Anda di halaman 1dari 138

KARSINOMA LARING !!!

Posted on July 12, 2013by onadefretes2013


KARSINOMA LARING

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker adalah penyakit yang ditandai dengan kelainan siklus sel khas yang
menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak terkendali(pembelahan sel melebihi
batas normal),menyerang jaringan biologis di dekatnya,bermigrasi ke jaringan tubuh
yang lain melalui sirkulasi darah atau sistem limfatik, disebut metastasis.(Departemen
Kesehatan Bentuk Subdirektorat Kanker,5 Februari 2006)
Kanker laring merupakan kanker laring merupakan tumor ganas yang timbul pada sel
epitel pelapis ruangan dibelakang hidung (nasofaring) dan ditemukan dengan frekuensi
tinggi diCina bagian selatan(DORLAND.2002).
Keganasan dilaring bukanlah hal yang jarang ditemukan dan masih merupakan
masalah, karena penanggulannnya mencakup berbagai segi.Sebagai gambaran
perbandingan,diluar negeri karsinoma laring menempati urutan pertama dalam urutan
keganasan dibidang THT.

Menurut data statistik WHO tahun 1961 yang meliputi 35 negara seperti dikutip oleh
Batsakis tahun 1979 rata-rata 1,2 orang /100000 penduduk meninggal oleh karsinoma
laring.

Penyebab karsinoma laring belum diketahui dengan pasti. Pengumpulan data yang
dilakukan di RSCM menunjukkan bahwa karsinoma laring jarang ditemukan pada
orang yang tidak merokok,sedangkan risiko untuk mendapatkan karsinoma laring naik,
sesuai dengan kenaikan jumlah rokok yang dihisap, kanker laring mewakilil dari 1 %
yang mewaklili kasus kanker dan terjadi sekitar 8 kali lebih sering pada laki-laki
dibanding wanita dan paling sering pada individu dengan usia 50-70 tahun.

Beberapa karsinogen : tembakau (berasap atau tidak), alkohol dan efek


kombinasinya,sinar ultra violet,radiasi.

Faktor penunjang lainnya:berteriak keras, ras dan keturunan

Salah satu penatalaksanaan untuk CA laring adalah pembedahan,radioterapi dan


kemoterapi.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut :

1) Bagaimana anatomi fisiologi dari Laring ?

2) Apa definisi dari karsinoma laring ?

3) Apa etiologi dari karsinoma laring ?

4) Apa saja klasifikasi dari karsinoma laring ?

5) Apa saja manifestasi klinis dari karsinoma laring ?

6) Bagaimana patofisiologi dari karsinoma laring ?

7) Bagaimana struktur dari pohon masalah karsinoma laring ?

8) Komplikasi apa yang akan dialami oleh pasien ?

9) Apakah ada insidensi tentang kasus karsinoma laring ?


10) Bagaimana cara untuk pemeriksaan dari penyakit karsinoma laring ?

11) Apa saja penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk penyakit karsinoma laring ?

12) Bagaimana konsep asuhan keperawatan dari karsinoma laring ?

1.3 Tujuan

Dari rumusan masalah diatas,maka dapat ditentukan tujuan sebagai berikut :

1) Agar para mahasiswa kesehatan mengetahui tentang anatomi fisiologi dari laring.

2) Agar para mahasiswa kesehatan mengetahui tentang definisi dari karsinoma


laring.

3) Agar para mahasiswa kesehatan mengetahui tentang etiologi dari karsinoma


laring.

4) Agar para mahasiswa kesehatan mengetahui tentang apa saja klasifikasi dari
karsinoma laring.

5) Agar para mahasiswa kesehatan mengetahui tentang manifestasi klinis dari


karsinoma laring.

6) Agar para mahasiswa kesehatan mengetahui tentang patofisiologi dari karsinoma


laring.
7) Agar para mahasiswa kesehatan mengetahui tentang bagaimana struktur pohon
masalah yang bisa terbentuk dari kasus karsinoma laring.

8) Agar para mahasiswa kesehatan mengetahui tentang komplikasi dari karsinoma


laring.

9) Agar para mahasiswa kesehatan mengetahui tentang insidensi yang terjadi pada
karsinoma laring.

10) Agar para mahasiswa kesehatan mengetahui tentang pemeriksaan apa saja yang
dapat dilakukan pada pasien dengan karsinoma laring.

11) Agar para mahasiswa kesehatan mengetahui tentang pengobatan apa saja yang
dapat diberikan untuk pasien dengan karsinoma laring.

12) Agar para mahasiswa kesehatan mengetahui tentang bagaimana asuhan


keperawatan yang bisa diberikan pada pasien dengan karsinoma laring

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi Laring


Laring atau organ suara adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan antara
faring dan trakea.Laring juga sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas :

Epiglotis :Daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring selama
menelan

Glotis :Ostium antara pita suara dalam laring

Kartilago tiroid :Kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago ini
membentuk jakun ( Adam ‘s Apple).

Kartilago krikoid :Satu – satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring (
terletak di bawah kartilago tiroid).

Kartilago aritenoid :Digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago tiroid

Pita Suara :Ligamen yang dikontrol oleh otot yang menghasilkan bunyi
suara,pita suara melekat pada lumen laring.

Udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara .Diantara pita suara
terdapat ruang berbentuk segitiga yang bermuara ke dalam trakea dan dinamakan
glottis.Glotis merupakan pemisah antara saluran pernafasan bagian atas dan
bawah.Meskipun laring terutama dianggap berhubungan dengan fonasi,tetapi
fungsinya sebagai organ pelindung jauh lebih penting.Pada waktu menelan gerakan
laring ke atas,penutupan glottis, dan fungsi seerti laring pada aditus laring dari
epiglottis yang berbentuk daun, berperan untuk mengarahkan makanan dan cairan
mauk ke dalam esophagus, namun jika benda asing bisa mabsuk melampoi glottis,maka
laring yang mempnyai fungsi batuk akan membantu menghalau benda dan secret keluar
dari saluran pernapasan bagian bawah.
2.2 Definisi

Kanker laring adalah keganasan yang terjadi pada sel skuamosa laring ( Boeis, 1997)

Karsinoma Laring adalah suatu tumor yang terjadi pada daerah laring, yang dibagi 3
macam yaitu :supraglotik,glotik dan infraglotik.Pada tumor yang supraglotik termasuk
permukaan posterior epiglotis, plika ariepiglotik dan plika ventrikularis.Pada tumor
yang glotik termasuk yang kordavokalis, komisura anterior dan posterior, sedangkan
pada karsinoma infraglotik termasuk jaringan dibawah kordavokalis sampai tepi bawah
krikoid(Sjamsuhidajat,1997; 461)

2.3 Etiologi.

1) Faktor Herediter : kelainan kromosom dan autosom

2) Faktor Non Herediter : tembakau,alkohol,sinar ulta violet,radiasi,berteriak


keras

2.4 Insidensi(angka kejadian di dunia)

Insidens karsinoma nasofaring tertinggi di dunia dijumpai pada penduduk daratan Cina
bagian selatan, khususnya suku Kanton di propinsi Guang Dong dengan angka rata-rata
30-50 / 100.000 penduduk per tahun. Insidens karsinoma nasofaring juga banyak pada
daerah yang banyak dijumpai imigran Cina, misalnya di Hong Kong, Amerika Serikat,
Singapura, Malaysia dan Indonesia. Sedangkan insidens yang terendah pada bangsa
Kaukasian, Jepang dan India.10 penderita karsinoma nasofaring lebih sering dijumpai
pada pria dibanding pada wanita dengan rasio 2-3 : 1. Penyakit ini ditemukan terutama
pada usia yang masih produktif ( 30-60 tahun ), dengan usia terbanyak adalah 40-
50tahun.10 Di bagian THT RSUP. H. Adam Malik Medan selama 5 tahun (1997-2001)
didapatkan 42 orang penderita karsinoma nasofaring yang mendapat radioterapi
Kanker di laring hampir selalu merupakan karsinoma sel skuamosa,biasa terjadi pada
perokok.Setiap tahun di Amerika Serikat sekitar 11 sampai 600 kasus baru ditemukan
dari 4030 individu menderita kanker laring akan mati.(American Canser Society 995).

2.5 Klasifikasi Kanker Laring

Berdasarkan Union Internasional le Cancer(UICC)1982,klasifikasi terbagi atas :

1. Supraglotis : permukaan posterior epiglotis, plika ariepiglotik dan plika ventrikularis


2. Glotis : kordavokalis, komisura anterior dan posterior

3. Infraglotik : jaringan dibawah kordavokalis sampai tepi bawah krikoid

2.6 Manifestasi Klinis

1) Nyeri/sakit pada waktu menelan

2) Stridor ataupun dispnea terjadi oleh karena sumbatan jalan napas.

3) Suara serak lebih dari 2 mgg/berbulan-bulan, tanpa disertai gejala sistemik,seperti


demam.

4) Nyeri yang menyebar keleher, rahang atau telinga

5) Pembengkakan kelenjar dileher

6) Pembengkakan pada laring.

7) Terjadi penurunan berat badan

2.7 Patofisiologi

Karsinoma laring banyak dijumpai pada usia lanjut diatas 40 tahun. Kebanyakan pada
orang laki-laki.Hal ini mungkin berkaitan dengan kebiasaan merokok, bekerja dengan
debu serbuk kayu, kimia toksik atau serbuk, logam berat. Bagaimana terjadinya belum
diketahui secara pasti oleh para ahli.Kanker kepala dan leher menyebabkan 5,5% dari
semua penyakit keganasan.Terutama neoplasma laringeal 95% adalah karsinoma
selskuamosa.Bila kanker terbatas pada pita suara (intrinsik) menyebar
dengan lambat.Pitasuara miskin akan pembuluh limfe sehingga tidak terjadi metastase
kearah kelenjarlimfe.Bila kanker melibatkan epiglotis (ekstrinsik) metastase lebih
umum terjadi.Tumorsupraglotis dan subglotis harus cukup besar, sebelum mengenai
pita suara sehingga mengakibatkan suara serak.Tumor pita suara yang sejati terjadi
lebih dini biasanya pada waktu pita suara masih dapat digerakan.

PEMBENG-KAKAN KEL. DILEHER

METASTASE SEL / KEL. YG ABNORMAL

MERUSAK SEL DALAM TUBUH

1.RADIASI

2.8 Pohon
Masalah

2. ROKOK / TEMBAKAU

NYERI / SAKIT WAKTU MENELAN


FAKTOR NON-HEREDITER

FAKTOR HEREDITER

GEN

3. ALKOHOL

GANGGUAN JENIS MASUKAN MAKANAN SEMENTARA / PERMANEN

GANGGUAN KEB. CAIRAN

NIKOTIN
KELAINAN PADA AUTOSOM DAN KROMOSOM

MEMPERCEPAT PROSES DEGENERASI SEL

MERUSAK OTAK

MERUSAK SEL PARU

DEHIDRASI

CA

PERUBAHAN MEMBRAN MUKOSA ORAL

PROSES AUTOIMUN
PEMBENGKAKAN LARING

PENYEMPITAN BRONKHIOLUS

PERUBAHAN NUTRISI KURANG DARI KEB. TUBUH

CA LARING

PEMBENGKAKAN JARINGAN

GANGGUAN RASA NYAMAN NYERI

PERUBAHAN ANATOMI LEHER

GANGGUAN CITRA DIRI


PERASAAN MALU

NYERI AKUT

PELEPASAN MEDIATOR KIMIAWI

PROSES INFEKSI / INFLAMASI

STIDOR / DISPNEA

LIDAH JATUH KE BELAKANG

TIDAK SADAR

PENURUNAN GCS
BERSIHAN JALAN NAFAS TIDAK EFEKTIF

GANGGUAN KEMAMPUAN UNTUK BERNAFAS,BATUK

SUMBATAN JALAN NAFAS

2.9 Komplikasi

1) Penderita karsinoma laring akan mengalami disfagia,stridor,dipsnea karena terjadi


pembengkakan didaerah leher yang diakibatkan oleh metastase kanker pada daerah
nasofaring.

2) Penderita karsinoma laring juga beresiko kehilangan suara karena


tindakan pembedahan laringektomi total, dengan mengangkat pita suara.

2.10 Pemeriksaan Diagnostik

1) Laringeskopi langsung, laringeal tomografi dan biopsi : indikator diagnostik paling


nyata.

2) Laringografi :dapat dilakukan dengan kontras untuk pemeriksaan


pembuluh darah dan nodul limfe.

3) Pemeriksaan fungsi paru,skan tulang atau skan organ lain : dapat diindikasikan bila
luas metastase dicurigai.
4) Sinar x dada :dilakukan untuk membuat status dasar paru atau
mengidentifikasi metastase.

5) Darah lengkap :dapat menyatakan anemia,yang merupakan masalah


umum.

6) Survei immunologi :dapat dilakukan untuk pasien yang menerima kemoterapi atau
imunoterapi.

7) Profil biokimia :perubahan dapat terjadi pada fungsi organ sebagai


akibat kanker, metastase dan terapi.

8) GDA atau nadi oksimetri:dapat dilakukan untuk membuat status atau pengawasan
dasar paru ( ventilasi ).

2.11 Penatalaksanaan

1) Medis

a. Radioterapi

Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting dalam penatalaksanaan
karsinoma nasofaring. Penatalaksanaan pertama untuk karsinoma nasofaring adalah
radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi.

b. Kemoterapi

Kemoterapi sebagai terapi tambahan pada karsinoma nasofaring ternyata dapat


meningkatkan hasil terapi. Terutama diberikan pada stadium lanjut atau pada keadaan
kambuh.

c. Operasi
Tindakan operasi pada penderita karsinoma nasofaring berupa diseksi leher radikal dan
nasofaringektomi. Diseksi leher dilakukan jika masih ada sisa kelenjar pasca radiasi
atau adanya kekambuhan kelenjar dengan syarat bahwa tumor primer sudah
dinyatakan bersih yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologik dan serologi.
Nasofaringektomi merupakan suatu operasi paliatif yang dilakukan pada kasus-kasus
yang kambuh atau adanya residu pada nasofaring yang tidak berhasil diterapi dengan
cara lain

Jenis Laringektomi :

1. Laringektomi parsial (Laringektomi-Tirotomi)


Laringektomi parsial direkomendasikan kanker area glotis tahap dini ketika hanya satu
pita suara yang terkena. Tindakan ini mempunyai mempunyai angka penyembuhan
yang sangat tinggi. Dalam operasi ini satu pita suara diangkat dan semua struktur
lainnya tetap utuh. Suara pasien kemungkinan akan menjadi parau. Jalan nafas akan
tetap utuh dan pasien seharusnya tidak memiliki kesulitan menelan.

2. Laringektomi supraglotis (horisontal)


Laringektomi supraglotis digunakan dalam penatalaksanaan tumor supraglotis. Tulang
hioid, glotis, dan pita suara palsu diangkat. Pita suara, kartilago krikoid, dan trakea
tetap utuh. Selama operasi, dilakukan diseksi leher radikal pada tempat yang sakit.
Selang trakeostomi dipasang dalam trakea sampai jalan nafas glotis pulih. Selang
trakeostomi ini biasanya diangkat setelah beberapa hari dan stoma dibiarkan menutup.
Nutrisi diberikan melalui selang nasogastrik sampai terdapat penyembuhan dan tidak
ada lagi bahaya aspirasi. Pasca operasi pasien akan mengalami kesulitan menelan
selama 2 minggu pertama. Keuntungan utama operasi ini adalah bahwa suara akan
kembali pulih dalam seperti biasa. Masalah utamanya adalah bahwa kanker tersebut
akan kambuh.

3. Laringektomi hemivertikal
Laringetomi hemivertikal dilakukan jika tumor meluas diluar pita suara, tetapi
perluasan tersebut kurang dari 1 cm dan terbatas pada area subglotis. Dalam prosedur
ini, kartilago tiroid laring dipisahkan dalam garis tengah leher dan bagian pita suara
(satu pita suara sejati dan satu pita suara palsu) dengan pertumbuhan tumor diangkat.
Kartilago aritenoid dan setengah kartilago tiroid diangkat. Kartilago aritenoid dan
setengah kartilago tiroid diangkat. Pasien beresiko mengalami aspirasi pascaoperasi.
Beberapa perubahan dapat terjadi pada kualitas suara (sakit tenggorok) dan proyeksi.
Namun demikian jalan nafas dan fungsi menelan tetap utuh.

4. Laringektomi total
Laringektomi total dilakukan ketika kanker meluas diluar pita suara. Lebih jauh ke
tulang hioid, epiglotis, kartilago krikoid, dan dua atau tiga cincin trakea diangkat. Lidah,
dinding faringeal, dan trakea ditinggalkan. Banyak ahli bedah yang menganjurkan
dilakukannya diseksi leher pada sisi yang sama dengan lesi bahkan jika tidak teraba
nodus limfe sekalipun. Rasional tindakan ini adalah bahwa metastasis ke nodus limfe
servical sering terjadi. Masalahnya akan lebih rumit jika lesi mengenai struktur garis
tengah atau kedua pita suara. Dengan atau tanpa diseksi leher, laringektomi total
dibutuhkan stoma trakeal permanen. Stoma ini mencegah aspirasi makanan dan cairan
ke dalam saluran pernafasan bawah, karena laring yang memberikan perlindungan
stingfer tidak ada lagi. Pasien tidak akan mempunyai suara lagi tetapi fungsi menelan
akan normal. Laringektomi total mengubah cara dimana aliran udara digunakan untuk
bernafas dan berbicara.

2) Keperawatan

a. Vocal Rehabilitation

Rehabilitasi dengan bantuan seorang binawicara untuk latihan berbicara pasca


pembedahan laringektomi.

Pengangkatan seluruh pita suara menyebabkan penderita tidak memiliki suara.


Suara yang baru dibuat dengan salah satu dari cara berikut:
1. Esophageal speech, penderita diajari untuk membawa udara ke dalam
kerongkongan ketika bernafas dan secara perlahan menghembuskannya untuk
menghasilkan suara.
2. Fistula trakeoesofageal, merupakan katup satu arah yang dimasukkan diantara
trakea dan kerongkongan.
Katup ini mendorong udara ke dalam kerongkongan ketika penderita bernafas,sehingga
menghasilkan suara.
Jika katup mengalami kelainan fungsi, cairan dan makanan bisa secara tidak sengaja
masuk ke dalam trakea.
3. Elektrolaring adalah suatu alat yang bertindak sebagai sumber suara dan dipasang
di leher.
Suara yang dihasilkan oleh ketiga cara tersebut dirubah menjadi percakapan dengan
menggunakan mulut, hidung, gigi, lidah dan bibir. Suara yang dihasilkan lebih lemah
dibandingkan suara normal.

b. Vocational Rehabilitation

Rehabilitasi yang dilakukan untuk memberikan pendidikan pasca operasi laringektomi


karena terjadi penumukan secret dalam saluran pernafasan sehingga, harus di ajari
batuk efektif.

c. Social Rehabilitation

Rehabilitasi yang bertujuan untuk adaptasi awal terhadap perubahan tubuh sebagai
bukti dengan partisipasi aktivitas perawatan diri dan interaksi positif dengan orang lain
bertujuan untuk menolak diri atau isolasi diri dari kontak social.

2.12 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1) PENGKAJIAN KEPERAWATAN
A. IDENTITAS KLIEN :

I. RIWAYAT KEPERAWATAN

Keluhan utama : dyspneu, sakit menelan, suara serak.

Riwayat Kesehatan Masa Lalu : Ada riwayat merokok, aktifitas yang berhubungan
dengan suara.

II. PENGKAJIAN FISIK DAN POLA FUNGSI

A. KARDIORESPIRASI

1. Tanda-tanda vital : Tensi, Nadi, Suhu, Pernafasan

2. Respirasi : batuk, stridor, dyspneu, riwayat penyakit paru kronis, batuk dengan atau
tanpa sputum.

3. Sirkulasi

4. GCS

B. MAKAN-MINUM / NUTRISI

TB / BB, terdapat penurunan BB drastis.


Nafsu makan biasanya menurun bahkan mungkin tidak ada karena adanya nyeri telan,
kesukaran menelan, benjolan pada leher, kebersihan mulut buruk, inflamasi / drainase
oral.

C. INTEGRITAS EGO

Gejala : Perasaan takut akan kehilangan suara,mati, terjadi atau berulangnya kanker.
Kuatir bila pembedahan mempengaruhi hubungan keluarga, kemampuan kerja dan
keuangan.

Tanda : Ansietas, depresi, marah dan menolak operasi.

D. HIGIENE

Tanda : kemunduran kebersihan gigi. Kebutuhan bantuan perawatan dasar.

E. NEUROSENSORI

Gejala : Diplopia ( penglihatan ganda ), ketulian.

Tanda : Hemiparesis wajah ( keterlibatan parotid dan submandibular ). Parau menetap


atau kehilangan suara ( gejala dominan dan dini kanker laring intrinsik ).Kesulitan
menelan. Kerusakan membran mukosa.

F. NYERI

Gejala : Sakit tenggorok kronis, benjolan pada tenggorok. Penyebaran nyeri ke telinga,
nyeri wajah ( tahap akhir, kemungkinan metastase ). Nyeri atau rasa terbakar dengan
pembengkakan ( kususnya dengan cairan panas ), nyeri lokal pada orofaring.
Pascaoperasi : Sakit tenggorok atau mulut ( nyeri biasanya tidak dilaporkan kecuali
nyeri yang berat menyertai pembedahan kepala dan leher,dibandingkan dengan nyeri
sebelum pembedahan).

Tanda : Perilaku berhati-hati, gelisah, nyeri wajah dan gangguan tonus otot.

G. PERNAPASAN

Gejala : Riwayat merokok atau mengunyah tembakau. Bekerja dengan debu serbuk
kayu, kimia toksik atau serbuk, dan logam berat. Riwayat penyakit paru kronik. Batuk
dengan atau tanpa sputum. Drainase darah pada nasal.

Tanda : Sputum dengan darah, hemoptisis, dispnoe ( lanjut ), dan stridor.

H. KEAMANAN

Gejala : Terpajan sinar matahari berlebihan selama periode bertahun-tahun atau


radiasi.Perubahan penglihatan atau pendengaran.

Tanda : Massa atau pembesaran nodul.

I. INTERAKSI SOSIAL

Gejala : masalah tentang kemampuan berkomunikasi, dan bergabung dalam interaksi


sosial.

Tanda : Parau menetap,perubahan tinggi suara, bicara kacau, enggan untuk bicara,dan
menolak orang lain untuk memberikan perawatan atau terlibat dalam rehabilitasi.
2) Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan pengangkatan sebagian atau
seluruh glotis, gangguan kemampuan untuk bernapas, batuk dan menelan, serta sekresi
banyak dan kental.

Batasan karakteristik : sulit bernapas, perubahan pada frekwensi atau kedalaman


pernapasan,penggunaan otot aksesori pernapasan, bunyi napas tidak normal,sianosis.

Tujuan : Klien akan mempertahankan jalan napas tetap terbuka.

Kriteria hasil : bunyi napas bersih dan jelas, tidak sesak, tidak sianosis,frekwensi napas
normal.

INTERVENSI RASIONAL

1. Awasi frekwensi atau


kedalaman pernapasan.Auskultasi 1. perubahan pada pernapasan, adanya
bunyi napas. Selidiki kegelisahan, ronki,mengi,diduga adanya retensi
dispnea, dan sianosis sekret.

2. Tinggikan kepala 30-45


derajat

2. memudahkan drainase sekret, kerja


3. Dorong menelan bila pasien pernapasan dan ekspansi paru.
mampu
3. mencegah pengumpulan sekret oral
menurunkan resiko aspirasi. Catatan :
menelan terganggu bila epiglotis
diangkat atau edema paskaoperasi
bermakna dan nyeri terjadi.

4. memobilisasi sekret untuk


membersihkan jalan napas dan
membantu mencegah komplikasi
4. Dorong batuk efektif dan pernapasan
napas dalam.

5. mencegah akumulasi sekret dan


perlengketan mukosa tebal dari
obstruksi jalan napas. Catatan : ini
5. Ganti selang atau kanul sesuai penyebab umum distres pernapasan
indikasi atau henti napas pada paskaoperasi.

1. fisiologi normal ( hidung) berarti


menyaring atau melembabkan udara
yang lewat.Tambahan kelembaban
menurunkan mengerasnya mukosa dan
Kolaborasi : memudahkan batuk atau penghisapan
sekret melalui stoma
1. Berikan humidifikasi
tambahan, contoh tekanan udara 2. pengumpulan sekret atau adanya
atau oksigen dan peningkatan ateletaksis dapat menimbulkan
masukan cairan pneumonia yang memerlukan tindakan
terapi lebih agresif.
2. Awasi seri GDA atau nadi
oksimetri, foto dada.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


gangguan jenis masukan makanan sementara atau permanen, gangguan mekanisme
umpan balik keinginan makan, rasa, dan bau karena perubahan pembedahan atau
struktur, radiasi atau kemoterapi.

Karakteristik data : tidak adekuatnya masukan makanan,ketidakmampuan mencerna


makanan, menolak makan, kurang tertarik pada makanan,laporan gangguan sensasi
pengecap, penurunan berat badan, kelemahan otot yang diperlukan untuk menelan atau
mengunyah.

Tujuan : Klien akan mempertahankan kebutuhan nutrisi yang adekuat.

Kriteria hasil : Membuat pilihan diit untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam situasi
individu, menunjukkan peningkatan BB dan penyembuhan jaringan atau insisi sesuai
waktunya.
INTERVENSI RASIONAL

1. Pertahankan selang makan,


contoh periksa letak selang :
dengan mendorongkan air hangat 1. selang dimasukan pada pembedahan
sesuai indikasi. dan biasanya dijahit.Awalnya selang
digabungkan dengan penghisap untuk
menurunkan mual dan muntah.
Dorongan air untuk mempertahankan
kepatenan selang.

2. Ajarkan pasien atau orang 2. membantu meningkatkan


terdekat teknik makan sendiri, keberhasilan nutrisi dan
contoh ujung spuit, kantong dan mempertahankan martabat orang
metode corong, menghancurkan dewasa yang saat ini terpaksa tergantung
makanan bila pasien akan pulang pada orang lain untuk kebutuhan sangat
dengan selang makanan. Yakinkan mendasar pada penyediaan makanan
pasien dan orang terdekat mampu
melakukan prosedur ini sebelum
pulang dan bahwa makanan tepat
dan alat tersedia di rumah

3. Mulai dengan makanan kecil


dan tingkatkan sesuai dengan
toleransi. Catat tanda kepenuhan
gaster, regurgitasi dan diare
3. kandungan makanan dapat
4. Berikan diet nutrisi seimbang mengakibatkab ketidaktoleransian GI,
( misalnya semikental atau memerlukan perubahan pada kecepatan
makanan halus ) atau makanan atau tipe formula.
selang ( contoh makanan
dihancurkan atau sediaan yang 4. macam-macam jenis makanan dapat
dijual ) sesuai indikasi. dibuat untuk tambahan atau batasan
faktor tertentu, seperti lemak dan gula
atau memberikan makanan yang
disediakan pasien.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kanker laring adalah keganasan yang terjadi pada sel skuamosa laring atau pun bisa
juga dikatakan Karsinoma Laring adalah suatu tumor yang terjadi pada daerah laring,
yang dibagi 3 macam yaitu : supraglotik, glotik dan infraglotik. Pada tumor yang
supraglotik termasuk permukaan posterior epiglottis, plika ariepiglotik dan plika
ventrikularis. Pada tumor yang glotik termasuk yang kordavokalis, komisura anterior
dan posterior, sedangkan pada karsinoma infraglotik termasuk jaringan dibawa
kordavokalis sampai tepi bawah krikoid.

Etiologi pasti sampai saat ini belum diketahui, namun didapatkan beberapa hal yang
berhubungan erat dengan terjadinya keganasan laring yaitu : rokok, alkohol, sinar
radioaktif, polusi udara radiasi leher.Untuk menegakkan diagnosa tumor ganas laring
masih belum memuaskan, hal ini disebabkan antara lain karena letaknya dan sulit
untuk dicapai sehingga dijumpai bukan pada stadium awal lagi. Biasanya pasien datang
dalam keadaan yang sudah berat sehingga hasil pengobatan yang diberikan kurang
memuaskan. Yang terpenting pada penanggulangan tumor ganas laring ialah diagnosa
dini. secara umum penatalaksanaan tumor ganas laring adalah dengan pembedahan,
radiasi, sitostatika ataupun kombinasi daripadanya, tergantung stadium penyakit dan
keadaan umum penderita.

3.2 Saran

Saran dari kelompok kami sebaiknya untuk penanganan pada pasien dengan karsinoma
laring harus dilakukan secara tepat. Karena, penatalaksanaan tindakan untuk setiap
pasien yang menderita karsinoma laring berbeda-beda tergantung dari stadium yang
telah dialami pasien. Apalagi setiap pasien yang menderita karsinoma laring tidak harus
dilakukan pembedahan, ada juga dengan terapi radiasi dan lain-lain. Apalagi sebagai
perawat,kita harus memberikan asuhan keperawatan secara tepat sesuai dengan
kebutuhan pasien. Jadi , harus benar-benar dilihat tanda,gejala dan stadium dari
karsinoma laring yang dialami setiap pasien.

Daftar Pustaka

Adams, Boies Higler. 1997. Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta : EGC

Barbara C Long (1996), Perawatan Medikal Bedah Suatu pendekatan Proses


Keperawatan, The C.V Mosby Company St. Louis, USA.

Barbara Engram (1998), Rencanma Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah jilid II


Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Marylin E Doenges (2000), Rencana Asuhan Keperawatan. Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Pracy R dkk (1989), Pelajaran Ringkas Telinga,Hidung,Dan Tenggorok.penerbit PT
Gramedia, Jakarta

http://library.usu.ac.id/download/fk/tht-siti%20hajar.pdf diunduh tanggal 10 Maret


2012 jam 11.45 WIB
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN CA. NASOFARING

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia kanker nasofaring (bagian atas faring atau tenggorokan) merupakan


kanker terganas nomor 4 setelah kanker rahim, payudara dan kulit. Sayangnya, banyak
orang yang tidak menyadari gejala kanker ini, karena gejalanya hanya seperti gejala flu
biasa. Kanker nasofaring banyak dijumpai pada orang-orang ras mongoloid, yaitu
penduduk Cina bagian selatan, Hong Kong, Thailand, Malaysia dan Indonesia juga di
daerah India. Ras kulit putih jarang ditemui terkena kanker jenis ini. Selain itu kanker
nasofaring juga merupakan jenis kanker yang diturunkan secara genetik.
Kanker nasofaring atau dikenal juga dengan kanker THT adalah penyakit yang disebabkan
oleh sel ganas (kanker) dan terbentuk dalam jaringan nasofaring, yaitu bagian atas faring
atau tenggorokan. Kanker ini paling sering terjadi di bagian THT, kepala serta leher.
Sampai saat ini belum jelas bagaimana mulai tumbuhnya kanker nasofaring. Namun
penyebaran kanker ini dapat berkembang ke bagian mata, telinga, kelenjar leher, dan otak.
Sebaiknya yang beresiko tinggi terkena kanker nasofaring rajin memeriksakan diri ke
dokter, terutama dokter THT. Risiko tinggi ini biasanya dimiliki oleh laki-laki atau adanya
keluarga yang menderita kanker ini.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan Ca
Nasofaring ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Memahami asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan Ca Nasofaring
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Memahami definisi Ca Nasofaring.
2. Mengetahui penyebab dari Ca Nasofaring.
3. Mengetahui manifestasi klinis dari Ca Nasofaring
4. Mengetahui proses terjadinya Ca Nasofaring.
5. Mengetahui pemeriksaan diagnostik pada Ca Nasofaring.
6. Mengetahui penatalaksaan Ca nasofaring
7. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan Ca Nasofaring

1.4 Manfaat
1.4.1 Mahasiswa mampu memahami konsep dan asuhan keperawatan pada klien
dengan
gangguan Ca Nasofaring sehingga menunjang pembelajaran mata kuliah persepsi sensori.
1.4.2 Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan yang benar sehingga dapat
menjadi bekal dalam persiapan praktik di rumah sakit.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kanker nasofaring adalah kanker yang berasal dari sel epitel nasofaring di rongga
belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut. Kanker ini merupakan tumor
ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak di temukan di Indonesia. Hampir 60% tumor
ganas dan leher merupakan kanker nasofaring, kemudian diikuti tumor ganas hidung dan
sinus paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring
dalam prosentase rendah.
Pada banyak kasus, nasofaring carsinoma banyak terdapat pada ras mongoloid yaitu
penduduk Cina bagian selatan, Hong Kong, Thailand, Malaysia dan Indonesia juga di
daerah India. Ras kulit putih jarang ditemui terkena kanker jenis ini. Selain itu kanker
nasofaring juga merupakan jenis kanker yang diturunkan secara genetik.

2.2 Etiologi
Terjadinya Ca Nasofaring mungkin multifaktorial, proses karsinogenesisnya mungkin
mencakup banyak tahap. Faktor yang mungkin terkait dengan timbulnya kanker
nasofaring adalah:
1. Kerentanan Genetik
Walaupun Ca Nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi kerentanan terhadap Ca
Nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relatif menonjol dan memiliki fenomena
agrregasi familial. Analisis korelasi menunjukkan gan HLA ( Human luekocyte antigen )
dan gen pengode enzim sitokrom p4502E ( CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan
terhadap Ca Nasofaring, mereka berkaitan dengan timbulnya sebagian besar Ca Nasofaring
. Penelitian menunjukkan bahwa kromosom pasien Ca Nasofaring menunjukkan
ketidakstabilan , sehingga lebih rentan terhadap serangan berbagai faktor berbahaya dari
lingkungan dan timbul penyakit.
2. Virus EB
Metode imunologi membuktikan virus EB membawa antigen yang spesifik seperti antigen
kapsid virus ( VCA ), antigen membran ( MA ), antigen dini ( EA ), antigen nuklir ( EBNA
) , dll. Virus EB memiliki kaitan erat dengan Ca Nasofaring , alasannya adalah :
a. Di dalam serum pasien Ca Nasofaring ditemukan antibodi terkait virus EB ( termasuk
VCA-IgA, EA-IgA, EBNA, dll ) , dengan frekuensi positif maupun rata-rata titer
geometriknya jelas lebih tinggi dibandingkan orang normal dan penderita jenis kanker lain,
dan titernya berkaitan positif dengan beban tumor . Selain itu titer antibodi dapat menurun
secara bertahap sesuai pulihnya kondisi pasien dan kembali meningkat bila penyakitnya
rekuren atau memburuk.
b. Di dalam sel Ca Nasofaring dapat dideteksi zat petanda virus EB seperti DNA virus dan
EBNA.
c. Epitel nasofaring di luar tubuh bila diinfeksi dengan galur sel mengandung virus EB,
ditemukan epitel yang terinfeksi tersebut tumbuh lebih cepat , gambaran pembelahan inti
juga banyak.
d. Dilaporkan virus EB di bawah pengaruh zat karsinogen tertentu dapat menimbulkan
karsinoma tak berdiferensiasi pada jaringan mukosa nasofaring fetus manusia.
3. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan juga berperan penting. Penelitian akhir-akhir ini menemukan zat berikut
berkaitan dengan timbulnya Ca Nasofaring :
1. Hidrokarbon aromatik, pada keluarga di area insiden tinggi kanker nasofaring ,
kandungan 3,4- benzpiren dalam tiap gram debu asap mencapai 16,83 ug, jelas lebih tinggi
dari keluarga di area insiden rendah.
2. Unsur renik : nikel sulfat dapat memacu efek karsinognesis pada proses timbulnya
kanker nasofaring .
3. Golongan nitrosamin : banyak terdapat pada pengawet ikan asin. Terkait dengan
kebiasaan makan ikan asin waktu kecil, di dalam air seninya terdeteksi nitrosamin volatil
yang berefek mutagenik.
2.3 Klasifikasi
Menurut WHO 1978 :
1) Tipe 1 : Karsinoma sel skuamosa dengan berkeratinisasi
2) Tipe 2 : Karsinoma sel skuamosa tanpa keratinisasi
3) Tipe 3 : Karsinoma tanpa diferensiasi
Working formulation :
1) Karsinoma Tipe A : anaplasia / Pleomorfy nyata-derajat keganasan menegah.
2) Karsinoma Tipe B : anaplasia / pleomorfy ringan-derajat keganasan ringan.

