BAB I
PENDAHULUAN
Adapun permasalahan yang dikaji dalam karya tulis ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana cara menegakkan diagnosis pada penyakit otomikosis?
2. Bagaimana penatalaksanaan yang tepat pada penyakit otomikosis?
Tujuan yang ingin dicapai melalui penulisan karya ilmiah ini adalah antara
lain sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui cara menegakkan diagnosis pada penyakit otomikosis.
2. Untuk mengetahui penatalaksanaan yang tepat pada penyakit otomikosis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.3 Etiologi
Terdapat perbedaan pendapat bahwa jamur sebagai penyebab infeksi,
pendapat lain menyatakan adanya koloni berbagai macam spesies sebagai
respon host yang immunocompromise terhadap infeksi bakteri. Namun hasil
studi laboratorium dan pengamatan secara klinis mendukung otomikosis
sebagai penyebab patologis yang sebenarnya, dengan Candida dan
Aspergillus sebagai spesies jamur yang terbanyak diperoleh dari
isolasinya7,8,1,4. Hanya Aspergillus niger organisme yang dapat diidentifikasi
dengan tepat sesuai dengan karakteristiknya yaitu whitish, material
menyerupai kapas terdiri dari hyphae jamur dan conidiophores kehitaman6.
Infeksi Candida lebih sulit untuk diidentifikasi secara klinis karena tidak jelas
tampilan karakterisktiknya, dapat muncul sebagai otorrhea yang tidak
berespon terhadap aural antimicrobial6.
6
2.1.4 Patofisiologi
Flora normal atau komensal ditemukan di dalam kanalis auditori
eksternus, terdiri dari berbagai mikroorganisme. Jenisnya berupa berbagai
bakteri yaitu: Staphylococcus epidermidis, Corynebacterium spp, Bacillus
spp, Gram-positive cocci (Staphylococcus aureus. Streptococcus spp, non-
pathogenic micrococci), Gram-negative bacilli (Pseudomonas aeruginosa,
Escherichia coli, Haemophilus influenzae, Moraxella cararralis etc) dan
jamur dari jenis genus Aspergillus atau Candida. Flora komensal ini tidak
bersifat pathogen selama keseimbangan antara bakteri dan jamur terjaga1.
Berbagai faktor mempengaruhi perubahan jamur saprofit menjadi jamur
pathogen, tetapi tidak sepenuhnya dipahami. Faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya infeksi jamur adalah dengan turunnya resistensi dari
meatus eksternus dan faktor-faktor yang mendukung pertumbuhan jamur,
yaitu: (1)perubahan epitel, akibat penyakit dermatologi atau mikrotrauma,
(2)peningkatan pH level di kanalis auditori eksternus, akibat mandi,
penggunaan antibiotik topikal, (3)faktor sistemik, akibat gangguan imunitas,
kortikosteroid, antibiotik, neoplasia, (4) faktor lingkungan, peningkatan suhu
dan kelembaban, (5)riwayat bacterial otomicosis, chronic secretory otitis
media (CSOM), postsurgical rongga mastoid1.
debris menyerupai krim keju pada meatus auditori eksternus yang kadang-
kadang menyebabkan inflamasi2.
2.2.1 Penatalaksanaan
Hal yang penting dalam penatalaksanaan otomikosis yang tepat adalah
pengobatan disesuaikan identifikasi agen penyebabnya. Banyak agen telah
direkomendasikan untuk mengobati otomikosis. Pengobatan dengan agen
antifungal tidak cukup sebagai pengobatan secara menyeluruh. Pengobatan
harus ditujukan untuk mengembalikan fisiologis dari kanal auditori
eksternal1.
