TUMOR ESOFAGUS
Disusun Oleh :
Andrew Djack Prasetyo Ludji, S.Ked (1308012028)
Pembimbing :
dr. Fransiska Tricia, Sp.THT-KL
HALAMAN PENGESAHAN
NIM : 1308012028
Pembimbing Klinik
Pembimbing Klinik
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
terangkat dan bagian atas dinding posterior faring akan terangkat pula. Bolus
terdorong ke posterior karena lidah terangkat ke atas. Selanjutnya terjadi kontraksi
m.palatoglosus yang menyebabkan ismus fausium tertutup, diikuti oleh kontraksi
m.palatofaring, sehingga bolus makanan tidak akan berbalik ke rongga mulut.10
Uvula terangkat dan menekan bagian belakang tenggorokan, menutup
saluran hidung atau nasofaring dari faring sehingga makanan tidak masuk ke
hidung. Makan dicegah masuk ke trakea terutama oleh elevasi laring dan
penutupan erat pita suara di pintu masuk laring atau glotis.11
Faring dan laring bergerak ke arah atas oleh kontraksi m.stilofaring,
m.salfingofaring, m.tirohioid dan m.palatofaring. Aditus laring tertutup oleh
epiglotis, sedangkan ketiga sfingter laring, yaitu plika ariepiglotika, plika
ventrikularis dan plika vokalis tertutup karena kontraksi m.ariepiglotika dan
m.aritenoid obligus. Bersamaan dengan ini terjadi juga pengentian aliran udara ke
laring karena refleks yang menghambat pernapasan, sehingga bolus makanan
tidak akan masuk ke dalam saluran napas. Selanjutnya bolus makanan akan
meluncur ke arah esofagus, karena valekula dan sinus piriformis sudah dalam
keadaaan lurus.10
Tahap esofagus dari proses menelan kini dimulai. Pusat menelan memicu
gelombang peristaltik primer yang menyapu dari pangkal ke ujung esofagus,
mendorong bolus di depannya menelusuri esofagus untuk masuk ke lambung.
Gelombang peristaltik memerlukan waktu sekitar 5 sampai 9 detik untuk
mencapai ujung bawah esofagus. Perambatan gelombang dikontrol oleh pusat
menelan, dengan persarafan melalui saraf vagus. Sewaktu gelombang peristaltik
menyapu menuruni esofagus, sfingter gastroesofagus melemas secara reflex
sehingga bolus dapat masuk ke dalam lambung. Setelah bolus masuk ke lambung,
proses menelan tuntas dan sfingter gastroesofagus kembali berkontraksi.11
2.2 Disfagia
2.2.1 Definisi
Keluhan kesulitan menelan (disfagia) merupakan salah satu gejala kelainan
atau penyakit di orofaring dan esophagus. Keluhan ini timbul bila terdapat
gangguan gerakan otot-otot menelan dan gangguan transportasi makanan dari
rongga mulut ke lambung.12
2.1.2 Klasifikasi12
Berdasarkan penyebabnya, disfagia dibagi atas:
Disfagia mekanik
Disfagia mekanik timbul bila terjadi penyempitan lumen esophagus.
Penyebab utama disfagia mekanik adalah sumbatan lumen esophagus oleh massa
tumor dan benda asing. Penyebab lain adalah akibar peradangan mukosa
esophagus, striktur lumen esophagus, serta akibat penekanan lumen esophagus
dari luar, misalnya pembesaran kelenjar timus, kelenjar tiroid, kelenjar getah
bening di mediastinum, pembesaran jantung, dan elongasi aorta.
Disfagia motorik
Keluhan disfagia motorik disebabkan oleh kelainan neuromuscular yang
berperan dalam proses menelan. Lesi di pusat menelan di batang otak, kelainan
saraf otak n. V, n. VII, n. IX, n. X dan n. XII, kelumpuhan otot faring dan lidah
serta gangguan peristaltik esophagus dapat menyebabkan disfagia. Penyebab
utama dari disfagia motorik adalah akalasia, spasme difus esophagus, kelumpuhan
otot faring dan skleroderma esophagus.
Disfagia oleh gangguan emosi
Keluhan disfagia dapat juga timbul bila terdapat gangguan emosi atau tekanan
jiwa yang berat. Kelainan ini dikenal sebagai globus histerikus.
