Anda di halaman 1dari 43

1

SMF/BAGIAN THT LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN OKTOBER 2018

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

TUMOR ESOFAGUS

Disusun Oleh :
Andrew Djack Prasetyo Ludji, S.Ked (1308012028)

Pembimbing :
dr. Fransiska Tricia, Sp.THT-KL

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITRAAN KLINIK


SMF/ BAGIAN THT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
RSUD DR. T.C. HILLERS
MAUMERE
2018

SMF/Bagian THT-KL RSUD T.C. Hillers. Laporan Kasus Tumor Esofagus


2

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus ini diajukan oleh

Nama : Andrew Djack Prasetyo Ludji, S.Ked

NIM : 1308012028

Telah berhasil dibacakan dan dipertahankan di hadapan para pembimbing klinik

sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk mengikuti ujian komprehensif

di bagian penyakit THT RSUD.Dr. TC. Hillers Maumere

Pembimbing Klinik

Pembimbing Klinik

1. dr. Fransiska Tricia,Sp.THT 1. ………………….

SMF/Bagian THT-KL RSUD T.C. Hillers. Laporan Kasus Tumor Esofagus


3

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 4
2.1 Anatomi dan Fisiologi Esofagus............................................................ 4
2.2 Disfagia .................................................................................................... 7
2.3 Tumor Esofagus ................................................................................... 18
BAB III LAPORAN KASUS ..................................................................... 29
3.1 Identitas................................................................................................. 29
3.2 Riwayat Perjalan Penyakit .................................................................. 29
3.3 Pemeriksaan Fisik ................................................................................ 31
3.4 Pemeriksaan Penunjang ...................................................................... 33
3.5 Diagnosis ............................................................................................... 34
3.6 Penatalaksanaan................................................................................... 34
BAB IV PEMBAHASAN........................................................................... 35
4.1 Resume Klinis ....................................................................................... 35
4.2 Pembahasan .......................................................................................... 35
BAB V PENUTUP ...................................................................................... 38
5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 39

SMF/Bagian THT-KL RSUD T.C. Hillers. Laporan Kasus Tumor Esofagus


1

BAB I
PENDAHULUAN

Kanker esophagus menempati urutan ke-8 kanker yang tersering dijumpai di


dunia, dan merupakan penyebab ke-6 kematian akibat kanker berdasarkan data
WHO pada tahun 2008. Penyakit ini dua sampai empat kali lebih banyak dijumpai
pada laki-laki daripada perempuan. Kanker esofagus adalah tumor dengan angka
keganasan tinggi, prognosisnya buruk, serta angka kesintasan yang rendah.1
Insiden karsinoma esofagus di Indonesia masih termasuk rendah, seperti
yang dilaporkan beberapa pusat penelitian misalnya di Palembang selama setahun
ditemukan 3 penderita, di Bandung selama 5 tahun 4 bulan ditemukan 4 penderita.
Sedangkan di Amerika Serikat karsinoma esofagus merupakan 1,1% dari seluruh
kanker, dan 7% dari seluruh kanker organ digestif.2 Pada tahun 2001 di AS
ditemukan 13.200 ditemukan kasus baru, dan 12.500 kematian karsinoma
esofagus mempunyai rasio kematian 0,95%, disusul karsinoma payudara, prostat,
paru, dan rektum.3 Karsinoma esofagus relatif jarang terjadi dibandingkan
keempat kanker tersebut diatas. Kejadian karsinoma esofagus lebih banyak
dialami pria dengan perbandingan 3 : 1 dibanding wanita. Karsinoma esofagus
lebih sering dan agresif pada orang kulit hitam dibandingkan kulit putih.3,4
Tumor pada esofagus secara garis besar dibedakan menjadi Karsinoma sel
skuamus (squamous cell carcinoma), adenokarsinoma, neoplasma malignan
lainnya, tumor jinak, dan lesi menyerupai tumor.3 Karsinoma sel skuamus
merupakan tumor esofagus yang sering dijumpai, yaitu sekitar 60% dari
keseluruhan karsinoma esofagus, dan biasanya bersifat fatal dalam kurang dari 5
tahun. Secara patologis, gambaran karsinoma esofagus secara garis besar
dibedakan menjadi polipoid, ulseratif, dan infiltratif. Tapi penampakannya sering
tumpang tindih dimana tumor polipoid dapat menjadi ulseratif. Klasifikasi
karsinoma esofagus sangat beragam, tetapi secara umum menurut lokasinya
dibedakan menjadi 3, yaitu proksimal, tengah, dan distal.5
Etiologi dari karsinoma sel skuamus esophagus sangat kompleks dan
multifaktorial. Fakta yang ada, tidak ada satupun penyebab yang dikatakan

SMF/Bagian THT-KL RSUD T.C. Hillers. Laporan Kasus Tumor Esofagus


2

sebagai penyebab tunggal. Beberapa faktor seperti paparan lingkungan, kebiasaan


makan, iritasi mukosa kronis, infeksi, pengaruh budaya, dan predisposisi faktor
genetik juga berperan. Peranan virus (Human Papillovirus) dan perubahan gen
saat ini juga telah dibahas dalam patogenesis terjadinya karsinoma sel skuamus
esofagus.6
Anamnesa pada penderita dengan dugaan karsinoma esofagus pada fase
awal biasanya belum ada keluhan. Kesulitan menelan, disfagia dimana rasa
makanan tersangkut pada tenggorokan dan daerah retrosternal merupakan keluhan
yang paling sering dirasakan pada lebih dari 90% pasien. Diagnosis karsinoma
esofagus ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
darah rutin, barium esofagogram, esofagogastroduodenoskopi, CT-Scan atau MRI
toraks dan abdomen, bronkoskopi, ultrasonografi endoskopik, laparoskopi. Juga
dilakukan biopsi konfirmasi pada tempat yang dicurigai menjadi tempat
metastasisnya. Pengobatan karsinoma sel skuamus esophagus tidak sederhana,
beberapa hal yang perlu pertimbangan meliputi gambaran histopatologi, grade
dan staging tumor, usia dan keadaan umum penderita, status sosial dan akses ke
pelayanan kesehatan, fasilitas kesehatan yang tersedia baik diagnostik, terapeutik,
dan penunjang lainnya, dan yang tidak kalah pentingnya kebutuhan dan keinginan
penderita. Pilihan terapi untuk karsinoma sel skuamus esofagus adalah
pembedahan, radioterapi, kemoterapi dan kemungkinan dapat diterapkan
imunoterapi.7

SMF/Bagian THT-KL RSUD T.C. Hillers. Laporan Kasus Tumor Esofagus


3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Esofagus


Esofagus merupakan sebuah saluran berupa tabung berotot yang
menghubungkan dan menyalurkan makanan dari rongga mulut ke lambung. Dari
perjalanannya dari faring menuju gaster, esofagus melalui tiga kompartemen dan
dibagi berdasarkan kompartemen tersebut, yaitu leher (pars servikalis), sepanjang
5 cm dan berjalan di antara trakea dan kolumna vertebralis. Dada (pars
thorakalis), setinggi manubrium sterni berada di mediastinum posterior mulai di
belakang lengkung aorta dan bronkus cabang utama kiri, lalu membelok ke kanan
bawah di samping kanan depan aorta thorakalis bawah. Abdomen (pars
abdominalis), masuk ke rongga perut melalui hiatus esofagus dari diafragma dan
berakhir di kardia lambung, panjang berkisar 2-4 cm.8
Pada orang dewasa, panjang esofagus apabila diukur dari incivus superior
ke otot krikofaringeus sekitar 15-20 cm, ke arkus aorta 20-25 cm, ke v.pulmonalis
inferior, 30-35 cm, dan ke kardioesofagus joint kurang lebih 40-45cm. Pada anak,
panjang esofagus saat lahir bervariasi antara 8 dan 10 cm dan ukuran sekitar 19
cm pada usia 15 tahun.8
Bagian servikal:
1. Panjang 5-6 cm, setinggi vertebra cervicalis VI sampai vertebrathoracalis I
2. Anterior melekat dengan trachea
3. Anterolateral tertutup oleh kelenjar tiroid
4. Sisi dextra/sinistra dipersarafi oleh nervus recurren laryngeus
5. Posterior berbatasan dengan hipofaring
6. Pada bagian lateral ada carotid sheath beserta isinya.8
Bagian torakal:
1. Panjang 16-18 cm, setinggi vertebra torakalis II-IX
2. Berada di mediastinum superior antara trakea dan kolumna vertebralis
3. Dalam rongga toraks disilang oleh arcus aorta setinggi vertebratorakalis IV
dan bronkus utama sinistra setinggi vertebra torakalis V.

