dan pita suara. Nada suara dari laring diperkuat oleh adanya tekanan udara
pernafasan subglotik dan vibrasi laring serta adanya ruangan resonansi seperti rongga
mulut, udara dalam paru-paru, trakea, faring, dan hidung. Nada dasar yang dihasilkan
dapat dimodifikasi dengan berbagai cara. Otot intrinsic laring berperan penting dalam
penyesuaian tinggi nada dengan mengubah bentuk dan massa ujung- ujung bebas dan
tegangan pita suara sejati.

2. Fungsi Proteksi. (4)


Benda asing tidak dapat masuk ke dalam laring dengan adanya reflek otot-otot
yang bersifat adduksi, sehingga rima glotis tertutup. Pada waktu menelan, pernafasan
berhenti sejenak akibat adanya rangsangan terhadap reseptor yang ada pada epiglotis,
plika ariepiglotika, plika ventrikularis dan daerah interaritenoid melalui serabut afferen
N. Laringeus Superior. Sebagai jawabannya, sfingter dan epiglotis menutup. Gerakan
laring ke atas dan ke depan menyebabkan celah proksimal laring tertutup oleh dasar
lidah. Struktur ini mengalihkan makanan ke lateral menjauhi aditus dan masuk ke sinus
piriformis lalu ke introitus esofagus.

3. Fungsi Respirasi. (4)


Pada waktu inspirasi diafragma bergerak ke bawah untuk memperbesar rongga
dada dan M. Krikoaritenoideus Posterior terangsang sehingga kontraksinya
menyebabkan rima glotis terbuka. Proses ini dipengaruhi oleh tekanan parsial CO2 dan
O2 arteri serta pH darah. Bila pO2 tinggi akan menghambat pembukaan rima glotis,
sedangkan bila pCO2 tinggi akan merangsang pembukaan rima glotis. Hiperkapnia dan
obstruksi laring mengakibatkan pembukaan laring secara reflektoris, sedangkan
peningkatan pO2 arterial dan hiperventilasi akan menghambat pembukaan laring .
10
Tekanan parsial CO2 darah dan pH darah berperan dalam mengontrol posisi
pita suara.

4. Fungsi Menelan. (4)


Terdapat 3 (tiga) kejadian yang berhubungan dengan laring pada saat
berlangsungnya proses menelan, yaitu : Pada waktu menelan faring bagian bawah (m.
Konstriktor faringeus superior, m. palatofaringeus dan m. stilofaringeus) mengalami
kontraksi sepanjang kartilago krikoidea dan kartilago tiroidea, serta menarik laring ke
atas menuju basis lidah, kemudian makanan terdorong ke bawah dan terjadi pembukaan
faringoesofageal. Laring menutup untuk mencegah makanan atau minuman masuk ke
saluran pernafasan dengan jalan menkontraksikan orifisium dan penutupan laring oleh
epiglotis. Epiglotis menjadi lebih datar membentuk semacam papan penutup aditus
laringeus, sehingga makanan atau minuman terdorong ke lateral menjauhi aditus laring
dan masuk ke sinus piriformis lalu ke hiatus esofagus.

11
VIII. MANIFESTASI KLINIS
 Suara serak: Gejala utama Ca laring, merupakan gejala dini tumor pita
suara. Hal ini disebabkan karena gangguan fungsi fonasi laring. Kualitas
nada sangat dipengaruhi oleh besar celah glotik, besar pita suara,
ketajaman tepi pita suara, kecepatan getaran dan ketegangan pita
suara.Pada tumor ganas laring, pita suara gagal berfungsi secara baik
disebabkan oleh ketidak teraturan pita suara, oklusi atau penyempitan
celah glotik, terserangnya otot-otot vokalis, sendi dan ligament
krikoaritenoid dan kadang-kadang menyerang saraf. Adanya tumor di pita
suara akan mengganggu gerak maupun getaran kedua pita suara tersebut.
Serak menyebabkan kualitas suara menjadi semakin kasar, mengganggu,
sumbang dan nadanya lebih rendah dari biasa. Kadang bisa afoni karena
nyeri, sumbatan jalan nafas atau paralisis komplit. Hubungan antara serak
dengan tumor laring tergantung pada letak tumor. Apabila tumor laring
tumbuh pada pita suara asli, serak merupakan gejala dini dan menetap.
Apabila tumor tumbuh di daerah ventrikel laring, dibagian bawah plika
ventrikularis atau dibatas inferior pita suara, serak akan timbul kemudian.
Pada tumor supraglotis dan subglotis, serak dapat merupakan gejala akhir
atau tidak timbul sama sekali. Pada kelompok ini, gejala pertama tidak
khas dan subjektif seperti perasaan tidak nyaman, rasa ada yang
mengganjal di tenggorok. Tumor hipofaring jarang menimbulkan serak
kecuali tumornya eksentif.(13,14,15)
 Suara bergumam (hot potato voice): fiksasi dan nyeri menimbulkan suara
bergumam. (14,15)
 Dispnea dan stridor: Gejala yang disebabkan sumbatan jalan nafas dan
dapat timbul pada tiap tumor laring. Gejala ini disebabkan oleh gangguan
jalan nafas oleh massa tumor, penumpukan kotoran atau secret maupun
oleh fiksasi pita suara. Pada tumor supraglotik dan transglotik terdapat
kedua gejala tersebut.Sumbatan yang terjadi perlahan-lahan dapat
dikompensasi. Pada umunya dispnea dan stridor adalah tanda prognosis
yang kurang baik. (14,15)