Jenis tanpa keratinisasi dan tanpa diferisiensi mempunyai sifat radiosensitif dan
mempunyai titer antibodi terhadap virus Epstein-Barr, sedangkan jenis karsinoma sel skuamosa
dengan berkeratinisasi tidak begitu radiosensitif dan tidak menunjukkan hubungan dengan virus
Epstein-Barr.
Klasifikasi Working Formulation digunakan untuk membandingkan respon radiasi pada
karsinoma nasofaring dengan metastasis ke kelenjar leher, respons radiasi paling baik pada
karsinoma nasofaring tipe B, kurang begitu baik pada tipe A dan paling kurang baik pada
karsinoma sel skuamosa berkeratin.

2.4 Manifestasi Klinis


Gejala dan tanda yang sering ditemukan pada kanker nasofaring adalah :
1. Epiktasis : sekitar 70% pasien mengalami gejala ini, diantaranya 23,2 % pasien datang berobat
dengan gejala awal ini . Sewaktu menghisap dengan kuat sekret dari rongga hidung atau
nasofaring , bagian dorsal palatum mole bergesekan dengan permukaan tumor , sehingga
pembuluh darah di permukaan tumor robek dan menimbulkan epiktasis. Yang ringan timbul
epiktasis, yang berat dapat timbul hemoragi nasal masif.
2. Hidung tersumbat : sering hanya sebelah dan secara progesif bertambah hebat. Ini disebabkan
tumor menyumbat lubang hidung posterior.
3. Tinitus dan pendengaran menurun: penyebabnya adalah tumor di resesus faringeus dan di dinding
lateral nasofaring menginfiltrasi , menekan tuba eustaki, menyebabkan tekana negatif di dalam
kavum timpani , hingga terjadi otitis media transudatif . bagi pasien dengan gejala ringan, tindakan
dilatasi tuba eustaki dapat meredakan sementara. Menurunnya kemmpuan pendengaran karena
hambatan konduksi, umumnya disertai rasa penuh di dalam telinga.
4. Sefalgia : kekhasannya adalah nyeri yang kontinyu di regio temporo parietal atau oksipital satu
sisi. Ini sering disebabkan desakan tumor, infiltrasi saraf kranial atau os basis kranial, juga
mungkin karena infeksi lokal atau iriasi pembuluh darah yang menyebabkan sefalgia reflektif.
5. Rudapaksa saraf kranial : kanker nasofaring meninfiltrasi dan ekspansi direk ke superior, dapat
mendestruksi silang basis kranial, atau melalui saluran atau celah alami kranial masuk ke area
petrosfenoid dari fosa media intrakanial (temasuk foramen sfenotik, apeks petrosis os temporal,
foramen ovale, dan area sinus spongiosus ) membuat saraf kranial III, IV, V dn VI rudapaksa,
manifestasinya berupa ptosis wajah bagian atas, paralisis otot mata ( temasuk paralisis saraf
abduksi tersendiri ), neuralgia trigeminal atau nyeri area temporal akibat iritasi meningen ( sindrom
fisura sfenoidal ), bila terdapat juga rudapaksa saraf kranial II, disebut sindrom apeks orbital atau
petrosfenoid.
6. Pembesaran kelenjar limfe leher : lokasi tipikal metastasisnya adalah kelenjar limfe kelompok
profunda superior koli, tapi karena kelompok kelenjar limfe tersebut permukaannya tertutup otot
sternokleidomastoid, dan benjolan tidak nyeri , maka pada mulanya sulit diketahui. Ada sebagian
pasien yang metastasis kelenjar limfenya perama kali muncul di regio untaian nervi aksesorius di
segitiga koli posterior.
7. Gejala metastasis jauh : lokasi meatstasis paling sering ke tulang, paru, hati . metastasi tulang
tersering ke pelvis, vertebra, iga dan keempat ekstremitas. Manifestasi metastasis tulang adalah
nyeri kontinyu dan nyeri tekan setempat, lokasi tetap dan tidak berubah-ubah dan secara bertahap
bertambah hebat. Pada fase ini tidak selalu terdapat perubahan pada foto sinar X, bone-scan seluruh
tubuh dapat membantu diagnosis. Metastasis hati , paru dapat sangat tersembunyi , kadang
ditemukan ketika dilakukan tindak lanjut rutin dengan rongsen thorax , pemeriksaan hati dengan
CT atau USG

2.5 Patofisiologi
Sudah hampir dipastikan ca.nasofaring disebabkan oleh virus eipstein barr. Hal ini
dapat dibuktikan dengan dijumpai adanya protein-protein laten pada penderita ca.
nasofaring. Sel yang terinfeksi oleh EBV akan menghasilkan protin tertentu yang berfungsi
untuk proses proliferasi dan mempertahankan kelangsungan virus didalam sel host. Protein
tersebut dapat digunakan sebagai tanda adanya EBV, seperti EBNA-1 dan LMP-1, LMP-
2A dan LMP-2B. EBNA-1 adalah protein nuclear yang berperan dalam mempertahankan
genom virus. EBV tersebut mampu aktif dikarenakan konsumsi ikan asin yang berlebih
serta pemaparan zat-zat karsinogen yang menyebabkan stimulasi pembelahan sel
abnormal yang tidak terkontrol, sehingga terjadi differensiasi dan proliferasi protein
laten(EBNA-1). Hal inilah yang memicu pertumbuhan sel kanker pada nasofaring, dalam
hal ini terutama pada fossa Rossenmuller.
Penggolongan Ca Nasofaring :
1. T1 : Kanker terbatas di rongga nasofaring.
2. T2 : Kanker menginfiltrasi kavum nasal, orofaring atau di celah parafaring di
anterior dari garis SO ( garis penghubung prosesus stiloideus dan margo posterior garis tengah
foramen magnum os oksipital ).
3. T3 : Kanker di celah parafaring di posterior garis SO atau mengenai basis kranial,
fosa pterigopalatinum atau terdapat rudapaksa tunggal syaraf kranial
kelompok anterior atau posterior.
4. T4 : Saraf kranial kelompok anterior dan posterior terkena serentak, atau kanker
mengenai sinus paranasal, sinus spongiosus, orbita, fosa infra-temporal.
1. N0 : Belum teraba pembesaran kelenjar limfe .
2. N1 : Kelenjar limfe koli superior berdiameter <4 cm,.
3. N2 : Kelenjar koli inferior membesar atau berdiameter 4-7 cm .
4. N3 : Kelenjar limfe supraklavikular membesar atau berdiameter >7 cm
5. M0 : Tak ada metastasis jauh.
6. M1 : Ada metastasis jauh.

Penggolongan stadium klinis, antara lain :


1. Stadium I : T1N0M0
2. Stadium II : T2N0 – 1M0, T0 – 2N1M0
3. Stadium III : T3N0 - 2M0, T0 – 3N2M0
4. Stadium IVa : T4N0 – 3M0, T0 – 4N3M0
5. Stadium IVb : T apapun, N Apapun, M1

Pathway
Add caption

2.6 Pemeriksaan Diagnosis


Untuk mencapai diagnosis dini harus melaksanakan hal berikut :
1. Tindakan kewaspadaan, perhatikan keluhan utama pasien.
Pasien dengan epiktasis aspirasi balik, hidung tersumbat menetap, tuli unilateral,
limfadenopati leher tak nyeri, sefalgia, rudapaksa saraf kranial dengan kausa yang tak jelas,
dan keluhan lain harus diperiksa teliti rongga nasofaringya dengan nasofaringoskop indirek
atau elektrik.
2. Pemeriksaan kelenjar limfe leher.
Perhatikan pemeriksaan kelenjar limfe rantai vena jugularis interna, rantai nervus
aksesorius dan arteri vena transvesalis koli apakah terdapat pembesaran.
3. Pemeriksaan saraf kranial
Terhadap saraf kranial tidak hanya memerlukan pemeriksaan cermat sesuai prosedur rutin
satu persatu , tapi pada kecurigaan paralisis otot mata, kelompok otot kunyah dan lidah
kadang perlu diperiksa berulang kali, barulah ditemukan hasil yang positif
4. Pemeriksaan serologi virus EB
Dewasa ini, parameter rutin yang diperiksa untuk penapisan kanker nasofaring adalah
VCA-IgA, EA-IgA, EBV-DNAseAb. Hasil positif pada kanker nasofaring berkaitan
dengan kadar dan perubahan antibodi tersebut. Bagi yang termasuk salah satu kondisi
berikut ini dapat dianggap memilki resiko tinggi kanker nasofaring :
1. Titer antibodi VCA-IgA >= 1:80
2. Dari pemeriksaan VCA-IgA, EA-IgA dan EBV-DNAseAb, dua diantara tiga
indikator tersebut positif.
3. Dua dari tiha dari indikator pemeriksaan diatas, salah satu menunjukkan titer yang
tinggi kontinyu atau terus meningkat.
Bagi pasien yang memenuhi patokan tersebut , harus diperiksa teliti dengan
nasofaringoskop elektrik , bila perlu dilakukan biopsi. Yang perlu ditekankan adalah
perubahan serologi virus Eb dapat menunjukkan reaksi positif 4 – 46 bulan sebelum
diagnosis kanker nasofaring ditegakkan.
1. Diagnosis pencitraan.
1. Pemeriksaan CT : makna klinis aplikasinya adalah membantu diagnosis,
memastikan luas lesi, penetapan stadium secara adekuat, secara tepat menetapkan zona
target terapi, merancang medan radiasi, memonitor kondisi remisi tumor pasca terapi dan
pemeriksaa tingkat lanjut.
2. Pemeriksaan MRI : MRI memiliki resolusi yang baik terhadap jaringan lunak, dapat
serentak membuat potongan melintang, sagital, koronal, sehingga lebih baik dari pada CT.
MRI selai dengan jelas memperlihatkan lapisan struktur nasofaring dan luas lesi, juga dapat
secara lebih dini menunjukkan infiltrasi ke tulang. Dalam membedakan antara fibrosis
pasca radioterapi dan rekurensi tumor , MRI juga lebih bermanfaat .
3. Pencitraan tulang seluruh tubuh : berguna untuk diagnosis kanker nasofaring
dengan metastasis ke tulang, lebih sensitif dibandingkan rongtsen biasa atau CT, umumnya
lebih dini 4-6 bulan dibandingkan rongsen. Setelah dilakukan bone-scan, lesi umumnya
tampak sebagai akumulasi radioaktivitas, sebagian kecil tampak sebagai area defek
radioaktivitas. Bone-scan sangat sensitif untuk metastasis tulang, namun tidak spesifik .
maka dalam menilai lesi tunggal akumulasi radioaktivitas , harus memperhatikan riwayat
penyakit, menyingkirkan rudapaksa operasi, fruktur, deformitas degeneratif tulang,
pengaruh radio terapi, kemoterapi, dll.
4. PET ( Positron Emission Tomography ) : disebut juga pencitraan biokimia
molukelar metabolik in vivo. Menggunakan pencitraan biologismetabolisme glukosa dari
zat kontras 18-FDG dan pencitraan anatomis dari CT yang dipadukan hingga mendapat
gambar PET-CT . itu memberikan informasi gambaran biologis bagi dokter klinisi,
membantu penentuan area target biologis kanker nasofaring , meningkatka akurasi
radioterapi, sehingga efektifitas meningkat dan rudapaksa radiasi terhadap jaringan normal
berkurang.
2. Diagnosis histologi
Pada pasien kanker nasofaringn sedapat mungkin diperoleh jaringan dari lesi primer
nasofaring untuk pemeriksaan patologik. Sebelum terapi dimulai harus diperoleh diagnosis
histologi yang jelas. Hanya jika lesi primer tidak dapat memeberikan diagnosis patologik
pasti barulah dipertimbangkan biopsi kelenjar limfe leher.

2.7 Penatalaksanaan
a. Radioterapi
Hal yang perlu dipersiapkan adalah keadaan umum pasien baik, hygiene mulut, bila ada
infeksi mulut diperbaiki dulu. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi
leher ( benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran atau timbul kembali
setelah penyinaran dan tumor induknya sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan
radiologik dan serologik), pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi,
seroterapi, vaksin dan antivirus.
b. Kemoterapi
Kemoterapi meliputi kemoterapi neodjuvan, kemoterapi adjuvan dan kemoradioterapi
konkomitan. Formula kemoterapi yang sering dipakai adalah : PF ( DDP + 5FU ),
kaboplatin +5FU, paklitaksel +DDP, paklitasel +DDP +5FU dan DDP gemsitabin , dll.
 DDP : 80-100 mg/m2 IV drip hari pertama ( mulai sehari sebelum kemoterapi,
lakukan hidrasi 3 hari )
 5FU : 800-1000 mg/m2/d IV drip , hari ke 1-5 lakukan infus kontinyu
intravena.
Ulangi setiap 21 hari atau :
 Karboplatin : 300mg/m2 atau AUC = 6 IV drip, hari pertama.
 5FU : 800-1000/m2/d IV drip , hari ke 1-5 infus intravena kontinyu. Ulangi
setiap 21 hari.

c. Terapi Biologis
Dewasa ini masih dalam taraf penelitian laboraturium dan uji klinis.
d. Terapi Herbal TCM
Dikombinasi dengan radioterapi dan kemoterapi, mengurangi reaksi radiokemoterapi,
fuzhengguben (menunjang, memantapkan ketahanan tubuh), kasus stadium lanjut tertentu
yang tidak dapat diradioterapi atau kemoterapi masih dapat dipertimbangkan hanya
diterapi sindromnya dengan TCM. Efek herba TCM dalam membasmi langsung sel kanker
dewasa ini masih dalam penelitian lebih lanjut.

1. Terapi Rehabiltatif
Pasien kanker secara faal dan psikis menderita gangguan fungsi dengan derajat
bervariasi. Oleh karena itu diupayakan secara maksimal meningkatkan dan memperbaiki
kualitas hidupnya.
2. Rehabilitas Psikis
Pasien kanker nasofaring harus diberi pengertian bahwa pwnyakitnya berpeluang untuk
disembuhkan, uapayakan agar pasien secepatnya pulih dari situasi emosi depresi.
3. Rehabilitas Fisik
Setelah menjalani radioterapi, kemoterpi dan terapi lain, pasien biasanya merasakan
kekuatan fisiknya menurun, mudah letih, daya ingat menurun. Harus memperhatikan
suplementasi nutrisi , berolahraga fisik ringan terutama yang statis, agar tubuh dan
ketahanan meningkat secara bertahap.
4. Pembedahan
Dalam kondisi ini dapat dipertimbangkan tindakan operasi :
1. Rasidif lokal nasofaring pasca radioterapi , lesi relatif terlokalisasi.
2. 3 bulan pasca radioterapi kuratif terdapat rasidif lesi primer nasofaring :
 Pasca radioterapi kuratif terdapat residif atau rekurensi kelenjar limfe leher.
 Kanker nasofaring dengan diferensiasi agak tinggi seperti karsinoma skuamosa grade I, II,
adenokarsinoma.
 Komplikasi radiasi.

2.8 Komplikasi
Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah, mengenai
organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering adalah tulang, hati dan paru.
Hal ini merupakan hasil akhir dan prognosis yang buruk. Dalam penelitian lain ditemukan
bahwa karsinoma nasofaring dapat mengadakan metastase jauh, ke paru-paru dan tulang,
masing-masing 20 %, sedangkan ke hati 10 %, otak 4 %, ginjal 0.4 %, dan tiroid 0.4
%. Komplikasi lain yang biasa dialami adalah terjadinya pembesaran kelenjar getah
bening pada leher dan kelumpuhan saraf kranial.
Dampak Ca Nasofaring Terhadap Sistem Tubuh lain :
a. Sistem respiratori
Faring merupakan saluran nafas bagian atas sebagai jalan udara dari dan ke paru-paru
sewaktu bernafas. Jika ada pembesaran pada daerah tersebut bisa saja mengakibatkan
tersumbatnya saluran pernafasan, bila hal ini teradi akan mengakibatkan jalan nafas tidak
efektif ditandai dengan adanya perubahan frekuensi nafas dan adanya stridor, jika hal ini
makin berat maka bisa saja dilakukan tindakan trakheostomi untuk kelancaran pernafasan
klien.
b. Sistem cardiovaskuler
Tekanan darah bisa naik dan bisa juga turun tergantung dari keadaan klien.
Trombositopenia sering terjadi akibat supresi sumsum tulang setelah kemoterapi atau
terapi radiasi.
c. Sistem pencernaan
Pada Ca Nasofaring yang sudah membesar biasanya terjadi gangguan menelan sehingga
diberikan makanan cair .
d. Sistem persyarafan
Jika Ca berinfiltrasi dapat menyebabkan penekanan pada nervus IX, X, dan XI sehingga
uvula tidak dapat bergetar dan dapat mengakibatkan aspirasi, juga terjadi penurunan
pengecapan pada klien.
e. Sistem penglihatan
Jika Ca bermetastase ke rongga tengkorak kemungkinan nervus III, IV dan VI akan
terganggu seperti reaksi pupil terhadap cahaya melambat, pergerakan bola mata tidak
teratur, untuk melihat kekiri atau kekanan akan sulit atau tertahan dan juga akan terjadi
penurunan penglihatan.
f. Sistem pendengaran
Sistem pendengaran akan terganggu bila Ca bermetastase ke nervus VIII sehingga klien
akan mengalami gangguan pendengaran atau telinga berdenging.
g. Sistem perkemihan
Bila hasil pemeriksaan darah untuk fungsi ginjal menunjukan kelainan kemungkinan Ca
sudah bermetastase ke ginjal.
h. Sistem muskuloskeletal
Metabolisme yang meningkat pada Ca tonsil, asupan nutrisi yang berkurang
mengakibatkan pembentukan energi menurun sehingga energi yang digunakan untuk
melakukan kontraksi berkurang dan klien terbatas dalam pergerakan.
i. Sistem integumen
Ca nasofaring bila dilakukan terapi akan terjadi perubahan warna kulit di area penyinaran.
Sensitifitas kulit mungkin menurun, bila dilakukan tindakan kemoterapi integritas kulit
akan terganggu.
j. Sistem reproduksi
Biasanya dengan adanya perasaan nyeri pada klien dapat menyebabkan gangguan pada
seksualitas.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
a. Identitas/ biodata klien
1. Nama
2. Tempat tanggal lahir
3. Umur
4. Jenis Kelamin
5. Agama
6. Warga Negara
7. Bahasa yang digunakan
Penanggung Jawab
1. Nama
2. Alamat
3. Hubungan dengan klien
b. Keluhan Utama
Leher terasa nyeri, semakin lama semakin membesar, susah menelan, badan merasa lemas,
serta BB turun drastis dalam waktu singkat.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
d. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
f. Keadaan Lingkungan
3.2 Observasi
3.2.1 Keadaan Umum
1. Suhu
2. Nadi
3. Tekanan Darah
4. RR
5. BB
6. Tinggi badan

3.3 Diagnosa
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen injuri fisik (pembedahan).
2. Gangguan sensori persepsi
(pendengaran) berubungan dengan gangguan status organ sekunder metastase tumor
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake makanan yang kurang.
4. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.
5. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan perkembangan penyakit,
pengobatan penyakit.
3.4 Intervensi
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen injuri fisik (pembedahan).
Tujuan : Rasa nyeri teratasi atau terkontrol
Kriteria hasil :
 Mendemonstrasikan penggunaan ketrampilan relaksasi nyeri
 Melaporkan penghilangan nyeri maksimal/kontrol dengan pengaruh minimal pada AKS
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Tentukan riwayat nyeri misalnya lokasi,
1. Informasi memberikan data dasar untuk
frekuensi, durasi mengevaluasikebutuhan/keefektivan
intervensi
2. Berikan tindakan kenyamanan dasar 2. Meningkatkan relaksasi dan membantu
(reposisi, gosok punggung) dan aktivitas
memfokuskan kembali perhatian
hiburan.
3. Dorong penggunaan ketrampilan
manajemen nyeri (teknik relaksasi, 3. Memungkinkan pasien untuk berpartisipasi
visualisasi, bimbingan imajinasi) musik, secara aktif dan meningkatkan rasa kontrol
sentuhan terapeutik.
4. Evaluasi penghilangan nyeri atau control
4. Kontrol nyeri maksimum dengan pengaruh
Kolaborasi
1. Berikan analgesik sesuai indikasi minimum pada AKS
misalnya Morfin, metadon atau campuran
narkotik 1. Nyeri adalah komplikasi sering dari kanker,
meskipun respon individual berbeda. Saat
perubahan penyakit atau pengobatan terjadi,
penilaian dosis dan pemberian akan diperlukan
2. Gangguan sensori persepsi (pendengaran) berubungan dengan gangguan status organ
sekunder metastase tumor
Tujuan : mampu beradaptasi terhadap perubahan sensori pesepsi.
Kriteria Hasil : mengenal gangguan dan berkompensasi terhadap perubahan.

Intervensi Rasional
1. Tentukan ketajaman pendengaran, 1. Mengetahui perubahan dari hal-hal yang
merupakan kebiasaan pasien.
apakah satu atau dua telinga terlibat .
2. Orientasikan pasien terhadap 2. Lingkungan yang nyaman dapat membantu
lingkungan. meningkatkan proses penyembuhan.

3. Observasi tanda-tanda dan gejala 3. Mengetahui faktor penyebab gangguan persepsi


disorientasi. sensori yang lain dialami dan dirasakan pasien.

3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
makanan yang kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil : 1. Berat badan dan tinggi badan ideal.
2. Pasien mematuhi dietnya.
3. Kadar gula darah dalam batas normal.
4. Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.

Intervensi Rasional

1. Kaji status nutrisi dan kebiasaan 1. Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan
makan. nutrisi pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan
pengaturan diet yang adekuat.

2. Anjurkan pasien untuk mematuhi


2. Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah
diet yang telah diprogramkan.
komplikasi terjadinya
hipoglikemia/hiperglikemia.
3. Timbang berat badan setiap
seminggu sekali.
3. Mengetahui perkembangan berat badan pasien
(berat badan merupakan salah satu indikasi untuk
4. Identifikasi perubahan pola makan.
menentukan diet).
4. Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan
program diet yang ditetapkan.

4. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan
dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang
penyakitnya.
Kriteria Hasil : 1. Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya.
2. Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan
pengetahuan yang diperoleh.

Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga1. Untuk memberikan informasi pada
tentang penyakit DM dan Ca. Nasofaring pasien/keluarga, perawat perlu mengetahui
sejauh mana informasi atau pengetahuan yang
diketahui pasien/keluarga.
2. Kaji latar belakang pendidikan pasien.
2. Agar perawat dapat memberikan penjelasan
dengan menggunakan kata-kata dan kalimat
yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkat
pendidikan pasien.
3. Jelaskan tentang proses penyakit, diet,
perawatan dan pengobatan pada pasien 3. Agar informasi dapat diterima dengan mudah
dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dan tepat sehingga tidak menimbulkan
dimengerti. kesalahpahaman.
4. Jelasakan prosedur yang kan dilakukan,
4. Dengan penjelasdan yang ada dan ikut secra
manfaatnya bagi pasien dan libatkan pasien
didalamnya. langsung dalam tindakan yang dilakukan,
pasien akan lebih kooperatif dan cemasnya
5. gambar-gambar dalam memberikan berkurang.
penjelasan (jika ada / memungkinkan).
5. Gambar-gambar dapat membantu mengingat
penjelasan yang telah diberikan.
5. Harga diri Rendah berhubungan dengan perubahan perkembangan penyakit, pengobatan
penyakit.
ujuan : Setelah dilakukan askep selama 3×24 jam klien menerima keadaan
dirinya
Kriteria Hasil :
1) Menjaga postur yang terbuka
2) Menjaga kontak mata
3) Komunikasi terbuka
4) Menghormati orang lain
5) Secara seimbang dapat berpartisipasi dan mendengarkan dalam kelompok
6) Menerima kritik yang konstruktif
7) Menggambarkan keberhasilan dalam kelompok social
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat kecemasan yang dialami1. Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami
oleh pasien. pasien sehingga perawat bisa memberikan intervensi
yang cepat dan tepat.
2. Beri kesempatan pada pasien untuk 2. Dapat meringankan beban pikiran pasien.
mengungkapkan rasa cemasnya.

3. Gunakan komunikasi terapeutik. 3. Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-
pasien sehingga pasien kooperatif dalam tindakan
keperawatan.
4. Beri informasi yang akurat tentang 4. Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan
proses penyakit dan anjurkan pasien keikutsertaan pasien dalam melakukan tindakan
untuk ikut serta dalam tindakan dapat mengurangi beban pikiran pasien.
keperawatan.
5. Sikap positif dari timkesehatan akan membantu
5. Berikan keyakinan pada pasien bahwa menurunkan kecemasan yang dirasakan pasien.
perawat, dokter, dan tim kesehatan lain
selalu berusaha memberikan
pertolongan yang terbaik dan seoptimal
mungkin. 6. Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota
keluarga yang menunggu.
6. Berikan kesempatan pada keluarga
untuk mendampingi pasien secara
bergantian. 7. Lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu
mengurangi rasa cemas
7. Ciptakan lingkungan yang tenang dan
nyaman.

BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kanker nasofaring atau dikenal juga dengan kanker THT adalah penyakit yang
disebabkan oleh sel ganas (kanker) dan terbentuk dalam jaringan nasofaring, yaitu bagian
atas faring atau tenggorokan. Kanker ini paling sering terjadi di bagian THT, kepala serta
leher. Sampai saat ini belum jelas bagaimana mulai tumbuhnya kanker nasofaring. Namun
penyebaran kanker ini dapat berkembang ke bagian mata, telinga, kelenjar leher, dan otak.
Sebaiknya yang beresiko tinggi terkena kanker nasofaring rajin memeriksakan diri ke
dokter, terutama dokter THT. Risiko tinggi ini biasanya dimiliki oleh laki-laki atau adanya
keluarga yang menderita kanker ini.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC.
Jakarta.
Doenges, M. G. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3 EGC. Jakarta.
Dunna, D.I. Et al. (1995). Medical Surgical Nursing ; A Nursing Process Approach. 2
nd Edition : WB Sauders.
Lab. UPF Ilmu Penyakit THT FK Unair. (1994). Pedoman Diagnosis Dan Terapi
Lab/UPF Ilmu Penyakit THT. Rumah Sakit Umum Daerah Dr Soetom Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya.

Soepardi, Efiaty Arsyad & Nurbaiti Iskandar. (2000). Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT.
Edisi kekempat. FKUI : Jakarta.
Sri Herawati. (2000). Anatomi Fisiologi Cara Pemeriksaan Telinga, Hidung,
Tenggorokan. Laboratorium Ilmu Penyakit THT Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga Surabaya.
http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35551-Kep%20Sensori%20dan%20Persepsi-
Askep%20Kanker%20Nasofaring.html
S.LUTENA: KANKER NASOFARING MULAI ADA PERUBAHAN SETELAH
KONSUMSI SUPER LUTEIN
Posted by sweetspe In naturally plus 12 Comments

S.LUTENA: KANKER NASOFARING MULAI ADA


PERUBAHAN SETELAH KONSUMSI SUPER LUTEIN

S.LUTENA: KANKER NASOFARING MULAI ADA PERUBAHAN SETELAH KONSUMSI SUPER


LUTEIN

S.Lutena: Kanker Nasofaring Mulai Ada Perubahan Setelah Konsumsi Super


Lutein. Kanker Nasofaring merupakan kanker yang terdapat pada nasopharing, berada di antara belakang
hidung dan esofagus. Kanker ini merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di
Indonesia. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan kanker nasopharing, kemudian diikuti oleh
tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring
dalam prosentase rendah. Pada banyak kasus, nasopharing carsinoma banyak terdapat di negara ras mongoloid,
khususnya Cina Selatan. Namun tidak menutup kemungkinan terdapat di negara lain, seperti di Yunani, Afrika
bagian Utara seperti Aljazair dan Tunisia, orang Eskimo. Di Indonesia, kanker ini lebih banyak menyerang
keturunan tionghoa dibanding suku lainnya. Kanker ini lebih banyak dijumpai pada pria daripada wanita.
Tanda dan Gejala:

Gejala kanker nasopharing dapat dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu:

o Gejala nasopharing sendiri, berupa Mimisan ringan (keluar darah lewat hidung) atau sumbatan hidung. Ini
terjadi jika kanker masih dini.
o Gejala telinga, merupakan gejala dini yang timbul karena tempat asal tumor dekat muara tuba Eustachius
(saluran penghubung hidung-telinga). Gejalanya berupa telinga berdenging atau berdengung, rasa tidak
nyaman di telinga, sampai nyeri.
o Gejala mata dan saraf, dapat terjadi sebagai gejala lanjut karena nasopharing berhubungan dekat dengan
rongga tengkorak tempat lewatnya saraf otak. Gejala dapat berupa nyeri kepala, nyeri di bagian leher dan
wajah (neuralgia trigeminal), pandangan kabur, penglihatan dua (diplopia).
o Gejala metastasis/menyebar atau gejala di leher. Berupa bengkak di leher karena pembengkakan kelenjar
getah bening
PENYEBAB

Pada umumnya kanker disebabkan karena adanya pertumbuhan sel kanker yang tidak terkontrol. Kanker dapat
juga timbul karena adanya faktor keturunan (genetik), lingkungan, dan juga virus. Kanker nasopharing
disebabkan karena adanya perkembangan sel kanker yang tidak terkontrol di bagian nasopharing. Namun pada
banyak kasus, nasopharing carsinoma disebabkan karena adanya faktor keturunan (genetik).

Adapun faktor resiko penyebab adanya kanker nasopharing, antara lain:

1. Makan makanan asin

Pada banyak kasus di Cina, nasopharing carsinoma disebabkan dari makan ikan asin. Juga dari bumbu masak
tertentu dan makan makanan terlalu panas.

2. Virus

Beberapa virus menimbulkan tanda dan gejala seperti demam. Beberapa virus memiliki kemungkinan akan
timbulnya kanker nasopharing. EBV-Virus biasanya yang menyebabkan kanker.

3. Keturunan

Dalam keluarga dengan riwayat terkena kanker -terutama kanker nasophariing- besar kemungkinan untuk
terkena kanker nasopharing daripada yang tidak memiliki riwayat keluarga terkena kanker.
Ada lagi faktor yang memperbesar timbulnya kanker, seperti merokok dan mengkonsumsi alkohol. Kedua hal
ini memungkinkan resiko terkena kanker.

DIAGNOSIS

Seperti pada umumnya, dokter akan mengajukan beberapa pertanyaan tentang tanda dan gejala yang dialami.
Setelah itu dokter akan mulai menekan bagian lehermu dimana terdapat kelenjar getah bening yang
membengkak. Beberapa tanda dan gejala dari kanker ini memang tidak terlalu spesifik. Pemeriksaan ini mungkin
akan berlangsung selama beberapa bulan.

Jika dicurigai terjadinya kanker, dokter akan mulai menggunakan endoskop untuk melihat nasopharing yang
abnormal tersebut. Dalam penggunaannya diperlukan anestesi lokal. Setelah itu, diambil biopsy (sampel) yang
kemudian diuji apakah merupakan kanker.

Kemudian dokter akan menentukan stadium kanker itu dengan cara:

o MRI (membantu melihat kanker yang menyebar di sekitar kepala)


o CT scan (melihat kanker yang tersebar pada tulang)
o Pengambilan biopsy: ini digunakan untuk melihat kanker yang berada di kelenjar getah bening.
o Sinar X(melihat kanker yang menyebar di bagian paru-paru)
Adapun tingkatan dari kanker ini adalah:

o Stadium 0: Sel-sel kanker masih berada dalam batas nasopharing, biasa disebut dengan nasopharynx in situ
o Stadium 1: Sel kanker menyebar di bagian nasopharing
o Stadium 2: Sel kanker sudah menyebar pada lebih dari nasopharing ke rongga hidung. Atau dapat pula sudah
menyebar di kelenjar getah bening pada salah satu sisi leher.
o Stadium 3: Kanker ini sudah menyerang pada kelenjar getah bening di semua sisi leher
o Stadium 4: kanker ini sudah menyebar di saraf dan tulang sekitar wajah.
Dari tingkatan-tingkatan inilah dokter dapat menentukan jenis pengobatan yang tepat bagi penderita.

PENGOBATAN

Beberapa macam pengobatan untuk penderita nasopharing carsinoma, antara lain:

1. Terapi Radiasi

Terapi ini dapat merusak dengan cepat sel-sel kanker yang tumbuh. Terapi ini dilakukan selama 5-7 minggu.
Terapi ini digunakan untuk kanker pada tingkatan awal.
Efek samping dari terapi ini adalah: mulut terasa kering, kehilangan pendengaran dan terapi ini memperbesar
resiko timbulnya kanker pada lidah dan kanker tulang.

2.Kemoterapi

Merupakan terapi dengan menggunakan bantuan obat-obatan. Terapi ini bekerja dengan cara mereduksi sel-sel
kanker yang ada, namun adakalanya sel-sel yang sehat (tidak terkena kanker) juga tereduksi.

Efek samping dari terapi ini adalah: rambut rontok, mual, lemas(seperti kehilangan tenaga). Efek samping yang
timbul tergantung pada jenis obat yang diberikan.

3.Pembedahan

Tujuan dari pembedahan ini adalah untuk mengambil kelenjar getah bening yang telah terkena kanker.

S.LUTENA OBAT HERBAL ANTIKANKER

kandungan super lutein

Testimoni berdasarkan dari Bpk. Suwito, SPd., Tabalong, Kalimantan Selatan yang Istrinya menderita Kanker
Nasofaring.

“Istri saya menderita kanker nasofaring sejak tahun 2001. Benjolan yang muncul di leher pernah dioperasi, tetapi 3
tahun muncul lagi. Lalu dikemoterapi hingga 6 kali. Benjolan jadi kempes. Tetapi rambut menjadi rontok dan gundul.
Kulitnya jadi hitam. Kuku-kukunya juga hitam.
Tetapi 3 tahun kemudian muncul lagi benjolan di leher dan di beberapa tempat. Kondisinya sangat menyedihkan.
Selain badannya kurus, kanker nasofaring juga telah mengakibatkan istri saya tidak bisa bicara. Lidahnya juga tidak
bisa merasakan rasa makanan, baik asin, manis, pedas, dll. Kanker juga sudah menjalar hingga ke mata, sehingga
matanya tidak bisa melihat.

Berbagai herbal sudah dicoba konsumsi. Herbal dari akar-akar tanaman obat juga dicoba. Bahkan sudah konsumsi
berbagai produk herbal MLM dari perusahaan “T”, perusahaan “C” dan perusahaan MLM yang lain, tetapi tidak
ada hasilnya. Sampai saya ketemu dengan kawan saya Pak Musfahriadi. Beliau cerita produk Super Lutein yang
digunakan untuk mengobati kakaknya karena sakit dan tidak bisa jalan.

Begitu dapat produk Super Lutein, malamnya istri saya minum, paginya hidungnya keluar darah. Pada hari keempat,
keluar darah dari sela-sela gigi. Seminggu kemudian, matanya mulai melihat cahaya. Saya perhatikan di matanya
seperti ada kain kassa tebal. Tiga hari masih berupa bintik-bintik, seperti kaca pecah.