Sampai saat ini ada 4 kelas utama obat untuk pengobatan infeksi jamur:
polyene, triazole, nucleoside analogue, dan echinocandin. Golongan polyene
diantaranya amphotericin B dan nystatin. Golongan triazole atau disebut
azole yaitu: fluconazole, clotrimazole, miconazole. Mekanisme aksi dari
polyene dan azole melibatkan komponen kimia esensial disebut ergosterol
yang terdapat pada membrane sel jamur. Hal ini akan mengakibatkan ion-ion
(khususnya K+ dan H+) dan molekul lainnya keluar dari sel dan menyebabkan
kematian jamur. Nucleoside analogue seperti flucytosine bekerja dengan
menghalangi sintesis nucleotide (yang merupakan kunci dalam produksi
energi sel, metabolism, dan persinyalan). Golongan echinocandin memiliki
mekanisme aksi dengan mengganggu biosintesis dinding sel. Penggunaannya
dalam pengobatan otomikosis belum dilaporkan7.
Dengan menggunakan 4% larutan boric acid dalam alkohol dan
melakukan suction secara berulang dan teratur telah digunakan untuk
mengobati otomikosis, tapi 23% pasien mengalami kekambuhan 2. Larutan
antifungal, seperti clotrimazole atau nystatin, terbukti efektif terhadap infeksi
Candida tapi tidak terhadap Aspergillus. Infeksi Aspergillus terbukti sulit
untuk diobati, direkomendasikan dengan penggunaan oral itraconazole.
Beberapa studi menyebutkan bahwa Aspergillus merupakan agen etiologi
yang paling sering untuk otitis eksterna akibat jamur 2. Agen terapeutik selalu
digunakan dengan local debridement di telinga terhadap elemen jamur yang
terlihat pada kanalis auditory eksternus.
10
Sampai saat ini tidak ada bukti FDA berupa penggunaan ototopikal
antifungal dalam pengobatan otomikosis. Banyak agen dengan beragam jenis
antimikosis telah digunakan, dan dokter berusaha keras untuk
mengidentifikasi agen yang paling efektif untuk mengobati penyakit ini.
Agen antifungal biasanya dipakai dalam periode tertentu, sampai ditemukan
obat yang efek samping minimal atau obat baru muncul7.
2.2.2 Komplikasi
Komplikasi dari otomikosis yang pernah dilaporkan adalah perforasi
dari membran timpani dan otitis media serosa, tetapi hal tersebut sangat
jarang terjadi, dan cenderung sembuh dengan pengobatan. Patofisiologi dari
perforasi membran timpani mungkin berhubungan dengan nekrosis avaskular
dari membran timpani sebagai akibat dari trombosis pada pembuluh darah8,6.
Angka insiden terjadinya perforasi membran yang dilaporkan dari berbagai
penelitian berkisar antara 12-16% dari seluruh kasus otomikosis. Tidak
terdapat gejala dini untuk memprediksi terjadinya perforasi tersebut.
Keterlibatan membran timpani sepertinya merupakan konsekuensi inokulasi
jamur pada aspek medial dari telinga luar ataupun merupakan ekstensi
langsung infeksi tersebut dari kulit sekitarnya8.
2.2.3 Prognosis
Umumnya baik bila diobati dengan pengobatan yang adekuat. Pada saat
terapi dengan anti jamur dimulai, maka akan dimulai suatu proses resolusi
(penyembuhan) yang baik secara imunologi. Risiko kekambuhan sangat
14
tinggi jika faktor yang menyebabkan infeksi sebenarnya tidak dikoreksi dan
fisiologi lingkungan normal dari kanalis auditorius eksternus masih
terganggu.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut:
1. Cara menegakkan diagnosis pada penyakit otomikosis adalah dengan cara
mengetahui terlebih dahulu mengenai anatomi dan fisiologi telinga,
gambaran umum otomikosis, etiologi, patofisiologi, gejala dan tanda dari
pasien, baik dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Untuk
lebih memastikan diagnosis kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan
laboratorium.
2. Penataksanaan yang tepat pada penyakit otomikosis adalah pengobatan
yang disesuaikan identifikasi agen penyebabnya dan menjaga fisiologis
dari kanalis auditori eksternus.
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA