Anda di halaman 1dari 36

REFLEKSI KASUS

APRIL 2019

URETEROLITHIASIS PROXIMAL DEXTRA


DAN NEFROLITHIASIS MULTIPLE SINISTRA

Disusun Oleh :

Firyal Amyrah Delicia

N 111 17 037

Pembimbing Klinik :

dr. ARISTO, Sp.U

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU BEDAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit batu saluran kemih (BSK) adalah terbentuknya batu yang


disebabkan oleh pengendapan substansi yang terdapat dalam air kemih yang
jumlahnya berlebihan atau karena faktor lain yang mempengaruhi daya larut
substansi. Kejadian BSK di Amerika Serikat dilaporkan 0,1- 0,3 per tahun dan
sekitar 5-10% penduduknya sekali dalam hidupnya pernah menderita penyakit ini,
di Eropa Utara 3-6%, sedangkan di Eropa bagian Selatan di sekitar laut tengah 6-
9%. Di Jepang 7% dan di Taiwan 9,8%. Pada tahun 2000, penyakit BSK
merupakan penyakit peringkat kedua di bagian urologi di seluruh rumah rumah
sakit di Amerika setelah penyakit infeksi, dengan proporsi BSK 28,74%. Di
Indonesia BSK merupakan penyakit yang paling sering terjadi di klinik urologi.
Angka kejadian BSK di Indonesia tahun 2002 adalah 37.636 kasus baru, dengan
jumlah kunjungan 58.959 penderita. Sedangkan jumlah pasien yang dirawat
adalah 19.018 penderita, dengan jumlah kematian 378 penderita.1
Urolithiasis merupakan penyakit tersering ketiga di bidang urologi di
samping infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat benigna. Angka kejadian
urolithiasis berbeda pada setiap negara. Di negara-negara berkembang banyak
dijumpai pasien batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai
batu saluran kemih atas. Hal ini dapat terjadi karena adanya pengaruh status gizi
dan aktivitas pasien sehari-hari.2
Angka kejadian BSK di Indonesia tahun 2002 berdasarkan data yang
dikumpulkan dari rumah sakit di seluruh Indonesia adalah 37.636 kasus baru,
dengan jumlah kunjungan 58.959 penderita. Sedangkan jumlah pasien yang
dirawat adalah 19.018 penderita, dengan jumlah kematian 378 penderita. Menurut
DepKes RI (2006), jumlah pasien rawat inap penderita BSK di Rumah Sakit
seluruh Indonesia yaitu 16.251 penderita dengan CFR 0,94% .3
Di Amerika Serikat, sekitar 250.000 sampai 750.000 penduduknya
menderita BSK setiap tahun, di seluruh dunia rata-rata terdapat 1 sampai 12%.
Kejadian pada pria empat kali lebih tinggi daripada wanita, kecuali untuk batu

2
amonium magnesium fosfat (struvit), lebih sering terdapat di wanita. Usia
rata-rata BSK terjadi pada usia 30 sampai 50 tahun. 4, 5
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan
keadaan keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara
epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu
saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu
keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh
yang berasal dari lingkungan di sekitarnya.6

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Organ Saluran Kemih


a. Ginjal / Ren
Ginjal merupakan organ yang berada di rongga abdomen, berada di
belakang peritoneum, dan terletak di kanan kiri kolumna vertebralis sekitar
vertebra T12 hingga L3. Ginjal pada orang dewasa berukuran panjang 11-12
cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm, berbentuk seperti biji kacang dengan
lekukan mengahadap ke dalam, dan berukuran kira-kira sebesar kepalan
tangan manusia dewasa. Berat kedua ginjal kurang dari 1% berat seluruh
tubuh atau kurang lebih antara 120-150 gram.7

Gambar 2.1 Anatomi Ginjal


Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak yaitu lemak pararenal
dan lemak perirenal yang dipisahkan oleh sebuah fascia yang disebut
fascia gerota. Dalam potongan frontal ginjal, ditemukan dua lapisan ginjal
di distal sinus renalis, yaitu korteks renalis (bagian luar) yang berwarna
coklat gelap dan medulla renalis (bagian dalam) yang berwarna coklat
terang. Di bagian sinus renalis terdapat bangunan berbentuk corong yang
merupakan kelanjutan dari ureter dan disebut pelvis renalis. Masing-

4
masing pelvis renalis membentuk dua atau tiga kaliks rmayor dan masing-
masing kaliks mayor tersebut akan bercabang lagi menjadi dua atau tiga
kaliks minor.7
Vaskularisasi ginjal berasal dari arteri renalis yang merupakan cabang
dari aorta abdominalis di distal arteri mesenterica superior. Arteri renalis
masuk ke dalam hillus renalis bersama dengan vena, ureter, pembuluh
limfe, dan nervus kemudian bercabang menjadi arteri interlobaris.
Memasuki struktur yang lebih kecil, arteri interlobaris ini berubah menjadi
arteri interlobularis lalu akhirnya menjadi arteriola aferen yang menyusun
glomerulus.7
Ginjal mendapatkan persarafan melalui pleksus renalis yang seratnya
berjalan bersama dengan arteri renalis. Impuls sensorik dari ginjal berjalan
menuju korda spinalis segmen T10-11 dan memberikan sinyal sesuai
dengan level dermatomnya. Oleh karena itu, dapat dimengerti bahwa nyeri
di daerah pinggang (flank) bisa merupakan nyeri alih dari ginjal.7

