B. Epidemiologi
Pada umumnya prevalensi otomikosis terkait dengan wilayah
geografis dengan tingkat kelembapan yang tinggi seperti di daerah tropis
dan subtropis. Negara tropis dan subtropis mempunyai derajat kelembapan
yang tinggi sekitar 70-80% dengan suhu udara sekitar 15-30C. Di
berbagai tempat di Indonesia banyak didapatkan kondisi lingkungan yang
sesuai dengan yang diperlukan untuk pertumbuhan jamur. Otomikosis
terjadi pada semua usia baik pria dan wanita, dan umumnya jarang terjadi
pada anak-anak dan bukan kondisi yang menular. Otomikosis sering
berkembang pada individu yang sebelumnya memiliki kondisi
dermatologis pada telinga, seperti dermatitis seboroik atau psoriasis.
C. Patogenesis
Beberapa faktor dapat berkontribusi pada perkembangan otitis
eksternal, terkait dengan mekanisme pertahanan telinga yang terganggu.
Mekanisme pertahanan yang melekat pada telinga termasuk : traggus dan
konka tulang rawan yang sebagian menutupi meatus auditori eksternal dan
membantu mencegah masuknya benda asing, folikel rambut dan adanya
penyempitan kanalis menghambat masuknya kontaminan, serumen yang
membantu menciptakan suasana asam sehingga menghambat pertumbuhan
bakteri dan jamur. Serumen mempunyai antimisotik dan bakteriostatik
terdiri atas 46-73% protein, asam amino dan mineral serta mengandung
lisozim, immunoglobin dan asam lemak. Kondisi hidrofobik tersebut
tidak menjadi tempat kultur yang baik bagi patogen. Selain itu, kualitas
perlekatan serumen membantu untuk menjebak kotoran halus.
Tahap pertama dalam patogenesis meliputi peradangan dan edema kulit
kemudian menyebabkan pruritus dan obstruksi. Pruritus memungkinkan
penderita untuk menggaruk kalanis auditori sehingga menimbulkan cedera
lebih lanjut. Kerusakan ini menyebabkan perubahan kualitas dan jumlah
serumen yang diproduksi, merusak migrasi epitel dan meningkatkan pH
telinga, suhu meningkat, kondisi kanal yang lebih gelap, sehingga
menyebabkan kondisi kelembapan telinga meningkat dan menjadi tempat
perkembangbiakan yang baik untuk berbagai macam organisme patogen.
Faktor spesifik yang meningkatkan kondisi kelembapan telinga
adalah berenang atau paparan air sehingga menyebabkan maseri kulit dan
kerusakan barrier kulit-serumen, mengubah mikroflora saluran telinga
untuk bakteri yang di dominasi gram negatif. Trauma telinga dari
pemberisahan berlebihan atau penggarukan yang agresif pada kanal
auditori akan menyebabkan hilangnya serumen dan juga mengakibatkan
laserasi disepanjang lapisan tipis kulit saluran telinga yang memungkin
menjadi port the entry organisme patogen untuk masuk ke jaringan yang
lebih dalam. Pada saat pembersihan menggunakan cotton bud
memungkinkan tertinggalnya sebagian kecil kapas yang kemudian akan
memipu reaksi pada kulit dan infeksi sehingga akan tampak sebagai
segmen yang hancur dan bernanah. [ CITATION Lau13 \l 1057 ]
D. Manifestasi Klinis
Gejala yang paling umum dari otomikosis adalah adanya tanda
inflamasi, pruritus, rasa tidak nyaman, kehilangan atau berkurangnya
pendengaran, tinnitus, otalgia dan discharge. Pada pemeriksaan otoskopi
terdapat mycelia/hifa jamur (gambaran filamen putih) , yang dapat
menegakkan diagnosis. Pada kanalis aurikular mungkin akan tampak
eritem, debris fungal berwarna putih, abu-abu atau hitam. Pasien
umumnya memiliki riwayat penggunaan obat tetes antibiotik telinga yang
tidak berespon membaik. Secara keseluruhan diagnosis dapat dikonfirmasi
melalui identifikasi struktural jamur dengan pemeriksaan KOH dalam
pemeriksaan kultur.
Karakteristik infeksi jamur berdasarkan organisme penyebabnya
memiliki beberapa ciri khas seperti Aspergillus yang akan tampak hifa
(debris filamen putih). Candida akan tampak mycelia bersama dengan
serumen berwarna kekuningan. [ CITATION Lau13 \l 1057 ]
E. Pemeriksaan Penunjang
Biasanya jarang digunakan karena penegakan diagnosis bisa
ditegakkan hanya dengan pemeriksaan fisik otoskopi. Dalam (Ahmad, dkk
2010) mereka membandingkan bahwa diagnosis otomikosis diantara
pemeriksaan fisik/klinis dengan pemeriksaan laboratorium tidak memiliki
perbedaan yang sigfinikan diantara keduanya untuk mendiagnosis
otomikosis secara umum. Pemeriksaan kultur dapat dilakukan dengan cara
menginokulasi langsung spesimen ke dua tabung plat agar sabouraud dan
di inkubasi pada suhu kamar selama 14 hari. Identifikasi cepat alternatif
patogen jamur dari sampel tulang mastoid atau cairan serebrospnial
dengan PCR pada pasien yang memiliki infeksi jamu invasif sangat
dianjukran.[ CITATION Iri14 \l 1057 ]
F. Terapi
Terapi yang adekuat dari infeksi jamur harus mencakup formulasi, rute
pemberian, dosis, dan berdasarkan keparahan penyakit. Terapi topikal
dapat diberikan pada pasien dengan infeksi superfisial. Pasien dengan
otitis eksterna tanpa perforasi membran timpani dapat menggunakan
formulasi anti jamur yang berbeda termasuk salep, gel dan krim. Pelihinan
obat antijamur topikal harus berdasarkan p-drug yang baik termasuk
kelarutan obat dalam air, resiko rendah ototoxicity, efek alergi rendah,
spektrum obat antimycotic luas.
Pengobatan ditujukan untuk menjaga agar liang telinga tetap kering,
jangan lembab dan disarankan untuk tidak mengorek-ngorek telinga.
Tatalaksana otomikosis dapat meliputi pembersihan debris kanal telinga
dan penciciuna serta dengan pemberian topikal antifungal. Topikal nystatin
dapat digunakan tiga kali sehari selama 2-3 minggu. Jenis antimikosis
seperti klotrimazole sangat efektif dalam pengobatan campuran infeksi
bakteri dan fungi dengan keefektifan 95-100% dan tidak memiliki efek
ototoxic, ketokonazol untuk spesies aspergilus dan candida
albicans[ CITATION Mal13 \l 1057 ].
G. Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan adalah menghindari faktor-faktor yang
meningkatkan kelembapan seperti menghindari masuknya air kedalam
telinga termasuk kebiasaan berenang dikurangi, menghindari mengorek
telinga dengan benda yang kotor, hentikan penggunaan antibiotik telinga
jangka panjang tanpa pengawasan dokter, hindari penggarukan telinga
yang berlebihan. [ CITATION Ozc11 \l 1057 ]
DISKUSI