Anda di halaman 1dari 51

SEORANG PRIA USIA 41 TAHUN DENGAN ADENOCARCINOMA

PARU KIRI STAGE IV

Diajukan untuk melengkapi syarat kepaniteraan senior Bagian Radiologi


Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh :
Fajri Tri Baskoro 22010116210168
Andi Wicaksono 22010116210129
Prabha Vignesvari S 22010116210056
Rasyidia Laksmita Putri 22010116210108
Ratih Budinastiti 22010116210162

Pembimbing :
dr. C.H Nawangsih, Sp.Rad (K) Onk.Rad

Residen Pembimbing :
dr. Puspita

BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus besar dengan :


Judul : Gambaran CT Scan Seorang Perempuan 84 Tahun dengan
infark akut lobus temporoparietal kiri, infark lakuner pada corona radiata kanan, crus
anterior capsula interna kanan, thalamus kanan dan edema cerebri
Bagian : Radiologi
Residen Pembimbing : dr. Fasto
Pembimbing : dr. Bambang Satoto, Sp.Rad (K), M.Kes
Diajukan : 22 Desember 2017

Semarang, 22 Desember 2017

Pembimbing Residen Pembimbing

dr. Bambang Satoto, Sp.Rad (K), M.Kes dr. Fasto

ii
DAFTAR ISI

Judul.................................................................................................................... i
Halaman Pengesahan ......................................................................................... ii
Daftar isi ............................................................................................................. iii
I. Pendahuluan ........................................................................................... 2
II. Tinjauan Pustaka .................................................................................... 4
2.1 Anatomi Kepala ............................................................................... 4
2.2 Gambaran Utama Stroke & Faktor Risiko ........................................ 13
2.3 Jenis Stroke ...................................................................................... 17
2.4 Klasifikasi Stroke .............................................................................. 24
2.5 Radiologi SNH .................................................................................. 25
2.6 Edema Cerebri ................................................................................... 28
III. Laporan kasus.......................................................................................... 35
IV. Pembahasan ............................................................................................. 46
V. Kesimpulan ............................................................................................. 49
Daftar Pustaka ..................................................................................................... 50

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Penyakit kanker merupakan salah satu penyebab utama kematian di seluruh
dunia. Pada tahun 2012, sekitar 8,2 juta kematian disebabkan oleh kanker. Kanker
paru, hati, perut, kolorektal, dan kanker payudara adalah penyebab terbesar kematian
akibat kanker setiap tahunnya.1 Kanker paru merupakan jenis kanker penyebab
kematian di seluruh dunia yang paling banyak ditemukan, yakni sebanyak 1,69 juta
kematian, dan sebagian besar banyak ditemukan di negara-negara berkembang (63%
pada pria, 57% pada wanita).2,3
Merokok merupakan faktor risiko utama kanker yang menyebabkan terjadinya
lebih dari 20% kematian akibat kanker di dunia dan sekitar 70% kematian akibat
kanker paru di seluruh dunia. Lebih dari 60% kasus baru dan sekitar 70% kematian
akibat kanker di dunia setiap tahunnya terjadi di Afrika, Asia, Amerika Tengah dan
Selatan. Diperkirakan kasus kanker tahunan akan meningkat dari 14 juta pada 2012
menjadi 22 juta dalam dua dekade berikutnya. Secara nasional, prevalensi penyakit
kanker pada penduduk semua umur di Indonesia tahun 2013 sebesar 1,4 per 100.000
populasi (347.792 orang). Provinsi D.I Yogyakarta memiliki prevalensi tertinggi
untuk penyakit kanker, yaitu sebesar 4,1 per 100.000 populasi. Berdasarkan estimasi
jumlah penderita kanker provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur merupakan provinsi
dengan estimasi penderita kanker terbanyak, yaitu sekitar 68.638 dan 61.230 orang.1
Diagnosis kanker yang tepat sangat penting untuk pengobatan yang memadai dan
efektif karena setiap jenis kanker memerlukan regimen pengobatan spesifik yang
mencakup satu atau lebih modalitas seperti pembedahan, kemoterapi, dan
radioterapi. Tujuan utama pengobatan adalah untuk menghilangkan kanker atau
memperpanjang usia. Namun meningkatkan kualitas hidup pasien sangatlah penting
dan hal ini dapat dicapai dengan perawatan suportif atau paliatif dan dukungan
psikososial. 3
Sekitar 30%-50% kanker dapat dicegah. Hal ini dapat dicapai dengan
menghindari faktor risiko dan menerapkan strategi pencegahan berbasis bukti yang
ada. Beban kanker dapat dikurangi dengan deteksi dini dan manajemen yang tepat
pasien yang menderita kanker. Hampir semua kasus kanker paru disebabkan oleh
merokok dan oleh karenanya, mengurangi prevalensi merokok harus menjadi
prioritas utama dalam mencegah penyakit ini.2,3 Pada laporan kasus ini akan dibahas
mengenai pemberian radioterapi pada seorang pria usia 41 tahun dengan
adenocarcinoma paru kiri stage IV.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker Paru

2.1.1 Definisi Kanker Paru


Kanker paru menurut Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK)
Kanker Paru adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan
yang berasal dari paru sendiri (primer). Dalam pengertian klinik yang
dimaksud dengan kanker paru primer adalah tumor ganas yang berasal dari
epitel bronkus (karsinoma bronkus = bronchogenic carcinoma).1 Untuk tujuan
pengobatan, keganasan primer di paru dibagi menjadi dua jenis yaitu kanker paru
jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK = non small cell carcinoma) dan kanker
paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK = small cell carcinoma).2 Menurut klasifikasi
WHO tahun 1999 berdasarkan histopatologinya, terdapat empat tipe sel keganasan
primer di paru yaitu karsinoma sel kecil (Small Cell Lung Cancer, SCLC), karsinoma
sel skuamosa atau epidermoid, adenokarsinoma dan karsinoma sel besar.1,2 Sekitar
85-90% kanker paru adalah kanker paru bukan sel kecil (non small cell carcinoma).3

2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Paru


Paru merupakan salah satu organ vital yang memiliki fungsi utama sebagai
alat respirasi dalam tubuh manusia, paru secara spesifik memiliki peran untuk
terjadinya pertukaran oksigen (O2) dengan karbon dioksida (CO2). Pertukaran ini
terjadi pada alveolus – alveolus di paru melalui sistem kapiler.4
Paru terdiri atas 3 lobus pada paru sebelah kanan, dan 2 lobus pada paru
sebelah kiri. Pada paru kanan lobus – lobusnya antara lain yakni lobus superior,
lobus medius dan lobus inferior. Sementara pada paru kiri hanya terdapat lobus
superior dan lobus inferior. Namun pada paru kiri terdapat satu bagian di lobus
superior paru kiri yang analog dengan lobus medius paru kanan, yakni disebut
sebagai lingula pulmonis. Di antara lobus – lobus paru kanan terdapat dua fissura,

3
yakni fissura horizontalis dan fissura obliqua, sementara di antara lobus superior dan
lobus inferior paru kiri terdapat fissura obliqua.5
Paru memiliki kemampuan recoil, yakni kemampuan untuk mengembang dan
mengempis dengan sendirinya. Elastisitas paru untuk mengembang dan mengempis
ini di sebabkan karena adanya surfaktan yang dihasilkan oleh sel alveolar tipe 2.
Namun selain itu mengembang dan mengempisnya paru juga sangat dibantu oleh
otot – otot dinding thoraks dan otot pernafasan lainnya, serta tekanan negatif yang
teradapat di dalam cavum pleura.4

Gambar 1. Anatomi paru

4
Gambar 2. Anatomi segmen paru6

2.1.2 Epidemiologi Kanker Paru


Menurut data dari GLOBOCAN oleh International Agency for Research on
Cancer (IARC) tahun 2012, kanker paru merupakan jenis kanker dengan kasus baru
tertinggi dan penyebab utama kematian akibat kanker pada penduduk laki-laki di
dunia. Kanker paru juga memiliki persentase kasus baru cukup tinggi pada penduduk
perempuan, yaitu sebesar 13,6% dan kematian akibat kanker paru sebesar 11,1%.7
Hasil penelitian berbasis rumah sakit dari 100 RS di Jakarta, kanker paru
merupakan kasus terbanyak pada laki-laki dan nomor 4 terbanyak pada perempuan
tapi merupakan penyebab kematian utama pada laki-laki dan perempuan. Data hasil
pemeriksaan di laboratorium Patalogi Anatomi RSUP Persahabatan kanker paru
merupakan lebih dari 50 persen kasus dari semua jenis kanker yang didiagnosa. Data
registrasi kanker Rumah Sakit Dharmais tahun 2003-2007 menunjukkan bahwa

5
kanker trakea, bronkus dan paru merupakan keganasan terbanyak kedua pada pria
(13,4%) setelah kanker nasofaring (13,63%) dan merupakan penyebab kematian
akibat kanker terbanyak pada pria (28,94%).
Insidens kanker paru rendah pada usia di bawah 40 tahun,namun meningkat
sampai dengan usia 70 tahun. Faktor risiko utama kanker paru adalah merokok.
Secara umum, rokok merupakan 80% penyebab kanker paru pada laki-laki, dan 50%
pada perempuan. Faktor lain adalah kerentanan genetik (genetic susceptibility),
polusi udara, pajanan radon dan pajanan industri (asbestos, silika, dan lain-lain).1