Gambar 2.2 Korpus Renalis (Glomerulus & Glomerular Bowman’s


Capsule)

5
b. Ureter
Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang membawa hasil
penyaringan ginjal (filtrasi, reabsorpsi, sekresi) dari pelvis renalis menuju
vesika urinaria. Terdapat sepasang ureter yang terletak retroperitoneal,
masing-masing satu untuk setiap ginjal.7
Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan turun di depan
m.psoas major, lalu menyilangi pintu atas panggul dengan a.iliaca
communis. Ureter berjalan secara postero-inferior di dinding lateral pelvis,
lalu melengkung secara ventro-medial untuk mencapai vesika urinaria.
Adanya katup uretero-vesikal mencegah aliran balik urine setelah
memasuki kandung kemih. Terdapat beberapa tempat di mana ureter
mengalami penyempitan yaitu peralihan pelvis renalis-ureter, fleksura
marginalis serta muara ureter ke dalam vesika urinaria. Tempat-tempat
seperti ini sering terbentuk batu/kalkulus.7
Ureter diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, aorta abdominalis,
a.iliaca communis, a.testicularis / ovarica serta a.vesikalis inferior.
Sedangkan persarafan ureter melalui segmen T10-L1 atau L2 melalui
pleksus renalis, pleksus aorticus, serta pleksus hipogastricus superior dan
inferior.7

6
Gambar 2.3 Ureter

c. Fisiologi8
Fungsi ginjal selain mengatur keseimbangan biokimia tubuh dengan
cara mengatur keseimbangan air, konsentrasi garam dalam darah dan asam
basa ginjal juga berperan dalam produksi hormon seperti:
 Eritropoietin: menstimulasi produksi eritrosit di sumsum tulang.
Eritropoietin disekresikan saat ginjal mengalami hipoksia. Hampir
semua hormon eritropoietin yang terdapat dalam darah disekresi oleh
ginjal.
 1,25-Dihydroxyvitamin D3 (calcitriol): merupakan bahan aktif dari
vitamin D. Prekursor vitamin D terhidroksilasi di ginjal. Calcitriol

7
adalah vitamin esensial untuk meregulasi kalsium deposisi pada tulang
dan kalsium reabsorbsi dalam traktus digestivus. Calcitriol juga
mempunyai peran penting dalam refulasi kalsium dan fosfat.
 Renin: berfungsi sebagai regulator tekanan arteri jangka pendek.
Renin bekerja pada jalur angiotensin untuk meningkatkan tekanan
vaskuler dan produksi aldosteron.
 Prostaglandin: berfungsi sebagai vasokonstriktor dan regulasi garam
dan air.
3 tahap pembentukan urin:
1) Filtrasi glomerular
Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada
glomerulus, seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glomerulus secara
relatif bersifat impermeabel terhadap protein plasma yang besar dan
cukup permeabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti
elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal
(RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 22% dari curah jantung atau
sekitar 1100 ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125
ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsul Bowman. Ini dikenal
dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate).
Gerakan masuk ke kapsula bowman’s disebut filtrat. Tekanan filtrasi
berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus
dan kapsula bowman’s, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler
glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh
tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula bowman’s serta tekanan
osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh
tekanan-tekanan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas dinding
kapiler.9
2) Reabsorpsi
Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non
elektrolit, elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah
reabsorpsi selektif zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah

8
difiltrasi.Hasil sisa metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat
sedikit di reabsorbsi pada tubulus ginjal. Sebaliknya elektrolit seperti
natrium, klorida dan bikarbonat terreabsorbsi dalam jumlah banyak,
hingga kadar elektrolit dalam urin akan rendah. Beberapa zat hasil
filtrasi akan direabsorpsi sepenuhnya, seperti asam amino dan glukosa.
Reabsorbsi terjadi dalam tubulus kontortus proksimal, lengkung henle
dan tubulus kontortus distal.10
3) Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transport aktif molekul-molekul dari
aliran darah melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang
disekresi tidak terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin).
Substansi yang secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat
dan kalium serta ion-ion hidrogen.9
Pada tubulus kontortus distal, transport aktif natrium sistem carier
yang juga telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular.
Dalam hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium keluar dari
cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium kedalam cairan
tubular “perjalanannya kembali” jadi, untuk setiap ion natrium yang
diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya. Pilihan
kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan
ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium).
Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini
membantu kita memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit
dengan lainnya. Sebagai contoh, kita dapat mengerti mengapa bloker
aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada
awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis berat
dikoreksi secara teurapeutik.10

9
Gambar 2.4 Mekanisme Pembentukan Urine

Kontraksi dan relaksasi otot polos sirkuler dan otot polos longitudinal
yang memungkinkan terjadinya gerakan peristaltik ureter guna
mengalirkan urine ke dalam buli-buli. Jika karena sesuatu sebab terdapat
sumbatan pada lumen ureter sehingga menyumbat aliran urine, otot polos
ureter akan berkontraksi secara berlebihan yang bertujuan untuk
mendorong / mengeluarkan sumbatan itu dari saluran kemih. Kontraksi itu
dirasakan sebagai nyeri kolik yang datang secara berkala, sesuai dengan
irama peristaltik ureter.8
Ureter mendapatkan persarafan otonomik simpatetik yaitu serabut
preganglionik dari segmen spinal T10-L2; serabut post ganglionik berasal
dari coeliak, aortikorenal, mesenterika superior dan pleksus otonomik
hipogastrik inferior; parasimpatetik yaitu serabut vagal melalui coeliac ke
ureter sebelah atas; sedangkan serabut dari S2-4 ke ureter bawah. 8

