Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

PENYAKIT KANKER PARU

Dosen Pengampu: Sutomo, S. Kep. NS., M. Kep

SGD Kelompok 5

Aditya Setiawankoko (0121001)

Choridatulmahtufah (0121012)

Lutfiyah Nur Azizah (0121015)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA
MOJOKERTO
Tahun Ajaran 2021/2022

1
KATA PENGATAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT Karena atas limpahan karunia-Nya lah
kami dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul “PENYAKIT KANKER”.
Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah
Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.
Tujuan makalah ini adalah untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah
Keperawatan Dewasa Sistem Kardiovaskuler, Respiratori dan Hematologi.
makalah ini akan membahas mengenai Kanker Paru-paru. Untuk itu kami
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Sutomo, S. Kep. NS., M. Kep selaku
Dosen Mata Kuliah Keperawatan Dewasa Sistem Kardiovaskuler, Respiratori dan
Hematologi yang telah memberi bimbingan pada makalah ini dan kepada semua
pihak yang telah membantu.
Tak ada gading yang tak retak karenanya kami sebagai penulis menyadari
bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan dalam makalah ini baik
secara Bahasa maupun kata. Saya menerima kritik saran oleh para pembaca serta
Bapak Dosen Mata Kuliah Keperawatan Dewasa Sistem Kardiovaskuler,
Respiratori dan Hematologi terhadap makalah ini yang diharapkan dapat berguna
bagi seluruh pembaca serta penulis

Mojokerto, 24 September 2022

penyusun

2
DAFTAR ISI

COVER ................................................................................................................ 1
KATA PENGANTAR ........................................................................................ 2
DAFTAR ISI ....................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ................................................................................................ 4
B. Rumusan masalah .......................................................................................... 4
C. Tujuan ............................................................................................................ 4
D. Manfaat .......................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN
A. Trend dan Issue Terkait Pasien Kankern Paru ............................................... 6
B. Anatomi, Fisiologi, Fisika, dan Biokimia Terkait Kanker Paru ................... 7
C. Patofisiologi, Farmakologi, dan Terapi Diet pada Pasien Kanker Paru ......... 15
D. Asuhan Keprawatan Pada Pasien Kanker Paru ............................................... 24
E. Hasil-Hasil Penelitian Tentang Penatalaksanaan Pasien Kanker Paru ........... 31
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................... 38
B. Saran.......................................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Paru-paru dan dinding dada mempunyai struktur yang elastis. Dalam


keadaan normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding
dada sehingga paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding dada karena
memiliki struktur yang elastis. Tekanan yang masuk pada ruangan antara
paru-paru dan dinding dada berada di bawah tekanan atmosfer (Guyton,
2007).
Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup
keganasan yang berasal dari paru sendiri (primer) atau tumor ganas yang
berasal dari epitel bronkus (karsinoma bronkus). Kanker paru menjadi
penyebab sekitar 11 persen atau 2.206.771 kasus baru kanker dan kematian
akibat kanker nomor satu di dunia dan di Indonesia. Sama halnya dengan
catatan Global Burden of Cancer Study, berdasarkan data Globocan 2020,
kanker paru menjadi penyebab 8,8 persen atau 34.783 kasus baru di
Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana trend dan issue kanker paru?
2. Bagaimana anatomi, fisiologi, fisika, dan biokimia kanker paru?
3. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien kanker paru?
4. Bagaimana hasil penatalaksanaan pasien kanker paru?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Bagaimana trend dan issue kanker paru?
2. Untuk mengetahui Bagaimana anatomi, fisiologi, fisika, dan biokimia
kanker paru?
3. Untuk mengetahui Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien kanker
paru?
4. Untuk mengetahui Bagaimana hasil penatalaksanaan pasien kanker
paru

4
D. Manfaat
1. Bagi pembaca dapat menjadi wawasan baru mengenai penyakit kanker
paru
2. Bagi masyarakat dapat menjadi nasehat agar tidak mengalami penyakit
kanker paru
3. Bagi mahasiswa agar menjadi acuan untuk meneliti lebih lanjut terkait
kanker paru

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Trend dan Issue Terkait Pasien Kanker Paru


a. Trend
Kanker paru menjadi penyebab sekitar 11 persen atau 2.206.771
kasus baru kanker dan kematian akibat kanker nomor satu di dunia dan di
Indonesia. Sama halnya dengan catatan Global Burden of Cancer Study,
berdasarkan data Globocan 2020, kanker paru menjadi penyebab 8,8 persen
atau 34.783 kasus baru di Indonesia.
Berdasarkan catatan Global Burden of Cancer Study, prevalensi
kasus kematian akibat penyakit kanker di Indonesia meningkat hingga 8,8
persen, termasuk mortalitas yang disebabkan oleh jenis kanker paru.
Situasinya saat ini cukup mengkhawatirkan. Medical Oncologist di
Parkway Cancer Centre (PCC), Singapore, Dr Chin Tan Min mengatakan,
angka kasus kematian karena kanker paru ini juga semakin parah oleh
penyakit jenis baru yakni Covid-19. Pada tahun 2020, terdapat 34.783 kasus
kanker paru, dengan angka kematian akibat kanker ini yang meningkat
hingga 18 persen dibandingkan tahun 2018.
b. Issue
Para ahli yakin bahwa kandungan berbahaya pada rokok dapat
merusak sel paru-paru dan seiring berjalannya waktu bisa berkembang
menjadi kanker. Tidak hanya perokok aktif saja yang berisiko tinggi
menderita penyakit kanker paru ini, tetapi juga orang-orang yang tidak
merokok dan menjadi perokok pasif atau tersier. "Ini sangat
memprihatinkan mengingat tingginya jumlah perokok di Indonesia dan
banyak pula orang yang terpapar asap rokok setiap harinya," jelasnya. Tidak
hanya itu, kondisi kematian akibat kanker paru saat ini juga diperparah
dengan adanya penyakit baru Covid-19 yang telah resmi menjadi pandemi
di hampir seluruh negara di dunia.
Covid-19 diketahui juga dapat meningaktkan risiko bagi pasien
kanker paru karena virus tersebut berdampak pada organ pernapasan,
sehingga dapat memperburuk kondisi pasien. Perkembangan sel kanker pun
6
dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh yang melawan infeksi virus.
Selain itu, perawatan kanker yang tertunda atau terhenti selama masa
pandemi juga dapat menyebabkan risiko yang lebih tinggi bagi pasien.
Sehingga, secara langsung kanker tentunya dapat mempengaruhi kondisi
fisik dan mental pasien. Ditambah lagi dengan tantangan secara sosial dan
finansial yang harus mereka hadapi, yang juga bisa berdampak pada
keluarga dan orang-orang terdekat.
B. Anatomi, Fisiologi, Fisika, dan Biokimia Terkait Kanker Paru
1. Anatomi Paru

Paru-paru manusia terletak pada rongga dada, bentuk dari paru- paru
adalah berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas tulang iga pertama
dan dasarnya berada pada diafragma. Paru terbagi menjadi dua yaitu bagian
yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus
sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Setiap paru- paru terbagi
lagi menjadi beberapa sub-bagian, terdapat sekitar sepuluh unit terkecil
yang disebut bronchopulmonary segments. Paru-paru bagian kanan dan
bagian kiri dipisahkan oleh sebuah ruang yang disebut mediastinum
(Evelyn, 2009).
Gambar 2.1 Anatomi Paru-Paru

Paru-paru manusia dibungkus oleh selaput tipis yang bernama pleura.


Pleura terbagi menjadi pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura
7
viseralis yaitu selaput tipis yang langsung membungkus paru, sedangkan
pleura parietal yaitu selaput yang menempel pada ronggadada. Diantara
kedua pleura terdapat rongga yang disebut cavum pleura (Guyton, 2007).