SMF/Bagian THT-KL RSUD T.C. Hillers. Laporan Kasus Tumor Esofagus


4

4. Arteri pulmonalis dextra menyilang di bawah bifurcatio trachealis.


5. Pada bagian distal antara dinding posterior esofagus dan ventralcorpus
vertebralis terdapat ductus thoracicus, vena azygos, arteri dan vena
intercostalis.8
Bagian abdominal:
1. Terdapat pars diaphragmatica sepanjang 1 - 1,5 cm, setinggi
vertebratorakalis X sampai vertebra lumbalis III
2. Terdapat pars abdominalis sepanjang 2 - 3 cm, bergabung dengan cardia
gaster disebut gastroesophageal junction.8

Gambar 2.1. Gross Anatomy Esophagus9


Esofagus mempunyai tiga daerah normal penyempitan yang sering
menyebabkan benda asing tersangkut di esofagus. Penyempitan pertama adalah
disebabkan oleh muskulus krikofaringeal, dimana pertemuan antara serat otot
striata dan otot polos menyebabkan daya propulsif melemah. Daerah
penyempitan. kedua disebabkan oleh persilangan cabang utama bronkus kiri dan

SMF/Bagian THT-KL RSUD T.C. Hillers. Laporan Kasus Tumor Esofagus


5

arkus aorta. Penyempitan yang ketiga disebabkan oleh mekanisme sfingter


gastroesofageal.8
Dalam proses menelan akan terjadi hal-hal seperti berikut, 1) pembentukan
bolus makanan dengan ukuran dan konsistensi yang baik, 2) upaya sfingter
mencegah terhamburnya bolus ini dalam fase-fase menelan, 3) mempercepat
masuknya bolus makanan ke dalam faring pada saat respirasi, 4) mencegah
masuknya makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan laring, 5) kerjasama
yang baik dari otot-otot di rongga mulut untuk mendorong bolus makanan ke arah
lambung, 6) usaha untuk membersihkan kembali esofagus. Proses menelan di
mulut, faring, laring, dan esofagus secara keseluruhan akan terlibat secara
berkesinambungan.10
Menelan dibagi menjadi tahap oral, tahap orofaring dan tahap esophagus.
Tahap oral terjadi secara sadar. Makanan yang telah dikunyah dan bercampur
dengan liur akan membentuk bolus makanan. Bolus ini bergerak dari rongga
mulut melalui dorsum lidah, terletak di tengah lidah akibat kontraksi otot intrinsik
lidah. Kontraksi m. levator veli palatini mengakibatkan rongga pada lekukan
dorsum lidah diperluas, palatum mole terangkat dan bagian atas dinding posterior
faring akan terangkat pula. Bolus terdorong ke posterior karena lidah terangkat ke
atas. Bersamaan dengan ini terjadi penutupan nasofaring sebagai akibat kontaksi
m. levator veli palatini. Selanjutnya terjadi kontraksi m. palatoglosus yang
menyebabkan ismus fausium tertutup, diikuti oleh kontraksi m. palatofaring,
sehingga bolus makanan tidak akan berbalik ke rongga mulut.
Tahap orofaring berlangsung sekitar 1 detik dan terdiri dari pemindahan
bolus dari mulut melalui faring untuk masuk ke esofagus. Ketika masuk ke faring,
bolus makanan harus diarahkan ke dalam esofagus dan dicegah untuk masuk ke
lubang-lubang lain yang berhubungan dengan faring. Dengan kata lain, makanan
harus dijaga agar tidak masuk kembali ke mulut, masuk ke saluran hidung, atau
masuk ke trakea.11
Posisi lidah yang menekan langit-langit keras menjaga agar makanan tidak
masuk kembali ke mulut sewaktu menelan.11 Kontraksi m.levator palatini
mengakibatkan rongga pada lekukan dorsum lidah diperluas, palatum mole

SMF/Bagian THT-KL RSUD T.C. Hillers. Laporan Kasus Tumor Esofagus


6

terangkat dan bagian atas dinding posterior faring akan terangkat pula. Bolus
terdorong ke posterior karena lidah terangkat ke atas. Selanjutnya terjadi kontraksi
m.palatoglosus yang menyebabkan ismus fausium tertutup, diikuti oleh kontraksi
m.palatofaring, sehingga bolus makanan tidak akan berbalik ke rongga mulut.10
Uvula terangkat dan menekan bagian belakang tenggorokan, menutup
saluran hidung atau nasofaring dari faring sehingga makanan tidak masuk ke
hidung. Makan dicegah masuk ke trakea terutama oleh elevasi laring dan
penutupan erat pita suara di pintu masuk laring atau glotis.11
Faring dan laring bergerak ke arah atas oleh kontraksi m.stilofaring,
m.salfingofaring, m.tirohioid dan m.palatofaring. Aditus laring tertutup oleh
epiglotis, sedangkan ketiga sfingter laring, yaitu plika ariepiglotika, plika
ventrikularis dan plika vokalis tertutup karena kontraksi m.ariepiglotika dan
m.aritenoid obligus. Bersamaan dengan ini terjadi juga pengentian aliran udara ke
laring karena refleks yang menghambat pernapasan, sehingga bolus makanan
tidak akan masuk ke dalam saluran napas. Selanjutnya bolus makanan akan
meluncur ke arah esofagus, karena valekula dan sinus piriformis sudah dalam
keadaaan lurus.10
Tahap esofagus dari proses menelan kini dimulai. Pusat menelan memicu
gelombang peristaltik primer yang menyapu dari pangkal ke ujung esofagus,
mendorong bolus di depannya menelusuri esofagus untuk masuk ke lambung.
Gelombang peristaltik memerlukan waktu sekitar 5 sampai 9 detik untuk
mencapai ujung bawah esofagus. Perambatan gelombang dikontrol oleh pusat
menelan, dengan persarafan melalui saraf vagus. Sewaktu gelombang peristaltik
menyapu menuruni esofagus, sfingter gastroesofagus melemas secara reflex
sehingga bolus dapat masuk ke dalam lambung. Setelah bolus masuk ke lambung,
proses menelan tuntas dan sfingter gastroesofagus kembali berkontraksi.11

SMF/Bagian THT-KL RSUD T.C. Hillers. Laporan Kasus Tumor Esofagus


7

2.2 Disfagia
2.2.1 Definisi
Keluhan kesulitan menelan (disfagia) merupakan salah satu gejala kelainan
atau penyakit di orofaring dan esophagus. Keluhan ini timbul bila terdapat
gangguan gerakan otot-otot menelan dan gangguan transportasi makanan dari
rongga mulut ke lambung.12
2.1.2 Klasifikasi12
Berdasarkan penyebabnya, disfagia dibagi atas:
 Disfagia mekanik
Disfagia mekanik timbul bila terjadi penyempitan lumen esophagus.
Penyebab utama disfagia mekanik adalah sumbatan lumen esophagus oleh massa
tumor dan benda asing. Penyebab lain adalah akibar peradangan mukosa
esophagus, striktur lumen esophagus, serta akibat penekanan lumen esophagus
dari luar, misalnya pembesaran kelenjar timus, kelenjar tiroid, kelenjar getah
bening di mediastinum, pembesaran jantung, dan elongasi aorta.
 Disfagia motorik
Keluhan disfagia motorik disebabkan oleh kelainan neuromuscular yang
berperan dalam proses menelan. Lesi di pusat menelan di batang otak, kelainan
saraf otak n. V, n. VII, n. IX, n. X dan n. XII, kelumpuhan otot faring dan lidah
serta gangguan peristaltik esophagus dapat menyebabkan disfagia. Penyebab
utama dari disfagia motorik adalah akalasia, spasme difus esophagus, kelumpuhan
otot faring dan skleroderma esophagus.
 Disfagia oleh gangguan emosi
Keluhan disfagia dapat juga timbul bila terdapat gangguan emosi atau tekanan
jiwa yang berat. Kelainan ini dikenal sebagai globus histerikus.
Berdasarkan lokasinya, disfagia dibagi atas:
 Disfagia orofaringeal
Disfagia orofaringeal adalah kesulitan mengosongkan bahan dari orofaring ke
dalam kerongkongan, hal ini diakibatkan oleh fungsi abnormal dari proksimal ke
kerongkongan. Pasien mengeluh kesulitan memulai menelan, regurgitasi nasal,
dan aspirasi trakea diikuti oleh batuk.

SMF/Bagian THT-KL RSUD T.C. Hillers. Laporan Kasus Tumor Esofagus


8

 Disfagia esophageal
Disfagia esophagus adalah kesulitan transportasi makanan ke kerongkongan.
Hal ini diakibatkan oleh gangguan motilitas baik atau obstruksi mekanis.
2.2.3 Etiologi
Tabel 2.1 Etiologi Disfagia13

2.2.4 Patogenesis12
Proses menelan merupakan proses yang kompleks. Setiap unsur yang
berperan dalam proses menelan harus bekerja secara terintegrasi dan
berkesinambungan. Keberhasilan mekanisme menelan ini tergantung dari
beberapa faktor, yaitu:
1. Ukuran bolus makanan
2. Diameter lumen esophagus yang dilalui bolus
3. Kontraksi peristaltik esophagus
4. Fungsi sfingter esophagus bagian atas dan bagian bawah
5. Kerja otot-otot rongga mulut dan lidah
Integrasi fungsional yang sempurna akan terjadi bila sistem neuromuscular
mulai dari susunan saraf pusat, batang otak, persarafan sensorik dinding faring
dan uvula, persarafan ekstrinsik esophagus serta persarafan intrinsik otot-otot
esophagus bekerja dengan baik, sehingga aktivitas motorik berjalan lancar.