12
 Nyeri tenggorok: Keluhan ini dapat bervariasi dari rasa goresan sampai
rasa nyeri yang tajam. (14,15)
 Disfagia: Merupakan ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotik,
hipofaring dan sinus piriformis. Keluhan ini merupakan keluhan yang
paling sering pada tumor ganas postkrikoid.Rasa nyeri ketika menelan
(odinofagia): menandakan adanya tumor ganas lanjut yang mengenai
struktur ekstra laring. (14,15)
 Batuk dan hemoptisis: Batuk jarang ditemukan pada tumor ganas glotik,
biasanya timbul dengan tertekanya hipofaring disertai secret yang
mengalir ke dalam laring. Hemoptisis sering terjadi pada tumor glotik dan
tumor supraglotik. (14,15)

IX. DIAGNOSIS

Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan suara parau yang diderita sudah
cukup lama, tidak bersifat hilang-timbul meskipun sudah diobati dan bertendens makin
lama menjadi berat. Penderita kebanyakan adalah seorang perokok berat yang juga
kadang–kadang adalah seorang yang juga banyak memakai suara berlebihan dan salah
(vocal abuse), peminum alkohol atau seorang yang sering atau pernah terpapar sinar
radioaktif, misalnya pernah diradiasi didaerah lain. Pada anamnesis kadang–kadang
didapatkan hemoptisis, yang bisa tersamar bersamaan dengan adanya TBC paru, sebab
banyak penderita menjelang tua dan dari sosio - ekonomi yang lemah.(14,15)
Sesuai pembagian anatomi, lokasi tumor laring dibagi menjadi 3 bagian yakni
supraglotis, glottis dan subglotis, dan gejala serta tanda – tandanya sesuai dengan lokasi
tumor tersebut.(14,15)
Dari pemeriksaan fisik sering didapatkan tidak adanya tanda yang khas dari luar,
terutama pada stadium dini/permulaan, tetapi bila tumor sudah menjalar ke kelenjar
limfe leher, terlihat perubahan kontur leher, dan hilangnya krepitasi tulang rawan –
tulang rawan laring. (14,15)
Pemeriksaan untuk melihat kedalam laring dapat dilakukan dengan cara tak
langsung maupun langsung dengan menggunakan laringoskop unutk menilai lokasi
tumor, penyebaran tumor yang terlihat (field of cancerisation), dan kemudian
melakukan biopsi.(14,15)

13
Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan selain pemeriksaan laboratorium darah, juga

pemeriksaan radiologik. Foto toraks diperlukan untuk menilai keadaan paru, ada atau

tidaknya proses spesifik dan metastasis diparu. Foto jaringan lunak (soft tissue) leher dari

lateral kadang–kadang dapat menilai besarnya dan letak tumor, bila tumornya cukup besar.

Apabila memungkinkan, CT scan laring dapat memperlihatkan keadaan tumor dan laring

lebih seksama, misalnya penjalaran tumor pada tulang rawan tiroid dan daerah pre-epiglotis

serta metastase kelenjar getah bening leher. (14,15)

Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan patologi-anatomik dari bahan biopsi

laring, dan biosi jarum-halus pada pembesaran kelenjar limfe dileher. Dari hasil patologi

anatomik yang terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa. (14,15)

a. CT Scan Leher
Keterlibatan beberapa tempat pada supraglotis laring dan mobilitas pita suara.