Gambar 2.2 Paru-Paru Manusia

Menurut Juarfianti (2015) sistem pernafasan manusia dapat dibagike dalam


sistem pernafasan bagian atas dan pernafasan bagian bawah.
a. Pernafasan bagian atas meliputi hidung, rongga hidung, sinus
paranasal, dan faring.
b. Pernafasan bagian bawah meliputi laring, trakea, bronkus, bronkiolus
dan alveolus paru.
Menurut Alsagaff (2015) sistem pernapasan terbagi menjadi dari dua
proses, yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah pergerakan dari
atmosfer ke dalam paru, sedangkan ekspirasi adalah pergerakan dari dalam
paru ke atmosfer. Agar proses ventilasi dapat berjalan lancar dibutuhkan
fungsi yang baik pada otot pernafasan dan elastisitas jaringan paru. Otot-
otot pernafasan dibagi menjadi dua yaitu:
a. Otot inspirasi yang terdiri atas, otot interkostalis eksterna,
sternokleidomastoideus, skalenus dan diafragma.
b. Otot-otot ekspirasi adalah rektus abdominis dan interkostalis internus.
2. Fisiologi Paru

Paru-paru dan dinding dada mempunyai struktur yang elastis. Dalam

8
keadaan normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding
dada sehingga paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding dada karena
memiliki struktur yang elastis. Tekanan yang masuk pada ruangan antara
paru-paru dan dinding dada berada di bawah tekanan atmosfer (Guyton,
2007).
Fungsi utama dari paru-paru adalah untuk pertukaran gas antara darah
dan atmosfer. Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakanoksigen
bagi jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida. Kebutuhan oksigen dan
karbon dioksida terus berubah sesuai dengan tingkat aktivitas dan
metabolisme seseorang, akan tetapi pernafasan harus tetap dapat berjalan
agar pasokan kandungan oksigen dan karbon dioksida bisa normal (Jayanti,
2013).
Udara yang dihirup dan masuk ke paru-paru melalui sistem berupa pipa
yang menyempit (bronchi dan bronkiolus) yang bercabang di kedua belah
paru-paru utama (trachea). Pipa tersebut berakhir di gelembung-
gelembung paru-paru (alveoli) yang merupakan kantong udara terakhir
dimana oksigen dan karbondioksida dipindahkan dari tempat dimana.
darah mengalir. Ada lebih dari 300 juta alveoli di dalam paru-paru manusia
dan bersifat elastis. Ruang udara tersebut dipelihara dalam keadaan terbuka
oleh bahan kimia surfaktan yang dapat menetralkan kecenderungan alveoli
untuk mengempis (Yunus, 2007).
Menurut Guyton (2007) untuk melaksanakan fungsi tersebut,
pernafasan dapat dibagi menjadi empat mekanisme dasar, yaitu :
a. Ventilasi paru yang berfungsi untuk proses masuk dan keluarnya udara
antara alveoli dan atmosfer.
b. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah.
c. Transport dari pasokan oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan
cairan tubuh ke dan dari sel.
d. Pengaturan ventilais pada sistem pernapasan.
Pada waktu menarik nafas atau inspirasi maka otot-otot pernapasan
berkontraksi, tetapi pengeluaran udara pernafasan dalam proses yang pasif.
Ketika diafragma menutup, penarikan nafas melalui isi rongga dada

9
kembali memperbesar paru-paru dan dinding badan bergerak hingga
diafragma dan tulang dada menutup dan berada pada posisi semula
(Evelyn, 2009).
Inspirasi merupakan proses aktif kontraksi otot-otot. Selama bernafas
tenang, tekanan intrapleura kira-kira 2,5 mmHg relatif lebihtinggi terhadap
atmosfer. Pada permulaan, inspirasi menurun sampai - 6mmHg dan paru-
paru ditarik ke posisi yang lebih mengembang dan tertanam dalam jalan
udara sehingga menjadi sedikit negatif dan udara mengalir ke dalam paru-
paru. Pada akhir inspirasi, recoil menarik dada kembali ke posisi ekspirasi
dimana tekanan recoil paru-paru dan dinding dada seimbang. Tekanan
dalam jalan pernafasan seimbang menjadi sedikit positif sehingga udara
mengalir ke luar dari paru-paru (Algasaff, 2015)
Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat
elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis
eksternus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas
ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang.
Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun
tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antarasaluran udara dan atmosfir
menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai
udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi
(Miller et al, 2011).
Proses setelah ventilasi adalah difusi yaitu, perpindahan oksigen dari
alveoli ke dalam pembuluh darah dan berlaku sebaliknya untuk
karbondioksida. Difusi dapat terjadi dari daerah yang bertekanan tinggi ke
tekanan rendah. Ada beberapa faktor yang berpengaruh pada difusi gas
dalam paru yaitu, faktor membran, faktor darah dan faktor sirkulasi.
Selanjutnya adalah proses transportasi, yaitu perpindahan gas dari paru ke
jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan aliran darah (Guyton,
2007).

10
Gambar 2.3 fisiologi Pernafasan Manusia

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi paru-paru manusia


adalah sebagai berikut :
a. Usia
Kekuatan otot maksimal paru-paru pada usia 20-40 tahun dan
dapat berkurang sebanyak 20% setelah usia 40 tahun. Selama proses
penuan terjadi penurunan elastisitas alveoli, penebalan kelenjar
bronkial, penurunan kapasitas paru.
b. Jenis kelamin
Fungsi ventilasi pada laki-laki lebih tinggi sebesar 20-25%dari
pada funsgi ventilasi wanita, karena ukuran anatomi paru pada laki-laki
lebih besar dibandingkan wanita. Selain itu, aktivitas laki- laki lebih
tinggi sehingga recoil dan compliance paru sudah terlatih.
c. Tinggi badan
Seorang yang memiliki tubuh tinggi memiliki fungsi ventilasi
lebih tinggi daripada orang yang bertubuh kecil pendek (Juarfianti,
2015).
3. Fisika Paru

Menurut Evelyn (2009) volume paru terbagi menjadi 4 bagian, yaitu:


a. Volume Tidal adalah volume udara yang diinspirasi atau diekspirasi
pada setiap kali pernafasan normal. Nilai dari volume tidal sebesar ± 500
ml pada rata-rata orang dewasa.
b. Volume Cadangan Inspirasi adalah volume udara ekstra yangdiinspirasi
setelah volume tidal, dan biasanya mencapai maksimal ± 3000 ml.

11
c. Volume Cadangan Ekspirasi adalah jumlah udara yang masih dapat
dikeluarkan dengan ekspirasi maksimum pada akhir ekspirasi normal,
pada keadaan normal besarnya adalah ± 1100 ml.
d. Volume Residu, yaitu volume udara yang masih tetap berada dalam paru-
paru setelah ekspirasi kuat. Nilainya sebesar ± 1200 ml.
Menurut Yunus (2007) kapasitas paru merupakan gabungan dari beberapa
volume paru-paru dan dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
a. Kapasitas Inspirasi, sama dengan volume tidal + volume cadangan
inspirasi. Besarnya ± 3500 ml, dan merupakan jumlah udara yang dapat
dihirup seseorang mulai pada tingkat ekspirasi normal dan
mengembangkan paru sampai jumlah maksimum.
b. Kapasitas Residu Fungsional, sama dengan volume cadangan inspirasi
+ volume residu. Besarnya ± 2300 ml, dan merupakan besarnya udara
yang tersisa dalam paru pada akhir ekspirasi normal.
c. Kapasitas Vital, sama dengan volume cadangan inspirasi + volume
tidal + volume cadangan ekspirasi. Besarnya ± 4600 ml, dan
merupakan jumlah udara maksimal yang dapat dikeluarkan dari paru,
setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimal dan kemudian
mengeluarkannya sebanyak-banyaknya.
d. Kapasitas Vital paksa (KVP) atau Forced Vital Capacity (FVC) adalah
volume total dari udara yg dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi
maksimum yang diikuti oleh ekspirasi paksa minimum. Hasil ini
didapat setelah seseorang menginspirasi dengan usaha maksimal dan
mengekspirasi secara kuat dan cepat.
e. Volume ekspirasi paksa satu detik (VEP1) atau Forced Expiratory
Volume in One Second (FEV1) adalah volume udara yang dapat
dikeluarkan dengan ekspirasi maksimum per satuan detik. Hasil ini
didapat setelah seseorang terlebih dahulu melakukakan pernafasan
dalam dan inspirasi maksimal yang kemudian diekspirasikan secara
paksa sekuat-kuatnya dan semaksimal mungkin, dengan cara ini
kapasitas vital seseorang tersebut dapat dihembuskan dalam satu detik.
f. Kapasitas Paru Total, sama dengan kapasitas vital + volume residu.