Tetapi belum bisa melihat dengan jelas. Lalu saya beri semangat: “Ini lho mah, sudah seperti kain kassa robek-
robek.”

Empat hari robekannya membesar dan menjadi kotoran mata (kotok). Dan saat itu Istri saya sudah mulai melihat
dengan terang. Dia sendiri yang bilang, “pak, sekarang sudah mulai melihat terang.”

Selain di mata, kanker juga menyebar ke hidung. Sejak bulan Januari 2011, hidungnya tidak bisa bersin. Tetapi pada
hari ke-4 konsumsi, hidungnya bisa bersin.

Pada hari ke-5 lidahnya sudah bisa merasakan rasa makanan. Padahal sejak Januari 2011 lidahnya tidak bisa
merasakan makanan apapun. Meski makan tidak banyak, tetapi istri saya sekarang bertambah gesit. Sekarang dia
bisa naik tempat tidur sendiri.

Sekarang benjolannya masih sisa satu, yaitu yang di pusatnya, di leher. Bentuknya tipis dan memanjang. “Memang
proses penyembuhan ini istri saya merasakan sakit sekali di lehernya. Tetapi terus saya beri semangat agar
konsumsinya tidak putus.”

Apa yang dialami istri Bapak Suwito adalah merupakan suatu proses detoksifikasi dalam awal pemakaian super
lutein yaitu 1-2 minggu pertama biasanya akan merasakan perasaan tidak nyaman selama proses detoksifikasi
yang dikenal dengan istilah healing crisis. Proses detoksifikasi memang tidak selamanya berlangsung lama
tergantung berat ringannya jenis penyakit dan banyak sedikitnya racun dan toksin yang ada dalam tubuh.
Semakin berat jenis penyakit dan semakin banyak racun/toksin yang ada dalam tubuh maka healing krisis yang
dirasakan juga semakin terasa. Dalam pengobatan Herbal Organik detoksifikasi ini merupakan tahap awal dalam
masa penyembuhan. Bila semua racun/toksin dan zat berbahaya lainnya sudah dikeluarkan dari dalam tubuh,
maka perasaan lebih nyaman. Dalam kasus penyakit berat seperti kanker memerlukan waktu dalam
menyembuhkan, kuncinya harus sabar dan telaten dalam mengkonsumsi s.lutena/super lutein.

Super Lutein adalah herbal yang sangat baik untuk kesehatan organ tubuh manusia secara keseluruhan. Super
lutein bisa digunakan sebagai suplemen harian untuk kebutuhan akan nutrisi tubuh atau digunakan sebagai herbal
untuk pengobatan penyakit. Super Lutein berisi 6 jenis yang paling penting dari karotenoid, lima jenis nutrisi
yang paling penting berdasarkan kebutuhan manusia dan mengkombinasikan fungsi vegetatif dengan proporsi
yang terbaik. Super lutein juga berfungsi sebagai herbal antikanker yang telah direkomendasikan oleh 6600
dokter spesialis di dunia. Super lutein juga berfungsi sebagai antiaging dan antioksidan yang mampu melakukan
regenerasi sel tubuh yang rusak. Super lutein mampu memperbaiki metabolisme tubuh yang tidak baik sehingga
berfungsi maksimal.

Selain sebagai herbal untuk mengatasi antikanker, Super Lutein juga sangat ampuh untuk mengobati : Darah
Tinggi , Kanker, Tumor, Migrain, Stroke, Diabetes Melitus, Jantung, Kolesterol, Sembelit, Kulit Kering, Nyeri
Haid / Haid Tidak Normal, Borok / Luka, Nyeri Sendi, Sakit Pinggang, mataKatarak, Rabun Jauh / Dekat, Eksim,
Arteriosklerosis, Periodontosis, Mata Minus / Plus, Rabun Senja, Mata Silindris, Sakit Ginjal, Hepatitis, dsb.

SUPER LUTEIN Mengandung 6 Jenis karotenoid: Bahan utama SUPER LUTEIN ialah karotenoid. Karotenoid
adalah pigmen organik yang terjadi secara alami di chromoplasts tanaman dan beberapa organisme fotosintetik
lain. Karotenoid telah dikenal secara luas dalam beberapa tahun terakhir sebagai komponen penting dalam
pencegahan penyakit dan hidup sehat. Karotenoid di SUPER LUTEIN termasuk lutein, zeaxanthin, alpha-
karoten, beta – Carotene, Lycopene dan Crocetin, dan 5 komponen lainnya yaitu Blue Berry, Blackcurrant,
Vitamin B kompleks, Vitamin E dan DHA.

KANDUNGAN S.LUTENA
LUTEIN
Lutein adalah nutrisi penting bagi manusia tetapi tidak dapat mensintesis dalam tubuh manusia. Terlepas dari
hasil yang baik untuk mata manusia, Super Lutein juga menunjukkan hasil yang sangat baik untuk, uterus kulit,
hati, darah, kepala ginjal, dan perut.

Kandungan lutein dalam bayam (per 100g takaran saji) 10.20mg


Lutein adalah jenis karoten yang disimpan dalam mata Anda. Kubis, yang sering digunakan untuk “jus hijau”,
bayam, brokoli, dan sayuran berwarna merah, kuning, oranye dan hijau banyak terdapat dalam lutein.Pigmentasi
warna kuning dan hijau pada berbagai jenis makanan, berfungsi:

o Bersama dengan zeaxantin merupakan penyusun setengah karotenoid dalam retina mata
o Menyerap sinar biru yang membahayakan tubuh
o Melindungi mata dari degenerasi dan katarak
o Dapat berperan dalam melawan kanker kolon, sumber lutein: Bayam, parslei, kuning telur, alpukat, brokoli,
paprika, kol, selada air, jagung.
ALPHA-KAROTEN
Alpha karoten telah terbukti bahwa hal itu bisa menekan kanker paru-paru, kanker hati dan kanker kulit.
Setidaknya ada 600 jenis karoten alami yang ditemukan, namun beberapa dari mereka (misalnya untuk Beta –
karoten dan sebagainya) dapat mengubah secara in vivo menjadi vitamin A. Seperti yang kita tahu, labu dan
wortel tidak hanya terdiri Beta – karoten, tetapi juga mengandung alpha karoten.

Fungsi dan Manfaat Alpha karoten;

o Meskipun Alpha – karoten secara struktural berbeda dengan Beta – karoten, tetapi efek pengobatan
antikanker adalah jauh lebih efektif daripada Beta – karoten. Sudah jelas bahwa Alpha – karoten efektif
dalam pengobatan antikanker, dan efek resistansi kulitnya kanker juga sangat jelas. Ini telah membuktikan
bahwa Alpha karoten, dalam pencegahan kanker sangat diperlukan.
o Alfa karoten merupakan zat yang banyak terkandung dalam sayuran dan buah-buahan. Zat ini merupakan
antioksidan turunan karotenoid yang melindungi tubuh dari kerusakan DNA dan protein sehingga
menghindarkan tubuh dari berbagai penyakit fatal seperti kanker dan penyakit jantung. Senyawa alfa
karoten terbukti 10 kali lebih kuat daripada beta karoten dalam mencegah beberapa jenis kanker.
o Senyawa alfa karoten bisa didapatkan di sayuran/buah berwarna kuning-orange atau hijau gelap. Sebuah
penelitian yang dilakukan di AS terhadap 15.318 orang menunjukkan kadar alfa karoten serum terkait erat
dengan angka kematian. Studi dilakukan dengan mengambil serum pasien pada periode 1988-1994 dan
follow up hasil pada tahun 2006. Semakin tinggi kadar alfa karoten serum semakin rendah tingkat kematian
dari berbagai sebab seperti kanker, penyakit kardiovaskular, dan penyebab lain. Dengan demikian baik
sekali jika anda meningkatkan konsumsi sayuran dan buah-buahan untuk melindungi tubuh anda dari
berbagai penyakit.
BETA-KAROTEN
Jeruk juga merupakan senyawa yang larut dalam lemak. beta-karoten juga bertindak sebagai zat warna
alami. Karotenoid dapat menyerap cahaya Blue-ray yang berbahaya bagi manusia dan juga merupakan
antioksidan kuat. Percobaan membuktikan bahwa karotenoid dapat melindungi retina, dan untuk meningkatkan
pandangan mata kita. Makanan alami seperti: sayuran hijau, kentang manis, wortel, bayam, pepaya, mangga dan
sebagainya kaya beta karoten.

Fungsi dan Manfaat beta-karoten:

o Beta karoten adalah nutrisi penting yang mengandung antioksidan, berfungsi detoksifikasi dan pemeliharaan
kesehatan manusia.
o Beta karoten akan diubah menjadi vitamin A dalam tubuh manusia. Jika asupan tubuh yang berlebihan dari
vitamin A dapat menyebabkan keracunan. Oleh karena itu, tubuh akan berubah beta-karoten menjadi
vitamin A bila diperlukan. beta karoten ini dibuat menjadi asal aman vitamin A (pro vitamin A).
o Penglihatan mata manusia tergantung fundus dari makula, jika Anda tidak memiliki cukup dari beta-karoten
untuk perlindungan dan dukungan dan akan terjadinya penyakit degeneratif berubah menjadi kebutaan
malam.
o Beta-karoten tidak hanya dalam gizi seimbang kita, itu juga membantu orang untuk mencegah penyakit,
umur panjang dan meningkatkan kebugaran fisik.
o Sejumlah besar data menegaskan bahwa beta-karoten memiliki efek yang tepat dalam pencegahan kanker.
Radikal bebas yang ditemukan dalam tubuh tidak hanya merusak proliferasi sel-sel normal dan juga
menimbulkan distorsi dan pembentukan kanker. Para Beta-karoten adalah musuh alami untuk radikal bebas.
o Sama seperti karotenoid lain, beta karoten adalah salah satu jenis antioksidan. Jika diambil makanan yang
kaya Beta-karoten dapat mencegah kontak fisik dan kerusakan dari radikal bebas. Penelitian telah
menunjukkan bahwa dosis tinggi beta-karoten dapat mengurangi sensitivitas orang terhadap matahari.
Fungsi Lain dari beta-karoten:

o seperti tetes mata alami untuk membantu mempertahankan pelumasan dari kornea dan transparansi, dan
meningkatkan kesehatan mata
o Membantu menyembuhkan berbagai penyakit mata, termasuk pencegahan kebutaan malam, serta di mata
pembentukan rhodopsin
o Salah satu antioksidan yang paling efektif yang melawan radikal bebas
o Untuk memperkuat sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan resistensi
o Untuk mencegah pembelahan sel kanker
o Untuk meningkatkan dan memperkuat fungsi sistem pernapasan
o Mengurangi kemungkinan untuk mendapatkan kanker dan kardiovaskular
o dapat mengurangi kejadian penyakit arteri koroner
o Meningkatkan fungsi sistem reproduksi dan sistem urin, meningkatkan vitalitas sperma dan pencegahan
penyakit prostat
o Mengurangi kemungkinan kanker payudara, kanker rahim, kanker usus, kanker mulut dan kanker paru-paru
o Mencegah katarak dan membantu untuk melindungi tekstil serat kristal bagian mata
o Pencegahan penyakit kardiovaskular
o Mempromosikan pertumbuhan tulang dan gigi
o Kontribusi sehat kulit dan rambut
o pembentukan dan pemeliharaan membran mukosa
o Meningkatkan tubuh manusia untuk bernapas resistivitas infeksi
o Ketika eksternal berlaku, dapat berkontribusi untuk pengobatan Blok sakit, herpes septik kecil, rebus, inas
dan ulkus
o Kontribusi emfisema, pengobatan penyakit fungsi tiroid Kang
o Hal ini menunjukkan bahwa, beta-karoten merupakan anti kanker, pencegahan penyakit jantung dan katarak.
Dan juga dapat pertahanan masalah dari mata dan kekebalan tubuh.
LYCOPENE
Apa itu “Lycopene”? Likopen adalah karotenoid alami yang ditemukan dalam tanaman, buah-buahan dan
sayuran. Tomat, jeruk merah muda, jambu biji dan semangka mengandung likopen, khususnya tomat, khususnya
kandungan lycopene tertinggi. Likopen merupakan pigmen alami, karena itu menyebabkan tomat, semangka dan
jeruk bali merah dapat ditampilkan merah. Lycopene adalah karena warna ikatan ganda karbon terkonjugasi
(berarti bahwa struktur ikatan tunggal dan ganda dari interaktif yang muncul). Yang mengurangi ikatan ganda
melompat ke energi tinggi band elektronik yang dibutuhkan untuk energi, sehingga molekul menyerap panjang
gelombang cahaya tampak. Lycopene menyerap sebagian cahaya tampak, karena itu merah. Lycopene adalah
zat yang larut dalam lemak, bila kita makan makanan yang mengandung likopen, kilomikron di usus kecil akan
membawa likopen di semua bagian dari tubuh kita bersama darah.

Ada pepatah di Eropa: “Ketika tomat berubah menjadi merah, wajah dokter berubah menjadi hijau”. Dari sini
kita dapat melihat bahwa tomat dan hidup yang sehat saling berkaitan dengan erat. Olahan makanan dapat
melepaskan manfaat lycopene lebih baik daripada sayuran segar, karena lycopene larut di dalam lemak, maka
dengan menambahkan sedikit minyak saat memasak dapat meningkatkan penyerapan lycopene oleh tubuh.
Kandungan Lycopene dalam tomat (per 100g takaran saji) 3.10mg

FUNGSI DAN MANFAAT LIKOPEN (LYCOPENE)

Likopen juga merupakan Antioksidan yang sangat kuat


o Likopen juga merupakan antioksidan yang sangat kuat, yang bisa mencegah terjadinya kecederaan sel tubuh
akibat radikal bebas, dan melawan berbagai jenis degradasi (penuaan) penyakit. Radikal bebas bisa
menyebabkan penyakit jantung, kanker dan penyebab utama arteri tersumbat, tulang dan degradasi sistem
saraf. Penyebab utama penuaan kulit disebabkan oleh sinar ultra violet dari singlet oksigen, lycopene adalah
perangkat yang paling kuat untuk mencegah oksigen singlet. Pada oksidasi anti, seperti 5-10mg konsumsi
sehari-hari lycopene secara signifikan akan meningkatkan jumlah likopen dalam serum dan juga akan
mengurangi lemak dan oksidasi protein. Lemak dan oksidasi protein berbahaya bagi tubuh manusia.
o Likopen dapat menahan oksidasi kolesterol LDL, mengurangi kejadian penyakit arteri koroner dan juga
mengurangi kejadian kanker prostat. Penelitian lebih lanjut percaya bahwa lycopene dapat menurunkan
mencegah degenerasi makula, oksidasi lipid darah dan paru-paru, kandung kemih, serviks dan berbagai
kanker kulit. Likopen juga dapat mencegah dan mengobati penyakit jantung, kerusakan UV dan kanker
kulit.
Lycopene merupakan suplemen terbaik untuk Anti Kanker
o Beberapa studi menunjukkan bahwa lycopene dapat membantu mengatasi kanker mulut, tenggorokan,
kerongkongan, lambung, usus dan dubur. Laporan lain juga menunjukkan bahwa likopen juga dapat
mengurangi kejadian kanker serviks. Selain itu, likopen dapat menghambat proliferasi kanker usus dan
kanker prostat, tetapi juga dapat mencegah pembentukan kanker paru-paru.
o Suplemen lycopene dapat membantu tubuh mencegah berbagai penyakit yang disebabkan oleh radikal
bebas. Sistem anti-radikal bebas dari tubuh akan meningkat seiring dengan usia dan resesi tumbuh, jadi kita
harus menambahkan antioksidan untuk mengurangi dan mencegah penyakit serta meningkatkan
kekuatan fisik dan daya tahan.
o Likopen juga dapat menurunkan kadar plasma kolesterol. Produk makanan yang mengandung lycopene bisa
mengurangi penyakit jantung, diabetes, osteoporosis dan risiko infertilitas pria.
LYCOPENE ADALAH PIGMENTASI WARNA MERAH PADA BERBAGAI JENIS BUAH, YANG
BERFUNGSI:

o Melindungi kulit dari sinar UV


o Menurunkan kadar kolesterol jahat dalam darah (LDL)
o Antioksidan kuat untuk mengurangi kerusakan DNA dan protein tubuh
o Melindungi dari kanker kulit, kanker testis, kanker adrenal, dan kanker prostat.
o Sumber Lycopene: Tomat, semangka, anggur merah, jambu biji, pepaya.
ZEAXANTHIN
Karotenoid utama dalam darah manusia adalah alpha-karoten, likopen, lutein, beta-karoten, beta-ryptoxanthin,
zeaxanthin, dan enam lainnya. Dalam makanan sehari-hari dapat menyerap banyak karotenoid Namun, retina
manusia hanya memilih dua jenis nutrisi yang lutein dan zeaxanthin. Mereka sangat terkonsentrasi di daerah
makula, yang bertanggung jawab untuk visual halus. Karotenoid berada di sini untuk kinerja titik-titik kuning
tua, juga dikenal sebagai ‘pigmen makula’. Para zeaxanthin berisi kaya dalam lada merah dan wolfberry Cina.
Kandungan Zeaxanthin dalam buah Fuyu (per 100g takaran saji) 0.24mg. Zeaxantin Bersama dengan lutein
merupakan jenis karotenoid satu-satunya dalam makula mata, Menyerap sinar biru yang membahayakan tubuh,
-Melindungi mata dari degenerasi dan katarak.

Fungsi dan Manfaat Zeaxanthin:

o Bersama lutein, zeaxanthin yang spesifik memiliki sifat penting dari kekuatan langsung untuk
menghilangkan spesies oksigen yang reaktif merusak.
o Lutein dan zeaxanthin mengurangi efek cahaya skrining biru; membatasi menyebabkan oksigen reaktif oleh
efek fotokimia. Oksigen aktif efek oleh endogen atau eksogen sensitif terhadap cahaya.
o Zeaxanthin dan zeaxanthin yang mengandung ikatan rangkap terkonjugasi 11, lebih baik untuk menghapus
oksigen singlet. Dari sudut pandang, insiden terkuat telah dihasilkan oksigen yang paling aktif di pusat
makula.
o Jika kekurangan lutein dan zeaxanthin, hal itu akan menyebabkan AMD (usia degenerasi makula terkait),
kebutaan, katarak, astigmatisme, presbiopia, miopia pseudo-, kelelahan mata, dan sehingga memiliki derajat
yang berbeda penyakit. Sebagaimana disebutkan di atas, lutein dan zeaxanthin nutrisi penting di daerah
makula. Ketika lutein dan zeaxanthin adalah cukup, daerah makula akan mampu melihat hal-hal yang jelas
dan menyampaikan ke otak.
o Dalam makula retina ada banyak dari karotenoid, lutein dan zeaxanthin, dapat melindungi kerusakan saraf.
Namun, ini dua komponen tubuh manusia tidak dapat memproduksi sendiri, harus menyerap dari buah-
buahan dan sayuran.
o Zeaxanthin adalah isomer lutein, oleh karena itu memiliki fungsi penting untuk retina, tubuh manusia dan
makula. Hal ini juga dapat sama dengan ultraviolet spektrum biru filter untuk mencegah kerusakan radikal
bebas.
o Selain itu, dokter juga tahu lutein dan zeaxanthin sebagai “kacamata” endogen, karena mereka melindungi
sel-sel makula sensitif dari energi tinggi kerusakan ringan biru.
o Zeaxanthin memiliki fungsi pelindung bagi saraf. Kita sering mendengar orang mengatakan bahwa ada
penglihatan banyak khasiat, karena wolfberry Cina mengandung sejumlah besar zeaxanthin, dapat
terkonsentrasi pada makula untuk melindungi mata kita.
o Zeaxanthin juga dapat digunakan untuk anti-penuaan untuk mata. Selain itu, zeaxanthin juga dapat menekan
obat pengobatan antikanker untuk efek samping tubuh manusia, untuk merangsang sel-sel otak,
meningkatkan otak manusia dan memori.
o Lutein dan zeaxanthin adalah bukan kapasitas antioksidan terbaik, tetapi karena sifat hidrofilik mereka, bisa
masuk retina mata dan makula, sehingga menjaga kesehatan mata. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa
bahkan jangka pendek meningkatkan asupan dua jenis karotenoid, akan meningkatkan pigmen makula yang
melindungi retina dari zat berbahaya dan terkait kerusakan sinar cahaya.
o Melalui proses metabolisme, lutein berubah menjadi zeaxanthin, keduanya disimpan dalam area titik kuning
pada mata. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa lutein dan zeaxanthin berlokasi pada wilayah yang
berbeda-beda di retina. Pusat dari titik kuning mengandung lebih banyak zeaxanthin, sedangkan kelompok
wilayah sekitarnya sebagian besar mengandung lutein.
CROCETIN
Crocetin ditemukan dalam buah “Cape Jasmine” atau buah Kaca Piring dan benang sari dan putik kunyit.
Keduanya larut dalam lemak dan air. Ciri yang paling menonjol adalah volume molekul kecil, yang memudahkan
bagi tubuh menyerapnya. Hal ini dapat menembus ke dalam jaringan serat yang sulit dijangkau oleh karotenoid
lain. Karena mobilitasnya inilah, para peneliti di seluruh dunia sekarang melakukan penelitian secara mendalam
mengenai manfaat crocetin.

Fungsi dan Manfaat Crocetin:

o Crocetin karotenoid adalah asam dikarboksilat ditemukan secara alami dalam bunga Crocus. Crocetin juga
memiliki efek yang kuat pada sirkulasi darah.
o Berdasarkan non-toksik efek samping dan aktivitas anti-kanker ada dalam crocetin, crocetin berperanan
penting didalam penyembuhan kanker.
o Crocetin dapat digunakan untuk meredakan nyeri, detoksifikasi darah dan penggunaan jangka panjang dapat
meningkatkan efektivitas sistem kekebalan tubuh.
o Tidak hanya itu, crocetin juga meningkatkan sirkulasi darah, anti-inflamasi efek analgesik, juga dapat
digunakan untuk sedasi dan mengurangi saraf.
o crocetin dapat memperkuat fisik dan fungsi makrofag meningkat, menghilangkan virus di sekitar sel,
meningkatkan fungsi sel kekebalan dan meningkatkan perlawanan terhadap tubuh manusia.
o Crocetin memiliki ketahanan yang kuat untuk kanker darah, karsinoma papiler, tumor sel skuamosa dan
sarkoma jaringan lunak.
o Penelitian menunjukkan, crocetin juga dapat meningkatkan suplai oksigen miokard di daerah tersebut.
Mengandung beberapa jenis glikosida crocetin, glikosida dapat meningkatkan aliran darah koroner di
primer.
o Crocetin dapat mengembangkan dalam mikrosirkulasi, sekresi empedu, dan ekskresi, sehingga mengurangi
tingkat yang sangat tinggi globulin dan bilirubin.
o Studi ini juga menemukan bahwa crocetin dapat digunakan untuk pengobatan beberapa penyakit
kronis manusia. Hal ini karena crocetin memiliki efek pada sirkulasi darah, anti-inflamasi, meningkatkan
proliferasi limfosit daya tahan dan dalam rangka meningkatkan imunitas selular dan imunitas humoral.
o Dalam beberapa tahun terakhir, crocetin memiliki studi yang lebih rinci sebagai obat dan secara bertahap
mengungkapkan efek farmakologis. Berdasarkan aktivitas anti kanker dan anti-kanker crocetin itu membuat
crocetin akan menjadi salah satu terapi obat antikanker yang ideal. Crocetin juga memainkan peran penting
dalam regulasi sistem peredaran darah, anti tumor, hati dan kandung empedu, ginjal, kekebalan tubuh. Oleh
karena itu, crocetin akan menjadi salah satu pengobatan terbaik obat antikanker di abad 21
DHA DAN ANTOSIANIN
BLUEBERRY

MANFAAT BLUEBERRY:

o Blueberry sangat mampu menyerap radikal bebas. Hal ini juga dapat mengurangi radikal bebas pada
membran sel, DNA dan kerusakan sel lainnya. Blueberry juga dapat mencegah gangguan dalam tubuh dan
sejumlah penyakit usia tua.
o Blueberry mengandung banyak potasium untuk membantu menjaga keseimbangan cairan tubuh, tekanan
darah normal dan fungsi jantung.
o Anthocyanin dalam blueberry dapat meningkatkan ketajaman visual, mengatur kelelahan mata dan
meningkatkan rhodopsin ulang-sintesis.
o Anthocyanin yang ditemukan dalam blueberry memiliki antioksidan yang kuat, dapat membantu mencegah
pembentukan plak arteri dan berbagai kanker, dan dapat mengurangi risiko kanker tertular, mengurangi
penyakit jantung, penuaan, dan juga meningkatkan ketahanan terhadap penyakit menular.
o Blueberry mengandung antosianin tertinggi di antara semua buah-buahan dan sayuran. Anthocyanin
memiliki khasiat yang signifikan pada pengerasan arteri dan penyakit jantung, penuaan lambat dan
meningkatkan memori.
o Secara khusus, blueberry juga dapat meningkatkan kolagen, dapat mengurangi tekanan intraokular dan
kelelahan mata mudah. Antosianin merupakan antioksidan yang baik.
o Dapat menetralisir oksidasi biokimia metabolisme tubuh diproduksi oleh radikal bebas dan menghindari
kemungkinan kerusakan pada sel-sel manusia yang menyebabkan penyakit sistem kekebalan tubuh atau
bahkan kanker.
o Blueberry mengandung sejumlah besar serat dan karoten yang kaya vitamin C,. Selain itu, kapasitas
blueberry tertinggi untuk antioksidan di lebih dari 40 buah-buahan dan sayuran.
o Antosianin dalam blueberry memiliki efek mikro-vaskular sebagai pelindung yang unik. Mata manusia kita
adalah situs yang paling padat pembuluh darah kecil di antara organ-organ tubuh manusia. Mikro-vaskular
sel adalah sistem transportasi utama yang memasok nutrisi dan oksigen ke mata.
o Meningkatkan ketajaman visual manusia adalah efektivitas yang paling signifikan dari blueberry. Sebagian
besar masalah mata disebabkan oleh penyakit retina, yang glial tulang mata dan tekanan mata. Situasi ini
adalah karena masalah sirkulasi darah di mata. Seiring dengan peningkatan usia, metabolisme
memburuk pada mata akan menyebabkan kerusakan radikal bebas dari peredaran, darah yang buruk dan
permeabilitas mikrovaskuler abnormal mata. Sirkulasi darah buruk dan cairan tubuh akan menumpuk
tekanan abnormal, tekanan intraokular meningkat pada mata dan sakit mata yang disebabkan. Jika
mendapatkan lebih serius, dapat menyebabkan kehancuran mata dan menyebabkan glaukoma, kejadian
katarak.
o Oleh karena itu, ekstrak blueberry tidak memiliki efek samping dan antosianin unik yang ditemukan dalam
blueberry dapat digunakan untuk menjaga integritas pembuluh darah dan meningkatkan fleksibilitas
mikrovaskuler, dan meningkatkan sirkulasi darah untuk mempertahankan tekanan mata yang normal untuk
mengurangi berbagai masalah mata. Blueberry ekstrak juga pencegahan yang sangat baik untuk Retinopati
diabetik. Hal ini karena antosianin yang ditemukan dalam ekstrak blueberry dapat menurunkan kerusakan
radikal bebas dalam tubuh kita.
o Beberapa studi juga menemukan bahwa blueberry mengandung unsur penting untuk retina mata manusia
dan mampu mengaktifkan sel-sel manusia, anti-penuaan dan visi yang lebih jelas. Anthocyanin yang
ditemukan dalam blueberry di dapat meringankan kelelahan mata, meningkatkan secara signifikan
efektivitas visi, menunda penuaan, meningkatkan fungsi jantung, pencegahan kanker, diabetes, pikun,
penyakit tulang dan sendi, penyakit pencernaan, prostatitis, dan kemanjuran unik lainnya
BLACKCURRANT

Blackcurrant mengandung vitamin C, fosfor, magnesium, kalium, kalsium, anthocyanin, fenol. Tidak hanya itu,
kandungan vitamin C kismis hitam empat kali lebih banyak dari jeruk dan kulit gelap blackcurrant juga kaya
polifenol antioksidan. Para blackcurrant kaya dengan antioksidan daya lebih dari quercetin, efektif menghambat
radikal bebas, bersama dengan merangsang nafsu makan, darah pembangun dan menyegarkan pikiran.

Fungsi dan Manfaat Blackcurrant:

o Penelitian ini menemukan bahwa antosianin dari kismis hitam lebih dari banyak jenis buah, termasuk Black
Berry, berry biru, dan buah jerami. Kismis hitam memiliki efek yang sangat kuat untuk perawatan kesehatan,
termasuk pencegahan gout, anemia, edema, arthritis, rematik, penyakit mulut dan tenggorokan, seperti batuk
dan sebagainya.
o Blackcurrant juga memiliki nilai obat yang sangat tinggi dapat meningkatkan kekebalan manusia, anti-
penuaan, tetapi juga pengobatan hipertensi dan penyakit kardiovaskular. Studi lain juga menunjukkan
bahwa kismis hitam akan dapat mengurangi risiko untuk beberapa jenis batu ginjal.
o Tapi selain termasuk anthocyanidin, kismis hitam juga mengandung banyak vitamin C juga penting untuk
menjaga kesehatan yang baik. Vitamin C bisa mencapai dalam makanan sehari-hari dari buah sayuran, tetapi
Vitamin C milik Vitamin yang larut dalam air sehingga mudah adalah kehancuran oleh lingkungan cahaya,,
panas alkali. Karena tubuh manusia tidak dapat menyimpan vitamin C, karena itu perlu suplemen tambahan
untuk mencapai kuantitas yang dibutuhkan tubuh. Para kismis hitam juga merupakan salah satu sumber
penting dari vitamin C.
VITAMIN B KOMPLEKS

Vitamin B kompleks adalah kelompok larut dalam air senyawa organik.

Fungsi Vitamin B kompleks adalah:

o Meningkatkan metabolisme manusia dari karbohidrat, protein lemak, untuk membuat sel darah merah, untuk
kembali mengoksidasi, dan membantu operasi saraf dan otot.
o Vitamin B kompleks juga dapat menyesuaikan tubuh panas. Namun, jika kekurangan vitamin B kompleks,
metabolisme bentuk tubuh dapat teratur. Bahkan itu telah mengambil beberapa nutrisi yang sama, tetapi
tanpa vitamin B kompleks nutrisi semua tidak dapat menggunakan sepenuhnya dan sel tidak dapat
memetabolisme protein baru. Kompleks Vitamin B akan dapat membakar semua protein, lemak, karbohidrat
dan berubah menjadi panas.
o Vitamin B kompleks termasuk vitamin B1, B2, B5 (asam pantotenat), B6, B12, vitamin M (asam folat),
vitamin H (biotin), vitamin PP (Niasin) dan sebagainya. Setiap vitamin yang berbeda memiliki fungsi yang
berbeda dalam pencernaan dan memiliki fungsi tersendiri spesifik gizi. Tapi mereka tidak bisa
menyelesaikan tugas itu sendirian sehingga kita membutuhkan vitamin B kompleks untuk membantu itu.
Hasilnya akan lebih baik jika Anda mengambil vitamin B kompleks sekaligus dari yang Anda ambil secara
terpisah. Oleh karena itu, kita harus diambil Vitamin B kompleks karena vitamin B kompleks dapat
memperlakukan sebagai katalis dan saling bantu.
o Vitamin B kompleks juga aktif dalam penghapusan eksim, makula dan membuat kulit Anda kembali normal.
Vitamin B kompleks juga dapat membantu mengatasi insomnia, namun lebih baik Anda mengambil setelah
makan siang atau setelah makan malam, disarankan konsumsi sebelum Anda tidur. Mereka yang mencintai
olahraga harus diambil lebih kompleks vitamin B, itu karena vitamin B kompleks dapat membantu
membakar lemak dan menjaga metabolisme normal. Vitamin B kompleks dapat membantu Anda tetap
berkonsentrasi, sehingga anak-anak bisa belajar lebih baik. Orang-orang di hipotensi juga dapat mencoba
sampai vitamin B kompleks.
Vitamin B1, yang dikenal sebagai vitamin psikogenik dan juga vitamin yang penting untuk mengubah gula
menjadi energi. Efektivitasnya juga termasuk mendorong pertumbuhan dan pencernaan membantu, terutama
karbohidrat, untuk meningkatkan semangat yang baik, pemeliharaan jaringan saraf, otot, mengurangi dari mabuk
udara dan mabuk laut.

Vitamin B2 membantu untuk meningkatkan pengembangan dan regenerasi sel, kulit, kuku, pertumbuhan rambut
dan membantu metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Vitamin B2 juga dapat menghapus peroksida lipid
dan hambatan lain yang disebabkan oleh aterosklerosis atau fisik dalam sirkulasi darah dan juga efektif dalam
mencegah penyakit kardiovaskular.

Vitamin B6 membantu mengubah triptofan untuk asam nikotinat dan untuk meringankan gejala muntah. Vitamin
B6 juga mencegah berbagai penyakit saraf kulit dan pencegahan fungsi hati berlemak, tetapi juga dengan anti-
alergi, dan merupakan pencegahan yang sangat baik untuk pollenosis demam.

Fungsi Vitamin B12 adalah untuk mempromosikan pembentukan sel darah merah dan regenerasi, mencegah
anemia, untuk mempromosikan perkembangan anak, meningkatkan nafsu makan, meningkatkan kekuatan fisik,
penghapusan gelisah, tetap fokus, meningkatkan memori dan rasa keseimbangan

VITAMIN E

Vitamin E tersebar luas di alam dan makanan kaya: gandum, kedelai, minyak sayur, kacang-kacangan, kubis
Brussel, sayuran berdaun hijau, bayam, tambahkan tepung nutrisi, gandum, produk olahan tidak sereal, telur.
Dalam beberapa tahun terakhir, ada dua jenis vitamin E, sintetis dan alami, keduanya efektif tetapi vitamin E
alami lebih mudah menyerap untuk tubuh manusia. Vitamin E alami memerlukan waktu retensi lebih lama dalam
jaringan manusia, efeknya mungkin ganda dibandingkan dengan sintesis vitamin E.

