SGD Kelompok 5
Choridatulmahtufah (0121012)
1
KATA PENGATAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT Karena atas limpahan karunia-Nya lah
kami dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul “PENYAKIT KANKER”.
Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah
Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.
Tujuan makalah ini adalah untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah
Keperawatan Dewasa Sistem Kardiovaskuler, Respiratori dan Hematologi.
makalah ini akan membahas mengenai Kanker Paru-paru. Untuk itu kami
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Sutomo, S. Kep. NS., M. Kep selaku
Dosen Mata Kuliah Keperawatan Dewasa Sistem Kardiovaskuler, Respiratori dan
Hematologi yang telah memberi bimbingan pada makalah ini dan kepada semua
pihak yang telah membantu.
Tak ada gading yang tak retak karenanya kami sebagai penulis menyadari
bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan dalam makalah ini baik
secara Bahasa maupun kata. Saya menerima kritik saran oleh para pembaca serta
Bapak Dosen Mata Kuliah Keperawatan Dewasa Sistem Kardiovaskuler,
Respiratori dan Hematologi terhadap makalah ini yang diharapkan dapat berguna
bagi seluruh pembaca serta penulis
penyusun
2
DAFTAR ISI
COVER ................................................................................................................ 1
KATA PENGANTAR ........................................................................................ 2
DAFTAR ISI ....................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ................................................................................................ 4
B. Rumusan masalah .......................................................................................... 4
C. Tujuan ............................................................................................................ 4
D. Manfaat .......................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN
A. Trend dan Issue Terkait Pasien Kankern Paru ............................................... 6
B. Anatomi, Fisiologi, Fisika, dan Biokimia Terkait Kanker Paru ................... 7
C. Patofisiologi, Farmakologi, dan Terapi Diet pada Pasien Kanker Paru ......... 15
D. Asuhan Keprawatan Pada Pasien Kanker Paru ............................................... 24
E. Hasil-Hasil Penelitian Tentang Penatalaksanaan Pasien Kanker Paru ........... 31
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................... 38
B. Saran.......................................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Bagaimana trend dan issue kanker paru?
2. Untuk mengetahui Bagaimana anatomi, fisiologi, fisika, dan biokimia
kanker paru?
3. Untuk mengetahui Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien kanker
paru?
4. Untuk mengetahui Bagaimana hasil penatalaksanaan pasien kanker
paru
4
D. Manfaat
1. Bagi pembaca dapat menjadi wawasan baru mengenai penyakit kanker
paru
2. Bagi masyarakat dapat menjadi nasehat agar tidak mengalami penyakit
kanker paru
3. Bagi mahasiswa agar menjadi acuan untuk meneliti lebih lanjut terkait
kanker paru
5
BAB II
PEMBAHASAN
Paru-paru manusia terletak pada rongga dada, bentuk dari paru- paru
adalah berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas tulang iga pertama
dan dasarnya berada pada diafragma. Paru terbagi menjadi dua yaitu bagian
yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus
sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Setiap paru- paru terbagi
lagi menjadi beberapa sub-bagian, terdapat sekitar sepuluh unit terkecil
yang disebut bronchopulmonary segments. Paru-paru bagian kanan dan
bagian kiri dipisahkan oleh sebuah ruang yang disebut mediastinum
(Evelyn, 2009).
Gambar 2.1 Anatomi Paru-Paru
8
keadaan normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding
dada sehingga paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding dada karena
memiliki struktur yang elastis. Tekanan yang masuk pada ruangan antara
paru-paru dan dinding dada berada di bawah tekanan atmosfer (Guyton,
2007).
Fungsi utama dari paru-paru adalah untuk pertukaran gas antara darah
dan atmosfer. Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakanoksigen
bagi jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida. Kebutuhan oksigen dan
karbon dioksida terus berubah sesuai dengan tingkat aktivitas dan
metabolisme seseorang, akan tetapi pernafasan harus tetap dapat berjalan
agar pasokan kandungan oksigen dan karbon dioksida bisa normal (Jayanti,
2013).
Udara yang dihirup dan masuk ke paru-paru melalui sistem berupa pipa
yang menyempit (bronchi dan bronkiolus) yang bercabang di kedua belah
paru-paru utama (trachea). Pipa tersebut berakhir di gelembung-
gelembung paru-paru (alveoli) yang merupakan kantong udara terakhir
dimana oksigen dan karbondioksida dipindahkan dari tempat dimana.
darah mengalir. Ada lebih dari 300 juta alveoli di dalam paru-paru manusia
dan bersifat elastis. Ruang udara tersebut dipelihara dalam keadaan terbuka
oleh bahan kimia surfaktan yang dapat menetralkan kecenderungan alveoli
untuk mengempis (Yunus, 2007).
Menurut Guyton (2007) untuk melaksanakan fungsi tersebut,
pernafasan dapat dibagi menjadi empat mekanisme dasar, yaitu :
a. Ventilasi paru yang berfungsi untuk proses masuk dan keluarnya udara
antara alveoli dan atmosfer.
b. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah.
c. Transport dari pasokan oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan
cairan tubuh ke dan dari sel.
d. Pengaturan ventilais pada sistem pernapasan.
Pada waktu menarik nafas atau inspirasi maka otot-otot pernapasan
berkontraksi, tetapi pengeluaran udara pernafasan dalam proses yang pasif.
Ketika diafragma menutup, penarikan nafas melalui isi rongga dada
9
kembali memperbesar paru-paru dan dinding badan bergerak hingga
diafragma dan tulang dada menutup dan berada pada posisi semula
(Evelyn, 2009).
Inspirasi merupakan proses aktif kontraksi otot-otot. Selama bernafas
tenang, tekanan intrapleura kira-kira 2,5 mmHg relatif lebihtinggi terhadap
atmosfer. Pada permulaan, inspirasi menurun sampai - 6mmHg dan paru-
paru ditarik ke posisi yang lebih mengembang dan tertanam dalam jalan
udara sehingga menjadi sedikit negatif dan udara mengalir ke dalam paru-
paru. Pada akhir inspirasi, recoil menarik dada kembali ke posisi ekspirasi
dimana tekanan recoil paru-paru dan dinding dada seimbang. Tekanan
dalam jalan pernafasan seimbang menjadi sedikit positif sehingga udara
mengalir ke luar dari paru-paru (Algasaff, 2015)
Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat
elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis
eksternus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas
ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang.
Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun
tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antarasaluran udara dan atmosfir
menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai
udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi
(Miller et al, 2011).
Proses setelah ventilasi adalah difusi yaitu, perpindahan oksigen dari
alveoli ke dalam pembuluh darah dan berlaku sebaliknya untuk
karbondioksida. Difusi dapat terjadi dari daerah yang bertekanan tinggi ke
tekanan rendah. Ada beberapa faktor yang berpengaruh pada difusi gas
dalam paru yaitu, faktor membran, faktor darah dan faktor sirkulasi.
Selanjutnya adalah proses transportasi, yaitu perpindahan gas dari paru ke
jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan aliran darah (Guyton,
2007).
10
Gambar 2.3 fisiologi Pernafasan Manusia
11
c. Volume Cadangan Ekspirasi adalah jumlah udara yang masih dapat
dikeluarkan dengan ekspirasi maksimum pada akhir ekspirasi normal,
pada keadaan normal besarnya adalah ± 1100 ml.
d. Volume Residu, yaitu volume udara yang masih tetap berada dalam paru-
paru setelah ekspirasi kuat. Nilainya sebesar ± 1200 ml.
Menurut Yunus (2007) kapasitas paru merupakan gabungan dari beberapa
volume paru-paru dan dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
a. Kapasitas Inspirasi, sama dengan volume tidal + volume cadangan
inspirasi. Besarnya ± 3500 ml, dan merupakan jumlah udara yang dapat
dihirup seseorang mulai pada tingkat ekspirasi normal dan
mengembangkan paru sampai jumlah maksimum.
b. Kapasitas Residu Fungsional, sama dengan volume cadangan inspirasi
+ volume residu. Besarnya ± 2300 ml, dan merupakan besarnya udara
yang tersisa dalam paru pada akhir ekspirasi normal.
c. Kapasitas Vital, sama dengan volume cadangan inspirasi + volume
tidal + volume cadangan ekspirasi. Besarnya ± 4600 ml, dan
merupakan jumlah udara maksimal yang dapat dikeluarkan dari paru,
setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimal dan kemudian
mengeluarkannya sebanyak-banyaknya.
d. Kapasitas Vital paksa (KVP) atau Forced Vital Capacity (FVC) adalah
volume total dari udara yg dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi
maksimum yang diikuti oleh ekspirasi paksa minimum. Hasil ini
didapat setelah seseorang menginspirasi dengan usaha maksimal dan
mengekspirasi secara kuat dan cepat.
e. Volume ekspirasi paksa satu detik (VEP1) atau Forced Expiratory
Volume in One Second (FEV1) adalah volume udara yang dapat
dikeluarkan dengan ekspirasi maksimum per satuan detik. Hasil ini
didapat setelah seseorang terlebih dahulu melakukakan pernafasan
dalam dan inspirasi maksimal yang kemudian diekspirasikan secara
paksa sekuat-kuatnya dan semaksimal mungkin, dengan cara ini
kapasitas vital seseorang tersebut dapat dihembuskan dalam satu detik.
f. Kapasitas Paru Total, sama dengan kapasitas vital + volume residu.
12
Besarnya ±5800ml, adalah volume maksimal dimana paru dikembangkan
sebesar mungkin dengan inspirasi paksa. Volume dan kapasitas seluruh paru
pada wanita ± 20 – 25% lebih kecil daripada pria, dan lebih besar pada atlet
dan orang yang bertubuh besar daripada orang yang bertubuh kecil dan
astenis.
4. Biokimia Respirasi
Oksigen terutama diangkut dalam bentuk terikat dengan hemoglobin ke
kapiler jaringan. Di sel jaringan tersebut, oksigen bereaksi dengan
berbagai bahan makanan sehingga menghasilkan karbon dioksida dalam
jumlah besar. Karbondioksida tersebut akan masuk ke kapiler jaringan
dan diangkut kembali ke paru.
a. Pengiriman oksigen ke dalam jaringan
Pengiriman oksigen ke dalam jaringan membutuhkan
kerjasama antara sistem respirasi dengan sistem kardiovaskular.
Banyaknya oksigen yang dapat didistribusikan ke dalam jaringan
tertentu ditentukan oleh banyaknya O2 yang memasuki paru-paru,
pertukaran gas paru yang adekuat, aliran darah ke dalam jaringan,
dan kemampuan darah untuk membawa O2. Aliran darah ditentukan
oleh derajat konstriksi vascular bed dan cardiac output sedangkan
banyaknya O2 dalam darah ditentukan oleh jumlah O2 terlarut,
hemoglobin dan afinitas hemoglobin untuk O2.
b. Reaksi Hemoglobin dan Oksigen
Hemoglobin merupakan pembawa O2 yang baik.
Hemoglobin merupakan protein yang tersusun dari empat subunit
yang masing-masing berisi heme yang separuhnya menempel pada
rantai polipeptida. Pada orang dewasa yang normal, kebanyakan
hemoglobin berisi dua rantai alfa dan dua rantai beta. Heme
merupakan komplek cincin porfirin yang meliputi satu atom ferrous
besi. Masing-masing atom besi tersebut secara reversibel dapat
mengikat satu molekul oksigen. Besi tersebut selalu dalam bentuk
ferrous sehingga reaksi tersebut dinamakan oksigenasi, bukan
oksidasi. Reaksi hemoglobin dengan oksigen adalah Hb+O2
↔HbO2.
13
Karena berisi empat deoksi hemoglobin, molekul
hemoglobin juga direpresentasikan sebagai Hb4, dan sebenarnya
bereaksi dengan empat molekul O2 untuk membentuk
Hb4O8.Reaksi tersebut berlangsung dengan sangat cepat, hanya
kurang dari 0,01 detik. Begitu juga dengan deoksigenasi Hb4O8
juga berlangsung dengan sangat cepat.
Struktur kuarter hemoglobin tersebut menentukan
afinitasnya untuk O2. Pada deoksihemoglobin, unit globin terikat
secara kuat pada tense (T) configuration, yang mengurangi afinitas
molekul terhadap O2. Saat O2 pertama terikat, ikatan yang menahan
unit globin dilepaskan, menghasilkan relaxed (R) configuration,
yang mengekspos lebih banyak tempat ikatan O2. Hasilnya,
afinitasnya dapat meningkat sampai 500 kali. Pada jaringan, reaksi
ini berbalik, yaitu terjadi pelepasan oksigen. Transisi dari satu
keadaan ke keadaan lainnya diperkirakan terjadi sampai 108 kali
sepanjang masa hidup sel darah merah.
Saat darah berada dalam kesetimbangan 100% O2
(PO2=760 mmHg), hemoglobin normal menjadi tersaturasi 100%.
Dalam keadaan tersaturasi penuh, tiap hemoglobin berisi 1.39 ml
O2. Meskipun begitu, darah normalnya berisi sedikit turunan
hemoglobin yang tidak aktif, dan nilai pengukuran in vivo lebih
rendah. Biasanya nilainya 1,34 mL O2. Konsentrasi hemoglobin
dalam darah normal adalah sekitar 15 g/dL (14 g/dL pada wanita dan
16 g/dL pada pria). Oleh karena itu, 1 dL darah berisi 20.1 mL (1.34
mL X 15) O2 terikat pada hemoglobin saat hemoglobin tersaturasi
100%. Jumlah O2 terlarut tergambar dalam fungsi linear PO2.
hemoglobin dalam darah pada ujung kapiler pulmonary tersaturasi
97,5% dengan O2 (PO2 =97 mmHg). Karena ada sedikit
pencampuran dengan darah vena bronkialis yang mem-by pass
kapiler pulmonary (aliran fisiologis), hemoglobin dalam darah arteri
sistemik hanya tersaturasi 97%. Pencampuran darah tersebut disebut
venous admixture of blood. 1,2
14
Darah arteri berisi total 19.8 mL O2 tiap dL: 0.29 mL
terlarut, dan 19.5 mL terikat pada hemoglobin. Pada ujung vena,
hemoglobin tersaturasi 75% dan total konten O2 sekitar 15.2 mL/dL:
0.12 mL dalam larutan dan 15.1 mL terikat pada hemoglobin. Oleh
karena itu, pada saat istirahat dapat diperkirakan bahwa jaringan
mengambil sekitar 4.6 mL O2 tiap dL darah yang melewatinya; 0.17
mL merepresentasikan O2 yang terlarut dalam darah dan sisanya
yang terikat hemoglobin. Dengan cara ini, 250 mL O2 per menit
ditransportasikan dari darah ke jaringan dalam keadaan istirahat.2
Oksigen yang terikat pada Hb tidak mempengaruhi PO2. Oleh
karena itu, PO2 tidak diukur berdasarkan jumlah total oksigen dalam
darah, melainkan hanya bagian yang terlarut saja.
C. Patofisiologi, Farmakologi dan Terapi Diet pada Kanker Paru
1. Patofisiologi
Kanker paru primer terbagi menjadi dua jenis, yaitu kanker paru bukan
sel kecil dan kanker paru sel kecil. Kanker paru bukan sel kecil terdiri dari
adenokarsinoma, karsinoma sel skuamosa dan karsinoma sel besar.
Masing-masing dari kanker ini memiliki patofisiologi yang berbeda.
Asap rokok mengandung lebih dari 300 jenis zat yang berbahaya dan
40 diantaranya merupakan karsinogen poten. Hidrokarbon poliaromatik
dan nitrosamine ketone yang berasal dari nikotin diketahui dapat
menyebabkan kerusakan DNA dan membentuk DNA adducts pada
hewan coba. Benzo-A-pyrine juga menginduksi pensinyalan molekular
seperti Akt dan mutasi dari p53 dan tumor suppressor gene lainnya.
15
Faktor risiko lingkungan yang paling sering menyebabkan kanker
paru adalah asbestos. Berdasarkan studi, paparan radon berkaitan
dengan 10% kanker paru dan polusi udara luar berkaitan dengan 1-2%
kasus. Penyakit paru seperti penyakit paru obstruktif kronik (PPOK),
fibrosis paru dan tuberkulosis berkaitan dengan peningkatan angka
kejadian kanker paru.
1) Adenokarsinoma
Adenokarsinoma berasal dari kelenjar mukosa bronkus dan
merupakan kanker paru bukan sel kecil yang paling sering
ditemukan di Amerika (35-40% dari keseluruhan kanker paru).
Subtipe ini ditemukan paling banyak pada penderita yang tidak
merokok. Kanker ini biasanya muncul dari perifer paru, tetapi
dapat pula muncul pada lokasi jaringan parut, luka dan
inflamasi.
2) Karsinoma bronkoalveolar
Merupakan subtipe yang berbeda dari adenokarsinoma dengan
manifestasi klasik sebagai penyakit paru interstisial pada foto
polos dada. Subtipe ini dapat muncul sebagai nodul paru soliter,
multifokal atau bentuk pneumonik dengan progresifitas tinggi.
16
Temuan karakteristik pada penderita stadium terminal yaitu
sputum encer dalam jumlah besar.
3) Karsinoma Sel Skuamosa
Karsinoma sel skuamosa mencakup pada 25-30% dari
keseluruhan kasus kanker paru. Kanker ini biasanya berawal
dari bagian sentral paru. Manifestasi klasik dari kanker ini
adalah lesi kavitasi pada bronkus proksimal. Kanker ini juga
sering berkaitan dengan hiperkalsemia.
4) Karsinoma Sel Besar
Karsinoma sel besar berkaitan dengan 10-15%dari keseluruhan
kasus kanker paru. Kanker ini umumnya muncul sebagai massa
besar di perifer paru pada foto polos dada.
b. Kanker Paru Sel Kecil
2. Farmakologi
a. Kemoterapi
Paclitaxel
Cisplatin
Carboplatin
Albumin-bound paclitaxel
Docetaxel
Gemcitabine
Vinorelbine
Etoposide
Pemetrexed
b. Terapi target
18
Gefitinib
Afatanib
Erlotinib
Osimertinib
Crizotinib
Ceritinib
Nintedanib.
c. Imunoterapi
Atezolizumab
Durvalumab
Nivolumab
Pembrolizumab.
20
4. Cancer Cachexia: kondisi tubuh yg lemah dan kurus pada pasien
kanker
5. Sarcopenia : lean body mass (terutama otot) yang rendah; disertai
rasa lelah, kekuatan otot yang menurun dan pergerakan fisik yang
terbatas.
Faktor penyebab gangguan gizi yang dapat timbul pada penyakit kanker:
1. Kurang nafsu makan yang disebabkan oleh faktor psikologik dan lost
response terhadap kanker berupa cepat kenyang atau perubahan pada
indra pengecap (lidah).
2. Gangguan asupan makanan dan gangguan gizi karena:
Gangguan pada saluran cerna dapat berupakesulitan mengunyah,
menelan dan penyumbatan.
Gangguan absorbsi zat gizi, terutama pada penderita Ca Colon.
Kehilangan cairan dan elektrolit karena muntah-muntahdan diare.
3. Perubahan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak.
4. Peningkatan pengeluaran energi.
Syarat diet:
Diare:
Demam:
1. Berikan makanan yang kaya akan zat gizi misalnya sup yang isinya
bervariasi
2. Perbanyak minum walaupun tidak terasa haus
3. Penuhi kebutuhan zat gizi sesuai dengan derajat demamnya
Sariawan:
Anemia:
1. Konsumsi makanan yang kaya akan zat besi dan asam folat seperti
produk hewani (daging, ayam, ikan, telur), sayuran hijau, kacang –
kacangan dan cereal yang difortifikasi.
2. Konsumsi makanan yang kaya akan vitamin c untuk membantu
penyerapan zat besi.
3. Hindari mengkonsumsi teh, kopi, susu, coklat bersamaan dengan
makan untuk menghindari terhambatnya penyerapan zat besi.
4. Konsumsi suplemen zat besi jika diperlukan dan sesuai dengan
rekomendasi tenaga kesehatan.
23
Konstipasi:
a. Aktivitas Istirahat
b. Sirkulasi
24
c. Integritas Ego
d. Eliminasi
Gejala: Penurunan berat badan, Nafsu makan buruk, dan masukan makan
buruk
f. Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Nyeri Dada (Tidak ada pada tahap dini dan tidak selalu ada tahap
lanjut), dimana dapat atau tidak di pengaruhi oleh posisi.
g. Pernafasan
Gejala: Batuk Ringan atau perubahan pola dari batuk biasanya dan atau
produksi sputum, Nafas Pendek, Pekerja yang terpajan polutan, debu
industri, Serak Paralysis Pita suara, Riwayat Perokok
25
(gangguan Aliran udara) Krekels atau mengi menetap pertimpangan trakea
(area yang mengalami lesi). Hemoptisis.
h. Keamanan
Tanda: demam mungkin ada (sel besar atau karsinoma), Kemerahan, kulit
pucat, (ketidak seimbangan hormonal, Karsinoma sel kecil)
i. Penyuluhan
Diagnosa keperawatan
Intervensi
26
Keseimbangan ventilasi dan perfusi skala dari 1 menjadi skala 5
Dispnea saat istirahat dari skala 1 menjadi skala 5
Intervensi:
Kriteria Hasil:
Intervensi:
Kriteria Hasil:
Status pernafasan
Intervensi:
28
Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
Motivasi klien untuk bernafas dalam dan pelan
Monitor status pernafasan dan oksigenasi sebagaimana mestinya
Kriteria Hasil:
Kontrol Nyeri
Tingkat Nyeri
Intervensi:
Kriteria Hasil:
Tingkat Kecemasan
Intervensi:
30
Pengurangan Kecemasan: 5820
32
7) Terapi Target dan Imunoterapi
Studi terbaru pada tata laksana kanker paru sekarang difokuskan
untuk terapi target untuk kanker paru bukan sel kecil.
Pemeriksaan molekuler diperlukan untuk menentukan
sensitivitas dari terapi yang digunakan.
Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR) merupakan reseptor
tirosin kinase yang sering mengalami gangguan pada tumor
epitelial. Peningkatan aktivitas dari EGFR meningkatkan
proliferasi sel dan pertumbuhan tumor. Mutasi EGFR lebih
banyak ditemukan pada adenokarsinoma (30% dibandingkan
dengan jenis kanker paru lainnya 2%) dan lebih banyak
ditemukan pada pasien yang tidak pernah merokok
(45%).dibandingkan dengan yang merokok (7%). Mutasi
somatik pada gen ini memberikan respon klinis terhadap
pengobatan dengan inhibitor EGFR (erlotinib, afatinib, gefitinib
dan osimertinib) dalam peningkatan kesintasan dibandingkan
dengan kemoterapi.
Kirsten Rat Sarcoma (KRAS) merupakan downstream GTPase
dari EGFR, Mutasi KRAS banyak ditemukan pada jenis tumor
yang wild type terhadap EGFR dan Anaplastic Lymphoma
Kinase (ALK). Mutasi pada gen ini menyebabkan aktivasi
pensinyalan Ras secara terus menerus. Mutasi ini juga lebih
banyak ditemukan pada adenokarsinoma dibandingkan kanker
paru bukan sel kecil yang lain tetapi lebih banyak ditemukan
pada perokok. Oleh karena merupakan downstream dari EGFR,
inhibitor EGFR tidak efektif pada tumor yang mengekspresikan
KRAS sehingga merupakan prediktor negatif untuk efektivitas
terapi dengan inhibitor EGFR maupun kemoterapi ajuvan.
Gen anaplastic lymphoma kinase (ALK) mengkode reseptor
tirosin kinase. Mutasi pada gen ini juga banyak ditemukan pada
adenokarsinoma dengan gambaran histologi acinar atau signet
ring cell. Pasien kanker paru yang mengekspresikan ALK
33
umumnya berusia lebih muda dan memiliki paparan minimal
terhadap asap rokok. Alectinib, crizotinib dan ceritinib
merupakan inhibitor selektif dari ALK dan met-tirosin kinase
yang terbukti dapat mengecilkan dan menstabilkan ukuran
tumor pada pasien yang mengekspresikan gen ini.
Gen BRAF merupakan protoonkogen yang meregulasi
transduksi sinyal serine/threonine protein kinase yang
berpengaruh pada proliferasi sel dan survival. Mutasi BRAF
ditemukan pada 1-4% kanker paru bukan sel kecil terutama
adenokarsinoma. Mutasi ini berkaitan dengan riwayat paparan
asap rokok. Mutasi BRAF V600E banyak ditemukan pada
wanita yang tidak merokok, sedangkan mutasi BRAF non
V600E lebih banyak ditemukan pada perokok. Mutasi BRAF
V600E dapat digunakan sebagai target untuk dabrafenib dan
trametinib.
ROS-1 merupakan protoonkogen pada kromosom 6q22 yang
mengkode reseptor tirosin kinase dimana memiliki homologi
yang tinggi dengan ALK pada domainnya. Ekspresi ROS-1
banyak ditemukan pada pasien yang lebih muda, tidak pernah
merokok dan orang Asia. Ditemukan pula pasien dengan
ekspresi ROS-1 sensitif pada inhibitor kinase termasuk di
dalamnya crizotinib.
Imunoterapi merupakan terapi baru di bidang onkologi yang
menggunakan sistem imun untuk melawan kanker. Imunoterapi
bekerja dengan memodulasi sistem imun agar dapat menyerang
sel kanker, menghambat pertumbuhan sel kanker, mencegah
metastasis atau membantu meningkatkan efektivitas sistem
imun. Salah satu strategi imunoterapi adalah menarget
mekanisme perlindungan kanker untuk melawan sistem imun.
Pendekatan ini menarget jalur immune checkpoint yang
berfungsi untuk mengatur respon imun terhadap patogen,
dimana dilakukan inhibisi pada CTLA4 dan PD-L1. CTLA4
34
memiliki peran penting dalam menurunkan aktivasi, proliferasi
dan efektor dari sel T. Iplimumab yang dikombinasi dengan
kemoterapi dianjurkan untuk terapi kanker paru bukan sel kecil
stadium lanjut. PD-L1 berperan dalam mencegah aktivasi sel T
sehingga terjadi toleransi dan mencegah autoimunitas.
Nivolumab merupakan salah satu inhibitor PD-L1 yang telah
direkomendasikan untuk pengobatan kanker paru bukan sel
kecil.
b. Kanker Paru Sel Kecil
Berbeda dengan kanker paru bukan sel kecil, pasien dengan kanker
paru sel kecil tidak memberikan respon yang baik terhadap terapi
target. Pilihan terapi pada kanker paru sel kecil ditentukan
berdasarkan stadium penyakit.
1) Stadium Terbatas
Pilihan modalitas terapi pada stadium ini adalah kombinasi dari
kemoterapi berbasis-platinum dan terapi radiasi toraks.
Kemoterapi dilakukan paling banyak 4-6 siklus, dengan
peningkatan toksisitas yang signifikan jika diberikan lebih dari
6 siklus. Regimen terapi kombinasi yang memberikan hasil
paling baik adalah kemoradiasi konkuren, dengan terapi radiasi
dimulai dalam 30 hari setelah awal kemoterapi. Pada pasien usia
lanjut dengan status performa WHO>2, dapat diberikan
kemoterapi sisplatin, sedangkan pasien dengan status performa
WHO0-1 dapat diberikan kemoterapi dengan karboplatin.
Setelah kemoterapi, pasien dapat menjalani radiasi kranial
profilaksis. Reseksi bedah dapat dilakukan dengan kemoterapi
ajuvan atau kombinasi kemoterapi dan radiasi terapi ajuvan
pada TNM stadium dini, dengan/tanpa pembesaran kelenjar
getah bening.
2) Stadium Lanjut
35
Pilihan utama modalitas terapi stadium ini adalah kemoterapi
kombinasi. Pilihan lain adalah radiasi paliatif pada lesi primer
dan lesi metastasis.
3) Sindrom Vena Kava Superior
Sindrom vena kava superior merupakan komplikasi yang sering
terjadi pada kanker paru dengan angka kejadian 60-80%. Pada
pasien ini perlu dilakukan elevasi kepala, pemberian oksigen
dan pemantauan asupan cairan. Pemberian diuretik dan
kortikosteroid dapat membantu mengurangi gejala. Terapi
definitif dari keadaan ini adalah radioterapi, kemoterapi atau
pemasangan stent pada vena kava.
4) Dukungan Nutrisi
Malnutrisi pada pasien kanker paru terjadi sebesar 46%.
Penyebab malnutrisi karena gangguan metabolisme terkait
dengan adanya sel tumor, dengan gejala penurunan berat badan
(BB), kesulitan makan atau minum akibat efek terapi
antikanker.
