Anda di halaman 1dari 13

MANAJEMEN KASUS

Glaukoma
Disusun untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan di Stase Mata
RSUD Wonosari

Disusun oleh:
Satrio Budi Wicaksono/14711160

Pembimbing:
dr. Nur Ekwanto S., Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
RSUD WONOSARI
2019
UNIVERSITAS DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA

ISLAM
INDONESIA STATUS PASIEN UNTUK UJIAN

FAKULTAS KEDOKTERAN Untuk Dokter Muda

Nama Dokter Muda Satrio Budi Wicaksono Tanda Tangan


NIM 14711160
Tanggal Ujian
Rumah sakit RSUD Wonosari
Gelombang Periode 29 April-1 Juni 2019

Nama Pasien Nn. S


Alamat Tunggul Timur, Semanu
Umur 27 tahun
Jenis kelamin P
Pekerjaan Pegawai
No. RM 500XXX
Diagnosis ODS suspect glaukoma

ANAMNESIS

Keluhan utama Mata kanan terasa nyeri berdenyut

Riwayat penyakit Pasien mengeluhkan mata kanan berdenyut disertai mata merah sejak 1
sekarang minggu yang lalu dirasakan setiap hari, memberat pada malam dan pagi hari.
Gejala lain pandangan kabur pada mata kanan dan kiri. Pasien juga
mengeluhkan nyeri kepala. Keluhan penurunan lapang pandang disangkal.
Riwayat pengobatan disangkal, riwayat penggunaan obat steroid disangkal,
riwayat sakit diabetes melitus, hipertensi disangkal. Pasien juga mengatakan
tidak ada keluarga yang mengalami keluhan serupa.

Kesimpulan anamnesis Pasien perempuan berusia 27 tahun dengan keluhan utama mata kanan terasa
berdenyut sejak 1 bulan yang lalu, keluhan lain mata kanan tampak merah,
mata kanan dan kiri pandangan kabur, nyeri kepala.
PEMERIKSAAN SUBYEKTIF
Penilaian
Pemeriksaan OD OS
Dikerjakan Tidak
Visus jauh 5/12 5/12
Tidak Tidak
Refraksi
dilakukan dilakukan
Tidak Tidak
Koreksi
dilakukan dilakukan
Tidak Tidak
Visus dekat
dilakukan dilakukan
Proyeksi sinar (+) (+)
Merah (+), Merah (+),
Persepsi warna (merah, hijau)
Hijau (+) hijau (+)

PEMERIKSAAN OBYEKTIF
Penilaian
Pemeriksaan OD OS
Dikerjakan Tidak
1. Sekitar mata
Pertumbuhan Pertumbuhan
• Supercilia
baik, normal baik, normal
2. Kelopak mata
• Pasangan Simetris Simetris
• Gerakan Bebas Bebas
• Lobar rima 10 mm 10 mm
Edema (-), Edema (-),
hiperemis (-), hiperemis (-),
• Kulit sikatrik (-), sikatrik (-),
benjolan (-), benjolan (-),
nyeri tekan (-) nyeri tekan (-)
• Tepi kelopak Normal Normal
• Margointermarginalis Normal Normal
3. Apparatus lakrimalis
Edema (-), Edema (-),
• Sekitar gld lakrimalis
hiperemis (-) hiperemis (-)
• Sekitar saccus Edema (-), Edema (-),
hiperemis (-) hiperemis (-)
lakrimalis
Tidak Tidak
• Uji fluoresin
dilakukan dilakukan
Tidak Tidak
• Uji regurgitasi
dilakukan dilakukan
4. Bola mata
• Pasangan Simetris Simetris
• Gerakan Bebas Bebas
• Ukuran Mesoftalmus Mesoftalmus
5. Tekanan bola mata No No
6. Konjungtiva
Hiperemis (-), Hiperemis (-),
Papil (-), Papil (-),
• K. Palpebra superior folikel (-), folikel (-),
sikatrik (-), sikatrik (-),
anemia (-) anemia (-)
Hiperemis (-), Hiperemis (-),
Papil (-), Papil (-),
• K. Palpebra inferior folikel (-), folikel (-),
sikatrik (-), sikatrik (-),
anemia (-) anemia (-)
Hiperemis (-), Hiperemis (-),
Papil (-), Papil (-),
• K. Fornik folikel (-), folikel (-),
sikatrik (-), sikatrik (-),
anemia (-) anemia (-)
Injeksi Injeksi
konjungtiva (- konjungtiva (-
), tampak ), tampak
pertumbuhan pertumbuhan
jaringan jaringan
fibrovascular fibrovascular
• K. Bulbi
dengan ukuran dengan ukuran
15 mm dari 10 mm dari
nasal dan 4 nasal dan 2
mm memasuki mm memasuki
limbus , limbus,
hiperemis (+) hiperemis (+)
7. • Sklera
Warna putih, Warna putih,
• Episklera Injeksi Injeksi
perikornea (-) perikornea (-)
8. Kornea
• Ukuran 13 mm 13 mm
• Kecembungan Normal Normal
• Limbus Tegas Tegas
• Permukaan Licin Licin
• Medium Jernih Jernih
Tidak Tidak
• Dinding belakang
dilakukan dilakukan
Tidak Tidak
• Uji Fluresin
dilakukan dilakukan
Tidak Tidak
• Placido
dilakukan dilakukan
9. Camera oculi anterior
• Ukuran kedalaman Dalam Dalam
• Isi Jernih Jernih
10. Iris
• Warna Coklat Coklat
• Pasangan Simetris Simetris
• Gambaran Radier Radier
• Bentuk Bulat Bulat
11. Pupil
• Ukuran 3 mm 3mm
• Bentuk Bulat Bulat
• Tempat Sentral Sentral
• Tepi Rata Rata
• Reflek direk + +
• Reflek indirek + +
12. Lensa
• Ada/Tidak ada Ada Ada
• Kejernihan Jernih Jernih
• Letak Sentral Sentral
• Warna kekeruhan Normal Normal
Tidak Tidak
13. Korpus viterum
dilakukan dilakukan
Tidak Tidak
14. Reflek fundus
dilakukan dilakukan