SMF/Bagian THT-KL RSUD T.C. Hillers. Laporan Kasus Tumor Esofagus


9

Kerusakan pusat menelan dapat menyebabkan kegagalan aktivitas komponen


orofaring, otot lurik esophagus dan sfingter esophagus bagian atas. Oleh karna
otot lurik esophagus dan sfingter esophagus bagian atas juga mendapat persarafan
dari inti motor n. vagus, maka aktivitas peristaltic esophagus masih tampak pada
kelainan di otak. Relaksasi sfingter esophagus bagian bawah terjadi akibat
perenggangan langsung dinding esophagus.
2.2.5 Diagnosis14
Pasien yang memiliki disfagia dapat datang dengan berbagai tanda dan
gejala. Mereka biasanya mengeluhkan batuk atau tersedak atau sensasi abnormal
menempel makanan di belakang tenggorokan atau dada bagian atas ketika mereka
mencoba menelan, namun, beberapa kasus bisa dengan keluhan yang sangat
minimal atau bahkan tidak ada keluhan (misalnya, pada mereka dengan aspirasi
diam).
Pemeriksaan fisik untuk disfagia meliputi:
 Selama pemeriksaan fisik, mencari mekanisme oral-motor dan laring.
Pengujian n.V tengkorak dan n.VII-XII sangat penting untuk menentukan
apakah bukti fisik disfagia orofaringeal ada
 Pengamatan langsung penutupan bibir, penutupan rahang, mengunyah dan
pengunyahan, mobilitas lidah dan kekuatan, elevasi palatal dan laring, air
liur, dan kepekaan oral diperlukan.
 Periksa tingkat kewaspadaan dan status kognitif pasien, karena dapat
berdampak pada keselamatan menelan dan kemampuan untuk belajar
langkah-langkah kompensasi.
 Disfonia dan disartria adalah tanda-tanda disfungsi motor struktur yang
terlibat dalam mulut dan faring menelan.
 Periksa rongga mulut dan faring untuk integritas mukosa dan gigi.
 Periksa langit-langit lunak untuk posisi dan kesimetrisan selama fonasi
dan beristirahat.
 Evaluasi elevasi faring dengan menempatkan 2 jari di laring dan menilai
gerakan selama menelan volunter. Teknik ini membantu untuk

SMF/Bagian THT-KL RSUD T.C. Hillers. Laporan Kasus Tumor Esofagus


10

mengidentifikasi ada atau tidak adanya hambatan mekanisme pelindung


laring.
 Refleks muntah yang ditimbulkan oleh menyentuh mukosa faring dengan
spatula lidah. Pengujian untuk refleks muntah sangat membantu, tetapi
tidak adanya refleks muntah tidak selalu menunjukkan bahwa pasien tidak
mampu menelan dengan aman. Memang, banyak orang dengan tidak ada
refleks muntah memiliki kemampuan menelan yang normal, dan beberapa
pasien dengan disfagia memiliki refleks muntah yang normal.
 Auskultasi servikal menjadi bagian dari evaluasi klinis pasien disfagia.
Menilai kekuatan dan kejelasan suara, waktu episode apneic, dan
kecepatan menelan.
 Menilai fungsi pernafasan juga sangat penting. Jika kekuatan pernapasan
batuk atau kliring tenggorokan tidak memadai, risiko aspirasi meningkat.
 Langkah terakhir dalam pemeriksaan fisik adalah pengamatan langsung
dari tindakan menelan. Minimal, menonton pasien sementara dia minum
air. Jika memungkinkan, menilai makan pasien berbagai tekstur makanan.
Sialorrhea, inisiasi menelan tertunda, batuk, atau kualitas suara serak
basah atau mungkin menunjukkan masalah. Setelah menelan, mengamati
pasien selama 1 menit atau lebih untuk melihat apakah respon batuk
tertunda hadir.
Berbagai tes dapat digunakan untuk disfagia:
 Endoskopi atau esophagoscopy, tabung dimasukkan ke kerongkongan
untuk membantu mengevaluasi kondisi kerongkongan, dan mencoba untuk
membuka bagian-bagian yang mungkin tertutup.
 Manometry esofagus, tabung dimasukkan ke dalam perut untuk mengukur
perbedaan tekanan di berbagai daerah.
 X-ray leher, dada, atau perut dapat diambil.
 Barium x-ray, gambar bergerak atau video x-ray diambil dari
kerongkongan saat menelan barium, yang terlihat pada x-ray.

SMF/Bagian THT-KL RSUD T.C. Hillers. Laporan Kasus Tumor Esofagus


11

2.2.6 Disfagia Orofaringeal12


Disfagia orofaringeal (Oropharyngeal dysphagia/OPD) terjadi ketika
mekanisme orofaringeal dalam proses menelan yang, dalam keadaan normal
menjamin perjalanan lengkap bolus dari mulut ke kerongkongan dan secara
bersamaan melindungi jalan napas, menjadi terganggu. Aspirasi pneumonia,
malnutrisi, dan kualitas hidup berkurang dapat terjadi akibat OPD. Walaupun
terdapat banyak penyebab OPD, kecelakaan serebrovaskular merupakan penyebab
kasus terbanyak, dan pneumonia aspirasi merupakan penyebab umum kematian
pada pasien ini. Kondisi neurologis lain seperti penyakit Parkinson bertanggung
jawab atas sejumlah kasus OPD, dengan gangguan miopati dan lesi structural
yang menjadi sebagian besar penyebab lainnya. Meskipun segudang penyebab
OPD, hasil akhir patofisiologis jatuh ke salah satu dari dua kategori yang saling
terkait: 1) kelainan transfer bolus, dan 2) kelainan perlindungan jalan napas.
Kelainan transfer bolus dapat dikelompokkan lagi ke dalam yang
disebabkan oleh: 1) Kegagalan pompa orofaringeal, 2) gangguan koordinasi
oral/faring, dan 3) obstruksi aliran keluar faring.
Gangguan menelan dapat terjadi pada ketidaknormalan setiap organ yang
berperan dalam proses menelan. Dampak yang timbul akibat ketidaknormalan
fase oral antara lain:
1. Keluar air liur (drooling = sialorrhea) yang disebabkan gangguan sensori dan
motorik pada lidah, bibir dan wajah.
2. Ketidaksanggupan membersihkan residu makanan di mulut dapat disebabkan
oleh defisiensi sensori pada rongga mulut dan/atau gangguan motorik lidah.
3. Karies gigi yang mengakibatkan gangguan distribusi saliva dan meningkatkan
sensitivitas gigi terhadap panas, dingin dan rasa manis.
4. Hilangnya rasa pengecapan dan penciuman akibat keterlibatan langsung dari
saraf kranial.
5. Gangguan proses mengunyah dan ketidaksanggupan memanipulasi bolus.
6. Gangguan mendorong bolus ke faring.

SMF/Bagian THT-KL RSUD T.C. Hillers. Laporan Kasus Tumor Esofagus


12

7. Aspirasi cairan sebelum proses menelan dimulai yang terjadi karena gangguan
motorik dari fungsi lidah sehingga cairan akan masuk ke faring sebelum refleks
menelan muncul.
8. Rasa tersedak oleh batuk pada saat fase faring. Sedangkan dampak
ketidaknormalan pada fase faringeal adalah chocking, coughing dan aspirasi.
Gejala disfagia orofaringeal adalah ketidakmampuan untuk menjaga bolus
dalam rongga mulut, kesulitan mengumpulkan bolus di belakang lidah, ragu-ragu
atau ketidakmampuan untuk memulai menelan, makanan menempel di
tenggorokan, regurgitasi nasal, ketidakmampuan untuk mendorong bolus
makanan ke dalam faring, kesulitan menelan makanan padat, sering menelan
berulang-ulang, sering membersihkan tenggorokan, suara berkumur (gargly voice)
setelah makan, suara serak, suara bindeng (nasal speech) dan disartria, batuk saat
menelan: sebelum, selama, atau setelah menelan, menghindari makan bersama
orang lain, berat badan menurun dan pneumonia berulang.
Untuk diagnosis selain anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dapat
dilakukan pemeriksaan penunjang untuk diagnosis kelainan disfagia fase oral dan
fase faring adalah:
· Videofluoroskopi Swallow Assesment (VFSS)
Pemeriksaan ini dikenal sebagai Modified Barium Swallow (MBS) adalah
pemeriksaan yang sering dilakukan dalam mengevaluasi disfagia dan aspirasi.
Pemeriksaan ini menggambarkan struktur dan fisiologi menelan rongga mulut,
faring, laring dan esofagus bagian atas. Pemeriksaan dilakukan dengan
menggunakan bolus kecil dengan berbagai konsistensi yang dicampur dengan
barium. VFSS dapat untuk panduan dalam terapi menelan dengan memberikan
bermacam bentuk makanan pada berbagai posisi kepala dan melakukan beberapa
manuver untuk mencegah aspirasi untuk memperoleh kondisi optimal dalam
proses menelan.
· Flexible Endoscopy Evaluation of Swallowing ( FEES)
Pemeriksaan evaluasi fungsi menelan dengan menggunakan
nasofaringoskop serat optik lentur. Pasien diberikan berbagai jenis konsistensi

SMF/Bagian THT-KL RSUD T.C. Hillers. Laporan Kasus Tumor Esofagus


13

makanan dari jenis makanan cair sampai padat dan dinilai kemampuan pasien
dalam proses menelan.
2.2.7 Disfagia Esofageal12
Disfagia esofagus mengacu pada sensasi makanan menempel atau
mendapatkan digantung di pangkal tenggorokan atau dada. Penyebab umum dari
disfagia esofagus meliputi:10
 Akalasia. Hal ini terjadi ketika otot esophagus bawah (sfingter) tidak
benar-benar rileks untuk membiarkan makanan masuk ke lambung. Otot-
otot di dinding esofagus sering lemah juga. Hal ini dapat menyebabkan
regurgitasi makanan belum tercampur dengan isi perut, kadang-kadang
menyebabkan untuk membawa makanan kembali ke dalam tenggorokan.
 Proses penuaan. Dengan usia, kerongkongan cenderung kehilangan
beberapa kekuatan otot dan koordinasi yang diperlukan untuk mendorong
makanan ke dalam perut.
 Spasme difus. Kondisi ini menghasilkan beberapa, tekanan tinggi,
kontraksi kurang terkoordinasi kerongkongan biasanya setelah menelan.
Spasme difus pada esofagus adalah gangguan langka yang mempengaruhi
otot polos di dinding esofagus bawah secara involunter. Kontraksi sering
terjadi sesekali, dan mungkin menjadi lebih parah selama periode tahun.
 Striktur esofagus. Penyempitan kerongkongan (striktur) menyebabkan
potongan besar makanan tidak dapat lewat. Persempitan lumen ini
mungkin akibat dari pembentukan jaringan parut, sering disebabkan oleh
penyakit gastroesophageal reflux (GERD), atau dari tumor.
 Tumor. Kesulitan menelan cenderung untuk mendapatkan semakin buruk
ketika terdapat tumor esofagus.
 Benda asing. Terkadang, makanan, seperti sepotong besar daging, atau
objek lain dapat menjadi tersangkut di tenggorokan atau kerongkongan.
Orang dewasa dengan gigi palsu dan orang-orang yang mengalami
kesulitan mengunyah makanan mereka dengan baik mungkin lebih
cenderung memiliki gangguan pada tenggorokan atau kerongkongan.

