Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN CA. LARING

OLEH:

NI KETUT CHANDRA
FEBRIYANTI
NIM.P07120319057

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

PROFESI NERS

TAHUN 2020

LAPORAN PENDAHULUAN CA. LARING

A. KONSEP DASAR PRNYAKIT


1. Pengertian
Laring adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan
trakea Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi.
Laring juga melindungi jalan napas bawah dari obstruksi benda asing dan
memudahkan batuk.
Kanker merupakan massa jaringan abnormal tumbuh terus menerus, tidak
pernah mati, tumbuh dan tidak terkoordinasi dengan jaringan lain, akibatnya
merugikan tubuh dimana ia tumbuh. (Brunner and Suddarth, 2001 )
Kanker laring adalah keganasan pada pita suara, kotak suara (laring) atau
daerah lainnya di tenggorokan. (Erfansah . 2010)
Kanker laring merupakan tumor ganas ketiga menurut jumlah tumor ganas di
bidang THT dan lebih banyak terjadi pada pria berusia 50-70 tahun. Yang
tersering adalah jenis karsinoma sel skuamosa (Kepacitan. 2010)

2. Anatomi dan Fisiologi Laring 


Laring atau organ suara adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan
antara faring dan trakea. Laring juga sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri
atas :
a. Epiglotis
Daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring selama menelan
b. Glotis
Ostium antara pita suara dalam laring
c. Kartilago tiroid
Kartilago terbesar pada trakea, sebagian darai kartilago ini membentuk jakun
( Adam ‘s Apple).
d. Kartilago krikoid
Satu satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring( terletak di bawah
kartilago tiroid).

e. Kartilago aritenoid
Digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilagotiroid
f. Pita Suara
Ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyisuara ,
pita suara melekat pada lumen laring.
3. Etiologi
Penyebab pasti sampai saat ini belum diketahui, namun didapatkan beberapa
hal yang berhubungan erat dengan terjadinya keganasan laring yaitu : rokok,
alkohol, sinar radio aktif, polusi udara,dan radiasi leher. Ada peningkatan resiko
terjadinya tumor ganas laring pada pekerja-pekerja yang terpapar dengan debu
kayu.

