Anda di halaman 1dari 6

1

I. MENINGITIS
A. Definisi
Meningitis adalah peradangan pada meningen (selaput penutup otak dan
sumsum tulang belakang). Meningitis disebabkan oleh infeksi dari virus dan
bakteri. Secara umum, meningitis yang sering terjadi disebabkan oleh bakteri
daripada meningitis yang disebabkan oleh virus. Meningitis merupakan penyakit
berbahaya jika tidak segera ditangani, penyakit ini dapat dicegah dengan
vaksinasi. Meningitis juga bukan merupakan penyakit menular (Goldsmith,
2008).
B. Etiologi
Meningitis dapat disebabkan oleh Bakteri dan Virus. Virus yang
menyebabkan meningitis adalah enterovirus, 90% dari kasus meningitis viral.
Sedangkan meningitis paling sering disebabkan oleh bakteri, yaitu bakteri
Niesseria meningitidis, Haemophilus influenzae type B, Streptococcus
pneumoniae. Pada bayi baru lahir sering disebabkan oleh bakteri Escherichia
coli dan Streptococcus group B (Ropper, 2005).
C. Patofisiologi
Bakteri dapat mencapai sistem saraf pusat melalui cara :
1. Hematogen
Infeksi dari fokus lain menyebar secara hematogen langsung ke sistem saraf
pusat. Fokus infeksi tersering adalah saluran napas didaerah nasofaring.
2. Perkontinuitatum
Infeksi meluas secara langsung dari lokasi yang berdekatan dengan SSP,
seperti dari sinus paranasal.
3. Implantasi langsung
Terjadi infeksi langsung ke SSP seperti fraktur terbuka pada trauma kepala,
iatrogenik pada pungsi lumbal, atau prosedur bedah.
4. Meningitis neonatus
Neonatus mengalami infeksi yangn berasal dari aspirasi amnion,kuman pada
jalan lahir, atau infeksi transplasental.

Bakteri masuk ke dalam cairan serebrospinal dan ruanng subarakhnoid


melalui pleksus koroid di ventrikel lateral dan meningen bereplikasi dengan
2

cepat didalamnya. Terjadi infiltrasi polimorfonuklear dan produksi berbagai


sitokin inflamasi seperti TNF-α, IL-1, dan Prostaglandin E secara masif.
Akibatnya sawar darah-otak mengalami kerusakan, terjadi trombosis vaskular
dan permeablitias vaskular meningkat.

Peningkatan permeabilitas vaskular dan kerusakan sawar darah-otak


menyebabkan transudasi, efusi subdural, edema serebri, yang mengakibatkan
peningkatan tekanan intra kranial dan iskemia serebral. Trombosis vaskular yang
terjadi di sinus venosus menyebabkan perdarahan subarakhnoid, kerusakan
korteks menyebabkan perubahan statsu mental, kejang, defisit sensorik, motorik,
dan retardasi psikomotor, tanda rangsang meningeal muncul karena inflamasi
pada saraf dan akar spinal (Prober, 2011).

D. Gejala klinis
Gejala awal meningitis adalah demam, sakit kepala, nyeri tubuh, kelelahan
& kantuk. Gejala selanjutnya yang dapat terjadi adalah mual, muntah,
kebingungan, perubahan tingkat kesadaran, kaku leher, dan kepekaan terhadap
cahaya. Pada bayi, gejalanya termasuk demam, kerewelan, penolakan untuk
makan, kesulitan bangun, dan pembengkakan pada soft spot di kepala bayi..
Kejang paling sering ditemui dengan H. influenzae meningitis. Meskipun hal ini
paling sering terjadi pada bayi dan anak-anak, sulit untuk menilai signifikansi,
karena anak-anak dapat terserang demam karena sebab apa pun. Lesi otak
serebral yang persisten atau kejang biasanya berkembang pada minggu kedua
infeksi meningeal (Ropper, 2005).
E. Diagnosa
Diagnosa dapat ditegakkan dari gejala klinis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Meningitis memiliki trias yaitu, demam, nyeri kepala
hebat, dan kaku kuduk. Pemeriksaan fisik pada meningitis meliputi pemeriksaan
rangsang meningeal, yaitu : Kaku kuduk, Kernig sign, Lasegue sign, Brudzinski
1, 2, 3, 4, Guillain sign, Edelmann test, Bikele test. Pemeriksaan rangsang
meningeal diperiksa untuk melihat adanya iritasi pada selaput meningen.
Selain itu, terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yaitu, :
1. Pungsi lumbal : untuk melihat bakteri penyebab di dalam CSS, namun jika
ada tanda-tanda peningkatan TIK pemeriksaan ini tidak di indikasikan.
3