12
Besarnya ±5800ml, adalah volume maksimal dimana paru dikembangkan
sebesar mungkin dengan inspirasi paksa. Volume dan kapasitas seluruh paru
pada wanita ± 20 – 25% lebih kecil daripada pria, dan lebih besar pada atlet
dan orang yang bertubuh besar daripada orang yang bertubuh kecil dan
astenis.
4. Biokimia Respirasi
Oksigen terutama diangkut dalam bentuk terikat dengan hemoglobin ke
kapiler jaringan. Di sel jaringan tersebut, oksigen bereaksi dengan
berbagai bahan makanan sehingga menghasilkan karbon dioksida dalam
jumlah besar. Karbondioksida tersebut akan masuk ke kapiler jaringan
dan diangkut kembali ke paru.
a. Pengiriman oksigen ke dalam jaringan
Pengiriman oksigen ke dalam jaringan membutuhkan
kerjasama antara sistem respirasi dengan sistem kardiovaskular.
Banyaknya oksigen yang dapat didistribusikan ke dalam jaringan
tertentu ditentukan oleh banyaknya O2 yang memasuki paru-paru,
pertukaran gas paru yang adekuat, aliran darah ke dalam jaringan,
dan kemampuan darah untuk membawa O2. Aliran darah ditentukan
oleh derajat konstriksi vascular bed dan cardiac output sedangkan
banyaknya O2 dalam darah ditentukan oleh jumlah O2 terlarut,
hemoglobin dan afinitas hemoglobin untuk O2.
b. Reaksi Hemoglobin dan Oksigen
Hemoglobin merupakan pembawa O2 yang baik.
Hemoglobin merupakan protein yang tersusun dari empat subunit
yang masing-masing berisi heme yang separuhnya menempel pada
rantai polipeptida. Pada orang dewasa yang normal, kebanyakan
hemoglobin berisi dua rantai alfa dan dua rantai beta. Heme
merupakan komplek cincin porfirin yang meliputi satu atom ferrous
besi. Masing-masing atom besi tersebut secara reversibel dapat
mengikat satu molekul oksigen. Besi tersebut selalu dalam bentuk
ferrous sehingga reaksi tersebut dinamakan oksigenasi, bukan
oksidasi. Reaksi hemoglobin dengan oksigen adalah Hb+O2
↔HbO2.
13
Karena berisi empat deoksi hemoglobin, molekul
hemoglobin juga direpresentasikan sebagai Hb4, dan sebenarnya
bereaksi dengan empat molekul O2 untuk membentuk
Hb4O8.Reaksi tersebut berlangsung dengan sangat cepat, hanya
kurang dari 0,01 detik. Begitu juga dengan deoksigenasi Hb4O8
juga berlangsung dengan sangat cepat.
Struktur kuarter hemoglobin tersebut menentukan
afinitasnya untuk O2. Pada deoksihemoglobin, unit globin terikat
secara kuat pada tense (T) configuration, yang mengurangi afinitas
molekul terhadap O2. Saat O2 pertama terikat, ikatan yang menahan
unit globin dilepaskan, menghasilkan relaxed (R) configuration,
yang mengekspos lebih banyak tempat ikatan O2. Hasilnya,
afinitasnya dapat meningkat sampai 500 kali. Pada jaringan, reaksi
ini berbalik, yaitu terjadi pelepasan oksigen. Transisi dari satu
keadaan ke keadaan lainnya diperkirakan terjadi sampai 108 kali
sepanjang masa hidup sel darah merah.
Saat darah berada dalam kesetimbangan 100% O2
(PO2=760 mmHg), hemoglobin normal menjadi tersaturasi 100%.
Dalam keadaan tersaturasi penuh, tiap hemoglobin berisi 1.39 ml
O2. Meskipun begitu, darah normalnya berisi sedikit turunan
hemoglobin yang tidak aktif, dan nilai pengukuran in vivo lebih
rendah. Biasanya nilainya 1,34 mL O2. Konsentrasi hemoglobin
dalam darah normal adalah sekitar 15 g/dL (14 g/dL pada wanita dan
16 g/dL pada pria). Oleh karena itu, 1 dL darah berisi 20.1 mL (1.34
mL X 15) O2 terikat pada hemoglobin saat hemoglobin tersaturasi
100%. Jumlah O2 terlarut tergambar dalam fungsi linear PO2.
hemoglobin dalam darah pada ujung kapiler pulmonary tersaturasi
97,5% dengan O2 (PO2 =97 mmHg). Karena ada sedikit
pencampuran dengan darah vena bronkialis yang mem-by pass
kapiler pulmonary (aliran fisiologis), hemoglobin dalam darah arteri
sistemik hanya tersaturasi 97%. Pencampuran darah tersebut disebut
venous admixture of blood. 1,2

14
Darah arteri berisi total 19.8 mL O2 tiap dL: 0.29 mL
terlarut, dan 19.5 mL terikat pada hemoglobin. Pada ujung vena,
hemoglobin tersaturasi 75% dan total konten O2 sekitar 15.2 mL/dL:
0.12 mL dalam larutan dan 15.1 mL terikat pada hemoglobin. Oleh
karena itu, pada saat istirahat dapat diperkirakan bahwa jaringan
mengambil sekitar 4.6 mL O2 tiap dL darah yang melewatinya; 0.17
mL merepresentasikan O2 yang terlarut dalam darah dan sisanya
yang terikat hemoglobin. Dengan cara ini, 250 mL O2 per menit
ditransportasikan dari darah ke jaringan dalam keadaan istirahat.2
Oksigen yang terikat pada Hb tidak mempengaruhi PO2. Oleh
karena itu, PO2 tidak diukur berdasarkan jumlah total oksigen dalam
darah, melainkan hanya bagian yang terlarut saja.
C. Patofisiologi, Farmakologi dan Terapi Diet pada Kanker Paru
1. Patofisiologi

Kanker paru primer terbagi menjadi dua jenis, yaitu kanker paru bukan
sel kecil dan kanker paru sel kecil. Kanker paru bukan sel kecil terdiri dari
adenokarsinoma, karsinoma sel skuamosa dan karsinoma sel besar.
Masing-masing dari kanker ini memiliki patofisiologi yang berbeda.

a. Kanker Paru Bukan Sel Kecil

Paparan agen yang berasal dari pekerjaan maupun lingkungan


merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kanker paru. Di Amerika,
perokok aktif berkaitan dengan 90% kasus kanker paru. Paparan agen
yang berasal dari lingkungan maupun pekerjaan berkaitan dengan 9-
15% kasus kanker paru.

Asap rokok mengandung lebih dari 300 jenis zat yang berbahaya dan
40 diantaranya merupakan karsinogen poten. Hidrokarbon poliaromatik
dan nitrosamine ketone yang berasal dari nikotin diketahui dapat
menyebabkan kerusakan DNA dan membentuk DNA adducts pada
hewan coba. Benzo-A-pyrine juga menginduksi pensinyalan molekular
seperti Akt dan mutasi dari p53 dan tumor suppressor gene lainnya.

15
Faktor risiko lingkungan yang paling sering menyebabkan kanker
paru adalah asbestos. Berdasarkan studi, paparan radon berkaitan
dengan 10% kanker paru dan polusi udara luar berkaitan dengan 1-2%
kasus. Penyakit paru seperti penyakit paru obstruktif kronik (PPOK),
fibrosis paru dan tuberkulosis berkaitan dengan peningkatan angka
kejadian kanker paru.