KESIMPULAN PEMERIKSAAN

OD : OS :

Penurunan visus jauh (+)  5/17, COA dalam, Tampak hiperemis pada konjungtiva bulbi.
reflek pupil direk (+), reflek pupil indirek (+), Penurunan visus jauh (+)  5/17, COA dalam,
lensa jernih, TIO meningkat reflek pupil direk (+), reflek pupil indirek (+),
lensa jernih, TIO meningkat

DIAGNOSIS BANDING
OD Glaukoma akut
OS Glaukoma akut
PEMERIKSAAN TAMBAHAN
Slit Lamp
funduskopi
Tonometri

TERAPI
Kausal Timolol 1 tetes/8 jam
Glauseta tab 3x1
Kcl 500mg 1x1
Simptomatik Parasetamol 500mg/8jam
Suportif
PROGNOSIS
Ad visam Dubia ad malam
Ad sanam Dubia ad malam
Ad vitam Dubia ad malam
Ad kosmetikam Dubia ad malam
PTERYGIUM

A. Definisi
Pterygium berasal dari bahasa Yunani yaitu “pteron” yang artinya sayap.
Pterygium adalah keadaan patologik konjungtiva bulbi yang merupakan pertumbuhan
jaringan fibrovaskular yang bersifat degeneratif dan invasif, berupa lipatan berbentuk
segitiga yang tumbuh dari arah konjungtiva dan menjalar ke dalam kornea pada daerah
interpalpebral dengan puncak segitiganya di kornea dan kaya akan pembuluh darah
yang menuju ke arah puncak pterygium. Kebanyakan pterygium ditemukan di bagian
nasal dan biasanya bilateral.

B. Epidemiologi

Pterygium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah beriklim panas
dan kering. Prevalensi tertinggi pterygium terletak di daerah berdebu dan kering.
Prevalensi pterygium meningkat seiring dengan bertambahnya usia, terutama pada
dekade 2 dan 3. Insidensi paling tinggi yaitu pada usia 20-49 tahun. Kejadian berulang
(rekuren) lebih sering pada usia muda. Laki-laki 4 kali lebih resiko dari perempuan.