2.1.3 Etiologi Kanker Paru


Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab pasti belum diketahui, tapi
paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat karsinogenik merupakan faktor risiko
utama selain adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik dan lainlain.
Merokok diduga menjadi faktor risiko utama kanker paru. Lombard dan Doering
(1928), telah melaporkan tingginya insidensi kanker paru pada perokok
dibandingkan dengan yang tidak merokok.2
Terdapat hubungan antara rata-rata lamanya merokok dan jumlah rokok yang
dihisap per hari dengan peningkatan risiko kanker paru.3,8 Namun, tidak semua orang
yang terkena kanker paru-paru adalah perokok. Banyak orang dengan kanker paru
adalah mantan perokok, tetapi sebagian lain tidak pernah merokok sama sekali.9
Statistik global memperikirakan sebesar 15% kasus kanker paru pada pria dan hingga
53% kanker paru pada wanita di dunia tidak merokok, dan penderita yang tidak
merokok diperkirakan sebesar 25% dari total kasus kanker paru di dunia.8
Kanker paru pada orang yang tidak merokok dapat disebabkan oleh perokok
pasif, paparan radon, paparan polusi udara, asbestos, arsenik, riwayat penyakit paru,
dan faktor genetik. Studi dengan desain penelitian case-control pada populasi di
Kanada menemukan paparan lingkungan pekerjaan, riwayat penyakit paru
sebelumnya, dan riwayat kanker paru onset dini pada keluarga merupakan faktor
risiko penting kanker paru pada penderita yang tidak merokok. Paparan dari
lingkungan kerja yang dimaksud adalah paparan terhadap zat pelarut (solvents), cat,
pengencer (thinners), dan pengelasan (welding).8 Perokok pasif adalah orang yang

6
menghirup asap rokok dari orang lain. Hal ini dapat meningkatkan risiko kanker paru
sekitar 30%.9 Anak-anak yang terpapar asap rokok selama 25 tahun pada usia
dewasa akan terkena risiko kanker paru dua kali lipat dibandingkan dengan yang
tidak terpapar. Wanita yang hidup dengan pasangan perokok juga terkena risiko
kanker paru 2-3 kali lipat.2
Menurut penelitian adanya riwayat orang tua menderita kanker paru, makan
anaknya memiliki resiko menderita kanker paru lebih dari lima kali. Pada orang
bukan perokok namun memiliki memiliki riwayat keluarga menderita kanker paru,
maka resiko menderita kanker paru lebih besar, apabila dibandingkan dengan orang
perokok tetapi tidak memiliki riwayat dalam keluarga kanker paru.10

2.1.4 Patogenesis Kanker Paru


Kanker paru dimulai oleh aktivitas onkogen dan inaktivasi gen supresor tumor.
Onkogen merupakan gen yang diyakini sebagai penyebab seseorang untuk terkena
kanker. Proto-onkogen berubah menjadi onkogen jika terpapar karsinogen yang
spesifik. Pada proto-onkogen mutasi yang terjadi yaitu K-ras menyebabkan
adenokarsinoma paru sampai 10-30%. Epidermal growth factor reseptor (EFGR)
mengatur proliferasi sel, apoptosis, angiogenesis, serta invasi tumor. Berkembangnya
EFGR serta mutasi sering dijumpai pada kanker paru non-small sel sehingga
menjadikan dasar terapi menggunakan penghambat EFGR. Kerusakan kromosom
menyebabkan kehilangan sifat keberagaman heterezigot, menyebabkan inaktivasi
gen supresor tumor. Kerusakan kromosom 3p, 5q, 13q dan 17p ini paling sering
menyebabkan karsinoma paru non-small sel. Gen p53 berada dikromosom 17p
terpengaruh pada 60-75% dari kasus.
Sejumlah gen polimorfik berkaitan dengan kanker paru, termasuk gen polimorfik
yang mengkode interleukin-1, sitokrom P450, caspase-8 sebagai pencetus apoptosis
serta XRCC1 sebagai molekul DNA repair. Individu yang terdapat gen polimorfik
seperti ini lebih rentan terkena kanker paru apabila terpapar zat karsinogenik.11

7
2.1.5 Tanda dan Gejala
Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala
klinis. Bila sudah menampakkan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut. Gejala-
gejala dapat bersifat:12
A. Lokal (tumor tumbuh setempat):
1. Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis
2. Hemoptisis
3. Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran nafas
4. Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
5. Ateletaksis
B. Invasi lokal :
1. Nyeri dada
2. Dispnea karena efusi pleura
3. Invasi ke perikardium → terjadi tamponade atau aritmia
4. Sindrom vena cava superior
5. Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis )
6. Suara serak, karena penekanan pada nervous laryngeal recurrent
7. Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf
simpatis servikalis
C. Gejala Penyakit Metastasis :
1. Pada otak, tulang, hati, adrenal
2. Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai
metastasis)

2.1.6 Diagnosis
2.1.6.1 Anamnesis
Gambaran klinik penyakit kanker paru tidak banyak berbeda dari penyakit
paru lainnya, terdiri dari keluhan subyektif dan gejala obyektif. Dari anamnesis akan
didapat keluhan utama dan perjalanan penyakit, serta faktor –faktor lain yang sering
sangat membantu tegaknya diagnosis.13

8
Keluhan utama dapat berupa:
1. Batuk-batuk dengan atau tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen)
2. Batuk darah
3. Sesak napas
4. Suara serak
5. Sakit dada
6. Sulit atau sakit menelan
7. Benjolan di pangkal leher
8. Sembab muka dan leher dapat terjadi dan kadang -kadang disertai sembab
lengan dengan rasa nyeri yang hebat.
Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat
metastasis di luar paru, seperti kelainan yang timbul karena kompresi hebat di otak,
pembesaran hepar atau patah tulang kaki. Gejala dan keluhan yang tidak khas
seperti,13
1. Berat badan berkurang
2. Nafsu makan hilang
3. Demam hilang timbul
4. Sindrom paraneoplastik, seperti "Hypertrophic Pulmonary
Osteoartheopathy", trombosis vena perifer dan neuropatia.

2.1.6.2 Gambaran Radiologis


Hasil pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan penunjang yang
mutlak dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer dan metastasis, serta
penentuan stadium penyakit berd asarkan sistem TNM. Pemeriksaan radiologi paru
yaitu Foto toraks PA/Lateral, bila mungkin tomografi komputer toraks, skintigrafi
tulang, bone survey, sonografi abdomen dan tomografi komputer pada otak
dibutuhkan untuk menentukan letak kelainan, ukuran tumor dan metastasis.14
A. Foto toraks
Pada pemeriksaan foto toraks PA/Lateral akan dapat dilihat masa tumor
dengan ukuran tumor lebih dari 1 cm. Tanda yang mendukung keganasan
adalah tepi yang irreguler, disertai indentasi pleura dan satelit tumor. Pada

9
foto tumor juga dapat ditemukan telah invasi ke dinding dada, efusi pleura,
efusi perikardia dan metastasis intrapulmoner. Sedangkan keterlibatan KGB
untuk menentukan N agak sulit ditentukan dengan foto toraks saja.
Kewaspadaan dokter terhadap kemungkinan kanker paru pada seorang
penderita penyakit paru dengan gambaran yang tidak khas untuk keganasan
penting diingatkan. Seorang penderita yang tergolong dalam golongan resiko

tinggi (GRT) dengan diagnosis penyakit paru, harus disertai rujukan yang
seterusnya yang teliti.14

Gambar X. Kanker Paru-paru Sel Kecil


Foto rontgen dada menunjukkan penyakit yang luas. Sebuah massa besar terlihat
pada pertengahan paru kiri dengan opasitas yang meluas ke bagian atas. Terlihat
juga nodul paru-paru kanan bawah yang menunjukkan gambaran metastasis.
Peningkatan opasitas di paratrakeal kanan menunjukkan limfadenopati. Efusi
pleura kiri dengan sinus kostofrenikus kiri yang tumpul.14

10
Gambar X. Kanker Paru-paru Sel Kecil
Foto rontgen dada menunjukkan peningkatan opasitas di daerah hilus dan
paratrakeal kanan, dengan penebalan garis paratrakeal kanan. Adanya volume
yang berkurang juga terlihat pada lobus kanan bawah. Kanker paru-paru sel kecil
sering terlihat sebagai massa hilus atau mediastinum.14

Gambar X. Kanker Paru-paru Sel Kecil


Foto rontgen dada menunjukkan pneumonitis obstruktif dengan atelektasis dari
lobus kanan atas. Peningkatan opasitas pada trakeo -bronkial dan paratrakeal
kanan menunjukkan suatu massa atau limfadenopati pada daerah tersebut.14

