Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

Karsinoma Laring
Diajukan untuk memenuhi sebagian tugas kepaniteraan klinik dan melengkapi
salah satu syarat menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter di Bagian
Ilmu THT-KL Rumah Sakit Islam Jemursari Surabaya

Oleh :

Ainun Nufus (6120019008)

Pembimbing :
dr. Andiroes Biantoro, Sp.THT-KL

DEPARTEMEN/SMF ILMU KESEHATAN THT-KL


RSI JEMURSARI SURABAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2020
BAB 1
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Laring memainkan peranan sentral dalam mengkoordinasikan fungsi
saluran pernafasan atas termasuk respirasi, berbicara dan menelan. Laring
dibagi menjadi supraglotis, glotis, dan subglotis. Laring adalah tempat tersering
kedua untuk kasus karsinoma sel skuamosa pada daerah kepala dan leher.
Tumor ganas laring hingga saat ini masih menjadi masalah di bidang Ilmu
Telinga Hidung Tenggorok- Bedah Kepala dan Leher. Tumor ganas laring
merupakan 1-2% dari seluruh kejadian tumor ganas di seluruh dunia. Pada
tahun 2011 diperkirakan 740 kasus baru tumor ganas laring di Amerika Serikat
dan diperkirakan 3560 orang meninggal. Kasus tumor ganas laring di RS. M.
Djamil Padang periode Januari 2011-Desember 2012 tercatat 13 kasus baru dan
ditatalaksana dengan laringektomi total sebanyak 6 kasus. Kejadian tumor
ganas laring berhubungan dengan kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol.
Pada individu yang mengkonsumsi keduanya, kemungkinan terjadi kanker
lebih tinggi.
Karsinoma sel skuamosa merupakan jenis tumor ganas laring primer yang
paling sering ditemukan, yaitu lebih dari 95% kasus. Sisanya tumor yang
berasal dari kelenjar ludah minor, neuroepithelial, tumor jaringan lunak dan
jarang timbul dari tulang kartilaginosa laring. Karsinoma sel skuamosa laring
merupakan hasil dari interaksi banyak faktor etiologi seperti konsumsi
tembakau dan atau alkohol yang lama, bahan karsinogen lingkungan, status
sosial ekonomi, pekerjaan, faktor makanan dan kerentanan genetik.
Pasien karsinoma laring biasanya datang dalam stadium lanjut sehingga
hasil pengobatan yang diberikan kurang memuaskan, oleh karena itu perlu
diagnosis dini untuk penanggulangannya. Secara umum, penatalaksanaan
karsinoma laring meliputi pembedahan, radiasi, sitostatika ataupun terapi
kombinasi, tergantung stadium penyakit dan keadaan umum penderita. Tujuan
utama penatalaksanaan karsinoma laring adalah mengeluarkan bagian laring

2
yang terkena tumor dengan memperhatikan fungsi respirasi, fonasi serta fungsi
sfingter laring.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karsinoma Laring
2.2.1 Definisi

Tumor ganas (neoplasma) merupakan massa abnormal jaringan yang


pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan
normal meskipun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti. Tumor
ganas (kanker) laring merupakan suatu neoplasma yang ditandai dengan adanya
tumor/massa abnormal yang berasal dari epitel struktur laring (Hermani, et al.,
2012).

2.2.2 Epidemiologi

Karsinoma laring merupakan 1-2% dari seluruh kejadian tumor ganas di


seluruh dunia. Pada tahun 2011 diperkirakan 12.740 kasus baru tumor ganas
laring di Amerika Serikat dan diperkirakan 3560 orang meninggal. Kasus tumor
ganas laring di RS. M. Djamil Padang periode Januari 2011-Desember 2012
tercatat 13 kasus baru dan ditatalaksana dengan laringektomi total sebanyak 6
kasus. Kejadian tumor ganas laring berhubungan dengan kebiasaan merokok dan
konsumsi alkohol. Pada individu yang mengkonsumsi keduanya, faktor resikonya
menjadi sinergi dan kemungkinan terjadi kanker lebih tinggi.

Di RSUP H. Adam Malik Medan, Februari 1995 – Juni 2003 dijumpai 97


kasus karsinoma laring dengan perbandingan laki dan perempuan 8:1. Usia
penderita berkisar antara 30 sampai 79 tahun. Dari Februari 1995 – Februari 2000,

28 orang diantaranya telah dilakukan operasi laringektomi total.

