Anda di halaman 1dari 17

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN THT-KL REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN SEPTEMBER 2019


UNIVERSITAS HASANUDDIN

NODUL PLICA VOCALIS

DISUSUN OLEH:
Reny Kartini C014172031
Eric Untario C014172032

RESIDEN PEMBIMBING:
dr. Ratih Finisanti

SUPERVISOR PEMBIMBING:
Prof. Dr. dr. Abdul Qadar Punagi, Sp. T.H.T.K.L.(K), FICS

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Reny Kartini C014172031


Eric Untario C014172032
Judul Referat : NODUL PLICA VOCALIS

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Departemen


Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, September 2019

Residen Pembimbing,

dr. Ratih Finisanti

Supervisor Pembimbing,

Prof. Dr. dr. Abdul Qadar Punagi, Sp.T.H.T.K.L.(K), FICS

i
BAB I
PENDAHULUAN

Nodul plica vocalis adalah pertumbuhan yang menyerupai jaringan parut


dan bersifat jinak pada pita suara. Terdapat berbagai sinonim klinis untuk nodul
pita suara termasuk screamer’s nodule, singer’s nodule, atau teacher’s nodule.1
Nodul plica vocalis merupakan lesi laring jinak yang paling umum
didiagnosis terutama berdasarkan riwayat pasien, keluhan klinis, dan melalui
pemeriksaan visual seperti laringoskopi indirek dan merupakan sumber disfonia
yang umum.2,3 Nodul biasanya terbentuk akibat pemakaian suara yang berlebihan,
terlalu keras atau terlalu lama seperti pada seorang guru, penyanyi, penyiar,
presenter dan sebagainya. Nodul dapat terjadi pada anak-anak dan dewasa, pada
dewasa wanita lebih sering terkena. Penggunaan suara yang berlebihan secara
terus menerus mengkin merupakan faktor pencetus yang terpenting.1,4
Tidak ada kecenderungan gender untuk penyakit ini, dapat terlihat pada semua
kelompok umur tetapi paling umum pada usia decade ketiga hingga keenam.
Penyakit ini terkadang sulit dibedakan dengan polip plica vocalis namun dokter
membedakan antara nodul dan polip ini berdasarkan adanya lesi sessile (nodule)
atau bertangkai (polip).1
Gangguan suara kronis sering terjadi pada populasi umum dengan kejadian
mulai dari 3% hingga 5% menurut berbagai penelitian 50% guru melaporkan
masalah vocal selama karier mereka. Menurut Simberg et al, prevalensi nodul
plica vocalis adalah 4% dalam populasi mereka dari 226 guru.2

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI LARING


a. Anatomi Laring
Laring merupakan bagian terbawah dari saluran nafas bagian atas.
Terletak di depan hypopharynx dan setinggi vertebra cervical III-VI dan
bergerak secara vertikal ke arah anteroposterior selama proses menelan dan
fonasi. Bentuknya menyerupai limas segitiga terpancung dengan bagian atas
lebih besar daripada bagian bawah. Pada orang dewasa, laring berakhir di
batas bawah vertebra cervical VI. Laring menghubungkan bagian inferior
faring dengan trakea.
Laring memiliki tiga kartilago tidak berpasangan dan tiga berpasangan.
Yang tidak berpasangan adalah: Kartilago tiroid, krikoid, dan epiglottis. Yang
berpasangan adalah kartilago arytenoid, corniculata, dan cuneiforme.
Kartilago thyroid adalah yang terbesar dari semuanya. Plica vocalis melekat
pada bagian tengah roid angle. Sebagian besar benda asing di laring
ditangkap di atas plica vocalis, yaitu pada bagian tengah cartilage tiroid serta
jalan napas yang efektif dapat disediakan melalui penusukan pada membrane
chrycothyroidea yang prosedurnya disebut cricothyrotomy. Kartilago thyroid
krikoid, dan arytenoid terbentuk dari tulang rawan hyaline sedangkan
epiglottis, corniculata, dan cuneiform terbentuk dari fibrokartilago elastik.
Laring juga terdiri atas membran ekstrinsik dan membran intrinsik.
Membran ekstrinsik meliputi membrane thyrohyoid, membrane cricotracheal,
dan ligament hyoepiglottic. Adapun membran intrinsik terdiri atas membran
cricovocal, membran quadrangular, ligament cricothyroid, dan ligament
thyroepiglotik.5