11
Pemberian OAT yang tidak menunjukan perbaikan atau bahkan
memburuk setelah 1 bulan harus menyingkirkan kemungkinan kanker paru,
tetapi lain masalahnya pengobatan pneumonia yang tidak berhasil setelah
pemberian antibiotik selama 1 minggu juga harus menimbulkan dugaan
kemungkinan tumor dibalik pneumonia tersebut bila foto toraks menunjukkan
gambaran efusi pleura yang luas harus diikuti dengan pengosongan isi pleura
dengan punksi berulang atau pemasangan WSD dan ulangan foto toraks agar
bila ada tumor pr imer dapat diperlihatkan. Keganasan harus difikirkan bila
cairan bersifat produktif, dan atau cairan serohemoragik.14
B. Tomografi Komputer Toraks
Metode pencitraan ini dapat menentukan kelainan di paru secara lebih
baik daripada foto toraks. Tomografi computer dapat mendeteksi tumor
dengan ukuran lebih kecil dari 1 cm secara lebih tepat. Demikian juga tanda -
tanda proses keganasan juga tergambar secara lebih baik, bahkan bila terdapat
penekanan terhadap bronkus, tumor intra bronkial, atelektasis, efusi pleura
yang tidak masif dan telah terjadi invasi ke mediastinum dan dinding dada
meski tanpa gejala. Lebih jauh lagi dengan tomografi komputer, keterlibatan
KGB yang sangat berperan untuk menentukan stadium juga lebih baik karena
pembesaran KGB (N1 s/d N3) dapat dideteksi dan mendeteksi kemungkinan
metastasis intrapulmoner.15

12
Gambar X. Tomografi komputer toraks aksial pada potongan hilus
Terlihat tumor hilus besar di sisi kanan, dengan efusi pleura terlokulasi.
Penebalan nodular pleura menunjukkan metastasis pleura. Massa tumor sulit
untuk dibedakan dari atelektasis paru yang berdekatan.15

Gambar X. Kanker paru-paru, sel kecil. Potongan aksial tomografi komputer


Paru menunjukkan nodul soliter paru bagian perifer paru kanan. Kanker
paru-paru sel kecil kadang terlihat sebagai nodul paru di perifer.15

C. Pemeriksaan Radiologi Lain


Kekurangan dari foto toraks dan tomografi computer toraks adalah tidak
mampu mendeteksi telah terjadinya metastasis jauh. Untuk itu dibutuhkan
pemeriksaan radiologik lain, misalnya tomografi komputer otak untuk

13
mendeteksi metastasis di tulang kepala atau jaringan otak, skintigrafi tulang
dan atau bone survey dapat mendeteksi metastasis di seluruh jaringan
tulang.14

2.1.6.3 Pemeriksaan Khusus


A. Bronkoskopi
Pemeriksan bronkoskopi bertujuan untuk diagnostik sekaligus dapat
dihandalkan untuk dapat mengambil jaringan atau bahan agar dapat
memastikan apakah ada tidaknya sel ganas. Pemeriksaan ada tidaknya massa
intrabronkus atau perubahan mukosa saluran napas, seperti terlihat kelainan
mukosa tumor misalnya, berbenjol -benjol, hiperemis, atau stinosis infiltratif,
mudah berdarah. Tindakan biopsi tumor atau dinding bronkus, bilasan,
sikatan atau kerokan bronkus harus dilakukan pada tampakan yang
abnormal.13
B. Biopsi aspirasi jarum
Apabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat dilakukan karena amat
mudah berdarah, atau apabila mukosa licin berbenjol, maka sebaiknya
dilakukan biopsi aspirasi jarum karena bilasan dan biopsi bronkus saja sering
memberikan hasil negatif.13
C. Aspirasi Jarum Transbronkial (Transbronchial Needle Aspiration / TBNA)
TBNA di karina, atau trakea 1/1 bawah (2 cincin di atas karina) pada
posisi jam 1 bila tumor ada dikanan, akan memberikan informasi ganda,
yakni didapat bahan untuk sitologi dan informasi metastasis KGB subkarina
atau paratrakeal.13
D. Transbronkial Biopsi (Transbronchial Lung Biopsy / TBLB)
Biopsi paru lewat bronkus TBLB harus dilakukan jika lesi kecil dan lokasi
agak di perifer serta ada sarana untuk fluoroskopik.13
E. Biopsi Transtorakal (Transthoraxic Biopsy, TTB)
Jika lesi terletak di perifer dan ukuran lebih dari 2 cm, TTB dengan
bantuan fluoroscopic angiography. Namun jika lesi lebih kecil dari 2 cm dan

14
terletak di sentral dapat dilakukan TTB dengan tuntunan tomografi
komputer.13

F. Biopsi lain
Bila terdapat pembesaran KGB atau teraba massa yang dapat terlihat
superfisial biopsi jarum halus dapat dilakukan. Biopsi KGB harus dilakukan
bila teraba pembesaran KGB supraklavikula, leher atau aksila, apalagi bila
diagnosis sitologi atau histologi tumor primer di paru belum diketahui. Bila
pembesaran KGB suparaklavikula dan cara lain tidak menghasilkan informasi
tentang jenis sel kanker tidak jelas terlihat maka biopsi Daniels dianjurkan.
Punksi dan biopsy pleura harus dilakukan jika ada efusi pleura.13
G. Torakoskopi medik
Dengan tindakan ini massa tumor di bagian perifer paru, pleura viseralis,
pleura parietal dan mediastinum dapat dilihat dan dibiopsi.13
H. Sitologi sputum
Sitologi sputum adalah tindakan diagnostik yang paling mudah dan
murah. Kekurangan pemeriksaan ini terjadi bila tumor ada di perifer,
penderita batuk kering dan metode pengumpulan dan pengambilan sputum
yang tidak memenuhi syarat. Dengan bantuan inhalasi NaCl 3% untuk
merangsang pengeluaran sputum dapat ditingkatkan. Semua bahan yang
diambil dengan pemeriksaan tersebut di atas harus dikirim ke laboratorium
Patologi Anatomi untuk pemeriksaan sitologi atau histologi. Bahan berupa
cairan harus dikirim segera tanpa fiksasi, atau dibuat sediaan apus, lalu
difiksasi dengan alkohol absolut atau alkohol minimal 90%. Semua bahan
jaringan harus di fiksasi dalam formalin 4%.13
I. Petanda Tumor
Petanda tumor yang telah, seperti CEA, Cyfra21-1, NSE dan lainya tidak
dapat digunakan untuk mendiagnosis tetapi masih digunakan evaluasi hasil
pengobatan.13
J. Pemeriksaan biologi molekuler

15
Pemeriksaan biologi molekuler telah semakin berkembang, cara paling
sederhana dapat menilai ekspresi beberapa gen atau produk gen yang terkait
dengan kanker paru, seperti protein p53, bcl2, dan lainya. Manfaat utama dari
pemeriksaan biologi molekuler adala h menentukan prognosis penyakit.13
Terkadang tindakan invasif seperti torakoskopi dan tindakan bedah
mediastinoskopi, torakoskopi, torakotomi eksplorasi dan biopsi paru terbuka
dibutuhkan agar diagnosis dapat ditegakkan pada kasus kasus yang rumit.
Tindakan ini merupakan pilihan terakhir bila dari semua cara pemeriksaan
yang telah dilakukan, diagnosis histologis atau patologis tidak dapat
ditegakkan.13
Semua tindakan diagnosis untuk kanker paru diarahkan agar dapat
ditentukan:13
1. Jenis histologis
2. Derajat (staging)
3. Tampilan (tingkat tampil, "performance status").
Sehingga jenis pengobatan dapat dipilih sesuai dengan kondisi penderita.

2.1.7 Staging
Pembagian stadium klinis kanker paru berdasarkan sistem TNM International
menurut The American Joint Comittee on Cancer (AJCC) edisi ke-tujuh adalah
sebagai berikut:16

STAGE T N M
0 Tis N0 M0
T1a N0 M0
IA
T1b N0 M0
IB T2a N0 M0
T2b N0 M0
T1a N1 M0
IIA
T1b N1 M0
T2a N1 M0
T2b N1 M0
IIB
T3 N0 M0

16
T1a N2 M0
T1b N2 M0
T2a N2 M0
T2b N2 M0
IIIA
T3 N1 M0
T3 N2 M0
T4 N0 M0
T4 N1 M0
T1a N3 M0
T1b N3 M0
T2a N3 M0
IIIB T2b N3 M0
T3 N3 M0
T4 N2 M0
T4 N3 M0
Any T Any N M1a
IV
Any T Any N M1b
A. Primary Tumor (T)
a. Tis : Karsinoma in situ
b. T1 : Tumor berukuran < 3 cm, dikelilingi pleura viseralis tanpa
disertai dengan tanda-tanda invasi yang lebih proksimal dari
bronkus lobaris
c. T1a : Tumor berukuran < 2 cm
d. T1b : Tumor berukuran antara 2 – 3 cm
e. T2 : Tumor berukuran antara 3 – 7 cm, terdapat pada bronkus
utama, terletak ≥ 2 cm dari karina, berhubungan dengan
atelektasis ataupun pneumonia obstruktif yang berada disekitar
hilusdan tidak menyebar keseluruh paru
f. T2a : Tumor berukuran 3 – 5 cm
g. T2b : Tumor berukuran 5 – 7 cm
h. T3 : Tumor berukuran > 7 cm atau sudah menginvasi pleura
parietalis, dinding dada, diafragma, nervus frenikus, pleura
mediastinalis, pericardium parietalis
i. T4 : Tumor dengan ukuran berapapun yang telah menginvasi
mediastinum, jantung, pembuluh darah utama, trakea,

17
n. Laringus rekuren, esofagus, corpus vertebra, karina

B. Nodus Limfe (N)


a. N0 : Tidak ditemukan metastasis nodus limfe regional
b. N1 : Metastasis nodus limfe ipsilateral bronkial dan/atau
ipsilateral
hilus dan intrapulmonary

c. N2 : Metastasis nodus limfe ipsilateral mediastinal dan/atau


subcranial
d. N3 : Metastasis nodus limfe kontralatreal mediastinal,
kontralateral
hilus, ipsilateral atau kontralateral scalene atau supraclavicular
C. Metastasis Jauh (M)
a. M0 : Tidak ditemukan metastasis jauh
b. M1 : Ditemukan metastasis
c. M1a : Ditemukan metastasis jauh pada lobus kontralateral, nodul
pada pleura ataupun efusi pleura masif
d. M1b : Ditemukan metastasis jauh pada organ lain seperti hati,
tulang
ataupun otak.