Manfaat vitamin E juga meliputi:

o Vitamin E memiliki ketahanan oksidasi yang sangat baik dalam tubuh.


o Vitamin E juga mampu mempertahankan integritas sel-sel darah merah, memperbaiki sintesis efek anti-
polusi dan anti-steril.
o Vitamin E telah banyak digunakan dalam anti-penuaan dan mungkin penghapusan dari endapan lipofuscin
dalam sel untuk meningkatkan fungsi normal sel untuk memperlambat proses penuaan sel dan liposolubility
yang dapat disimpan dalam hati, jaringan adiposa, hati , otot, testis, rahim, darah, ginjal, wakil, di hipofisis
dan sebagainya
o vitamin E memiliki fungsi tertentu dalam pemeliharaan fungsi, kekebalan saraf, kardiovaskular, anti-
aterosklerosis, anti-penuaan dan anti-kanker. Pada saat yang sama, vitamin E memiliki tingkat tertentu
fungsi imunologi dan mampu meningkatkan proliferasi limfosit T dan sel mononuklear sitokin
o Vitamin E dapat meningkatkan sirkulasi darah perifer; mencegah aterosklerosis, pemeliharaan integritas sel
darah merah, sel darah putih, sel-sel otak, sel-sel epitel dan untuk mempertahankan fungsi normal otot,
syaraf dan sistem pembuluh darah.
o Beberapa studi juga menemukan bahwa vitamin E memiliki efek fisiologis yang sama ginseng, seperti efek
perlindungan pada ulkus lambung, meningkatkan sintesis DNA dan protein; memperpanjang umur sel darah
merah; peningkatan aktivitas penyakit-bebas dan antioksidan. Hal ini juga dapat meningkatkan resistensi
dan pemeliharaan permeabilitas kapiler normal kulit, memperbaiki sirkulasi darah dan fungsi penyesuaian
reproduksi.
o Vitamin E juga dapat digunakan untuk penyakit jantung koroner, arteriosklerosis, aborsi habitual, distrofi
otot, kram otot, skleroderma neonatal, dan lupus eritematosus.
o Vitamin E merupakan antioksidan yang kuat untuk mencegah senyawa lemak, vitamin A, selenium (Se),
dua jenis asam amino dan oksidasi belerang vitamin C,
o Vitamin E juga anti-radikal bebas untuk memperlambat oksidasi sel dan penuaan.
o Meningkatkan fungsi vitamin A.
o Vitamin E juga merupakan vasodilator yang sangat penting, agen anti-pembekuan darah dapat perlindungan
kardiovaskular untuk pencegahan penyakit kardiovaskuler.
o Pasokan oksigen di dalam tubuh sehingga Anda menjadi lebih tahan
o Meningkatkan fungsi detoksifikasi hati itu
o Mencegah pembekuan darah
o Mengurangi kelelahan
o Dapat mencegah bekas luka yang ditinggalkan juga dapat mempercepat rehabilitasi luka bakar
o Membantu meringankan tangan, kaki dan kaki kram dan kekakuan
o Menurunkan risiko penyakit jantung iskemik
o Mengurangi sindrom pramenstruasi fase; Mencegah keguguran
o Meningkatkan sekresi hormon seks untuk meningkatkan kemampuan reproduksi
o Pencegahan pikun
o Pencegahan katarak dan degenerasi makula
o Membantu dalam pengobatan diabetes
DHA (ASAM HEXAENOIC DOCOSE)

Nama asli DHA adalah asam Hexaenoic Docose, yang merupakan asam lemak esensial yang sangat dalam otak
dan juga milik asam lemak tak jenuh Omega-3.

Manfaat dari DHA:


o mencegah pengendapan kolesterol pada dinding pembuluh darah dan juga untuk mencegah atau
mengurangi terjadi aterosklerosis dan penyakit jantung koroner
o DHA memiliki fungsi penting pada sel-sel otak. Hal ini sangat menguntungkan bagi konduksi saraf kranial
dan pengembangan sinaptik
o DHA juga merupakan komponen penting dari otak dan retina, di korteks otak manusia adalah konten
setinggi 20% dari retina dan dalam mata adalah sekitar 50%.
o DHA merupakan salah satu asam lemak esensial bagi tubuh manusia untuk meningkatkan memori dan
kemampuan berpikir, intelektual dan sebagainya
o DHA mengambil satu jenis asam lemak esensial, meningkatkan memori pikiran dan meningkatkan
intelektual.
o DHA bisa melawan kanker dan juga mencegah peradangan
o DHA juga akan membantu mempromosikan perkembangan janin; meningkatkan kecerdasan anak dan
pencegahan kardiovaskular, penyakit serebrovaskular, pembuluh darah pelunakan, mengurangi lemak
darah, anti-penuaan dan pencegahan demensia.
o Satu unsur utama yang membentuk membran sel dan sel adalah DHA. Namun, dapat DHA sintesis tidak
ditemukan dalam diri manusia harus diperoleh dari makanan. Tapi lutein adalah perlindungan DHA. Lutein
dapat berkontribusi untuk perkembangan bayi dari retina dan otak dan meningkatkan penyerapan DHA. .
Oleh karena itu, pada bayi dan anak-anak atau wanita hamil agar memilih dan menambahkan DHA, dapat
dianggap pada waktu yang sama mengandung lutein dan nutrisi suplemen DHA.
SISTEM PENGOBATAN DENGAN HERBAL SUPER LUTEIN

Seperti dalam pengobatan dengan menggunakan herbal lainnya, super lutein berbeda dengan sistem dalam
pengobatan modern, perbedaannya adalah dari cara penyembuhannya. Kalau pengobatan modern, obat yang
diberikan langsung ditujukan pada jenis penyakit yang disandang penderita tentunya berdasarkan diagnosa oleh
tim dokter, dan memang untuk tahap awal pengobatan modern ini sangat berkesan karena langsung
menyembuhkan penyakit tetapi biasanya penyakit akan terulang kembali (kambuh) dan tentu saja pengobatan
berikutnya memerlukan dosis yang lebih tinggi dengan pengobatan sebelumnya. Hal itu disebabkan karena
pengobatan hanya pada satu tempat saja.

Beda dengan super lutein, dalam prosesnya pengobatan dengan super lutein tidak langsung menyembuhkan
penyakit, tetapi memperbaiki metabolisme tubuh terlebih dahulu. Dalam proses perbaikan metabolisme tubuh
ini disertai dengan detoksifikasi tubuh secara alami, disinilah kunci pengobatan dari super lutein. Apa itu
detoksifikasi? Detoksifikasi adalah proses pembuangan racun dan toksin yang mengendap lama dalam tubuh,
proses detoksifikasi ini membuat tubuh tidak nyaman yang biasanya disebut sebagai krisis healing. Rasa tidak
nyaman dalam krisis healing ini yang dirasakan setiap orang berbeda-beda tergantung dari kekuatan tubuh dan
berat ringannya penyakit. Semakin berat penyakit maka krisis healing yang dirasakan semakin berat. Dalam
krisis healing ini biasanya akan timbul rasa pusing, mual, panas, rasa sakit, bahkan untuk penderita penyakit
berat bisa sampai muntah dan perasaan tidak nyaman lainnya. Selama proses itu berlangsung, cara paling baik
untuk mengatasinya adalah dengan membuat tubuh senyaman mungkin dan lebih baik lagi dibuat istirahat agar
lebih rileks.

Konsumsi yang disarankan adalah 2 jam sesudah makan dan menjelang tidur untuk memaksimalkan penyerapan
dan detoksifikasi.
Anda tidak perlu khawatir dengan krisis healing yang anda rasakan, itu tidak berbahaya malahan sangat baik
untuk tubuh Anda. Dengan keluarnya semua racun dan toksin dalam tubuh itu berarti membersihkan tubuh anda
dari zat berbahaya yang selama ini berada dalam tubuh. Bila racun dan toksin itu semakin lama mengendap
dalam tubuh akan menjadikan bumerang bagi anda yaitu timbulnya penyakit yang lebih berat lagi misalnya
kanker, tumor dll.

Biasanya proses detoksifikasi ini berlangsung beberapa hari dan tergantung jenis penyakit. Setelah proses
detoskifikasi tubuh selesai, Anda akan merasa lebih nyaman dan badan lebih rileks. Saat inilah proses regenerasi
sel-sel tubuh yang rusak digantikan dengan sel-sel tubuh yang baru. Dalam regenerasi sel ini biasanya mulai
tampak ada perubahan dalam diri anda, perasaan tidak nyaman sudah hilang, semua organ tubuh berfungsi
normal kembali dan secara otomatis penyakit yang ada dalam diri Anda berangsur-angsur sembuh.

Bonus lain yang didapat dalam pengobatan dengan super lutein adalah kulit menjadi lebih cerah dan bercahaya,
setelah penyakit anda sembuh, disarankan untuk selalu mengkonsumsi super lutein 3 kapsul sehari sebagai
suplemen harian untuk tubuh guna mencukupi nutrisi yang tidak didapatkan dari makanan sehari-hari. Super
lutein sangat aman dikonsumsi dalam waktu jangka panjang karena 100% terbuat dari herbal organik yang
dibutuhkan tubuh.
Kanker Nasofaring

Kanker nasofaring atau dikenal juga dengan kanker THT (telinga hidung tenggorokan) adalah penyakit
yang disebabkan oleh sel ganas dan terbentuk dalam jaringan nasofaring. Kanker ini merupakan kanker
di bagian kepala serta leher yang paling sering terjadi. Kanker nasofaring adalah kanker yang berasal
dari sel epitel nasofaring yang berada di rongga belakang hidung dan dibelakang langit-langit rongga
mulut. Letaknya yang berdekatan, membuat penyebarannya menjadi mudah ke bagian mata, telinga,
kelenjar leher dan otak.

Kanker nasofaring merupakan kanker yang sulit dideteksi, karena terdapat pada nasofaring, organ tubuh
yang berada di daerah tersembunyi, yaitu dibelakang hidung berbentuk kubus. Bagian depan nasofaring
berbatasan dengan rongga hidung, bagian atas berbatasan dengan dasar tengkorak, serta bagian bawah
merupakan langit-langit dan rongga mulut.

Di Indonesia, kanker nasofaring masuk ke dalam 10 besar kanker yang sering ditemukan, tapi kalau di
bagian THT merupakan kanker nomor 1 terbanyak dengan frekuensi yang hampir merata di setiap
daerah. Hampir 60% tumor ganas pada daerah kepala dan leher merupakan kanker nasofaring,
kemudian diikuti oleh tumor ganas hidung dan paranasal, tumor ganas laring, dan tumor ganas rongga
mulut, tonsil dan hipofaring.

Pada banyak kasus, kanker nasofaring banyak terdapat di negara dengan penduduk dari ras mongoloid,
khususnya di kawasan china selatan. Ras mongoloid merupakan faktor dominan timbulnya kanker
nasofaring, sehingga kekerapannya cukup tinggi pada penduduk china bagian selatan. Awalnya penyakit
ini disebut Kwantung disease karena banyak terjadi di daerah Guang Zhoe, dimana manusia perahu
China hidup bersinggungan setiap hari dengan asap pembakaran makanan, dan makanan diawetkan
seperti sayur difermentasi, atau ikan diasinkan dengan nitrosamin, kurang buah dan sayur, sehingga
paparan yang demikian sering, terus menerus dalam waktu lama menyebabkan daya imunitas yang tidak
bagus sehingga virus Epstein-Barr (EBV) menjadi aktif.

Apa Gejalanya?
Sesuai dengan perkembangannya, gejala-gejala kanker nasofaring dapat di bagi menjadi 4 kelompok,
yaitu:

 Gejala di nasofaring itu sendiri, berupa mimisan ringan atau sumbatan hidung. Ini terjadi jika
kanker masih stadium dini.
 Gejala di telinga, merupakan gejala stadium dini yang timbul karena tempat asal tumor dekat
muara tuba Eustachius (saluran penghubung hidung dan telinga). Gejalanya berupa telinga berdenging,
rasa tidak nyaman di telinga sampai dengan rasa nyeri.
 Gejala di mata dan syaraf, dapat terjadi sebagai gejala stadium lanjut karena nasofaring
berhubungan dekat dengan rongga tengkorak tempat lewatnya saraf otak. Gejala dapat berupa nyeri
kepala, nyeri bagian leher dan wajah (neuralgia trigeminal), pandangan kabur, penglihatan ganda
(diplopia).
 Gejala di leher setelah terjadi penyebaran luas (metastasis), berupa bengkak di leher karena
pembengkakan kelenjar getah bening.
Apa Penyebab Kanker Nasofaring?
Penyakit kanker adalah pertumbuhan sel yang tidak terkontrol, kanker nasofaring terjadi karena
perkembangan sel tumor ganas di bagian nasofaring. Pada banyak kasus, kanker nasofaring disebabkan
karena adanya faktor keturunan (genetik), namun penyakit ini berhubungan erat pula dengan lingkungan,
dan virus yang menyebabkan terjadinya perkembangan sel yang tidak terkontrol. Sebagian besar
penderita kanker nasofaring terinfeksi virus Epstein-Barr, walaupuan tidak semua orang yang terinfeksi
virus ini berakhir dengan kejadian kanker nasofaring. Virus Epstein-Barr menular melalui kontak dari
pengidap ke orang lain. Karena itu, dapat dikatakan bahwa faktor risiko penyebab adanya kanker
nasofaring, antara lain:

 Makan makanan asin. Pada banyak kasus di China selatan, kanker nasofaring disebabkan
kebiasaan makan ikan asin sejak bayi mulai belajar makan, yang berdampak buruk pada kesehatan
mereka. Ikan asin mengandung senyawa nitrosamin, yang terjadi dari reaksi biokimia dari protein ikan
yang diawetkan. Makanan lain yang diasinkan atau diawetkan dengan pengasapan yang menghasilkan
senyawa nitrosamin juga memicu terjadinya kanker nasofaring.
 Asap. Selain ikan asin, sesuatu yang bersifat merangsang selaput lendir, seperti asap rokok,
asap minyak tanah, asap kayu bakar, asap obat nyamuk, dan penggunaan dupa juga menyumbang
kejadian kanker nasofaring. Sebenarnya tidak hanya asap dari dupa saja, asap dari kendaraan bermotor
dan polusi udara dari industri juga bisa menjadi faktor risiko kanker ini.
 Virus. Virus Epstein-Barr yang hidup bebas di udara ini bisa masuk ke dalam tubuh dan tetap
tinggal di nasofaring tanpa menimbulkan gejala. Infeksi virus ini menyebabkan terjadinya infeksi
mononukleosis yang ditandai dengan rasa sangat letih, radang tenggorokan atau radang tonsil,
pembengkakan kelenjar di leher, dan demam. Sakit tenggorokan dan demam bisa mereda dalam 2
minggu, tetapi kelelahan bisa menetap sampai dengan satu bulan. Dalam kondisi daya tahan tubuh
sedang menurun itu, infeksi lain mudah terjadi, termasuk perkembangan sel kanker.
 Jenis Kelamin. Pria lebih sering mengalami kanker nasofaring dibandingkan dengan wanita,
dengan rasio 2,8:1. Hal itu disebabkan karena lebih banyak pria bekerja di pabrik, tempat yang tercemar
polusi udara, dan membuat stress. Selain itu, juga karena kebiasaan pria yang lebih banyak merokok dan
mengkonsumsi alkohol.
 Keturunan. Bila dalam keluarga terdapat riwayat terkena kanker, terutama kanker nasofaring,
kemungkinan untuk terkena lebih besar dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki riwayat
keluarga terkena kanker ini.
Bagimana Diagnosisnya Ditegakkan?
Seperti pada kasus kenker umumnya, dokter akan mengajukan beberapa pertanyaan tentang tanda dan
gejala yang dialami oleh pasiennya. Setelah itu dokter akan mulai menekan bagian leher pasien, dimana
terdapat kelenjar getah bening, untuk mendeteksi adanya pembengkakan atau tidak. Beberapa tanda
dan gejala dari kanker ini memang tidak terlalu spesifik, karena itu untuk memastikan diagnosis, mungkin
pemeriksaan akan berlangsung selama beberapa bulan.

Jika dicurigai terjadinya kanker, dokter akan mulai menggunakan endoskop untuk melihat nasofaring
yang abnormal tersebut. Dalam penggunaannya diperlukan anestesi lokal. Setelah itu, diambil sampel
melalui proses biopsi untuk diuji apakah ada tanda-tanda dari kanker. Kemudian dokter akan
menentukan stadium kanker tersebut dengan serangkaian pemeriksaan, yaitu:
 MRI (magnetic resonance imaging), untuk membantu melihat penyebaran kanker di sekitar
kepala.
 CT scan (computerized tomographic scanning), melihat kanker yang tersebar pada tulang.
 Pengambilan sampel dengan cara biopsi, untuk melihat kanker yang berada di kelenjar getah
bening. Biopsi yang menjadi kunci pemeriksaan nasofaring ini dapat dilakukan dengan anestesi lokal dan
umum. Anestesi lokal dapat diberikan pada pasien dewasa yang umunya lebih kooperatif dengan kasus
tumor yang jelas. sedangkan anestesi umum dilakukan terutama pada anak-anak.
 Sinar X, melihat kanker yang menyebar di bagian paru-paru.

Dari hasil pemeriksaan tersebut, dilihat tingkatan dari kanker yakni:


 Stadium 0: sel-sel kanker masih berada dalam batas nasofaring, biasa disebut dengan kanker
nasofaring in situ.
 Stadium 1: Sel kanker menyebar di bagian sekitar nasofaring.
 Stadium 2: Sel kanker sudah menyebar keluar nasofaring hingga ke rongga hidung. Atau dapat
pula sudah menyebar ke kelenjar getah bening pada salah satu sisi leher.
 Stadium 3: Kanker ini sudah menyerang pada kelenjar getah bening di semua sisi leher.
 Stadium 4: Kanker ini sudah menyebar di saraf dan tulang sekitar wajah.

Bagaimana Cara Mengobatinya?


Terapi pilihan untuk pengobatan penderita kanker nasofaring, adalah terapi radiasi dan kemoterapi.
Kalau diperlukan dilakukan operasi untuk mengangkat benjolan pada leher yang terjadi.
 Terapi Radiasi. Terapi ini dapat merusak dengan cepat sel-sel kanker yang tumbuh. Terapi ini
dilakukan selama 5-7 minggu. Terapi ini digunakan untuk kanker pada tingkatan awal. Efek samping dari
terapi ini adalah mulut terasa kering, kehilangan pendengaran dan terapi ini memperbesar risiko
timbulnya kanker pada lidah dan kanker tulang.
 Kemoterapi. Merupakan terapi dengan menggunakan bantuan obat-obatan. Terapi ini bekerja
dengan cara mereduksi sel-sel kanker yang ada, namun ada kalanya sel-sel yang sehat (tidak terkena
kanker) juga tereduksi. Efek samping dari terapi ini adalah rambut rontok, mual, lemas (seperti
kehilangan tenaga).
 Pembedahan. Tujuan dari pembedahan ini adalah untuk mengambil kelenjar getah bening pada
leher yang telah terkena kanker.
ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) KANKER
NASOFARING
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di Indonesia kanker nasofaring (bagian atas faring atau tenggorokan) merupakan kanker terganas nomor 4
setelah kanker rahim, payudara dan kulit. Sayangnya, banyak orang yang tidak menyadari gejala kanker ini, karena
gejalanya hanya seperti gejala flu biasa. Kanker nasofaring banyak dijumpai pada orang-orang ras mongoloid, yaitu
penduduk Cina bagian selatan, Hong Kong, Thailand, Malaysia dan Indonesia juga di daerah India. Ras kulit putih
jarang ditemui terkena kanker jenis ini. Selain itu kanker nasofaring juga merupakan jenis kanker yang diturunkan
secara genetik.
Kanker nasofaring atau dikenal juga dengan kanker THT adalah penyakit yang disebabkan oleh sel ganas (kanker)
dan terbentuk dalam jaringan nasofaring, yaitu bagian atas faring atau tenggorokan. Kanker ini paling sering terjadi
di bagian THT, kepala serta leher. Sampai saat ini belum jelas bagaimana mulai tumbuhnya kanker nasofaring.
Namun penyebaran kanker ini dapat berkembang ke bagian mata, telinga, kelenjar leher, dan otak. Sebaiknya yang
beresiko tinggi terkena kanker nasofaring rajin memeriksakan diri ke dokter, terutama dokter THT. Risiko tinggi ini
biasanya dimiliki oleh laki-laki atau adanya keluarga yang menderita kanker ini.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan Ca Nasofaring?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Memahami asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan ca nasofaring
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Memahami definisi Ca nasofaring.
2. Mengetahui penyebab dari Ca nasofaring.
3. Mengetahui manifestasi klinis dari Ca nasofaring
4. Mengetahui proses terjadinya Ca nasofaring.
5. Mengetahui pemeriksaan diagnostik pada Ca nasofaring.
6. Mengetahui penatalaksaan Ca nasofaring
7. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan Ca nasofaring

1.4 Manfaat
1.4.1 Mahasiswa mampu memahami konsep dan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan ca Nasofaring
sehingga menunjang pembelajaran mata kuliah persepsi sensori.
1.4.2 Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan yang benar sehingga dapat menjadi bekal dalam
persiapan praktik di rumah sakit.

BAB 2
Tinjauan Pustaka

2.1 Definisi
Kanker nasofaring adalah kanker yang berasal dari sel epitel nasofaring di rongga belakang hidung dan belakang
langit-langit rongga mulut. Kanker ini merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak di temukan
di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas dan leher merupakan kanker nasofaring, kemudian diikuti tumor ganas
hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam prosentase
rendah.
Pada banyak kasus, nasofaring carsinoma banyak terdapat pada ras mongoloid yaitu penduduk Cina bagian selatan,
Hong Kong, Thailand, Malaysia dan Indonesia juga di daerah India. Ras kulit putih jarang ditemui terkena kanker
jenis ini. Selain itu kanker nasofaring juga merupakan jenis kanker yang diturunkan secara genetik.
2.2 Etiologi
Terjadinya Ca Nasofaring mungkin multifaktorial, proses karsinogenesisnya mungkin mencakup banyak
tahap. Faktor yang mungkin terkait dengan timbulnya kanker nasofaring adalah:

1. Kerentanan Genetik

Walaupun Ca Nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi kerentanan terhadap Ca Nasofaring pada kelompok
masyarakat tertentu relatif menonjol dan memiliki fenomena agrregasi familial. Analisis korelasi menunjukkan gan
HLA ( Human luekocyte antigen ) dan gen pengode enzim sitokrom p4502E ( CYP2E1) kemungkinan adalah gen
kerentanan terhadap Ca Nasofaring, mereka berkaitan dengan timbulnya sebagian besar Ca Nasofaring . Penelitian
menunjukkan bahwa kromosom pasien Ca Nasofaring menunjukkan ketidakstabilan , sehingga lebih rentan terhadap
serangan berbagai faktor berbahaya dari lingkungan dan timbul penyakit.

1. Virus EB

Metode imunologi membuktikan virus EB membawa antigen yang spesifik seperti antigen kapsid virus ( VCA ),
antigen membran ( MA ), antigen dini ( EA ), antigen nuklir ( EBNA ) , dll. Virus EB memiliki kaitan erat dengan Ca
Nasofaring , alasannya adalah :

1. Di dalam serum pasien Ca Nasofaring ditemukan antibodi terkait virus EB ( termasuk VCA-IgA, EA-IgA,
EBNA, dll ) , dengan frekuensi positif maupun rata-rata titer geometriknya jelas lebih tinggi dibandingkan
orang normal dan penderita jenis kanker lain, dan titernya berkaitan positif dengan beban tumor . Selain itu
titer antibodi dapat menurun secara bertahap sesuai pulihnya kondisi pasien dan kembali meningkat bila
penyakitnya rekuren atau memburuk.
2. Di dalam sel Ca Nasofaring dapat dideteksi zat petanda virus EB seperti DNA virus dan EBNA.
3. Epitel nasofaring di luar tubuh bila diinfeksi dengan galur sel mengandung virus EB, ditemukan epitel yang
terinfeksi tersebut tumbuh lebih cepat , gambaran pembelahan inti juga banyak.
4. Dilaporkan virus EB di bawah pengaruh zat karsinogen tertentu dapat menimbulkan karsinoma tak
berdiferensiasi pada jaringan mukosa nasofaring fetus manusia.
1. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan juga berperan penting. Penelitian akhir-akhir ini menemukan zat berikut berkaitan dengan
timbulnya Ca Nasofaring :

1. Hidrokarbon aromatik, pada keluarga di area insiden tinggi kanker nasofaring , kandungan 3,4- benzpiren
dalam tiap gram debu asap mencapai 16,83 ug, jelas lebih tinggi dari keluarga di area insiden rendah.
2. 2. Unsur renik : nikel sulfat dapat memacu efek karsinognesis pada proses timbulnya kanker
nasofaring .
3. 3. Golongan nitrosamin : banyak terdapat pada pengawet ikan asin. Terkait dengan kebiasaan makan
ikan asin waktu kecil, di dalam air seninya terdeteksi nitrosamin volatil yang berefek mutagenik.

2.3 Manifestasi Klinis


Gejala dan tanda yang sering ditemukan pada kanker nasofaring adalah :

1. Epiktasis : sekitar 70% pasien mengalami gejala ini, diantaranya 23,2 % pasien datang berobat dengan
gejala awal ini . Sewaktu menghisap dengan kuat sekret dari rongga hidung atau nasofaring , bagian dorsal
palatum mole bergesekan dengan permukaan tumor , sehingga pembuluh darah di permukaan tumor robek
dan menimbulkan epiktasis. Yang ringan timbul epiktasis, yang berat dapat timbul hemoragi nasal masif.
2. Hidung tersumbat : sering hanya sebelah dan secara progesif bertambah hebat. Ini disebabkan tumor
menyumbat lubang hidung posterior.
3. Tinitus dan pendengaran menurun: penyebabnya adalah tumor di resesus faringeus dan di dinding lateral
nasofaring menginfiltrasi , menekan tuba eustaki, menyebabkan tekana negatif di dalam kavum timpani ,
hingga terjadi otitis media transudatif . bagi pasien dengan gejala ringan, tindakan dilatasi tuba eustaki
dapat meredakan sementara. Menurunnya kemmpuan pendengaran karena hambatan konduksi, umumnya
disertai rasa penuh di dalam telinga.
4. Sefalgia : kekhasannya adalah nyeri yang kontinyu di regio temporo parietal atau oksipital satu sisi. Ini
sering disebabkan desakan tumor, infiltrasi saraf kranial atau os basis kranial, juga mungkin karena infeksi
lokal atau iriasi pembuluh darah yang menyebabkan sefalgia reflektif.
5. Rudapaksa saraf kranial : kanker nasofaring meninfiltrasi dan ekspansi direk ke superior , dapat
mendestruksi silang basis kranial, atau melalui saluran atau celah alami kranial masuk ke area petrosfenoid
dari fosa media intrakanial (temasuk foramen sfenotik, apeks petrosis os temporal, foramen ovale, dan area
sinus spongiosus ) membuat saraf kranial III, IV, V dn VI rudapaksa, manifestasinya berupa ptosis
wajah bagian atas, paralisis otot mata ( temasuk paralisis saraf abduksi tersendiri ), neuralgia trigeminal
atau nyeri area temporal akibat iritasi meningen ( sindrom fisura sfenoidal ), bila terdapat juga rudapaksa
saraf kranial II, disebut sindrom apeks orbital atau petrosfenoid.
6. Pembesaran kelenjar limfe leher : lokasi tipikal metastasisnya adalah kelenjar limfe kelompok profunda
superior koli, tapi karena kelompok kelenjar limfe tersebut permukaannya tertutup otot sternokleidomastoid,
dan benjolan tidak nyeri , maka pada mulanya sulit diketahui. Ada sebagian pasien yang metastasis kelenjar
limfenya perama kali muncul di regio untaian nervi aksesorius di segitiga koli posterior.
7. Gejala metastasis jauh : lokasi meatstasis paling sering ke tulang, paru, hati . metastasi tulang tersering ke
pelvis, vertebra, iga dan keempat ekstremitas. Manifestasi metastasis tulang adalah nyeri kontinyu dan nyeri
tekan setempat, lokasi tetap dan tidak berubah-ubah dan secara bertahap bertambah hebat. Pada fase ini
tidak selalu terdapat perubahan pada foto sinar X, bone-scan seluruh tubuh dapat membantu diagnosis.
Metastasis hati , paru dapat sangat tersembunyi , kadang ditemukan ketika dilakukan tindak lanjut rutin
dengan rongsen thorax , pemeriksaan hati dengan CT atau USG

2.4 Patofisiologi
Sudah hampir dipastikan ca.nasofaring disebabkan oleh virus eipstein barr. Hal ini dapat dibuktikan dengan
dijumpai adanya protein-protein laten pada penderita ca. nasofaring. Sel yang terinfeksi oleh EBV akan menghasilkan
protin tertentu yang berfungsi untuk proses proliferasi dan mempertahankan kelangsungan virus didalam sel host.
Protein tersebut dapat digunakan sebagai tanda adanya EBV, seperti EBNA-1 dan LMP-1, LMP-2A dan LMP-2B. EBNA-
1 adalah protein nuclear yang berperan dalam mempertahankan genom virus. EBV tersebut mampu aktif
dikarenakan konsumsi ikan asin yang berlebih serta pemaparan zat-zat karsinogen yang menyebabkan stimulasi
pembelahan sel abnormal yang tidak terkontrol, sehingga terjadi differensiasi dan proliferasi protein laten(EBNA-1).
Hal inilah yang memicu pertumbuhan sel kanker pada nasofaring, dalam hal ini terutama pada fossa Rossenmuller.
Penggolongan Ca Nasofaring :

1. T1 : Kanker terbatas di rongga nasofaring.


1. T2 : Kanker menginfiltrasi kavum nasal, orofaring atau di celah parafaring di anterior dari
garis SO ( garis penghubung prosesus stiloideus dan margo posterior garis tengah
foramen magnum os oksipital ).
2. T3 : Kanker di celah parafaring di posterior garis SO atau mengenai basis kranial, fosa
pterigopalatinum atau terdapat rudapaksa tunggal syaraf kranial kelompok anterior atau posterior.
3. T4 : Saraf kranial kelompok anterior dan posterior terkena serentak, atau kanker mengenai
sinus paranasal, sinus spongiosus, orbita, fosa infra-temporal.
4. N0 : Belum teraba pembesaran kelenjar limfe .
5. N1 : Kelenjar limfe koli superior berdiameter <4 cm,.
6. N2 : Kelenjar koli inferior membesar atau berdiameter 4-7 cm .
7. N3 : Kelenjar limfe supraklavikular membesar atau berdiameter >7 cm
8. M0 : Tak ada metastasis jauh.
9. M1 : Ada metastasis jauh.

Penggolongan stadium klinis, antara lain :

1. Stadium I : T1N0M0
2. Stadium II : T2N0 – 1M0, T0 – 2N1M0
3. Stadium III : T3N0 - 2M0, T0 – 3N2M0
4. Stadium IVa : T4N0 – 3M0, T0 – 4N3M0
5. Stadium IVb :T apapun, N Apapun, M1

2.5 Pemeriksaan Diagnosis


Untuk mencapai diagnosis dini harus melaksanakan hal berikut :

1. Tindakan kewaspadaan, perhatikan keluhan utama pasien.

Pasien dengan epiktasis aspirasi balik, hidung tersumbat menetap, tuli unilateral, limfadenopati leher tak nyeri,
sefalgia, rudapaksa saraf kranial dengan kausa yang tak jelas, dan keluhan lain harus diperiksa teliti rongga
nasofaringya dengan nasofaringoskop indirek atau elektrik.

1. Pemeriksaan kelenjar limfe leher.

Perhatikan pemeriksaan kelenjar limfe rantai vena jugularis interna, rantai nervus aksesorius dan arteri vena
transvesalis koli apakah terdapat pembesaran.

1. Pemeriksaan saraf kranial

Terhadap saraf kranial tidak hanya memerlukan pemeriksaan cermat sesuai prosedur rutin satu persatu , tapi pada
kecurigaan paralisis otot mata, kelompok otot kunyah dan lidah kadang perlu diperiksa berulang kali, barulah
ditemukan hasil yang positif

1. Pemeriksaan serologi virus EB

Dewasa ini, parameter rutin yang diperiksa untuk penapisan kanker nasofaring adalah VCA-IgA, EA-IgA, EBV-
DNAseAb. Hasil positif pada kanker nasofaring berkaitan dengan kadar dan perubahan antibodi tersebut. Bagi yang
termasuk salah satu kondisi berikut ini dapat dianggap memilki resiko tinggi kanker nasofaring :

1. Titer antibodi VCA-IgA >= 1:80


2. Dari pemeriksaan VCA-IgA, EA-IgA dan EBV-DNAseAb, dua diantara tiga indikator tersebut positif.
3. Dua dari tiha dari indikator pemeriksaan diatas, salah satu menunjukkan titer yang tinggi kontinyu atau
terus meningkat.

Bagi pasien yang memenuhi patokan tersebut , harus diperiksa teliti dengan nasofaringoskop elektrik , bila perlu
dilakukan biopsi. Yang perlu ditekankan adalah perubahan serologi virus Eb dapat menunjukkan reaksi positif 4 – 46
bulan sebelum diagnosis kanker nasofaring ditegakkan.

1. Diagnosis pencitraan.
1. Pemeriksaan CT : makna klinis aplikasinya adalah membantu diagnosis, memastikan luas lesi, penetapan
stadium secara adekuat, secara tepat menetapkan zona target terapi, merancang medan radiasi, memonitor
kondisi remisi tumor pasca terapi dan pemeriksaa tingkat lanjut.
2. Pemeriksaan MRI : MRI memiliki resolusi yang baik terhadap jaringan lunak, dapat serentak membuat
potongan melintang, sagital, koronal, sehingga lebih baik dari pada CT. MRI selai dengan jelas
memperlihatkan lapisan struktur nasofaring dan luas lesi, juga dapat secara lebih dini menunjukkan infiltrasi
ke tulang. Dalam membedakan antara fibrosis pasca radioterapi dan rekurensi tumor , MRI juga lebih
bermanfaat .
3. Pencitraan tulang seluruh tubuh : berguna untuk diagnosis kanker nasofaring dengan metastasis ke tulang,
lebih sensitif dibandingkan rongtsen biasa atau CT, umumnya lebih dini 4-6 bulan dibandingkan rongsen.
Setelah dilakukan bone-scan, lesi umumnya tampak sebagai akumulasi radioaktivitas, sebagian kecil tampak
sebagai area defek radioaktivitas. Bone-scan sangat sensitif untuk metastasis tulang, namun tidak spesifik .
maka dalam menilai lesi tunggal akumulasi radioaktivitas , harus memperhatikan riwayat penyakit,
menyingkirkan rudapaksa operasi, fruktur, deformitas degeneratif tulang, pengaruh radio terapi,
kemoterapi, dll.
4. PET ( Positron Emission Tomography ) : disebut juga pencitraan biokimia molukelar metabolik in vivo.
Menggunakan pencitraan biologismetabolisme glukosa dari zat kontras 18-FDG dan pencitraan anatomis dari
CT yang dipadukan hingga mendapat gambar PET-CT . itu memberikan informasi gambaran biologis bagi
dokter klinisi, membantu penentuan area target biologis kanker nasofaring , meningkatka akurasi
radioterapi, sehingga efektifitas meningkat dan rudapaksa radiasi terhadap jaringan normal berkurang.

1. Diagnosis histologi

Pada pasien kanker nasofaringn sedapat mungkin diperoleh jaringan dari lesi primer nasofaring untuk pemeriksaan
patologik. Sebelum terapi dimulai harus diperoleh diagnosis histologi yang jelas. Hanya jika lesi primer tidak dapat
memeberikan diagnosis patologik pasti barulah dipertimbangkan biopsi kelenjar limfe leher.

2.6 Penatalaksanaan
a. Radioterapi
Hal yang perlu dipersiapkan adalah keadaan umum pasien baik, hygiene mulut, bila ada infeksi mulut diperbaiki dulu.
Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher ( benjolan di leher yang tidak menghilang pada
penyinaran atau timbul kembali setelah penyinaran dan tumor induknya sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa
dengan radiologik dan serologik), pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin
dan antivirus.

b. Kemoterapi
Kemoterapi meliputi kemoterapi neodjuvan, kemoterapi adjuvan dan kemoradioterapi konkomitan. Formula
kemoterapi yang sering dipakai adalah : PF ( DDP + 5FU ), kaboplatin +5FU, paklitaksel +DDP, paklitasel +DDP
+5FU dan DDP gemsitabin , dll.
DDP : 80-100 mg/m2 IV drip hari pertama ( mulai sehari sebelum kemoterapi , lakukan hidrasi 3 hari )
5FU : 800-1000 mg/m2/d IV drip , hari ke 1-5 lakukan infus kontinyu intravena.
Ulangi setiap 21 hari atau:
Karboplatin : 300mg/m2 atau AUC = 6 IV drip, hari pertama.
5FU : 800-1000/m2/d IV drip , hari ke 1-5 infus intravena kontinyu. Ulangi setiap 21 hari.

c. Terapi Biologis
Dewasa ini masih dalam taraf penelitian laboraturium dan uji klinis.

d. Terapi Herbal TCM


Dikombinasi dengan radioterapi dan kemoterapi, mengurangi reaksi radiokemoterapi , fuzhengguben (
menunjang, memantapkan ketahanan tubuh) , kasus stadium lanjut tertentu yang tidak dapat diradioterapi atau
kemoterapi masih dapat dipertimbangkan hanya diterapi sindromnya dengan TCM. Efek herba TCM dalam membasmi
langsung sel kanker dewasa ini masih dalam penelitian lebih lanjut.