2.2.3 Etiologi

Penyebab pasti sampai saat ini belum diketahui. Dikatakan oleh para ahli
bahwa perokok dan peminum alkohol merupakan kelompok orang-orang dengan
resiko tinggi terhadap karsinoma laring. Merokok merupakan faktor risiko utama

4
pada karsinoma laring dimana pada rokok terdapat 43 bahan karsinogen antara
lain polisiklik hirokarbon, nitrosamin, radioaktif polonium-210.

Alkohol (etanol) jika dikombinasi dengan penggunaan rokok maka akan


berpotensi untuk memberikan efek karsinogenik yang akan memudahkan
penetrasi zat karsinogenik dalam jaringan tubuh. Etanol juga mengganggu sintesis
retinoid, derivat vitamin A yang mana zat ini memberikan efek protektif dari
perkembangan sel kanker.

Virus yang juga dikaitkan dengan kejadian karsinoma laring yaitu HPV
(Human Papilloma Virus) dan Eibstein Barr Virus. HPV dikategorikan menjadi
risiko tinggi (tipe 16,18), medium (tipe 31,33), risiko rendah (tipe 6,11). Faktor
risiko lainnya adalah paparan debu kayu, sinar radio aktif, polusi udara, radiasi
leher dan asbestosis.

2.2.4 Patofisiologi

Paparan karsinogenik berulang-ulang akan menyebabkan struktur DNA sel


normal akan terganggu sehingga terjadi diferensiasi dan proliferasi abnormal.
Adanya mutasi serta perubahan pada fungsi dan karakteristik sel berakibat pada
buruknya sistem perbaikan sel dan terjadilah apoptosis serta kematian sel. Pro-
onkogen akan terus meningkat sementara tumor supressor gene menurun, keadaan
ini mengakibatkan proliferasi terus-menerus dari sel anaplastik yang akan
mengambil suply oksigen, darah dan nutrien dari sel normal sehingga penderita
akan mengalami penurunan berat badan. Sealin itu akan terjadi penurunan serta
serta destruksi komponen darah, penurunan trombosit menyebabkan gangguan
perdarahan, penurunan jumlah eritrosit menyebabkan anemia dan penurunan
leukosit menyebabkan gangguan status imunologi pasien. Proliferasi sel kanker
yang terus berlanjut hingga membentuk suatu masa mengakibatkan kompresi pada
pembuluh darah sekitar dan saraf sehingga terjadilah odinofagi, disfagi, dan nyeri
pada kartilago tiroid. Massa tersebut juga mengakibatkan hambatan pada jalan
nafas. Iritasi pada nervus laringeus menyebabkan suara menjadi serak. Jika mutasi
yang terjadi sangat progresif, kanker dapat bermetastasis ke jaringan sekitar dan
kelenjar getah bening (Hermani, et al., 2012).

5
2.2.5 Histopatologi

Karsinoma sel skuamosa meliputi 95 – 98% dari semua tumor ganas


laring, dengan derajat differensiasi yang berbeda-beda. Karsinoma sel skuamosa
dibagi 3 tingkat diferensiasi, yaitu:

a. Berdiferensiasi baik (Grade I)

b. Berdiferensiasi sedang (Grade II)

c. Berdiferensiasi buruk (Grade III)

Kebanyakan tumor ganas pita suara berdiferensiasi dengan baik. lesi yang

mengenai hipofaring,sinus piriformis dan plika ariepiglotika kurang


berdiferensiasi baik. Jenis lain yang jarang kita jumpai adalah karsinoma
anaplastik, pseudosarkoma, adenokarsinoma dan sarkoma.

2.2.6 Klasifikasi

Berdasarkan Union International Centre le Cancer (UICC) 1982,


klasifikasi dan stadium tumor ganas laring terbagi atas :

1. Supraglotis (30-35%)

2. Glotis (60-65%)

3. Subglotis (1%)

Yang termasuk supraglotis adalah permukaan posterior epiglotis yang


terletak di sekitar os hioid, lipatan ariepiglotik, aritenoid, epiglotis yang terletak di
bawah os hioid, pita suara palsu, ventrikel. Yang termasuk glottis adalah pita
suara asli, komisura anterior dan komisura posterior. Yang termasuk subglotis
adalah dinding subglotis.