SMF/Bagian THT-KL RSUD T.C. Hillers. Laporan Kasus Tumor Esofagus


14

Anak-anak mungkin akan menelan benda-benda kecil, seperti peniti, koin


atau potongan mainan, yang dapat menjadi terjebak.
 Cincin esofagus. Pada daerah ini terdapat penyempitan di esofagus bagian
bawah yang dapat menyebabkan kesulitan menelan makanan padat.
 Gastroesophageal reflux disease (GERD). Kerusakan jaringan esophagus
dari asam lambung yang naik (refluks) ke dalam kerongkongan dapat
menyebabkan spasme atau jaringan parut dan penyempitan kerongkongan
bawah membuat sulit menelan.
 Eosinofilik esofagitis. Kondisi ini, disebabkan oleh kelebihan populasi sel
yang disebut eosinofil di kerongkongan, dapat menyebabkan kesulitan
menelan. Ini mungkin terkait dengan alergi makanan, tetapi sering tidak
ada penyebab yang ditemukan.
 Scleroderma. Penyakit ini ditandai oleh perkembangan bekas luka-seperti
jaringan, menyebabkan kekakuan dan pengerasan jaringan. Hal ini dapat
melemahkan lower esophageal sphincter, sehingga asam lambung dapat
refluks ke kerongkongan dan menyebabkan gejala dan komplikasi mirip
dengan GERD.
 Terapi radiasi. Hal ini pengobatan kanker dapat menyebabkan peradangan
dan jaringan parut pada kerongkongan, yang dapat menyebabkan kesulitan
menelan.
2.2.8 Penanganan Rehabilitasi Pada Penderita Disfagia15
Terdapat beberapa cara penanganan rehabilitasi penderita disfagia, yaitu:
teknik postural, modifikasi volume dan kecepatan pemberian makanan, modifikasi
diet, com-pensatory swallowing maneuver, teknik untuk memperbaiki oral
sensory aware-ness, stimulasi elektrik, terapi latihan, dan penyesuaian peralatan
yang digunakan.
 Teknik postural
Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa perubahan postur kepala dan
tubuh dapat mengeliminasi terjadinya aspirasi pada penderita disfagia. Sebaiknya
terapis harus mengetahui secara tepat gangguan anatomi dan fisiologik yang
dialami penderita sebelum menentukan postur yang tepat. Beberapa teknik

SMF/Bagian THT-KL RSUD T.C. Hillers. Laporan Kasus Tumor Esofagus


15

postural yang di-gunakan yaitu: chin down atau chin tuck, chin up, head rotation,
head tilt, dan lying down.
 Modifikasi volume dan kecepatan pemberian makanan
Pada penderita dengan keterlambatan dalam pemicuan fase faringeal, bolus
yang besar akan membantu terjadinya triggering. Pada penderita yang mengalami
gangguan fase faringeal sendiri membutuhkan 2-3 kali menelan untuk setiap
bolus. Pemberian makanan dalam jumlah terlalu banyak dan terlalu cepat akan
menyebabkan terkum-pulnya bolus di dalam laring dan menye-babkan aspirasi
sedangkan pemberian makanan dalam jumlah sedikit dan secara lambat akan
mengurangi terjadinya aspirasi.
 Modifikasi diet
Modifikasi tekstur bolus sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya
aspirasi. Makanan dengan konsistensi cair lebih sulit dikontrol dan lebih mudah
menyebabkan aspirasi karena dapat mengalir langsung ke dalam faring sebelum
terjadinya refleks menelan. Bolus yang lebih kental atau makanan padat lunak
lebih aman karena kemungkinan untuk masuk dalam pintu laring lebih kecil.
Selain itu, bolus yang lebih kental meningkatkan pergerakan lidah dan membantu
mempercepat terjadinya inisiasi fase faringeal.
Rekomendasi lain yaitu makanan dalam jumlah sedikit dengan frekuensi
pemberian lebih sering dan mengandung tinggi kalori dan tinggi protein. Makanan
diberikan dalam jumlah sedikit, ½ sampai 1 sendok teh setiap kali menelan.
Penderita juga diminta untuk tidak makan sambil berbicara. Bila menggunakan
makanan kental, makanan dengan kekentalan seperti madu yang dapat dijadikan
pilihan.
 Compensatory swallowing maneuver
Manuver menelan dirancang untuk menempatkan bagian tertentu dari proses
menelan normal dibawah kontrol volunter yang meliputi:
- Effortful swallow: bertujuan mem-perbaiki gerakan dasar lidah ke arah posterior
selama fase faringeal. Penderita diminta untuk menelan dengan menggerakan
lidah ke arah posterior secara kuat untuk membantu perjalanan bolus melewati
rongga faring.

SMF/Bagian THT-KL RSUD T.C. Hillers. Laporan Kasus Tumor Esofagus


16

- Supraglotic swallow: bertujuan menutup pita suara sebelum dan selama proses
menelan sehingga melindungi trakea dari aspirasi. Makanan atau minuman di
tempatkan dalam mulut, penderita diminta untuk menarik napas dalam kemudian
ditahan, lalu penderita menelan 1-2 kali sambil tetap menahan napas, dan batuk
dengan segera setelah menelan.
- Super-supraglotic swallow: dirancang untuk menutup pintu masuk jalan napas
secara volunter dengan mengangkat kartilago aritenoid ke anterior, ke bagian
dasar dari epiglotis sebelum dan selama proses menelan serta menutup erat pita
suara palsu.
- Mandehlson maneuever: penderita diminta untuk merasakan adanya sesuatu
bergerak pada bagian dalam lehernya saat menelan, kemudian melakukan proses
menelan kembali (menggunakan dry swallow atau dengan 1 ml air) tetapi diminta
untuk menahan gerakan tadi selama 3-5 detik, kemudian menelan dan rileks.
 Teknik untuk memperbaiki oral sensory awareness
Terdapat beberapa jenis teknik yang meliputi:
1. Menekan sendok ke arah bawah melawan lidah saat pemberian makanan ke
dalam mulut.
2. Memberikan bolus dengan karakteristik sensorik tertentu, seperti bolus dingin,
bolus dengan tekstur tertentu, atau bolus dengan rasa yang kuat seperti jus lemon
3. Memberikan bolus yang harus dikunyah sehingga proses mengunyah tersebut
akan memberikan stimulasi oral.
4. Memberikan volume bolus yang besar.
5. Thermal tactile stimulation (TTS) dengan melakukan gerakan stroking pada
arkus faringeus anterior. Stroking dilakukan menggunakan kaca laring berukuran
00 (telah dimasukan dalan es selama ±10 detik) pada arkus faringeus anterior dari
bagian dasar ke arah atas sejauh yang bisa dijangkau. Terapi ini diangap bisa
memberikan stimulus sensorik ke batang otak dan korteks sehingga saat penderita
sudah mulai fase oral, maka fase faringeal akan terpicu lebih cepat.

SMF/Bagian THT-KL RSUD T.C. Hillers. Laporan Kasus Tumor Esofagus


17

 Stimulasi elektrikal
Neuromuscular electrical stimulation (NMES) bekerja dengan memberikan
stimulasi listrik pada otot-otot menelan lewat elektroda yang ditempatkan di atas
otot-otot tersebut. Beberapa studi tentang penggunaan stimulasi listrik ini
menunjukkan bahwa NMES merupakan alternatif terapi yang efektif dan aman
untuk penderita disfagia serta dapat digunakan pada anak-anak. Penggunaan
NMES ini efektif pada disfagia akibat penyakit tertentu seperti stroke, kanker
pada kepala dan leher, serta multipel sklerosis.
 Terapi latihan
Terapi latihan digunakan untuk me-nguatkan otot-otot, meningkatkan
lingkup gerak sendi (LGS) dan koordinasi dari mulut, rahang, bibir, lidah,
palatum, dan pita suara. Terapi latihan yang biasanya digunakan antara lain:
latihan LGS rahang, latihan penguatan otot lidah, latihan adduksi pita suara, dan
latihan metode Shaker.
 Penyesuaian peralatan yang digunakan
Beberapa peralatan telah dibuat untuk membantu penderita disfagia,
termasuk penderita yang juga mengalami kelemahan ekstremitas atas yang akan
memengaruhi kemandirian penderita untuk makan. Peralatan tersebut misalnya
gelas dengan sedotan, nose cutout cup, plate guard, sedotan, serta garpu dan
sendok yang dimodifikasi.
2.2.9 Komplikasi Disfagia15
Komplikasi disfagia dapat berupa aspirasi pneumonia, malnutrisi, dehidrasi,
obstruksi jalan napas bila bolus berukuran cukup besar yang memasuki jalan
napas, dan kematian.
2.2.10 Prognosis15
Gangguan menelan yang diakibatkan oleh stroke atau traumatic brain injury
memiliki potensi untuk pulih. Mann et al. mendapatkan bahwa sekitar 87%
penderita stroke kembali ke diet semula setelah 6 bulan, tetapi hasil
videofluroskopi menun-jukkan terdapat 51% penderita yang tetap menunjukkan
adanya gangguan pada proses menelan. Penderita dengan kondisi yang statis atau
progresif seperti amyo-thropic lateral sclerosis, multipel sklerosis, muskular

SMF/Bagian THT-KL RSUD T.C. Hillers. Laporan Kasus Tumor Esofagus


18

distrofik, dan Parkinsonisme harus dievaluasi secara periodik, dengan


mempertimbangkann pemberian nonoral feeding.