10
Peranan persarafan otonomik belum jelas dan tidak berperan pada
peristaltik ureter (meskipun ada kemungkinan memodulasi gerakan
tersebut). Gelombang peristaltik berasal dari pacemakeryang berada di
dalam intrinsik sel otot polos yang terletak di kaliks minor sistem
pelvikalises. 8
Pada saat ureter proksimal menerima bolus urine, otot polos ureter
akan teregang dan menimbulkan rangsangan untuk berkontraksi,
sedangkan segmen sebelah distalnya akan relaksasi. Selanjutnya bolus
urine akan dialirkan ke distal secara berantai.8
Tekanan ureter pada saat istirahat adalah 0-5 cm H2O, dan pada saat
terjadi kontraksi tekanannya menjadi 20-28 cm H2O. Gelombang
peristaltik ureter terjadi 2-6 kali setiap menit. Pada keadaan normal vesico-
ureterjunction (VUJ) bertindak sebagai kelep satu arah, hal ini
memungkinkan transport urine mengalir ke buli-buli dan mencegah aliran
balik urine ke dalam ureter.8

2.2 Definisi Batu Ginjal dan Batu Ureter


Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,
infundibulum, pelvis ginjal, dan bahkan bisa mnegisi pelvis serta seluruh
kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal
memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu
staghorn. Kelainan atau obstruksi pada sistem pelvikalises ginjal
(penyempitan infudibulum dan stenosis ureteroplevik) mempemudah
timbulnya batu saluran kemih.2
Batu yang tidak terlalu besar didorong oleh peristaltik otot pelvikaliks dan
turun ke ureter menjadi batu ureter. Tenanga peristaltik ureter mencoba untuk
mengeluarkan batu sehingga turun ke buli-buli. Batu yang terletak pada ureter
maupun sistem pelvikalises mampu menimbulkan obstruksi saluran kemih dan
menimbulkan kelainan struktur saluran kemih sebelah atas.2

11
Gambar 2.5 Gambaran batu pada ginjal dan batu pada ureter

Batu Ginjal di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras
seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan
nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa
terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu
kandung kemih). Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis (litiasis atau
renalis,nefrolitiasis). Renal calculi adalah pengkristalan dari mineral-mineral
yang mengelilingi suatu zat organik seperti nanah, darah, atau sel-sel yang
sudah mati. Kebanyakan dari renal calculi terdiri dari garam-garam calcium
(oxalate dan posphat), atau magnesium-amonium phospat dan uric acid. Renal
calculi, merupakan penumpukan garam mineral yang dapat diam di mana saja
di sepanjang saluran perkemihan. Ini terjadi jika urine penuh mencapai batas
jenuh asam urat, fosfat, dan kalsium oksalat. Normalnya, zat-zat ini larut
dalam cairan urine dan dengan mudah terbilas saat buang air kecil. Tetapi
ketika mekanisme alami seperaati pengaturan keseimbangan asam-basa (Ph)
terganggu atau imunitas tertekan, zat-zat itu mengkristal dan kristal ini bisa
menumpuk, akhirnya membentuk zat yang cukup besar untuk menyumbat
aliran urin.2

12
2.3 Etiologi6
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi
dan keadaan-keadaan lain yang idiopatik. Secara epidemiologis terdapat
beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada
seseorang. Faktor- faktor tersebut antara lain :
a. Faktor Intrinsik :
- Herediter (keturunan)
- Umur :sering dijumpai pada usia 30-50 tahun.
- Jenis Kelamin :lebih sering pada laki-laki dibandingkan perempuan.
b. Faktor Ekstrinsik :
-Geografis : pada beberapa daerah menunjukan angka kejadian batu
saluran kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal
sebagai daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah batu di Afrika
Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.
- Iklim dan temperatur
- Asupan air : kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium
pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
-Diet : Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya
penyakit batu saluran kemih.
c. Pekerjaan : Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya
banyak duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life.

2.4 Klasifikasi
Urolithiasis dapat di klasifikasikan berdasarkan lokasi batu, karakteristik
x-ray, etiologi proses pembuatan batu dan komposisi batu. Klasifikasi ini
penting dalam menatalakasanakan pasien karena daoat mempengaruhi terapi
dan juga prognosis.11
Lokasi batu 12
 Nefrolithiasis: Batu yang terbentuk pada pielum, tubuli hingga calyx
ginjal.

13
 Ureterolithiasis: Batu yang terdapat pada ureter.
 Cystolithiasis: Batu yang terdapat pada vasika urinaria.
 Urethrolithiasis : Batu pada saluran uretra
Karakteristik radiologi 15
 Radiopaque : kalsium oksalat dihidrat, kalsium oksalat monohidrat,
kalsium fosfat.
 Poor radiopaque : magnesium ammonium fosfat, apatit, sistein.
 Radiolucent : usam urat, ammonium urat, xantin, 2,8 dihidroxy-adenine.
Etiologi 15
 Non-infeksi : kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat.
 Infeksi : magnesium ammonium fosfat, apatit, ammonium urat.
 Genetik : sistein, xantin, 2,8 dihidroksiadenin.
Komposisi 13
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur kalsium oksalat
atau kalsium fosfat 75%, asam urat %, magnesium-amonium-fosfat 15%,
sistin, silikat dan senyawa lain 1%.