Pterygium lebih sering dijumpai pada laki-laki yang bekerja di luar rumah. Bisa
unilateral atau bilateral. Pterygium 90% terletak di daerah nasal. Pterygium yang
terletak di nasal dan temporal dapat terjadi secara bersamaan walaupun pterygium di
daerah temporal jarang ditemukan. Kedua mata sering terlibat tetapi jarang simetris.
Perluasan pterygium dapat sampai ke medial dan lateral limbus sehingga menutupi
sumbu penglihatan, menyebabkan penglihatan kabur.
C. Etiologi dan Faktor Resiko

Penyebab pterygium belum dapat dipahami secara jelas. Namun, pterigium banyak
terjadi pada mereka yang banyak menghabiskan waktu di luar rumah dan banyak
terkena panas terik matahari. Faktor resiko terjadinya pterigium adalah tinggal di
daerah yang banyak terkena sinar matahari, daerah yang berdebu, berpasir atau daerah
berangin besar. Penyebab paling umum pada pterygium adalah exposure atau paparan
berlebihan dari sinar matahari yang diterima oleh mata, baik UVA maupun UVB yang
mengenai konjungtiva bulbi. Selain itu dapat pula dipengaruhi oleh faktor-faktor lain
seperti zat alergen, kimia dan zat iritan lainnya. Pterigium sering ditemukan pada
petani, nelayan dan orang-orang yang bekerja di lapangan. Pterygium jarang
menyerang anak-anak.

Faktor risiko pterigium :

1. Radiasi ultraviolet
Radiasi UV adalah penyebab tersering timbulnya pterygium. Faktor resiko radiasi
sinar UV bisa dikaitkan dengan pekerjaan.

2. Faktor genetik
Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan kemungkinan diturunkan
autosom dominan pada riwayat keluarga dengan pterygium.

3. Faktor lain
Iritasi kronik atau inflamasi pada area limbus atau perifer kornea merupakan
pendukung terjadinya keratitis kronik dan terjadinya limbal defisiensi. Debu,
kelembaban yang rendah, dan trauma kecil dari bahan partikel tertentu (pasir, debu,
angin, asap rokok, bahan iritan), dry eye dan virus papilloma juga penyebab dari
pterygium.

D. Patogenesis

Sinar ultraviolet merupakan mutagen untuk p53 tumor supresor gene pada limbal
basal stem cell. Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta (TGF-beta) dan
vascular endothelial growth factor (VEGF) diproduksi dalam jumlah berlebihan dan
menimbulkan pengaturan berlebihan pada sistem kolagenase, migrasi seluler, dan
angiogenesis. Akibatnya terjadi perubahan degenerasI kolagen dan timbulnya jaringan
subepitelial fibrovaskular, seringkali disertai dengan inflamasi. Kerusakan pada kornea
terdapat pada lapisan membran bowman oleh pertumbuhan jaringan fibrovascular.

Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Akibat dari defisiensi
limbal adalah pertumbuhan konjungtiva ke kornea, vaskularisasi, inflamasi kronis,

E. Gejala Klinis

Gejala klinis pterygium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tidak ada
keluhan sama sekali (asimptomatik). Pada fase awal, pterygium biasanya tanpa gejala,
hanya keluhan kosmetik. Gangguan terjadi ketika pterygium mencapai daerah pupil
atau menyebabkan astigmatisme karena pertumbuhan fibrosis. Kadang terjadi diplopia
sehingga menyebabkan terbatasnya pergerakan mata.

Beberapa keluhan yang sering dialami pasien antara lain :

1. Mata sering berair dan tampak merah (apabila terjadi iritasi)


2. Merasa seperti ada benda asing atau fotofobia
3. Timbul astigmatisme akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan pterygium,
biasanya astigmatisme “with the rule” ataupun astigmatisme irreguler sehingga
mengganggu penglihatan
4. Pada pterygium yang lanjut (derajat 3 dan 4), bisa menutupi pupil dan aksis
visual sehingga tajam penglihatan juga menurun.
5. Diplopia karena membesarnya ukuran lesi. Efek diplopia akan lebih sering pada
lesi-lesi rekuren dengan pembentukan jaringan parut.

Pterigium terdiri dari 2 macam yaitu tebal dan tipis. Pterigium tebal mengandung
banyak pembuluh darah sementara pterigium tipis tidak mengandung banyak pembuluh
darah. Pterygium memiliki tiga bagian:
1. Bagian kepala atau cap, biasanysa datar, terdiri atas zona abu-abu pada kornea
yang kebanyakan terdiri atas fibroblast. Area ini menginvasi dan menghancurkan
lapisan Bowman pada kornea.
2. Bagian whitish, langsung setelah cap, merupakan sebuah lapisan vesikuler tipis
yang menginvasi kornea seperti halnya kepala.
3. Bagian badan atau ekor. Merupakan bagian yang mobile (dapat bergerak),
lembut, merupakan area vesikuler pada konjungtiva bulbi dan merupakan area
paling ujung. Badan ini menjadi tanda khas yang paling penting untuk
dilakukannya koreksi pembedahan.