1. Terapi Rehabiltatif

Pasien kanker secara faal dan psikis menderita gangguan fungsi dengan derajat bervariasi. Oleh karena itu
diupayakan secara maksimal meningkatkan dan memperbaiki kualitas hidupnya.

1. Rehabilitas Psikis

Pasien kanker nasofaring harus diberi pengertian bahwa pwnyakitnya berpeluang untuk disembuhkan, uapayakan
agar pasien secepatnya pulih dari situasi emosi depresi.

1. Rehabilitas Fisik

Setelah menjalani radioterapi, kemoterpi dan terapi lain, pasien biasanya merasakan kekuatan fisiknya menurun,
mudah letih, daya ingat menurun. Harus memperhatikan suplementasi nutrisi , berolahraga fisik ringan terutama
yang statis, agar tubuh dan ketahanan meningkat secara bertahap.

1. Pembedahan

Dalam kondisi ini dapat dipertimbangkan tindakan operasi :

1. Rasidif lokal nasofaring pasca radioterapi , lesi relatif terlokalisasi.


2. 3 bulan pasca radioterapi kurtif terdapat rasidif lesi primer nasofaring
1. Pasca radioterapi kuratif terdapat residif atau rekurensi kelenjar limfe leher.
2. Kanker nasofaring dengan diferensiasi agak tinggi seperti karsinoma skuamosa grade I, II,
adenokarsinoma.
3. Komplikasi radiasi.

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
a. Identitas/ biodata klien

1. Nama
2. Tempat tanggal lahir
3. Umur
4. Jenis Kelamin
5. Agama
6. Warga Negara
7. Bahasa yang digunakan

Penanggung Jawab

1. Nama
2. Alamat

10. Hubungan dengan klien


b. Keluhan Utama
Leher terasa nyeri, semakin lama semakin membesar, susah menelan, badan merasa lemas, serta BB turun
drastis dalam waktu singkat.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
d. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
g. Keadaan Lingkungan

3.2 Observasi
3.2.1 Keadaan Umum

1. Suhu
2. Nadi
3. Tekanan Darah
4. RR
5. BB
6. Tinggi badan

3.2.2 Pemeriksaan Persistem


B1 (breathing) : RR meningkat, sesak nafas, produksi sekret meningkat.
B2 (blood) : normal
B3 (brain) : Pusing, nyeri, gangguan sensori
B4 (bladder) : Normal
B5 (bowel) : Disfgia, Nafsu makan turun, BB turun
B6 (bone) : Normal

3.3 Diagnosa

1. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen injuri fisik (pembedahan).


2. Gangguan sensori persepsi (pendengaran ) berubungan dengan gangguan status organ sekunder
metastase tumor
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang
kurang.
4. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan dengan
kurangnya informasi.
5. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan perkembangan penyakit, pengobatan penyakit.

3.4 Intervensi

1. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen injuri fisik (pembedahan).


Tujuan : Rasa nyeri teratasi atau terkontrol
Kriteria hasil :

 Mendemonstrasikan penggunaan ketrampilan relaksasi nyeri


 Melaporkan penghilangan nyeri maksimal/kontrol dengan pengaruh minimal pada AKS

Intervensi Rasional
Mandiri

1. Tentukan riwayat nyeri misalnya lokasi, 1. Informasi memberikan data dasar untuk
frekuensi, durasi mengevaluasi kebutuhan/keefektivan intervensi
2. Meningkatkan relaksasi dan membantu
memfokuskan kembali perhatian

1. Berikan tindakan kenyamanan dasar (reposisi,


gosok punggung) dan aktivitas hiburan.
2. Dorong penggunaan ketrampilan manajemen 1. Memungkinkan pasien untuk berpartisipasi
nyeri (teknik relaksasi, visualisasi, bimbingan secara aktif dan meningkatkan rasa kontrol
imajinasi) musik, sentuhan terapeutik.
3. Evaluasi penghilangan nyeri atau control
Kolaborasi
1. Kontrol nyeri maksimum dengan pengaruh
1. Berikan analgesik sesuai indikasi misalnya minimum pada AKS
Morfin, metadon atau campuran narkotik

1. Nyeri adalah komplikasi sering dari kanker,


meskipun respon individual berbeda. Saat
perubahan penyakit atau pengobatan terjadi,
penilaian dosis dan pemberian akan diperlukan

1. Gangguan sensori persepsi (pendengaran ) berubungan dengan gangguan status organ sekunder
metastase tumor

Tujuan : mampu beradaptasi terhadap perubahan sensori pesepsi.


Kriteria Hasil: mengenal gangguan dan berkompensasi terhadap perubahan.

Intervensi Rasional
1. Tentukan ketajaman pendengaran, 1. Mengetahui perubahan dari hal-hal yang
apakah satu atau dua telinga merupakan kebiasaan pasien .
terlibat . 2. Lingkungan yang nyaman dapat membantu
2. Orientasikan pasien terhadap meningkatkan proses penyembuhan.
lingkungan. 3. Mengetahui faktor penyebab gangguan
3. Observasi tanda-tanda dan gejala persepsi sensori yang lain dialami dan dirasakan
disorientasi. pasien.

1. Gangguan
pemenuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi


Kriteria hasil : 1. Berat badan dan tinggi badan ideal.
2. Pasien mematuhi dietnya.
3. Kadar gula darah dalam batas normal.
4. Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.

Intervensi Rasional
1. Kaji status nutrisi dan kebiasaan 1. Untuk mengetahui tentang keadaan
makan. dan kebutuhan nutrisi pasien
sehingga dapat diberikan tindakan
dan pengaturan diet yang adekuat.

1. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet 1. Kepatuhan terhadap diet dapat


yang telah diprogramkan. mencegah komplikasi terjadinya
hipoglikemia/hiperglikemia.

1. Timbang berat badan setiap seminggu


sekali. 1. Mengetahui perkembangan berat
badan pasien (berat badan
merupakan salah satu indikasi untuk
menentukan diet).

4. Identifikasi perubahan pola makan.


1. Mengetahui apakah pasien telah
melaksanakan program diet yang
ditetapkan.

1. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan dengan
kurangnya informasi.

Tujuan : Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.
Kriteria Hasil : 1. Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatannya dan dapat
menjelaskan kembali bila ditanya.
2. Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang diperoleh.

Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat pengetahuan 1. Untuk memberikan informasi pada
pasien/keluarga tentang penyakit DM pasien/keluarga, perawat perlu
dan Ca. Nasofaring mengetahui sejauh mana informasi atau
pengetahuan yang diketahui
pasien/keluarga.
1. Kaji latar belakang pendidikan pasien. 1. Agar perawat dapat memberikan
penjelasan dengan menggunakan kata-
kata dan kalimat yang dapat dimengerti
pasien sesuai tingkat pendidikan pasien.

1. Agar informasi dapat diterima dengan


1. Jelaskan tentang proses penyakit, mudah dan tepat sehingga tidak
diet, perawatan dan pengobatan menimbulkan kesalahpahaman.
pada pasien dengan bahasa dan
kata-kata yang mudah dimengerti.

4. Dengan penjelasdan yang ada dan ikut secra


langsung dalam tindakan yang dilakukan, pasien
1. Jelasakan prosedur yang kan akan lebih kooperatif dan cemasnya berkurang.
dilakukan, manfaatnya bagi pasien
dan libatkan pasien didalamnya.
1. Gambar-gambar dapat membantu
mengingat penjelasan yang telah
diberikan.

1. gambar-gambar dalam memberikan


penjelasan (jika ada /
memungkinkan).

5.Harga diri Rendah berhubungan dengan perubahan perkembangan penyakit, pengobatan penyakit.
Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 3×24 jam klien menerima keadaan dirinya
Kriteria Hasil :
1) Menjaga postur yang terbuka
2) Menjaga kontak mata
3) Komunikasi terbuka
4) Menghormati orang lain
5) Secara seimbang dapat berpartisipasi dan mendengarkan dalam kelompok
6) Menerima kritik yang konstruktif
7) Menggambarkan keberhasilan dalam kelompok social
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat 1. Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien sehingga perawat bisa
kecemasan memberikan intervensi yang cepat dan tepat.
yang dialami
oleh pasien.

1. Dapat meringankan beban pikiran pasien.

1. Beri 1. Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien sehingga pasien kooperatif
kesempatan dalam tindakan keperawatan.
pada pasien
untuk
mengungka
1. Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan pasien dalam
pkan rasa
melakukan tindakan dapat mengurangi beban pikiran pasien.
cemasnya.

1. Sikap positif dari timkesehatan akan membantu menurunkan kecemasan yang


1. Gunakan
dirasakan pasien.
komunikasi
terapeutik.

1. Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang menunggu.

1. Beri
1. Lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa cemas
informasi
1.
yang akurat
ii.
tentang
proses
penyakit
dan
anjurkan
pasien untuk
ikut serta
dalam
tindakan
keperawata
n.

1. Berikan
keyakinan
pada pasien
bahwa
perawat,
dokter, dan
tim
kesehatan
lain selalu
berusaha
memberikan
pertolongan
yang terbaik
dan
seoptimal
mungkin.

1. Berikan
kesempatan
pada
keluarga
untuk
mendampin
gi pasien
secara
bergantian.

1. Ciptakan
lingkungan
yang tenang
dan
nyaman.

DOWNLOAD : WOC KANKER NASOFARING


BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kanker nasofaring atau dikenal juga dengan kanker THT adalah penyakit yang disebabkan oleh sel ganas
(kanker) dan terbentuk dalam jaringan nasofaring, yaitu bagian atas faring atau tenggorokan. Kanker ini paling
sering terjadi di bagian THT, kepala serta leher. Sampai saat ini belum jelas bagaimana mulai tumbuhnya kanker
nasofaring. Namun penyebaran kanker ini dapat berkembang ke bagian mata, telinga, kelenjar leher, dan otak.
Sebaiknya yang beresiko tinggi terkena kanker nasofaring rajin memeriksakan diri ke dokter, terutama dokter THT.
Risiko tinggi ini biasanya dimiliki oleh laki-laki atau adanya keluarga yang menderita kanker ini.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC. Jakarta.
Doenges, M. G. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3 EGC. Jakarta.
Dunna, D.I. Et al. (1995). Medical Surgical Nursing ; A Nursing Process Approach. 2 nd Edition : WB Sauders.
Lab. UPF Ilmu Penyakit THT FK Unair. (1994). Pedoman Diagnosis Dan Terapi Lab/UPF Ilmu Penyakit
THT. Rumah Sakit Umum Daerah Dr Soetom Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya.
Soepardi, Efiaty Arsyad & Nurbaiti Iskandar. (2000). Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT. Edisi kekempat. FKUI :
Jakarta.
Sri Herawati. (2000). Anatomi Fisiologi Cara Pemeriksaan Telinga, Hidung, Tenggorokan. Laboratorium Ilmu
Penyakit THT Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya.
MAKALAH
SISTEM RESPIRASI 1
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
CA NASOFARING
Dosen pembimbing : Suratmi, S.Kep. Ns. M.kep
Disusun Oleh : Kelompok 1 (2A)
1. Andri Wijaya (1402011392)
2. Dewi Nur Fitriana (1402011400)
3. Lukvian Lingga Anggara (1402011412)
4. Novita Sari (1402011419)
5. Oktaria Firman Naf’ah (1402011424)
6. Vicky Charchev Yusa S (1402011437)
7. Ninda Junita (1402011881P)

PROGRAM STUDY S1 KEPERAWATAN


STIKES MUHAMMADYAH LAMONGAN
2014/2015

LEMBARAN PENGESAHAN
Oleh:
Kelompok 1 (2A)
1. Andri Wijaya (1402011392)
2. Dewi Nur Fitriana (1402011400)
3. Lukvian Lingga Anggara (1402011412)
4. Novita Sari (1402011419)
5. Oktaria Firman Naf’ah (1402011424)
6. Vicky Charchev Yusa S (1402011437)
7. Ninda Junita (1402011881P)

Diterima dan Disetujui Untuk Seminar


Lamongan, 2 Juni 2015

Pembimbing

Suratmi, S.Kep. Ns. M.kep


KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, atas luasnya limpahan
rahmat dan hidayah-Nya hingga akhirnya makalah “Asuhan Keperawatan Pada Klien Ca
Nasofaring” ini dapat diselesaikan sebagaimana mestinya. Shalawat dan salam tidak lupa kami
panjatkan atas junjungan Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, para sahabatnya
serta ummatnya yang senantiasa iltizam diatas kebenaran hingga akhir zaman.
Penulisan makalah ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memenuhi tugas mata
kuliah “SISTEM RESPIRASI I”. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan
makalah ini penuh keterbatasan dan masih jauh dari kesempurnaan. Karena itu, saran yang
konstruktif merupakan bagian yang tak terpisahkan dan senantiasa kami harapkan demi
penyempurnaan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini kami mendapatkan banyak bantuan dan dorongan dari
berbagai pihak, kami menyampaikan penghargaan atas apresiasi yang telah disumbangkan kepada
penulis serta ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dosen pembimbing Ibu “Suratmi, S.Kep. Ns. M.kep” .
2. Serta teman-teman yang telah memberikan motivasi kepada penulis.
Semoga segala bantuan yang telah diberikan mendapat pahala yang berlipat ganda disisi Allah
SWT.Akhirnya penulis berharap semoga jurnal penelitian ini dapat bermanfaat. Allahumma Amin.

Lamongan, 2 Juni 2015

Penulis

DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................i
KATA PENGANTAR................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.2 Pengertian karsinoma nasofaring............................................................ .3
2.2 Etiologi dari karsinoma nasofaring......................................................... 3
2.3 Anatomi dari fisiologi nasofaring........................................................... 6
2.3 Tanda dan gejala karsinoma nasofaring.................................................. 8
2.5 Patofisiologi karsinoma nasofaring......................................................... 9
2.6 Pencegahan karsinoma nasofaring.......................................................... 11
2.7 Pathway pada karsinoma nasofaring....................................................... 12
2.8 Pemeriksaan penunjangan pada karsinoma nasofaring........................... 13
2.9 Penatalaksanaan karsinoma nasofaring................................................... 15
2.10 Proknosis pada karsinoma nasofaring................................................... 17
2.11 Komplikasi karsinoma nasofaring......................................................... 17
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN KARSINOMA NASOFARING
3.1 Pengkajian............................................................................................... 19
3.2 Diagnosa Keperawatan........................................................................... 26
3.3 Intervensi Keperawatan.......................................................................... 26
3.4 Implememntasi Keperawatan.................................................................. 32
3.5 Evaluasi................................................................................................... 34
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan............................................................................................. 35
4.2 Saran....................................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 36

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai diantara
tumor ganas THT di Indonesia, dimana karsinoma nasofaring temasuk dalam lima besar tumor
ganas, dengan frekuensi tertinggi (bersama tumor ganas serviks uteri, tumor payudara, tumor getah
bening dan tumor kulit), sedangkan di daerah kepala dan leher menduduki tempat pertama (KNF
mendapat persentase hampir 60% dari tumor di daerah kepala dan leher, diikuti tumor ganas
hidung dan sinus paranasal 18%, laring 16%, dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring
dalam persentase rendah).
Santoso (1988) mendapatkan jumlah 716 (8,46%) penderita KNF berdasarkan data patologi
yang diperoleh di Laboratorium Patologi anatomi FK Unair Surabaya (1973-1976) diantara 8463
kasus keganasan diseluruh tubuh. Di bagiam THT Semarang mendapatkan 127 kasus KNF dari
tahun 2000-2002. Survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1980 secara
“pathology based” mendapatkan angka pravalensi karsinoma nasofaring 4,7 per 100.000 penduduk
atau diperkirakan 7000-8000 kasus per tahun diseluruh Indonesia.
Penanggulangan karsinoma nasofaring sampai saat ini masih merupakan suatu masalah, hal ini
karena etiologi yang masih belum pasti, gejala dini yang tidak khas serta letak nasofaring yang
tersembunyi, dan tidak mudah diperiksa oleh mereka yang bukan ahli sehingga diagnosis sering
terlambat, dengan ditemukannya metastasis pada leher sebagai gejala pertama. Dengan makin
terlambatnya diagnosis maka prognosis (angka bertahan hidup 5 tahun) semakin buruk.
Dengan melihat hal tersebut, diharapkan tenaga kesehatan khususnya perawat dapat berperan
dalam pencegahan, deteksi diri, terapi maupun rehabilitasi dari karsinoma nasofaring ini. Penulis
berusaha untuk menuliskan aspek-aspek yang dirasakan perlu untuk dipahami melalui
tinjauan pustaka dalam referat ini dan diharapkan dapat bermanfaat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Asuhan keperawatan pada klien dengan karsinoma nasofaring ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan karsinoma nasofaring

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian karsinoma nasofaring


Karsinoma adalah pertumbuhan baru yang ganas terdiri dari sel-sel ephitalial yang
cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan menimbulkan metastasis (Mangan, 2009).
Nasofaring adalah suatu rongga dengan dinding kuku di atas, belakang dan lateral yang
anatomi termasuk bagian faring (Pearce, 2009).
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh pada ephitalial pelapis
ruangan dibelakang hidung (nasofaring) dan belakang langit-langit rongga mulut dengan
predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan tumor
ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60 % tumor ganas
daerah kepala dan leher merupakan kanker nasofaring., kemudian diikuti tumor ganas hidung dan
paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam prosentase
rendah (Huda Nurarif & Kusuma, 2013).
Karsinoma Nasofaring sebagian besar adalah tipe epidermoid dengan potensi invasi ke
dasar tulang tengkorang yang menyebabkan neuropati kranial (Lucente, 2011).
Pada banyak klien, karsinoma nasofaring banyak terdapat pada ras monggoloid yaitu
penduduk Cina bagian selatan, Hongkong, Thailand, Malaysia, dan Indonesia juga di daerah India.
Ras kulit putih jarang ditemui terkena kanker jenis ini. Selain itu kanker nasofaring juga
merupakan jenis kanker yang ditemukan secara genetik (Mangan, 2009).

2.2 Etiologi karsinoma nasofaring


Kanker ini lebih sering ditemukan pada pria dibanding wanita dengan rasio 2-3-1 dan apa
sebabnya belum dapat diungkapkan dengan pasti, mungkin ada hubugannya dengan faktor genetic,
kebebasan hidup, pekerjaan dan lain-lain. Distribusi umur pasien dengan KNF berbeda-beda pada
daerah dengan insiden yang bervariasi. Pada daerah dengan insiden tinggi KNF meningkat setelah
umur 30 tahun, puncaknya pada umur 40-59 tahun dan menurun setelahnya (Ernawati, Kadrianti,
& Basri, 2004).
Faktor yang mungkin terkait dengan timbulnya kanker nasofaring adalah (Mangan, 2009):
1. Kerentanan Genetik
Walaupun Ca Nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi kerentanan terhadap Ca Nasofaring
pada kelompok masyarakat tertentu relatif menonjol dan memiliki fenomena agregasi familial.
Analisis korelasi menunjukkan gen HLA ( Human luekocyte antigen ) dan gen pengode enzim
sitokrom p4502E ( CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap Ca Nasofaring,
mereka berkaitan dengan timbulnya sebagian besar Ca Nasofaring . Penelitian
menunjukkan bahwa kromosom pasien Ca Nasofaring menunjukkan ketidakstabilan, sehingga
lebih rentan terhadap serangan berbagai faktor berbahaya dari lingkungan dan timbul penyakit.
2. Virus Epstein Barr
Metode imunologi membuktikan virus EB membawa antigen yang spesifik seperti antigen kapsid
virus (VCA), antigen membran (MA), antigen dini (EA), antigen nuklir (EBNA), dll. Virus
EB memiliki kaitan erat dengan Ca Nasofaring , menurut (Zulkarnain Haq, 2011) alasannya
adalah:
a. Di dalam serum pasien Ca Nasofaring ditemukan antibodi terkait virus EB ( termasuk VCA-IgA,
EA-IgA, EBNA, dll ) , dengan frekuensi positif maupun rata-rata titer geometriknya jelas lebih
tinggi dibandingkan orang normal dan penderita jenis kanker lain, dan titernya berkaitan positif
dengan beban tumor . Selain itu titer antibodi dapat menurun secara bertahap sesuai pulihnya
kondisi pasien dan kembali meningkat bila penyakitnya rekuren atau memburuk.
b. Di dalam sel Ca Nasofaring dapat dideteksi zat petanda virus EB seperti DNA virus dan EBNA.
c. Epitel nasofaring di luar tubuh bila diinfeksi dengan galur sel mengandung virus EB, ditemukan
epitel yang terinfeksi tersebut tumbuh lebih cepat , gambaran pembelahan inti juga banyak.
d. Dilaporkan virus EB di bawah pengaruh zat karsinogen tertentu dapat menimbulkan karsinoma
tak berdiferensiasi pada jaringan mukosa nasofaring fetus manusia.
Virus Epstein Barr dengan ikan asin dikatakan sebagai penyebab utama timbulnya penyakit ini.
Virus ini dapat masuk dalam tubuh dan tetap tinggal disana tanpa menyebabkan suatu kelainan
dalam jangka waktu yang lama. Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator
kebiasaan untuk mengkonsumsi ikan asin secara terus menerus mulai dari masa kanak-kanak.
Mediator yang berpengaruh untuk timbulnya Ca Nasofaring :
1. Ikan asin, makanan yang diawetkan dan nitrosamine.
2. Keadaan social ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup.
3. Sering kontak dengan Zat karsinogen ( benzopyrenen, benzoantrance, gas kimia, asap industri,
asap kayu, beberapa ekstrak tumbuhan).
4. Ras dan keturunan (Malaysia, Indonesia)
5. Radang kronis nasofaring
6. Profil HLA
(Huda Nurarif & Kusuma, 2013)
3. Faktor Lingkungan (Zulkarnain Haq, 2011)
Faktor lingkungan juga berperan penting. Penelitian akhir-akhir ini menemukan zat berikut
berkaitan dengan timbulnya Ca Nasofaring :
1. Hidrokarbon aromatik, pada keluarga di area insiden tinggi kanker nasofaring , kandungan 3,4-
benzpiren dalam tiap gram debu asap mencapai 16,83 ug, jelas lebih tinggi dari keluarga di area
insiden rendah.
2. Unsur renik : nikel sulfat dapat memacu efek karsinognesis pada proses timbulnya kanker
nasofaring.
3. Golongan nitrosamin : banyak terdapat pada pengawet ikan asin. Terkait dengan kebiasaan makan
ikan asin waktu kecil, di dalam air seninya terdeteksi nitrosamin volatil yang berefek mutagenik.

Pembagian Karsinoma Nasofaring (Huda Nurarif & Kusuma, 2013)


- Menurut Histopatologi :
1.
Well differentiated epidermoid carconoma
Keratinizing
Non Keratinizing
2.
Undiffentiated epidermoid carcinoma = anaplastic carcinoma
3.
Adenocystic carcinoma
‐ Menurut bentuk dan cara tumbuh
1.Ulseratif
2.Eksofilik : Tumbuh keluar seperti polip
3.Endofilik : Tumbuh di bawah mukosa, agar sedikit lebih tinggi dari jaringan sekitar
‐ Klasifikasi Histopatologi menurut WHO (1982)
Tipe WHO 1
 Karsinoma sel skuamosa (KSS)
 Deferensiasi baik sampai sedang
 Sering eksofilik (tumbuh dipermukaan)
Tipe WHO 2
 Karsinoma non keratinisasi (KNK)
 Paling banyak pariasinya
 Menyerupai karsinoma transisional
Tipe WHO 3
 Karsinoma tanpa diferensiasi (KTD)
 Seperti antara lain limfoepitelioma, karsinoma anaplastik, “Clear Cell Carsinoma”, varian sel
epitel
 Lebih radiosensitif, prognosis lebih baik

2.3 Anatomi fisiologi nasofaring


Nasofaring merupakan rongga dengan dinding kaku di atas, belakang dan lateral, terletak
di bawah dasar tengkorak, belakang naris posterior, dan di atas palatum mole (Pearce, 2009). 4
batas nasofaring (Gibson, 2002) :
 Superior : Basis krani, diliputi oleh mukosa dan fascia
 Inferior : Bidang horizontal yang ditarik dari palatum durum ke posterior, bersifat subjektif karena
tergantung dari palatum durum
 Anterior : Choane, oleh os vomer dibagi atas choane kanan dan kiri
 Posterior : vertebra servicalis I dan II, Fascia space rongga yang berisi jaring longgar, Mukosa
lanjutan dari mukosa atas
 Lateral : Mukosa lanjutan dari mukosa atas dan belakang, Muara tuba eustachii, Fossa
rosenmulleri
Pada dinding lateral nasofaring lebih kurang 1,5 inci dari bagian belakang konka nasal
inferior terdapat muara tuba eustachius. Pada bagian belakang atas muara tuba eustachius terdapat
penonjolan tulang yang disebut torus tubarus dan dibelakannya terdapat suatu lekukan dari fossa
Rosenmuller dan tepat diujung atas posteriornya terletak foramen laserum. Pada daerah fossa ini
sering terjadi pertumbuhan jaringan limfe yang menyempitkan muara tuba eustachius sehingga
mengganggu ventilasi udara telinga tengah (Anas, 2008).
Dinding lateral nasofaring merupakan bagian terpenting, dibentuk oleh lamina
faringobasilaris dari fasia faringeal dan otot konstriktor faring superior. Fasia ini mengandung
jaringan fibrokartilago yang menutupi foramen ovale, foramen jugularis, kanalis karotis dan
kanalis hipoglossus. Struktur ini penting diketahui karena merupakan tempat penyebaran tumor ke
intrakranial (Pratiwi, 2012).
Nasofaring berbentuk kerucut dan selalu terbuka pada waktu respirasi karena dindingnya
dari tulang, kecuali dasarnya yang dibentuk oleh palatum molle. Nasofaring akan tertutup bila
palatum molle melekat ke dinding posterior pada waktu menelan, muntah, mengucapkan kata-kata
tertentu (Pratiwi, 2012).
Struktur penting yang ada di Nasofaring (Gunardi & Saputra, 2012)
1. Ostium Faringeum tuba auditiva muara dari tuba auditiva
2. Torus tubarius, penonjolan di atas ostium faringeum tuba auditiva yang disebabkan karena
cartilago tuba auditiva
3. Torus levatorius, penonjolan di bawah ostium faringeum yang disebabkan karena musculus
levator veli palatini
4. Plica salpingopalatina. Lipatan di depan torus tubarius
5. Plica salpingopharingea, lipatan di belakang torus tubarius, merupakan penonjolan dari musculus
salpingopharingeus yang berfungsi untuk membuka ostium faringeum tuba auditiva terutama
ketika menguap atau menelan
6. Recessus Pharingeus disebut juga fossa rossenmuller. Merupakan tempat predileksi Karsinoma
Nasofaring
7. Tonsila Pharingea, dibentuk oleh jaringan limfoid yang terbenam di dinding posterior
nasopharing. Disebut adenoid jika ada pembesaran. Sedangkan jika ada inflamasi disebut
adenoiditis
8. Tonsila tuba, terdapat pada recessus pharingeus
9. Isthmus pharinggeus merupakan suatu penyempitan di antara nasopharing dan oropharing karena
musculus sphincterpalatopharing
10. Musculus constrictor pharingeus dengan origo yang bernama raffae pharingei

Fungsi nasofaring
 Sebagai jalan udara pada respirasi
 Jalan udara ke tuba eustachii
 Resonator
 Sebagai drainage sinus paranasal kavum timpani dan hidung

2.4 Tanda dan gejala karsinoma nasofaring


Karsinoma nasofaring biasanya dijumpai pada dinding lateral dari nasofaring termasuk
fossa rosenmuler. Yang kemudian dapat menyebar ke dalam ataupun keluar nasofaring ke sisi
lateral lainnya dan atau posterosuperior dari dasar tulang tengkorok atau palatum, rongga hidung
atau orofaring. Metastase khususnya ke kelenjar getah bening servikal. Metastase jauh dapat
mengenai tulang, paru-paru, mediastinum dan hati (jarang). Gejala yang akan timbul tergantung
pada daerah yang terkena. Sekitar separuh pasien memiliki gejala yang beragam, tetapi sekitar
10% asimtomatik. Pembesaran dari kelenjar getah bening leher atas yang nyeri merupakan gejala
yang paling sering dijumpai. Gejala dini karsinoma nasofaring sulit dikenali oleh karena mirip
dengan saluran nafas atas (Lucente, 2011).
Pada Karsinoma nasofaring, paresis fasialis jarang menjadi manifestasi awal. Karena
lokasinya, karsinoma nasofaring menimbulkan sindrom penyumbatan tuba dengan tuli konduktif
sebagai keluhan. Perluasan infiltratif karsinoma nasofaring berikutnya membangkitkan perdarahan
dan penyumbatan jalan lintasan napas melalui hidung. Setelah itu, pada tahap berikutnya dapat
timbul gangguan menelan dan kelumpuhan otot mata luar (paralisis okular) (Muttaqin, 2008).
Gejala nasofaring yang pokok adalah (Huda Nurarif & Kusuma, 2013) :
1. Gejala Hidung
 Epiktasis : rapuhnya mukosa hidung sehingga mudah terjadi perdarahan
 Sumbatan Hidung : sumbatan menetap karena pertumbuhan tumor kedalam rongga nasofaring dan
menutupi koana, gejalanya adalah pilek kronis, ingus kental, gangguan penciuman
2. Gejala Telinga
 Kataralis/Oklusi tuba Eustachii : tumor mula-mula pada fossa rosenmuler, pertumbuhan tumor
dapat menyebabkan penyumbatan muara tuba (berdengung, rasa penuh, kadang gangguan
pendengaran)
 Otitis Media Serosa sampai perforasi dan gangguan pendengaran
 Sering kali pasien datang sudah dalam kondisi pendengaran menurun, dan dengan tes rinne dan
webber, biasanya akan ditemukan tuli konduktif
3. Gejala Mata
 Pada penderita KNF seringkali ditemukan adanya diplopia (penglihatan ganda) akibat
perkembangan tumor melalui foramen laseratum dan menimbulkan gangguan N. IV dan N. VI.
Bila terkena chiasma opticus akan menimbulkan kebutaan
4. Gejala Lanjut
 Limfadenopati servikal : melalui pembuluh limfe, sel-sel kanker dapt mencapai kelenjar limfe dan
bertahan disana. Dalam kelenjar ini sel tumbuh dan berkembang biak hingga kelenjar membesar
dan tampak benjola di leher bagian samping, lama-kelamaan karena tidak dirasakan kelenjar akan
berkembang dan melekat pada otot sehingga sulit digerakkan
5. Gejala Kranial
Gejala Kranial terjadi bila tumor sudah meluas ke otak dan mencapai saraf-saraf kranialis.
Gelajanya antara lain :
 Sakit kepala yang terus menerus, rasa sakit ini merupakan metastase secara hematogen
 Sensitibilitas derah pipi dan hidung berkurang
 Kerusakan pada waktu menelan
 Afoni
 Sindrom Jugular Jackson atau sindrom reptroparotidean mengenai N. IX, N. X, N. XI, N. XII.
Dengan tanda-tanda kelumpuhan pada Lidah, palatum, Faring atau laring, M.
Sternocleidomastoideus, dan M. trapezeus

2.5 Patofisiologi karsinoma nasofaring


Sel-sel epitel ganas nasofaring adalah sel poligonal besar dengan komposisi syncytial. Sel-
sel tidak menunjukkan parakeratosis atau kornifikasi dan sering bercampur dengan sel-sel limfoid
di nasofaring, sehingga dikenal sebagai lymphoepithelioma. Sudah hampir dipastikan ca
nasofaring disebabkan oleh virus eipstein barr. Hal ini dapat dibuktikan dengan dijumpai adanya
protein-protein laten pada penderita ca. nasofaring. Sel yang terinfeksi oleh EBV akan
menghasilkan protin tertentu yang berfungsi untuk proses proliferasi dan mempertahankan
kelangsungan virus di dalam sel host. Protein tersebut dapat digunakan sebagai tanda adanya EBV,
seperti EBNA-1 dan LMP-1, LMP-2A dan LMP-2B. EBNA-1 adalah protein nuclear yang
berperan dalam mempertahankan genom virus. EBV tersebut mampu aktif dikarenakan konsumsi
ikan asin yang berlebih serta pemaparan zat-zat karsinogen yang menyebabkan stimulasi
pembelahan sel abnormal yang tidak terkontrol, sehingga terjadi differensiasi dan proliferasi
protein laten(EBNA-1). Hal inilah yang memicu pertumbuhan sel kanker pada nasofaring, dalam
hal ini terutama pada fossa Rossenmuller (Wei & Sham, 2005).
Penggolongan Ca Nasofaring (Huda Nurarif & Kusuma, 2013) :
Tumor Size (T)
1. T : Tumor primer
2. T0 : Tidak tampak tumor
3. T1 : Kanker terbatas di rongga nasofaring
4. T2 : Kanker menginfiltrasi kavum nasal, orofaring atau di celah parafaring di anterior dari garis
SO ( garis penghubung prosesus stiloideus dan margo posterior garis tengah foramen magnum
os oksipital ).
5. T3 : Kanker di celah parafaring di posterior garis SO atau mengenai basis kranial, fosa
pterigopalatinum atau terdapat rudapaksa tunggal syaraf kranial kelompok anterior atau posterior.
6. T4 : Saraf kranial kelompok anterior dan posterior terkena serentak, atau kanker mengenai sinus
paranasal, sinus spongiosus, orbita, fosa infra-temporal.
Regional Limfe Nodes (N)
7. N0 : Belum teraba pembesaran kelenjar limfe .
8. N1 : Kelenjar limfe koli superior berdiameter < 4 cm.
9. N2 : Kelenjar koli inferior membesar atau berdiameter 4-7 cm.
10. N3 : Kelenjar limfe supraklavikular membesar atau berdiameter > 7 cm
Metastase Jauh (M)
11. M0 : Tak ada metastasis jauh.
12. M1 : Ada metastasis jauh.
Penggolongan stadium klinis, antara lain :
1. Stadium I : T1N0M0
2. Stadium II : T2N0 – 1M0, T0 – 2N1M0
3. Stadium III : T3N0 - 2M0, T0 – 3N2M0
4. Stadium Iva : T4N0 – 3M0, T0 – 4N3M0
5. Stadium Ivb : T apapun, N Apapun, M1

2.6 Pencegahan Karsinoma nasofaring


1. Ciptakan lingkungan hidup dari lingkungan kerja yang sehat, serta usahakan agar pergantian udara
lancar.
2. Hindari polusi udara, seperti kontak dengan gas hasil kimia, asap industri, asap kayu, asap rokok,
asap minyak tanah, dan polusi lain yang mengaktifkan virus Epstein Bar.
3. Hindari mengkonsumsi makanan yang diawetkan, makanan yang panas, atau makanan yang
merangsang selaput ledir.
(Mangan, 2009)

- Geografis - infeksi
- Jenis kelamin - Genetik
- Pekerjaan - Gaya Hidup
- Makanan diawetkan
Virus Eistain Barr
2.6 Patway Karsinoma Nasofaring
Metastasis sel-sel kanker getah bening melalui aliran limfe
Nyeri
Penyumbatan Muara tuba
Karsinoma Nasofaring
Pertumbuhan dan perkembangan sel-sel kanker di kelenjar getah bening
Pertumbuhan sel abnormal
Kelenjar melekat pada otot dan sulit digerakkan
Penekanan pada tuba eustacius
Benjolan massa pada leher bagian samping
Menembus kelenjar dan mengenai otak dibawahnya
Obstruksi jalan nafas
Hidung tersumbat dan adanya sekret
Ketidakefektifan bersihan jalan napas
Mengiritasi sel nasofaring
Hambatan komunikasi verbal
Gangguan Pendengaran

Infeksi dan menutupi koana


Tumor mula-mula pada fossa rosenmuler
Gangguan harga diri rendah
Perubahan sel pada nasofaring
Obstruksi pada waktu menelan
Suplai nutrisi jaringan menurun
Intake kurang
BB menurun
Ketidakseimbangan nutrisi kuramg dari kebutuhan tubuh
Berdengung
Resiko infeksi
ketidakkuatan pertahanan sekunder imunosupresi
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Untuk mencapai diagnosis dini harus melaksanakan hal berikut (Lucente, 2011) :
1. Tindakan kewaspadaan, perhatikan keluhan utama pasien.
Pasien dengan epiktasis aspirasi balik, hidung tersumbat menetap, tuli unilateral, limfadenopati
leher tak nyeri, sefalgia, rudapaksa saraf kranial dengan kausa yang tak jelas, dan keluhan lain
harus diperiksa teliti rongga nasofaringya dengan nasofaringoskop indirek atau elektrik.
2. Pemeriksaan kelenjar limfe leher.
Perhatikan pemeriksaan kelenjar limfe rantai vena jugularis interna, rantai nervus aksesorius dan
arteri vena transvesalis koli apakah terdapat pembesaran.
3. Pemeriksaan saraf kranial
Terhadap saraf kranial tidak hanya memerlukan pemeriksaan cermat sesuai prosedur rutin satu
persatu , tapi pada kecurigaan paralisis otot mata, kelompok otot kunyah dan lidah kadang perlu
diperiksa berulang kali, barulah ditemukan hasil yang positif
4. Pemeriksaan serologi virus EB
Dewasa ini, parameter rutin yang diperiksa untuk penapisan kanker nasofaring adalah VCA-IgA,
EA-IgA, EBV-DNAseAb. Hasil positif pada kanker nasofaring berkaitan dengan kadar dan
perubahan antibodi tersebut. Bagi yang termasuk salah satu kondisi berikut ini dapat dianggap
memilki resiko tinggi kanker nasofaring :
i. Titer antibodi VCA-IgA >= 1:80
ii. Dari pemeriksaan VCA-IgA, EA-IgA dan EBV-DNAseAb, dua diantara tiga indikator tersebut
positif.
iii. Dua dari tiha dari indikator pemeriksaan diatas, salah satu menunjukkan titer yang tinggi
kontinyu atau terus meningkat.
Bagi pasien yang memenuhi patokan tersebut , harus diperiksa teliti dengan nasofaringoskop
elektrik , bila perlu dilakukan biopsi. Yang perlu ditekankan adalah perubahan serologi virus Eb
dapat menunjukkan reaksi positif 4 – 46 bulan sebelum diagnosis kanker nasofaring ditegakkan.

