Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Stase Keperawatan Medikal Bedah
Fathurrahman Thahir
Fitria Afiaty
Helpika Windiany
Julvia Nurvitasari
Illyana Maulydia
Ai Nani Suartini
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Karsinoma laring merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel laring. Laring berperan
dalam koordinasi fungsi menelan, bernafas, berbicara dan aliran masuknya makanan serta
minuman. Tumor ganas laring adalah 1-2% dari seluruh kejadian tumor ganas di seluruh dunia.
Pada tahun 2011 diperkirakan 12.740 kasus baru tumor ganas laring di Amerika Serikat dan
diperkirakan 3560 orang meninggal. Kasus tumor ganas laring di RS. M. Djamil Padang januari
2011-Desember 2012 tercatat 13 kasus baru dan ditatalaksana dengan laringektomi total
sebanyak 6 kasus. Karsinoma sel skuamosa adalah jenis tumor ganas laring primer yang sering
ditemukan lebih dari 95% kasus. Kejadian tumor laring berhubungan dengan kebiasaan merokok
dan konsumsi alkohol. Faktor etiologi lain yang mempengaruhi timbulnya karsinoma sel
skuamosa meliputi : konsumsi tembakau, konsumsi alkohol yang lama, bahan karsinogen
dilingkungan, status sosial ekonomi, pekerjaan yang berbahaya, makanan dan kerentanan
genetik. Adapun terapi modalitas untuk tatalaksana kasus tumor ganas laring tergantung
stadiumnya seperti laringektomi parsial/total, kemo-radiasi atau terapi kombinasi (Irfandi, D &
Rahman, S.2015).
Gangguan menelan secara klinis relevan dengan komplikasi akut dan jangka panjang
pada pasien dengan berbagai macam kanker. Disfagia (gangguan menelan ) bisa menjadi akibat
dari keganasan di daerah kepala dan leher, terutama kanker faring, lidah dan esophagus.
Frekuensi dan keparahan dari pre-treatmen disfagia dan aspirasi tergantung pada stadium dan
lokasi tumor, karena tumor dapat mempengaruhi motilitas struktur yang terlibat dalam menelan.
Pauloski dkk mengatakan bahwa prevalensi disfagia pra-perawatan sebanyak 28,6% terjadi pada
kanker laring.
Di ruangan kemuning 4 Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin Bandung rata-rata pasien dirawat
karena kanker dan masalah orthopedy. Dalam tutorial in clinic (TIC) ini akan membahas
permasalahan pada Tn. R dengan diagnosa medis disfagia carcinoma laring.
2. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa disfagia carcinoma laring ?
Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa disfagia
carcinoma laring di RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung
Tujuan Khusus
a. Menjelaskan konsep disfagia carcinoma laring
b. Mengkaji klien dengan diagnosa disfagia carcinoma laring di RSUP dr. Hasan Sadikin
Bandung
c. Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan disfagia carcinoma laring di
RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung
d. Merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan diagnosa disfagia carcinoma
laring di RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung
e. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan diagnosa disfagia carcinoma
laring di RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung
f. Mengevaluasi tindakan keperawatan pada klien dengan disfagia carcinoma laring di
RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung
g. Mendokumentasikan asuhan keperawatan klien dengan diagnosa disfagia carcinoma
laring di RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kanker laring merupakan kondisi keganasan pada laring akibat dari pertumbuhan
dan pembelahan sel yang abnormal. Kanker laring dapat menyebabkan penderita
mengalami suara serak, kesulitan bernapas dan sakit tenggorokan. Penderita kanker laring
juga akan mengalami gangguan dalam berbicara. Kanker laring lebih sering dijumpai
oleh laki-laki dibanding perempuan dengan perbandingan 5:1 (Hermani, 2001).