Abnormalitas genetik yang paling banyak berkaitan dengan kanker


paru bukan sel kecil adalah keluarga onkogen ras (rat sarcoma).
Onkogen ras terdiri dari H-ras, K-ras dan N-ras. Gen-gen ini mengkode
protein dari permukaan dalam membran sel melalui aktivitas guanosin
trifosfat (GTP) yang berkaitan dengan transduksi sinyal. Studi pada
manusia menemukan bahwa aktivasi ras berkontribusi pada progresi
tumor pada penderita kanker paru. Mutasi gen ras terjadi terutama pada
adenokarsinoma dan ditemukan pada 30% kasus. Mutasi ini tidak
ditemukan pada adenokarsinoma pasien yang tidak merokok. Mutasi k-
ras merupakan faktor prognostik yang bersifat independen. Penelitian
saat ini difokuskan pada pemberian terapi berdasarkan ada tidaknya
mutasi gen ras.

1) Adenokarsinoma
Adenokarsinoma berasal dari kelenjar mukosa bronkus dan
merupakan kanker paru bukan sel kecil yang paling sering
ditemukan di Amerika (35-40% dari keseluruhan kanker paru).
Subtipe ini ditemukan paling banyak pada penderita yang tidak
merokok. Kanker ini biasanya muncul dari perifer paru, tetapi
dapat pula muncul pada lokasi jaringan parut, luka dan
inflamasi.
2) Karsinoma bronkoalveolar
Merupakan subtipe yang berbeda dari adenokarsinoma dengan
manifestasi klasik sebagai penyakit paru interstisial pada foto
polos dada. Subtipe ini dapat muncul sebagai nodul paru soliter,
multifokal atau bentuk pneumonik dengan progresifitas tinggi.

16
Temuan karakteristik pada penderita stadium terminal yaitu
sputum encer dalam jumlah besar.
3) Karsinoma Sel Skuamosa
Karsinoma sel skuamosa mencakup pada 25-30% dari
keseluruhan kasus kanker paru. Kanker ini biasanya berawal
dari bagian sentral paru. Manifestasi klasik dari kanker ini
adalah lesi kavitasi pada bronkus proksimal. Kanker ini juga
sering berkaitan dengan hiperkalsemia.
4) Karsinoma Sel Besar
Karsinoma sel besar berkaitan dengan 10-15%dari keseluruhan
kasus kanker paru. Kanker ini umumnya muncul sebagai massa
besar di perifer paru pada foto polos dada.
b. Kanker Paru Sel Kecil

Kanker paru sel kecil merupakan karsinoma neuroendokrin yang


bersifat agresif, tumbuh cepat, sangat sensitif pada kemoterapi dan
radiasi, sering bermetastasis pada fase dini dan sering menyebabkan
gejala paraneoplastik. Kanker paru sel kecil berasal dari peribronkial
dan menginfiltrasi submukosa bronkus. Metastasis luas dapat terjadi
pada onset awal dari penyakit ini, dengan penyebaran tersering pada
limfonodi mediastinum, hati, tulang, kelenjar adrenal dan otak.

Berbagai hormon peptida diproduksi oleh sel kanker dan


menyebabkan sindrom paraneoplastik, yang paling sering adalah
syndrome of inappropriate secretion of antidiuretic hormone (SIADH)
dan syndrome of ectopic adrenocorticotropic hormone production.
Fenomena autoimun juga dapat menyebabkan gangguan neurologik
seperti lambert eaton syndrome.

2. Farmakologi
a. Kemoterapi

Kemoterapi adalah obat-obatan yang digunakan untuk


menghancurkan sel kanker dengan cara mencegah sel tersebut
membelah, memperbanyak, maupun memperbesar dirinya. Metode
17
pengobatan ini terbukti efektif digunakan pada penderita kanker paru-
paru di semua stadium.

Beberapa obat kemoterapi yang aman digunakan adalah:

 Paclitaxel
 Cisplatin
 Carboplatin
 Albumin-bound paclitaxel
 Docetaxel
 Gemcitabine
 Vinorelbine
 Etoposide
 Pemetrexed

Obat kemoterapi bisa mengakibatkan efek samping, seperti rambut


rontok, sariawan, berkurangnya berat badan, mual dan muntah, serta
diare maupun konstipasi. Penggunaan obat kanker paru-paru ini juga
dapat memengaruhi pembentukan sel darah di sumsum tulang yang
berujung pada meningkatnya risiko infeksi, mudah memar atau berdarah,
dan cepat lelah.

Jika Anda mengalami keluhan ini, konsultasikan dengan dokter.


Anda mungkin akan diresepkan obat pereda efek samping yang aman
dikonsumsi berbarengan dengan obat kanker paru-paru Anda.

b. Terapi target

Terapi ini dinamakan terapi target karena bisa menyasar gen,


protein, atau jaringan spesifik yang menaungi sel kanker. Obat kanker
paru-paru ini bisa diberikan sebagai perawatan utama, bisa juga
dikombinasikan dengan kemoterapi untuk mencegah pembesaran dan
persebaran sel kanker sehingga tidak mengakibatkan kerusakan parah
pada sel yang masih sehat.

Jenis obat kanker paru-paru dalam terapi target adalah:

18
 Gefitinib
 Afatanib
 Erlotinib
 Osimertinib
 Crizotinib
 Ceritinib
 Nintedanib.

Tidak semua pasien kanker paru-paru cocok dengan obat ini


sehingga selalu patuhi rekomendasi dari dokter. Setiap obat terapi target
juga memiliki efek samping masing-masing yang akan diberi tahu oleh
dokter Anda.

c. Imunoterapi

Imunoterapi, atau disebut juga terapi biologi, bertujuan menaikkan


sistem kekebalan tubuh untuk memerangi sel kanker secara alami.
Tujuan ini dicapai dengan menggunakan obat kanker paru-paru tertentu
atau merangsang produksi antibodi alami dalam tubuh.

Contoh obat kanker paru-paru yang digunakan dalam imunoterapi


adalah:

 Atezolizumab
 Durvalumab
 Nivolumab
 Pembrolizumab.

Bagi penderita kanker paru-paru stadium lanjut yang tidak bisa


dirawat dengan terapi target, imunoterapi merupakan metode perawatan
yang disarankan. Tidak jarang, Anda juga harus menjalani imunoterapi
bersamaan dengan kemoterapi. Dokter akan menentukan obat
imunoterapi yang sesuai dengan kondisi Anda. Setiap obat kanker paru-
paru ini memiliki efek samping yang berbeda-beda, namun secara garis
besar efek samping tersebut berupa iritasi kulit, flu, diare, sesak napas,
hingga perubahan berat badan.
19
3. Terapi Diet

Kanker adalah penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan sel secara


tidak terkendali, yang menyerang jaringan biologis di dekatnya dan dapat
bermigrasi ke jaringan tubuh yang lain melalui sirkulasi darah atau system
limfatik yang disebut metastasis. Kanker bukan merupakan penyakit yang
menular, tapi kanker adalah tumor yang bersifat ganas.

Malnutrisi dan kehilangan berat badan merupakan masalah yang sering


ditemukan pasien kanker:

1. Pada awal diagnosis, sekitar 50% pasien kanker memiliki masalah


nutrisi (Halpern-Silveira D, et al. Support Care Cancer.
2010;18(5):617-625)
2. 85% pasien mengalami malnutrisi/kehilangan berat badan selama
treatment
3. 5% pasien yang mengalami Penurunan Berat Badan tak disengaja
mengalami penurunan kelangsungan hidup (Dewys WD, et al. Am J
Med 1980;69(4):491-7)
4. Rata rata diagnosis kedua pasien kanker adalah malnutrisi (National
Cancer Institute. Nutrition in Cancer Care.)
 Penurunan nafsu makan
 Pengecilan otot
 Perubahan metabolisme hati
 Penggunaan lemak dan Penipisan

Penyebab kanker sering dikaitkan dengan faktor lingkungan (polusi, bahan


kimia dan virus), perokok aktif dan pasif, konsumsi alkohol, makanan yang
mengandung bahan karsinogen:

1. Anoreksia : Kekurangan/kehilangan nafsu makan


2. Malnutrisi : ketidakseimbangan/ketidakcukupan nutrisi atau
gangguan memproses makanan
3. Kaheksia : kondisi kesehatan jasmani dan malnutrisi yang nyata / berat

20
4. Cancer Cachexia: kondisi tubuh yg lemah dan kurus pada pasien
kanker
5. Sarcopenia : lean body mass (terutama otot) yang rendah; disertai
rasa lelah, kekuatan otot yang menurun dan pergerakan fisik yang
terbatas.

Faktor penyebab gangguan gizi yang dapat timbul pada penyakit kanker:

1. Kurang nafsu makan yang disebabkan oleh faktor psikologik dan lost
response terhadap kanker berupa cepat kenyang atau perubahan pada
indra pengecap (lidah).
2. Gangguan asupan makanan dan gangguan gizi karena:
 Gangguan pada saluran cerna dapat berupakesulitan mengunyah,
menelan dan penyumbatan.
 Gangguan absorbsi zat gizi, terutama pada penderita Ca Colon.
 Kehilangan cairan dan elektrolit karena muntah-muntahdan diare.
3. Perubahan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak.
4. Peningkatan pengeluaran energi.

Tujuan Intervensi Gizi:

1. Untuk mencegah atau mengatasi defisiensi nutrisi.


2. Menjaga dan mempertahankan BB. Dengan mengkonsumsi makanan
sesuai kebutuhan di harapkan dapat meningkatkan BB atau
mempertahankan BB normal.
3. Mempertahankan lean body mass (massa otot).
4. Meminimalkan side effect terapi terutama yang berhubungan dengan
gizi.
5. Memaksimalkan kualitas hidup.

Syarat diet:

1. Energi tinggi, yaitu 36 Kkal/kg BB untuk laki-laki dan 32 Kkal/kgBB


untuk perempuan.
2. Protein tinggi, yaitu 1-1,5 g/kgBB.
3. Lemak sedang, yaitu 15-20% dari kebutuhan energi total.
21
4. Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan energi total.
5. Vitamin dan mineral cukup, terutama vitamin A, B kompleks, C dan E.
6. Porsi makan kecil dan sering diberikan.

Strategi makanan: konsumsi zat gizi sesuai kebutuhan, suplemen untuk


memenuhi kebutuhan gizi dan modifikasi bentuk makanan maupun pola
makan saat ada gangguan. Pada saat ada gangguan mual dan muntah, maka
makanan diberikan dalam bentuk porsi kecil tapi sering. Dengan
memberikan makanan ekstra roti dan telur pada malam hari pukul 20.00
WIB. Dapat juga dilakukan dengan memberikan ekstra puding dari susu
dan telur.

Tidak Nafsu Makan, Mual dan Muntah:

1. Mulai dengan memberikan makanan favorit


2. Porsi kecil dan diberikan sering
3. Pilih makanan yang mudah dikonsumsi misalnya makanan cair
4. Hindari makanan dengan aroma yang menyengat
5. Ciptakan suasana makanan yang menyenangkan

Diare:

1. Banyak minum, dapat dengan mengkonsumsi air putih


2. Hindari buah yang asam dan bergas
3. Konsumsi sumber serat laut air (misalnya pisang)
4. Konsumsi karbohidrat yang cukup
5. Pengolahan makanan dengan di rebus atau tim
6. Porsi kecil dan sering

Makanan yang dihindari:

1. Susu full crem


2. Makanan bergas, Makanan sumber karbohidrat yang mengandung gas
di antaranya ubi. Sayur yang mengandung gas seperti kool, sawi lobak
dan buah tertentu seperti durian.
3. Sumber kafein dan alkohol. Makanan sumber kafein seperti kopi dan
teh kental.
22
4. Makanan yang berlemak seperti gorengan. Gorengan kurang baik untuk
penderita kanker disamping tinggi lemak, pemakaian minyak yang
berulang banyak mengandung lemak jenuh.

Demam:

1. Berikan makanan yang kaya akan zat gizi misalnya sup yang isinya
bervariasi
2. Perbanyak minum walaupun tidak terasa haus
3. Penuhi kebutuhan zat gizi sesuai dengan derajat demamnya

Sariawan:

1. Berikan makanan dengan tekstur lembut


2. Berikan makanan dingin atau suhu kamar à mengurangi rasa sakit
diluka
3. Minum banyak cairan
4. Hindari makanan pedas, asam atau lengket karena akan mengganggu
luka
5. Hindari makanan yang banyak gula karena akan merangsang timbulnya
ragi dimulut
6. Hindari buah2an dan jus yang rasanya kuat karena akan mengiritasi
luka, misalnya rasa sitrus
7. Hindari alkohol

Anemia:

1. Konsumsi makanan yang kaya akan zat besi dan asam folat seperti
produk hewani (daging, ayam, ikan, telur), sayuran hijau, kacang –
kacangan dan cereal yang difortifikasi.
2. Konsumsi makanan yang kaya akan vitamin c untuk membantu
penyerapan zat besi.
3. Hindari mengkonsumsi teh, kopi, susu, coklat bersamaan dengan
makan untuk menghindari terhambatnya penyerapan zat besi.
4. Konsumsi suplemen zat besi jika diperlukan dan sesuai dengan
rekomendasi tenaga kesehatan.
23
Konstipasi:

1. Konsumsi makanan sumber serat seperti roti gandung, sayur – sayuran,


jagung dan buah – buahan dengan kulitnya.
2. Perbanyak minum air.
3. Kembung; Hindari makanan bergas.
4. Minum di antara waktu makan.
5. Porsi kecil dan sering.

Bila ada kesulitan mengunyah atau menelan:

1. Minum dengan menggunakan sedotan.


2. Makanan atau minuman diberikan dengansuhu kamar atau dingin.
3. Bentuk makanan disaring atau cair.
4. Hindari makanan terlalu asam atau asin.

Bila mulut kering:

1. Perbanyak minum air putih.


2. Hindari makanan atau minuman terlalu manis.
3. Berhenti merokok dan hindari alkohol, Jaga kebersihan mulut.
(Instalasi Humas & Pemasaran)
D. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Kanker Paru

Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Kanker Paru

a. Aktivitas Istirahat

Gejala: Kelemahan, atau ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan rutin


Dispnea karena aktivitas.

Tanda: Kelesuan (Biasanya Tahap Lanjut)

b. Sirkulasi

Gejala: JVD (Obstruksi Kana Kava)

Bunyi Jantung: Gesekan Pericardial (Bunyi Efusi), Takikardi, Disritmia Jari


Tubuh

24
c. Integritas Ego

Gejala: Perasaan Px takut hasil pembedahan menolak

Kondisi yang berat atau potensi keganasan

Tanda: Kegelisahan, Insomnia, Dan Tanda Di Ulang²

d. Eliminasi

Gejala: Diare hilang timbul (karsinoma sel kecil), Peningkatan Frekuensi,


Jumlah Urine (ketidak seimbangan, Hormonal, Tumor Epidermoid

e. Makanan Atau Cairan

Gejala: Penurunan berat badan, Nafsu makan buruk, dan masukan makan
buruk

Tanda: Kurus atau penampilan kurang berbobot (Tahap Lanjut), Edema


Wajah/Leher, dada punggung (Obstruksi Vena Kava), Edema
Wajah/Periorbital (Ketidak Seimbangan Hormonal karsinoma sel kecil),
Glukosa Dalam urine (Ketidak seimbangan Hormonal, tumor epidermoid)

f. Nyeri/Kenyamanan

Gejala: Nyeri Dada (Tidak ada pada tahap dini dan tidak selalu ada tahap
lanjut), dimana dapat atau tidak di pengaruhi oleh posisi.

Nyeri Bahu/tangan (Khususnya ada pada sel besar atau adenokarsioma)

Nyeri Abdomen Hilang Timbul

g. Pernafasan

Gejala: Batuk Ringan atau perubahan pola dari batuk biasanya dan atau
produksi sputum, Nafas Pendek, Pekerja yang terpajan polutan, debu
industri, Serak Paralysis Pita suara, Riwayat Perokok

Tanda: Dispnea, Meningkat dengan kerja, Peningkatan Fremitus Taktil


(Menunjukkan konsolidasi), krekels atau mengi pada inspirasi atau ekspirasi

25
(gangguan Aliran udara) Krekels atau mengi menetap pertimpangan trakea
(area yang mengalami lesi). Hemoptisis.

h. Keamanan

Tanda: demam mungkin ada (sel besar atau karsinoma), Kemerahan, kulit
pucat, (ketidak seimbangan hormonal, Karsinoma sel kecil)

i. Penyuluhan

Gejala: faktor resiko keluarga, khusunya (kanker paru ) tuborculosis


kegagalan untuk membaik

Diagnosa keperawatan

- Gangguan Pertukaran Gas (00030) Berhubugan dengan Himoptosis atau


Bronkiektasis, dan atelektasis

- Ketidak Efektifan Kebersihan Jalan Nafas (00031) Berhubungan dengan


peningkatan produksi mukus

- Ketidak Efektifan Pola Nafas (00032) Berhubungan dengan Obstruksi


bonkus atau sumbatan parsial pada intrapurmonel proksimal

- Nyeri Kronis (00132) Berhubungan dengan penyebaran neoplastik ke


mediastinum

- Ansietas (00146) Berhubungan dengan nyeri kronis

Intervensi

- Gangguan Pertukaran Gas (00030) Berhubungan dengan Himoptosis atau


Bronkiektasis, dan atelektasis

Tujuan: setelah di lakukan perawatan selama 2 × 24 jam gangguan


pertukaran gas pada klien dapat teratasi

Dengan kriteria Hasil:

Status Pernapasan Pertukaran Gas

 Saturasi oksigen dari skala 1 menjadi skala 4

26
 Keseimbangan ventilasi dan perfusi skala dari 1 menjadi skala 5
 Dispnea saat istirahat dari skala 1 menjadi skala 5

Intervensi:

Menejemen Jalan Nafas: 3140

 Posiskan klien untuk memaksimalkan ventilasi


 Identifikasi kebutuhan aktual/potensial untuk memasukkan alat dan
membuka jalan nafas
 Motivasi klien untuk bernafas dalam dan pelan
 Auskultasi suara nafas, catat area ventilasinya menurun atau tidak
adanya suara tambahan
 Monitor status pernafasan dan oksigenasi sebagaimana mestinya

Terapi Oksigen: 3320

 Bersihkan mulut dan hidung


 Pertahankan kepatenan jalan nafas
 Siapkan peralatan oksigen dan berikan melalui sistem humidifier
 Berikan oksigen tambahan seperti yang di perintahkan
 Monitor alat pemberian oksigen
 Monitor efektifitas terapi oksigen yang tepat
 Ketidak Efektifan Pola Nafas (00031) Berhubungan dengan
peningkatan produksi mucus

Tujuan: setelah dilakukan perawatan selama 2 × 24 jam tidak ada sumbatan


pada jalan nafas klien

Kriteria Hasil:

Status Pernafasan: Kepatenan Jalan

 Frekuensi pernafasan dari skala 1 menjadi skala 5


 Irama pernafasan dari skala 1 menjadi skala 5
 Kemampuan untuk mengeluarkan skret dari skala 1 menjadi skala 4
 Akumulasi sputum dari skala 1 menjadi skala 4
27
 Suara nafas tambahan dari skala 1 menjadi skala 5

Intervensi:

Menejemen Jalan Nafas: 3140

 Instruksikan klien bagaimana agar bisa melakukan batuk efektif


 Kolaborasi pemberian bronkodilator sebagaimana mestinya
 Berikan berian bantuan nafas (Nebulizer) jika di perlukan
 Posisikan Klien untuk meringankan sesak nafas

Terapi Oksigen: 3320

 Bersihkan mulut hidung dan skresi trakea dengan tepat


 Pertahankan kepatenan jalan nafas
 Siapkan peralatan oksigen dan berikan melalui sistem humidifier
 Berikan oksigen tambahan seperti yang di perintahkan
 Monitor alat pemberian oksigen
 Monitor efektifitas terapi oksigen yang tepat

Ketidak efektifan pola nafas (00032) Berhubungan dengan obstruksi


broncus atau sumbatan parsial pada intrapurmonel proksimal

Tujuan: Setelah dilakukan perawatan selama 2 × 24 status pada nafas klien


efektif

Kriteria Hasil:

Status pernafasan

 Frekuensi pernafasan dari skala 1 menjadi skala 5


 Kapasitas vital dan Volume tidal dari skala 1 menjadi skala 4
 Suara Auskultasi nafas dari suara 1 menjadi suara 4
 Irama pernafasan dari skala 1 menjadi skala 5

Intervensi:

Menejemen jalan nafas: 3140

28
 Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
 Motivasi klien untuk bernafas dalam dan pelan
 Monitor status pernafasan dan oksigenasi sebagaimana mestinya

Terapi Oksigen: 3320

 Bersihkan mulut hidung dan skresi trakea dengan tepat


 Pertahankan kepatenan jalan nafas
 Siapkan peralatan oksigen dan berikan melalui sistem humidifier
 Berikan oksigen tambahan seperti yang di perintahkan
 Monitor alat pemberian oksigen
 Monitor efektifitas oksigen dengan tepat

Nyeri Kronis (00132)

Tujuan: setelah dilakukan perawaran 2 × 24 jam klien sedikit atau tidak


menunjukkan rasa nyeri

Kriteria Hasil:

Kontrol Nyeri

 Mengenali nyeri kapan terjadi dari skala 1 sampai ke skala 3


 Menggambarkan faktor penyebab nyeri dari skala 1 menjadi skala 3
 Menggunakan tindakan pengurangan nyeri (tanpa analgesik) dari skala
1 menjadi skala 3
 Melaporkan nyeri terkontrol dari skala 1 menjadi skala 4

Tingkat Nyeri

 Nyeri yang di laporkan dari skala 1 menjadi skala 4


 Ekspresi wajah nyeri dari skala 1 menjadi skala 3

Intervensi:

Pemberian Analgesik: 2210

 Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan keparahan nyeri sebelum


mengobati klien
29
 Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis, dan frekuensi obat
analgesik yang di resepkan
 Cek adanya riwayat alergi obat
 Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgesik
 Berikan analgesik sesuai dengan waktu paruhnya

Menejemen Nyeri: 1400

 Lakukan pengkajian nyeri komprehensif dengan tehnik PQRST


 Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
nyeri
 Berikan informasi mengenai nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama
nyeri yang akan di rasakan dan antisipasi dari ketidaknyamanan
prosedur
 Ajarkan prinsip-prinsip menejemen nyeri
 Dorong klien untuk memonitor nyeri dan menangani nyerinya dengan
tepat
 Kolaborasi dengan klien, orang terdekat dan tim kesehatan lainnya
untuk memilih dan mengimplementasikan tindakan penurunan nyeri
sesuai kebutuhan.

Ansietas (00416) Berhubungan dengan nyeri kronis

Tujuan: Setelah dilakukan perawatan 3 × 24 jam klien sedikit atau tidak


menunjukkan tanda ansietas.