4. Patifisiologi
Karsinoma laring banyak dijumpai pada usia lanjut diatas 40 tahun.
Kebanyakan pada orang laki-laki.Hal ini mungkin berkaitan dengan kebiasaan
merokok, bekerja dengan debu serbuk kayu, kimia toksik atau serbuk, logam
berat. Bagaimana terjadinya belum diketahui secara pasti oleh para ahli.Kanker
kepala dan leher menyebabkan 5,5% dari semua penyakit keganasan.Terutama
neoplasma laringeal 95% adalah karsinoma sel skuamosa.Bila kanker terbatas
pada pita suara (intrinsik) menyebar dengan lambat.Pita suara miskin akan
pembuluh limfe sehingga tidak terjadi metastase kearah kelenjar limfe.Bila kanker
melibatkan epiglotis (ekstrinsik) metastase lebih umum terjadi.Tumor supraglotis
dan subglotis harus cukup besar, sebelum mengenai pita suara sehingga
mengakibatkan suara serak.Tumor pita suara yang sejati terjadi lebih dini biasanya
pada waktu pita suara masih dapat digerakan
5. Pathway
6. Manisfestasi klinis
a. Serak
Suara serak adalah hal pertama yang akan tampak pada pasien dengan kanker
pada daerah glotis karena tumor mengganggu kerja pita suara selama
berbicara. Suara mungkin terdengar parau dan puncak suara rendah.
b. Dispneu dan stridor.
Gejala ini merupakan gejala yang disebabkan oleh sumbatan jalan nafas dan
dapat timbul pada tiap tumor laring. Gejala ini disebabkan oleh gangguan
jalan nafas oleh massatumor, penumpukkan kotoran atau sekret,maupun oleh
fiksasi pita suara. Pada tumor supraglotik atau transglotik terdapat dua gejala
tersebut. Sumbatan dapat terjaadi secara perlahan-lahan dapat dikompensasi
oleh pasien. Pada umumnya dispneu dan stridor adalah tanda dan prognosis
kurang baik.
c. Nyeri tenggorok
Keluhan ini dapat bervariasi dari rasa goresan sampai rasa nyeri yang tajam.
d. Disfagia ( Kesulitan Menelan)
Adalah ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotik, hipofaring dan sinus
piriformis. Keluhan ini merupakan keluhan yang paling sering pada tumior
ganas postkrikoid. Rasa nyeri ketika menelan (odinofagi) menandakan adanya
tumor ganas lanjut yang mengenai struktur ekstra laring.
e. Batuk dan hemoptisis.
Batuk jarang ditemukan pada tumor ganas glotik, biasanya timbul dengan
tertekannya hipofaring disertai sekret yang mengalir ke dalam laring.
Hemoptisis sering terjadi pada tumor glotik dan supraglotik.
f. Gejala lain nyeri alih ke telinga ipsilateral, halitosis, batuk hemoptisis dan
penurunan berat badan menandakan perluasan tumor ke luar jaringan atau
metastase lebih jauh.
g. Pembesaran kelenjar getah bening leher dipertimbangkan sebagai metastasis
tumor ganas yang menunjukkan tumor pada stadium lanjut.
h. Nyeri tekan laring adalah gejala lanjut yang disebabkan oleh komplikasi
supurasi tumor yang menyerang kaartilago tiroid dan perikondrium
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Laringoskopi
Untuk menilai lokasi tumor dan penyebaran tumor.
b. Foto thoraks
Untuk menilai keadaan paru, ada atau tidaknya proses spesifik dan metastasis
di paru.
c. CT-Scan
Memperlihatkan keadaan tumor/penjalaran tumor pada tulang rawan tiroid
dan daerah pre-epiglotis serta metastasis kelenjar getah bening leher.
d. Biopsi laring
Untuk pemeriksaan patologi anatomik dan dari hasil patologi anatomik yang
terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa

8. Penatalaksanaan
Pada kasus Ca laring dapat dilakukan pengobatan dengan radiasi dan
pengangkatan laring (Laringektomi). Pengobatan dipilih berdasar stadiumnya.
Radiasi diberikan pada stadium 1 dan 4. Alasannya mempunyai keuntungan
dapat mempertahankan suara yang normal, tetapi jarang dapat menyembuhkan
tumor yang sudah lanjut,lebih-lebih jika sudah terdapat pembesaran kelenjar
leher.Oleh karena itu radioterapi sebaiknya dipergunakan untuk penderita dengan
lesi yang kecil saja tanpa pembesaran kelenjar leher.
Kasus yang ideal adalah pada tumor yang terbatas pada satu pita suara, dan
masih mudah digerakkan. Sembilan dari sepuluh penderita dengan keadaan yang
demikian dapat sembuh sempurna dengan radioterapi serta dapat
dipertahankannya suara yang normal. Fiksasi pita suara menunjukkan penyebaran
sudah mencapai lapisan otot. Jika tumor belum menyebar kedaerah supraglotik
atau subglotik, lesi ini masih dapat diobati dengan radioterapi, tetapi dengan
prognosis yang lebih buruk.
Penderita dengan tumor laring yang besar disertai dengan pembesaran
kelenjar limfe leher, pengobatan terbaik adalah laringektomi total dan diseksi
radikal kelenjar leher. Dalam hal ini masuk stadium 2 dan 3. Ini dilakukan pada
jenis tumor supra dan subglotik. Pada penderita ini kemungkinan sembuh tidak
begitu besar, hanya satu diantara tiga penderita akan sembuh sempurna.
Laringektomi diklasifikasikan kedalam :
a. Laringektomi parsial.
Tumor yang terbatas pada pengangkatan hanya satu pita suara dan trakeotomi
sementara yang di lakukan untuk mempertahankan jalan napas. Setelah sembuh
dari pembedahan suara pasien akan parau.
b. Hemilaringektomi atau vertikal.
Bila ada kemungkinan kanker termasuk pita suara satu benar dan satu
salah.Bagian ini diangkat sepanjang kartilago aritenoid dan setengah kartilago
tiroid.Trakeostomi sementara dilakukan dan suara pasien akan parau setelah
pembedahan.
c. Laringektomi supraglotis atau horisontal.
Bila tumor berada pada epiglotis atau pita suara yang salah, dilakukan diseksi
leher radikal dan trakeotomi. Suara pasien masih utuh atau tetap normal.Karena
epiglotis diangkat maka resiko aspirasi akibat makanan peroral meningkat.
d. Laringektomi total.
Kanker tahap lanjut yang melibatkan sebagian besar laring, memerlukan
pengangkatan laring, tulang krikoid, kartilago krikoid,2-3 cincin trakea, dan
otot penghubung ke laring.Mengakibatkan kehilangan suara dan sebuah lubang
(stoma) trakeostomi yang permanen. Dalam hal ini tidak ada bahaya aspirasi
makanan peroral, dikarenakan trakea tidak lagi berhubungan dengan saluran
udara – pencernaan. Suatu sayatan radikal telah dilakukan dileher pada jenis
laringektomi ini. Hal ini meliputi pengangkatan pembuluh limfatik, kelenjar
limfe di leher, otot sternokleidomastoideus, vena jugularis interna, saraf spinal
asesorius, kelenjar salifa submandibular dan sebagian kecil kelenjar parotis
(Sawyer, 1990). Operasi ini akan membuat penderita tidak dapat bersuara atau
berbicara. Tetapi kasus yang dermikian dapat diatasi dengan mengajarkan pada
mereka berbicara menggunakan esofagus (Esofageal speech), meskipun
kualitasnya tidak sebaik bila penderita berbicara dengan menggunakan organ
laring. Untuk latihan berbicara dengan esofagus perlu bantuan seorang
binawicara.
9. Komplikasi
Berdasarkan pada data pengkajian. potensial komplikasi yang mungkin terjadi
termasuk:
1. Distres pernapasan (hipoksia, obstruksi jalan napas, edema trakea)
2. Hemoragi
3. Infeksi

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Identitas Diri
Identitas yang harus diketahui perawat meliputi nama, umur, jenis kelamin,
alamat, kepercayaan, status pendidikan dan pekerjaan klien.
2. Identitas Penaggung jawab
Identitas yang harus diketahui perawat meliputi nama, umur, jenis kelamin,
alamat, kepercayaan, status pendidikan dan pekerjaan penanggung jawab dan
hubungan dengan klien.
3. Keluhan Utama
Keluhan utama pada klien ca. Laring meliputi nyeri tenggorok. sulit
menelan,sulit bernapas,suara serak,hemoptisis dan batuk ,penurunan berat
badan, nyeri tenggorok, lemah.
4. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya suara serak adalah hal yang akan Nampak pada pasien dengan
kanker pada daerah glottis, pasien mungkin mengeluhkan nyeri dan rasa
terbakar pada tenggorokan, suatu gumpalan mungkin teraba di belakang
leher. Gejala lanjut meiputi disfagia, dispnoe, penurunan berat badan.
5. Riwayat Penyakit Dahulu
 Tanyakan apakah klien pernah mengalami infeksi kronis
 Tanyakan pola hidup klien (merokok, minum alkohol)
  Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan pada klien apakah ada keluarga yang pernah mengalami penyakit
yang sama. Atau adakah keluarga yang meninggal akibat penyakit ini
6. Pemeriksaan Fisik
1. System pencernaan
Adanya Kesulitan menelan.
Tanda : Kesulitan menelan, mudah tersedak, sakit menelan, sakit tenggorok
yang menetap.Bengkak, luka. Inflamasi atau drainase oral, kebersihan gigi
buruk. Pembengkakan lidah dan gangguan reflek.
2. Neurosensori
Gejala : Diplopia (penglihatan ganda), ketulian.
Tanda : Hemiparesis wajah (keterlibatan parotid dan submandibular). Parau
menetap atau kehilangan suara (gejala dominan dan dini kanker laring
intrinsik). Kesulitan menelan. Kerusakan membran mukosa
3. System  Pernapasan
 Adanya benjolan di leher
 Asimetri leher
 Nyeri tekan pada leher
 Adanya pembesaran kelenjar limfe
 Dipsnoe
 sakit tenggorokan
 suara tidak ada

7. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif
b. Gangguan komunikasi verbal
c. Nyeri Akut
d. Risiko Difisit Nutrisi

 
8. Intervensi

No Diagnosa Keperawatan SIKI SLKI


1. Bersihan Jalan Napas Tidak Setelah dilakukan intervensi keperawatan Latihan Batuk Efektif
Efektifan: ketidakmampuan selama … x 24 jam maka bersihan jalan napas 1. Observasi
membersihkan secret atau obstruksi meningkat dengan kriteria hasil: □ Identifikasi kemampuan batuk
jalan napas untuk mempertahankan □ Monitor adanya retensi sputum
jalan napas teteap paten □ Batuk efektif meningkat □ Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
□ Prooduksi sputum menurun □ Monitor input dan output cairan (mis. Jumlah dan karakteristik)
Penyebab: □ Mengi menurun 2. Terapeutik
Fisiologis: □ Wheezing menurun □ Atur posisi semi-fowler
□ Spasme jalan napas □ Meconium □ Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
□ Hipersekresi jalan napas (pada neonatus) menurun □ Buang secret pada tempat sputum
□ Disfungsi neuromuskuler □ Dispnea menurun 3. Edukasi
□ Benda asing dalam jalan napas □ Ortopnea menurun □ Jelaskan tujuan dan procedur batuk efektif
□ Adanya jalan napas buatan □ Sulit Berbicara menurun □ Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan
□ Sekresi yang tertahan □ Sianosis menurun selama 2 detik, kemudian anjurkan keluarkan dari mulut dengan
□ Hyperplasia dinding jalan napas □ Gelisah menurun bibir mencucu (dibulatkan) selama 8 detik
□ Proses infeksi □ Frekuensi napas membaik □ Anjurkan mengulangi napas dalam hingga 3 kali
□ Respon alergi □ Pola napas membaik □ Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah Tarik napas dalam
□ Efek agen farmakologis (mis. yang ke-3
Anastesi) 4. Kolaborasi
Situasional □ Kolaborasi pemberian mekolitik atau ekspektoran, jika perlu
□ Merokok aktif
□ Merokok pasif Manajemen Jalan Napas
□ Terpajan polutan 1. Observasi
□ Monitor Pola Napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
Gejala dan Tanda Mayor □ Monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling, mengi, wheezing,
Subjektif ronchi kering)
(Tidak tersedia) □ Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Objektif 2. Terapeutik
□ Batuk tidak efektif □ Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-till dan chin-lift
□ Tidak mampu batuk (jaw-thrust jika curiga trauma servical)
□ Sputum berlebih □ Posisikan semi-fowler atau fowler
□ Mengi, wheezing dan/atau ronchi □ Berikan minum hangat
kering □ Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
□ Meconium di jalan napas (pada □ Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
neonates) □ Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
□ Keluarkan sumbatan benda asing dengan forcep McGill
Gejala dan Tanda Minor □ Berikan oksigen jika perlu
Subjektif 3. Edukasi
□ Dispnea □ Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
□ Sulit Berbicara □ Ajarkan teknik batuk efektif
□ Ortopnea 4. Kolaborasi
Objektif □ Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika
□ Gelisah perlu
□ Sianosis
□ Bunyi napas menurun Pemantauan Respirasi
□ Frekuensi napas berubah 1. Observasi
□ Pola napas berubah □ Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
□ Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-strokes, biot, ataksik)
□ Monitor kemampuan batuk efektif
□ Monitor adanya sumbatan jalan napas
□ Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
□ Auskultasi bunyi napas
□ Monitor SaO2
□ Monitor nilai AGD
□ Monitor hasil x-ray toraks
2. Terapeutik
□ Atur interval pemantauan, espirasi sesuai kondisi pasien
□ Dokumentasikan hasil pemantauan
3. Edukasi
□ Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
□ Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
4. Kolaborasi
□ Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
□ Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