2
Gambar 1. Anatomi laring tampakan anterior dan potongan sagittal.5

Otot-otot laring juga terbagi menjadi dua tipe yaitu otot intrinsik dan
ekstrinsik. Otot intrinsik yang bekerja pada plika vocalis yaitu posterior
cricoarytenoid, lateral cricoarytenoid, interarytenoid, cricothyroid, vocalis,
dan yang bekerja pada cincing laryngeal adalah thyroepiglottic,
interarytenoid, dan aryepiglottic. Adapun otot ekstrinsiknya meliputi otot
levator: stylopharyngeus, salpingopharyngeus, palatopharyngeus, dan
thyrohyoid. Otot-otot depressor: sternohyoid, sternothyroid, dan omohyoid.

Gambar 2. Otot-otot laring dan kerjanya.5

Gambar 3. Otot intrinsik laring tampakan lateral dan posterior.5

Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot ekstrinsik dan otot


intrinsik. Otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara keseluruhan,
sedangkan otot intrinsik menyebabkan gerak bagian-bagian laring tertentu
yang berhubungan dengan gerakan pita suara. Otot ekstrinsik laring ada yang
terletak di atas os hioid (suprahioid) dan yang terletak di bawah os hioid
(infrahioid). Otot ekstrinsik suprahioid berfungsi menarik laring ke bawah,
sedangkan infrahioid menarik laring ke atas. Otot intrinsik laring terdiri dari

3
otot adduktor yang berfungsi mendekatkan kedua pita suara ke tengah, dan
otot abduktor yang berfungsi menjauhkan kedua pita suara ke lateral.
Rongga laring meluas dari aditus laring (batas atas rongga laring) yang
merupakan sarana untuk berhubungan dengan laringofaring, sampai setinggi
tepi bawah kartilago krikoid untuk beralih ke lumen tenggorok. Dua pasang
lipatan yaitu plica vocalis dan plica vestibular membagi rongga menjadi tiga
bagian, yaitu vestibulum, ventrikel, dan ruang subglottis.1
Vestibulum meluas dari laring masuk ke plica vestibular. Dinding
anteriornya dibentuk oleh permukaan posterior dari epiglottis. Ventrikel
(Sinus laring) merupakan ruangan berbentuk elips yang terletak antara plica
vestibular dan plica vocalis.5
Subglottic space meluas dari plica vocalis hingga tepi bawah kartilago
krikoid. Plica vestibularis (Pita suara palsu) berjumlah dua dan masing-
masing lipatan mengandung selaput lender yang membentang di
anteroposterior melintasi rongga laring dan berisi ligamentum vestibular serta
beberapa serat otot dan kelenjar lendir. Plica vocalis merupakan dua pita
tajam berwarna putih mutiara yang memanjang dari tengah sudut tiroid ke
prosessus vocal arytenoids. Setiap pita suara terdiri atas ligamentum vocalis
yang merupakan tepi atas dari membrane cricovocal yang ditutupi oleh
selaput lendir yang terikat erat dengan jaringan ikat subepitel. Adapun glottis
(rima glottidis) merupkan ruang yang panjang antara pita suara di bagian
depan, dan prosessus vocal dan pangkal arytenoid di bagian belakang.

4
Gambar 4. Rima Glottidis.6

Pada bagian anteroposterior, glottis memiliki ukuran sekitar 24 mm pada


pria dan 16 mm pada wanita. Ini adalah bagian tersempit dari rongga laring.
2/3 anterior glottis dibentuk oleh tali membrane sedangkan 1/3 posterior oleh
prosesus vocal arytenoid. Ukuran dan bentuk glottis bervariasi sesuai dengan
pergerakan pita suara. 2/3 anterior glottis disebut juga fonatory glottis karena
berkaitan dengan fonasi tetapi pada 1/3 posterior berfungsi untuk pernapasan.
Laring juga memiliki beberapa ruangan yaitu pra-epiglottic space of
Boyer yang dibatasi oleh bagian atas kartilago tiroid dan membran tirohyoid
di depan, ligamentum hyoepiglottic di atas dan epiglottis infrahyoid dan
membran segiempat di belakang. Ruangan ini diisi dengan lemak, jaringan
areolar dan beberapa limfatik. Terdapat juga paraglottic space yang dibatasi
oleh kartilago tiroid lateral, conus elasticus inferomedial, ventrikal dan
membrane segiempat medial, dan mukosa fosfor piriform posterior. Serta
reinke’s space yang berada di bawah epitelium plica vocalis yang merupakan
ruang potensial dengan jaringan ikat subepitelial. Edema pada ruang ini dapat
menyebabkan pembengkakan fusiform pada membran pita suara (Reinke’s
oedema).5