Pemeriksaan radiologi dapat membantu dalam mengidentifikasi perluasan

submukosa transglotis yang tersembunyi. Kriteria pencitraan lesi T3 adalah

perluasan ke ruang pra-epiglotis (paralayngeal fat) atau tumor yang mengerosi

kebagian dalam korteks dari kartilago tiroid. Tumor yang mengerosi ke bagian luar

korteks kartilago tiroid merupakan stadium T4a. Ada yang berpendapat bahwa

kerterlibatan korteks bagian luar saja tanpa keterlibatan sebagian besar tendon bisa

memenuhi kriteria pencitraan lesi T4. Tumor stadium T4 (a dan b) sulit

diidentifikasikan hanya denganpemeriksaan klinis saja, karena sebagian besar

kriteria tidak dapat diniai dengan palpasi dan endoskopi. Pencitraan secara cross-

sectional diindikasikan untuk mengetahui komponen anatomi yang terlibat untuk

menentukan stadium tumor.(15)

14
Gambar 11: Gambaran CT scan aksial karsinoma
supraglotik(x).Terdapat erosi kartilago thyroid (xx) dan
metastasis kelenjar getah bening di leher .

b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI memiliki beberapa kelebihan daripada CT yang mungkin membantu dalam

perencanaan pre-operasi. Pencitraan koronal membantu dalam menentukan keterlibatan

ventrikel laryngeal dan penyebaran transglottic. Pencitraan midsagittal membantu untuk

memperlihatkan hubungan antara tumor dengan komisura anterior. MRI juga lebih unggul

daripada CT untuk karakterisasi jaringan spesifik. Namun, pencitraan yang lebih lama

dapat menyebabkan degradasi gambar akibat pergerakan. (14,15)

Gambar . Gambar MRI laring normal Gambar . MRI laring abnormal

15
16
X. DIAGNOSIS BANDING

Karakteristik Epiglottitis Laringotrakeo- Trakeitis


(Supraglotitis) bronkitis bakterialis
(infraglotitis)
Etiologi Bakteri Virus Virus dan sering
bakteri
Usia 3-6 tahun Di bawah 3 tahun 8-15 tahun
Onset Tiba-tiba Perlahan-lahan Perlahan-lahan
Stridor Inspirasi Inspirasi dan Inspirasi dan
ekspirasi ekspirasi
Batuk - Kering Produktif
Suara Redam, lembut, Kasar, serak -
dan berat
Menelan Sulit, sakit Tidak berpengaruh Biasanya sulit dan
sakit
Disfagi +, mengiler - -
(drooling)
Demam Tinggi Kadang subfebris Sedang
Leukositosis ++ - +
Foto Rontgen Thumb sign Steeple sign

Tabel Differensial Diagnosis dari Epiglotitis Akut


(Dikutip dari kepustakaan 5 dan 6)

XI. PENATALAKSANAAN

Secara umum ada 3 jenis penanggulangan karsinoma laring yaitu pembedahan,


radiasi dan sitostatika, ataupun kombinasi, tergantung pada stadium penyakit dan keadaan
umum pasien. (14,15)

1. PEMBEDAHAN
Tindakan operasi untuk keganasan laring terdiri dari:
A. LARINGEKTOMI(14,15,17)
1. Laringektomi parsial. Tumor yang terbatas pada pengangkatan hanya satu pita
suara dan trakeotomi sementara yang di lakukan untuk mempertahankan jalan
napas. Setelah sembuh dari pembedahan suara pasien akan parau. 

2. Hemilaringektomi atau vertikal. Bila ada kemungkinana kanker pita suara.


Bagian ini diangkat sepanjang kartilago aritenoid dan setengah kartilago tiroid.
Trakeostomi sementara dilakukan dan suara pasien akan parau setelah
pembedahan. 

17
3. Laringektomi supraglotis atau horisontal. Bila tumor berada pada epiglotis,
dilakukan diseksi leher radikal dan trakeotomi. Suara pasien masih utuh atau tetap
normal. Karena epiglotis diangkat maka resiko aspirasi akibat makanan peroral
meningkat. 

4. Laringektomi total. Karsinoma tahap lanjut yang melibatkan sebagian besar


laring, memerlukan pengangkatan laring, tulang hiod, kartilago krikoid,2-3 cincin
trakea, dan otot penghubung ke laring.Mengakibatkan kehilangan suara dan
sebuah lubang (stoma) trakeostomi yang permanen. Dalam hal ini tidak ada
bahaya aspirasi makanan peroral, dikarenakan trakea tidak lagi berhubungan
dengan saluran udara–pencernaan. Suatu sayatan radikal telah dilakukan dileher
pada jenis laringektomi ini. Hal ini meliputi pengangkatan pembuluh limfatik,
kelenjar limfe di leher, otot sternokleidomastoideus, vena jugularis interna, saraf
spinal asesorius, kelenjar salifa submandibular dan sebagian kecil kelenjar parotis.
Operasi ini akan membuat penderita tidak dapat bersuara atau berbicara. Tetapi
kasus yang dermikian dapat diatasi dengan mengajarkan pada mereka berbicara
menggunakan esofagus (esofageal speech), meskipun kualitasnya tidak sebaik bila
penderita berbicara dengan menggunakan organ laring. Untuk latihan berbicara
dengan esofagus perlu bantuan seorang binawicara.