6
Klasifikasi dan stadium tumor berdasarkan UICC :

1. Tumor Primer (T)

Supraglotis
Tis Karsinoma insitu

T0 tidak jelas adanya tumor primer l

T1 Tumor terdapat pada satu sisi suara/pita suara palsu (gerakan masih
baik).

T1a: tumor terbatas pada permukaan laring epiglotis, plika


ariepiglotika, ventrikel atau pita suara palsu satu sisi.
T1b: tumor telah mengenai epiglotis dan meluas ke rongga
ventrikel atau pita suara palsu
T2 Tumor sudah menjalar ke 1 dan 2 sisi daaerah supra glotis dan
glotis masih bisa bergerak (tidak terfiksir).

T3 Tumor terbatas pada laring dan sudah terfiksir atau meluas ke


daerah krikoid bagian belakang, dinding medial daari sinus
piriformis, dan arah ke rongga pre epiglotis.

T4 Tumor sudah meluas ke luar laring, menginfiltrasi orofaring


jaringan lunak pada leher atau sudah merusak tulang rawan tiroid.

Glotis
Tis Karsinoma insitu.

T0 Tak jelas adanya tumor primer


T1 Tumor mengenai satu atau dua sisi pita suara, tetapi gerakan pita
suara masih baik, atau tumor sudah terdapat pada komisura anterior
atau posterior.
T1a : tumor terbatas pada satu pita suara asli

7
T1b : tumor mengenai kedua pita suara
T2 Tumor meluas ke daerah supraglotis atau subglotis, pita suara
masih dapat bergerak atau sudah terfiksir (impaired mobility).
T3 Tumor meliputi laring dan pita suara sudah terfiksir.

T4 Tumor sangat luas dengan kerusakan tulang rawan tiroid atau


sudah keluar dari laring.

Subglotis
Tis karsinoma insitu

T0 Tak jelas adanya tumor primer


T1 Tumor terbatas pada daerah subglotis.

T1a : tumor terbatas pada satu sisi


T1b : tumor telah mengenai kedua sisi
T2 Tumor sudah meluas ke pita, pita suara masih dapat bergerak atau
sudah terfiksir.

T3 Tumor sudah mengenai laring dan pita suara sudah terfiksir.

T4 Tumor yang luas dengan destruksi tulang rawan atau perluasan


keluar laring atau kedua-duanya.
2. Penjalaran ke Kelenjar Limfa (N)
Nx Kelenjar limfa tidak teraba

N0 Secara klinis kelenjar tidak teraba

N1 Secara klinis teraba satu kelenjar limfa dengan ukuran diameter 3


cm homolateral.
N2 Teraba kelenjar limfa tunggal, ipsilateral, ukuran diameter 3-6 cm.

N2a : satu kelenjar limfa ipsilateral, diameter lebih dari 3cm tapi
tidak lebih dari 6cm

N2b : multipel kelenjar limfa ipsilateral, diameter tidak lebih dari


6cm

8
N2c : metastasisbilateral atau kontralateral, diameter tidak lebih
dari 6cm

N3 Metastasis kelenjar limfa lebih dari 6 cm.

3. Metastasis Jauh (M)

Mx Tidak terdapat/terdeteksi.

M0 Tidak ada metastasis jauh.

M1 Terdapat metastasis jauh.

4. Stadium

STADIUM TUMOR KEL.LIMFA METASTASIS


PRIMER
Stadium 1 T1 N0 N0

Stadium 2 T2 N0 N0

Stadium 3 T3 N0 M0
T1/T2/T3 N1 M0
Stadium 4 T4 N0/N1 M0
T1/T2/T3/T4 N2/N3
T1/T2//T3/T4 N1/N2/N3 M1

2.2.7 Manifestasi Klinis

Anamnesis

Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan suara parau yang diderita


sudah cukup lama, tidak bersifat hilang-timbul meskipun sudah diobati dan makin
lama menjadi berat. Penderita kebanyakan adalah seorang perokok berat,
peminum alkohol atau seorang yang sering atau pernah terpapar sinar radioaktif,
misalnya pernah diradiasi didaerah lain. Pada anamnesis kadang–kadang

9
didapatkan hemoptisis, yang bisa tersamar bersamaan dengan adanya TBC paru,
sebab banyak penderita menjelang tua dan dari sosial-ekonomi yang lemah.