Gambar 5. Paraglottic dan pre-epiglottic space yang saling berhubungan


satu sama lain.5

Gambar 6. Struktur plica vocalis (cross section)

b. Fisiologi Laring
Laring memiliki beberapa fungsi penting yaitu:
1) Proteksi saluran napas bawah

5
Secara filogenetik, fungsi ini yang paling awal dikembangkan.
Sedangkan fungsi produksi merupakan fungsi sekunder. Laring
melindungi saluran napas bawah melalui 3 cara yaitu penutupan spinchter
pada saat pembukaan laring, penghentian respirasi, dan reflex batuk.
Ketika makanan ditelan, ia akan dicegah masuk ke saluran napas dengan
penutupan 3 spinchter yaitu laryngeal inlet, false cords, dan true cords.
Dengan demikian, tidak ada benda asing yang tertelan memasuki laring.
Respirasi akan berhenti sementara melalui reflex yang dihasilkan oleh
serabut saraf aferen (Nervus IX) ketika makanan bersentuhan dengan
dinding faring posterior atau pangkal lidah. Adapun batuk merupakan
mekanisme yang penting dan kuat untuk mengeluarkan partikel asing
yang masuk ke mukosa saluran napas.5
2) Fonasi
Laring menyerupai alat musik tiup. Suara dihasilkan melalui beberapa
mekanisme yaitu : (1) plica vocalis mengalami adduksi; (2) tekanan udara
infraglottis dihasilkan oleh udara yang dihembuskan dari paru-paru
karena kontraksi otot dada dan perut; (3) Udara akan memaksa untuk
membuka plica vocalis dan dikeluarkan sebagai isapan kecil yang
menggetarkan plica vocalis dan menghasilkan suara yang diperkuat oleh
mulut, faring, hidung, dan dada. Suaran ini akan dikonversi menjadi
ucapan oleh aksi modulasi bibir, lidah, palatum, faring, dan gigi.
Intensitas suara tergantung pada tekanan udara yang dihasilkan oleh paru-
paru sedangkan nada tergantung pada frekuensi pita suara yang bergetar.
3) Respirasi
Laring mengatur aliran udara ke paru-paru. Pita suara akan mengalami
abduksi saat inspirasi dan adduksi saat ekspirasi.
4) Fiksasi pada dada
Ketika laring ditutup, dinding dada terfiksasi dan berbagai otot
thoraks dan perut akan bekerja. Batuk, muntah, defekasi, berkemih, dan
melahirkan anak juga membutuhkan fiksasi dari dinding dada serta
penutupan glottis.5

6
2.2 DEFINISI
Nodul plica vocalis merupakan pertumbuhan yang menyerupai jaringan
parut dan bersifat jinak pada plica vocalis (pita suara), terbentuk pada kedua
lipatan meskipun tidak selalu simetris, dan berlokasi di dalam lamina propria.
Kelainan ini disebut juga singer’s nodule, screamer’s nodul atau teacher’s
nodul.7
Umumnya, nodul ini akan timbul pada pertemuan antara 1/3 anterior dan
2/3 posterior dari lipatan plica dimana ini merupakan area dengan getaran
paling maksimal pada plica vocalis sehingga memiliki resiko untuk terjadinya
trauma. Ukurannya bervariasi mulai dari pin-head hingga setengah kacang.4,6
Pada kebanyakan kasus, tidak ada fungsi lain selain fonasi yang terganggu.
Pada kasus yang ringan, lesi dapat berkurang secara alami dengan
mengurangi penggunaan suara.7