2.1.8 Pentalaksanaan
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa:13
1. Kuratif, memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka
harapan hidup klien.
2. Paliatif, mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
3. Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal, mengurangi dampak
fisis maupun psikologis kanker baikpada pasien maupun keluarga.

18
4. Suportif, menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal seperti
pemberian nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan
anti infeksi
Manajemen terapi dibagi atas:17
1. Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK = non-small cell
carcinoma)
2. Kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK = small cell carcinoma)
2.1.8.1 Kanker Paru jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK)
Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil terdiri dari berbagai jenis, yaitu
1. Karsinoma sel skuamosa (KSS)
2. Adenokarsinoma
3. Karsinoma sel esar (KSB)
4. Jenis lain yang jarang ditemukan
Pilihan pengobatan sangat tergantung pada stadium penyakit, tampilan umum
penderita, komorbiditas, tujuan pengobatan dan cost-effectiveness. Modalitas
penanganan yang tersedia adalah bedah, radiasi, kemoterapi, dan terapi target.
Pendekatan penanganan dilakukan secara integrasi multidisiplin. 17
A. Pembedahan
Modalitas ini adalah terapi utama utama untuk sebagian besar KPKBSK,
terutama stadium I-II dan stadium IIIA yang masih dapat direseksi setelah
kemoterapi neoadjuvan. Jenis pembedahan yang dapat dilakukan adalah
lobektomi, segmentektomi dan reseksi sublobaris. Pilihan utama adalah
lobektomi yang menghasilkan angka kehidupan yang paling tinggi. Namun,
pada pasien dengan komorbiditas kardiovaskular atau kapasitas paru yang
lebih rendah, pembedahan segmentektomi dan reseksi sublobaris paru
dilakukan. Kini, reseksi sublobaris sering dilakukan bersamaan dengan
VATS.
Intervensi menggunakan bronkoskopi berkembang dalam tahun-tahun
terakhir, terutama untuk obstruksi saluran pernapasan sentral (trakea dan
bronkus) akibat keganasan, dengan saluran bronkial sehat dan parenkim
yang berfungsi dengan baik distal dari stenosis. Penilaian sebab dan luas

19
stenosis, dan permeabilitas saluran bronchial distal dari stenosis dapat
dilakukan menggunakan bronkoskopi fleksibel. Fungsi permeabilitas dapat
dinilai menggunakan pemeriksaan CT scan. Metode bronkoskopi intervensi
yang paling sering digunakan adalah dengan bronkoskopi kaku (rigid
bronchoscopy) dan pengeluaran massa secara mekanik, terutama untuk
massa proximal, intralumen. Komplikasi paling sering intervensi ini adalah
perdarahan. Selain itu, bronkoskopi kaku juga dapat digunakan dengan
terapi laser. Pada prosedur ini, berbagai tipe gas seperti CO2 dan KTP
digunakan untuk menimbulkan koagulasi dan merusak tumor intralumen.
Komplikasi yang sering terjadi adalah perforasi, perdarahan dan fistula
bronkovaskular. Bronkoskopi kaku juga dapat digunakan dengan krioterapi
untuk merusak jaringan maligna. Ini dilakukan dengan memberikan suhu
yang sangat rendah menggunakan expansi dari cairan gar kriogenik yang
menyebabkan dehidrasi, kristalisasi sel, apoptosis, dan iskemia jaringan.
Metode yang terakhir ini dianjurkan sebagai penanganan paliatif stenosis
proksimal non-obstruktif tanpa gangguan pernapasan akut. Kadang, aspirasi
bronkial harus dilakukan setelah 1-2 hari untuk mengeluarkan sisa jaringan
tumor. Teknik anestesi yang dapat digunakan adalah anestesi umum, dan
dapat dikombinasikan dengan anestesi regional (epidural, blok
paravertebral).17
B. Radioterapi
Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam tatalaksana
kanker paru. Radioterapi dalam tatalaksana Kanker Paru Bukan Sel Kecil
(KPKBSK) dapat berperan di semua stadium KPKBSK sebagai terapi kuratif
definitif, kuratif neoajuvan atau ajuvan maupun paliatif.
Radioterapi kuratif definitif pada sebagai modalitas terapi dapat
diberikan pada KPKBSK stadium awal (Stadium I) yang secara medis
inoperabel atau yang menolak dilakukan operasi setelah evaluasi bedah
thoraks dan pada stadium lokal lanjut (Stadium II dan III) konkuren dengan
kemoterapi. Pada pasien yang tidak bisa mentoleransi kemoradiasi konkuren,
dapat juga diberikan kemoterapi sekuensial dan radiasi atau radiasi saja. Pada

20
pasien Stadium IIIA resektabel, kemoterapi pre operasi dan radiasi pasca
operasi merupakan pilihan. Pada pasien Stadium IV, radioterapi diberikan
sebagai paliatif atau pencegahan gejala (nyeri, perdarahan, obstruksi).
(NCCN Kategori 2A).
Computed Tomography (CT) based planning menggunakan teknik Three
Dimensional Conformal Radiation (3D-CRT) merupakan standar minimal
radioterapi kuratif pada kanker paru, bila fasilitas tersedia. Teknologi lebih
canggih seperti IMRT/VMAT dan IGRT dapat digunakan, dan baik untuk
memberikan radioterapi kuratif dengan aman.
Proses simulator dengan CT-Scan, pasien diposisikan dengan
menggunakan alat imobilisasi, kontras intravena dengan atau tanpa kontras
oral, dalam posisi supine, kedua tangan di atas kepala untuk memaksimalisasi
jumlah beam yang dapat diberikan. Jika memungkinkan, simulasi 4 Dimensi
(4D) sebaiknya dilakukan untuk mendeteksi pergerakan internal struktur intra
torakal. Jika tidak memiliki alat simulasi 4D dapat menggunakan:
1. Simulasi dengan slow CT
2. Pengambilan CT saat inspirasi maksimal dan minimal
Pengambilan gambar pre kontras perlu dilakukan untuk membantu
delineasi. PET/CT scan membantu meningkatkan akurasi penentuan target
volume, terutama pada pasien dengan atelektasis signifikan dan jika kontras
intravena dikontraindikasikan. PET/CT sebaiknya dilakukan dalam jangka
waktu kurang dari 4 minggu sebelum perencanaan radiasi, dan apabila
memungkinkan dilakukan dalam posisi yang sama dengan posisi saat
simulasi radioterapi.
Energi foton yang direkomendasikan adalah 4 MV-10 MV, dianggap
cukup untuk menembus jaringan paru berdensitas rendah sebelum masuk ke
tumor. Pendefinisian target radiasi harus berdasarkan terminologi
International Commission on Radiation Units and Measurements – 50,62,83
(ICRU-50,62,83); yaitu gross tumor volume (GTV), clinical target volume
(CTV) dan planning target volume (PTV). PTV mencakup ITV (memasukan

21
margin untuk pergerakan target) ditambah setup margun untuk
mempertimbangkan variablitias posisioning dan mekanik.
Hasil pemeriksaan fisik, CT scan dengan kontras, PET/CT Scan,
mediastinoskopi atau ultrasonografi endobronkial (EBUS) haruslah
dipertimbangkan agar delineasi dapat dilakukan dengan akurat
Standar margin dari GTV ke CTV adalah 0,6-0,8 cm. Margin dari CTV
(atau ITV) ke PTV adalah 1-1,5 cm jika tidak ada fasilitas IGRT, seperti cone
beam CT (CBCT) atau EPID harian (kv imaging); 0,5-1 cm untuk 4D CT
planning atau CBCT; 0,5 cm jika 4DCT planning dan EPID harian; 0,3 cm
4DCT planning dan CBCT harian. Untuk fraksi konvensional, EPID harian
dan CBCT mingguan sering digunakan untuk margin CTV ke PTV 0,5 cm.
Belum ada konsensus khusus untuk delineasi target KPKBSK pasca
operasi. Beberapa senter radioterapi ada yang memasukkan KGB yang
terlibat, hilus ipsilateral, dan 1 stasiun KGB di atas dan di bawah KGB yang
terlibat. 17
Tabel X. Dosis radioterapi pada teknik Stereotaktic Body Radiation Therapy
(SBRT)
Dosis Total Jumlah Fraksi Contoh Indikasi
Lesi perifer kecil (< 2 cm) terutama jika >
25-34 Gy 1
1 cm dari dinding dada.
Tumor perifer, jarak > 1 cm dari dinding
45-60 Gy 3
dada
Tumor sentral/perifer < 4-5 cm terutama
48-50 Gy 4
jika jarak > 1 cm dari dinding dada
Tumor sentral/perifer terutama jika jarak >
50-55 Gy 5
1 cm dari dinding dada
60-70 Gy 8-10 Tumor Sentral