B. DISEKSI LEHER RADIKAL(14,15,17)


Tidak dilakukan pada tumor glotis stadium dini (T1 – T2) karena
kemungkinan metastase ke kelenjar limfe leher sangat rendah. Sedangkan
tumor supraglotis, subglotis dan tumor glotis stadium lanjut sering kali
mengadakan metastase ke kelenjar limfe leher sehingga perlu dilakukan
tindakan diseksi leher. Pembedahan ini tidak disarankan bila telah terdapat
metastase jauh.

2. RADIOTERAPI(14,15,17)
Radioterapi digunakan untuk mengobati tumor glotis dan supraglotis T1 dan
T2 dengan hasil yang baik (angka kesembuhannya 90%). Keuntungan dengan cara
ini adalah laring tidak cedera sehingga suara masih dapat dipertahankan. Dosis
yang dianjurkan adalah 200 rad perhari sampai dosis total 6000 – 7000 rad.

18
3. KEMOTERAPI(14,15,17)
Diberikan pada tumor stadium lanjut, sebagai terapi adjuvant ataupun paliatif.
Obat yang diberikan adalah cisplatinum 80–120 mg/m2 dan 5 FU 800–1000
mg/m2.
4. REHABILITASI SUARA.(14,15)
Laringektomi total yang dikerjakan untuk mengobati karsinoma laring
menyebabkan cacat pada penderita. Dengan dilakukannya pengangkatan laring
beserta pita-suara yang ada dalamnya, maka penderita akan menjadi afonia dan
bernafas melalui stoma permanen di leher. Untuk itu diperlukan rehabilitasi
terhadap pasien, baik yang bersifat umum, yakni agar pasien dapat memasyarakat
dan mandiri kembali, maupun rehabilitasi khusus yakni rehabilitasi suara (voice
rehabilitation), agar penderita dapat berbicara (bersuara), sehingga
berkomunikasi verbal. Rehabilitasi suara dapat dilakukan dengan pertolongan alat
bantu suara, yakni semacam vibrator yang ditempelkan di daerah submandibula,
ataupun dengan suara yang dihasilkan dari esophagus (esophageal speech)
melalui proses belajar. Banyak faktor yang mempengaruhi suksesnya proses
rehabilitasi suara ini, tetapi dapat disimpulkan menjadi 2 faktor utama, ialah
faktor fisik dan faktor psiko-sosial.(15)

XII. KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS

Tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor dan kecakapan
tenaga ahli. Secara umum dikatakan five years survival rate pada karsinoma laring
stadium I 90–98% stadium II 75–85%, stadium III 60–70% dan stadium IV 40–50%.
Adanya metastase ke kelenjar limfe regional akan menurunkan five year survival rate
sebesar 50%.(15)

KESIMPULAN
Gejala dini karsinoma laring adalah suara parau. Suara parau lebih dari 4 minggu harus

dicari teliti penyebabnya. Gejala lebih lanjut antara lain sesak napas, stridor, rasa nyeri di

tenggorok dan batuk/batuk darah.


19
Diagnosis karsinoma laring ditegakkan berdasar anamnesa, pemeriksaan klinis, radiologi

dan biopsi.

Terapi karsinoma laring tergantung lokasi & stadium, dapat berupa laringektomi parsial

atau total dengan atau tanpa diseksi leher, radioterapi, kemoterapi atau kombinasi. Dengan

prognosis tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor dan kecakapan

tenaga ahli.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hermani B, Abdurrachman H. Tumor Laring. In: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J,


Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher.
7 ed. Jakarta: FKUI; 2012. p. 176.

20
2. The Respiratory System. In: Tortora GJ, Derrickson BH, editors. Principles of Anatomy and
Physiology. 2. 12 ed: John Wiley & Sons. Inc; 2009. p. 879-82.
3. Vashishta R. Larynx Anatomy: Medscape; 2013 [updated June 21 2013]. Available
from:http://emedicine.medscape.com/article/1949369-overview#showall
4. Netter FH. Head and Neck. In: Brueckner JK, Carnichael SW, editors. Atlas of Human
Anatomy. 4 ed. Pennysylvania: Elsevier; 2006. p. 69-79.
5. Sasaki CT, Kim Y-H. Anatomy and Physiology of the Larynx. In: Snow JB, Ballegner JJ,
editors. Ballenger's Otolaryngology Head and Neck Surgery. 16 ed. London: Becker Inc;
2003. p. 1090-107.
6. Deschler DG, Day T. TNM Staging of Head and Neck Cancer and Neck Dissection
Classification. In: Descher DG, Day T, editors. Pocket Guide to TNM Staging of Head and
Neck Cancer and Neck Dissection Classification: Head and Neck Surgery Commitee; 2013.
p. 11-23.
7. Hermani B, Abdurrachman H. Tumor Laring. In: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J,
Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &
Leher. 7 ed. Jakarta: FKUI; 2012. p. 177-86.

21

Anda mungkin juga menyukai