 Diagnosis pencitraan (Lucente, 2011).


1. Pemeriksaan CT Scan : makna klinis aplikasinya adalah membantu menggambarkan invasi baik
ke bidang fasial paranasofaringeal dan invasi tulang tengkorak tanpa kelumpuhan nervus kranialis,
memastikan luas lesi, penetapan stadium secara adekuat, secara tepat menetapkan zona target
terapi, merancang medan radiasi, memonitor kondisi remisi tumor pasca terapi dan pemeriksaan
tingkat lanjut (Schwartz, 2000).
2. Pemeriksaan MRI : MRI memiliki resolusi yang baik terhadap jaringan lunak, dapat serentak
membuat potongan melintang, sagital, koronal, sehingga lebih baik dari pada CT. MRI selai
dengan jelas memperlihatkan lapisan struktur nasofaring dan luas lesi, juga dapat secara lebih dini
menunjukkan infiltrasi ke tulang. Dalam membedakan antara fibrosis pasca radioterapi dan
rekurensi tumor , MRI juga lebih bermanfaat .
a. Pencitraan tulang seluruh tubuh : berguna untuk diagnosis kanker nasofaring dengan metastasis
ke tulang, lebih sensitif dibandingkan rongtsen biasa atau CT, umumnya lebih dini 4-6
bulan dibandingkan rongsen. Setelah dilakukan bone-scan, lesi umumnya tampak sebagai
akumulasi radioaktivitas, sebagian kecil tampak sebagai area defek radioaktivitas. Bone-scan
sangat sensitif untuk metastasis tulang, namun tidak spesifik . maka dalam menilai lesi tunggal
akumulasi radioaktivitas , harus memperhatikan riwayat penyakit, menyingkirkan rudapaksa
operasi, fruktur, deformitas degeneratif tulang, pengaruh radio terapi, kemoterapi, dll.
b. PET (Positron Emission Tomography) : disebut juga pencitraan biokimia molukelar metabolik in
vivo. Menggunakan pencitraan biologismetabolisme glukosa dari zat kontras 18-FDG dan
pencitraan anatomis dari CT yang dipadukan hingga mendapat gambar PET-CT . itu memberikan
informasi gambaran biologis bagi dokter klinisi, membantu penentuan area target biologis kanker
nasofaring , meningkatka akurasi radioterapi, sehingga efektifitas meningkat dan rudapaksa radiasi
terhadap jaringan normal berkurang.
 Diagnosis histologi (Zulkarnain Haq, 2011)
Pada pasien kanker nasofaring sedapat mungkin diperoleh jaringan dari lesi primer nasofaring
untuk pemeriksaan patologik. Sebelum terapi dimulai harus diperoleh diagnosis histologi yang
jelas. Hanya jika lesi primer tidak dapat memeberikan diagnosis patologik pasti barulah
dipertimbangkan biopsi kelenjar limfe leher.
Pemeriksaan adanya kanker nasofaring dapat dilakukan dengan pemeriksaan
nasofaringoskopi, Rinoskopi anterior dan posterior menujukkan tumor pada nasofaring.
Selanjutnya untuk menentukan jenis tumor perlu diadakan biopsi dan pemeriksaan patologi. Foto
rontgen kepala dan CT-scan jika perlu dibuat untuk melihat metastasis ke intrakranial (Herawati
& Rukmini, 2000).

2.8 Penatalaksaan Karsinoma Nasofaring


a. Radioterapi
Radioterapi adalah pengobatan standar untuk karsinoma nasofaring. Tetapi hal ini dapat
menghasilkan komplikasi yang tidak diinginkan karena lokasi tumor di dasar tengkorak dan organ
yang rentan terhadap radiasi termasuk batang otak, sumsum tulang belakang, hipofisis hipotalamus
axis, temporal lobus, mata, telinga tengah dan dalam, dan kelenjar parotis (Wei & Sham, 2005).
Hal yang perlu dipersiapkan adalah keadaan umum pasien baik, hygiene mulut, bila ada infeksi
mulut diperbaiki dulu. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher (benjolan
di leher yang tidak menghilang pada penyinaran atau timbul kembali setelah penyinaran dan tumor
induknya sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan radiologik dan serologik), pemberian
tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan antivirus (Pratiwi, 2012).

b. Kemoterapi
Kemoterapi meliputi kemoterapi neodjuvan, kemoterapi adjuvan dan kemoradioterapi
konkomitan. Formula kemoterapi yang sering dipakai adalah : PF ( DDP + 5FU ),
kaboplatin+5FU, paklitaksel +DDP, paklitasel +DDP +5FU dan DDP gemsitabin , dll (Wei &
Sham, 2005).
DDP : 80-100 mg/m2 IV drip hari pertama ( mulai sehari sebelum kemoterapi , lakukan hidrasi 3
hari )
5FU : 800-1000 mg/m2/d IV drip , hari ke 1-5 lakukan infus kontinyu intravena.
Ulangi setiap 21 hari atau:
Karboplatin : 300mg/m2 atau AUC = 6 IV drip, hari pertama.
5FU : 800-1000/m2/d IV drip , hari ke 1-5 infus intravena kontinyu.
Ulangi setiap 21 hari.
c. Terapi Biologis
Dewasa ini masih dalam taraf penelitian laboraturium dan uji klinis.
d. Terapi Herbal TCM
Dikombinasi dengan radioterapi dan kemoterapi, mengurangi reaksi radiokemoterapi ,
fuzhengguben ( menunjang, memantapkan ketahanan tubuh) , kasus stadium lanjut tertentu yang
tidak dapat diradioterapi atau kemoterapi masih dapat dipertimbangkan hanya diterapi sindromnya
dengan TCM. Efek herba TCM dalam membasmi langsung sel kanker dewasa ini masih dalam
penelitian lebih lanjut.
e. Terapi Rehabiltatif
Pasien kanker secara faal dan psikis menderita gangguan fungsi dengan derajat bervariasi. Oleh
karena itu diupayakan secara maksimal meningkatkan dan memperbaiki kualitas hidupnya.
f. Rehabilitas Psikis
Pasien kanker nasofaring harus diberi pengertian bahwa pwnyakitnya berpeluang untuk
disembuhkan, uapayakan agar pasien secepatnya pulih dari situasi emosi depresi.
g. Rehabilitas Fisik
Setelah menjalani radioterapi, kemoterpi dan terapi lain, pasien biasanya merasakan kekuatan
fisiknya menurun, mudah letih, daya ingat menurun. Harus memperhatikan suplementasi nutrisi ,
berolahraga fisik ringan terutama yang statis, agar tubuh dan ketahanan meningkat secara bertahap.
h. Pembedahan
Dalam kondisi ini dapat dipertimbangkan tindakan operasi :
1. Rasidif lokal nasofaring pasca radioterapi , lesi relatif terlokalisasi.
2. 3 bulan pasca radioterapi kurtif terdapat rasidif lesi primer nasofaring
3. Pasca radioterapi kuratif terdapat residif atau rekurensi kelenjar limfe leher.
4. Kanker nasofaring dengan diferensiasi agak tinggi seperti karsinoma skuamosa grade I, II,
adenokarsinoma.
5. Komplikasi radiasi.
(Zulkarnain Haq, 2011)

2.9 Proknosis dari karsinoma nasofaring


Ditemukan bahwa karsinoma nasofaring tipe 1 (karsinoma sel skuamosa) memiliki
prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan karsinoma nasofaring tipe 2 dan 3. Hal ini terjadi
karena pada karsinoma nasofaring tipe 1, metastasis lebih mudah terjadi (Pratiwi, 2012). Secara
keseluruhan, angka bertahan hidup 5 tahun adalah 45%, tetapi pada stadium lanjut kurang dari 3
tahun. Prognosis diperburuk oleh beberapa faktor, seperti:
 Stadium yang lebih lanjut
 Usia lebih dari 40 tahun
 Laki-laki dari pada perempuan
 Ras Cina dari ras kulit putih
 Adanya pembesaran kelenjar leher
 Adanya kelumpuhan saraf otak adanya kerusakan tulang tengkorak
 Adanya metastasis jauh 12,16

2.10 Komplikasi pada Karsinoma Nasofaring


Metastasis ke kelenjar limfa dan jaringan sekitar merupakan suatu komplikasi yang selalu
terjadi. Pada KNF, sering kali terjadi komplikasi ke arah nervus kranialis yang bermanifestasi
dalam bentuk (Pratiwi, 2012) :
1. Petrosphenoid sindrom
Tumor tumbuh ke atas tengkorok lewat foramen laserum sampai sinus kavernosus menekan saraf
N. III. N. IV, N.VI juga menekan N.II yang menekan kelainan :
 Neuralgia trigeminus (N.V) : Trigeminal neuralgia meupakan suatu nyer pada wajah sesisi yang
ditandai dengan rasa seperti terkena aliran listrik yang terbatas pada daerah disribusi dari nervus
trigeminus.
 Plosis palpebra (N. III)
 Ophthalmoplegia (N. III, N. IV)

2. Retropariden sindrom
Tumor tumbuh ke depan kearah rongga hidung kemudian dapat menginfiltrasi ke sekitarnya.
Tumor ke samping dan belakang menuju ke arah daerah retropharing dimana ada kelenjar getah
bening. Tumor ini menekan saraf N. IX, N. X, N. XI, N. XII dengan manifestasi gejala.
 N. IX : kesulitan menelan karena hemiparesis otot konstriktor superior serta gangguan pada
sepertiga belakang lidah.
 N. X : hiper/hipoanestesi mukosa palatum mole, faring dan laring, disertai gangguan respirasi dan
saliva.
 N. XI : kelumpuhan/atrofi oto trapezius, otot SCM serta hemiparese palatum mole.
 N. XII : hemiparalisis dan atrofi sebelah lidah.
 Sindrom horner : kelumpuhan N, simpaticus servicalis, berupa penyempitan disura palpebralis,
Onoftalmus dan miosis.

Sel-sel kanker dapat mengalir bersama getah bening atau darah, mengenai organ tubuh
yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering adalah tulang, hati, dan paru. Hal ini merupakan
hasil akhir dan prognosis yang buruk. Dalam penelitian lain ditemukan bahwa karsinoma
nasofaring dapat mengadakan metastase jauh, ke paru-paru dan tulang, masing-masing 20%
sedangkan ke hati 10%, ginjal 0,4%, dan tiroid 0,4%.
BAB III
Asuhan Keperawatan Karsinoma Nasofaring

3.1 Pengkajian
A. Identitas
1. biodata klien
a. Nama : tidak mempengaruhi
b. Tempat tanggal lahir : tidak mempengaruhi
c. Umur : meningkat setelah umur 30 tahun, puncaknya pada umur 40-59 tahun dan menurun
setelahnya
d. Jenis Kelamin : Lebih dominan Laki-laki daripada perempuan
e. Suku Bangsa : lebih dominan ras cina
f. Status Perkawinan : tidak mempengaruhi
g. Pendidikan : bagi orang yang tingkat pendidikan rendah/minim mendapatkan pengetahuan
penyakit ini maka akan mengabaikan bahayanya penyakit ini
h. Pekerjaan : bagi orang yang tempat kerjaannya sering kontak dengan zat karsinogen dan
penghasilan kurang sehingga kebutuhan sosial ekonomi rendah maka akan menyebabkan dan
memperparah penyakit ini
i. Status Ekonomi : Lebih banyak dimiliki status ekonomi menegah ke bawah yang sering
mengkonsumsi ikan asin
j. Alamat : mungkin dipengaruhi lingkungan dan kebiasaan hidup di rumah yang kurang sehat
k. Tanggal Masuk : tidak mempengaruhi
l. No. Register : tidak mempengaruhi
2. Penanggung Jawab
a. Nama :
b. Alamat :
c. Umur :
d. Jenis Kelamin :
e. Pendidikan :
f. Tempat/Tanggal Lahir :
g. Hubungan dengan
klien :
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama (keluahan yang pertama kali dirasakan dan diucapkan klien) Leher terasa nyeri,
semakin lama semakin membesar, susah menelan, hidung terasa tersumbat, telinga seperti tidak
bisa mendengar, penglihatan berkunang-kunang, badan merasa lemas, serta BB turun drastis dalam
waktu singkat.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang (Tanyakan keluhan yang dirasakan sekarang)
P : Nyeri karena gangguan pada nasofaring
Q : Nyeri tak terbayangkan dan tak dapat diungkapkan, terlihat membesar pada bagian leher dan
terasa banyak gangguan pada hidung, telinga, dan mata, nyeri dirasakan setiap waktu
R : Keluhan dirasakan pada bagian dalam hidung, telinga, mulut dan menyebar
S : Keluhan yang dirasa mengganggu aktivitas, skala nyeri 10
T : Nyeri hilang timbul dan lebih sering saat bernafas dan menelan, keluhan muncul secara
bertahap
3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu (Tanyakan apakah klien pernah menderita penyakit yang
mempermudah terjadinya ca nasofaring)
Mempunyai profil HLA, pernah menderita radang kronis nasofaring
4. Riwayat Kesehatan Keluarga (Tanyakan apakah ada kluarga yang menderita penyakit yang
menyebabkan ca nasofaring)
5. Riwayat Kesehatan Lingkungan (Tanyakan tentang lingkungan klien)
Terbiasa terhadap lingkungan karsinogen

C. Pola Kesehatan Fungsional (Hidayat & Alimul, 2007)


1. Pola persepsi kesehatan – pemeliharaan kesehatan
Pada klien ca nasofaring terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya
pengetahuan tentang dampak sehingga menimbulkan presepsi yang negatif terhadap dirinya dan
kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena
itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.
2. Pola metabolisme nutrisi
Akibat adanya pembekakan pada saluran pernafasan atas shingga menimbulkan keluahan nyeri
pada leher, susah menelan, berat badan menurun dan lemas. Keadaan tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status
kesehatan penderita.
3. Pola eliminasi
Akibat kurangnya konsumsi air putih menyebabkan volume kencing berkurang, susah kencing.
Pada eliminasi alvi terdapat gangguan, klien buang air besar tidak teratur.
4. Pola aktivitas
Adanya Ca Nasofaring menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari
secara maksimal, penderita mudah mengalami lemah dan letih. Klien biasanya bekerja diluar
rumah, tapi saat ini klien hanya beristirahat di Rumah Sakit.
5. Pola istirahat – tidur
Adanya Ca nasofaring membuat klien mengalami perubahan pada pola tidur. Klien kurang tidur
baik pada waktu siang maupun malam hari. Klien tampak tergangu dengan kondisi ruang
perawatan yang ramai. Dan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur misalnya nyeri,
ansietas, berkeringat malam.
6. Pola kognitif – persepsi
Klien mampu menerima Pengetahuan, ide persepsi, dan bahasa. Klien mampu melihat, mendengar,
mencium, meraba, dan merasa dengan baik.
7. Pola persepsi diri – konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan
pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga. Klien mengalami
cemas karena kurangnya pengetahuan tentang sifat penyakit, pemeriksaan diagnostik dan tujuan
tindakan yang diprogramkan.
8. Pola hubungan – peran
Ca nasofaring yang sukar sembuh menyebabkan penderita malu dan manarik diri dari pergaulan.
9. Pola seksual – reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan
gangguan potensi seksual, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses
ejakulasi serta orgasme. Selama dirawat di rumah sakit klien tidak dapat melakukan hubungan
seksual seperti biasanya.
10. Pola penanganan masalah – strees – toleransi
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit kronik, perasaan tidak berdaya karena
ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah
tersinggung, kehilangan kontrol, dan menarik diri dapat menyebabkan penderita tidak mampu
menggunakan mekanisme koping yang konstruktif/adaptif. Klien merasa sedikit stress
menghadapi tindakan kemoterapi/sitotraktika karena kurangnya pengetahuan.
11. Pola keyakinan – nilai-nilai
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta Ca nasofaring tidak
menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pada ibadah penderita.

D. Pemeriksaan Fisik
1. Penampilan atau keadaan umum
Secara keseluruhan keadaan tidak baik, BB menurun
2. Tingkat kesadaran
Kesadaran klien tidak begitu terkontrol, mata : 2, Respon Verbal : 5, Respon motor : 4, indra
penciuman terganggu, ketajaman terganggu, berjalan sempoyongan, tidak bisa seimbang
3. Tanda-Tanda Vital
1. Suhu Tubuh : 37,5oC
2. Tekanan Darah : 140/90 mmHg
3. Nadi : 94 x/menit
4. RR : 24 x/menit
4. Pemeriksaan Head to Toe
a. Pemeriksaan Kepala
1. Tulang tengkorak : Inspeksi (bentuk mesocepal, ukuran kranium, bulat sempurna, tidak ada
deformitas, tidak ada benjolan, tidak ada pembesaran kepala) Palpasi (tidak ada nyeri tekan)
2. Kulit kepala : Inspeksi (kulit kepala bersih, tidak ada lesi, tidak ada skuama, tidak ada
kemerahan, tidak ada nevus)
3. Wajah : Inspeksi (ekspresi wajah bingung, keadaan simetris, tidak ada edema, dan tidak ada
massa) Palpasi : (tidak ada kelainan sinus)
4. Rambut : Inspeksi (rambut kotor, ada ketombe, ada uban) Palpasi (rambut rontok)
5. Mata : Inspeksi (bulat besar, bersih tidak cowong, simestris, konjungtiva tidak anemis, sclera
tidak ikterik, pupil isokor, diameter 3 mm, reflek cahaya positif, gerakan mata tidak normal,
fungsi penglihatan tidak terlalu baik) Palpasi (bola mata normal, tidak ada nyeri tekan)
6. Hidung : Inspeksi (keadaan kotor, ada lendir, ada polip, ada pernafasan cuping hidung, ada
deviasi septum, mukosa lembab, kesulitan bernafas, warna cokelat, tidak ada benda
asing) Palpasi (tidak ada nyeri tekan)
7. Telinga : Inpeksi (Simetris, bersih, fungsi pendengaran kurang baik,tidak ada serumen, tidak
terdapat kelainan bentuk) Palpasi (normal tidak ada lipatan, ada nyeri)
8. Mulut : Inspeksi (kotor, tidak ada stomatitis, mukosa bibir lembab,lidah simetris, lidah
kotor, gigi kotor, ada sisa makanan, berbau, gigi atas dan bawah tanggal 3/2, sebagian goyang,
faring ada pembekakan, tonsil ukuran tidak normal, uvula tidak simetris) Palpasi (tidak ada lesi)
9. Leher dan Tenggorok : Inspeksi dan Palpasi (Tidak ada pembesaran jvp, ada pembesaran
limfe, leher panas)
b. Pemeriksaan Dada dan Thorak
1. Paru-paru :
Inspeksi : Pergerakan dinding dada tidak normal, tidak ada batuk, nafas dada, frekuensi
nafas 24 x/menit.
Palpasi : Suara fremitus kanan-kiri, tidak ada nyeri tekan, .
Perkusi : Sonor pada saluran lapang paru.
Auskultasi : Suara dasar paru vesikuler, tidak ada weezing.
2. Jantung :
Inspeksi : Normal (Iktus kordis tidak tampak).
Palpasi : Normal (Iktus kordis teraba pada V±2cm)
Perkusi : Normal (Pekak)
Auskultasi : Normal (BJ I-II Murni, tidak ada gallop, tidak ada murmur)
c. Pemeriksaan Payudara
Inspeksi : Bersih, tidak ada pembekakan, bentuk simetris
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
d. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Perut datar, tidak ada bekas post operasi, warna cokelat, permukaan normal
Auskultasi : Bising usus 10x/menit
Palpasi : Tidak ada nyeri, tidak ada benjolan, kulit normal, Hepar tidak teraba, limpa tidak teraba,
Ginjal tidak teraba, tidak ada ascites, tidak ada nyeri pada Titik Mc. Burney
Perkusi : Timpani, tidak ada cairan atau udara
e. Pemeriksaan Anus dan Genitalia
1. Anus
Inspeksi : Warna cokelat, tidak ada bengkak atau inflamasi
Palpasi : Feses keras, tidak ada darah, tidak ada pus, tidak ada darah
2. Genitalia
Wanita
Inspeksi : Warna merah muda, tidak berbau, tidak ada lesi, nodul, pus, daerah bersih, bentuk
simetris, tidak varices
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, Fungsi Reproduksi baik, tidak terpasang DC
Laki-Laki
Inspeksi : Ada rambut pubis, kulit penis normal, lubang penis ditengah, kulit skrotum halus, tidak
ada pembekakan, posisi testis norma
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada batang penis dan skrotum
f. Pemeriksaan Ekstremitas
1. Ekstremitas Atas :
Inspeksi : Jari tangan lengkap, kuku bersih, bentuk simetris, tidak ada sianosis di lengan kanan
atas, tidak ada edema.
Palpasi : Denyut nadi 94 x/menit, kuku normal, kekuatan menggenggam normal
2. Ektremitas Bawah :
Inspeksi : bentuk simetris, warna kulit cokelat, kuku bersih, ada bulu, tidak ada lesi, tidak ada
edema, tidak ada sianosis, persendian normal.
Palpasi : Nadi 94 x/menit, tidak ada nyeri tekan
3. Tulang Belakang :
Inspeksi : Postul normal, vertebra normal, lengkungan normal
Palpasi : Otot bekerja baik
g. Pemeriksaan Kulit
Inspeksi : Kulit bersih, Kulit pucat, kulit kering, tidak ada lesi
Palpasi : Tekstur tidak normal pada bagian leher, ada turgor

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Labolatorium
o Hb : 11,9 g/dl
o Leukosit : 3000 sel/mm3
o Trombosit : 556000/mm3
o Ht : 35,4%
o Eritrosit : 4,55 x 106/mm3
o LED : 10

Pemeriksaan Diagnostik
kopi : Melihat Liang telinga, membran timpani
2. Nasofaringoskopi : Ada massa di hidung atau nasofaring
3. Rinoskopi anterior : Pada tumor endofilik tak jelas kelainan di rongga hidung mungkin hanya
banyak sekret. Sedangkan pada tumor eksofilik tampak tumor di bagian belakang rongga hidung,
tertutup sekret mukopurulen, fenomena palatum mole negatif.
4. Rinoskopi posterior : Pada tumor endofilik tak terlihat masa, mukosa nasofaring tampak lebih
menonjol, tak rata, dan puskularisasi meningkat. Sedangkan pada tumor eksofilik tampak masa
kemerahan.
5. Biopsi multiple
6. Radiologi : Thorak PA, Foto tengkorak, CT Scan, Bone Scantigraphy (bila dicurigai metastase
tulang)
7. Pemeriksaan Neuro-oftalmologi : untuk mengetahui perluasan tumor kejaringan sekitar yang
menyebabkan penekanan atau infiltrasi kesaraf otak, manifestasi tergantung dari saraf yang
dikenai

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut b.d metastase sel kanker
2. Ketidakefektifan Bersihan jalan nafas b.d adanya bendaa asing (tumor ganas)
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang kurang
4. Hambatan komunikasi verbal b.d gangguan status organ sekunder metastase tumor
5. Resiko infeksi b.d ketidakkuatan pertahanan sekunder imunosupresi
6. Harga diri Rendah b.d perubahan perkembangan penyakit

3.3 Contoh Intervensi Keperawatan


Tgl/Jam Tujuan dan Kriteria
No Intervensi Rasional TTD
Hasil
Setelah dilakukan O: Observasi reaksi  Informasi
tindakan keperawatan nonverbal dari memberikan data
selama 2 x 24 jam klien ketidaknyamanan dasar untuk
diharapkan nyeri dapat O: Kaji dan monitor mengevaluasi
berkurang dan berapa skala nyeri kebutuhan/keefektifan
terkontrol. O: Lakukan dengan intervensi
KH : komunikasi terapeutik
 Untuk menjaga
K : Klien mampu N: Pantau aktivitas
kenyamanan pasien
menunjukkan tingkat klien, cegah hal-hal
nyeri dengan yang bisa memicu  Meningkatkan
menunjukkan skala terjadinya nyeri relaksasi dan
nyeri (0-10) N: Bantu klien untuk pengalihan perhatian
1.
A : Klien mampu lebih berfokus pada
mengutarakan aktivitas bukan pada  Mengurangi rasa
ketidaknyamanan nyeri ketidaknyamanan
dengan yang dikeluhkan N: Lakukan karena nyeri
P : Klien merasa penanganan nyeri  Membantu
nyerinya sudah dengan relaksasi menurunkan ambang
berkurang E: Berikan sokongan presepsi nyeri
P : Setelah dilakukan (support) pada
tindakan keperawataan ektremitas yang luka.  Mengurangi rasa
klien dapat melakukan C: Kolaborasi nyeri
aktifitas dengan normal. pemberian obat-
Skala nyeri : 6 obatan analgesik
Setelah dilakukan O: Monitor  Untuk mengetahui
tindakan keperawatan TTV, Klien TTV dan
2.
selama 2 x 24 jam klien dianjurkan untuk memudahkan tindakan
diharapkan dapat
mempertahankan jalan napas dalam sebelum  Untuk mengetahui
nafas tetap terbuka dan dilakukan tindakan sumbatan
bersihan jalan nafas O: Kaji kebutuhan
 Untuk meringankan
paten. oral
bebab klien
KH : O: Klien dianjurkan
K : Klien dapat untuk istirahat dan  Memungkinkan untuk
menunjukkan jalan napas dalam setelah pengembangan
nafas yang paten dilakukan tindakan maksimal rongga dada
A : Klien mampu N: Atur posisi klien
mengidentifikasi dan dengan bagian kepala  Membedakan suara
mencegah faktor yang tempat tidur nafas
dapat menghambat jalan ditinggikan 450  Supaya tidak terjadi
nafas N: Auskultasi suara infeksi
P : Klien mampu batuk nafas sebelum dan
efektif dan suara nafas sesudah suctioning  Untuk memudahkan
yang bersih, tidak ada N: Menggunakan alat pengeluaran sekret
sianosis, dan dyspneu yang steril  Untuk memudahkan
P : Nasofaring dapat N: Menginstruksikan pengeluaran sekret
bekerja dengan baik, klien tentang batuk
respirasi dalam batas dan teknik napas  Jalan napas tetap
normal 16-20x/menit dalam stabil
TTV N: Penghisapan  Kelembaban
Suhu : 36,00C nasofaring untuk menurunkan
TD : 140/90 mmHg mengeluarkan sekret kekentalan sekret
Nadi : 70 x/menit N: Monitor respirasi
RR : 20 x/menit dan status O2  Supaya pasien
N: Berikan mengerti
udara/oksigen yang
 Untuk memudahkan
telah dihumidifikasi
pengobatan
E: Jelaskan pada klien
tentang suctioning
C: Kolaborasi
melakukan fisioterapi
dada, melakukan
suction, memberi
bronkodilstor bila
perlu
Setelah dilakukan O: Kaji dan hitung  Untuk mengetahui 
tindakan keperawatan kadar nutrisi pada tentang keadaan dan
selama 2 x 24 jam klien klien kebutuhan nutrisi
3. diharapkan O: Kaji kemampuan pasien sehingga dapat
mendapatkan nutrisi klien untuk diberikan tindakan
yang seimbang. mendapatkan nutrisi dan pengaturan nutrisi
KH : yang dibutuhkan
K : Klien mengetahui O: Monitor  Untuk mencegah
penyebab kekurangan pertumbuhan dan kekurangan nutrisi
nutrisi perkembangan nutrisi  Untuk memenuhi
A : Klien dapat N: Berikan makanan kebutuhan asupan
menutarakan sedikit dan sering kalori yang adekuat
ketidaknyamanan dengan bahan  Kebutuhan terhadap
keadaan sekarang makanan yang tidak diet dapat mencegah
P : Klien mampu bersifat iritatif komplikasi
mengatur pola makan N: Anjurkan pasien  Mengetahui
dan kebutuhan nutrisi untuk mematuhi diet perkembangan berat
P : Klien tidak yang telah badan
mersakan tubuh lemas, diprogramkan  Untuk memudahkan
berat badan naik, dan N: Berikan substansi klien menelan
nafsu makan bertambah gula  Kebutuhan pasien
N: Timbang klien teratasi
A= BB : menurun pada interval yang  Untuk memenuhi
B= HB : turun tepat kebutan nutrisi
C= Klien biasanya N: Ubah posisi pasien  Untuk memberikan
tampak lemas dan semi fowler atau nutrisi maksimal
pucat, kulit kering fowler tinggi dengan upaya
D= Porsi makan E: Ajarkan klien minimal pasien /
berkurang biasanya 3 bagaimana membuat penggunaan energi
kali menjadi 1 kali catatan makanan
harian
E: Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
E: Jelaskan bagaimana
tanda-tanda
kekurangan nutrisi
C: Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan klien
Setelah dilakukan O: Kaji kemampuan  Untuk memudahkan 
tindakan keperawatan klien untuk intervensi kepada
selama 2 x 24 jam klien menghindari infeksi klien
diharapkan tidak terjadi O: Monitor TTV,  Merupakan tanda
4.
infeksi. tanda dan gejala adanya infeksi apabila
KH : infeksi sistemik dan terjadi peradangan
K : Klien mengetahui lokal  Untuk melindungi
proses penularan tubuh terhadap infeksi
penyakit dan faktor O: Monitor  Meminimalkan
penularan kerentanan terhadap penyebaran dan
A : Klien menunjukkan infeksi penularan agens
suhu norma dan tanda- N: Intruksikan untuk infeksius
tanda vital normal menjaga hygiene  Untuk Mencegah
P : Klien mampu personal infeksi semakin
mencegah infeksi dan N: Berikan perawatan bertambah
melakukan hidup sehat kulit pada area  Supaya personal
P : Klien bernafas epidema hygiene terjaga
normal, melakukan nafa N: Inspeksi kulit dan  Untuk menjaga
dalam untuk mencegah membran mukosa penularan infeksi
disfungsi dan infeksi terhadap kemerahan,  Antibiotik dapat
respiratori panas, drainase mencegah sekaligus
TTV E: Batasi pengunjung membunuh kuman
Suhu : 36,00C E: Pertahankan penyakit untuk
TD : 140/90 mmHg lingkungan aseptik berkembangbiak
Nadi : 70 x/menit E: Ajarkan klien dan
RR : 20 x/menit keluarga tanda dan
gejala infeksi serta
cara menghindari
infeksi
E: Ajakan pengunjung
untuk mencuci tangan
C: Memberi terapi
antibiotik bila perlu
Infection Protection
Setelah dilakukan O: Kaji  Untuk mengetahui 
tindakan keperawatan ketidakmampuan tingkat kemampuan
selama 2 x 24 klien dalam dan ketidakmampuan
jamganguan komunikasi kemampuan untuk klien dalam
verbal dapat teratasi. berbicara, mendengar, berkomunikasi
KH : menulis membaca,  Untuk membantu
K : Klien mengerti dan memahami pasien agar cepat/
penyebab tidak bisa N: Berdiri didepan mudah berkomunikasi
5. berkomuunikasi pasien saat berbicara  Alat bantu dengar
A : Klien dan bicara agak keras dapat membantu
mengungkapkan tidak N: Dorong klien untuk pendengaran sehingga
bisa mengontrol respon berkomunikasi secara dalam berkomunikasi
ketakutan dan perlahan dan klien dapat
kecemasan terhadap mengulangi melakukannya
ketidakmapuan permintaan  Untuk memelihara
mendengar E: Anjurkan kepada kepercayaan dan
pasien dan keluarga mengurangi frustasi
P : Klien merasa nyeri tentang alat bantu  Untuk membantu
saat berkomunikasi mendengar pasien mudah
hilang E: Anjurkan keluarga berkomunikasi
P : Klien untuk memberi
mampu mengontrol stimulus komunikasi
respon, memanajemen C: Konsultasikan
kemampuan fisik yang dengan dokter
dimiliki, kebutuhan mendengar
mengkomunikasikan
kebutuhan dengan
lingkungan sosial
Setelah dilakukan O: Monitor frekuensi  Untuk mengetahui 
tindakan keperawatan komunikasi verbal seberapa lancar
selama 2 x 24 klien negative berkomunikasi
jamgangguan harga diri O: Kaji alasan untuk  Supaya klien tidak
pasien teratasi. mengkritik atau lagi menyalahkan diri
KH : menyalahkan diri sendiri
K : Klien mampu sendiri  Untuk menguatkan
mengenali kekuatan diri N: Dorong klien diri klien
A : Klien mengidentifikasi  Untuk meningkatkan
mengungkapkan kekuatan dirinya rasa tanggung jawab
perubahan gaya hidup N: Dukung dan bisa menerima
tentang perasaan tidak peningkatan tanggung keadaan
berdaya, dan keinginan jawab diri  Untuk meningkatkan
untuk mendapatkan N: Dukung Klien rasa percaya diri
6.
konseling untuk menerima  Untuk Menambah
P : Klien mampu tantangan baru rasa percaya diri pada
menerima diri, E: Ajarkan klien dan lebih mudah
menerima kritik dari Keterampilan perilaku untuk
orang lain dan yang positif mengaplikasikannya
komunikasi terbuka E: Tunjukkan rasa
P : Klien dapat percaya diri terhadap
beradaptasi terhadap kemampuan klien
penyakit, percaya diri, C: Kolaborasi dengan
optimis tentang masa sumber-sumber lain
depan, dan merubah (petugas dinas social,
hidup perawat spesialis
klinis, dan layanan
keagamaa)