2.2 Etiologi
Penyebab pasti kanker laring belum dapat diketahui, namun terdapat hal-hal yang
berhubungan dengan terjadinya keganasan, yaitu konsumsi rokok dengan jangka waktu
yang panjang (Ramalingam KK, 1993), berusia lebih dari 60 tahun, konsumsi alkohol
(Hanna, 1998), terpapar sinar radio aktif, polusi udara, radiasi leher dan absestosis (Robin
PE, 1997). Peningkatan resiko terjadinya kanker laring juga terdapat pada pekerja yang
terpapar pada debu kayu.
2.3 Anatomi
Laring merupakan organ bagian dari saluran pernapasan bagian atas yang
dibentuk oleh serangkaian tulang dan beberapa tulang rawan yang saling berhubungan
satu sama lain dan berbentuk seperti corong. Tulang bagian atas dan tulang rawan
tersebut diikat oleh otot intrinsik dan ekstrinsik dan dilapisi oleh mukosa. Laring
merupakan organ yang selalu terbuka, namun tertutup ketika sedang menelan makanan.
Lokasi laring dapat ditentukan dengan inspeksi dan palpasi di daerah leher. Macam-
macam tulang dan tulang rawan yang membentuk laring adalah tulang hioid, kartilago
tiroid dan kartilago krikoid. Laring berbentuk piramida triangular terbalik dengan dinding
kartilago tiroid di sebelah atas, dan kartilago krikoid disebelahh bawah. Tulang hioid
menyatu dengan laring oleh membran tiroid. Tulang hioid merupakan tempat melekatnya
otot-otot dan ligamen dan akan mengalami osifikasi sempurna pada usia 2 tahun. Secara
keseluruhan, laring dibentuk oleh sejumlah kartilago, ligamentum dan otot. (Sofyan,
2011)
Kartilago laring terbagi atas 2 (dua) kelompok, yaitu:
1. Kelompok kartilago mayor terdiri dari Kartilago Tiroidea 1 buah, Kartilago
Krikoidea 1 buah, dan Kartilago Aritenoidea 2 buah
2. Kartilago minor terdiri dari Kartilago Kornikulata Santorini 2 buah, Kartilago
Kuneiforme Wrisberg 2 buah, Kartilago Epiglotis 1 buah
Ligamen dan membran laring terbagi atas 2 kelompok, yaitu ligamentum
ekstrinsik dan instrinsik. Ligamen ekstrinsik terdiri dari, membran tirohioid, ligamentum
tirohioid, ligamentum tiroepiglotis, ligamentum hioepiglotis dan ligamentum
krikotrakeal. Sedangkan ligamen instrinsik terdiri dari, membran quadrangularis,
ligamentum vestibular, konus elastikus, ligamentum krikotiroid media, dan ligamentum
vokalis.
Otot-otot laring terbai dalam 2 kelompok besar yaitu otot ekstrinsik dan otot
instrinsik (Ballenger, 1993). Otot ekstrinsik berfungsi untuk menghubungkan laring
dengan struktur disekitarnya, sehingga kelompok otot ini berfungsi untuk menggerakkan
laring secara keseluruhan. Otot ekstrinsik terbagi atas otot suprahioid (elevator laring)
dan otot infrahioid (depresor laring). Sementara otot instrinsik berfungsi untuk
menghubungkan kartilago dengan kartilago lalinnya, sehingga berfungsi untuk
menggerakan struktur didalam laring terutama untuk membentuk suara dan bernapas.
Yang termasuk dalam kelompok otot instrinsik adalah otot-otot adduktor yang berfungsi
untuk menutup pita suara, otot abduktor untuk membuka pita suara, dan otot tensor untuk
menegangkan pita suara.
2.4 Patofisiologi
Kanker laring tumbuh secara perlahan akibat suplai limfatik yang sedikit di
tempat yang kering seperti epiglotis atau pita suara. Bagian tersebut mengandung banyak
pembuluh limfe, sehingga biasanya ketika terdapat kanker pada jaringan tersebut dapat
meluas secara cepat dan dapat bermetastase ke kelenjar limfe leher bagian dalam dan
biasanya memicu terjadinya serak. Suara serak merupakan tanda awal kanker laring.