Berdasarkan lokasinya, disfagia dibagi atas:
Disfagia orofaringeal
Disfagia orofaringeal adalah kesulitan mengosongkan bahan dari orofaring ke
dalam kerongkongan, hal ini diakibatkan oleh fungsi abnormal dari proksimal ke
kerongkongan. Pasien mengeluh kesulitan memulai menelan, regurgitasi nasal,
dan aspirasi trakea diikuti oleh batuk.
Disfagia esophageal
Disfagia esophagus adalah kesulitan transportasi makanan ke kerongkongan.
Hal ini diakibatkan oleh gangguan motilitas baik atau obstruksi mekanis.
2.2.3 Etiologi
Tabel 2.1 Etiologi Disfagia13
2.2.4 Patogenesis12
Proses menelan merupakan proses yang kompleks. Setiap unsur yang
berperan dalam proses menelan harus bekerja secara terintegrasi dan
berkesinambungan. Keberhasilan mekanisme menelan ini tergantung dari
beberapa faktor, yaitu:
1. Ukuran bolus makanan
2. Diameter lumen esophagus yang dilalui bolus
3. Kontraksi peristaltik esophagus
4. Fungsi sfingter esophagus bagian atas dan bagian bawah
5. Kerja otot-otot rongga mulut dan lidah
Integrasi fungsional yang sempurna akan terjadi bila sistem neuromuscular
mulai dari susunan saraf pusat, batang otak, persarafan sensorik dinding faring
dan uvula, persarafan ekstrinsik esophagus serta persarafan intrinsik otot-otot
esophagus bekerja dengan baik, sehingga aktivitas motorik berjalan lancar.
7. Aspirasi cairan sebelum proses menelan dimulai yang terjadi karena gangguan
motorik dari fungsi lidah sehingga cairan akan masuk ke faring sebelum refleks
menelan muncul.
8. Rasa tersedak oleh batuk pada saat fase faring. Sedangkan dampak
ketidaknormalan pada fase faringeal adalah chocking, coughing dan aspirasi.
Gejala disfagia orofaringeal adalah ketidakmampuan untuk menjaga bolus
dalam rongga mulut, kesulitan mengumpulkan bolus di belakang lidah, ragu-ragu
atau ketidakmampuan untuk memulai menelan, makanan menempel di
tenggorokan, regurgitasi nasal, ketidakmampuan untuk mendorong bolus
makanan ke dalam faring, kesulitan menelan makanan padat, sering menelan
berulang-ulang, sering membersihkan tenggorokan, suara berkumur (gargly voice)
setelah makan, suara serak, suara bindeng (nasal speech) dan disartria, batuk saat
menelan: sebelum, selama, atau setelah menelan, menghindari makan bersama
orang lain, berat badan menurun dan pneumonia berulang.
Untuk diagnosis selain anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dapat
dilakukan pemeriksaan penunjang untuk diagnosis kelainan disfagia fase oral dan
fase faring adalah:
· Videofluoroskopi Swallow Assesment (VFSS)
Pemeriksaan ini dikenal sebagai Modified Barium Swallow (MBS) adalah
pemeriksaan yang sering dilakukan dalam mengevaluasi disfagia dan aspirasi.
Pemeriksaan ini menggambarkan struktur dan fisiologi menelan rongga mulut,
faring, laring dan esofagus bagian atas. Pemeriksaan dilakukan dengan
menggunakan bolus kecil dengan berbagai konsistensi yang dicampur dengan
barium. VFSS dapat untuk panduan dalam terapi menelan dengan memberikan
bermacam bentuk makanan pada berbagai posisi kepala dan melakukan beberapa
manuver untuk mencegah aspirasi untuk memperoleh kondisi optimal dalam
proses menelan.
· Flexible Endoscopy Evaluation of Swallowing ( FEES)
Pemeriksaan evaluasi fungsi menelan dengan menggunakan
nasofaringoskop serat optik lentur. Pasien diberikan berbagai jenis konsistensi
makanan dari jenis makanan cair sampai padat dan dinilai kemampuan pasien
dalam proses menelan.
2.2.7 Disfagia Esofageal12
Disfagia esofagus mengacu pada sensasi makanan menempel atau
mendapatkan digantung di pangkal tenggorokan atau dada. Penyebab umum dari
disfagia esofagus meliputi:10
Akalasia. Hal ini terjadi ketika otot esophagus bawah (sfingter) tidak
benar-benar rileks untuk membiarkan makanan masuk ke lambung. Otot-
otot di dinding esofagus sering lemah juga. Hal ini dapat menyebabkan
regurgitasi makanan belum tercampur dengan isi perut, kadang-kadang
menyebabkan untuk membawa makanan kembali ke dalam tenggorokan.