Gambar 7. Nodul pita suara 6,8

2.3 EPIDEMIOLOGI
Nodul plica vocalis merupakan sumber disfonia yang umum dan
merupakan keadaan patologi pada laring yang paling umum (2%). Orang-
orang yang banyak menggunakan suara cenderung untuk mendapatkan nodul
pada pita suara mereka. Gangguan suara kronis sering terjadi pada populasi
umum dengan kejadian mulai dari 3% hhingga 15% menurut berbagai
penelitian.
Nodul plica vocalis merupakan kelainan yang sering terjadi pada anak
laki-laki dan wanita dewasa. Menurut Simberg et al, prevalensi nodul plica

7
vocalis adalah 4% dalam populasi 226 guru. Nodul plica vocalis memiliki
konsekuensi mental, fisik, emosi, social ekonomi, serta keuangan.
Nodul, dua sampai tiga kali lebih sering terjadi pada anak laki-laki
dibanding anak perempuan, yaitu usia 8-12 tahun. suara serak yang kronis
terjadi > 5% pada anak-anak sekolah. Anak-anak biasanya tidak peduli pada
suara seraknya. Dari anak-anak tersebut yang menderita suara serak yang
kronis, nodul adalah penyebab sebanyak 38-78%. Ini membuat nodul pita
suara sebagai penyebab tersering gangguan suara pada anak-anak usia
sekolah. Pada dewasa, wanita lebih sering terkena dari laki-laki. Lesi
biasanya berasal dari trauma pada mukosa pita suara yang tertekan sewaktu
vibrasi yang berlebihan.2

2.4 ETIOLOGI
Nodul pita suara biasanya disebabkan oleh penyalahgunaan pemakaian
suara (vocal abuse) dalam waktu lama, berlebihan dan dipaksakan seperti
pada seorang guru, aktor, ataupun penyanyi. Penyakit ini juga sering terjadi
pada anak-anak usia sekolah yang agresif dan banyak bicara. Trauma dari
plica vocalis juga dapat terjadi pada orang-orang yang berbicara dengan nada
rendah yang tidak alami pada periode yang lama atau pada intensitas yang
tinggi. Faktor-faktor penyebab laringitis kronis sangat berpengaruh di sini.
Tetapi penggunaan suara yang berlebihan secara terus menerus merupakan
faktor pencetus yang terpenting. Akibatnya lesi paling sering terdapat pada
pemakai suara profesional.5,6
Hal-hal lain yang juga dapat menyebabkan nodul pita suara di antaranya :
sering batuk dan berusaha keras untuk membersihkan tenggorokan,
penggunaan suara yang tidak biasa atau kuat selama bermain atau marah, dan
pengguna nada yang terlalu tinggi. Orang-orang dengan kebiasaan seperti ini
akan menyebabkan cedera pada pita suaranya. Jika hal ini terjadi, pita suara
awalnya akan mengalami penebalan dan menjadi merah. Jika penyalahgunaan
suara berlanjut maka penebalan pada tengah pita suara akan berkembang
menjadi sebuauh nodul.6

8
2.5 PATOFISIOLOGI
Asal nodul plica vocalis berhubungan dengan anatomi pita suara yang
khas. Nodul dapat bilateral dan simetris pada pertemuan sepertiga anterior
dan dua pertiga posterior plica vocalis. Pada daerah ini terjadi kerja maksimal
yang membebani pita suara, seperti aktivitas berteriak dan bernyanyi. Lesi
biasanya berasal dari trauma pada mukosa plica vocalis akibat tekanan
mekanik yang berlebihan dan berulang sewaktu vibrasi dan dijumpai adanya
daerah penebalan mukosa yang terletak pada plica vocalis. Selain itu, udara
yang dipaksa melalui celah kecil antara lipatan selama modulasi suara juga
menyebabkan pengeringan.7
Pada tepi bebas pita suara, terdapat ruang potensial subepitel (Reinke’s
Space), yang mudah diinfiltrasi oleh cairan edema atau darah, dan hal inilah
yang terjadi pada lesi yang disebabkan oleh trauma akibat penggunaan suara
berlebih. Karena nodul merupakan reaksi inflamasi terhadap trauma mekanis,
terlihat perubahan inflamasi yang progresif. Pada tahap awal, nodul biasanya
lunak, bengkak, dan berwarna merah. Ditutupi oleh epitel skuamosa dan
stroma di bawahnya mengalami edema serta memperlihatkan peningkatan
vaskularisasi, dilatasi pembuluh darah dan pendarahan sehingga
menimbulkan nodul polipoid dalam berbagai tingkat pembentukan. Jika
trauma atau penyalahgunaan suara ini berlanjut, maka nodul menjadi lebih
matang dan lebih keras karena mengalami fibrosis dan hialinisasi. Epitel
atasnya juga mengalami hiperplasia membentuk nodul. Nodul yang matang
seperti pada penyanyi profesional tampak pucat dan fibrotik. Epitel
permukaannya menjadi tebal dan timbul keratosis, akantosis, dan
parakeratosis. Nodul yang fibrotik dan matang jarang ditemukan pada anak-
anak dan biasanya ditemukan terlambat.1,5