Tanda-tanda metastase pada laring biasanya dapat ditemukan pembengkakan pada leher,
nyeri pada jakun yang menyebar ke telinga, disfagia, pembesaran kelenjar limfe dan
batuk.
2.5 Klasifikasi
Berdasarkan Stadium tumor ganas laring ditentukan melalui klasifikasi TNM, menurut
American Joint Committee on Cancer (AJCC) 2011 klasifikasi dan stadium tumor ganas
laring terbagi atas :
1. Supraglotis
2. Glotis
3. Subglotis
Yang termasuk supraglotis adalah permukaan posterior epiglotis yang terletak di sekitar
os hioid, lipatan ariepiglotik, aritenoid, epiglotis yang terletak di bawah os hioid, pita
suara palsu, ventrikel. Yang termasuk glottis adalah pita suara asli, komisura anterior dan
komisura posterior. Yang termasuk subglotis adalah dinding subglotis.
Klasifikasi dan stadium tumor berdasarkan AJCC :
1. Tumor primer (T)
Supra glottis :
T is: tumor insitu
T 0 : tidak jelas adanya tumor primer l
T 1 : tumor terbatas di supra glotis dengan pergerakan normal
T 1a : tumor terbatas pada permukaan laring epiglotis, plika ariepiglotika, ventrikel atau
pita suara palsu satu sisi.
T 1b : tumor telah mengenai epiglotis dan meluas ke rongga ventrikel atau pita suara
palsu
T 2 : tumor telah meluas ke glotis tanpa fiksasi
T 3 : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi dan / atau adanya infiltrasi ke dalam.
T 4 : tumor dengan penyebaran langsung sampai ke luar laring.
Glotis :
T is : tumor insitu
T 0 : tak jelas adanya tumor primer
T 1 : tumor terbatas pada pita suara (termasuk komisura anterior dan posterior) dengan
pergerakan normal
T 1a : tumor terbatas pada satu pita suara asli
T 1b : tumor mengenai kedua pita suara
T 2 : tumor terbatas di laring dengan perluasan daerah supra glotis maupun subglotis
dengan pergerakan pita suara normal atau terganggu.
T 3 : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi dari satu atau ke dua pita suara
T 4 : tumor dengan perluasan ke luar laring
Sub glotis :
T is : tumor insitu
T 0 : tak jelas adanya tumor primer
T 1 : tumor terbatas pada subglotis
T 1a : tumor terbatas pada satu sisi
T 1b : tumor telah mengenai kedua sisi
T 2 : tumor terbatas di laring dengan perluasan pada satu atau kedua pita suara asli
dengan pergerakan normal atau terganggu
T 3 : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi satu atau kedua pita suara
T 4 : tumor dengan kerusakan tulang rawan dan/atau meluas keluar laring.
2.8 Komplikasi
Yang kemungkinan dapat terjadi adalah distres pernapasan, hemoragi dan infeksi.