Proses penuaan. Dengan usia, kerongkongan cenderung kehilangan
beberapa kekuatan otot dan koordinasi yang diperlukan untuk mendorong
makanan ke dalam perut.
Spasme difus. Kondisi ini menghasilkan beberapa, tekanan tinggi,
kontraksi kurang terkoordinasi kerongkongan biasanya setelah menelan.
Spasme difus pada esofagus adalah gangguan langka yang mempengaruhi
otot polos di dinding esofagus bawah secara involunter. Kontraksi sering
terjadi sesekali, dan mungkin menjadi lebih parah selama periode tahun.
Striktur esofagus. Penyempitan kerongkongan (striktur) menyebabkan
potongan besar makanan tidak dapat lewat. Persempitan lumen ini
mungkin akibat dari pembentukan jaringan parut, sering disebabkan oleh
penyakit gastroesophageal reflux (GERD), atau dari tumor.
Tumor. Kesulitan menelan cenderung untuk mendapatkan semakin buruk
ketika terdapat tumor esofagus.
Benda asing. Terkadang, makanan, seperti sepotong besar daging, atau
objek lain dapat menjadi tersangkut di tenggorokan atau kerongkongan.
Orang dewasa dengan gigi palsu dan orang-orang yang mengalami
kesulitan mengunyah makanan mereka dengan baik mungkin lebih
cenderung memiliki gangguan pada tenggorokan atau kerongkongan.
postural yang di-gunakan yaitu: chin down atau chin tuck, chin up, head rotation,
head tilt, dan lying down.
Modifikasi volume dan kecepatan pemberian makanan
Pada penderita dengan keterlambatan dalam pemicuan fase faringeal, bolus
yang besar akan membantu terjadinya triggering. Pada penderita yang mengalami
gangguan fase faringeal sendiri membutuhkan 2-3 kali menelan untuk setiap
bolus. Pemberian makanan dalam jumlah terlalu banyak dan terlalu cepat akan
menyebabkan terkum-pulnya bolus di dalam laring dan menye-babkan aspirasi
sedangkan pemberian makanan dalam jumlah sedikit dan secara lambat akan
mengurangi terjadinya aspirasi.
Modifikasi diet
Modifikasi tekstur bolus sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya
aspirasi. Makanan dengan konsistensi cair lebih sulit dikontrol dan lebih mudah
menyebabkan aspirasi karena dapat mengalir langsung ke dalam faring sebelum
terjadinya refleks menelan. Bolus yang lebih kental atau makanan padat lunak
lebih aman karena kemungkinan untuk masuk dalam pintu laring lebih kecil.
Selain itu, bolus yang lebih kental meningkatkan pergerakan lidah dan membantu
mempercepat terjadinya inisiasi fase faringeal.
Rekomendasi lain yaitu makanan dalam jumlah sedikit dengan frekuensi
pemberian lebih sering dan mengandung tinggi kalori dan tinggi protein. Makanan
diberikan dalam jumlah sedikit, ½ sampai 1 sendok teh setiap kali menelan.
Penderita juga diminta untuk tidak makan sambil berbicara. Bila menggunakan
makanan kental, makanan dengan kekentalan seperti madu yang dapat dijadikan
pilihan.
Compensatory swallowing maneuver
Manuver menelan dirancang untuk menempatkan bagian tertentu dari proses
menelan normal dibawah kontrol volunter yang meliputi:
- Effortful swallow: bertujuan mem-perbaiki gerakan dasar lidah ke arah posterior
selama fase faringeal. Penderita diminta untuk menelan dengan menggerakan
lidah ke arah posterior secara kuat untuk membantu perjalanan bolus melewati
rongga faring.
- Supraglotic swallow: bertujuan menutup pita suara sebelum dan selama proses
menelan sehingga melindungi trakea dari aspirasi. Makanan atau minuman di
tempatkan dalam mulut, penderita diminta untuk menarik napas dalam kemudian
ditahan, lalu penderita menelan 1-2 kali sambil tetap menahan napas, dan batuk
dengan segera setelah menelan.
- Super-supraglotic swallow: dirancang untuk menutup pintu masuk jalan napas
secara volunter dengan mengangkat kartilago aritenoid ke anterior, ke bagian
dasar dari epiglotis sebelum dan selama proses menelan serta menutup erat pita
suara palsu.