2. Kultur darah : dilakukan sebelum terapi antibiotik diberikan.


3. CT-Scan atau MRI : untuk mencari lessi massa (Ropper, 2005).
F. Tatalaksana
Terapi empiris dan suportif harus segera diberikan sambil menunggu hasil
pemeriksaan penunjang, :
1. Terapi suportif : cairan intravena, nutrisi, antipiretik, antikonvulsan
2. Peningkatan TIK : manitol 20% dosis 0,25-1 gr/KgBB/kali tiap 6-8 jam.
3. Antibiotik empiris
4. Kortikosteroid : deksametason dalam dosis tinggi (0,15 mg / kg empat kali
sehari selama 4 hari) (Ropper, 2005).

Tabel 1.1 Antibiotik empiris


4

1.2 Tabel Antibiotik spesifik untuk meningitis akut

1.3 Tabel rekomendasi dosis antibiotik


5

II. ENCEFALITIS
A. Definisi
Ensefalitis adalah inflamasi pada jaringan parenkim otak yang disertai
defisit neurologis. Ensefalitis paling sering disebabkan oleh virus (Kennedy,
2004).
B. Etiologi

2.1 Tabel virus penyebab ensefalitis

C. Patofisiologi
Metode penularan setaip virus berbeda-beda. HSV tipe 1 menular lewat
kontak langsung, sedangkan HSV tipe 2 menular lewat kontak seksual, pada
neonatus biasanya lewat jalan lahir ibu. Infeksi virus ke SSP biasanya berasal
dari fokus infeksi di tempat lain, misalnya saluran pernapasan, saluran
pencernaan, atau kulit. Virus mencapai SSP melalui, :
1. Infeksi lokal : infeksi langsung pada permukaan SSP atau selaput
2. Penyebaran hematogen :
a. Hematogen primer : berasal dari fokus infeksi ditempat yang jauh,
masuk kedalam darah, mencapai SSP, dan kemudian bereplikasi di SSP.
Misalnya golongan enterovirus.
b. Hematogen sekunder : berasal dari fokus infeksi di tempat yang jauh,
bereplikasi terlebih dahulu di tempat tersebut, baru kemudian masuk ke
dalam darah, dan mencapai SSP. Misalnya poliovirus (bereplikasi di
usus), virus herpes simplex (bereplikasi di traktus respiratorius), dan
arbovirus (di epitel vaskuler).
6

3. Penyebaran melalui syaraf : menyebar melalui saraf perifer dan saraf


kranial. Misalnya herpes simplex, dan polio (Prober, 2011).
D. Gejala klinis
Gejala prodormal terjadi selama 1-4 hari, seperti demam, hiperestesia, sakit
kepala, mual, muntah, anoreksia, nyeri tenggorokan. Pada bayi akan tampak
ritabel dan letargi. Selain itu dapat terjadi penurunan kesadaran, ataksia, kejang,
dan defisit neurologi fokal, dan ditandai peningkatan TIK. Pada beberapa jenis
virus ruam kulit juga dapat muncul (Prober, 2011).
E. Diagnosa
Diagnosa klinis dapat ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjanng. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu :
1. Analisis cairan serebrospinal
2. Identifikasi virus melalui PCR
3. Pemeriksaan elektroensefalogram : menunjukkan perlambatan aktivitas
difus. Defisit neurologis fokal ( seperti kejang) gambaran EEG akan
menunjukkanperlambatan fokal di lobus temporal.
4. MRI : edema parenkim difus (Prober, 2011)
F. Tatalaksana
1. Jika kejang fokal : antikonvulsan  fenitoin IV
2. Peningkatan TIK : mannitol
Terapi antivirus : asiklovir 10 mg/kg 3 kali sehari, jika diagnosa sudah
dikonfirmasi dengan PCR/MRI lanjutkan selama 14 hari (Kennedy, 2004).

Anda mungkin juga menyukai