9
2.6 GEJALA KLINIS
Pertumbuhan massa atau nodul pada plica vocalis umumnya disebabkan
karena stres mekanikal yang terjadi secara berulang-ulang. Pada awalnya,
pasien mengeluhkan suara pecah pada nada tinggi dan gagal dalam
mempertahankan nada. Selanjutnya pasien menderita serak yang
digambarkan sebagai suara parau, yang timbul pada nada tinggi, terkadang
disertai dengan batuk. Nada rendah terkena belakangan karena nodul tidak
berada pada posisi yang sesuai ketika nada rendah dihasilkan. Kelelahan
suara biasanya cepat terjadi sebelum suara serak menjadi jelas dan menetap.
Jika nodul cukup besar, gangguan bernafas merupakan gambaran yang paling
umum terjadi.9 Gejala lainnya seperti adanya sensasi nyeri pada leher dan
bagian lateral dari laring. Hal ini terjadi karena usaha yang dibutuhkan untuk
menghasilkan suara meningkat.9

2.7 DIAGNOSIS
Diagnosis nodul plica vocalis ditegakkan berdasarkan anamnesis (gejala
klinis) dan hasil pemeriksaan laringoskopi, baik melalui laringoskopi indirek
maupun endoskopi laringeal.10 Pada anamnesis, pasien biasanya mengeluhkan
suara serak atau nyeri pada leher selama dua atau tiga minggu. 10 Pemeriksaan
laringoskopi dengan jelas dapat menunjukkan penampakan kecil, tergambar
jelas lesi pita suara sebagai penebalan mukosa pita suara berbentuk fusiform.
Lesi ini dapat dibedakan dari pita suara normal karena berwarna kemerahan
(hiperemis).10
Lesi dapat beragam tergantung lamanya penyakit. Nodul akut dapat
berupa polipoid, merah dan edema. Nodul kronis biasanya kecil, pucat,
runcing, dan simetris. Nodul biasanya bilateral dan tampak pada pertemuan
sepertiga anterior dan dua pertiga posterior pita suara.
Biopsi akan memastikan nodul tersebut bukanlah suatu keganasan,
gambaran patologiknya ialah epitel gepeng berlapis yang mengalami
proliferasi dan di sekitarnya terdapat jaringan yang mengalami kongesti.

10
Gambar 8. Gambaran Nodul Pita Suara Bilateral

2.8 DIAGNOSIS BANDING


a. Laringitis kronis non spesifik
Kelainan radang kronis sering mengenai mukosa laring dan
menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinis. Penyebab pasti
belum diketahui, tetapi mungkin ada salah satu atau lebih penyebab
iritasi laring yang menetap, seperti penggunaan suara yang berlebihan,
bahan yang dihirup seperti asap rokok danasap industri, bernapas melalui
mulut secara terus menerus akibat obstruksi hidung mengakibatkan
gangguan kelembaban udara pernapasan dan perubahan mukosa laring.

b. Polip pita suara


Suara serak juga merupakan keluhan utamanya, tetapi ini bervariasi,
tergantung besar dan lokasi polip. Perubahan suara berkisar dari tak serak
sampai afoni. Bila polip menonjol di antara pita suara, pasien merasakan
ada sesuatu yang mengganggu di tenggorokannya. Bila polipnya besar
atau multipel dapat menimbulkan sumbatan jalan nafas.11

11
c. Papilloma laring
Gejala awal penyakit ini adalah suara serak dan karena sering terjadi
pada anak, biasanya disertai dengan tangis yang lemah. Papiloma dapat
membesar kadang-kadang dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas yang
mengakibatkan sesak dan stridor sehingga memerlukan trakeostomi.