2.9 Rencana tindakan keperawatan
ANALISA DATA
bergerak ↓
Nyeri
- Kekuatan otot
2 4
4 1
- kesulitan membuka
mata sebelah kiri
- Sesak jika nyeri
dirasakan sangat berat
mencapai RR
>20x/menit
Sesak
↓
Kelemahan
↓
Tidak dapat merawat
diri sendiri
↓
Defisit perawatan diri
↓
Kelemahan
↓
Tirah baring lama
↓
Penekanan lama antara
anggota tubuh dengan
tempat tidur
↓
Resiko Luka Tekan
↓
Resiko dekubitus
DO : Metastase pada
supraglotik
- Penurunan kesadaran
- Refleks menelan ↓
menurun Obstruksi pada lumen
esofagus
↓
Disfagia progesif
↓
Kesulitan dalam
menelan makanan
↓
Gangguan menelan
15 DS : Massa pada laring Kurang pengetahuan
- Istri klien mengatakan ↓
klien merokok 5 Perubahan kondisi
bungkus sehari ↓
- Istri klien mengatakan Kurang terpapar
klien selalu minum informasi
kopi setiap hari ↓
Kurang pengetahuan
DO :
- TD : 160/100 mmHg
- BB : 80 kg
- TB : 160 cm
- IMT : 31,25 cm
- LLA : 29,7 cm
DIAGNOSA KEPERAWATAN
No
Tujuan Intervensi Rasionalisasi
Dx
- Perilaku
pencegahan jatuh : □ Ajari pasien bagaimana cara □ Melatih pasien untuk
Setelah dilakukan
- Lakukan pengkajian nyeri secara - Mengetahui tingkat nyeri
tindakan keperawatan
komprehensif pasien
selama 2x24 jam, pasien
- Observasi reaksi ketidaknyamanan
dapat mengontrol nyeri
non verbal - Mengetahui tingkat
dengan kriteria hasil:
- Gunakan teknik komunikasi ketidaknyamanan akibat nyeri
- Tahu penyebab nyeri terapeutik dalam menggali - Mengetahui tingkat koping
- Mampu menggunakan pengalaman nyeri dan pasien akibat nyeri
teknik nonfarmakologi penerimaannya
untuk mengurangi - Tentukan faktor yang memperburuk - Mengurangi faktor yang dapat
nyeri nyeri memperburuk nyeri
- Wajah pasien tenang - Supaya pasien dapat
- Melaporkan bahwa - Ajarkan cara penggunaan teknik melakukan teknik
nyeri berkurang nonfarmakologi seperti distraksi, nonfarmakologi untuk
- TTV normal tarik napas dalam atau guided mengurangi nyeri
imagery - Sebagai salah satu metode
mengurangi nyeri
- Mengurangi rasa nyeri
6. Setelah dilakukan
tindakan keperawatan - Kaji berat badan, status gizi, alergi, - Informasi memberikan data
selama 2x24 jam, asupan intoleransi makanan, dasar untuk mengevaluasi
nutrisi terpenuhi , kebutuhan/keefektifan
dengan kriteria hasil : intervensi
- Hitung kebutuhan nutrisi pasien - Mengetahui kebutuhan nutrisi
- Pasien mengatakan
pada pasien
lemas berkurang - Pemberian makanan diet tinggi
- Meningkatkan nilai albumin
protein
- Tubuh pasien lebih - Memudahkan makanan untuk
segar masuk ke tubuh pasien tanpa
melewati oral
- Pemeriksaan lab - Kolaborasi pemberian makanan
- Mengevaluasi intervensi yang
dalam rentang yang sudah di blender (blenderized)
diberikan
normal melalui NGT
10 Setelah dilakukan Lakukan pemasangan mayo bila perlu Pemasangan mayo dapat
tindakan selama 1 x 24 membuka jalan nafas sehingga
jam status respirasi proses respirasi lebih efektif
pasien dalam keadaan
baik dengan kriteria
hasil : Jumlah oksigen yang tepat dan
1. Irama nafas, Berikan terapi oksigen sesuai dengan alat bantu nafas yang tepat dapat
frekuensi pernafasan kebutuhan pasien membantu proses respirasi
dalam rentang menjadi lebih efektif
normal, tidak ada
suara nafas abnormal
2. Tanda tanda vital
dalam rentang
normal
11 Setelah dilakukan Mandikan pasien dengan cara diseka Memandikan menggunakan
tindakan selama 1 x 24 menggunakan washcloth washclot dilakukan jika pasien
jam, personal hygine tidak dapat mobilisasi ke kamar
klien terpenuhi dengan mandi
kriteria hasil :
12 Setelah dilakukan Kaji adanya luka decubitus pada tubuh Pemantauan dini terhadap
tindakan selama 1 x 24 pasien decubitus dapat mengurangi
jam, resiko dekubitas kejadian decubitus pada pasien
terhindari dengan
kriteria hasil :
5. Pemindahan barang-barang
6. Berikan penjelasan pada pasien yang bisa membahayakan
dan keluarga atau pengunjung jauh dari klien membuat
adanya perubahan status kesehatan risiko cedera menjadi
dan penyebab penyakit.