Terapi Oksigen

 Monitor kecepatan aliran oksigen


 Monitor posisi alat terapi oksigen
 Monitor aliran oksigen secara periodic dan pastikan fraksi yang
diberikan cukup
 Monitor efektifitas terapi oksigen (mis. Oksimetri, Analisa gas
darah)
 Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan
 Monitor tanda-tanda hipoventilasi
 Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan atelectasis
 Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
 Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen
 Bersihkan secret pada mulut, hidung dan trakea
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
 Beriakn oksigen tambahan
 Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan tingkat mobilitas
pasien
 Tetap berikan oksigen saat pasien di transportasi
 Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen di
rumah
 Kolaborasi penentuan dosis oksigen
Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan/atau tidur
2. Gangguan Kominikasi Verbal: Setelah dilakukan intervensi Promosi Komunikasi Efektif
penurunan, perlambatan, atau keperawatan selama … x 24 jam maka 5. Observasi
ketiadaan kemampuan untuk komunikasi verbal meningkat dengan □ Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, volume, dan
menerima, memproses, kriteria hasil: diksi berbicara
mengirim, dan/ atau □ Monitor proses kognitif, anatomis, fisiologis, yang
menggunakan sistem simbol □ Kemampuan berbicara berkaitan dengan bicara (mis, memori, pendengaran,
meningkat bahasa)
Penyebab: □ Kemampuan mendengar □ Monitor frustasi, marah, depresi, atau hal lain yang
Fisiologis: meningkat mengganggu bicara
□ Penurunan sirkulasi serebral
□ Kesesuaian ekspresi, wajah/ □ Identifikasi prilaku emosional dan fisik sebagai
□ Gangguan neuromuskuler
tubuh meningkat komunikasi verbal
□ Gangguan pendengaran
□ Kontak mata meningkat 6. Terapeutik
□ Gangguan muskuloskeletal
□ Afasia menurun □ Gunakan metode komunikasi alternative (mis menulis,
□ Kelainan platum
□ Disfasia menurun mata berkedip, papan komunikasi dengan gambar atau
□ Hambatan fisik (terpasang
□ Apraksia menurun huruf, isyarat tangan, komputer)
trakheostomi, intubasi, □ Dislekia menurun □ Sesuaikan gaya komunikasi dengan kebutuhan (berdiri
krikotiroidektomi) □ Disatria menurun di depan pasien, dengarkan dengan seksama, tunjukan
□ Hambatan individu (mis,
□ Afonia menurun satu gagasan atau pikiran sekaligus, bicaralah dengan
ketakutan, kecemasan, □ Dislalia menurun keluarga untuk memahami ucapan pasien)
merasa malu, emosional, □ Pelo menurun □ Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bantuan
kurang privasi) □ Gagap menurun □ Ulangi apa yang dismapaikan pasien
□ Hambatan psikologis
□ Respon prilaku membaik □ Berikan dukungan psikologis
□ Hambatan lingkunagan
□ Pemahaman komunikasi □ Gunakan juru bicara, jika peru
(mis, ketidakcukupan membaik □ sputum
informasi, ketiadaan orang 7. Edukasi
terdekat, ketidaksesuaian □ Anjurkan berbicara perlahan
budaya, bahasa asing) □ Ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif, anatomis,
dan fisiologis yang berhubungan dengan kemampuan
Gejala dan Tanda Mayor berbicara
Subjektif □ ke-3
(Tidak tersedia) 8. Kolaborasi
Objektif □ Rujuk ke ahli patologi berbicara atau terapis
□ Tidak mampu bicara atau
mendengar
□ Menunjukan respon yang
tidak sesuai
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
(Tidak tersedia)
Objektif
□ Sulit mempertahankan
komunikasi
□ Sulit menggunakan ekspresi
wajah atau tubuh
□ Tidak mampu
menggunakan ekspresi
wajah atau tubuh
□ Sulit menyusun kalimat
□ Verbalisasi tidak tepat
□ Sulit mengunggkapkan
kata-kata
Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan ..x.. Manajemen Nyeri
3
Penyebab jam diharapkan tingkat nyeri menurun dengan Observasi
□ Agen pencedera fisiologis (mis, kriteria : □ Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
inflamasi, iskemia, neoplasma) Tingkat Nyeri itensitas nyeri
□ Agen pencedera kimiawi (mis,  Keluhan nyeri □ Identifikasi skala nyeri
terbakar, bahan kimia iritan)  Meringis □ Identifikasi respon nyeri non verbal
□ Agen pencedera fisik (mis, abses,  Sikap protektif □ Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
trauma, latihan fisik berlebihan)  Gelisah □ Identifikasi pengetahuan tentang nyeri
Gejala dan Tanda Mayor  Kesulitan tidur □ Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
Subjektif  Menarik diri □ Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
□ Mengeluh Nyeri  Berfokus pada diri sendiri □ Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
Objektif  Diaforesis □ Monitor efek samping penggunaan analgetik
□ Tampak meringis  Perasaan depresi (tertekan) Terapeutik
□ Bersikap protektif (mis, waspada,  Perasaan takut mengalami cenderung □ Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
posisi menghindari nyeri) berulang (mis. TENS, hipnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback,
□ Gelisah terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres
 Anoreksia
□ Frekuensi nadi meningkat hangat/ dingin, terapi bermain).
 Perineum terasa tertekan
□ Sulit tidur □ Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu
 Uterus teraba membulat
Gejala dan Tanda Minor ruangan, pencahayaan, kebisingan)
 Ketegangan otot
Subjektif □ Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pupil dilatasi
□ (tidak tersedia) □ Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan stategi
 Muntah
Objektif meredakan nyeri
 Mual
□ Tekanan darah meningkat Edukasi
□ Meningkat (1)
□ Pola napas berubah □ Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
□ Cukup meningkat (2)
□ Nafsu makan berubah □ Jelaskan strategi meredakan nyeri
□ Sedang (3)
□ Proses berfikir terganggu □ Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
□ Cukup mennurun (4)
□ Menarik diri □ Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
□ Menurun (5)
□ Berfokus pada diri sendiri □ Ajarkan terknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
□ diaforesis Kolaborasi
Kondisi Klinis Terkait  Frekuensi nadi □ Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
□ Kondisi pembedahan  Pola napas
 Tekanan darah
□ Cedera traumatis  Proses berpikir Pemberian analgesik
□ Infeksi  Fokus Observasi
□ Sindrom koroner akut  Fungsi berkemih □ Identifikasi karakteristik nyeri (mis. pencetus, pereda, kualitas,
□ Glaukoma  Perilaku lokasi, intensitas, frekuensi, durasi)