d. Keratosis laring
Gejala yang sering ditemukan pada penyakit ini adalah suara serak yang
persisten.Sesak nafas dan stridor tidak selalu ditemukan. Selain itu ada
rasa yang mengganjal di tenggorokan, tanpa rasa sakit dan disfagia.Pada
keratosis laring, terjadi penebalan epitel, penambahan lapisan sel
dengangambaran pertandukan pada mukosa laring. Tempat yang sering
mengalami pertandukan adalah pita suara dan fossa interaritenoid.

e. Pachydermia laring.
Pachydermia laring merupakan suatu pembentukan hiperplasia lokal dari
epitel pada pita suara,yang terjadi akibat proses yang kronik. Lesi bersifat
bilateral simetris, dan daerah yang terkena pada posterior suara dan
interaritenoid. Gejala yang ditemukan adalah serak yang kronis, rasa
kering dan batuk. Masa bilateral pada pita suara dan interaritenoid,
dengan benjolan kemerahan.2

2.9 PENATALAKSANAAN
Kunci dari penatalaksanaan adalah membuat pasien mengerti bahwa
penyalahgunaan suara adalah penyebab dari nodul. Secara keseluruhan terapi
dari nodul pita suara mencakup:
a. Istirahat suara total
Hal ini adalah penting untuk penanggulangan awal. Dengan istirahat
suara, nodul yang kecil dapat dengan sendirinya dan hilang seluruhnya.
Karena istirahat bersuara merupakan salah satu tekhnik untuk
mengistirahatkan organ-organ pembentuk suara.

12
b. Eksisi mikrolaring
Hal ini dilakukan jika nodul fibrotik, nodul besar, dan curiga keganasan.
Nodul yang sudah matur juga bisa diangkat dengan laser CO2,
menggunakan teknik shaving. Menurut Benninger, hal ini dilakukan jika
terdapat beberapa keadaan berikut:
i. nodul pita suara dicurigai terjadi pada anak, ketidakpatuhan penderita
dalam menjalani pemeriksaan,
ii. pada dewasa, jika ekstirpasi nodul memang diinginkan dan jika
diagnosis masih samar.
Pasca tindakan penderita harus istirahat suara total, sekurang-kurangnya
seminggu, sebaiknya 2 minggu.8 Masih dalam rentang tersebut, Hajar dan
Saragih, mengharuskan penderita menjalani istirahat suara total selama
10-14 hari dan sebelum operasi dilakukan, penderita menjalani terapi
bicara selama 6 bulan.
c. Terapi berbicara
Terapi berbicara pra dan pasca tindakan adalah utama untuk
memperbaiki traumavokal dan untuk mencegah berulangnya kembali
setelah eksisi pembedahan, selain itu untuk mengubah pola berbicara
yang lebih santai dan memperbaiki teknik berbicara yang salah. Menurut
Benninger, terapi bicara harus digunakan sebagai terapi lini pertama dan
utama pada anak-anak dan dewasa. Dokumentasi dari gambaran nodul di
klinik suara menunjukkan kemajuan terapi dan meningkatkan kepatuhan
terapi bicara.

2.10 PROGNOSIS
Prognosa penatalaksanaan nodul pita suara seluruhnya adalah baik.
Penggunaan yang berlebihan secara berlanjut dari suara akan menyebabkan
lesi ini timbul kembali. Nodul ini dapat dicegah atau disembuhkan dengan
istirahat suara dan dengan mempelajari kegunaan suara dengan tepat. Jika
kebiasaan yang salah dalam berbicara tidak diubah maka kesempatan akan
tinggi untuk kambuh kembali.

13
DAFTAR PUSTAKA

9. Omori K. 2011. Diagnosis of Voice Disorders. JMAJ 54(4): 248–253.


10. M Civera et al. 2017. Assessment of vocal cord nodules: a case study in speech
processing by using Hilbert-Huang Transform. Journal of Physics: Conf. Series
842.
11. Vasconcelos D, Gomes A, Araujo C. 2019. Vocal Fold Polyps: Literature
Review. Int Arch Otorhinolaryngol 2019;23:116–124.

14

Anda mungkin juga menyukai