Tabel X. Dosis yang Biasa Digunakan pada Fraksinasi Konvensional dan


Radioterapi Paliatif
Dosis terapi Dosis Total Dosis/Fraksi Lama Terapi
Radiasi definitif tanpa
50 – 70 Gy 2 Gy 6 – 7 minggu
kemoterapi
Radiasi Pre Op 45 – 54 Gy 1,8 – 2 Gy 5 minggu

22
Radiasi Post Op
 Batas Negatif 50 – 54 Gy 1,8 – 2 Gy 5 – 6 minggu
 Ekstensi
ekstrakapsular atau
54 – 60 Gy 1,8 – 2 Gy 6 minggu
positif margin
mikroskopis
 Gross Tumor 60 – 70 Gy 2 Gy 6 – 7 minggu
Radiasi Paliatif
 SVKS 30 – 45 Gy 3 Gy 2 – 3 minggu
 Metastasis tulang
dengan massa 20 - 30 Gy 3 – 4 Gy 1 – 2 minggu
jaringan lunak
 Metastasis tulang
tanpa massa 8 – 30 Gy 3 – 8 Gy 1 hari – 2 minggu
jaringan lunak
(sesuai (sesuai
(sesuai guideline
 Metastasis otak guideline guideline tumor
tumor otak)
tumor otak) otak)

Selain peresepan dosis, yang perlu diperhatikan adalah dosis jaringan


sehat sekitarnya. Deliniasi organ sehat harus mengacu kepada pedoman dari
Radiation Therapy Oncology Grup (RTOG) 0618, 0813, 0915 untuk
SABR/SBRT Trials. 17

Tabe X. Batasan dosis OAR pada SABR/SBRT


OAR 1 Fraksi 5 Fraksi
Medula spinalis 14 Gy 30 Gy
Esofagus 15,4 Gy 105% preskripsi PTV
Pleksus brakhialis 17,5 Gy 32 Gy
Jantung/perikardium 22 Gy 105% preskripsi PTV
Pembuluh darah besar 37 Gy 105% preskripsi PTV
Trakea dan bronkus proksimal 20,2 Gy 105% preskripsi PTV
Iga 30 Gy
Kulit 26 Gy 30 Gy
Lambung 12,4 Gy

Syarat standar sebelum penderita diradiasi yaitu,13

23
1. Hb > 10 g%
2. Trombosit > 100.000/mm3
3. Leukosit > 3000/dl
Radiasi paliatif diberikan pada group yang kurang baik yaitu,
1. PS < 70
2. Penurunan BB > 5% dalam 2 bulan
3. Fungsi paru buruk.
C. Kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan sebagai modalitas neoadjuvant pada stadium
dini, atau sebagai adjuvant pasca pembedahan. Terapi adjuvant dapat
diberikan pada KPKBSK stadium IIA, IIB dan IIIA. Pada KPKBSK stadium
lanjut, kemoterapi dapat diberikan dengan tujuan pengobatan jika tampilan
umum pasien baik (Karnofsky >60%; WHO 0-2). Namun, guna kemoterapi
terbesar adalah sebagai terapi paliatif pada pasien dengan stadium lanjut.
Ada beberapa jenis kemoterapi yang dapat diberikan. Lini pertama
diberikan kepada pasien yang tidak pernah menerima pengobatan kemoterapi
sebelumnya (chemo naïve). Kelompok ini terdiri dari kemoterapi berbasis-
platinum dan yang tidak mengandung platinum (obat generasi baru). Pilihan
utama obat berbasis-platinum adalah sisplatin, pilihan lain dengan
karboplatin.
Efek samping sisplatin yang paling sering ditemukan adalah toksisitas
gastrointestinal. Pada pasien yang mengalami efek samping dengan sisplatin,
dapat diberikan karboplatin. Kemoterapi ini dapat ditoleransi dengan lebih
baik oleh pasien usia lanjut atau dengan komorbiditas berat. Efek samping
karboplatin yang paling sering berupa hematotoksisitas. Obat kemoterapi lini
pertama tidak berbasis-platinum yang dapat diberikan adalah etoposid,
gemsitabin, paklitaksel, dan vinoralbin. Kombinasi sisplatin dengan
gemsitabin memberikan angka kehidupan paling tinggi, namun respon paling
baik adalah terhadap regimen sisplatin dengan paklitaksel. Komplikasi yang
paling sering ditemukan adalah febris neutropenia atau perdarahan akibat

24
supresi sum-sum tulang, hiponatremia atau hipomagnesemia, toksisitas ginjal,
dan neuropati perifer. 17
Kemoterapi lini kedua diberikan kepada pasien yang pernah mendapat
kemoterapi lini pertama, namun tidak memberikan respons setelah 2 siklus,
atau KPKBSK menjadi lebih progresif setelah kemoterapi selesai. Obat-obat
kemoterapi lini kedua adalah doksetaksel dan pemetreksat. Selain itu, dapat
diberikan juga kombinasi dari dua obat tidak-berbasis platinum. Kemoterapi
lini ketiga dan seterusnya sangat tergantung pada riwayat pengobatan
sebelumnya.Kemoterapi dapat diberikan jika memenuhi syarat antara lain
keadaan umum baik skala Karnofsky diatas > 70, fungsi hati, ginjal dan
homeostatik (darah) baik dan masalah finansial dapat diatasi. Syarat
homeostatik yang memenuhi syarat yaitu HB >10 gr%, leukosit > 4000/dl,
trombosit >100000/dl.13

Tabel X. Tampilan umum berdasarkan skala Karnofsky dan WHO (PDPI 2005)
Skala Pengertian
Skala Skala
Pengertian
Karnofsky WHO
90-100 0 Dapat beraktivitas normal, tanpa keluhan yang menetap.
70-90 1 Dapat beraktivitas normal, namun terdapat keluhan yang
berhubungan dengan sakitnya.
50-70 2 Membutuhkan bantuan pada orang lain untuk aktivitas
spesifik.
30-50 3 Sangat tergantung pada bantuan orang lain untuk aktivitas
rutin.
10-30 4 Tidak dapat bangkit dari tempat tidur.

D. Terapi Target
Terapi target diberikan pada penderita dengan stadium IV KPKBSK
EGFR mutasi positif yang sensitif terhadap EGFR-TKI. Terapi EGFR-TKI
yang tersedia yaitu Gefitinib, Erlotinib atau Afatinib. 17
E. Terapi Kombinasi

25
Terapi radiasi dan kemoterapi dapat diberikan pada kasus-kasus tertentu,
terutama yang tidak memenuhi syarat untuk menjalani pembedahan. Selain
itu, terapi kombinasi dapat diberikan dengan tujuan pengobatan pada pasien
dengan tampilan umum baik (Karnofsky >70%) dan penurunan berat badan
minimal, dan pasien usia lanjut yang mempunyai komorbiditas berat atau
kontraindikasi operasi. Regimen kemoterapi dan terapi radiasi dapat
diberikan secara bersamaan (concurrent therapy), selang-seling (alternating
therapy), atau secara sekuensial. Hasil paling baik didapat dari regimen
concurrent therapy. 17

F. Pilihan Terapi Berdasarkan Stadium17


1. Stadium 0
Modalitas terapi pilihan adalah pembedahan atau Photo Dynamic
Therapy (PDT).
2. Stadium I
Modalitas terapi pilihan adalah pembedahan, yang dapat dilakukan
bersamaan dengan VATS. Bila pasien tidak dapat menjalani pembedahan,
maka dapat diberikan terapi radiasi atau kemoterapi dengan tujuan
pengobatan. Selain itu, juga dapat diberikan kombinasi terapi radiasi
dengan kemoterapi. Pada stadium IB, dapat diberikan kemoterapi
adjuvant setelah reseksi bedah.
3. Stadium II
Terapi pilihan utama adalah reseksi bedah, jika tidak ada
kontraindikasi. Terapi radiasi atau kemoterapi adjuvant dapat dilakukan
bila ada sisa tumor atau keterlibatan KGB intratoraks, terutama N2 atau
N3. Bila pasien tidak dapat menjalani pembedahan, maka dapat diberikan
terapi radiasi dengan tujuan pengobatan. Kombinasi terapi radiasi dengan
kemoterapi dapat memberikan hasil yang lebih baik.
4. Stadium IIIA