Gambar 2.6 Gambaran bentuk batu kalsium oksalat

Gambar 2.7 Gambaran bentuk batu struvit

14
Gambar 2.8 Gambaran bentuk batu asam urat

Gambar 2.9 Gambaran bentuk batu sistin

2.5 Patofisiologi
Terdapat 2 mekanisme pembentukan batu yaitu supersaturasi atau
infeksi. Batu yang dihasilkannya pun dapat berbeda, pada supersaturasi (free
stone formation) batu yang terbentuk biasanya adalah batu asam urat dan
sistein. Pada infeksi batu yang terbentuk adalah hasil dari metabolisme
bakteri. Sedangkan formasi batu yang frekuensinya paling banyak, kalkulus
yang mengandung kalsium, lebih kompleks masih belum dapat jelas
dimengerti.6
Batu terdiri dari bahan-bahan organik maupun anorganik yang terlarut
dalam urin. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable
dalam urin jika tidak ada keadaan keadaan tertentu yang menyebabkan
terjadinya presipitasi kristal. Kristal yang saling mengadakan presipitasi
membentuk inti batu yang kemudian akan mengadakan agregasi dan menarik

15
bahan bahan lain sehingga menjadi Kristal yang lebih besar. Kristal tersebut
bersifat rapuh dan belum cukup membuntukan saluran kemih. Maka dari itu
agregat Kristal menempel pada epitel saluran kemih dan membentuk retensi
kristal. dengan mekanisme inilah bahan bahan lain diendapkan pada agregat
tersebut hingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran
kemih.6
Kondisi metastable dapat dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya
koloid di dalam urin, konsentrasi solute di dalam urin, laju aliran urin di
dalam saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih
yang bertindak sebagai inti batu. Batu asam urat lebih mudah terbentuk dalam
suasana asam, sedangkan magnesium ammonium fosfat cenderung terformasi
dalam keadaan basa. Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu
kalsium. Kalsium dapat berikatan dengan oksalat, fosfat membentuk batu
kalsium fosfat dan kalsium oksalat. 14
Ada beberapa zat yang dapat bertindak sebagai inhibitor pembentukan
batu. Ion magnesium dapat menghambat pembentukan batu kalsium oksalat
dengan cara berikatan dengan oksalat. Demikian pula sitrat jika berikatan
dengan ion kalsium akan membentuk garam kalsium sitrat sehingga dapat
mengurangi formasi batu yang berkomponen kalsium. Beberapa proteinpun
dapat bertindak sebagai inhibitor dengan cara menghambat pertumbuhan
kristal, menghambat agregasi kristal maupu menghambat retensi kristal.
senyawa itu antara lain adalah: glikosaminoglikan, protein Tamm Horsfall,
nefrokalsin dan osteopontin.14
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama
pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis
urine), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan
bawaan pada pelvikalises (stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi
infravesika kronis seperti pada hyperplasia prostat benigna, stiktura, dan buli-
buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya
pembentukan batu.5 Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-
bahan organic maupun anorganik yang terlarut dalam urine. Kristal-kristal

16
tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urine
jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya
presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi
membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi
dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar.14
Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan
belum cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat Kristal
menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari
sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu
yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih. Kondisi metastabel
dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam urine, laju aliran
urine di dalam saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran
kemih yang bertindak sebagai inti batu.14

2.6 MANIFESTASI KLINIK


Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung pada : posisi atau letak
batu, besar batu, dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang paling sering
dirasakan oleh pasien adalah nyeri pinggang. Nyeri ini mungkin bisa berupa
nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltik
otot polos sistem kalises ataupun ureter yang meningkat dalam usaha
mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu
menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan
dari terminal saraf yang memberikan sensai nyeri. Nyeri non kolik terjadi
akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada
ginjal.2
Batu yang terletak disebelah distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai
nyeri pada saat kencing atau sering kencing. Batu dengan ukuran kecil
mungkin dapat keluar spontan setelah melalui hambatan pada perbatasan
uretero-pelvik, saat ureter menyilang vasa iliaka dan saat ureter masuk kedalam
buli-buli. Hematuria sering kali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada
mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu.2

17
Jika didapatkan demam harus dicurigai suatu urosepsis dan ini merupakan
kedaruratan di bidang urologi.Dalam hal ini harus secepatnya ditentukan letak
kelainan anatomi pada saluran kemih yang mendasari timbulnya urosepsis dan
segera dilakukan terapi berupa drainase dan pemberian antibiotik.2
Gejala klinis pada batu ginjal berbeda tergantung lokasi batu, ukuran dan
penyulit yang telah terjadi:2
 Nefrolithiasis : Nyeri pinggang non kolik akibat peregangan kapsul ginjal
karena hidronefrosis ataupun infeksi pada ginjal. Pemeriksaan ketuk CVA
positif. Jika ginjal telah mengalami hidronefrosis maka ginjal akan teraba
pada pemeriksaan ballottement. Jika ginjal mengalami infeksi pasien,
demam dapat ditemukan.
 Ureterolithiasis : Nyeri kolik pada pinggang yang dilewati batu. Nyeri
kolik ini disebabkan karena peningkatan tekanan intralumen karena usaha
gerakan peristaltik ureter ataupun sistem kalises. Dapat terjadi hematuria
karena trauma pada mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu.