2.3 Tumor Esofagus


2.3.1 Definisi
Tumor esofagus merupakan jenis tumor yang paling sering terjadi di dalam
sel yang melewati dinding kerongkongan. Tumor esofagus ada yang bersifat jinak
dan ada yang bersifat ganas. Tumor jinak yang paling sering terdapat pada
esofagus adalah tumor yang berasal dari lapisan otot, yang disebut dengan
leiomioma. Sedangkan tumor yang bersifat ganas sering dikenal dengan kanker
esofagus. Jenis yang paling sering terjadi pada kanker kerongkongan adalah
squamous sel carcinoma dan adenokarsinoma, Dari kedua tumor tersebut sekitar
95% tumor yang ada di esofagus adalah tumor yang bersifat ganas.12
2.3.2 Epidemiologi16
Keganasan pada esofagus adalah jenis keganasan ke-8 terbanyak di dunia,
dengan angka mortalitas yang terburuk setelah keganasan pada hepatobilier dan
pankreas. Kanker ini merupakan penyebab tersering ke-6 dari kematian akibat
kanker. Dari seluruh keganasan pada saluran cerna, 5% adalah kanker esofagus.
Di Amerika, pada tahun 2009 terdiagnosa 16.470 kasus kanker esofagus dengan
estimasi angka kematian 14,530. Insidensnya meningkat seiring usia, dan
memuncak pada dekade ke-6 dan 7. Median usia penderita kanker esofagus adalah
69 tahun, dengan perbandingan laki-laki dan wanita adalah sekitar 3:1. Penyakit
ini banyak dijumpai di China, Iran, Afrika Selatan, India dan Rusia.
Lebih dari 90% kanker esofagus merupakan karsinoma sel skuamosa dan
adenokarsinoma. Sekitar tahun 1960an, adenokarsinoma, yang terkait dengan
rokok dan alkohol, mendominasi histologi kanker esofagus. Namun sejak tahun
2006, terjadi perubahan tren, dimana kesadaran akan bahaya rokok dan alkohol
mulai meningkat, sementara gaya hidup menyebabkan meningkatnya angka
obesitas dan penyakit refluks gastroesofageal (GERD). Hal ini menyebabkan
histologi terbanyak dari kanker esofagus adalah karsinoma sel skuamosa.

SMF/Bagian THT-KL RSUD T.C. Hillers. Laporan Kasus Tumor Esofagus


19

2.3.3 Etiologi16
Penyebab tumor esofagus belum diketahui dengan pasti akan tetapi para
peneliti percaya bahwa beberapa faktor resiko seperti merokok dan alkohol, dapat
menyebabkan kanker esofagus dengan cara merusak DNA sel yang melapisi
bagian dalam esofagus, akibatnya DNA sel tersebut menjadi abnormal. Iritasi
yang berlangsung lama pada dinding esofagus, seperti yang terjadi pada GERD,
Barrett’s esophagus dan akhalasia dapat memicu terjadinya kanker. Beberapa
faktor resiko yang dapat mempertinggi kejadian kanker esofagus diantaranya
adalah :
1. Merokok dan konsumsi alkohol
Konsumsi alkohol dan merokok berkaitan dengan kejadian kanker esofagus.
Alkohol dan rokok dapat menyebabkan iritasi kronik pada mukosa esofagus.
Orang yang merokok 1 bungkus perhari memiliki resiko 2 kali lebih tinggi untuk
menderita adenokarsinoma esofagus dibandingkan dengan yang tidak merokok.
2. Obesitas
Orang yang kelebihan berat badan atau obesitas memiliki resiko tinggi
untuk menderita adenokarsinoma esofagus. Hal ini berkaitan dengan peningkatan
tekanan intra abdomen dan refluk esofagus.
3. Gastro esophageal reflux disease (GERD)
Orang yang menderita GERD, beresiko 2 hingga 16 kali lebih tinggi untuk
menderita adenokarsinoma esofagus dibandingkan dengan orang normal. Resiko
bergantung pada seberapa panjang refluk dan gejala yang terjadi. Sekitar 30 %
kejadian kanker esofagus dikaitkan dengan kejadian GERD.
4. Barrett’s esophagus
Jika refluk di bagian lower esophagus berlangsung terus menerus dan dalam
jangka waktu yang lama, maka refluk ini akan menyebabkan kerusakan pada
dinding esofagus. Hal ini dapat mengakibatkan sel skuamous yang melapisi
esofagus menjadi nhilang dan digantikan oleh sel glandular. Sel glandular ini
biasanya terlihat seperti sel yang melapisi dinding lambung dan usus halus, dan
lebih resisten terhadap asam lambung. Kondisi ini dinamakan Barrett’s
esophagus. Sekitar 10 % orang dengan gejala GERD menderita Barrett’s

SMF/Bagian THT-KL RSUD T.C. Hillers. Laporan Kasus Tumor Esofagus


20

esophagus. Semakin lama seseorang mngalami GERD , maka semakin beresiko


untuk menderita Barrett’s esophagus. Kebanyakan orang yang menderita Barrett’s
esophagus memiliki gejala dada terasa terbakar. Penyakit ini memiliki resiko 30
hingga 125 kali lebih besar untuk menyebabkan terjadinya kanker esofagus
dibandingkan dengan orang normal. Hal ini dikarenakan sel glandular pada
Barrett’s esophagus menjadi abnormal hingga menjadi displasia, kondisi
prekanker.
5. Diet
Makan makanan yang banyak mengandung buah-buahan dan sayur-sayura,
berkaitan dengan berkurangnya angka kejadian kanker esofagus. Buah-buahan
dan sayur-sayuran mengandung banyak vitamin dan mineral yang membantu
dalam mencegah terjadinya kanker. Sekitar 15 5 kanker esofagus dikaitkan
dengan rendahnya asupan buah-buahan dan sayuran. Makan makanan yang sedikit
mengandung buah-buahan dan sayur-sayuran dapat meningkatkan kejadian kanker
esofagus.
6. Akhalasia
Pada penyakit ini, otot pada bagian bawah esofagus tidak berfungsi dengan
baik. Makanan dan cairan yang yang masu ke dalam lambung menjadi tertahan
dan cenderung berkumpul di esofagus. Akibatnya esofagus mengkompensasi
dengan melakukan dilatasi. Orang dengan akhalasia memiliki resiko untuk
mengalami kanker esofagus 15 kali lebih besar dibandingkan dengan orang
normal. Sekitar 6% (1 dari 20 orang) dari semua kasus akhalasia berkembang
menjadi kanker squamous cell carcinoma. Pada umumnya, kanker terjadi sekitar
17 tahun setelah pasien didiagnosa akhalasia.
7. Bakteri lambung
Bakteri lambung, helicobacter pylori dapat menyebabkan masalah lambung,
termasuk ulserasi dan beberapa jenis kanker lambung. Infeksi karena nakteri ini
dapat diobati dengan antibiotik dan tambahan obat yang mengurangi asam
lambung. Orang yang mendapat terapi H.Pylori beresiko untuk mengalami kanker
esofagus dibandingkan dengan orang yang tidak mendapatkan terapi. Hal ini
dikarenakan infeksi H.Pylori, menyebabkan lambung memproduksi sedikit asam

SMF/Bagian THT-KL RSUD T.C. Hillers. Laporan Kasus Tumor Esofagus


21

lambung. rendahnya kadar asam lambung berdampak apad rendahnya refluks ke


esofagus. Jadi infeksi dapat menyebabkan banyak masalah di lambung, tetapi di
lain pihak hal ini infeksi tersebut membantu melindungi esofagus.
2.3.4 Faktor Resiko16
Jenis histologi dari kanker esofagus erat kaitannya dengan faktor risiko.
Jenis Karsinoma sel skuamosa berkaitan dengan rokok dan alkohol, sindrom
Plummer-Vinson, trauma kaustik pada esofagus, riwayat kanker kepala-leher
sebelumnya, akalasia. Infeksi HPV dihubungkan dengan ~20% kasus di daerah
insidens tinggi (China, Afrika, Jepang).
Jenis Adenokarsinoma berkaitan dengan obesitas, penyakit refluks
gastroesofageal (GERD), Barrett’s esophagus, rendah konsumsi serat, status
sosioekonomi rendah.
2.3.5 Patofisiologi
Biasanya pasien mengalami lesi ulserasi esofagus yang luas sebelum gejala
timbul. Malignasi, biasanya sel squamosa tipe epidermoid, menyebar dibawah
mukosa esofagus , atau dapat menyebar langsung kedalamnya, melalui dan diatas
lapisan otot ke limfatik. Pada tahap lanjut, obstruksi esofagus terliat, dengan
kemungkinan peforasi mediastinum dan erosi pembuluh darah besar.
Bila gejala terjadi yang berhubungan dengan kanker esofagus penyakit ini
secara umum meluas. Gejala termasuik disfagia, pada awalnya dengan makanan
padat dan akhirnya edngan cairan; perasaan ada massa ditenggorokan; nyeri saat
menelan; nyeri substernal atau rasa penuh; dan kemudian regurgutasi makanan
yang tidak dicerna disertai bau nafas busuk dan cegukan.
Pasien pada awalnya hanya makanan padat yng menyebabkan distres, tetapi
dengan berkembangnya penyakit dan obsrtuksi cairan tidak adapat masuk ke
lambung. Regurgitasi makanan dan saliva terjadi hemoragi dapt terjadi dan
penurunan progresif berat badan dan kekuatan terjdi sebagai akibat kelaparan.
Gejala selanjutnya mencakup nyeri substernal, cegukan, kesulitan bernafas dan
bau nafas busuk.

SMF/Bagian THT-KL RSUD T.C. Hillers. Laporan Kasus Tumor Esofagus


22

2.3.6 Gambaran Klinis16


Gejala klinis yang dilaporkan lebih dari 90% pasien adalah disfagia dan
penurunan berat badan, sementara sekitar 50% mengeluhkan odinofagia (nyeri
menelan). Keluhan lain yang sering dijumpai adalah kesulitan menelan, batuk
yang tak kunjung sembuh dan suara serak. Pasien dapat mengeluhkan kesulitan
menelan yang diawali dengan kesulitan menelan makanan padat (yang biasa
dimakan pasien), kemudian perubahan konsistensi makanan menjadi lunak dan
lembut, hingga tidak dapat menelan sama sekali dan memuntahkan makanan
kembali (obstruksi total).
2.3.7 Langkah Diagnosis16
Dari anamnesa, dapat pula digali faktor-faktor yang dapat memperburuk
prognosis, riwayat merokok, konsumsi alkohol, nitrosamin maupun penyakit
GERD. Pada pemeriksaan fisik, massa di esophagus dapat tidak teraba dari luar.
Perlu dilakukan pemeriksaan limfadenopati, di regio colli dan supraklavikula. Hal
yang perlu dinilai dengan cermat adalah status nutrisi pasien, karena penurunan
status nutrisi pun perlu menjadi perhatian kita dalam tatalaksana kasus ini.
b. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk kanker esophagus antara lain:
 Laboratorium darah: darah perifer lengkap, kimia darah, fungsi hati
 Esofagogram dengan barium
 Esofagoskopi, dapat sekaligus dilakukan biopsi
 CT-scan
Dengan ambang batas penilaian suatu malignansi adalah 10 mm, CT scan
memiliki akurasi 51 – 70% dalam mendeteksi KGB mediastinum, sementara
dengan ambang batas penilaian suatu malignansi adalah 8 mm, CT scan memiliki
akurasi 79% dalam mendeteksi KGB di sekitar gaster dan celiac axis.
 PET scan
Peningkatan metabolisme glukosa oleh tumor menjadi dasar mekanisme
diagnostik dengan FDG (fluoro-182-deoxyglucose) – PET. Terdapatnya
peningkatan akumulasi analog glukosa (FDG) dapat menunjukkan penyakit dalam

SMF/Bagian THT-KL RSUD T.C. Hillers. Laporan Kasus Tumor Esofagus


23

tahap awal sebelum terjadi perubahan struktural yang abnormal. FDG PET juga
lebih superior dari CT scan dalam evaluasi metastasis jauh.
 Pemeriksaan penunjang lain sesuai indikasi: bone scan, USG abdomen, dan
lain-lain.
c. Penentuan Stadium
Sebagaimana keganasan lain, stadium sangat menentukan tatalaksana. Penentuan
stadium kanker esofagus yang umum digunakan saat ini adalah menurut AJCC
(American Joint Committee on Cancer).

Gambar 2.2 American Joint Committee on Cancer16


 Stadium in situ. Pada stadium ini, sel-sel kanker telah menempel di
permukaan esofagus namun belum menempus lapisan dalam esofagus.
 Stadium 1. Pada stadium ini, kanker telah menembus lapisan pertama
esofagus, dan dapat menyebar ke kelenjar getah bening di sekitarnya.
 Stadium 2. Pada stadium ini, sel kanker sudah menyebar pada lapisan
esofagus yang lebih dalam dan mungkin menyebar ke kelenjar getah
bening di sekitarnya.
 Stadium 3. Pada stadium ini, sel kanker sudah menyebar pada lapisan
esofagus paling dalam dan juga ke organ lain serta kelenjar getah bening
sekitarnya.

SMF/Bagian THT-KL RSUD T.C. Hillers. Laporan Kasus Tumor Esofagus


24

 Stadium 4. Pada stadium ini, sel kanker sudah menyebar ke berbagai


organ di dalam tubuh (metastasis).
2.3.8 Prognosis
Kanker esofagus biasanya dijumpai sudah dalam keadaan lanjut. Tujuh
puluh lima persen pasien terdapat limfadenopati, dengan angka kesintasan pasien
3%. Sementara pasien tanpa limfadenopati, mempunyai angka kesintasan 42%.
Sekitar 18 % pasien mengalami metastasis jauh, terbanyak ke KGB abdominal
(45%), diikuti hepar (35%), paru (20%), KGB supraklavikula (18%), tulang (9%)
dan ke tempat lain. Faktor-faktor yang dapat memperburuk prognosis adalah laki-
laki, usia >65 tahun, performance status yang buruk dan penurunan status nutrisi
yang berat.
2.3.9 Tatalaksana
Secara umum, kanker esofagus masih dianggap sulit. Penerapan terapi
kombinas (multimodalitas) belum menunjukkan hasil yang memuaskan, terutama
dalam locoregional failure dan angka kesintasan. Laju metastasis jauh masih sulit
ditekan dengan berbagai pendekatan terapi, dan dijumpai lebih dari 50% pada
follow-up pasien setelah terapi. Kebanyakan pasien, ditambah dengan status
nutrisi yang umumnya menurun, sulit menoleransi terapi multimodalitas,
sementara terapi monomodalitas memiliki angka keberhasilan yang tidak
memuaskan.
Arah pengobatan kanker esofagus saat ini adalah terapi multimodalitas,
sesuai hasil-hasil studi yang menunjukkan angka keberhasilan lebih baik
dibandingkan terapi monomodalitas. Tatalaksana kanker esofagus, dilakukan
berdasarkan stadium, serta terdiri dari tiga modalitas utama, yaitu pembedahan,
kemoterapi dan radioterapi.
a. Pembedahan
Pembedahan merupakan pilihan standar untuk tumor tahap awal. Namun
sekitar 50% reseksi kuratif sulit dilakukan karena ternyata kondisi tumor
intraoperatif lebih ekstensif daripada saat pemeriksaan klinis. Median dari angka
kesintasan pasien dengan tumor yang resectable adalah 11 bulan. Teknik operasi
yang umum dilakukan adalah esofagogastrostomi, atau esofagektomi dengan

SMF/Bagian THT-KL RSUD T.C. Hillers. Laporan Kasus Tumor Esofagus


25

gastric pull-up. Laparotomi dapat sekaligus dikerjakan untuk melihat perluasan di


bawah diafragma bila ada kecurigaan ke arah sana. Pada tumor di daerah servikal,
mungkin dilakukan radical neck dissection sekaligus, terutama bila jenis tumor
adalah karsinoma sel skuamosa.
b. Kemoterapi
Kemoterapi tidak efektif sebagai modalitas tunggal. Penggunaan kemoterapi
cisplatin-based dapat memberikan respons pada 30 – 50% kasus, namun
umumnya bukan respons komplit. Kemoterapi dapat diberikan bersama dengan
radioterapi (kemoradiasi).
Kemoradiasi sebagai terapi definitif menjadi pilihan pada kasus-kasus yang
inoperabel. Terapi ini memberikan local control dan overall survival yang lebih
superior daripada radiasi saja. Suatu studi oleh Eastern Cooperative Oncology
Group (ECOG) membandingkan pemberian radiasi saja (60 Gy) dengan
kemoradiasi (RE 60 Gy bersama dengan 5-FU/ mitomycin- C). hasilnya, angka
kesintasan 2 tahun adalah 12% pada kelompok pasien yang mendapat radiasi saja,
dan 30% pada kelompok pasien yang mendapat kemoradiasi, dengan median
survival 14,9 bulan berbanding 9,0 bulan, masing-masing kelompok.
Kemoradiasi juga dapat diberikan preoperative pada tumor-tumor yang
dinilai resectable. Pemberian kemoradiasi tidak mempengaruhi angka kesintasan,
namun memperpanjang waktu rekurensi tumor. Sementara pemberian kemoradiasi
postoperatif menunjukkan sedikit penurunan angka relaps dalam 5 tahun (85%
menjadi 70%), terutama pada pasien dengan N0, namun juga tidak memperbaiki
angka kesintasan.
c. Radiasi
Selama ini telah dilaporkan pemberian radiasi secara neoadjuvan dan
adjuvan konkuren dengan kemoterapi, maupun radiasi saja. Untuk mendapat hasil
yang lebih baik, radiasi diberikan berbarengan dengan kemoterapi (kemoradiasi).
Secara garis besar, radiasi yang dapat dilakukan dalam tatalaksana kanker
esofagus adalah radiasi eksterna dan interna (brakiterapi).
i) Radiasi Eksterna

SMF/Bagian THT-KL RSUD T.C. Hillers. Laporan Kasus Tumor Esofagus


26

Radiasi dapat diberikan dengan dua teknik, yaitu konvensional atau 3D-
konformal (3D-CRT). Data yang harus ada sebelum memulai perencanaan radiasi
adalah penentuan lokasi tumor (gross atau tumor bed). Hal ini mempengaruhi
teknik yang dipilih serta penentuan lokasi subklinis serta aliran kelenjar getah
bening yang harus dimasukkan dalam lapangan penyinaran. Prinsip umum dari
radiasi pada kanker esofagus adalah penentuan batas kranial dan kaudal dari
tumor adalah 5 cm dan batas secara radial (sekeliling tumor) 2 cm, berdasarkan
pola drainase limfatik esofagus, dari lapisan mukosa ke lapisan muscularis propria
yang sebagian besar berbentuk longitudinal.
Saat ini, teknik 3D-konformal lebih disukai karena berdasarkan gambaran
CT scan, maka dapat dilihat lebih jelas ekstensi tumor, keadaan jaringan di
sekitarnya maupun ada atau tidaknya pembesaran kelenjar getah bening. Namun
pada tumor yang terletak di esofagus daerah servikal atau pasca krikoid, dapat
diterapkan teknik konvensional. Batas kranial adalah laring-faring dan batas
bawah adalah subkarina, dengan portal radiasi opposing lateral atau oblik. Bila
KGB supraklavikula dan mediastinal bagian atas dianggap memerlukan radiasi,
maka dapat diberikan melalui portal anterior- posterior (AP).
Lapangan radiasi untuk tumor yang terletak di 2/3 bawah esofagus
(thoracic) harus mencakup seluruh esofagus bagian thoracic dan KGB
supraklavikula bilateral, dan batas bawahnya adalah esophagogastric junction.
Sementara untuk lesi di 1/3 inferior esofagus, batas bawah harus mencakup celiac
plexus. Pada kasus dengan tumor di tengah atau atas dari esofagus bagian
thoracic, portal radiasi juga harus mencakup aksis KGB celiac, karena tingkat
penyebarannya yang cukup sering ke KGB tersebut.
ii) Radiasi Interna/Brakiterapi
Sebagai tambahan dari radiasi eksterna, dapat diberikan brakiterapi,
tentunya dengan pertimbangan bahwa pasien adalah kandidat yang tepat (tidak
ada halangan secara teknis), dan pasien akan mendapatkan manfaat dari terapi ini.
Salah satu panduan yang ada dan masih digunakan sampai saat ini adalah
konsensus yang dikeluarkan oleh American Brachytherapy Society (ABS).

SMF/Bagian THT-KL RSUD T.C. Hillers. Laporan Kasus Tumor Esofagus


27

Menurut panduan tersebut, brakiterapi pada kanker esofagus memiliki dua


tujuan, yaitu definitive dan paliatif.
Kontraindikasi untuk brakiterapi menurut panduan ini adalah:
 Adanya keterlibatan trakeal atau bronkial
 Lesi terletak di esofagus bagian servikal
 Adanya stenosis
 Status performance yang buruk
Pertimbangan lain yang masih controversial dalam pemilihan pasien untuk
brakiterapi adalah penilaian terhadap angka harapan hidup, kebanyakan ahli
onkologi radiasi tidak memilih brakiterapi untuk pasien dengan harapan hidup < 3
bulan.
Brakiterapi dilakukan intrakaviter, dengan teknik HDR dan umumnya
menggunakan Iridium-192. Pasien yang akan menjalani brakiterapi telah
mendapatkan kemoradiasi dengan 5-FU dan radiasi eksterna sebesar 45 – 50 Gy.
Dosis yang dapat diberikan adalah 10 Gy dalam 2 minggu, yaitu 2 x 5 Gy.9
 Paliatif
Salvage surgery terutama bertujuan untuk menyingkirkan sebagian besar
massa tumor, sehingga mengurangi obstruksi, serta mencegah abses, pembentukan
fistula maupun perdarahan dari massa tumor yang besar. Teknik paliatif lain
diantaranya intubasi intraluminal, terutama pada pasien yang debilitatif, dengan
fistula trakeoesofageal dan invasi tumor ke jaringan vital sekitarnya. Dilatasi
lumen esofagus sebanyak 15 mm sudah dapat mengurangi keluhan disfagia, dan
dilatasi harus dilakukan setiap minggu atau bulan sesuai kondisi pasien, untuk
memperbaiki gejala. Teknik lain yang tersedia adalah laser Nd:YAG
(neodymium:yttrium-aluminum-garnet) dan photoirradiation dengan argon,
bersamaan dengan presensitisasi dengan derivat hematoporfirin intravena, teknik
ini memiliki risiko yang minimal.
Radiasi eksterna memberikan sampai 80% perbaikan gejala nyeri dan
disfagia, dengan regimen 30 Gy dalam 2 minggu, 50 Gy dalam 5 minggu atau 60
Gy dalam 6 minggu.

SMF/Bagian THT-KL RSUD T.C. Hillers. Laporan Kasus Tumor Esofagus


28

2.3.10 Komplikasi16
Pada kasus tertentu, kanker esofagus dapat menimbulkan komplikasi pada
pasien. Beberapa komplikasi yang dapat muncul dari kanker esofagus antara lain:
 Gangguan/sumbatan. Kanker pada esofagus dapat menyebabkan diameter
esofagus mengecil sehingga makanan dan minuman akan sulit melewati
esofagus atau bahkan terhalang sama sekali.
 Nyeri. Kanker esofagus yang sudah mencapai stadium lanjut dapat
menyebabkan nyeri pada pasien.
 Perdarahan esofagus. Kanker esofagus dapat menyebabkan perdarahan
pada esofagus. Perdarahan biasanya muncul secara bertahap akan tetapi
pada beberapa kasus, perdarahan dapat muncul secara tiba-tiba.

SMF/Bagian THT-KL RSUD T.C. Hillers. Laporan Kasus Tumor Esofagus


29

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. P
Umur : 69 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jalan Kolombeke
Agama : Katholik
Pekerjaan :-
No. RM/Register : 230401/520988
Tanggal Pemeriksan : 13 September 2018
Tanggal Kontrol Pasien di Ruangan Dahlia : 14 September 2018

3.2 Riwayat Perjalan Penyakit


Keluhan Utama
Sukar menelan dan nyeri menelan sejak 3 minggu yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dikonsulkan ke klinik THT dengan keluhan Sukar menelan dan
sakit menelan sejak 2 minggu yang lalu dimana keluhan sukar menelan makanan
yang muncul pertama kali. Pasien mengeluh tidak dapat menelan makanan dan air
dimana makanan dan air dimuntahkan kembali. Pasien dikeluhkan tidak dapat
menggerakkan tenggorokan dan mengalami penurunan berat badan drastis setelah
mengalami susah menelan dan nyeri menelan. Riwayat pasien merokok dan
minum alkohol.
Riwayat Pengobatan
 Ranitidine 3 x 1 amp.
 Ondansentron 3 x 1 amp.
 Antasida Syrup
 Paracetamol 3x 500 mg

SMF/Bagian THT-KL RSUD T.C. Hillers. Laporan Kasus Tumor Esofagus


30

Anamnesis Umum THT


Telinga Hidung
Gatal : -/- Rinore : +/+
Korek : +/+ Hidung buntu : +/+
Nyeri : -/- Bersin : 1 kali
Bengkak : -/- Dingin/lembab : -
Otore : -/- Debu rumah : +
Lama : - Berbau : -/-
Terus menerus : - Mimisen : -/-
Kumat-kumatan : - Nyeri hidung : -
Cair/lendir/nanah : - Suara sengau : -
Tuli : -/-
Tinitus : -/-
Vertigo : -
Mual : +
Muntah : +

Tenggorok Laring
Sukar menelan : + Suara parau : -
Sakit menelan : + Afonia : -
Trismus : - Sesak nafas : -
Ptyalismus : - Rasa sakit : -
Rasa mengganjal : + Rasa mengganjal : -
Rasa berlendir : +
Rasa kering : +

SMF/Bagian THT-KL RSUD T.C. Hillers. Laporan Kasus Tumor Esofagus


31

3.3 Pemeriksaan Fisik

Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit Sesak nafas : -
Kesadaran : Compos mentis Sianosis : -
Anemia : conjungtiva anemis (-) Stridor inspirasi : -
Tensi : 150/90 mmHg Retraksi suprasternal : -
Muntah : 7 kali Interkostal : -
Kejang : - Epigastrial : -
Nistagmus : - Thorak :
Parese/paralise n.fasialis: - Jantung : S1S2 tunggal regular, murmur
(-), gallop (-)
Paru : suara nafas bronkovesikuler,
wheezing (-), rh (-)
Abdomen : tidak diperiksa

Status Lokalis THT


Telinga Hidung Tenggorok
Pembengkakan -/- Deformitas -/- Palatum molle paralisis -/-
Fluktuasi -/- Hematoma -/- Uvula deviasi -/-
Fistel auris kongen -/- Krepitasi -/- Tonsil : T1 / T1
Infiltrat/abses -/- Nyeri -/- Hiperemi -/-
Nyeri tekan -/- Rinoskopi anterior : Detritus -/-
MAE : Vestibulum edema -/-, Kripta melebar -/-
Hiperemi -/- discharge -/-, ulserasi -/- Arkus ant -
Edema -/- Kavum nasi : Arkus post -
Penyempitan -/- Luas tidak menyempit Faring
Furunkel -/- Mukosa hiperemi -/- Edema -
Fistel -/- Massa -/- Hiperemi -
Sekret -/- Sekret +/+ (bening) Granula -
Granulasi -/- Konka edema -/- pucat -/- Lendir -

SMF/Bagian THT-KL RSUD T.C. Hillers. Laporan Kasus Tumor Esofagus


32

Polip -/- Hiperemi -/- Gb.


Kolesteatoma -/- (konka media tidak tampak)
Foetor -/- Septum deviasi -
Membran timpani : Fenomena pal molle +/+ T1 T1
Keadaan Gb. Hiperemi -
normal/normal Granulae -
Gb.
Laringoskopi Indirek
Hyperemia -/- Massa : -/+
Edema -/-
Sekret -/-
MAE hiperemi -/-
Edema -/-
MT perforasi/perforasi
RC -/-

Rinoskopi posterior
Septum nasi
Kauda konka tidak
Meatus nasi dieva-
Muara tuba eus luasi
Fossa rosenmuller
Atap nasofaring

SMF/Bagian THT-KL RSUD T.C. Hillers. Laporan Kasus Tumor Esofagus


33

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Radiologi
Foto Esophagus Barium
 Barium suspensi mengisi esophagus sampai gaster, tampak filling defect di
esophagus pars media, setinggi V Th 7 sampai dengan V Th 9 (panjang
±6,4 cm). Bentuk anular terutama di sisi sinistra, tepi sebagian tampak
irregular, mengarah massa intralumen esophagus pars media suspek
maligna, yang mengakibatkan penyempitan lumen >70% dan dilatasi
esophagus di proksimal penyempitan.
 Pulmo tak tampak kelainan
 Bentuk cor normal
 Sponylosis thoracalis
 Osteofit di prosesus coracoidea scapula dextra (osteoarthritis shoulder
dextra)

Gambar 3.1 Barium Esofagografi

SMF/Bagian THT-KL RSUD T.C. Hillers. Laporan Kasus Tumor Esofagus


34

Gambar 3.2 Barium Esofagografi

3.5 Diagnosis
Tumor Esofagus

3.6 Penatalaksanaan
 KIE
 Diet Cair

SMF/Bagian THT-KL RSUD T.C. Hillers. Laporan Kasus Tumor Esofagus


35

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Resume Klinis

Pasien dikonsulkan ke klinik THT dengan keluhan sukar menelan dan sakit

menelan sejak 2 minggu yang lalu dimana keluhan sukar menelan makanan

yang muncul pertama kali. Pasien mengeluh tidak dapat menelan makanan

dan air dimana makanan dan air dimuntahkan kembali. Pasien dikeluhkan

tidak dapat menggerakkan tenggorokan dan mengalami penurunan berat

badan drastis setelah mengalami susah menelan dan nyeri menelan. Riwayat

merokok dan minum alkohol positif.

4.2 Pembahasan
Teori Kasus
Anamnesis Gejala klinis yang Gejala pada pasien
dilaporkan lebih didapatkan disfagia,
dari 90% pasien odinofagi, penurunan berat
adalah disfagia dan badan, susah menelan
penurunan berat diawali dengan makanan
badan, sementara padat terlebih dahulu
sekitar 50% kemudian perubahan
mengeluhkan konsistensi makanan
odinofagia (nyeri menjadi lunak dan lembut,
menelan). Keluhan hingga tidak dapat menelan
lain yang sering sama sekali dan
dijumpai adalah memuntahkan makanan
kesulitan menelan, kembali
batuk yang tak
kunjung sembuh
dan suara serak.
Pasien dapat
mengeluhkan
kesulitan menelan
yang diawali

SMF/Bagian THT-KL RSUD T.C. Hillers. Laporan Kasus Tumor Esofagus


36

dengan kesulitan
menelan makanan
padat (yang biasa
dimakan pasien),
kemudian
perubahan
konsistensi
makanan menjadi
lunak dan lembut,
hingga tidak dapat
menelan sama
sekali dan
memuntahkan
makanan kembali
(obstruksi total).

Pemfis dan Pengamatan Pada pengamatan langsung


Pemeriksaan langsung dari didapatkan kesulitan
Penunjang tindakan menelan. menelan hingga tidak dapat
Minimal, menonton menggerakkan tenggorok.
pasien sementara Barium suspensi mengisi
dia minum air. Jika esophagus sampai gaster,
memungkinkan, tampak filling defect di
menilai makan esophagus pars media,
pasien berbagai setinggi V Th 7 sampai
tekstur makanan. dengan V Th 9 (panjang
Sialorrhea, inisiasi ±6,4 cm). Bentuk anular
menelan tertunda, terutama di sisi sinistra, tepi
batuk, atau kualitas sebagian tampak irregular,
suara serak basah mengarah massa intralumen
atau mungkin esophagus pars media
menunjukkan suspek maligna, yang
masalah. Setelah mengakibatkan
menelan, penyempitan lumen >70%
mengamati pasien dan dilatasi esophagus di
selama 1 menit atau proksimal penyempitan.
lebih untuk melihat Laringoskopi indirek
apakah respon batuk ditemukan adanya massa
tertunda hadir. yang mengisi lumen.
Barium x-ray,

SMF/Bagian THT-KL RSUD T.C. Hillers. Laporan Kasus Tumor Esofagus


37

gambar bergerak
atau video x-ray
diambil dari
kerongkongan saat
menelan barium,
yang terlihat pada x-
ray.
Laringoskopi dapat
mengidentifikasi
kelainan-kelainan
laring dan faring
baik akut maupun
kronis, benigna atau
maligna.

Tatalaksana Pembedahan Ranitidine 3 x 1 amp.


Teknik operasi yang Ondansentron 3 x 1 amp.
umum dilakukan Antasida Syrup
adalah Paracetamol 3x 500 mg
esofagogastrostomi, Tatalaksana diatas
atau esofagektomi diberikan di UGD untuk
dengan gastric pull- meredakan gejala mual,
up. muntah, pusing dan nyeri
Kemoterapi ulu hati.
Radiasi Diet Cair dikarenakan
Radiasi Eksterna penyempitan lumen
Radiasi Interna esophagus yang
Paliatif menyebabkan pasien
memuntahkan kembali
makanan padat dan
minuman.
KIE dikarenakan kondisi
rumah sakit yang tidak
memungkinkan dilakukan
pembedahan dengan
dirujuk ke RSUD Prof. Dr.
W. Z. Johannes Kupang.

SMF/Bagian THT-KL RSUD T.C. Hillers. Laporan Kasus Tumor Esofagus


38

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Telah dilaporkan pasien laki-laki berusia 69 tahun dikonsulkan ke Klinik THT

dengan keluhan keluhan sukar menelan dan sakit menelan sejak 2 minggu yang

lalu dimana keluhan sukar menelan makanan yang muncul pertama kali. Pasien

mengeluh tidak dapat menelan makanan dan air dimana makanan dan air

dimuntahkan kembali. Pasien dikeluhkan tidak dapat menggerakkan tenggorokan

dan mengalami penurunan berat badan drastis setelah mengalami susah menelan

dan nyeri menelan. Riwayat merokok dan minum alkohol positif. Penatalaksanaan

yang diberikan di Klinik THT adalah Diet Cair. Pasien dirawat inap selama 2 hari

dan diberikan KIE dan Rujukan ke RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannez Kupang.

SMF/Bagian THT-KL RSUD T.C. Hillers. Laporan Kasus Tumor Esofagus


39

DAFTAR PUSTAKA

1. International Agency for Research on Cancer – World Health Organization.


GLOBOCAN 2008: Factsheet – Oesophageal Cancer. 2008.
2. Widjojo J. Karsinoma esofagus. Dalam: Sulaiman AH, Daldiyono, Akbar
HN, editors. Gastroenterologi hepatologi. Jakarta: CV
Infomedika;1990.p.135-40.
3. Koshy M, Esiashvilli N, Landry J. Multiple management modalitas in
oesophageal cancer: epidemiology, presentation and progression, work-up,
and surgical approcaches. The Oncologist 2004;9:137-46.
4. Brown LM, Hoover R, Silverman D. Excess insidence of squamous cell
oesophageal cancer among US black men: role social class and other risk
factors. Am J Epidemiol 2001;153(2):115-7
5. Krevsky B. Tumor of oesophagus. In: Haubrich WS, Schaffner F, Berk JE,
editors. Gastroenterology. 5th ed. Philadelphia: WB Saunders Co;
1995.p.535-57.
6. Garavelo W, Negri E, Talamini R. Family history of cancer, its combination
with smoking and drinking, and risk of squamous cell carcinoma of the
oesophagus. Cancer Epidemiol Biomarker 2005;14(6):1390-4.
7. Camilleri P. Oesophaeal carcinoma: a review of current practice in the
United Kingdom. Malta Medical Journal 2005;17:14-5.
8. Chandramata. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Edisi Keenam.Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000. 361.
9. Netter, F.H. Atlas of Human Anatomy. Edisi Kelima. USA: Saunders
Elsevier.2011.
10. Soepardi, E.A. Kesulitan Menelan. Dalam: Soepardi, E.A., Iskandar, N.,
Bashiruddin, J., Restuti, R.D. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta: Balai Penerbit FK UI,
2007. 276-280.

SMF/Bagian THT-KL RSUD T.C. Hillers. Laporan Kasus Tumor Esofagus


40

11. Sherwood, L. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. Edisi Keenam.


Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2009. 652-654. 12.
12. Soepardi EA. Disfagia. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. Editor: Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti RD. Edisi ke 6. Jakarta: FKUI. 2007. h. 276-302.
13. Prasad GA. Clinical approach to a patient with dysphagia. Medicine update.
Available from: http://www.apiindia.org/pdf/medicine_update_2007/63.pdf
14. Saeian K, Shaker R, editor. Oropharyngeal Dysphagia. USA: Current
Science;2000.Diunduhdarihttp://www.sld.cu/galerias/pdf/sitios/rehabilitacio
nlogo/disfagia_orofaringea .pdf.
15. Pandaleke J, Sengkey L, Angliadi E.Rehabilitasi Medik Pada Penderita
Disfagia. Jurnal Biomedik (JBM). Volume 6. Nomor 3. November 2014,
hlm. 157-164.
16. Indarti F A, Sekarutami S M. Tatalaksana Radiasi Pada Kanker Esofagus.
Journal of the Indonesian Radiation Oncology Society. Volume 4.2013.

SMF/Bagian THT-KL RSUD T.C. Hillers. Laporan Kasus Tumor Esofagus

Anda mungkin juga menyukai