26
Pada stadium ini, dapat dilakukan pembedahan (bila tumor masih
dapat dioperasi dan tidak terdapat bulky limfadenopati), terapi radiasi,
kemoterapi, atau kombinasi dari ketiga modalitas tersebut. Reseksi bedah
dapat dilakukan setelah kemoterapi neoadjuvant dan/atau dengan
kemoterapi adjuvant, terutama pada pasien dengan lesi T3-4, N1. Pada
pasien yang tidak dapat menjalani pembedahan, dapat dilakukan terapi
radiasi sendiri dengan tujuan pengobatan. Kombinasi terapi radiasi
dengan kemoterapi dapat memberikan hasil yang lebih baik. Jika ada
keterlibatan kelenjar getah bening atau respons buruk terhadap operasi,
maka pemberian kemoterapi sendiri dapat dipertimbangkan. Regimen ini
terdiri dari 4-6 siklus pemberian obat kemoterapi. Pada pasien dengan
adenokarsinoma dan hasil uji mutasi gen EGFR positif, dapat diberikan
obat golongan EGFR-TKI.
5. Stadium IIIB
Modalitas pengobatan yang menjadi pilihan utama bergantung pada
kondisi klinis dan tampilan umum pasien. Terapi radiasi sendiri pada lesi
primer dan lesi metastasis ipsilateral dan KGB supraklavikula.
Kemoterapi sendiri dapat diberikan dengan regimen 4-6 siklus.
Kombinasi terapi radiasi dan kemoterapi dapat memberikan hasil yang
lebih baik. Obat golongan EGFR-TKI diberikan pada adenokarsinoma
dengan hasil uji mutasi gen EGFR positif yang sensitif EGFR-TKI.
6. Stadium IV
Tujuan utama terapi pada stadium ini bersifat paliatif.
Pendekatan tata laksana KPKBSK stadium IV bersifat multimodalitas
dengan pilihan terapi sistemik (kemoterapi, terapi target), dan modalitas
lain (radioterapi , dan lain-lain)
Regimen kemoterapi lini pertama adalah kemoterapi berbasis platinum
(sisplatin atau karboplatin) dengan salah satu obat generasi baru.
Sisplatin/Karboplatin + etoposid
Sisplatin/Karboplatin + gemsitabin
Sisplatin/Karboplatin + paklitaksel

27
Sisplatin/Karboplatin + doksetaksel
Sisplatin/Karboplatin + vinorelbine
Sisplatin/Karboplatin + pemetreksed
Regimen kemoterapi lini kedua adalah monoterapi doksetaksel,
monoterapi pemetreksed, atau kombinasi dari dua obat baru (regimen non-
platinum). Pada kondisi tertentu, untuk lini pertama dapat diberikan
kemoterapi berbasis platinum (doublet platinum lini pertama seperti di atas)
ditambahkan anti-VEGF (bevacizumab). Pada rekurensi, pilihan terapi sesuai
metastasis. Modalitas yang dapat digunakan termasuk radiasi paliatif,
kemoterapi paliatif, atau bedah paliatif.

2.1.8.1 Kanker Paru jenis Karsinoma Sel Kecil (KPKSK)


Secara umum, jenis kanker paru ini dapat dibagi menjadi dua kelompok,
1. Stadium terbatas (limited stage disease = LD)
2. Stadium lanjut (extensive stage disease = ED)
Berbeda dengan KPBSK, pasien dengan KPKSK tidak memberikan respon
yang baik terhadap terapi target. 17
A. Stadium terbatas
Pilihan modalitas terapi pada stadium ini adalah kombinasi dari
kemoterapi berbasis-platinum dan terapi radiasi toraks. Kemoterapi dilakukan
paling banyak 4-6 siklus, dengan peningkatan toksisitas yang signifikan jika
diberikan lebih dari 6 siklus. Regimen terapi kombinasi yang memberikan
hasil paling baik adalah concurrent therapy, dengan terapi radiasi dimulai
dalam 30 hari setelah awal kemoterapi. Pada pasien usia lanjut dengan
tampilan umum yang buruk >2, dapat diberikan kemoterapi sisplatin,
sedangkan pasien dengan tampilan umum baik (0-1) dapat diberikan
kemoterapi dengan karboplatin. Setelah kemoterapi, pasien dapat menjalani
iradiasi kranial profilaksis (prophylaxis cranial irradiation, PCI).
Regimen kemoterapi yang tersedia untuk stadium ini adalah EP,
sisplatin/karboplatin dengan etoposid (pilihan utama), sisplatin/karboplatin
dengan irinotecan. Reseksi bedah dapat dilakukan dengan kemoterapi

28
adjuvant atau kombinasi kemoterapi dan radiasi terapi adjuvant pada TNM
stadium dini, dengan/tanpa pembesaran kelenjar getah bening. 17
B. Stadium lanjut
Pilihan utama modalitas terapi stadium ini adalah kemoterapi kombinasi.
Regimen kemoterapi yang dapat digunakan pada stadium ini adalah:
sisplatin/karboplatin dengan etoposid (pilihan utama), sisplatin/karboplatin
dengan irinotecan. Pilihan lain adalah radiasi paliatif pada lesi primer dan lesi
metastasis. 17

29
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS PENDERITA

Nama : Tn. R
Umur : 41 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Imam Bonjol BG10, RT 2 RW 02, Tegal
Agama : Islam
No. CM : C639034
Tanggal Masuk di Poli Radioterapi : 08 November 2017

3.2 ANAMESIS

Autoanamnesis dilakukan pada pasien tanggal 14 Desember 2017 di Poli Radioterapi


Pavilliun Garuda
a. Keluhan Utama : Sesak Napas
b. Riwayat Penyakit Sekarang:
 Pada bulan Mei 2017 pasien mengeluh sesak napas sejak + 4 bulan ini. Sesak
napas berlangsung terus menerus baik saat aktivitas maupun beristirahat.
Pasien juga mengeluhkan nyeri dada sebelah kiri, batuk terus menerus,
penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan namun tidak tau berapa kg.
Keluhan lain seperti sakit kepala, nyeri ulu hati, nyeri tulang, batuk darah
disangkal. Karena keluhan dirasa semakin lama semakin memberat, pasien lalu
memeriksakan dirinya ke RSUD Tegal dan dikatakan ada benjolan dan cairan
di paru kirinya. Lalu pasien dirujuk ke RSDK untuk terapi lebih lanjut.
 Saat memeriksakan dirinya ke RSDK dilakukan pemeriksaan foto rontgent dan
pemeriksaan dengan mengambil jaringan paru. Dari pemeriksaan yang
dilakukan, dikatakan pasien sakit kanker paru. Sampai saat ini pasien sudah
menjalani 5 kali kemoterapi dan 17 kali radioterapi.

30
 Saat ini pasien datang hendak untuk control rutin. Selama menjalankan
kemoterapi pasien mengeluhkan mual, muntah dan badan sering merasa lemas.

c. Riwayat Penyakit Dahulu:


Riwayat asma (-), hipertensi (-), penyakit DM (-), penyakit jantung (-), riwayat
keganasan sebelumnya (-), riwayat operasi disangkal, sakit AIHA (+)
d. Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat asma (-), hipertensi (-), penyakit DM (-), penyakit jantung (-), riwayat
keganasan sebelumnya (+) ibu pasien menderita kanker payudara, riwayat
operasi disangkal.
e. Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien bekerja sebagai tukang becak, sudah menikah dan memiliki 1 orang
anak kelas 3 SD. Pembiayaan menggunakan JKN PBI, kesan sosial ekonomi
kurang.

3.3 PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Fisik dilakukan tanggal 14 Desember 2017


Keadaan umum: Baik, kesadaran kompos mentis.
Status generalis:
Tanda Vital : Tekanan Darah : 120/80 mm Hg
Nadi : 96x/menit
Frekuensi Napas : 20x/menit
Suhu : 36,0 oC
BB sekarang : 63 kg
TB : 159 cm
Kepala : Mesosefal, turgor dahi cukup
Mata : Konjungtiva palpebra anemis +/+, sklera ikterik (-/-)
Mulut : Bibir sianosis (-)
Leher : JVP meningkat (-) trakea di tengah, pembesaran nnll (-)
Thoraks :

31
Pulmo :
 Inspeksi : Simetris saat statis - dinamis
 Palpasi : Stem fremitus kanan > kiri
 Perkusi : redup pada lapangan paru kiri setinggi SIC II ke bawah
 Auskultasi: Suara dasar vesikuler menghilang pada paru kiri setinggi SIC
II ke bawah, Suara tambahan : hantaran -/-, ronki -/-, wheezing -/-
Jantung :
 Inspeksi: Iktus cordis tak tampak
 Palpasi : Iktus kordis teraba di spatium interkosta V, 2 cm lateral linea
midklavikula sinistra
 Perkusi : Konfigurasi jantung dalam batas normal
 Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, bising (-), gallop (-)
Abdomen :
 Inspeksi: datar, gambaran gerak usus (-), venektasi (-)
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Perkusi : timpani, pekak alih (-), pekak sisi (+) normal
 Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tak teraba
Genitalia Eksterna : laki-laki, dalam batas normal
Ekstremitas : Dalam batas normal
Pemeriksaan Rektal Toucher : Tidak dilakukan