2.7 DIAGNOSIS
Diagnosis biasanya ditegakkan secara klinis dengan adanya:
Gejala-gejala:2
Gejala klinis batu saluran kencing bisa mulai dari tanpa gejala
(asimptomatis), bergejala sampai gagal ginjal. Gejala klinis simptomatis bisa
berupa gejala klasik dan atau gejala komplikasi. Gejala klasik dapat berupa
sakit pnggang (kolik atau non kolik), dan gejala komplikasi seperti buang air
kecil berdarah (hematuria), keluar batu saluran kencing spontan,deman bahkan
sampai gagal ginjal.
Pemeriksaan fisik :6
Pemeriksaan fisik batu saluran kencing dimulai dari pemeriksaan status
generalisata (umum) dan pemeriksaan status lokalis urologi. Temuan pada
pemeriksaan fisik status generalisata dapat merupakan gambaran dari hasil dari
pemeriksaan fisik status lokalis urologi dan sebaliknya.10. Pada pemeriksaan
fisik mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah kostovertebra, teraba ginjal

18
pada sisi yang sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-tanda gagal ginjal,
retensi urine dan jika disertai infeksi didapatkan demam/menggigil.
Pemeriksaan penunjang :6
Pemeriksaan penunjang untuk mendukung penegakkan diagnosis batu
saluran kencing adalah pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi.
Pemeriksaan laboratorium adalah pemeriksaan urinalisis, pemeriksaan darah
rutin, pemeriksaan kimia darah. Pemeriksaan urinalisis merupakan
pemeriksaan awal yang penting untukmembantu penegakkan diagnosis dan
menilaikomplikasi batu saluran kencing. Pemeriksaan kimiadarah yang penting
untuk batu saluran kencingadalah pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin
darahuntuk menilai kedua fungsi ginjal secara keseluruhan.Pemeriksaan
radiologi untuk penegakkan diagnosisbatu saluran kencing adalah BNO-IVP,
ultrasonografiginjal ureter, buli dan prostat, serta pemeriksaanComputerized
Tomography (CT) scan
Pada sedimen urin menunjukkan adanya leukosituria, hematuria, dan
dijumpai berbagai kristal pembentuk batu. Pemeriksaan kultur urine mungkin
menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea.
Foto polos abdomen untuk melihat kemungkinan adanya batu radio-opak
di saluran kemih. Batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio-
opak dan batu asam urat bersifat radio-lusen.
Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli
(yang ditunjukkan sebagai echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis atau
pengerutan ginjal.

2.8 PENATALAKSANAAN
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya
harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyakit lebih parah. Batu dapat
dikeluarkan dengan cara medikamentosa dan non medikamentosa:
Medikamentosa:
 Terapi ini ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm
diharapkan dapat keluar dengan spontan dengan tujuan untuk mengurangi

19
nyeri saat proses pengeluaran batu dengan cara miksi. Pemberian diuretik
dapat digunakan untuk memperlancar aliran urin. Edukasi pasien untuk
minum banyak juga dapat dilakukan untuk memperlancar aliran urin. 6
 Oral alkanizing agents seperti natrium atau kalium bikarbonat dapat
mendisolusikan batu yang bersifat asam. Kontraindikasi obat ini adalah
pasien dengan riwayat gagal jantung atau gagal ginjal.6
Non Medikamentosa
A. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy) : alat ini dapat memecah
batu ginjal, ureter proksimal atau buli buli tanpa melalui tindakan invasive
dan tanpa pembiusan. Menggunakan shockwave batu dapat dipecahkan.
Pasien dapat merasa nyeri kolik pada proses pemecahan batu.
Kontraindikasi pemecahan batu menggunakan ESWL adalah pasien hamil,
infeksi saluran kemih dan batu sistein.2
B. PNL (Percutaneus Nephro Litholapaxy): menggunakan alat endoskopi ke
sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dipecah menjadi
ukuran yang lebih kecil.2
C. Litotripsi: menggunakan alat litotriptor dengan akses dari uretra, batu dapat
dipecahkan menjadi fragmen kecil. Pecahan batu dapat dikeluarkan dengan
evakuator Ellik.2
D. Ureteroskopi: dengan memasukkan alat ureteroskopi per uretram guna
melihat keadaan ureter atau sistem pielokaliks ginjal.2
E. Bedah laparoskopi: cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.
F. Bedah terbuka :
terbagi atas :
 Nefrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang
berada di dalam ginjal2
 Ureterolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang
berada di ureter2

20
2.9 KOMPLIKASI
Batu yang menyumbat pada saluran kemih dapat menyebabkan
komplikasi terhadap organ superior terhadap penyumbatan. Beberapa
komplikasi urolithiasis adalah obstruksi ureter yang dapat menyebabkan
hidroureter hingga hidronefrosis. Urin yang statis karena penyumbatan
ginjalpun dapat menjadi media yang baik untuk berkembangnya bakteri
hingga dapat menyebabkan infeksi hingga urosepsis. Pada keadaan tertentu
pyonefrosis juga dapat terjadi pada batu saluran kemih bagian atas. Perjalan
pengeluaran batu juga dapat menimbulkan trauma pada ureter hingga dapat
membetuk striktur ureter.Dalam jangka waktu yang lama batu dapat
mengiritasi mukosa vesika urinaria secara kronis, hingga dapat menyebabkan
komplikasi karsinoma sel skuamosa.6

2.10 PROGNOSIS
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak
batu, dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu,
makin buruk prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi
dapat mempermudah terjadinya infeksi. 6
Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60%
dinyatakan bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang
karena masih ada sisa fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien
yang ditangani dengan PNL, 80% dinyatakan bebas dari batu, namun hasil
yang baik ditentukan pula oleh pengalaman operator.6