- Mandehlson maneuever: penderita diminta untuk merasakan adanya sesuatu
bergerak pada bagian dalam lehernya saat menelan, kemudian melakukan proses
menelan kembali (menggunakan dry swallow atau dengan 1 ml air) tetapi diminta
untuk menahan gerakan tadi selama 3-5 detik, kemudian menelan dan rileks.
Teknik untuk memperbaiki oral sensory awareness
Terdapat beberapa jenis teknik yang meliputi:
1. Menekan sendok ke arah bawah melawan lidah saat pemberian makanan ke
dalam mulut.
2. Memberikan bolus dengan karakteristik sensorik tertentu, seperti bolus dingin,
bolus dengan tekstur tertentu, atau bolus dengan rasa yang kuat seperti jus lemon
3. Memberikan bolus yang harus dikunyah sehingga proses mengunyah tersebut
akan memberikan stimulasi oral.
4. Memberikan volume bolus yang besar.
5. Thermal tactile stimulation (TTS) dengan melakukan gerakan stroking pada
arkus faringeus anterior. Stroking dilakukan menggunakan kaca laring berukuran
00 (telah dimasukan dalan es selama ±10 detik) pada arkus faringeus anterior dari
bagian dasar ke arah atas sejauh yang bisa dijangkau. Terapi ini diangap bisa
memberikan stimulus sensorik ke batang otak dan korteks sehingga saat penderita
sudah mulai fase oral, maka fase faringeal akan terpicu lebih cepat.
Stimulasi elektrikal
Neuromuscular electrical stimulation (NMES) bekerja dengan memberikan
stimulasi listrik pada otot-otot menelan lewat elektroda yang ditempatkan di atas
otot-otot tersebut. Beberapa studi tentang penggunaan stimulasi listrik ini
menunjukkan bahwa NMES merupakan alternatif terapi yang efektif dan aman
untuk penderita disfagia serta dapat digunakan pada anak-anak. Penggunaan
NMES ini efektif pada disfagia akibat penyakit tertentu seperti stroke, kanker
pada kepala dan leher, serta multipel sklerosis.
Terapi latihan
Terapi latihan digunakan untuk me-nguatkan otot-otot, meningkatkan
lingkup gerak sendi (LGS) dan koordinasi dari mulut, rahang, bibir, lidah,
palatum, dan pita suara. Terapi latihan yang biasanya digunakan antara lain:
latihan LGS rahang, latihan penguatan otot lidah, latihan adduksi pita suara, dan
latihan metode Shaker.
Penyesuaian peralatan yang digunakan
Beberapa peralatan telah dibuat untuk membantu penderita disfagia,
termasuk penderita yang juga mengalami kelemahan ekstremitas atas yang akan
memengaruhi kemandirian penderita untuk makan. Peralatan tersebut misalnya
gelas dengan sedotan, nose cutout cup, plate guard, sedotan, serta garpu dan
sendok yang dimodifikasi.
2.2.9 Komplikasi Disfagia15
Komplikasi disfagia dapat berupa aspirasi pneumonia, malnutrisi, dehidrasi,
obstruksi jalan napas bila bolus berukuran cukup besar yang memasuki jalan
napas, dan kematian.
2.2.10 Prognosis15
Gangguan menelan yang diakibatkan oleh stroke atau traumatic brain injury
memiliki potensi untuk pulih. Mann et al. mendapatkan bahwa sekitar 87%
penderita stroke kembali ke diet semula setelah 6 bulan, tetapi hasil
videofluroskopi menun-jukkan terdapat 51% penderita yang tetap menunjukkan
adanya gangguan pada proses menelan. Penderita dengan kondisi yang statis atau
progresif seperti amyo-thropic lateral sclerosis, multipel sklerosis, muskular
2.3.3 Etiologi16
Penyebab tumor esofagus belum diketahui dengan pasti akan tetapi para
peneliti percaya bahwa beberapa faktor resiko seperti merokok dan alkohol, dapat
menyebabkan kanker esofagus dengan cara merusak DNA sel yang melapisi
bagian dalam esofagus, akibatnya DNA sel tersebut menjadi abnormal. Iritasi
yang berlangsung lama pada dinding esofagus, seperti yang terjadi pada GERD,
Barrett’s esophagus dan akhalasia dapat memicu terjadinya kanker. Beberapa
faktor resiko yang dapat mempertinggi kejadian kanker esofagus diantaranya
adalah :
1. Merokok dan konsumsi alkohol
Konsumsi alkohol dan merokok berkaitan dengan kejadian kanker esofagus.
Alkohol dan rokok dapat menyebabkan iritasi kronik pada mukosa esofagus.