Kriteria Hasil:

Tingkat Kecemasan

 Perasaan gelisah dari skala 1 menjadi skala 5


 Rasa cemas yang di sampaikan dari skala 1 menjadi skala 5
 Peningkatan frekuensi nadi dari skala 1 menjadi skala 5
 Gangguan tidur dari skala 1 menjadi skala 5

Intervensi:

30
Pengurangan Kecemasan: 5820

 Gunakan pendekatan yang tenang dan dan meyakinkan


 Jelaskan penyebab nyeri
 Berikan informasi faktual terkait diagnosis, perawatan dan prognosis
 Intruksikan klien untuk menggunakan tehnik relaksasi
 Kolaborasi untuk menggunakan obat²an untuk mengurangi rasa cemas
secara tepat

Monitor TTV (Tanda-Tanda Vital)

 . Monitor TD, ND, SH, Dan Pernafasan dengan tepat


 . Monitor irama tekanan jantung
 . Monitor nada jantung
 . Monitor irama dan laju pernafasan

Identifikasi kemungkinan penyebab perubahan ttv (tanda-tanda vital)

E. Penatalaksanaan Pasien Kanker Paru


Penatalaksanaan kanker paru disesuaikan dengan jenisnya dan
terdiri dari pembedahan, kemoterapi, radioterapi dan terapi target.
Penentuan terapi saat ini lebih difokuskan pada gambaran molekular
dari masing-masing kanker.
a. Kanker Paru bukan Sel Kecil
Pilihan pengobatan sangat tergantung pada stadium penyakit,
tampilan umum penderita, komorbiditas, tujuan pengobatan dan
cost-effectiveness. Modalitas penanganan yang tersedia adalah
bedah, radiasi, kemoterapi, dan terapi target.
1) Bedah
2) Modalitas ini adalah terapi utama untuk sebagian besar kanker
paru bukan sel kecil, terutama stadium I-II dan stadium IIIA
yang masih dapat direseksi setelah kemoterapi neoajuvan. Jenis
pembedahan yang dapat dilakukan adalah lobektomi,
segmentektomi dan reseksi sublobaris. Pilihan utama adalah
lobektomi yang menghasilkan angka kehidupan yang paling
31
tinggi. Namun, pada pasien dengan komorbiditas
kardiovaskular atau kapasitas paru yang lebih rendah,
pembedahan segmentektomi dan reseksi sublobaris paru
dilakukan. Kini, reseksi sublobaris sering dilakukan bersamaan
dengan Video Assisted Thoracoscopy.
3) Radioterapi
4) Radioterapi dalam tata laksana kanker paru bukan sel kecil
dapat berperan di seluruh stadium sebagai terapi kuratif
definitif, kuratif neoajuvan, kuratif ajuvan maupun paliatif.
Radioterapi kuratif definitif sebagai modalitas terapi dapat
diberikan pada kanker paru bukan sel kecil stadium awal
(Stadium I) yang secara medis tidak dapat dioperasi atau yang
menolak dilakukan operasi setelah evaluasi bedah thoraks.
Pada stadium lokal lanjut (Stadium II dan III), radioterapi
diberikan konkuren dengan kemoterapi. Pada pasien yang tidak
bisa mentoleransi kemoradiasi konkuren, dapat juga diberikan
kemoterapi sekuensial disertai radiasi atau radiasi saja.
Pada pasien Stadium IIIA resektabel, kemoterapi preoperasi dan
radiasi pasca operasi merupakan pilihan terapi. Pada pasien
Stadium IV, radioterapi diberikan secara paliatif untuk
mengurangi gejala seperti nyeri, perdarahan, obstruksi.
5) Kemoterapi
6) Kemoterapi dapat diberikan sebagai modalitas neoajuvant pada
stadium dini, atau sebagai ajuvan pasca pembedahan. Terapi
ajuvan dapat diberikan pada kanker paru bukan sel kecil stadium
IIA, IIB dan IIIA. Pada kanker paru bukan sel kecil stadium
lanjut, kemoterapi dapat diberikan dengan tujuan pengobatan
jika status performa pasien baik (Karnofsky >60; WHO 0-2).
Namun, fungsi kemoterapi terbesar adalah sebagai terapi paliatif
pada pasien dengan stadium lanjut. Perlu diperhatikan efek
samping yang ditimbulkan dari masing-masing obat
kemoterapi.

32
7) Terapi Target dan Imunoterapi
Studi terbaru pada tata laksana kanker paru sekarang difokuskan
untuk terapi target untuk kanker paru bukan sel kecil.
Pemeriksaan molekuler diperlukan untuk menentukan
sensitivitas dari terapi yang digunakan.
Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR) merupakan reseptor
tirosin kinase yang sering mengalami gangguan pada tumor
epitelial. Peningkatan aktivitas dari EGFR meningkatkan
proliferasi sel dan pertumbuhan tumor. Mutasi EGFR lebih
banyak ditemukan pada adenokarsinoma (30% dibandingkan
dengan jenis kanker paru lainnya 2%) dan lebih banyak
ditemukan pada pasien yang tidak pernah merokok
(45%).dibandingkan dengan yang merokok (7%). Mutasi
somatik pada gen ini memberikan respon klinis terhadap
pengobatan dengan inhibitor EGFR (erlotinib, afatinib, gefitinib
dan osimertinib) dalam peningkatan kesintasan dibandingkan
dengan kemoterapi.
Kirsten Rat Sarcoma (KRAS) merupakan downstream GTPase
dari EGFR, Mutasi KRAS banyak ditemukan pada jenis tumor
yang wild type terhadap EGFR dan Anaplastic Lymphoma
Kinase (ALK). Mutasi pada gen ini menyebabkan aktivasi
pensinyalan Ras secara terus menerus. Mutasi ini juga lebih
banyak ditemukan pada adenokarsinoma dibandingkan kanker
paru bukan sel kecil yang lain tetapi lebih banyak ditemukan
pada perokok. Oleh karena merupakan downstream dari EGFR,
inhibitor EGFR tidak efektif pada tumor yang mengekspresikan
KRAS sehingga merupakan prediktor negatif untuk efektivitas
terapi dengan inhibitor EGFR maupun kemoterapi ajuvan.
Gen anaplastic lymphoma kinase (ALK) mengkode reseptor
tirosin kinase. Mutasi pada gen ini juga banyak ditemukan pada
adenokarsinoma dengan gambaran histologi acinar atau signet
ring cell. Pasien kanker paru yang mengekspresikan ALK

33
umumnya berusia lebih muda dan memiliki paparan minimal
terhadap asap rokok. Alectinib, crizotinib dan ceritinib
merupakan inhibitor selektif dari ALK dan met-tirosin kinase
yang terbukti dapat mengecilkan dan menstabilkan ukuran
tumor pada pasien yang mengekspresikan gen ini.
Gen BRAF merupakan protoonkogen yang meregulasi
transduksi sinyal serine/threonine protein kinase yang
berpengaruh pada proliferasi sel dan survival. Mutasi BRAF
ditemukan pada 1-4% kanker paru bukan sel kecil terutama
adenokarsinoma. Mutasi ini berkaitan dengan riwayat paparan
asap rokok. Mutasi BRAF V600E banyak ditemukan pada
wanita yang tidak merokok, sedangkan mutasi BRAF non
V600E lebih banyak ditemukan pada perokok. Mutasi BRAF
V600E dapat digunakan sebagai target untuk dabrafenib dan
trametinib.
ROS-1 merupakan protoonkogen pada kromosom 6q22 yang
mengkode reseptor tirosin kinase dimana memiliki homologi
yang tinggi dengan ALK pada domainnya. Ekspresi ROS-1
banyak ditemukan pada pasien yang lebih muda, tidak pernah
merokok dan orang Asia. Ditemukan pula pasien dengan
ekspresi ROS-1 sensitif pada inhibitor kinase termasuk di
dalamnya crizotinib.
Imunoterapi merupakan terapi baru di bidang onkologi yang
menggunakan sistem imun untuk melawan kanker. Imunoterapi
bekerja dengan memodulasi sistem imun agar dapat menyerang
sel kanker, menghambat pertumbuhan sel kanker, mencegah
metastasis atau membantu meningkatkan efektivitas sistem
imun. Salah satu strategi imunoterapi adalah menarget
mekanisme perlindungan kanker untuk melawan sistem imun.
Pendekatan ini menarget jalur immune checkpoint yang
berfungsi untuk mengatur respon imun terhadap patogen,
dimana dilakukan inhibisi pada CTLA4 dan PD-L1. CTLA4