21
BAB III
LAPORAN KASUS

Identitas pasien
Nama : Tn. JT
Tgl Lahir / Umur : 28 November 1962 / 57 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal masuk : 25 Maret 2019
Ruangan : Kenanga
ANAMNESIS
Keluhan Utama : nyeri pada pinggang sebelah kanan dan kiri
Anamnesis Terpimpin :
Pasien laki – laki 57 tahun rujukan dari Poli Urologi RSUD Undata mrs
dengan keluhan nyeri pada pinggang sebelah kanan dan kiri yang sudah dirasakan
sejak ±3 tahun yang lalu dan memberat 1 minggu sebelum di rawat di rumah sakit,
nyeri dirasakan hilang timbul dan tidak dipengarugi oleh aktivitas, semakin lama
intensitas nyeri semakin meningkat. Keluhan lain, mual tidak ada, muntah tidak
ada, demam tidak ada. Bak (+) lancar, tidak ada nyeri, tidak ada darah,tidak ada
nanah, tidak ada keluar batu atau berpasir. BAB biasa.
Riwayat penyakit sebelumnya:
Pasien sering berobat di poli urologi RSUD Undata dengan keluhan nyeri
pinggang sebelah kanan, dan didiagnosis pyelolithiasis dextra dan direncanakan
untuk melakukan pyelolitotomi.
Riwayat penyakit dalam keluarga :
Tidak ada riwayat hipertensi, diabetes mellitus atau alergi dalam keluarga,
tidak ada anggota keluarga yang mengeluh hal serupa.
STATUS GENERALISATA
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 130/90 mmhg Pernafasan : 20x/menit
Nadi : 84x/menit Suhu : 36,6C

22
Skala nyeri :4
PEMERIKSAAN FISIK
Kepala : Normocephali
Konjungtiva Anemis -/-, sklera ikterik -/-
Pupil isokor +/+ diameter 3mm/3mm
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening -/-
Thoraks
Paru-paru : Inspeksi : pergerakan simetris bilateral, tidak ada jejas
Palpasi : vocal fremitus sama bilateral
Perkusi : sonor +/+
Auskultasi : bunyi nafas vesikuler +/+, Rh-/-, wh-/-
Jantung : Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V midclavicula sinistra
Perkusi : redup
Auskultasi : bunyi jantung S1/S2 reguler
Abdomen
Inspeksi : bentuk kesan datar
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Perkusi : timpani diseluruh kuadran abdomen
Palpasi : nyeri tekan epigastrium(-), nyeri tekan kuadran lumbal dextra (+), hepar
dan lien tidak teraba
Ekstremitas
Superior : akral hangat +/+, edema -/-
Inferior : akral hangat +/+, edema -/-
Pemeriksaan tambahan : nyeri ketuk costovertebra dextra et sinistra

23
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : tanggal 19/03/2018
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Darah rutin :
Leukosit
7,50 103/ul 4,5-13
Eritrosit
5,41 106/ul 3,8-5,2
Hemoglobin
15,2 g/dl 12,8-16,8
Hematokrit
44,1 % 35-47
Trombosit
236 103/ul 154-442
Neutrofil
3,34 103/uL 1,0 – 7,0
LED
4 mm/jam <10 mm/jam

Glucose Sewaktu
78,7 mg/dl 80-199
SGOT
23,4 U/L 0,0-37,0
SGPT
19,9 U/L 0,0-41,0
Kimia klinik:

HbsAg
Non reaktif

Profil ginjal

Creatinin
2,78 mg/dl 0,60-1,30
Ureum
56,6 mg/dl 15,0-43,2

Elektrolit

Natrium
151 mmol/L 135 – 145
Kalium
3,7 mmol/L 3,5 – 5,5
Klorida
102 mmol/L 96 – 106

24
CT-Scan Abdomen (20/03/2019)

Resume :
Pasien laki-laki usia 57 tahun masuk dengan keluhan nyeri pinggang kanan
dan kiri sejak ± 3 tahun terakhir dan memberat 1 minggu SMRS. Keluhan
dirasakan hilang timbul dan tidak dipengaruhi oleh aktivitas, dan intensitas nyeri
semakin lama semakin berat. Pada pemeriksaan tanda vital dalam batas normal.

25
Pada pemeriksaan fisik ditemukan terdapat nyeri tekan lumbal dextra,dan nyeri
ketok CVA (+/+).
Diagnosa : Batu Ren Dextra Et Sinistra

Penatalaksanaan :

Medikamentosa :

- IVFDNacl 0,9% 500 cc  20 tpm


- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12jam/IV
- Inj. Ketorolac 30 mg/8jam/IV
- Inj. Ranitidin 50 mg/12jam/IV

Non medikamentosa :

- Rencana pro pyelotitotomi dextra

Operatif :

Diagnosis pra bedah : batu ren dextra + batu ren sinistra multipel

Diagnosis pasca bedah : batu ureter proksimal dextra + batu ren sinistra multipel

Nama operasi : ureterolitotomi

Laporan operasi

1. Pasien diposisikan dengan posisi lumbotomi kanan, dan melakukan aseptik


keseluruh lapangan operasi.