Gejala Klinis

1. Serak: Gejala utama Ca laring, merupakan gejala dini tumor pita suara. Hal ini
disebabkan karena gangguan fungsi fonasi laring.Kualitas nada sangat
dipengaruhi oleh besar celah glotik, besar pita suara, ketajaman tepi pita suara,
kecepatan getaran dan ketegangan pita suara.Pada tumor ganas laring, pita suara
gagal berfungsi secara baik disebabkan oleh ketidak teraturan pita suara, oklusi
atau penyempitan celah glotik, terserangnya otot-otot vokalis, sendi dan ligament
krikoaritenoid dan kadang-kadang menyerang saraf. Adanya tumor di pita suara
akan mengganggu gerak maupun getaran kedua pita suara tersebut. Serak
menyebabkan kualitas suara menjadi semakin kasar, mengganggu, sumbang dan
nadanya lebih rendah dari biasa.Kadang-kadang bisa afoni karena nyeri, sumbatan
jalan nafas atau paralisis komplit.Hubungan antara serak dengan tumor laring
tergantung pada letak tumor.Apabila tumor laring tumbuh pada pita suara asli,
serak merupakan gejala dini dan menetap. Apabila tumor tumbuh di daerah
ventrikel laring, dibagian bawah plika ventrikularis atau dibatas inferior pita
suara, serak akan timbul kemudian. Pada tumor supraglotis dan subglotis, serak
dapat merupakan gejala akhir atau tidak timbul sama sekali. Pada kelompok ini,
gejala pertama tidak khas dan subjektif seperti perasaan tidak nyaman, rasa ada
yang mengganjal di tenggorok. Tumor hipofaring jarang menimbulkan serak
kecuali tumornya eksentif.
2. Suara bergumam (hot potato voice): fiksasi dan nyeri menimbulkan suara
bergumam.
3. Dispnea dan stridor: Gejala yang disebabkan sumbatan jalan nafas dan dapat
timbul pada tiap tumor laring. Gejala ini disebabkan oleh gangguan jalan nafas
oleh massa tumor, penumpukan kotoran atau secret maupun oleh fiksasi pita
suara. Pada tumor supraglotik dan transglotik terdapat kedua gejala

10
tersebut.Sumbatan yang terjadi perlahan-lahan dapat dikompensasi. Pada umunya
dispnea dan stridor adalah tanda prognosis yang kurang baik.
4. Nyeri tenggorok: keluhan ini dapat bervariasi dari rasa goresan sampai rasa
nyeri yang tajam.
5. Disfagia: Merupakan ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotik, hipofaring dan
sinus piriformis. Keluhan ini merupakan keluhan yang paling sering pada tumor
ganas postkrikoid. Rasa nyeri ketika menelan (odinofagia): menandakan adanya
tumor ganas lanjut yang mengenai struktur ekstra laring.
6. Batuk dan hemoptisis: Batuk jarang ditemukan pada tumor ganas glotik,
biasanya timbul dengan tertekanya hipofaring disertai secret yang mengalir ke
dalam laring. Hemoptisis sering terjadi pada tumor glotik dan tumor supraglotik.3
7. Nyeri tekan laring adalah gejala lanjut yang disebabkan oleh komplikasi
supurasi tumor yang menyerang kartilago tiroid dan perikondrium.

2.2.8 Pemeriksaan Penunjang


a. Radiologi konvensional

Radiografi jaringan lunak leher merupakan studi survey yang baik. Udara
digunakan sebagai agen kontras alami untuk memvisualisasikan lumen laring dan
trakea. Ketebalan jaringan retropharyngeal dapat dinilai. Epiglottis dan lipatan
aryepiglottic dapat divisualisasikan. Namun, radiografi tidak memiliki peran
dalam manajemen kanker laring saat ini.