terminimalisir
6. Pelaporan adanya
perubahan status kesehatan
klien akan membuat
penanganan klien menjadi
lebih cepat dan tepat
Tn. R 69 tahun laki2 dengan diagnosa medis disfagia carcinoma larink t4n3m0 stadium
4b. Telah dipasang trakeostomy, dan kemarin dilakukan gastrotomy karena keluhan tidak bisa
menelan dan belum makan setelah 2 hari. Trakheostomy dipasang sejak april 2018. Dan pada
jantung sudah dipasang ring.
Pada saat pengkajian, klien tidak bisa berbicara. Menurut keterangan keluarga pasien
mengalami sesak napas. Klien memiliki riwayat perokok aktif sedari kecil. Tidak memiliki
alergi. Ada riwayat ibu DM.
Untuk pemenuhan nutrisi,klien hanya meminum susu 1 gelas sto 3x/hari,minum 1.5L.
Lila : 17.6
Aktivitas pada saat di rumah sakit butuh bantuan. Kuku panjang,mandi hanya di waslaf.
Kesadaran compos mentis (GCS:15; E4,M6,V5).
Nadi 77x/menit, RR 22x/menit, TD 100/60 mmHg, T 36,6.
Pemeriksaan Fisik
Kepala bersih tidak ada lesi.
Wajah terdapat bengkak di sebelah kiri
Bibir kering,
Leher terdapat trakeostomi, ada benjolan di sebelah kanan
Dada simetris, vesikuler,tidak ada bunyi jantung tambahan , Abdomen terdapat gastrotomi dan
ada selangnya buat masukin makanan. Datar dan halus.. Kekuatan otot tangan kanan 3 kiri 2.
Kaki kanan 3 kaki kiri 3.
STEP I
- Istilah yang tidak di mengerti
1) Gastrotomy
2) Tracheostomy
3) Disfagia
- Jawaban step 1
1) Gastrostomy
Gastrostomy adalah tindakan menginsersikan tube/selang ke dalam abdomen (gaster)
untuk pemenuhan kebutuhan nutrisi.
2) Tracheostomy
Tracheostomy adalah suatu tindakan membuka dinding depan/anterior trachea untuk
mempertahankan jalan napas agar udara dapat masuk ke paru-paru (Smeltzer and
Bare, 2013).
3) Disfagia
Suatu kondisi dimana seseorang sulit menelan.
STEP 2
1) Jelaskan mengenai T4N3M0
2) Kenapa pasien mengalami sesak padahal sudah terpasang tracheostomy?
3) Pasien terpasang tracheostomy, lalu bagaimana komunikasi pasien?
4) Bagaimana status nutrisi pasien setelah terpasang gastrostomy?
5) Penatalaksanaan pada kanker laring?
6) Pemeriksaan penunjang untuk menguatkan diagnose tersebut?
7) Masalah keperawatan pada kasus diatas?
8) Legal etik pada kasus tersebut?
9) Penkes apa saja yang dapat diberikan kpd keluarga terkait kasus di atas?
10) Penyebab terjadinya penyakit yang dialami pasien?
STEP 3
1) Tumor primer (T)
Penyebaran kanker ke kelenjar getah bening (N)
Sejauh mana tumor menyebar (M)
T4N3M0
T4 : Batas kanker sudah sampai ke luar laring
N3 : Kelenjar homolateral yang masif, kelenjar bilateral atau kontra lateral
M0 : Tidak ada metastase
2) Karena produksi sekret meningkat dan pasien tidak mampu mengeluarkan sekretnya
secara spontan sehingga menghalangi jalan nafas -> sesak (sesuai data pasien)
3) Menurut data pengkajian, pasien sudah tidak dapat berbicara setelah dilakukan tindakan
tracheostomy. Pasien berkomunikasi menggunakan bahasa tubuh atau menulis di kertas.