Orang yang merokok 1 bungkus perhari memiliki resiko 2 kali lebih tinggi untuk
menderita adenokarsinoma esofagus dibandingkan dengan yang tidak merokok.
2. Obesitas
Orang yang kelebihan berat badan atau obesitas memiliki resiko tinggi
untuk menderita adenokarsinoma esofagus. Hal ini berkaitan dengan peningkatan
tekanan intra abdomen dan refluk esofagus.
3. Gastro esophageal reflux disease (GERD)
Orang yang menderita GERD, beresiko 2 hingga 16 kali lebih tinggi untuk
menderita adenokarsinoma esofagus dibandingkan dengan orang normal. Resiko
bergantung pada seberapa panjang refluk dan gejala yang terjadi. Sekitar 30 %
kejadian kanker esofagus dikaitkan dengan kejadian GERD.
4. Barrett’s esophagus
Jika refluk di bagian lower esophagus berlangsung terus menerus dan dalam
jangka waktu yang lama, maka refluk ini akan menyebabkan kerusakan pada
dinding esofagus. Hal ini dapat mengakibatkan sel skuamous yang melapisi
esofagus menjadi nhilang dan digantikan oleh sel glandular. Sel glandular ini
biasanya terlihat seperti sel yang melapisi dinding lambung dan usus halus, dan
lebih resisten terhadap asam lambung. Kondisi ini dinamakan Barrett’s
esophagus. Sekitar 10 % orang dengan gejala GERD menderita Barrett’s
tahap awal sebelum terjadi perubahan struktural yang abnormal. FDG PET juga
lebih superior dari CT scan dalam evaluasi metastasis jauh.
Pemeriksaan penunjang lain sesuai indikasi: bone scan, USG abdomen, dan
lain-lain.
c. Penentuan Stadium
Sebagaimana keganasan lain, stadium sangat menentukan tatalaksana. Penentuan
stadium kanker esofagus yang umum digunakan saat ini adalah menurut AJCC
(American Joint Committee on Cancer).
Radiasi dapat diberikan dengan dua teknik, yaitu konvensional atau 3D-
konformal (3D-CRT). Data yang harus ada sebelum memulai perencanaan radiasi
adalah penentuan lokasi tumor (gross atau tumor bed). Hal ini mempengaruhi
teknik yang dipilih serta penentuan lokasi subklinis serta aliran kelenjar getah
bening yang harus dimasukkan dalam lapangan penyinaran. Prinsip umum dari
radiasi pada kanker esofagus adalah penentuan batas kranial dan kaudal dari
tumor adalah 5 cm dan batas secara radial (sekeliling tumor) 2 cm, berdasarkan
pola drainase limfatik esofagus, dari lapisan mukosa ke lapisan muscularis propria
yang sebagian besar berbentuk longitudinal.
Saat ini, teknik 3D-konformal lebih disukai karena berdasarkan gambaran
CT scan, maka dapat dilihat lebih jelas ekstensi tumor, keadaan jaringan di
sekitarnya maupun ada atau tidaknya pembesaran kelenjar getah bening. Namun
pada tumor yang terletak di esofagus daerah servikal atau pasca krikoid, dapat
diterapkan teknik konvensional. Batas kranial adalah laring-faring dan batas
bawah adalah subkarina, dengan portal radiasi opposing lateral atau oblik. Bila
KGB supraklavikula dan mediastinal bagian atas dianggap memerlukan radiasi,
maka dapat diberikan melalui portal anterior- posterior (AP).
Lapangan radiasi untuk tumor yang terletak di 2/3 bawah esofagus
(thoracic) harus mencakup seluruh esofagus bagian thoracic dan KGB
supraklavikula bilateral, dan batas bawahnya adalah esophagogastric junction.
Sementara untuk lesi di 1/3 inferior esofagus, batas bawah harus mencakup celiac
plexus. Pada kasus dengan tumor di tengah atau atas dari esofagus bagian
thoracic, portal radiasi juga harus mencakup aksis KGB celiac, karena tingkat
penyebarannya yang cukup sering ke KGB tersebut.
ii) Radiasi Interna/Brakiterapi
Sebagai tambahan dari radiasi eksterna, dapat diberikan brakiterapi,
tentunya dengan pertimbangan bahwa pasien adalah kandidat yang tepat (tidak
ada halangan secara teknis), dan pasien akan mendapatkan manfaat dari terapi ini.
Salah satu panduan yang ada dan masih digunakan sampai saat ini adalah
konsensus yang dikeluarkan oleh American Brachytherapy Society (ABS).