11
Gambar 1: Lateral radiografi

b. Computed Tomography – Scan (CT)

Penentuan stadium awal pada diagnosa klinis berdasarkan pada


keterlibatan beberapa tempat pada supraglotis laring dan mobilitas pita suara.
Pencitraan dapat membantu dalam mengidentifikasi perluasan submukosa
transglotis yang tersembunyi. Kriteria pencitraan lesi T3 adalah perluasan ke
ruang pra-epiglotis (paralayngeal fat) atau tumor yang mengerosi kebagian dalam
korteks dari kartilago tiroid. Tumor yang mengerosi ke bagian luar korteks
kartilago tiroid merupakan stadium T4a. ada yang berpendapat bahwa
kerterlibatan korteks bagian luar saja tanpa keterlibatan sebagian besar tendon
bisa memenuhi kriteria pencitraan lesi T4.

Tumor stadium T4 (a dan b) sulit diidentifikasikan hanya dengan


pemeriksaan klinis saja, karena sebagian besar kriteria tidak dapat diniai dengan
palpasi dan endoskopi. Pencitraan secara Cross-sectional diindikasikan untuk
mengetahui komponen anatomi yang terlibat untuk menentukan stadium tumor.

Untuk mendapatkan gambaran yang baik, ketebalan potongan tidak boleh


lebih dari 3 mm dan laring dapat dicitrakan dalam beberapa detik, dan dengan
artefak minimal akibat gerakan.

12
Gambar 2: Normal larynx.

Gambar 3: Normal larynx

Gambar 5.  Tumorlike nodules pada true vocal cords yang bermanifestasi suara parau

Gambar 6. Tumor-like nodules pada true vocal cords

13
Gambar 7.   gambaran endoskopi menunjukkan dua lesi pada true vocal cords

Gambar 8. Squamous cell carcinoma

Gambar 9. Squamous cell carcinoma .

Gambar 10.  Squamous cell carcinoma pada sisi kanan glottis.

14
Gambar 11. CT scan menunjukkan perkembangan tumor pada vocal cord

Gambar 12. CT scan menunjukkan ca subglotik sepanjang kartilago cricoid

Gambar 13.Ca laring

15
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI memiliki beberapa kelebihan daripada CT yang mungkin membantu


dalam perencanaan pre-operasi. Pencitraan koronal membantu dalam menentukan
keterlibatan ventrikel laryngeal dan penyebaran transglottic. Pencitraan
Midsagittal membantu untuk memperlihatkan hubungan antara tumor dengan
komisura anterior. MRI juga lebih unggul daripada CT untuk karakterisasi
jaringan spesifik. Namun, pencitraan yang lebih lama dapat menyebabkan
degradasi gambar akibat pergerakan.

Gambar 14. Gambaran MRI laring Normal

16
Gambar 15. Gambaran MRI laring dengan tumor

Gambar 16. Axial computed tomography (CT)

17
d. Pemeriksaan Histopatologi
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologi dari bahan
biopsi laring, dan biopsi jarum halus pada pembesaran kelenjar getah bening di
leher. Hasil pemeriksaan histopatologi yang terbanyak adalah karsinoma sel
skuamosa. Beberapa jenis tumor ganas laring berdasarkan histopatologi antara lain
(Hermani, et al., 2012).:

a) Karsinoma sel skuamosa


Meliputi 95-98% dari semua tumor ganas laring, dengan derajat difrensiasi
yang berbeda-beda. Jenis lain yang jarang kita jumpai adalah karsinoma
anaplastik, pseudosarkoma, adenokarsinoma dan sarkoma.
b) Karsinoma verukosa
Merupakan satu tumor yang secara histologis kelihatannya jinak, akan tetapi
klinis ganas. Insidennya 1-2% dari seluruh tumor ganas laring, lebih banyak
mengenai pria dari wanita dengan perbandingan 3:1. Tumor tumbuh lambat tetapi
dapat membesar sehingga dapat menimbulkan kerusakan lokal yang luas. Tidak
terjadi metastase regional atau jauh. Pengobatannya dengan operasi, radioterapi
tidak efektif dan merupakan kontraindikasi. Prognosisnya sangat baik.
c) Adenokarsinoma
Angka insidennya 1% dari seluruh tumor ganas laring. Sering dari kelenjar
mukus supraglotis dan subglotis dan tidak pernah dari glottis. Sering bermetastase
ke paru-paru dan hepar. Two years survival rate-nya sangat rendah. Terapi yang
dianjurkan adalah reseksi radikal dengan diseksi kelenjar limfe regional dan
radiasi pasca operasi.
d) Kondrosarkoma
Tumor ganas yang berasal dari tulang rawan krikoid 70%, tiroid 20% dan
aritenoid 10%. Sering pada laki-laki 40 – 60 tahun. Terapi yang dianjurkan adalah
laringektomi total (Hermani, et al., 2012).

18
2.2.9 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan:


1. Anamnesis
Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan suara parau yang diderita
sudah cukup lama, tidak bersifat hilang - timbul meskipun sudah diobati dan
bertendens makin lama menjadi berat. Penderita kebanyakan adalah seorang
perokok berat yang juga kadang – kadang adalah seorang yang juga banyak
memakai suara berlebihan dan salah (vocal abuse), peminum alkohol atau seorang
yang sering atau pernah terpapar sinar radioaktif, misalnya pernah diradiasi
didaerah lain. Pada anamnesis kadang – kadang didapatkan hemoptisis, yang bisa
tersamar bersamaan dengan adanya TBC paru, sebab banyak penderita menjelang
tua dan dari sosial - ekonomi yang lemah.
Sesuai pembagian anatomi, lokasi tumor laring dibagi menjadi 3 bagian
yakni supraglotis, glottis dan subglotis, dan gejala serta tanda – tandanya sesuai
dengan lokasi tumor tersebut (Hermani, et al., 2012).

2. Pemeriksaan THT Rutin

3. Laringoskopi

Untuk melihat ke dalam laring dapat dilakukan dengan cara tak langsung
maupun langsung dengan menggunakan laringoskop untuk menilai lokasi tumor,
penyebaran tumor yang terlihat (field of cancerisation). Selain itu dapat juga
dengan laringoskopi indirek dengan cermin laring dan endoskopi.

19
Gambar 17. Gambaran Laringoskopi Karsinoma laring

3. Radiologi foto polos leher dan dada


4. Pemeriksaan radiologi khusus : politomografi, CT-Scan, MRI
5. Pemeriksaan hispatologi dari biopsi laring sebagai diagnosis pasti

Karsinoma laring dapat didiagnosis banding dengan beberapa penyakit


lainnya, dengan dasar penyokong dan penolakan sebagai berikut.
1. Tumor jinak laring
Dasar penyokong: suara parau, sesak napas dan stridor
Dasar penolakan: Terdapat metastase ke kelenjar getah bening regional.
2. Nodul vocal
Dasar penyokong: suara serak dan batuk
Dasar penolakan: Tidak didapatkan nodul di pita suara sebesar kacang hijau atau
lebih kecil yang berwarna putih.
3. Tuberkulosis Laring
Dasar penyokong: suara parau, sesak napas, nyeri telan, kadang menyerupai lesi
non spesifik dan bentukan tumor
Dasar penolakan: dengan pemeriksaan laringoskopi indirek tidak ditemukan lesi
pada daerah laring (Hermani, et al., 2012).

2.2.10 Penatalaksanaan
Secara umum ada 3 jenis tatalaksana karsinoma laring yaitu pembedahan,
radiasi dan sitostatika, ataupun kombinasi. Tergantung pada stadium penyakit dan
keadaan umum pasien. Sebagai patokan dapat dikatakan stadium 1 dikirim untuk
mendapatkan radiasi, stadium 2 dan 3 dikirim untuk dilakukan operasi, stadium 4

20
dilakukan operasi dengan rekonstruksi, bila masih memungkinkan atau dikirim
untuk mendapatkan radiasi (Hermani, et al., 2012).
1. Pembedahan
Tindakan operasi untuk keganasan laring terdiri dari :
A. Laringektomi
1. Laringektomi parsial

Laringektomi parsial diindikasikan untuk karsinoma laring stadium I yang


tidak memungkinkan dilakukan radiasi, dan tumor stadium II.
2. Laringektomi total

Adalah tindakan pengangkatan seluruh struktur laring mulai dari batas atas
(epiglotis dan os hioid) sampai batas bawah cincin trakea (Hermani, et al.,
2012).

B. Diseksi Leher Radikal


Tidak dilakukan pada tumor glotis stadium dini (T1 – T2) karena
kemungkinan metastase ke kelenjar limfe leher sangat rendah. Sedangkan tumor
supraglotis, subglotis dan tumor glotis stadium lanjut sering kali mengadakan
metastase ke kelenjar limfe leher sehingga perlu dilakukan tindakan diseksi leher.
Pembedahan ini tidak disarankan bila telah terdapat metastase jauh (Hermani, et
al., 2012).