3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hematologi (02/12/2017) di RSUP Dr. Kariadi
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan Keterangan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11.8 g/Dl 13.00-16.00 L
Hematokrit 35 % 40-54 L
Eritrosit 4.15 10^6/uL 4.4-5.9 L
MCH 28.4 Pg 27.00-32.00

32
MCV 84.3 fL 76-96
MCHC 33.7 g/dL 29.00-36.00
Leukosit 5.7 10^3/uL 3.8-10.6
Trombosit 179 10^3/uL 150-400
RDW 14.5 % 11.6-14.8
MPV 9.2 fL 4.00-11.00
Hitung Jenis
Eosinofil 0 % 1-3
Basofil 0 % 0-2
Batang 7 % 2-5
Segmen 78 % 47-80
Limfosit 6 % 20-40
Monosit 8 % 2-10
Lain lain Mielolsit 1%
Table 1 Pemeriksaan Hematologi (02/12/2017)

Pemeriksaan Hematologi (09/12/2017) di RSUP Dr. Kariadi


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan Keterangan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11.9 g/Dl 13.00-16.00 L
Hematokrit 35.8 % 40-54 L
Eritrosit 4.35 10^6/uL 4.4-5.9 L
MCH 27.4 Pg 27.00-32.00
MCV 82.3 fL 76-96
MCHC 33.7 g/dL 29.00-36.00
Leukosit 6.2 10^3/uL 3.8-10.6
Trombosit 274 10^3/uL 150-400
RDW 13.6 % 11.6-14.8
MPV 9.3 fL 4.00-11.00
KIMIA KLINIK
Glukosa Sewaktu 82 mg/dL 80-160

33
SGOT 22 U/L 15-34
SGPT 15 U/L 15-60
Albumin 3.0 g/dL 3.4-5.0 L
Ureum 13 mg/dL 15-39 L
Kreatinin 0.6 mg/dL 0.60-1.30
Elektrolit
Natrium 125 mmol/L 136 – 145 L
Kalium 4.0 mmol/L 3,50 - 5,10
Klorida 88 mmol/L 98-107 L
Table 2 Pemeriksaan Hematologi (09/12/2017)

2. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto thoraks AP Semierect – Lateral (2 Juni 2017)

Gambar x-Foto thoraks AP Semierect-Lateral

Cor : Bentuk dan letak jantung normal

Retrocardial dan retrosternal space tak tampak menyempit

34
Pulmo : Corakan vaskular tampak meningkat

Tak tampak bercak pada kedua lapangan paru

Tampak opasitas bentuk lobulated pada paravertebra kiri setinggi

corpus vertebrae thoracal 4-9 yang membentuk obtuse angel dengan

parenkim paru

Tak tampak penebalan hilus kanan

Hemidiafragma kanan setinggi costa 10-11 posterior

Sinus costofrenikus kanan kiri lancip

Kesan:

- Cor tak membesar

- Pulmi tak tampak infiltrat

- Opasitas bentuk lobulated pada paravertebra kiri setinggi corpus

vertebra thoracal 4-9 yang membentuk obtuse angle dengan parenkim

paruDD/Diseksi aorta

Massa

b. CT-Scan Thorax (3 November 2017)

(Perbandingan dengan foto tanggal 3 Juni 2017, kondisi foto berbeda)

35
Gambar x. CT-Scan Thorax

Paru kanan : Corakan brokovaskuler normal. Tak tampak nodul, infiltrat, massa
maupun atelektasis
Paru kiri : Corakan bronkovaskuler meningkat. Masih tampak lesi hipodens
(CT number -60(-40) HU) bentuk lobulated, batas sebagian tegas,
tepi sebagian irreguler dengan bagian padat besepta dan
airbronchogram didalamnya pada segmen 5,7 (ukuran + LL 11,8 cm
x CC 9,88 cm), disertai nekrotik didalamnya serta sebelumnya.
Pasca injeksi kontras tak tampak enhancement.
Tampak lesi hippodens (CT number 12-37 HU) deisertai split pleural
sign pada apicolaterobasal hemithoraks kiri
Tampak multipel limfonodi ukuran subsentimeter pada subaortic,
upper paratrakeal kanan kiri (ukuran terbesar di uppeer paratrakhea
kiri + 0,73 cm).
Trakea tampak terdesak ke kanan
Bronkus utama kanan tidak menyempit, kiri menyempit
Oesophagus tak melebar, dinding tak tampak menebal, tak tampak massa
Cor tak tampak membesar
Aorta tak tampak melebar, tak tampak klasifikasi trombus tampak klasifikasi arcus
aorta
Tampak pendesakan mediastinum ke arah kanan
Tak tampak lesi litik maupun destruksi tulang

Kesan:

36
- Massa dengan densitas lemak dengan bagian padat bersepta dan
airbronchogram didalamnya pada segmen 5, 7 paru kiri (ukuran + LL 11,8
cm x AP 5,91 cm x CC 9,88 cm), relatif berkurang dibandingkan sebelumnya
yang mendesak mediastinum ke kanan.
- Lesi hipodens disertai split pleural sign pada apicolaterobasal hemithoraks
kiri, cenderung gambaran empyema  cenderung massa paru kiri (TNM
staging T3, N0, M1a)
- Ascites

c. Foto Thorax AP Erect (14 November 2017)

Gambar X. Foto Thorax AP Erect

Tampak terpasang chest tube dari arah lateral hemithoraks kiri dengan ujung
distal setinggi os costa 7 kiri superior.
Cor : Batas kanan jantung baik, batas kiri jantung tertutup perselebungan
homogen
Pulmo: Corakan vaskuler paru yang tervisualisasi tampak meningkat
Tampak bercak pada lapangan bawah paru kanan

Masih tampak perselubungan homogen pada apicolaterobasal hemothoraks


kiri yang berkurang dibanding sebelumnya.

37
Hemidiafragma kanan setinggi costa 8-9 posterior
Sinus kostofrenikus kanan lancip, kiri tertutup perselubungan homogen
Tak tampak lesi litik, sklerotik maupun destruksi pada os costae, scapulae dan
claviculae kanan kiri yang tervisualisasi.

Kesan:
- Chest tube terpasang dari arah lateral hemithoraks kiri dengan ujung
distal setinggi os costa 7 kiri posterior
- Cor sulit dinilai
- Infiltrat pada lapangan bawah paru kanan
- Efusi pleura kiri berkurang

b. Foto Thorax AP Semierect (28 November 2017)

(Perbandingan dengan foto tanggal 14 November 2017, kondisi foto berbeda)

Gambar X. Foto thorax AP Semierect

38
Masih tampak terpasang chest tube dari arah lateral hemothoraks kiri dengan

ujung distal superposisi costa 6 posterior kiri

Cor : Batas kanan jantung baik, batas kiri jantung tertutup perselubungan

homogen

Pulmo: Corakan vaskuler masih tampak meningkat

Masih tampak bercak pada lapangan bawah paru kanan yang

berkurang dibanding sebelumnya

Masih tampak perselubungan homogen pada apicolaterobasal hemithoraks

kiri yang berkurang dibanding sebelumnya

Hemidiafragma kanan setinggi costa 9 posterior

Sinus kostofrenikus kanan lancip, kiri tertutup perselubungan homogen

Tak tampak lesi litik, sklerotik maupun destruksi pada os costae, scapulae dan

claviculae kanan kiri yang tervisualisasi.

Kesan:

- Cor sulit dinilai

- Gambaran bronkhopneumonia dengan infiltrat relatif berkurang

- Efusi pleura kiri berkurang

c. Foto Thorax AP/Lateral Semierect (4 Desember 2017)

(Perbandingan dengan foto tanggal 14 November 2017, kondisi foto berbeda)

39
Gambar X. Foto Thorax AP/Lateral Semierect

Cor : Batas kanan jantung baik, batas kiri sebagian tertutup perselubungan

homogen

Pulmo: Corakan vaskuler paru kanan yang tervisualisasi tampak normal

Taktampak bercak pada paru kanan yang tervisualisasi

Tak tampak lusensi avaskuler disertai pleural visceral line pada laterobasal

hemithoraks kiri disertai kolaps sebagian paru kiri

Masih tampak perselubungan homogen oada apicolaterobasal hemithoraks

kiri yang relatif berkurang dibanding sebelumnya

Hemidiafragma kanan setinggi costa 9-10 posterior

Sinus kostofrenikus kanan lancip, kiri tertutup perselubungan homogen

40
Tak tampak lesi litik, sklerotik maupun destruksi pada os costae, scapulae dan

claviculae kana kiri yang tervisualisasi

Kesan:

- Cor sulit dievaluasi

- Pulmo kanan yang tervisualisasi tak tampak inflitrat

- Hidropneumothoraks kiri berkurang

3. Pemeriksaan Histopatologi (13 Juni 2017)

 Makroskopis : Diterima 10 slide FNAB

 Mikroskopis :

Hapusan terdiri atas massa amorf, makrofag, bersebukan sel radang limfosit,

histosit, leukosit PMN. Diantaranya tampak kelompok kecil sel-sel ganas

inti bulat oval, pleomorfik, hiperkromatik, nukleoli prominen, sitoplasma

bervacuola, membentuk struktur morulla dengan latar belakang eritrosit.