F. Klasifikasi dan derajat pterygium


Klasifikasi pterygium :
a. Berdasarkan lokasi:
- Pterygium Simpleks, jika terjadi hanya di nasal atau temporal saja
- Pterygium Dupleks, jika terjadi di nasal dan temporal
b. Berdasarkan perjalanan penyakit dibagi atas 2 tipe, yaitu :
- Progresif pterygium : tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrat di depan
kepala pterygium (disebut cap pterygium).
- Regresif pterygium : tipis, atrofi, sedikit vaskular.
c. Klasifikasi yang lain :
- Vaskuler : pterygium tebal, merah, progresif, ditemukan pada anak muda
(tumbuh cepat karena banyak pembuluh darah).
- Membrannaceus : pterygium tipis seperti plastik, tidak terlalu merah terdapat
pada orang tua.

Derajat pterygium

Stadium Batasan

Stadium 1 Pterigium belum melewati limbus

Stadium 2 Sudah melewati limbus tetapi belum mencapai pupil, tidak boleh
melewati kornea lebih dari 2mm

Stadium 3 Sudah melewati limbus, ukuran > 2mm, belum menutupi aksis
penglihatan

Stadium 4 Sudah melewati limbus, ukuran > 2mm, menutupi aksis


penglihatan.
G. Diagnosis Banding
Diagnosis banding pterygium adalah pseudopterygium. Pseudopterygium
merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat. Seringkali
pseudopterygium ini terjadi pada proses penyembuhan tukak kornea, sehingga
konjungtiva menutupi kornea. Pseudopterygium juga sering dilaporkan sebagai
dampak sekunder penyakit peradangan pada kornea. Pseudopterygium dapat ditemukan
di bagian apapun pada kornea dan biasanya berbentuk obliq. Sedangkan pterygium
ditemukan secara horizontal pada posisi jam 3 atau jam 9. Diagnosis banding lainnya
adalah pinguekula dan pannus.
H. Penatalaksanaan
Terapi Konservatif
Terdapat beberapa terapi untuk pterygium. Secara umum pterygium primer
diterapi secara konservatif. Air mata buatan dapat membuat perasaan nyaman pada
penderita dan menyingkirkan adanya sensasi benda asing pada mata. Jika pterigium
mengalami iritasi atau inflamasi dapat diberikan antiinflamasi tetes mata atau
antiinflamasi tetes mata yang dikombinasikan dengan antibiotik (golongan steroid dan
NSAID seperti indiometasin 0,15%) dan vasokontriktor tetes mata. Obat tetes
kombinasi antibiotik dan steroid dapat diberikan 3 kali sehari (per 8 jam) sebanyak 1-3
tetes.
Terapi Bedah
Pembedahan merupakan tindakan terbaik untuk mengatasi pterygium. Berbagai macam
teknik pembedahan untuk pterigium telah dikembangkan, diantaranya teknik bare
sclera, McReynold, transplantasi membran amnion (TMA), Conjunctival flap dan
Conjungtival autograft. Pembedahan tidak direkomendasikan selama pterygium tidak
terlalu menimbulkan masalah berat bagi penderita. Adapun indikasi dilakukannya
pembedahan pada ptergium adalah sebagai berikut :
1. Pterigium telah memasuki kornea lebih dari 4 mm.
2. Pertumbuhan yang progresif, terutama pterigium jenis vascular.
3. Mata terasa mengganjal.
4. Visus menurun, terus berair.
5. Mata merah sekali.
6. Telah masuk daerah pupil atau melewati limbus.
7. Alasan kosmetik.
I. Prognosis
Eksisi pada pterigium dan dampaknya pada penglihatan dan kosmetik
menunjukkan hal yang baik. Pada beberapa hari post operasi pasien akan merasa tidak
nyaman, namun kebanyakan setelah 48 jam pasca operasi pasien bisa memulai
aktivitasnya. Bagaimanapun juga, pada beberapa kasus terdapat rekurensi dan risiko ini
biasanya karena pasien yang terus terpapar radiasi sinar matahari, juga beratnya atau
derajat pterigium. Pasien dengan pterygium yang kambuh lagi dapat mengulangi
pembedahan eksisi dan grafting.

Anda mungkin juga menyukai