3.5 Contoh Implementasi Keperawatan


Tgl/jam No. Dx Implementasi Respon Pasien TTD
Senin, Mengkaji keluhan utama DS : Klien
1/06/2015 Mengkaji tingakat nyeri mengatakan nyeri
07.15 Dan monitor TTV pada bagian leher
P : Nyeri karena
07.20 Memberikan cairan infuse gangguan pada
nasofaring
07.25 Memberian obat-obatan Q : Nyeri seperti
analgesik ditekan-tekan, terlihat
membesar pada
07.30 Lakukan penanganan nyeri bagian leher
dengan relaksasi dan R : Nyeri pada hidung,
1
memberi sokongan telinga, mulut dan
(support) pada ektremitas menyebar
07.45 yang luka S : Skala nyeri 5
T : Mulai 3 bulan
yang lalu, nyeri hilang
timbul dan lebih
sering saat bernafas
dan menelan
DO : Klien terlihat
menahan sakit, prilaku
hati-hati, dan merintih
08.00 Memposisikan pasien semi DS : Klien
fowler mengatakan
2 kesulitan bernafas
08.15 Auskultasi suara nafas pada hidung
DO : Klien terlihat
08.30 Pemberian oksigen Irama ireguler, sesak
nanaf, Sianosis,
08.45 2 Menginstruksikan klien Adanya sputum, suara
untuk batuk dan teknik serak
napas dalam
09.15 Melakukan pendekatan DS : Klien
4, 5, 6 therapeutik pada klien dan mengatakan telah
berkomunikasi dengan dekat mengerti tentang
penyakit yang di
Memberikan penjelasan derita
09.30 2 sebab-sebab dan akibat DO : Paham dan
terjadinya nyeri mengerti
10.00 3 Melakukan penimbangan DS : Klien
berat badan mengatakan pada
leher terasa gatal
4, 5 DO :
10.30 Mengajarkan klien menjaga BB : menurun
personal hygiene Kebersihan terjaga
11.00 Ubah posisi pasien semi DS : Klien
fowler atau fowler tinggi mengatakan
11.10 2, 3 Menganjurkan pasien kekurangan asupan
mencuci tangan gizi dan nyaman pada
11.15 Pemberian makanan yang posisi semi fowler
lunak
11.30 Pemberian makanan sedikit DO : Sedikit kuat
dan sering karena kebutuhan gizi
11.45 Menganjurkan klien untuk terpenuhi sesuai
3, 4, 5 memperbanyak kebutuhan
mengkonsumsi buah dan BB : sedikit
sayuran. meningkat
12.00 Monitor respirasi dan status DS : Klien merasa
O2 masalah sebagian
12.15 Monitoring TTV teratasi
12.30 Pantau aktivitas klien,cegah
hal-hal yang bisa memicu DO :
1, 2 terjadinya nyeri Suhu : 36,50C
12.45 Bantu klien untuk lebih TD : 110/90 mmHg
berfokus pada aktivitas Nadi : 60 x/menit
bukan pada nyeri RR : 18 x/menit

13.00 Berikan perawatan kulit DS : Klien


Membersihkan, memantau, mengatakan kulit
dan meningkatkan proses terasa gatal, masih
penyembuhan luka nyeri
4, 5, 6
Pantau kegiatan pasien yang
13.30 menyebabkan nyeri DO : Kulit tidak
merasa gatal, nyeri
berkurang
14.00 Melakukan kolaborasi DS :
1, 2, 3,
dengan dokter DO : Klien mulai
4, 5, 6
pemberianobat berkurang keluhan

3.6 Evaluasi
Hari/Tgl/Jam No. Dx Evaluasi TTD
S : pasien mengatakan nyeri pada leher
Senin,
P : Nyeri karena gangguan pada nasofaring
1/06/2015 1.
Q : Nyeri seperti ditekan-tekan, terlihat membesar
pada bagian leher
R : Nyeri pada hidung, telinga, mulut dan
menyebar
S : Skala nyeri 5
T : Mulai 3 bulan yang lalu, nyeri hilang timbul
dan lebih sering saat bernafas dan menelan
O : terlihat menahan nyeri
A : Masalah belum teratasi
P : intervensi di lanjutkan (1, 2, 3, 4, 5, 6)
S: Klien mengatakan masih merasakan gangguan
pernafaan
O: Klien terlihat tidak merasa nyaman, RR:
2.
20x/menit, S: 37,50C
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
S : pasien mengatakan kondisinya sedikit kuat
O : pasien kuat berdiri
3.
A : masalah sebagian teratasi
P : intervensi dilanjutkan
S : Klien mengatakan masih sedikit gatal
O : Klien merasa kurang nyaman
4.
A : Masalah sebagian teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
S : klien mengatakan susah bergaul/berkomunikasi
dengan orang lain
O : Klien tidak dapat melakukan komunikasi
5.
verbal dengan baik
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
S : Klien mengatakan leher masih besar
O : Klien masih menahan diri
6..
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh pada ephitalial pelapis
ruangan dibelakang hidung (nasofaring) dan belakang langit-langit rongga mulut dengan
predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Kanker ini lebih sering ditemukan pada
pria dibanding wanita dengan rasio 2-3-1 dan apa sebabnya belum dapat diungkapkan dengan
pasti, mungkin ada hubugannya dengan faktor genetic, kebebasan hidup, pekerjaan dan lain-lain.
Karsinoma nasofaring menimbulkan sindrom penyumbatan tuba dengan tuli konduktif sebagai
keluhan. Perluasan infiltratif karsinoma nasofaring berikutnya membangkitkan perdarahan dan
penyumbatan jalan lintasan napas melalui hidung. Setelah itu, pada tahap berikutnya dapat
timbul gangguan menelan dan kelumpuhan otot mata luar (paralisis okular). Untuk mencapai
diagnosis harus melaksanakan Pemerksaan fisik maupun Pemeriksaan Diagnostik diantaranya
CT Scan, MRI, dll. Pada Karsinoma nasofaring biasanya dilakukan pengobatan Radioterapi
maupun Kemoterapi.

4.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan pembaca dapat memahami tentang Karsinoma
Nasofaring yang sangat berbahaya. Lalu dapat mendeteksi awal terhadap gejala karsinoma
nasofaring karena seringkali penderita karsinoma nasofaring terdeteksi pada stadium lanjut. Dan
bagi pembaca yang berprofesi sebagai perawat atau tenaga medis lainnya agar lebih memahami
tentang Karsinoma Nasofaring sehingga dapat lebih memahami kebutuhan klien, memberi
motivasi, memberi pengetahuan, dan memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat
dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Anas, T. (2008). Klien Gangguan Pernapasan : Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Ernawati, Kadrianti, E., & Basri, H. M. (2004). Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 4 Nomor 2. Faktor-
Faktor yang Berhubungan dengan Karsinoma Nasofaring (KNF), 224.
Gibson, J. (2002). Fisiologi dan Anatomi Modern Untuk Perawat. Jakarta: EGC.
Gunardi, d. S., & Saputra, d. L. (2012). Quick Review Anatomi Klinik, Edisi Kedua. Tanggerang Selatan: Binapura
Aksara Publisher.
Hidayat, & Alimul, A. A. (2007). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.
Huda Nurarif, A., & Kusuma, H. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda
Nic-Noc, Jilid 1. Yogyakarta: Mediaction Publishing.
Lucente, F. F. (2011). Ilmu THT Esensial. Jakarta: EGC.
Mangan, Y. (2009). Solusi Sehat Mencegah dan Mengatasi Kanker. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.Jakarta:
Salemba Medika.
Pratiwi, N. (2012, September 28). Makalah Ca Nasofaring. Dipetik Mei 16, 2015, dari Makalah Ca Nasofaring
Web site: http://www.scrib.com
Wei, W. I., & Sham, J. S. (2005). Nasopharyngeal carsinoma. carsinoma Nasofaring, 2-3.
Wilkinson, J. M. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Zulkarnain Haq, N. (2011, Oktober 12). Askep Kanker Nasofaring. Dipetik Mei 16, 2015, dari Askep Kanker
Nasofaring Web Site: http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Karsinoma nasofaring berkembang di nasofaring, suatu area di belakang hidung menuju


dasar tengkorak. Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang
terbanyak ditemukan di Indonesia (American Cancer Society, 2011 dan Roezin, 2010).
Karsinoma nasofaring jarang sekali ditemukan di benua Eropa, Amerika, ataupun Oseania.
Insidennya umumnya kurang dari 1/100.000. Insiden di beberapa negara Afrika agak tinggi, sekitar
5-10/100.000 penduduk. Tapi, relatif sering ditemukan di berbagai Asia Tenggara dan China. Di
RRC, walaupun karsinoma nasofaring jauh lebih sering ditemukan daripada di berbagai daerah
lain di dunia, mortalitas rata-rata nasional hanya 1,88/100.000 pada laki-laki 2,49/100.000, dan
1,27/100.000 pada perempuan (Desen, 2008).
Di Amerika Utara, karsinoma nasofaring terjadi pada 7 dari 1.000.000 penduduk. Pada
tahun 2011, ada sekitar 2,750 kasus di Amerika Serikat (American Cancer Society, 2011).
Di Indonesia, didapatkan di bagian THT RSUD Dr. Sutomo (selama tahun 2000-2001),
poliklinik onkologi melaporkan penderita baru karsinoma nasofaring berjumlah 623 orang. Di
bagian THT RSUP H.Adam Malik, selama 1991-1996 terdapat kasus 160 tumor ganas, 94 kasus
(58,81%) merupakan karsinoma nasofaring (Rusdiana, 2006).
Karsinoma nasofaring dapat terjadi pada segala usia, tapi umumnya menyerang usia 30-60
tahun, hingga 75-90%. Proporsi laki-laki dan perempuan adalah 2-2,8-1 (Desen, 2008).
Latar belakang etnis dan paparan kepada (Epstein-Barr Virus) EBV bisa mempengaruhi
faktor risiko perkembangan karsinoma nasofaring. Faktor risiko yang termasuk ke dalam halayak
yang berisiko ini adalah: Orang Cina atau keturunan Asia, Paparan EBV telah berkaitan dengan
karsinoma tertentu, termasuk karsinoma nasofaring dan beberapa lymphoma, dan terlalu banyak
minum alkohol (National Cancer Institute, 2011).
Telah banyak ditemukan kasus herediter atau familier faktor genetik dari pasien karsinoma
nasofaring dengan keganasan pada organ tubuh lain. Pengaruh genetik terhadap karsinoma
nasofaring sedang dalam penelitian dengan mempelajari cell mediated immunity dari EBV
dan tumor assosiated antigens pada karsinoma nasofaring. Sebagian besar pasien adalah golongan
sosial ekonomi rendah dan hal ini menyangkut pula dengan keadaan lingkungan dan kebiasaan
hidup (Roezin, 2010).
Hampir semua sel karsinoma nasofaring mengandung virus EBV, dan kebanyakan orang
dengan karsinoma nasofaring memiliki bukti infeksi oleh virus ini di dalam darah. Infeksi EBV
sangat umum di suluruh dunia, dan sering terjadi pada masa kanak-kanak. Infeksi EBV sendiri
belum cukup untuk menyebabkan karsinoma nasofaring karena infeksi ini sangat umum dan
kanker ini jarang terjadi. Faktor-faktor lain, seperti genetik seseorang, mungkin mempengaruhi
bagaimana tubuh berespon terhadap EBV, yang pada gilirannya mempengaruhi bagaimana EBV
memberikan kontribusi terhadap perkembangan karsinoma nasofaring (American Cancer Society,
2011).
Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah iritasi oleh bahan kimia, asap sejenis kayu
tertentu, kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu, dan kebiasaan makan
makanan terlalu panas serta memakan makanan yang diawetkan dalam musim dingin dengan
menggunakan bahan pengawet nitrosamine. Terdapat hubungan antara kadar nikel dalam air
minum dan makanan dengan mortalitas karsinoma nasofaring, sedangkan adanya hubungan
dengan keganasan lain tidak jelas (Roezin, 2010). Selain iu juga debu kayu (Herza, 2010), serta
asap dupa (kemenyan) bisa merupaka faktor lingkungan (Rusdiana, 2006).
Tembakau adalah penyebab yang paling sering disebut dalam perkembangan karsinoma
sel skuamosa. Bahkan, perokok berat dan hygiene mulut yang buruk telah dituduh sebagai faktor
penyebab (Adams, 1997).
Diagnosis dini menentukan prognosis pasien, namun cukup sulit untuk dilakukan , karena
nasofaring tersembunyi di belakang tabir langit-langit dan terletak di bawah dasar tengkorak. Oleh
karena itu, tidak mudah diperiksa oleh mereka yang bukan ahli. Sering kali, tumor ditemukan
terlambat dan menyebabkan metastasis ke leher lebih sering ditemukan sebagai gejala pertama.
Sangat mencolok perbedaan (angka bertahan hidup 5 tahun), antara stadium awal dan
stadium lanjut, yaitu 76.9% untuk stadium I, 56.0% untuk stadium II, 38.4% untuk stadium III dan
hanya 16.4% untuk stadium IV (Roezin, 2010).
Dari hasil survei pendahuluan yang telah dilakukan di RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN,
didapatkan data dari tahun 2008-2010 jumlah keseluruhan pasien penderita penyakit karsinoma
nasofaring yang dirawat inap berjumlah 141 pasien. Dengan perincian pada tahun 2008 berjumlah
82 pasien, 2009 berjumlah 32 pasien, dan 2010 berjumlah 27 pasien.

1.2. Rumusan Masalah

Bagimanakah gambaran klinis pasien karsinoma nasofaring?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran klinis pasien karsinoma nasofaring.


1.3.2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui distribusi proporsi sosiodemografi pada pasien karsinoma nasofaring: umur, jenis
kelamin, suku, dan pekerjaan.
b. Mengetahui distribusi proporsi keluhan utama pada pasien karsinoma nasofaring.
c. Mengetahui distribusi proporsi keluhan tambahan pada pasien karsinoma nasofaring.
d. Mengetahui distribusi proporsi tipe histopatologis pada pasien karsinoma nasofaring.

1.4. Manfaat Penelitian

a. Membantu menegakkan diagnosis karsinoma nasofaring.


b. Mengetahui gambaran klinis pasien karsinoma nasofaring

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karsinoma Nasofaring

2.1.1. Definisi Karsinoma Nasofaring


Karsinoma nasofaring merupakan sebuah kanker yang bermula tumbuh pada sel epitelial-
batas permukaan badan internal dan external sel di daerah nasofaring. Ada tiga tipe karsinoma
nasofaring (American Cancer Society, 2011):
a. Karsinoma sel skuamos keratinisasi.
b. Karsinoma berdiferensiasi non-keratinisasi.
c. Karsinoma tidak berdiferensiasi.
Karsinoma nasofaring merupakan penyakit keganasan (kanker) sel yang terbentuk di
jaringan nasofaring, yang merupakan bagian atas pharynx (tengorokan), di belakang
hidung. Pharynx merupakan sebuah lembah yang berbentuk tabung dengan panjang 5 inchi
dimulai dari belakang hidung dan berakhir di atas trakea dan esofagus. Udara dan makanan
melawati pharynx. Karsinoma nasofaring paling sering bermula pada sel skuamos yang melapisi
nasofaring (National Cancer Institute, 2011).
Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas karsinoma berasal dari epitel nasofaring.
Biasanya tumor ganas ini tumbuh dari fossa rosenmuller dan dapat meluas ke hidung, tenggorok,
serta dasar tengkorak (Munir, 2010).

2.1.2. Epidemiologi

Seperti telah disebutkan dalam Bab Pendahuluan, karsinoma nasofaring jarang sekali
ditemukan di benua Eropa, Amerika, ataupun Oseania, insidennya umumnya kurang dari
1/100.000 penduduk. Insiden di beberapa negara Afrika agak tinggi, sekitar 5-10/100.000
penduduk. Namun relatif sering ditemukan di berbagai Asia Tenggara dan China. Di RRC,
walaupun karsinoma nasofaring jauh lebih sering ditemukan daripada berbagai daerah lain di
dunia, mortalitas rata-rata nasional hanya 1,88/100.000, pada pria 2,49/100.000, dan pada wanita
1,27/100.000 (Desen, 2008).
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah leher yang terbanyak ditemukan di
Indonesia. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring, kemudian
diikuti oleh tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%), larynx (16%), dan tumor ganas rongga
mulut, tonsil, hipofaring dalam presentase rendah (Roezin, 2010).
Karsinoma nasofaring dapat terjadi pada segala usia, tapi umumnya menyerang usia 30-60
tahun (menduduki 75-90%). Perbandingan proporsi pria dan wanita adalah 2-3,8:1 (Desen, 2008).
Sebagian besar penderita karsinoma nasofaring berumur diatas 20 tahun, dengan umur
paling banyak antara 50-70 tahun. Penelitian di Taipe menjumpai umur rata-rata penderita lebih
muda yaitu 25 tahun. Insiden karsinoma nasofaring meningkat setelah umur 20 tahun dan tidak
ada lagi peningkatan insiden setelah umur 60 tahun.
Sebesar 2% dari kasus. karsinoma nasofaring adalah penderita anak dan di Guangzhou
ditemukan 1% karsinoma nasofaring dibawah 14 tahun. Pada penelitian yang dilakukan di medan
(2008), kelompok umur penderita karsinoma nasofaring terbanyak adalah 50-59 tahun (29,1%).
Umur penderita yang paling muda adalah 21- tahun dan yang paling tua 77 tahun. Rata-rata umur
penderita pada penelitian ini adalah 48,8 tahun (Munir, 2010).
Karsinoma nasofaring paling sering ditemukan pada laki-laki dengan penyebab yang masih
belum dapat diungkap secara pasti dan mungkin berhubungan dengan adanya faktor genetika,
kebiasaan hidup, pekerjaan, dan lain-lain (Roezin, 2010).

2.1.3. Etiologi

Terjadinya karsinoma nasofaring mungkin multifaktorial, proses karsinogenesisnya


mencakup banyak tahap. Faktor yang diduga terkait dengan timbulnya karsinoma nasofaring
adalah:
a. Kerentanan genetik
Walaupun karsinoma nasofaring bukan tumor genetik, kerentanan terhadap kanker
nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relatif menonjol ras yang banyak sekali
menderitanya adalah bangsa China dan memiliki fenomena agregasi familial ( Desen, 2008),
Anggota keluarga yang menderita karsinoma nasofaring cendrung juga menderita karsinoma
nasofaring. Penyebab karsinoma nasofaring ini belum diketahui apakah karsinoma nasofaring
dikarenakan oleh gen yang diwariskan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi ( seperti diet
makanan yang sama atau tinggal di lingkungan yang sama), atau beberapa kombinasi diantarnya
juga ikut mendukung timbulnya karsinoma nasofaring (American cancer society, 2011). Analisis
korelasi menunjukkan gen (Human Leukocyte Antigen) HLA dan gen pengode enzime sitokorm
p4502E (CYP2EI) kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap kanker nasofaring, Mereka
berkaitan dengan timbulnya sebagian besar kanker nasofaring. Tahun 2002, RS Kanker
Universitas Zhongshan memakai 382 buah petanda mikrosatelit polimorfisme 22 helai autosom
genom manusia. Dengan melakukan pemeriksaan genom total terhadap keluarga insiden tinggi
kanker nasofaring berdialek Guangzhou di propinsi Guangdong, gen kerentanan nasofaring
ditetapkan berlokasi di 4p1511-q12 (Desen, 2008).
b. Epstein-Barr Virus
EBV adalah suatu virus yang sangat erat kaitannya dengan timbulnya karsinoma
nasofaring. Virus ini memiliki protein, yang diperkirakan memengaruhi DNA sel sehingga
mengalami mutasi, khususnya protooncogenmenjadi oncogen (American Cancer Society, 2011
dan Sudiana, 2008).
c. Faktor ligkungan dan diet
Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah iritasi oleh bahan kimia, termasuk asap sejenis
kayu tertentu, kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu, dan kebiasaan makan
makanan terlalu panas. Terdapat hubungan antara kadar nikel dalam air minum dan makanan
dengan mortalitas karsinoma nasofaring, sedangkan adanya hubungan dengan keganasan lain tidak
jelas (Roezin, 2010). Tingginya kadar nitrosamin diantaranya dimetilnitrosamin dan
dietilnitrosamin yang ada di dalam kandungan ikan asin Guangzhou juga berhubungan (Desen,
2008).
Orang-orang yang tinggal di Asia, Afrika bagian Utara, dan wilayah Artik dengan
karsinoma nasofairng mempunyai kebiasaan makan makanan seperti ikan dan daging yang tinggi
kadar garamnya. Sebaliknya, beberapa studi menyatakan bahwa diet tinggi buah dan sayur
mungkin menurunkan resiko karsinoma nasofaring (American Cancer Society, 2011).
d. Faktor pekerjaan
Faktor yang juga ikut berpengaruh adalah pekerjaan yang banyak berhubungan dengan
debu nikel, debu kayu (pada industri mebel atau penggergajian kayu), atau pekerjaan pembuat
sepatu. Atau zat yang sering kontak dengan zat yang dianggap karsinogen adalah antara
lain: Benzopyrene, Bensoanthracene, gas kimia, asap industri, dan asap kayu (Soetjipto, 1989).
e. Radang kronis daerah nasofaring
Dianggap dengan adanya peradangan, mukosa nasofaring menjadi lebih rentan terhadap
karsinogen lingkungan (Soetjipto, 1989 dan Herawati, 2002).

2.1.4. Patologi

Rongga nasofaring diselaputi lapisan mukosa epitel tipis , terutama berupa epitel
skuamosa, epitel torak bersilia berlapis semu dan epitel transisional. Di dalam lamina propria
mukosa sering terdapat limfosit, di submukosa terdapat kelenjar serosa dan musinosa. Karsinoma
nasofaring adalah tumor ganas yang berasal dari epitel yang melapisi nasofaring.

A. Tipe Patologik

Sel karsinoma nasofaring 95% ke atas berdiferensiasi buruk, tingkat keganasan tinggi. Para
ahli di RRC menganjurkan penggunaan serentak klasifikasi histologik yang ditetapkan WHO
tahun 1991 dan klasifikasi ‘standar diagnosis terapi kanker nasofaring’ dari China (tabel 2.1).

Tabel 2.1. Perbandingan Klasifikasi ‘Standar Diagnosis Dan Terapi Karsinoma Nasofaring’ China
Dan Klasifikasi Histologik Karsinoma Nasofaring WHO

Standar diagnosis dan terapi Kalsifikasi WHO


Karsinoma sel skuamosa Karsinoma sel skuamosa
berdiferensiasi baik keratinisasi
Karsinoma sel skuamosa Karsinoma nonkeratinisasi
berdiferensiasi sedang berdiferensiasi
Karsinoma sel skuamosa Karsinoma tak berdiferensiasi
berdiferensiasi buruk
Karsinoma sel intivaskular
Karsinoma tak berdiferensiasi

(Desen, 2008).
B. Pertumbuhan Dan Ekspansi

Lokasi predileksi karsinoma nasofaring adalah dinding lateral nasofaring (terutama


di recessus pharyngeus) dan dinding supero-posterior.
Tingkat kegananasan karsinoma nasofaring tinggi, tumbuh infiltratif, dapat langsung
berekspansi hingga menginfiltrasi ke struktur yang berbatasan. Ke atas, dapat langsung merusak
basis kranial. Juga dapat melalui foramen spinosum, kanalis karotis internal atau sinus sfenoid dan
selula etmoidal posterior dll. Lubang saluran atau retakan alamiah menginfiltrasi kranial, mengenai
saraf kranial; ke anterior menyerang rongga nasal, sinus maksilaris, selula etmoidalis anterior,
kemudian ke dalam orbita, juga dapat melalui intrakranium, fisura orbitalis superior atau kanalis
pterigoideus, resesus pterigopalatina lalu ke orbita. Ke lateral tumor dapat menginfiltrasi celah
parafaring, fosa intratemporal dan kelompok otot kunyah dll. Ke posterior menginfiltrasi jaringan
lunak prevertebra servikal, vertebra servikal. Ke inferior mengenai orofaring bahkan laringofaring.

C. Metastasis

Submukosa nasofaring kaya akan jaringan limfatik, drainase limfatik dapat melintasi garasi
tengah ke sisi leher kontra-lateral. Penyebaran limfogen ke kelenjar limfe leher dari kanker
nasofaring terjadi secara dini. Lokasi metastasis kelenjar limfe tersering ditemukan pada kelenjar
limfe profunda leher atas di bawah otot digastrik, yang kedua adalah kelenjar limfe leher profunda
kelompok tengah dan kelenjar limfe rantai nervus aksesorius di trigonum servikal posterior.
Metasasis jauh kanker nasofaring berkaitan erat dengan metastasis ke kelenjar leher,
menyusul limfadenopati servikal, jumlahnya bertambah, peluang metastasis juga meningkat jelas.
Lokasi metastasis jauh tersering adalah ke tulang, lalu ke paru, dan sering terjadi metastais
ke banyak organ sekaligus (Desen, 2008) tetapi, jarang ke hati (Brennan, 2006)
2.1.5. Manifestasi Klinis

Sekitar 3 dari 4 pasien mengeluh benjolan atau massa di leher ketika pertama kali datang
ke dokter. Hal ini di sebabkan oleh karena kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di leher,
menyebabkan mereka menjadi lebih besar dari normal (kelenjar getah bening yang seukuran
kacang mengumpuli sel sistem imun di seluruh tubuh). Gejala karsinoma nasofaring dapat dibagi
atas 4 kelompok (Roezin, 2010, American Cancer Society, 2011, Mansjoer, 2003, Herawati, 2002,
dan Soetjipto, 1989) yaitu :
1. Gejala nasofaring: berupa epistaksis ringan atau sumbatan hidung, dan pilek.
2. Gejala telinga: gejala dini yang timbul karena tempat asal tumor dekat dengan muara tuba
eustachius ( fossa roodden muller). Gangguan dapat berupa tinitus, rasa tidak nyaman di telinga
(otalgia) hingga nyeri dan infeksi telinga yang berulang.
3. Gejala mata dan saraf: gangguan saraf otak dapat terjadi sebagai gejala lanjut karsinoma ini.
Penjalaran melalui foramen laserum akan mengenai saraf otak ke III, 1V,VI dan dapat pula ke V,
sehingga tidak jarang diplopialah yang membawa pasien dahulu ke dokter mata. Neuralgia
merupakan gejala yang sering ditemukan oleh ahli saraf jika belum terdapat keluhan lain yang
berarti. Proses karsinoma yang lanjut dapat mengenai saraf ke IX, X, XI, dan XII manifestasi
kerusakannya ialah:
N IX: gangguan pengecapan yang terjadi pada sepertiga belakang lidah dan terjadi kesulitan
menelan karena hemiparesis otot konstriktor superior.
N X: hiper/hipo/anastesi pada mukosa palatum mole, faring dan laring diikuti gangguan respirasi
dan salivasi.
N XI: kelumpuhan dan atrofi pada otot-otot trapezius, sternokleidomastoideus, serta hemiparesis
palatum mole.
N XII: terjadi hemiparalisis dan atrofi pada sebelah lidah.
Jika penjalaran melewati foramen jugulare yang disebut sindrom jackson, dan jika
mengenai seluruh saraf otak disebut sindrom unilateral serta dapat terjadi destruksi tulang
tengkorak dengan prognosis yang buruk.
4. Gejala atau metastasis di leher: dalam bentuk benjolan di leher yang mendorong pasien untuk
berobat, karena sebelumnya tidak ada keluhan lain.
5. Gejala metastasis jauh: ke hati, paru, ginjal, limpa, tulang, dsb.

2.1.6. Stadium

Untuk penentuan stadium dipakai sistem TIM menurut UICC (2002) dikutip dari buku ajar
ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher Roezin, (lihat Roezin, 2010).

Stadium 0 T1s N0 M0
Stadium I T1 N0 M0
Stadium IIA T2a N0 M0
Stadium IIB T1 N2 M0
T2a N1 M0
T2b N0,N1 M0
Stadium III T1 N2 M0
T2a,T2b N2 M0
T3 N2 M0
Stadium IVa T4 N0,N1,N2 M0
Stadium IVb semua T N3 M0
Stadium IVc semua T semua N M1
T = Tumor
T0 = Tidak tampak tumor.
T1 = Tumor terbatas di nasofaring.
T2 = Tumor meluas kejaringan lunak.
T2a: Perluasan tumor ke orofaring dan/atau rongga hidung tanpa perluasan ke parafaring
(perluasan parafaring menunjukkan infiltrasi tumor kearah postero-lateral melebihi fasia faring-
basiler.
T2b: Disertai perluasan ke parafaring.
T3 = Tumor menginvasi struktur tulang dan/ atau sinus paranasal.
T4 = Tumor dengan perluasan intracranial dan/atau terdapat keterlibatan saraf cranial, fossa
infratemporal, hipofaring, orbita atau ruang masticator.
N = Pembesaran kelenjar getah bening.
NX = Pembesaran kelenjar getah bening tidak dapat dinilai.
N0 = Tidak ada pembesaran.
N1 = Metastasis kelenjar getah bening unilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6
cm, di atasfossa supraclavicular.
N2 = Metastasis kelenjar getah bening bilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6
cm, di atasfossa supraclavicular.
N3 = Metastasis kelenjar getah bening bilateral dengan ukuran lebih besar, atau terletak dalam fossa
supraclavikular.
N3a: Ukuran lebih dari 6 cm.
N3b: Di dalam fossa supraclavicular.
Catatan: kelenjar yang terletak di daerah midline dianggap sebagai kelenjar ipsilateral.
M = Metastasis.
MX = Metastasis jauh tidak dapat dinilai.
M0 = Tidak ada metastasis jauh.
M1 = Terdapat metastasis jauh.

2.1.7. Diagnosis Dan Prognosa

Diagnosis
Karsinoma nasofaring dapat ditegakkan diagnosisnya secara dini, untuk itu harus
melakukan hal-hal berikut ini:
a. Tingkat kewaspadaan, perhatikan keluhan utama pasien
Pasien dengan epistaksis aspirasi balik, hidung tersumbat menetap, tuli
unilateral, lymphadenopathy leher tak nyeri, cephalgia, ruda paksa saraf kranial dengan kausa tak
jelas, dengan keluhan lain harus diperiksa teliti rongga nasofaringnya dengan nasofaringoskop
indirek atau elektrik (Desen, 2008).
b. Pemeriksaan kelenar limfe leher
Perhatikan pemeriksaan kelenjar limfe rantai jugularis interna, rantai nervus aksesorius dan
rantai arteri vena transversalis koli apakah terdapat pembesaran (Desen, 2008 dan National Cancer
Institute, 2011).
c. Pemeriksaan nasofaring
Nasofaring diperiksa dengan cara rinoskopi posterior, dengan atau tanpa menggunakan
kateter (American Cancer Society, National Cancer Institute, 2011 dan Soetjipto, 1989).
 Rinoskopi posterior tanpa menggunakan kateter
Nasofaringoskopi indirek menggunakan kaca dan lampu khusus untuk menilai nasofaring
dan area yang dekat sekitarnya.
Pada pasien dewasa yang tidak sensitif, pemeriksaan ini dapat dilakukan. Tumor yang
tumbuh eksofitik dan sudah agak besar akan dapat tampak dengan mudah.
 Rinoskop posterior menggunakan kateter
Nasofaringoskopi direk, dokter menggunakan sebuah fibreoptic scope ( lentur, menerangi,
tabung sempit yang dimasukkan ke rongga hidung atau mulut) untuk menilai secara langsung
lapisan nasofaring.
Dua buah kateter dimasukkan masing-masing kedalam rongga hidung kanan dan kiri,
setelah tampak di orofaring, uung katater tersebut dijepit dengan pinset dan ditarik keluar
selanjutnya disatukan dengan masing-masing ujung kateter yang lainnya.
d. Pemeriksaan saraf kranial
Ditujukan pada kecurigaan paralisis otot mata, kelompok otot kunyah dan lidah kadang
perlu diperiksa berulang kali barulah ditemukan hasil positif (Desen, 2008).
e. Pencitraan
 Computed tomography (CT) scan nasofaring
Makna klinis aplikasinya adalah: (1) membantu diagnosis; (2) memastikan luas lesi,
penetapan stadium secara akurat; (3) secara tepat menetapkan zona target terapi; merancang medan
radiasi; (4) memonitor kondisi remisi tumor pasca terapi dan pemeriksaan tindak lanjut (Desen,
2008, National Cancer Institute 2011, dan Soetjipto, 1989).
 Chest x-ray
Jika pasien telah didiagnosa karsinoma nasofaring, foto polos x-ray dada mungkin
dilakukan untuk menilai penyebaran kanker ke paru (National Cancer Institute, American Cancer
Society, 2011 dan Soetjipto, 1989) .
 Magnetic resonance imaging (MRI) scan
MRI memiliki resolusi yang baik terhadap jaringan lunak, dapat serentak membuat
potongan melintang, sagital koronal, sehingga lebih baik dari CT. MRI selain dengan jelas
memperlihatkan lapisan struktur nasofaring dan luas lesi, juga dapat secara lebih dini menunjukkan
infiltrasi ke tulang. Dalam membedakan antara pasca fibrosis pasca radioterapi dan rekurensi
tumor, MRI juga lebih bermanfaat (Desen, 2008 dan American Cancer Society, National Cancer
Institute, 2011) .
 Foto tengkorak (AP, lateral, dasar tengkorak dan waters)
Untuk memastikan adanya destruksi pada tulang dasar tengkorak serta adanya metastasis
jauh (National Cancer Institute, 2011 dan, Soetjipto, 1989).
 Pencitraan tulang seluruh tubuh
Berguna untuk diagnosis kanker nasofaring dengan metastasis ke tulang, lebih sensitif
dibandingkan ronsen biasa atau CT, umumnya lebih dini 3-6 bulan dibandingkan ronsen. Setelah
dilakukan bone-scan, lesi umumnya tampak tampak sebagai akumulasi radioaktivitas; sebagian
kecil tampak sebagai area defek radioaktivitas (Desen, 2008 dan Soetjipto, 1989).
 (Positron emission tomography) PET
Disebut juga pencitraan biokimia molekular metabolik in vivo. Pasien akan menerima
injeksi glukosa yang terdiri dari atom radioaktif. Jumlah radioaktif yang digunakan sangat rendah.
Karena sel kanker di dalam tubuh bertumbuh dengan cepat, kanker mengabsorpsi sejumlah besar
gula radioaktif (Desen, 2008 dan National Cancer Institute 2011).
f. Biopsy nasofaring
Penghapusan sel atau jaringan sehingga dapat dilihat dibawah mikroskop oleh patologi
untuk memastiakan tanda-tanda kanker (National Cancer Institute, 2011).
g. Pemeriksaan histopatologi
Telah disetujui oleh WHO bahwa hanya ada 3 bentuk karsinoma (epidermoid) pada
nasofaring yaitu karsinoma sel skuamosa (berkeratinisasi), karsinoma tidak berkeratinisasi dan
karsinoma tidak berdiferensiasi ( Roezin, 2010 dan Brennan 2006).

h. Pemeriksaan serologis EBV


Bagi salah satu kondisi berikut ini dapat dianggap memiliki risiko tinggi kanker nasofaring
(Desen, 2008):
 Titer antibodi (Viral Capsid Antigens-Imunoglobulin A) VCA-IgA >= 1:80;
 Dari penelitian pemeriksaan VCA-IgA, (Early Antigen-Imunoglobulin) EA-IgA dan EBV-
DNAseAb, dua diantara tiga indikator tersebut positif.
 Dari tiga indikator pemeriksaan diatas, salah satu menunjukkan titer yang tinggi kontinu atau terus
meningkat.