2. Radioterapi
Radioterapi digunakan untuk mengobati tumor glotis dan supraglotis T1
dan T2 dengan hasil yang baik (angka kesembuhannya 90%). Keuntungan dengan
cara ini adalah laring tidak cedera sehingga suara masih dapat dipertahankan.
Dosis yang dianjurkan adalah 200 rad perhari sampai dosis total 6000 – 7000 rad
(Hermani, et al., 2012).
Radioterapi dengan dosis menengah telah pula dilakukan oleh Ogura,
Som, Wang, dkk, untuk tumor-tumor tertentu. Konsepnya adalah untuk
memperoleh kerusakan maksimal dari tumor tanpa kerusakan yang tidak dapat

21
disembuhkan pada jaringan yang melapisinya. Wang dan Schulz memberikan
4500–5000 rad selama 4–6 minggu diikuti dengan laringektomi total.

3. Kemoterapi
Diberikan pada tumor stadium lanjut, sebagai terapi adjuvant ataupun
paliativ. Obat yang diberikan adalah cisplatinum 80–120 mg/m2 dan 5 FU 800–
1000 mg/m2 (Hermani, et al., 2012).

4. Rehabilitasi

Rehabilitasi setelah operasi sangat penting karena telah diketahui bahwa


tumor ganas laring yang diterapi dengan seksama memiliki prognosis yang baik.
rehabilitasi mencakup“Vocal Rehabilitation, Vocational Rehabilitation dan Social
Rehabilitation” (Hermani, et al., 2012).

Laringektomi yang dikerjakan untuk mengobati karsinoma laring


menyebabkan cacat pada pasien. Dengan dilakukannya pengangkatan laring
beserta pita suara yang berada di dalamnya, maka pasien menjadi afonia dan
bernafas melalui stoma permanen di leher (Hermani, et al., 2012).

Rehabilitasi suara dapat dilakukan dengan pertolongan alat bantu suara,


yakni semacam vibrator yang ditempelkan di daerah submandibula, ataupun
dengan suara yang dihasilkan dari esofagus melalui proses belajar (Hermani, et
al., 2012).

Banyak faktor yang mempengaruhi suksesnya proses rehabilitasi suara ini.


Tetapi faktor fisik dan psiko-sosial merupakan 2 faktor utama. Mungkin dengan
adanya wadah perkumpulan guna menghimpun pasien-pasien tuna laring guna
menyokokng aspek psikis dalam lingkup yang luas dari pasien, baik sebelum
maupun sesudah operasi (Hermani, et al., 2012).

2.2.11 Prognosis
Tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor dan kecakapan
tenaga ahli.Secara umum dikatakan five years survival pada karsinoma laring

22
stadium I 90 – 98% stadium II 75 – 85%, stadium III 60 – 70% dan stadium IV
40 – 50%. Adanya metastase ke kelenjar limfe regional akan menurunkan 5 year
survival rate sebesar 50% (Hermani, et al., 2012).

BAB 3
PENUTUP

23
5.1 Kesimpulan
1. karsinoma laring merupakan suatu neoplasma yang ditandai dengan
adanya massa abnormal yang berasal dari epitel struktur laring.
2. Etiologi paling sering yang menyebabkan terjadinya karsinoma laring
terutama pada pasien perokok dan minum alkohol, terpapar zat radioaktif.
3. Untuk mendiagnosis karsinoma laring dilakukan biopsi laring dan
pemeriksaan histopatologi sebagai diagnosis pasti
4. Secara umum ada 3 jenis tatalaksana karsinoma laring yaitu pembedahan,
radioterapi dan sitostatika, ataupun kombinasi tergantung pada stadium
penyakit dan keadaan umum pasien.

DAFTAR PUSTAKA

24
Hermani B, Abdurrachman H. Tumor Laring. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti RD editors. 2012. Buku ajar ilmu kesehatan
telinga hidung tenggorok kepala & leher.Edisi 7. Balai Penerbit FKUI
Jakarta.
Robert A.Weisman, MD, Kris S.Moe, MD, Lisa A. Orloff, MD. 2003.
Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery 16th Edition.
BC Decker: Ontario.

25

Anda mungkin juga menyukai