 Nafsu makan □ Identifikasi riwayat alergi obat


□ Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. narkotika, non-
 Pola tidur
narkotik, atau NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri
□ Memburuk (1)
□ Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian
□ Cukup memburuk (2)
analgesik
□ Sedang (3)
□ Monitor efektifitas analgesik
□ Cukup membaik (4)
Terapeutik
□ Membaik (5)
□ Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai
Kontrol Nyeri
analgesis optimal, jika perlu
 Melaporkan nyeri terkontrol
□ Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus oploid
 Kemampuan mengenali onset nyeri
untuk mempertahankan
 Kemampuan mengenali penyebab
□ Tetapkan target efektifitas analgesik untuk mengoptimalkan
nyeri
respons pasien
 Kemampuan menggunakan teknik □ Dokumentasikan respons terhadap efek analgesik dan efek yang
non-farmakologis tidak diinginkan
 Dukungan orang terdekat Edukasi
□ Menurun (1) □ Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
□ Cukup menurun (2) Kolaborasi
□ Sedang (3)
□ Cukup meningkat (4) □ Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi
□ Meningkat (5)
Pemantauan Nyeri
 Keluhan nyeri Observasi
 Penggunaan analgestik □ Identifikasi faktor pencetus dan pereda nyeri
□ Meningkat (1) □ Monitor kualitas nyeri (mis. terasa tajam, tumpul, diremas-remas,
□ Cukup meningkat (2) ditimpa beban berat)
□ Sedang (3) □ Monitor lokasi dan penyebaran nyeri
□ Cukup menurun (4) □ Monitor intensitas nyeri dengan menggunakan skala
□ Menurun (5) □ Monior durasi dan frekuensi nyeri
Terapeutik
□ Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
□ Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
□ Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
□ Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