Prognosa
Gambaran dengan lymphadenomegali menyiratkan bahwa penyakit telah meyebar
luas keluar dari bagian primer. Beberapa penelitian melaporkan bahwa angka bertahan hidup 5
tahun setelah mendapatkan terapi radiasi adalah 85-95% untuk KNF stadium I dan 70-80% untuk
KNF stadium II. Stadium III dan stadium IV yang cuma mendapat terapi radiasi, angka bertahan
hidup 5 tahun berkisar antara 24-80%. Kira-kira sepertiga penderita meninggal dunia karena
metastasis jauh yang dapat ditemukan di tulang, paru, dan hati ( Lin HS, 2009, Gardjito, 2005, dan
Brennan, 2006).
2.1.8. Diagnosis Banding

a. Kelainan hiperplastik nasofaring


Dalam keadaan normal korpus adenoid di atap nasofaring umumnya pada usia sebelum 30
tahun sudah mengalami atrofi. Tapi pada sebagian orang dalam proses atrofi itu terjadi infeksi
serius yang menimbulkan nodul-nodul gelombang asimetris di tempat itu.

b. TB nasofaring
Umumnya pada orang muda, dapat timbul erosi, ulserasi dangakal atau benjol
granulomatoid, eksudat permukaan banyak dan kotor, bahkan mengenai seluruh nasofaring.
c. TB kelenjar limfe leher
Lebih banyak pada pemuda dan remaja, konsistensi agak keras, dapat melekat dengan
jaringan sekitarnya membentuk massa, kadang terdapat nyeri tekan atau undulasi (Desen, 2008).

2.1.9. Terapi Karsinoma Nasofaring

a. Stadium I : Radioterapi.
b. Stadium II&III : Kemoradiasi (Roezin, 2010 dan National Cancer Institute 2011).
c. Stadium IV dengan N<6cm: Kemoradiasi.
d. Stadium IV dengan N>6cm: kemoterapi dosis penuh dilanjutkan kemoradiasi (Roezin, 2010).

a. Radioterapi
Radioterapi adalah pengobatan kanker yang menggunakan X-ray energi atau radiasi tipe
lain untuk memusnahkan sel kanker atau menghambat pertumbuhan sel kanker. Ada dua tipe terapi
radiasi. Terapi radiasi external menggunakan mesin yang berada di luar tubuh untuk memberikan
radiasi kepada kanker. Terapi radiasi internal menggunakan zat radioaktif yang dimasukkan
melalui jarum, radioaktive seeds, wires atau kateter yang ditempatkan secara langsung kedalam
atau di dekat kanker. Cara pemberian terapi radiasi tergantung pada tipe dan satdium kanker yang
diobati.
Sumber radiasi menggunakan radiasi γ Co-60, radiasi β energi tinggi atau radiasi X energi
tinggi dari akselerator linier, terutama dengan radiasi luar isosentrum, dibantu brakiterapi
intrakavital, bila perlu ditambah radioterapi stereotaktik (Desen, 2008).
b. Kemoterapi
Pemberian kemoterapi diberikan dalam banyak siklus, dengan setiap periode diikuti
dengan adanya waktu istirahat untuk memberikan kesempatan tubuh melakukan recover. Siklus-
siklus kemoterapi umumnya berakhir hingga 3 sampai 4 minggu. Kemoterapi sering tidak
dianjurkan bagi pasien yang kesehatannya memburuk. Tetapi umur yang lanjut bukanlah
penghalang mendapatkan kemoterapi.
Cisplatin merupakan obat yang paling sering digunakan untuk mengobati karsinoma
nasofaring. Cisplatin telah digunakan secara tunggal sebagai bagian dari kemoradiasi, tetapi boleh
dikombinasikan dengan obat lain, 5-fluorourasil (5-FU) jika diberikan setelah terapi radiasi.
Beberapa obat lain boleh juga berguna untuk mengobati kanker yang telah menyebar. Obat-obat
ini termasuk: Carboplatin, Oxaliplatin, Bleomycin, Methotrexate, Doxorubicin,
Epirubicin, Docetaxel, dan Gemcitabine. Sering, pengkombinasian 2 atau lebih obat-obat ini yang
digunakan (American Cancer Society, 2011). Tetapi berbagai macam kombinasi dikembangkan,
yang terbaik sampai saat ini adalah kombinasi dengan Cis-platinum sebagai inti (Roezin, 2010).
Kombinasi kemo-radioterapi dengan mitocyn C dan 5-fluorouracil oral setiap hari sebelum
diberikan radiasi yang bersifat “radiosensitizer” memperlihatkan hasil yang memberi harapan akan
kesembuhan total pasien karsinoma nasofaring.
c. Terapi bedah
Pembedahan diseksi leher radikal dilakukan terhadap benjolan di leher yang tidak
menghilang pada penyinaran (residu) atau timbul kembali setelah penyinaran selesai, tetapi dengan
syarat tumor induknya sudah hilang yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologik dan serologi,
serta tidak adanya ditemukan metastsis jauh. Juga dilakukan pada karsinoma nasofaring dengan
diferensiasi agak tinggi seperti karsinoma skuamosa grade I, II, adenokarsinoma, komplikasi
radiasi (parasinusitis radiasi, dll) (Desen, 2008 dan Roezin, 2010).
d. Terapi paliatif
Terapi paliatif adalah terapi atau tindakan aktif untuk meringankan beban penderita kanker
dan memperbaiki kualitas hidupnya, terutama yang tidak dapat disembuhakn lagi. Tujuan terapi
paliatif adalah:
 Meningkatkan kualitas hidup penderita
 Menghilangkan nyeri dan keluhan berat lainnya
 Menjaga keseimbangan fisik, psikologik, dan sosial penderita
 Membantu penderita agar dapat aktif sampai akhir hayatnya
 Membantu keluarga mengatasi kesulitan penderita dan ikut berduka cita atas kematian penderita.
Perhatian pertama harus diberikan pada pasien dengan pengobatan radiasi. Mulut
rasa kering disebabkan oleh kelenjar liur mayor maupun minor sewaktu penyinaran. Tidak
dapat banyak dilakukan selain menasihatkan penderita untuk makan dengan banyak kuah,
membawa minuman kemana pun pergi dan mencoba memakan dan mengunyah bahan yang
rasa asam sehingga merangsang keluarnya liur (Roezin, 2010 dan Sukardja, 2002).

2.1.10. Pencegahan

a. Pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah dengan risiko tinggi
(Roezin, 2010).
b. Mengurangi konsumsi ikan asin ternyata dapat menurunkan insidens secara nyata (Soetjipto,
1989).
c. Mengurangi konsumsi alkohol atau berhenti merokok.
d. Makan makanan yang bernutrisi dan mengurangi serta mengeontrol stress
e. Berolahraga secara teratur (American Cancer Society, 2011).
2.1.11. Komplikasi

Metastasis jauh ke tulang, hati dan paru dengan gejala khas nyeri pada tulang, batuk-batuk,
dan gangguan fungsi hati serta gangguan fungsi organ lain (Sudiana, 2008).

BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep


Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian adalah :
Pasien Karsinoma Nasofaring
Anamnesis
 Sosiodemografi: umur, jenis kelmin, suku, pekerjaan
 Keluhan utama
 Keluhan tambahan

Etiologi
 Kerentanan genetik: rasial dan agregasi familial.
 EBV
 Faktor lingkungan dan diet: konsumsi ikan asin yang mengandung nitrosamin, alkohol asap
dupa,makan makanan panas, kurang makan sayur dan buah, diet tinggi garam, dll.
 Faktor pekerjaan: Benzopyrene, asap industri, debu kayu, asap kayu, debu nikel, dan gas kimia
lainnya.
 Radang kronis daerah nasofaring.
Rekam medik
Diagnosis
 Diagnosis laboratorium: Tipe histopatologis

= objek yang diteliti

Penelitian ini dilakukan dengan melihat dan mencatat rekam medis yang ada di RSUD
Dr. PIRNGADI MEDAN.Dari rekam medis, dilihat status pasien yang telah terdiagnosis oleh
dokter menderita karsinoma nasofaring pada tahun 2008-2010. Kemudian peneliti melihat umur,
jenis kelamin, etnis, pekerjaan, keluhan utama, keluhan tambahan, agregasi familial, tipe
histopatologis, stadium, dan komplikasi.
3.2. Variabel dan Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur Umur
Pasien Seseorang yang telah Rekam - Nominal
Karsinoma didiagnosisoleh dokter Medis
nasofaring menderita karsinoma
nasofaring
Umur Rekam Tahun Ordinal
Medis
Jenis Kelamin Rekam 1. Laki-laki Nominal
Medis 2. Perempuan
Pekerjaan Rekam 1.Wiraswasta Nominal
Medis 2. PNS
3. IRT
4. Pelajar
5. Petani
6. Mahasiswa
7. Supir
Etnis Rekam 1. Batak Nominal
Medis 2. Jawa
3. Aceh
4. Melayu
5. Minang
Keluhan Dasar utama untuk Rekam1. Benjolan di leher Nominal
Utama mengevaluasi masalah Medis2. Pandangan ganda
pasien (Lukmanto,1995) 3. Apatis
4. Benjolan di rongga
nasofaring
5. Batuk berdarah
6. Susah menelan
7. Telinga berdengung
8. Nyeri mata
9. Nyeri ulu hati
10. Suara serak
11. Benjolan di hidung
12. Nyeri diafragma
13. Mimisan
14. Sesak nafas
15. Hidung tersumbat
16. Luka di leher
17. Sakit menelan
18. Sakit kepala
Keluhan Gejala yang menyertai Rekam1. Benjolan di leher Nominal
Tambahan gejala Medis2. Sakit menelan
utamapenyakitkarsinoma 3. Susah menelan
nasofaring 4. Mimisan
5. Hidung tersumbat
6. Pilek
7. Telinga berdengung
8. Tuli
9. Batuk berdarah
10.
Nyeri di leher
11.
Sakit kepala
12.
Sesak nafas
Batuk 13.
14.
Pandangan mata
menurun
15. Mual
16. Muntah
17. Suara serak
18. Badan lemas
19. Benjolan di mata
20. Mata kabur
21. Susah tidur
22. Pandangan ganda
23. Benjolan di telinga
24. Benjolan di hidung
Tipe Gambaran mikroskopik Rekam1. Karsinoma tak Nominal
Histopatologis secara hisologi dan Medis berdiferensiasi
patologi 2. Karsinoma sel
(Hartanto,2002). skuamos
3. Non keratinaizing
skuamos
4. Ca cell
5. Karsinoma sel
skuamos diferensiasi
buruk
6. Malignant smear
7. Karsinoma sel
skuamos keratinisasi
diferensiasi baik
8. Adeno karsinoma
keratinaizing
skuamos diferensiasi
baik

BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan desain studi kasus dilanjutkan dengan analisis
statistika.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian


4.2.1. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada 13 Desember-13 Januari 2011.

4.2.2. Tempat Penelitian

Tempat penelitian dilakukan di Ruang Rekam Medik RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN.

4.3. Populasi dan Sampel

4.3.1. Populasi

Seluruh data penderita karsinoma nasofaring rawat inap di RSUD Dr. PIRNGADI
MEDAN tahun 2008-2011.

4.3.2. Sampel

Besarnya Subjek yang diambil 100 data penelitian. Data diambilkan oleh petugas rekam
medis sebanyak 100.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dengan cara mencatat data rekam medis yang terdapat pada RSUD Dr.
PIRNGADI MEDAN Tahun 2008-2010.

4.5. Pengolahan dan Analisa Data

Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini menghitung distribusi proporsi
untuk analisis deskriptif menggunakan komputer program SPSS. Hasil disajikan dalam bentuk
tabel distribusi proporsi, gambar (bar)
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. PIRNGADI MEDAN terletak di jalan prof. H. M. Yamin
SH No. 47 Medan. Penelitian dilakukan di Gedung Ruang Rekam Medis lantai 2.

5.1.2 Deskripsi umur Pasien Karsinoma Nasofaring

Deskripsi umur pasien karsinoma nasofaring rawat inap di RSUD Dr. PIRNGADI
MEDAN tahun 2008-2010 dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:

Tabel 5.1.2 Deskripsi Umur Pasien Karsinoma Nasofaring Rawat Inap Di RSUD Dr.
PIRNGADI MEDANTahun 2008-2010

Jumlah Interval Umur Umur Nilai rata-


Termuda Tertua rata
Umur 100 78 9 87 47.72

Dari Tabel 5.1.2 dapat diketahui umur tertua pasien karsinoma nasofaring adalah 87 tahun
dan umur termuda adalah 9 tahun. Dengan jarak interval umur pasien dari umur yang paling tua
sampai umur yang paling muda adalah 78 tahun, dan dengan rata-rata 47,72.

5.1.3 Distribusi Proporsi Pasien Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Rincian Tahun

Proporsi pasien karsinoma nasofaring rawat inap di RSUD Dr. PIRNGADI


MEDAN berdasarkan rincian tahun dapat dilihat pada Tabel dibawah ini:
Tabel 5.1.3 Distribusi Proporsi Pasien Karsinoma Nasofaring Rawat Inap Di RSUD Dr.
PIRNGADI MEDANTahun 2008-2010

No Tahun Jumlah Pasien Proporsi (%)


1 2008 82 58
2 2009 32 23
3 2010 27 19
Total 141 100

Pada Tabel 5.1.3 dapat dilihat tahun 2008 proporsi pasien karsinoma nasofaring 82 pasien
(52%), sedangkan pada tahun 2009 berjumlah 32 pasien (23%) dan tahun 2010 jumlah pasien
menurun menjadi 27 pasien (19%).

5.1.4 Distribusi Proporsi Pasien Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Umur Dan Jenis
Kelamin

Proporsi pasien karsinoma nasofairng berdasarkan umur dan jenis kelamin yang rawat inap
di RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN tahun 2008-2010 dapat dilihat pada Tabel dibawah ini:

Tabel 5.1.4 Distribusi Proporsi Menurut Umur Dan Jenis Kelamin Pasien Karsinoma
Nasofaring Rawat Inap Di RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN Tahun 2008-2010

Jenis Kelamin Total


Kelompok Umur Laki-laki Perempuan
9-18 6 0 6
19-28 2 0 2
29-38 7 5 12
39-48 19 10 29
49-58 26 6 32
59-68 7 6 13
69-78 2 1 3
79-88 2 1 3
Total 71 29 100

Pada Tabel 5.1.4 didapatkan proporsi pasien terbanyak adalah antara umur 49-58 tahun
berjumlah 32 pasien. Sedangkan proporsi pasien yang paling sedikit adalah antara umur 19-28
tahun berjumlah 2 pasien. Jenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada perempuan, dengan pasien
laki-laki berjumlah 71 pasien dan perempuan berjumlah 29 pasien.

5.1.5 Distribusi Proporsi Pasien Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Suku

Proporsi pasien karsinoma nasofaring berdasarkan suku yang rawat inap di RSUD Dr.
PIRNGADI MEDANtahun 2008-2010 dapat dilihat pada Gambar dibawah ini:

Gambar 5.1.5 Distribusi Proporsi Menurut Suku Pasien Karsinoma Nasofaring Rawat Inap
Di RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN Tahun 2008-2010

Pada Gambar 5.1.5 proporsi pasien yang bersuku batak merupakan pasien terbanyak
berjumlah 65 pasien, disusul dengan pasien yang bersuku jawa berjumlah 22 pasien, aceh
berjumlah 6 pasien, melayu berjumlah 4 pasien, dan proporsi pasien yang bersuku minang
merupakan pasien yang paling sedikit berjumlah 2 pasien.

5.1.6 Distribusi Proporsi Pasien Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Pekerjaan

Proporsi pasien karsinoma nasofaring berdasarkan pekerjaan yang rawat inap di RSUD Dr.
PIRNGADI MEDAN tahun 2008-2010 dapat dilihat pada Gambar dibawah ini:

Gambar 5.1.6 Distribusi Proporsi Menurut Pekerjaan Pasien Karsinoma Nasofaring Rawat
Inap Di RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN Tahun 2008-2010

Dari Gambar 5.1.6 dapat dilihat proporsi pasien yang berprofesi sebagai wiraswasta
merupakan pasien terbanyak berjumlah 38 pasien, disusul dengan pasien yang berfropesi sebagai
PNS berjumlah 27 pasien, IRT berjumlah 21 pasien, pelajar berjumlah 6 pasien, petani berjumlah
5 pasien, mahasiswa berjumlah 2 pasien, dan pasien yang berprofesi sebagai supir merupakan
pasien yang paling sedikit berjumlah 1 pasien.
5.1.7 Distribusi Proporsi Pasien Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Keluhan Utama

Proporsi pasien karsinoma nasofaring berdasarkan keluhan utama yang rawat inap
di RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN tahun 2008-2010 dapat dilihat pada Tabel dibawah ini:

Tabel 5.1.7 Distribusi Proporsi Menurut Keluhan Utama Pasien Pasien Karsinoma
Nasofaring Rawat Inap DiRSUD Dr. PIRNGADI MEDAN Tahun 2008-2010

No Keluhan utama f Proporsi (%)


1 Benjolan di leher 51 51
2 Pandangan ganda 1 1
3 Apatis 1 1
4 Benjolan di rongga nasofaring 1 1
5 Batuk berdarah 1 1
6 Susah menelan 6 6
7 Telinga berdengung 1 1
8 Nyeri mata 1 1
9 Nyeri ulu hati 1 1
10 Suara serak 1 1
11 Benjolan di hidung 1 1
12 Nyeri diafragma 1 1
13 Mimisan 10 10
14 Sesak nafas 3 3
15 Hidung tersumbat 8 8
16 Luka di leher 1 1
17 Sakit menelan 3 3
18 Sakit kepala 8 8
Total 100 100

Pada Tabel 5.1.7 keluhan yang paling banyak dikeluhkan pasien merupakan benjolan di
leher berjumlah 51 pasien, disusul dengan keluhan mimisan berjumlah 10 pasien, hidung
tersumbat dan sakit kepala masing-masing berjumlah 8 pasien, sesak nafas dan sakit menelan
masing-masing berjumlah 3 pasien, dan keluhan yang paling sedikit dikeluhkan pasien ada
beberapa keluhan diantaranya merupakan keluhan pandangan ganda, apatis, benjolan di rongga
nasofaring, batuk berdarah, telinga berdengung, nyeri di mata, nyeri ulu hati, suara serak, susah
menelan, benjolan di hidung, nyeri diafragma, dan luka di leher masing di keluhkan oleh berjumlah
1 pasien.
5.1.8 Distribusi Proporsi Pasien Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Keluhan Tambahan

Proporsi pasien karsinoma nasofaring berdasarkan keluhan utama yang rawat inap di RSUD Dr.
PIRNGADI MEDAN tahun 2008-2010 dapat dilihat pada Gambar dibawah ini:

Gambar 5.1.8 Distribusi Proporsi Pasien Yang Memiliki Keluhan Tambahan Karsinoma
Nasofaring Rawat Inap Di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008-2010
Pada Gambar 5.1.8 dapat diketahui pasien yang mengeluhkan keluhan tambahan yang
terbanyak adalah keluhan susah menelan dan mimisan yang masing-masing berjumlah 16 pasien,
disusul dengan keluhan hidung tersumbat berjumlah 14 pasien, sakit kepala berjumlah 11 pasien,
benjolan di leher dan sakit menelan masing-masing berjumlah 10 pasien, telinga berdengung dan
tuli berjumlah 8 pasien, nyeri di leher berjumlah 6 pasien, muntah, mual, batuk, dan sesak nafas
masing-masing berjumlah 4 pasien, pandangan ganda berjumlah 3 pasien, benjolan di hidung,
batuk berdarah, dan pilek masing-masing berjumlah 2 pasein, dan pasien yang mengeluhkan
keluhan tambahan yang paling sedikit adalah keluhan pandangan mata menurun, suara serak,
badan lemas, benjolan di mata, mata kabur, susah tidur, dan benjolan di telinga yang masing-
masing berjumlah 1 pasien.
5.1.9 Distribusi Proporsi Pasien Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Menurut Hasil
Pemeriksaan Histopatologis

Proporsi pasien karsinoma nasofaring berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologis yang


rawat inap diRSUD Dr. PIRNGADI MEDAN tahun 2008-2010 dapat dilihat pada Diagram
dibawah ini:

Gambar 5.1.9 Distribusi Proporsi Menurut Hasil Pemeriksaan Laboratorium Histopatologis


Pasien Karsinoma Nasofaring Rawat Inap Di RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN Tahun 2008-
2010
Pada Gambar 5.1.9 dapat diketahui bahwa hasil pemeriksaan laboratorium histopatologis
yang terbanyak adalah karsinoma tak berdiferensiasi yang berjumlah 43 pasien, disusul dengan
karsinoma sel skuamos berjumlah 23 pasien, karsinoma sel skuamos diferensiasi buruk dan
malignant smear masing-masing berjumlah 9 pasien, non keratinaizing kuamos, ca cell, dan
karsinoma sel skuamos keratinisasi diferensiasi baik masing-masing berjumlah pasien, dan hasil
pemeriksaan histopatologis yang paling sedikit adalah adeno karsinoma keratinaizing skuamos
diferensiasi baik berjumlah 1 pasien.

5.2 Pembahasan

Umur yang tertua berumur 87 tahun, yang termuda berumur 9 tahun, dan umur rata-rata
pasien karsinoma nasofaring berumur 47,72 tahun. Sementara hasil penelitian Dharishini umur
tertua diatas 80 tahun, umur termuda dibawah 30 tahun (Dharishini, 2011). Dari hasil penelitian
Munir umur termuda adalah 21 tahun, umur tertua berumur 77 tahun dan hasil penelitian Rata-
rata umur penderita adalah 48,8 tahun (Munir, 2008). Desen menyebutkan dalam bukunya yang
berjudul Buku Ajar Onkologi Klinis Edisi Dua bahwa karsinoma nasofaring dapat terjadi pada
segala usia (Desen, 2008).
Didapatkan pasien karsinoma nasofaring tiap tahunya mengalami penurunan jumlah, ini
dikarenakan tidak tersediannya alat radioterapi yang dibutuhkan oleh pasien karsinoma nasofaring.
Diketahui rata-rata umur pasien karsinoma nasofaring yang paling banyak adalah antara
umur 49-58 tahun. sementara itu, dari hasil penelitian Dharishini didapatkan umur yang paling
banyak jumlah pasiennya adalah antara umur 40-49 tahun (Dharishini, 2011) dan penelitian Munir
didapatkan umur yang paling banyak antara umur 50-59 tahun. Pasien laki-laki lebih banyak
daripada pasien perempuan, dari teori American Cancer Society menyebutkan laki-laki 2 kali lebih
rentan daripada wanita ini kemungkinan lamanya terpapar zat-zat karsinogen yang menimbulkan
karsinoma nasofaring (American Cancer Society, 2011).
Didapatkan jumlah pasien karsinoma nasofaring yang terbanyak ialah bersuku batak, ini
dikarenakan ada suku-suku tertentu yang memiliki faktor resiko kerentanan genetik, memiliki
agregasi familial. Analisis korelasi menunjukkan gen HLA (Human Leukocyte Antigen),
kromosom pasien karsinoma nasofaring menunjukkan keidaksetabilan, hingga lebih rentan
terhadap serangan berbagai faktor berbahaya dari lingkungan dan timbulnya penyakit (Desen,
2008), dan gen pengode enzim sitokrom p4502E (CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan
terhadap kanker nasofaring dan memiliki perbedaan jaringan pada keturunan tertentu juga ikut
mempengaruhi imun respon, jadi mungkin berhubungan dengan bagaimana tubuh seseorang
merespon infeksi EBV (American Cancer Society, 2011). Selain itu juga kebiasaan makan
makanan yang bisa menimbulkan karsinoma nasofaring ikut serta memicu timbulnya karsinoma
nasofaring (Roezin, 2010)
Pasien karsinoma nasofaring yang paling banyak adalah wiraswasta, sementara hasil
penelitian Munir didapatkan pasien karsinoma nasofaring yang paling banyak berfropesi sebagai
petani (Munir, 2006). Dari penelitian ini pekerjaan juga ikut berpengaruh untuk memicu timbulnya
karsinoma nasofaring, karena pekerjaan yang banyak berhubungan dengan debu nikel, debu kayu,
atau pekerjaan pembuat sepatu, dan terpapar zat-zat kimia juga ikut merangsang sel untuk menjadi
mutagenik(Soetjipto, 1989 dan Desen, 2008)
Dapat diketahui bahwa pasien karsinoma nasofaring paling banyak mengeluhkan benjolan
di leher sebagai keluhan utama. Dikarenakan banyak pasien datang berobat pertama kali saat sudah
terjadi penyebaran limfogen atau sudah stadium lanjut. Selain itu, pada daerah nasofaring juga
kaya akan jaringan limfaik, drainase limfatik dapat melintasi garis tengah ke sisi leher kontralateral
(Desen, 2008). Sedangkan pada stadium awal pasien belum menunjukkan gejala klinis yang
menurutnya belum merasa mengganggu dirinya. Sakit kepala pada pasien karsinoma nasofaring
disebabkan karena tumor sudah mengalami perluasan ke intra-kranial menjalar sepanjang fossa
medialis, disebut penjalaran petrosfenoid. Biasanya melalui foramen laserum dan mengenai grup
anterior saraf otak yaitu n II s.d nIV. Jika semua saraf grup anterior terkena serta mengalami
penekanan tumor pada duramater. Perluasan ke atas mengenai n VI menimbulkan gejala
pandangan ganda (Soetjipto, 1989). Nyeri dimata diduga tumor sudah menginvasi jaringan mata.
Benjolan di rongga nasofaring diduga tumor sudah membesar dan menyumbat tengggorokan.
Batuk berdarah, nyeri diafragma, dan sesak nafas dikarenakan tumor sudah metastase ke paru.
Telinga berdengung karena tumor di resesus faringeus dan dinding lateral nasofaring
menginfiltrasi, menekan tuba eustachi, menyebabkan tekanan negatif di dalam kavum timpani.
Nyeri ulu hati kemungkinan efek samping dari pengobatan radioterapi pada karsinoma nasofaring,
suara serak kemungkinan tumor telah menginvasi vokal cord. Benjolan dihidung mungkin karena
tumor telah menjalar dan membesar ke cavum nasi, tumor tumbuh dari nasofaring melewati koana
dan sampai ke cavum nasi dan dapat menimbulkan keluhan hidung tersumbat (Sukardja, 2002).
Keluhan tambahan pasien karsinoma nasofaring yang paling banyak adalah susah menelan
dan mimisan. Susah menelan terjadi karena kemungkinan adanya sumbatan lumen esofagus oleh
massa tumor dan pembesaran kelenjar getah bening, pada tumor terdapat luka yang apabila
menelan makanan dan terjadi gesekan akan menimbulkan rasa sakit menelan akhirnya menjadi
sulit menelan, atau metastasis tumor ke batang otak yang merusak n V, n VII, n IX, n X, dan n
XII sehingga sulit menelan ( Soepardi, 2010). Sedangkan mimisan dikarenakan sewaktu
menghisap dengan kuat sekret dari rongga hidung atau nasofaring, bagian dorsal palatum mole
bergesekan dengan permukaan tumor, sehingga pembuluh darah dipermukaan tumor robek dan
menimbulkan perdarahan di hidung. Tuli dikarenakan hambatan konduksi karena adanya desakan
dari tumor dan mudah terjadinya otitis media transudatif (Desen, 2008). Mual dan muntah
merupakan efek samping dari radioterapi (Sukardja, 2002). Pilek karena sumbatan hidung yang
menetap terjadi akibat pertumbuhan tumor ke dalam rongga nasofaring dan menutupi koana.
Badan lemas ini dikarenakan pada status rekam medis pasien didapatkan pada pasien karsinoma
nasofaring juga terkena diabetes melitus. Pandangan mata menurun dan mata kabur dikarenakan
tumor telah menjalar ke atas dan merusak seluru saraf grup anterior yaitu n II s.d n VI.
Didapatkan karsinoma tak berdiferensiasi merupakan hasil pemeriksaan histopatologis
yang paling banyak ditemukan pada pasien karsinoma nasofaring. Sementara itu hasil
penelitian Herza dan Munir didapatkan subtipe yang paling banyak adalah karsinoma tak
berdiferensiasi (Munir, 2006, Munir, 2008, dan Herza, 2010). Pada teori American Cancer Society
menyebutkan, di Asia Tenggara. Karsinoma nasofaring yang paling banyak tipe karsinoma tak
berdiferensiasi (American Cancer Society, 2011). Ini tergantung dari bagaimana karakteristik
selnya, makin jelek diferensiasinya maka makin ganas sifat selnya. Tetapi, sebenarnya dari
kesemua tipe berasal dari satu sel yang sama.
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari hasil data yang dikumpulkan, dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2008 jumlah
pasien karsinoma nasofaring rawat inap RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN berjumlah 82, sedangkan
pada tahun 2009 berjumlah 32, dan tahun 2010 berjumlah 27, data ini menunjukkan penurunan
jumlah pasien karsinoma nasofaring tiap tahun cendrung turun.
Pasien yang paling banyak ialah antara umur 49-58 tahun yaitu 32 orang. Umur yang
paling tua adalah 87 tahun, yang paling muda 9 tahun, dengan umur rata-rata 47,72. Dilihat dari
jenis kelamin, pasien laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Yang bersuku Batak
merupakan pasien paling banyak. Ini mungkin karena penelitian yang dilakukan dalam ruang
lingkup kecil saja hanya pasien yang datang berobat ke RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN.
Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan pasien yang berprofesi sebagai wiraswasta
paling banyak terkena karsinoma nasofaring. Keluhan utama yang paling banyak ialah benjolan di
leher, serta susah menelan dan mimisan merupakan keluahan tambahan yang paling banyak
dikeluhakan.
Dari hasil pemeriksaan histopatologi Karsinoma tak-berdiferensiasi adalah yang paling
banyak.

6.2 Saran

Masih diperlukan penelitian lanjutan dengan penambahan variabel yang diteliti yaitu
variabel stadium, dan komplikasi.

DAFTAR PUSTAKA
Adams, G L., 1997. Tumor-Tumor Ganas Kepala Dan Leher. Dalam: Adam, Gorge L., Lawrence
R., Boies, Jr., Dan Peter A. Higler. BOIES Buku Ajar Penyakit THT (BOIES Fundamentals Of
Otolaryngology). Terjemahan. EGC. Jakarta. 430-431.
American cancer society, 2011. Nasopharingeal cancer. USA: American Cancer Society. Diunduh:
http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003124-pdf.pdf (pada tanggal 12
juli 2011)
Brennan, B., 2006. Nasopharyngeal Carcinoma. BioMed Central Ltd.
USA. Diunduh:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1559589/ (pada tanggal
1 agustus 2011).
Desen, W., 2008. Buku ajar onkologi klinis edisi kedua. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 263-278.
Dharishini, P., 2011. Gambaran Karateristik Penderita Karsinoma Nasofaring Di Rumah Sakit
Umum Haji Adam Malik Dari Januari Sampai Desember 2009. USU Digital Library.
Medan. Diunduh:
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/21527 (pada 19 januari 2012)
Gardjito, W., 2005. Kepala dan Leher. Dalam: Sjamsuhidjarat. R., dan Wim de jong. Buku
Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC. Jakarta. 351-352.
Hartanto, H., Dkk. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. EGC. Jakarta. 44, 47, 478, 770,
1014, 1832, 1978, 2051.
Herawati, S., Dan Sri R. 2002. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga
Hidung Tenggorok Untuk Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi. EGC. Jakarta. 40-42.
Herza, P., 2010. Profil Penderita Karsinoma Nasofaring Di Laboratorium
Patologi Anatomi Kota Medan Tahun 2009. USU Digital Library. Medan. Diunduh:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16912/4/Chapter%20II.pdf (pad
a tanggal 11 july 2011).
Lin HS, Fee WS., 2009. Malignant Nasopharyngeal Tumors. Medscape Referernse Drugs,
Disease, & Procedures. Diunduh:
http://emedicine.medscape.com/article/848163-overview (pada tanggal 2 agustus
2011).
Lukmanto, H., 1995. Adams Diagnosis Fisik Edisi 17. EGC. Jakarta. 11-38.
Mansjoer, A., Kuspaji T., Rakhmi S., Dkk. 2003. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 110-111.
Munir, D., 2006. Beberapa Aspek Karsinoma Nasofaring pada Suku Batak di Medan dan
Sekitarnya. USU Digital Library. Medan. Diunduh:
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/20661 (pada tanggal 19
januari 2012).
Munir, D., 2008. Peran Gen HLA-DQB1 pada Penyebab Kerentanan Karsinoma Nasofaring Suku
Batak. USU Digital Library. Medan. Diunduh :
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/18625 (19 januari 2012).
Munir, D., 2010. Karsinoma Nasofaring Kangker Tenggorok; Edisi Revisi. USU Press. Medan.
Diunduh:http://usupress.usu.ac.id/terbitan-2010/366- karsinoma-nasofaring-kangker-tenggorok-
edisi-revisi.html (pada tangal juli 2011).
National Cancer Institute at the national institutes of health, 2011. Nasopharyngeal Cancer
Treatment (PDQ®). USA: National Cancer Institute.
Diunduh: http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/nasopharyngeal/Patient/All
Pages/Print (pada tanggal 12 juli 2011).
Roezin, A., dan Marlinda A. 2010. Karsinoma Nasofaring. dalam: Soepardi,
Efianty A., Nurbaiti I., Jenny B.,dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga- Hidung-Tenggorok Kepala Leher edisi keenam. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 182-187.
Rusdiana., Delfitri M., Dan Yahwardiah S. 2006. Hubungan Antibodi Anti Epstein Barr
Virus dengan Karsinoma Nasofaring pada Pasien Etnis Batak di Medan. Usu Digital Library.
Medan. Diunduh:
http://www.usu.ac.id/id/files/artikel/rusdiana.pdf (pada tanggal 11 juli 2011).
Soetjipto, D., 1989. Karsinoma Nasofaring. Dalam: Iskandar, N., Masrin M.,
Dan Damayanti S. Tumor-hidung-tenggorok diagnose & penatalaksanaan. Fakultas
kedokteran universitas Indonesia. 71-83.
Soepardi, Efianty A., 2010. Disfagia. Dalam: Soepardi, Efianty A., Nurbaiti I., Jenny B., dkk.
2010. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga-Hidung-Tenggorok Kepala Leher edisi keenam. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 276- 280.
Sudiana, I., 2008. Patobiologi Molekuler Kanker. Salemba Medika. Jakarta. 41-42.
Sukardja, I., 2002. Onkologi klinik edisi 2. Airlangga University Press. Surabaya. 229-237.
Susworo, R. 2001. Kanker Nasofaring Epidemiologi Dan Pengobatan Mutakhir. Cermin Dunia
Kedokteran. Diunduh:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/144_09KankerNasofaring.pdf/144_09K anke
rNasofaring.pdf(pada tanggal 12 juli 2001).

Anda mungkin juga menyukai