Kesimpulan:

Malignant epithelial tumor, kesan adenocarcinoma.

3.5 DIAGNOSIS

Adenocarcinoma paru kiri T3N0M1a


Riwayat AIHA
Riwayat Kemoterapi 5x
Pasca ER 17x

3.6 TERAPI

- Radiasi

41
Pasien mendapatkan program eksternal radiasi
 Lapangan radiasi

o Dosis terapi
Total dosis : 40Gy
Fraksinasi: 3 x 3 Gy ditambah 2 x 3Gy dilanjutkan 12 x 2 Gy

42
BAB IV
PEMBAHASAN

Seorang pria 41 tahun dengan keluhan sesak napas. Pasien juga


mengeluhkan nyeri dada sebelah kiri, batuk terus menerus, penurunan nafsu makan
dan penurunan berat bedan namu tidak tau berapa kg. Karena keluhan dirasa semakin
lama semakin memberat, pasien lalu memeriksakan dirinya ke RSUD Tegal dan
dikatakan ada benjolan dan cairan di paru kanannya. Lalu pasien dirujuk ke RSDK
untuk terapi lebih lanjut.
Saat memeriksakan dirinya ke RSDK dilakukan pemeriksaan foto rontgent
dan pemeriksaan dengan mengambil jaringan paru. Dari pemeriksaan yang
dilakukan, dikatakan pasien sakit kanker paru. Sampai saat ini pasien sudah
menjalani 5 kali kemoterapi dan 17 kali radioterapi. Saat ini pasien datang hendak
untuk kontrol rutin. Selama menjalankan kemoterapi pasien mengeluhkan mual,
muntah dan badan sering merasa lemas.
Hasil pemeriksaan X-Foto Thoraks didapatkan jantung tak membesar,
terdapat massa tumor paru kiri. Pada pemeriksaan MSCT thorax tampak massa
dengan densitas lemak dengan bagian padat bersepta dan airbronchogram
didalamnya pada segmen 5, 7 paru kiri (ukuran + LL 11,8 cm x AP 5,91 cm x CC
9,88 cm), relatif berkurang dibandingkan sebelumnya yang mendesak mediastinum
ke kanan, lesi hipodens disertai split pleural sign pada apicolaterobasal hemithoraks
kiri, cenderung gambaran empyema  cenderung massa paru kiri (TNM staging T3,
N0, M1a), serta ascites.
Berdasarkan data-data diatas dan pada pemeriksaan patologi anatomi, dapat
ditegakkan pasien menderita Adenocarcinoma paru yang merupakan indikasi definit
untuk dilakukan kemoradiasi karena pembedahan saja tidak cukup. Berdasarkan hasil
tersebut, maka penatalaksanaan penderita ini dilakukan terapi radiasi eksternal
dengan total dosis 40 Gy. Setelah itu dilakukan pemantauan pada hilangnya gejala
dan munculnya tanda-tanda perbaikan, efek samping radiasi dan perbaikan keadaan
umum, pemantauan penyebaran dan perkembangan tumor, dan laboratorium darah
terutama hemoglobin, leukosit, dan trombosit.

43
Eksternal radiasi dilakukan dengan memfokuskan radiasi dari luar tubuh ke
dalam sel kanker. Terapi ini merupakan terapi yang sering digunakan pada kanker
paru bukan sel kecil atau pada kasus penyebaran ke organ lain. Sebelum terapi
dilakukan, akan dilakukan pengukuran untuk menentukan sudut yang tepat sekaligus
dosis yang tepat untuk radiasi. Penentuan dosis dan area penyinaran dibantu dengan
CT scan. Prosedur ini tidak menimbulkan nyeri. Setiap terapi dilaksanakan dalam
beberapa menit. Seringkali terapi radiasi dilaksanakan dalam 5 hari selama 5-7
minggu, namun jumlah ini bervariasi tergantung tipe radiasi dan alasan
pemberiannya.
Pada pasien ini dilakukan metode fraksinasi. Fraksinasi pada pasien ini
dilakukan 3 x 3 Gy ditambah 2x3Gy kemudian setelah evaluasi dilanjutkan radiasi
dengan fraksinasi 12x2Gy. Pada terapi kanker fraksinasi mengacu pada prinsip 4R,
yaitu repair, repopulasi, redistribusi dan reoksigenasi. Repair mengacu pada sifat sel
tumor yang mengalami lebih banyak gangguan repair dibanding sel normal, sehingga
dengan fraksinasi maka akan lebih banyak sel tumor yang rusak dan mati.
Repopulasi mengacu pada prinsip bahwa penggantian sel mati dengan menarik sel
yang berada dalam fase G0 lebih cepat terjadi pada sel yang normal. Redistribusi
berpedoman pada sifat sel yang sensitif terhadap radiasi pada fase akhir G2 dan M.
Selain itu dengan dilakukan fraksinasi maka tumor bulky dapat mengecil akibat
reoksigenasi sentral yang menyebabkan sel-sel tumor menjadi lebih sensitif terhadap
radiasi. Pada akhirnya metode fraksinasi dilakukan dengan tujuan untuk
meningkatkan rasio terapeutik sehingga terapi radiasi yang diberikan lebih
memberikan hasil yang optimal.

44
BAB V
KESIMPULAN

Telah dilaporkan kasus adenokarsinoma paru kiri pada seorang laki-laki


berusia 41 tahun pasca kemoterapi sitostatik cisplastin 5-FU dan paclitaxel 5 kali dan
paska eksternal radiasi 17x.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien ini mengarah pada keganasan
paru. Kecurigaan ini kemudian dibuktikan dengan pemeriksaan patologi anatomi
menggunakan sediaan biopsi yang menunjukkan hasil suatu adenokarsinoma,
sehingga diagnosis untuk adenokarsinoma pada paru dapat ditegakkan. Dari hasil
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan grading T3, N0, M1a.
Berdasarkan diagnosis tersebut, maka terapi yang baik untuk pasien ini
adalah dilakukan kemoradiasi karena pembedahan saja tidak cukup. Pada pasien ini
tidak dilakukan tindakan pembedahan. Saat ini pasien telah selesai dilakukan
kemoterapi sebanyak 5 kali dan diberikan eksternal radiasi sebanyak 17 kali dengan
fraksinasi 5x3Gy dan 12x2Gy, total dosis : 40Gy.

45
DAFTAR PUSTAKA

1. Komite Penanggulangan Kanker Nasional. Pedoman Nasional Pelayanan


Kedokteran Kanker Paru [Internet]. Jakarta: Kementerian Indonesia Republik
Indonesia; Available from:
http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PNPKParu.pdf
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. 6th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2015. 2998-3007
3. Tan WW, Huq S. Non-Small Cell Lung Cancer [Internet]. Medscape. 2017.
Available from: https://emedicine.medscape.com/article/279960-overview
4. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC; 2011. 499-
500
5. Susan S. Gray’s Anatomy 40th Edition. London: Churchill Livingstone; 2009.
6. Celis EA, Mendoza JID. Lung Anatomy [Internet]. Medscape. 2017.
Available from: https://emedicine.medscape.com/article/1884995-
overview#a2
7. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Situasi Penyakit Kanker
[Internet]. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2015. Available from:
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-
kanker.pdf
8. Cruz CS Dela, Tanoue LT, Matthay RA. Lung Cancer : Epidemiology,
Etiology, and Prevention. Clin Chest Med [Internet]. 2013;32(4):1–61.
Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3864624/pdf/nihms468128.p
df
9. American Lung Society. Lung Cancer Prevention and Early Detection
[Internet]. 2014. Available from:
http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/acspc-039558-
pdf.pdf.
10. Deaen W. Tumor Paru Di Daerah Toraks. In: Buku Ajar Onkologi Klinis.
Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2008. 337–50.

46
11. Herbst R, JV H, SM L. Lung Cancer. N Engl J Med [Internet].
2010;359(13):1367–80. Available from:
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMra0802714
12. Amin, Z., Sudoyo, A.W., Setryohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M.K. dan
Setiati, S., 2006. Kanker Paru Dalam: Ilmu Penyakit Dalam: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:
Edisi ke 4. Jakarta: 1015 -21.
13. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2003. Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK): Pedoman Diagnosis & Pena talaksanaan di Indonesia.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. ha1aman -6.
14. Irshad, A. 2013. ; Chief Editor: Barry H Gross Imaging in Small Cell Lung
Cancer. Available at :
http://emedicine.medscape.medscape.com/article/358274 -overview.
15. Ravenel, G. 2013. Medscape Reference (Drug Diseases and Procedures) :
Imaging in Small Cell Lung Cancer. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/358274 -overview
16. American Cancer Society on support to American Joint Commission on
Cancer. 2009. Lung Cancer Stagging. Available at :
https://cancerstaging.org/references-
tools/quickreferences/Documents/LungMedium.pdf
17. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran : Kanker Paru. halaman 25-49.

47

Anda mungkin juga menyukai