4. Risiko Difisit Nutrisi: berisiko Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Gangguan Makan
mengalami asupan nutrisi tidak selama ... x jam diharapkan status 9. Observasi
cukup untuk memebuhi nutrisi membaik dengan kriteria hasil : □ Monitor asupan dan kelaurnya makanan dan cairan serta
kebutuhan metabolisme Termotergulasi kebutuhan kalori
□ Porsi makanan yang dihabiskan 10. Terapeutik
Penyebab: meningkat
□ Timbang berat badan secara rutin
□ Ketidakmampuan menelan □ Kekuatan otot mengunyah □ Diskusikan prilaku makan dan jumlah aktivitas fisik
makanan meningkat (termasuk olahraga) yang sesuai
□ Ketidakmampuan mencerna □ Kekuatan otot menelan meningkat □ Lakukan kontrak perilaku (mis, target berat badan,
makanan □ Serum albumin meningkat tanggung jawab perilaku)
□ Ketidakmamuan □ Verbalisasi keinginan untuk □ Dampingi ke kamar mandi untuk pengamatan perilaku
mengabsorpsi nutrien meningkatkan nutrisi meningkat memuntahkan kembali makanan
□ Peningkatan metabolisme □ Pengetahuan tentang pilihan □ Berikan penguatan positif terhadap keberhasilan target
□ Faktor ekonomi (mis, makanan yang sehat meningkat dan perubahan perilaku
finansial tidak mencukupi) □ Pengetahuan tentang pilihan □ Berikan konsekuensi jika tidak mencapai terget susuai
□ Faktor psikologis (mis, minuman yang sehat meningkat kontrak
stres, keengganan untuk □ Pengetahuan tentang standar asupan □ Rencanakan program pengobatan untuk perawatan di
nutrisi yang tepat meningkat
makan) rumah (mis, medis, konseling)
Kondisi Klinis terikat □ Penyiapan dan penyimpanan
11. Edukasi
makanan yang aman meningkat
□ stroke □ Anjurkan membuat catatan harian tentang perasaan dan
□ Sikap terhadap makanan/minuman
□ parkinson situasi pemicu pengeluaran makanan (mis, pengeluaran
sesuai dengan tujuan kesehatan
□ moblus Syndrome meningkat yang disengaja, muntah, aktivitas berlebih)
□ cerebral palsy □ Persaan cepat kenyang menurun □ Ajarkan pengaturan diet yang tepat
□ cleft lip □ Nyeri abdomen menurun □ Ajarkan keterampilan koping untuk penyelesaian
□ cleft palate □ Sariawan menurun masalah perilaku makan
□ amyotropic lateral scierosis □ Rambut rontok menurun 12. Kolaborasi
□ kerusakan neuromuskuler □ Diare menurun □ Kolaborasi dengan ahli gizi tentang target berat badan,
□ luka bakar □ Berat badan membaik kebutuhan kalori dan pilihan makanan
□ kanker □ Indeks massa tubuh membaik
□ infeksi □ Frekuensi makan membaik
□ AIDS □ Nafsu makan membaik
□ Penyakit Crohn’s □ Bising usus membaik
□ Enterokolitis □ Tebal lipatan kulit trisep membaik
□ Fibrosis kistik □ Membran mukosa membaik

Anda mungkin juga menyukai