2. Insisi ICS XI – XII, pisahkan lapis demi lapis.

3. Fasia gerota dibuka, ginjal dibebaskan, identifikasi batu, kesan dilatasi pada
ureter proksimal.

4. Bebaskan ureter, teraba batu pada ureter ±5cm dari pyelum.

5. Insisi ureter, bebaskan batu dengan clamtang.

26
6. Spooling distal lancar.

7. Tutup ureter dengan safil 4.0.

8. Cuci luka dan pasang drain.

9. Tutup luka lapis demi lapis.

10. Operasi selesai.

Dokumentasi operasi

27
28
Follow up

Hari/t
subjektif Objektif assesment penanganan
anggal
Nyeri pinggang kanan TD: 110/80 Batu ren -IVFD NaCL
mulai berkurang (+), N: 84x/m dextra et 0,9% 20 tpm
BAK lancar R: 18x/m sinistra -Inj. Ketorolac
S: 36,6°C 30mg/8j/IV
22/3/20 -Inj. Ranitidin
19 Lab: 50mg/12j/IV
Belum ada -Pro
pemeriksaan pyelolitotomi D
tambahan (menunggu
jadwal)
Nyeri pinggang kanan TD: 100/70 Batu ren -IVFD NaCL
(+) N: 80x/m dextra et 0,9% 20 tpm
Susah tidur (+) R: 18x/m sinistra -Inj. Ketorolac
BAK Lancar S: 37,2 °C 30mg/8j/IV
23/3/20 -Inj. Ranitidin
19 Lab 50mg/12j/IV
Belum ada -Pro
pemeriksaan pyelolitotomi D
tambahan (menunggu
jadwal)
Nyeri pinggang kanan TD: 110/70 Batu ren -IVFD NaCL
(+) intensitas nyeri N: 78x/m dextra et 0,9% 20 tpm
mulai meningkat R: 20x/m sinistra -Inj. Ketorolac
24/3/20
dibandingkan S: 36,6 °C 30mg/8j/IV
19
sebelumnya, susah -Inj. Ranitidin
tidur(+), BAK lancar Lab : 50mg/12j/IV
Belum ada -Pro

29
pemeriksaan pyelolitotomi D
tambahan (Dijadwalkan
25/03/2019)
Puasa preOP
Konsul anastesi
: + ACC
Konsul jantung:
+ ACC
Nyeri pinggang kanan TD: 120/90 Batu ren Instruksi Post
intensitas semakin N: 78x/m dextra et Operasi:
meningkat (+), susah R: 20x/m sinistra -IVFD NaCL
tidur (+), BAK Lancar S: 36,5 °C 0,9% 20 tpm
-Inj.
Ceftriaxone
1gr/12j/IV
-Inj. Transamin
500mg/8j/IV
25/3/20 -Inj. Ketorolac
19 30mg/8j/IV
-Inj. Ranitidin
50mg/12j/IV
-Patacetamol
drips 1gr
(ekstra)
-Awasi drain
-diet
bebas/langsung
diet
26/3/20 Nyeri pada luka post TD: 130/80 Batu ureter -IVFD NaCL
19 operasi sebelah kanan N: 80x/m proksimal d 0,9% 20 tpm

30
(+), demam (-), mual R: 20x/m + batu ren -Inj.
(-), muntah (-), sesak S: 36,5 °C sinsitra Ceftriaxone
(-), pusing (-), BAK Urin : 600cc multipel 1gr/12j/IV
terpasang kateter. Drain : 20cc Post op -Inj. Ketorolac
ureterolitoto 30mg/8j/IV
mi dextra -Ranitidin
H+1 2x150mg
-Transamin
3x500mg
-Mobilisasi dan
monitoring
tanda vital
Nyeri pada luka post TD: 120/80 Batu ureter -IVFD NaCL
operasi sebelah kanan N: 80x/m proksimal d 0,9% 20 tpm
(+), demam (-), mual R: 20x/m + batu ren -Inj.
(-), muntah (-), sesak S: 36,7 °C sinsitra Ceftriaxone
(-), pusing (-), BAK Urin : 700cc multipel 1gr/12j/IV
terpasang kateter. Drain : 10cc Post op -Natrium
ureterolitoto diclofenac 2 x
27/3/20 mi dextra 50mg
19 H+2 -Ranitidin
Lab: 2x150mg
RBC: 4,97 -Transamin
Hb: 15,1 3x500mg
Hct: 43,6 -Mobilisasi dan
WBC:8,1 monitoring
PLT 216 tanda vital

28/3/20 Nyeri pada luka post TD: 110/80 Batu ureter -Ciprofloxacin
19 operasi sebelah kanan N: 68x/m proksimal d 2x500mg

31
berkurang (+), demam R: 20x/m + batu ren -Ranitidin
(-), mual (-), muntah S: 36,8 °C sinsitra 2x150mg
(-), sesak (-), pusing (- Urin : 500cc multipel -Natrium
), BAK terpasang Drain : ±5cc Post op diclofenac
kateter. ureterolitoto 2x50mg
mi dextra -AFF kateter
H+3 dan drain
-Rawat jalan

32
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien laki - laki usia 57 tahun masuk dengan keluhan nyeri pinggang kanan
dan kiri. Pasien tidak mengalami mual ataupun muntah. Demam tidak ada. Bak
(+) lancar, tidak ada nyeri, tidak ada darah,tidak ada nanah, tidak ada keluar batu
atau berpasir. BAB biasa.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri ketok costovertebral yang
menandakan kemungkinan adanya obstruksi atau inflamasi. Hasil CT-Scan
menunjukkan kesan adanya batu multipel pada renal sinistra dan tampak adanya
batu pada bagian pelvis renalis dextra. Terbentuknya batu saluran kemih diduga
ada hubungannya dengan gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi
saluran kemih, dehidrasi dan keadaan lain yang masih belum terungkap (
idiopatik).