Skrining gizi dilakukan untuk mendeteksi gangguan nutrisi,
gangguan asupan nutrisi, serta penurunan berat badan dan
indeks massa tubuh sedini mungkin. Skrining gizi dimulai sejak
pasien didiagnosis kanker dan diulang sesuai dengan kondisi
klinis pasien. Pada pasien dengan hasil skrining abnormal, perlu
dilakukan penilaian objektif dan kuantitatif asupan nutrisi,
kapasitas fungsional, dan derajat inflamasi sistemik. Disarankan
untuk melakukan skrining rutin pada semua pasien kanker
lanjut, baik yang menerima maupun tidak menerima terapi
antikanker, untuk menilai asupan nutrisi yang tidak adekuat,
penurunan berat badan dan IMT yang rendah, dan apabila
berisiko, maka dilanjutkan dengan penilaian status gizi disertai
tata laksana.
5) Disabilitas pada Pasien Kanker Paru
36
Pada kanker paru, penyakit dan penanganannya dapat
menimbulkan gangguan fungsi pada manusia sebagai makhluk
hidup seperti gangguan fisiologis, psikologis ataupun perilaku
yang berpotensi mengakibatkan terjadinya keterbatasan dalam
melakukan aktivitas (disabilitas) dan partisipasi sosial dalam
kehidupan sehari-hari. Perlunya konsultasi kepada dokter
spesialis rehabilitasi medik untuk mengatasi beberapa
keterbatasan aktivitas dan hambatan partisipasi.
6) Follow-Up
Setelah terapi awal menunjukkan penilaian respon komplit atau
respon parsial, pasien menjalani pemeriksaan setiap 3-4 bulan
selama 2 tahun pertama. Kemudian, pasien dapat menjalani
pemeriksaan setiap 6 bulan selama 3 tahun berikutnya.
Pemeriksaan yang dilakukan termasuk anamnesis, pemeriksaan
fisik, CT Scan dan pemeriksaan laboratorium. Jika ditemukan
lesi baru, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Pada pasien yang
mengalami rekurensi, dapat dilakukan radioterapi atau
kemoterapi lini kedua.
7) Rujukan
Pasien dengan gambaran foto polos dada dan CT Scan yang mengarah pada
kanker paru sebaiknya segera dikirim pada tim multidisiplin kanker dan
umumnya melalui dokter spesialis paru dahulu. Pasien dengan gambaran
radiologi normal tetapi secara klinis mengarah pada kanker paru juga
disarankan untuk dikirim pada tim multidisiplin kanker. Bila pasien sedang
menunggu hasil radiologi dan terdapat hemoptisis dengan riwayat merokok
berusia >40 tahun, sindrom vena kava superior atau stridor maka perlu
segera dirujuk pada tim multidisiplin kanker untuk evaluasi lebih lanjut.
37
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Sebagai seorang mahasiswa kita harus menerapkan pola hidup sehat agar
terhindar dari segala jenis penyakit. Salah satunya adalah kanker paru karena
sangat beresiko dan dapat mengancap nyawa caranya adalah dengan
mengurangi rokok.
38
DAFTAR PUSTAKA
Dosan, R. (2017, September 15). Patofisiologi Kanker Paru. Retrieved from Alomedika:
https://www.alomedika.com/penyakit/onkologi/kanker-paru/patofisiologi
Husein, A. (21, September 12). Klasifikasi Kanker Paru. Retrieved from Eprint. Undip. ac.
id:
http://eprints.undip.ac.id/50234/3/Auliya_Husen_22010112110050_Lap.KTI_Ba
b2.pdf
Lestari, D. K. (2020, Juni 1). Memahami Jenis Obat Kanker Paru-Paru dan Efek
Sampingnya. Retrieved from SehatQ:
https://www.sehatq.com/artikel/memahami-jenis-obat-kanker-paru-paru-dan-
efek-sampingnya
Pranita, E. (2021, Desember 10). Trend dan Issue Kanker Paru. Retrieved from
Kompas.com:
https://www.kompas.com/sains/read/2021/12/10/183100723/situasi-kanker-
paru-di-indonesia-saat-ini-prevalensi-kematian-meningkat
Sativa, R. L. (2016, Maret 31). Trend Kanker Paru. Retrieved from Detikhealth.
39