4) Menurut penuturan keluarga, pasien mengalami penurunan berat badan setelah tindakan
trakeostomi. Nafsu makan pasien berkurang dan pasien hanya mengonsumsi makanan
cair melalui selang. BB 38kg, TB 168cm, IMT 14.
5) Pasien dengan kanker dapat melakukan pengobatan berupa kemoterapi atau tindakan
pembedahan lainnya.
6) Pasien dapat melakukan pemeriksaan laringoskop untuk menilai lokasi tumor dan
penyebaran tumornya. Selain itu, biopsi laring, untuk pemeriksaan patologi anatomik
dan dari hasil patologi anatomik yang terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa.
7) Bersihan jalan nafas tidak efektif (data: pasien sesak, RR 22x/menit, secret (+) )
1) Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan (LILA 17, IMT 14 (kurus)
2) Gangguan keseimbangan cairan (bengkak di wajah dan lengan kiri)
3) Gangguan mobilitas fisik (klien tirah baring)
4) Deficit perawatan diri (tirah baring, kemampuan melakukan ADL (-) )
5) Resiko gangguan integritas kulit (tirah baring, pada area tumit kanan kemerahan)
6) Hambatan komunikasi (pasien terpasang tracheostomy)
8) Legal etik pada kasus yaitu respect for autonomy, beneficienece, dan justice.
9) Mobilisasi dini pasca operasi (mika-miki), tentang kebersihan badan pasien, terkait cara
pemberian nutrisi lewat gastrotube, mobilisasi untuk mencegah dekubitus, kebutuhan
nutrisi.
STEP 4 – MINDMAP
STEP 5
Learning Objective:
STEP 6
Cari referensi terkait LO.
Daftar Pustaka
American Joint Committee on Cancer, (2011). AJCC Cancer Staging Manual. Edisi 8.
New York. Springer
Ballenger, J.J. 1993. Anatomy of the larynx. In : Diseases of the nose, throat, ear, head and neck.
13th ed. Philadelphia, Lea & Febiger.
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen Klinis untuk
Hasil yang Diharapkan (8th ed.). Jakarta: Salemba Medika.
Brennar,M.T.,Verdonck-de leeuw, et.al,.2012.ReviewArtikel ; Swallowing Dysfungtion in
Cancer Patients.Support Care Cancer.Vol.20 No.433-443.Spingerlink. Retrieved from
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3271214/pdf/520_2011_Article_1342.pdf)
Brown Scott. 1997. Orolaryngology. 6th ed. Vol. 1. Butterworth, Butterworth & Co Ltd. page
1/12/1-1/12/18
Cahyadi, I., Permana, A.D. et.al.2016. Karakteristik Penderita Karsinoma Laring di Departemen
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Bedah Kepala Leher Rumah Sakit dr.
Hasan Sadikin Bandung Periode Januari 2013-Juli 2015.Bandung: Universitas
Padjadjaran, Tunas Medika Jurnal Kedokteran Kesehatan dan Fakultas Uswaganti
CireboN
Hermani B. Abdurrahman H. Tumor laring. Dalam Soepardi EA, Iskandar N Ed. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher. Edisi ke-5. Jakarta. Balai
Penerbit FKUI. 2001. h. 156-62
Irfandi, D & Rahman, S.2015.Laporan Kasus : Diagnosis Dan Penatalaksanaan Tumor Ganas
Laring. Jurnal Kesehatan Andalas. Vol 4 No.2. Padang. Bagian THT-KL Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas)
Lawson W, Biller HFM, Suen JY. Cancer of the Larynx. Dalam Myers EN, Suem JY. Ed.
Cancer of the Head and Neck. Churchill Livingstone.
h. 533-60
Nurarif, Amin Huda, & Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA NIC-NOC.
Jakarta. Medi Action Publishing
Ramalingam KK, Sreeramamoorthy B. A. Short Practice of Otolaryngylogy India : All Publisher
& Disatributor, 1993. h. 335-43
Sofyan, F. (2011). EMBRIOLOGI, ANATOMI, DAN FISIOLOGI LARING.