Pada pasien dengan batu ureter terdapat rasa nyeri mendadak yang
disebabkan oleh batu yang lewat, rasa sakit berupa rasa pegal di CVA atau
kolik yang menjalar ke perut bawah sesuai lokasi batu dalam ureter. Pada
pria rasa sakit akan menjalar ke testis bila batu di ureter proksimal atau ke
vulva pada wanita dan ke skrotum pada pria bila lokasi batu di ureter bagian
distal. Dapat pula terjadi gangguan traktus digestivus. Bila batu sudah
menetap di ureter hanya ditemukan rasa pegal di CVA karena bendungan.
Pasien yang mengalami kolik tampak gelisah dan kulitnya basah dan dingin.
Pada pemeriksaan fisis ditemukan nyeri tekan dan nyeri ketok CVA,
spasme otot-otot abdomen, testis hipersensitif, dan skrotum hipersensitif. Bila
batu menetap di ureter hanya ditemukan nyeri tekan dan nyeri ketok atau tidak
ditemukan kelainan sama sekali.
Pada pasien ini, didapatkan batu saluran kemih pada bagian ginjal sinistra
yang multipel, dan batu pada bagian ginjal dextra didapatkan telah turun mencapai
ureter pada bagian proksimal, sehingga untuk penatalaksanaannya yang
direncanakan untuk dilakukan pyelolithotomi menjadi ureterolitothomi karena

33
batu telah turun kebagian ureter proksimal, dan didapatkan batu berukuran ± 3 x 1
cm yang berwarna kekuningan dan berbentuk seperti bulat telur dengan
permukaan tidak rata. Batu saluran kemih dapat disebabkan faktor intrinsik seperti
herediter, usia dan jenis kelamin. Selain itu dapat juga diakibatkan faktor ektrinsik
seperti gaya hidup yang kurang mengkonsumsi air mineral sehingga
mengakibatkan pengendapan bahan-bahan yang akan menjadi batu saluran kemih.
Penatalaksanaan batu ureter dapat berupa tindakan konservatif
(observasi/menunggu) karena batu ureter ukuran diameter sampai 5 mm dapat
melewati ketiga tempat penyempitan tersebut.Bila tindakan konservatif tersebut
gagal, perlu intervensi seperti ESWL, URS + disintegrasi batu atau
ureterolithotomy. Pada penatalaksanaan batu ginjal dan batu ureter selain tidakan
diatas kadang-kadang diperlukan pemasangan suatu alat Double J Stent atas
indikasi tertentu seperti batu ginjal multipel, batu cetak ginjal, batu ginjal dengan
gangguan fungsi ginjal atau single kidney. Pada penatalaksanaan batu ureter
pemakaian Double J Stent dilakukan pada gangguan fungsi ginjal, single kidney
atau disertai fibrosis ureter.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Wardani,MAF. Hubungan Batu Saluran Kemih Dengan Penyakit Ginjal


Kronik Di Rumah Sakit An-Nur Yogyakarta Periode Tahun 2012-
2013.Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jawa
tengah, 2014. Pp: 1-5
2. Purnomo B. Dasar-dasar Urologi. Edisi Ketiga. Jakarta : Sagung Satu, 2014.
Hal : 87- 101.
3. Rahayu, H. Karakteristik Penderita Batu Saluran Kemih Rawat Inap di RS
Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2006-2010. Universitas
Sumatera Utara, Medan, 2011. Diakses pada tanggal 12 April 2019.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/30750/Cover.pdf?seq
uence=7
4. Tanagho,EA.,and McAninch,JW., Urinary Stones in Smith’s General
Urology., McGrawHill Medical, New York.17 th ed., Pp: 246–77.
5. Ratu,G., Badji,AH., Profil Analisis Batu Saluran Kemih di Laboratorium
Patologi Klinik. Indonesian Journal of Clinical Pathologu and Medical
Laboratory, Vol. 12, No. 3, Juli 2006., Pp: 114-117
6. Setiati, dkk. 2014. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Interna Publishing, Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam, FKUI: Jakarta
7. Snell,RS., Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. 6th ed. EGC:
Jakarta; 2006.
8. Guyton dan Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC: Jakarta
9. Ganong. WF., .Buku Ajar Fisiologi Kedokteran., edisi Bahasa Indonesia.
Jakarta: EGC. 2012
10. Sherwood, L. Fisiologi Manusia : dari sel ke sistem. Ed. 6. Jakarta: EGC;
2012
11. Turk C, Knoll T, Petrik A, Sarica K, Seitz C, Straub M. Guidelines on
Urolithiasis. European Association of Urology; 2011. P.289-293.

35
12. Sorensen, C. M., & Chandhoke, P. S. Hyperuricosuric Calcium
Nephrolithiasis. Endocrinology And Metabolism Clinics Of North America,
Vol. 31, No. 4,Pp: 915-925
13. Shires,S., Intisari Prinsip – Prinsip Ilmu Bedah. EGC : Jakarta. 588-589
14. Knoll, T., Epidemioloy, Pathogenesis and Pathophysiology of Urolithiasis.
European Urology. Department of Urology, Sindelfingen-Boeblingen
Medical Center, Germany;2010. Pp.802-806.

36

Anda mungkin juga menyukai