34
memiliki peran penting dalam menurunkan aktivasi, proliferasi
dan efektor dari sel T. Iplimumab yang dikombinasi dengan
kemoterapi dianjurkan untuk terapi kanker paru bukan sel kecil
stadium lanjut. PD-L1 berperan dalam mencegah aktivasi sel T
sehingga terjadi toleransi dan mencegah autoimunitas.
Nivolumab merupakan salah satu inhibitor PD-L1 yang telah
direkomendasikan untuk pengobatan kanker paru bukan sel
kecil.
b. Kanker Paru Sel Kecil
Berbeda dengan kanker paru bukan sel kecil, pasien dengan kanker
paru sel kecil tidak memberikan respon yang baik terhadap terapi
target. Pilihan terapi pada kanker paru sel kecil ditentukan
berdasarkan stadium penyakit.
1) Stadium Terbatas
Pilihan modalitas terapi pada stadium ini adalah kombinasi dari
kemoterapi berbasis-platinum dan terapi radiasi toraks.
Kemoterapi dilakukan paling banyak 4-6 siklus, dengan
peningkatan toksisitas yang signifikan jika diberikan lebih dari
6 siklus. Regimen terapi kombinasi yang memberikan hasil
paling baik adalah kemoradiasi konkuren, dengan terapi radiasi
dimulai dalam 30 hari setelah awal kemoterapi. Pada pasien usia
lanjut dengan status performa WHO>2, dapat diberikan
kemoterapi sisplatin, sedangkan pasien dengan status performa
WHO0-1 dapat diberikan kemoterapi dengan karboplatin.
Setelah kemoterapi, pasien dapat menjalani radiasi kranial
profilaksis. Reseksi bedah dapat dilakukan dengan kemoterapi
ajuvan atau kombinasi kemoterapi dan radiasi terapi ajuvan
pada TNM stadium dini, dengan/tanpa pembesaran kelenjar
getah bening.
2) Stadium Lanjut

35
Pilihan utama modalitas terapi stadium ini adalah kemoterapi
kombinasi. Pilihan lain adalah radiasi paliatif pada lesi primer
dan lesi metastasis.
3) Sindrom Vena Kava Superior
Sindrom vena kava superior merupakan komplikasi yang sering
terjadi pada kanker paru dengan angka kejadian 60-80%. Pada
pasien ini perlu dilakukan elevasi kepala, pemberian oksigen
dan pemantauan asupan cairan. Pemberian diuretik dan
kortikosteroid dapat membantu mengurangi gejala. Terapi
definitif dari keadaan ini adalah radioterapi, kemoterapi atau
pemasangan stent pada vena kava.
4) Dukungan Nutrisi
Malnutrisi pada pasien kanker paru terjadi sebesar 46%.
Penyebab malnutrisi karena gangguan metabolisme terkait
dengan adanya sel tumor, dengan gejala penurunan berat badan
(BB), kesulitan makan atau minum akibat efek terapi
antikanker.
Skrining gizi dilakukan untuk mendeteksi gangguan nutrisi,
gangguan asupan nutrisi, serta penurunan berat badan dan
indeks massa tubuh sedini mungkin. Skrining gizi dimulai sejak
pasien didiagnosis kanker dan diulang sesuai dengan kondisi
klinis pasien. Pada pasien dengan hasil skrining abnormal, perlu
dilakukan penilaian objektif dan kuantitatif asupan nutrisi,
kapasitas fungsional, dan derajat inflamasi sistemik. Disarankan
untuk melakukan skrining rutin pada semua pasien kanker
lanjut, baik yang menerima maupun tidak menerima terapi
antikanker, untuk menilai asupan nutrisi yang tidak adekuat,
penurunan berat badan dan IMT yang rendah, dan apabila
berisiko, maka dilanjutkan dengan penilaian status gizi disertai
tata laksana.
5) Disabilitas pada Pasien Kanker Paru

36
Pada kanker paru, penyakit dan penanganannya dapat
menimbulkan gangguan fungsi pada manusia sebagai makhluk
hidup seperti gangguan fisiologis, psikologis ataupun perilaku
yang berpotensi mengakibatkan terjadinya keterbatasan dalam
melakukan aktivitas (disabilitas) dan partisipasi sosial dalam
kehidupan sehari-hari. Perlunya konsultasi kepada dokter
spesialis rehabilitasi medik untuk mengatasi beberapa
keterbatasan aktivitas dan hambatan partisipasi.
6) Follow-Up
Setelah terapi awal menunjukkan penilaian respon komplit atau
respon parsial, pasien menjalani pemeriksaan setiap 3-4 bulan
selama 2 tahun pertama. Kemudian, pasien dapat menjalani
pemeriksaan setiap 6 bulan selama 3 tahun berikutnya.
Pemeriksaan yang dilakukan termasuk anamnesis, pemeriksaan
fisik, CT Scan dan pemeriksaan laboratorium. Jika ditemukan
lesi baru, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Pada pasien yang
mengalami rekurensi, dapat dilakukan radioterapi atau
kemoterapi lini kedua.
7) Rujukan
Pasien dengan gambaran foto polos dada dan CT Scan yang mengarah pada
kanker paru sebaiknya segera dikirim pada tim multidisiplin kanker dan
umumnya melalui dokter spesialis paru dahulu. Pasien dengan gambaran
radiologi normal tetapi secara klinis mengarah pada kanker paru juga
disarankan untuk dikirim pada tim multidisiplin kanker. Bila pasien sedang
menunggu hasil radiologi dan terdapat hemoptisis dengan riwayat merokok
berusia >40 tahun, sindrom vena kava superior atau stridor maka perlu
segera dirujuk pada tim multidisiplin kanker untuk evaluasi lebih lanjut.

37
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Seseorang yang terkena kanker paru mengalami gangguan pada system


respirasinya terutama di bagian paru. Salah satu penyebabnya adalah asap
rokok. Dimana asap rokok mengandung zat yang menyebabkan tumor antara
lain asbestos. Untuk menangani orang yang sudah terkena Kanker Paru harus
melalui tahap terapi salah satunya yaitu dengan kemoterapi atau pun
imunoterapi.

B. Saran

Sebagai seorang mahasiswa kita harus menerapkan pola hidup sehat agar
terhindar dari segala jenis penyakit. Salah satunya adalah kanker paru karena
sangat beresiko dan dapat mengancap nyawa caranya adalah dengan
mengurangi rokok.

38
DAFTAR PUSTAKA

Dosan, R. (2017, September 15). Patofisiologi Kanker Paru. Retrieved from Alomedika:
https://www.alomedika.com/penyakit/onkologi/kanker-paru/patofisiologi

Dosan, R. (2019, Oktober 20). Penatalaksanaan Kanker Paru. Retrieved from


Alomedika: https://www.alomedika.com/penyakit/onkologi/kanker-
paru/penatalaksanaan

Husein, A. (21, September 12). Klasifikasi Kanker Paru. Retrieved from Eprint. Undip. ac.
id:
http://eprints.undip.ac.id/50234/3/Auliya_Husen_22010112110050_Lap.KTI_Ba
b2.pdf

Lestari, D. K. (2020, Juni 1). Memahami Jenis Obat Kanker Paru-Paru dan Efek
Sampingnya. Retrieved from SehatQ:
https://www.sehatq.com/artikel/memahami-jenis-obat-kanker-paru-paru-dan-
efek-sampingnya

Pranita, E. (2021, Desember 10). Trend dan Issue Kanker Paru. Retrieved from
Kompas.com:
https://www.kompas.com/sains/read/2021/12/10/183100723/situasi-kanker-
paru-di-indonesia-saat-ini-prevalensi-kematian-meningkat

Sativa, R. L. (2016, Maret 31). Trend Kanker Paru. Retrieved from Detikhealth.

39

Anda mungkin juga menyukai