Periksa ukuran dan bentuk dari pupil pada setiap mata dan bandingkan. Apabila
ada perbedaan >0.4 mm diameter pada kedua diameter, kondisi ini disebut Anisokor, hal
ini normal pada 38% individu yang sehat. Setelah itu lakukan tes reaksi pupil (refleks
cahaya). Terakhir, lakukan tes konstriksi pupil (pupillary constrictor muscle),
konvergensi (medial rectus muscles), dan akomodasi lensa (ciliary muscle).
Periksa gerakan ekstraokular mata dengan cara 6 gerakan cardinal mata (saat
menatap), apabila terdapat kerusakan atau kehilangan salah satu gerakan kardinal mata,
hal ini disebut diplopia. Tanyakan pada pasien arah cardinal yang menyebabkan diplopia
memburuk dan cek adanya deviasi asimetris dari gerakan mata. Tentukan apabila
diplopia yang diderita pasien merupakan monocular atau binocular dengan cara meminta
pasien untuk menutup satu mata, kemudian lakukan hal yang sama pada mata yang lain.
Pada keluhan kesulitan berketak atau menggerakkan rahang kea rah yang
berlawanan, diduga terjadi penurunan fungsi muskulus masseter dan lateral pterygoid.
Adanya deviasi rahang ketika membuka mulut menunjukkan adanya penurunan fungsi di
daerah yang mengalami deviasi. Apabila terdapat kelemahan nervus trigemal yang
bersifat unilateral maka kemungkinan besar ada lesi pontine. Kelemahan yang bersifat
bilateral menunjukkan adanya penyakit hemisfer bilateral. Pemeriksaan yang dilakukan
dibagi menjadi motoris dan sensoris.
Tes sensoris selanjutnya adalah tes rangsang halus, dimana pasien diminta untuk
memberikan pernyataan setiap kali stimulus diberikan. Alat yang digunakan pada tes ini bisa bulu
atau kapas halus.
Lakukan tes refleks kornea dengan cara meminta pasien melihat keatas dan fiksasi pada
objek yang jauh, kemudian dekati pasien dari arah yang berlawanan, menghindari area lapang
pandang dari pasien. Sentuh kornea dengan kapas telinga dan hindari bulumata (seperti figur 4).
Normalnya, kedua mata akan segera berkedip setelah menerima rangsangan stimulus halus,
Adanya pemipihan dari lipatan nasolabial dan penurunan dari kelopak mata
bawah menunjukkan kelemahan otot wajah. Cedera perifer pada nervus facialis biasanya
mempengaruhi wajah bagian atas maupun bawah (seperti yang terlihat di Bell’s palsy
atau paralysis wajah tipe lain). Lakukan inspeksi wajah pada saat istirahat dan saat
berbicara. Catat adanya asimetri pada wajah, paling sering terlihat di lipatan nasolabial,
perhatikan adanya tics atau gerakan abnormal. Minta pasien untuk melakukan hal berikut:
Pemeriksaan nervus akustik dilakukan dengan cara tes bisik. Minta pasien untuk
mengulang angka yang dibisikkan ke salah satu telinga selagi menutup telinga lain.
Apabila ada penurunan fungsi pendengaran maka tentukan tipe konduktif (terjadi
kesalahan konduksi) atau sensorineural (terjadinya kerusakan nervus akustik). Lakukan
pemeriksaan Rinne untuk memeriksa konduksi udara dan tulang, dilanjutkan dengan
pemeriksaan lateralisasi menggunakan tes weber.
Lakukan inspeksi dari belakang pasien, periksa adanya atrofi atau fasikulasi
(getaran halus di serat otot). Minta pasien untuk mengangkat kedua bahu ke arah atas
kemudian lakukan tahanan seperti figur 6. Nilai kekuatan dan kontraksi dari trapezius.
Minta pasien untuk menolehkan kepala ke arah yang berlawanan dengan tangan
pemeriksa (seperti figure 7), lakukan tahanan. Periksa kontraksi dari muskulus
sternocleidomastoid yang berlawanan dan nilai kekuataan gerakan terhadap tangan
pemeriksa.
Figur 6 menunjukkan pemeriksaan nervus accessory Figur 7 menunjukkan pemeriksaan nervus accessory
Pemeriksaan