2.3.10 Komplikasi16
Pada kasus tertentu, kanker esofagus dapat menimbulkan komplikasi pada
pasien. Beberapa komplikasi yang dapat muncul dari kanker esofagus antara lain:
Gangguan/sumbatan. Kanker pada esofagus dapat menyebabkan diameter
esofagus mengecil sehingga makanan dan minuman akan sulit melewati
esofagus atau bahkan terhalang sama sekali.
Nyeri. Kanker esofagus yang sudah mencapai stadium lanjut dapat
menyebabkan nyeri pada pasien.
Perdarahan esofagus. Kanker esofagus dapat menyebabkan perdarahan
pada esofagus. Perdarahan biasanya muncul secara bertahap akan tetapi
pada beberapa kasus, perdarahan dapat muncul secara tiba-tiba.
BAB III
LAPORAN KASUS
Tenggorok Laring
Sukar menelan : + Suara parau : -
Sakit menelan : + Afonia : -
Trismus : - Sesak nafas : -
Ptyalismus : - Rasa sakit : -
Rasa mengganjal : + Rasa mengganjal : -
Rasa berlendir : +
Rasa kering : +
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit Sesak nafas : -
Kesadaran : Compos mentis Sianosis : -
Anemia : conjungtiva anemis (-) Stridor inspirasi : -
Tensi : 150/90 mmHg Retraksi suprasternal : -
Muntah : 7 kali Interkostal : -
Kejang : - Epigastrial : -
Nistagmus : - Thorak :
Parese/paralise n.fasialis: - Jantung : S1S2 tunggal regular, murmur
(-), gallop (-)
Paru : suara nafas bronkovesikuler,
wheezing (-), rh (-)
Abdomen : tidak diperiksa
Rinoskopi posterior
Septum nasi
Kauda konka tidak
Meatus nasi dieva-
Muara tuba eus luasi
Fossa rosenmuller
Atap nasofaring
3.5 Diagnosis
Tumor Esofagus
3.6 Penatalaksanaan
KIE
Diet Cair
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien dikonsulkan ke klinik THT dengan keluhan sukar menelan dan sakit
menelan sejak 2 minggu yang lalu dimana keluhan sukar menelan makanan
yang muncul pertama kali. Pasien mengeluh tidak dapat menelan makanan
dan air dimana makanan dan air dimuntahkan kembali. Pasien dikeluhkan
badan drastis setelah mengalami susah menelan dan nyeri menelan. Riwayat
4.2 Pembahasan
Teori Kasus
Anamnesis Gejala klinis yang Gejala pada pasien
dilaporkan lebih didapatkan disfagia,
dari 90% pasien odinofagi, penurunan berat
adalah disfagia dan badan, susah menelan
penurunan berat diawali dengan makanan
badan, sementara padat terlebih dahulu
sekitar 50% kemudian perubahan
mengeluhkan konsistensi makanan
odinofagia (nyeri menjadi lunak dan lembut,
menelan). Keluhan hingga tidak dapat menelan
lain yang sering sama sekali dan
dijumpai adalah memuntahkan makanan
kesulitan menelan, kembali
batuk yang tak
kunjung sembuh
dan suara serak.
Pasien dapat
mengeluhkan
kesulitan menelan
yang diawali
dengan kesulitan
menelan makanan
padat (yang biasa
dimakan pasien),
kemudian
perubahan
konsistensi
makanan menjadi
lunak dan lembut,
hingga tidak dapat
menelan sama
sekali dan
memuntahkan
makanan kembali
(obstruksi total).
gambar bergerak
atau video x-ray
diambil dari
kerongkongan saat
menelan barium,
yang terlihat pada x-
ray.
Laringoskopi dapat
mengidentifikasi
kelainan-kelainan
laring dan faring
baik akut maupun
kronis, benigna atau
maligna.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
dengan keluhan keluhan sukar menelan dan sakit menelan sejak 2 minggu yang
lalu dimana keluhan sukar menelan makanan yang muncul pertama kali. Pasien
mengeluh tidak dapat menelan makanan dan air dimana makanan dan air
dan mengalami penurunan berat badan drastis setelah mengalami susah menelan
dan nyeri menelan. Riwayat merokok dan minum alkohol positif. Penatalaksanaan
yang diberikan di Klinik THT adalah Diet Cair. Pasien dirawat inap selama 2 hari
dan diberikan KIE dan Rujukan ke RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannez Kupang.
DAFTAR PUSTAKA