Anda di halaman 1dari 6

A.

Trend dan Isue Kanker Paru

Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan yang berasal dari paru
sendiri (primer) atau tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus (karsinoma bronkus). Kanker paru
menjadi penyebab sekitar 11 persen atau 2.206.771 kasus baru kanker dan kematian akibat kanker
nomor satu di dunia dan di Indonesia. Sama halnya dengan catatan Global Burden of Cancer Study,
berdasarkan data Globocan 2020, kanker paru menjadi penyebab 8,8 persen atau 34.783 kasus baru di
Indonesia.

Berdasarkan catatan Global Burden of Cancer Study, prevalensi kasus kematian akibat penyakit kanker
di Indonesia meningkat hingga 8,8 persen, termasuk mortalitas yang disebabkan oleh jenis kanker paru.
Situasinya saat ini cukup mengkhawatirkan. Medical Oncologist di Parkway Cancer Centre (PCC),
Singapore, Dr Chin Tan Min mengatakan, angka kasus kematian karena kanker paru ini juga semakin
parah oleh penyakit jenis baru yakni Covid-19. Pada tahun 2020, terdapat 34.783 kasus kanker paru,
dengan angka kematian akibat kanker ini yang meningkat hingga 18 persen dibandingkan tahun 2018.

Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan yang berasal dari paru
sendiri (primer) atau tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus (karsinoma bronkus). Kanker paru
menjadi penyebab sekitar 11 persen atau 2.206.771 kasus baru kanker dan kematian akibat kanker
nomor satu di dunia dan di Indonesia. Sama halnya dengan catatan Global Burden of Cancer Study,
berdasarkan data Globocan 2020, kanker paru menjadi penyebab 8,8 persen atau 34.783 kasus baru di
Indonesia.

Meskipun sudah banyak yang mengetahui apa itu kanker paru, namun hanya sedikit orang di Indonesia
yang mengerti bahwa terdapat dua tipe kanker paru, yakni kanker paru sel kecil (SCLC) dan kanker paru
non-sel kecil (NSCLC).

Dari kejadian kanker paru tersebut, lebih dari 80 persen merupakan tipe kanker paru Sel Bukan Kecil
(Non Small Cell Lung Canser atau NSCLC), dan sekitar 40 persen dari NSCLC terjadi mutasi reseptor
pertumbuhan epidermal (EFGR). Adapun, kesintasan 5-tahunan untuk NSCLC sebesar 25 persen
dibandingkan dengan 7 persen untuk kanker paru sel kecil. Sementara itu, Indonesia Cancer Care
Community (ICCC) mencatat bahwa 10-15 persen kasus kanker paru merupakan tipe SCLC, yang
diketahui lebih agresif serta dapat berkembang dan menyebar secara cepat ke bagian tubuh lainnya.
Tipe kanker paru ini erat kaitannya dengan efek samping dari merokok. Sedangkan, situasi penyakit
tersebut saat ini, sebagian besar kasus kanker paru di Indonesia merupakan tipe NSCLC, yang terbukti
tidak seagresif SCLC serta cenderung berkembang dan menyebar secara lebih lambat.

Kompas.com

Facebook

Twitter

Whatsapp
Line

Telegram

Kompas.com Sains Oh Begitu

Logo Parapuan

Tumbuh bersama kekuatan mimpi perempuan Indonesia

Situasi Kanker Paru di Indonesia Saat Ini, Prevalensi Kematian Meningkat

Kompas.com, 10 Desember 2021, 18:31 WIB

Telegram

Komentar

Ilustrasi kanker paru. Kematian karena kanker paru di Indonesia meningkat.

Lihat Foto

Ilustrasi kanker paru. Kematian karena kanker paru di Indonesia meningkat.


Ilustrasi kanker paru.

Penulis: Ellyvon Pranita | Editor: Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

KOMPAS.com - Berdasarkan catatan Global Burden of Cancer Study, prevalensi kasus kematian akibat
penyakit kanker di Indonesia meningkat hingga 8,8 persen, termasuk mortalitas yang disebabkan oleh
jenis kanker paru. Situasinya saat ini cukup mengkhawatirkan.

Medical Oncologist di Parkway Cancer Centre (PCC), Singapore, Dr Chin Tan Min mengatakan, angka
kasus kematian karena kanker paru ini juga semakin parah oleh penyakit jenis baru yakni Covid-19.

Pada tahun 2020, terdapat 34.783 kasus kanker paru, dengan angka kematian akibat kanker ini yang
meningkat hingga 18 persen dibandingkan tahun 2018.

Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan yang berasal dari paru
sendiri (primer) atau tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus (karsinoma bronkus).

Kanker paru menjadi penyebab sekitar 11 persen atau 2.206.771 kasus baru kanker dan kematian akibat
kanker nomor satu di dunia dan di Indonesia.

Sama halnya dengan catatan Global Burden of Cancer Study, berdasarkan data Globocan 2020, kanker
paru menjadi penyebab 8,8 persen atau 34.783 kasus baru di Indonesia.

Baca juga: Kanker Paru Penyebab Kematian Nomor 1 di Indonesia, Ini 3 Rekomendasi IPKP untuk
Penanganannya
Meskipun sudah banyak yang mengetahui apa itu kanker paru, namun hanya sedikit orang di Indonesia
yang mengerti bahwa terdapat dua tipe kanker paru, yakni kanker paru sel kecil (SCLC) dan kanker paru
non-sel kecil (NSCLC).

Dari kejadian kanker paru tersebut, lebih dari 80 persen merupakan tipe kanker paru Sel Bukan Kecil
(Non Small Cell Lung Canser atau NSCLC), dan sekitar 40 persen dari NSCLC terjadi mutasi reseptor
pertumbuhan epidermal (EFGR).

Adapun, kesintasan 5-tahunan untuk NSCLC sebesar 25 persen dibandingkan dengan 7 persen untuk
kanker paru sel kecil.

Sementara itu, Indonesia Cancer Care Community (ICCC) mencatat bahwa 10-15 persen kasus kanker
paru merupakan tipe SCLC, yang diketahui lebih agresif serta dapat berkembang dan menyebar secara
cepat ke bagian tubuh lainnya.

Tipe kanker paru ini erat kaitannya dengan efek samping dari merokok.

Sedangkan, situasi penyakit tersebut saat ini, sebagian besar kasus kanker paru di Indonesia merupakan
tipe NSCLC, yang terbukti tidak seagresif SCLC serta cenderung berkembang dan menyebar secara lebih
lambat.

“Merokok tentunya menjadi faktor risiko terbesar timbulnya kanker paru, yang bertanggung jawab atas
lebih dari 80 persen kasus kanker paru di dunia," kata Dr Chin dalam diskusi daring bertajuk Perawatan
Kanker Paru Holistik di Parkway Cancer Centre (PCC) Singapore dan CanHope, Rabu (8/12/2021). Para
ahli yakin bahwa kandungan berbahaya pada rokok dapat merusak sel paru-paru dan seiring berjalannya
waktu bisa berkembang menjadi kanker.

Tidak hanya perokok aktif saja yang berisiko tinggi menderita penyakit kanker paru ini, tetapi juga orang-
orang yang tidak merokok dan menjadi perokok pasif atau tersier. "Ini sangat memprihatinkan
mengingat tingginya jumlah perokok di Indonesia dan banyak pula orang yang terpapar asap rokok
setiap harinya," jelasnya. Tidak hanya itu, kondisi kematian akibat kanker paru saat ini juga diperparah
dengan adanya penyakit baru Covid-19 yang telah resmi menjadi pandemi di hampir seluruh negara di
dunia. Covid-19 diketahui juga dapat meningaktkan risiko bagi pasien kanker paru karena virus tersebut
berdampak pada organ pernapasan, sehingga dapat memperburuk kondisi pasien. Perkembangan sel
kanker pun dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh yang melawan infeksi virus.
Selain itu, perawatan kanker yang tertunda atau terhenti selama masa pandemi juga dapat
menyebabkan risiko yang lebih tinggi bagi pasien. Sehingga, secara langsung kanker tentunya dapat
mempengaruhi kondisi fisik dan mental pasien. Ditambah lagi dengan tantangan secara sosial dan
finansial yang harus mereka hadapi, yang juga bisa berdampak pada keluarga dan orang-orang terdekat.

https://www.kompas.com/sains/read/2021/12/10/183100723/situasi-kanker-paru-di-indonesia-saat-
ini-prevalensi-kematian-meningkat

Di Indonesia, angka kejadian kanker paru dimulai di usia 40 tahun. Di usia produktif ini, pasien yang
datang ke dokter untuk berobat dalam kondisi stadium lanjut dan hanya 13,7% pasien kanker paru yang
bertahan hidup hanya 5 tahun setelah mendapatkan diagonis, dengan rata-rata harapan hidup 8 bulan.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Onkologi Indonesia, dr Evlina Suzanna SpPA menjelaskan bahwa usia
penderita kanker paru di Indonesia cenderung semakin muda. "Jumlah kasus kanker paru di Indonesia
semakin meningkat tiap tahunnya di Indonesia. Selain itu, usia penderita kanker paru pun semakin
muda.

Pasien kanker paru perlu mendapatkan pelayanan yang komprehensif, dimulai dari kepedulian terhadap
bahaya kanker paru, skrining/deteksi dini, diagnosis, dan pengobatan sedini dan setepat mungkin," kata
Evlina daam webinar peringatan Hari Kanker Sedunia menambahkan bahwa saat ini kasus kanker paru di
Indonesia mencapai 21 ribu orang dengan harapan hidup rendah karena mereka datang berobat dalam
kondisi stadium lanjut."Kebanyakan begitu karena kanker paru tidak menampakkan gejala sehingga baru
ketahuan sudah terlambat," ujarnya.

Sementara Direktur Eksekutif Research of Indonesian Association for the Study on Thoracic Oncology
(IASTO), Prof Elisna Syahruddin menyebutkan selama 15 tahun penelitian tentang peta karakteristik
pasien kanker paru di Indonesia, ada beberap hal yang menjadi pemicu."Yaitu rokok, ada riwayat kanker
paru di keluarga, tempat kerja seperti mandor bangunan, pekerja di sektor bangunan memiliki risiko
tinggi, dan kanker paru bukan penyakit orang tua. Saat ini yang mengidap kanker paru adalah usia muda.

Usia produktif," terangnya. Untuk itu pengobatannya selain kemoterapi harus disertai radioterapi dan
terapi target lainnya. "Dan yang datang ke rumah sakit sudah stadium lanjut. Untuk mencegahnya
perlunya skrining atau deteksi dini. Siapa yang harus diskrining? Mereka yang berpotensi kanker paru,
yaitu perokok aktif, perokok pasif. Ada riwayat kanker paru di keluarganya, bekas perokok kurang dari
10 tahun merupakan kelompok risiko tinggi," tambahnya.

Pembicara lainnya Dr dr Andhika Rachman SpPD KHOM menambahkan bahwa kanker paru tidak
menampakkan gejala sehingga tidak dirasakan oleh pasien. Apalagi di tengah pandemi, semakin sedikit
pasien yang berobat sehingga pemantauan kanker pun terkendala. "Pasien tidak mau berobat khawatir
pandemi. Ini menjadi persoalan juga," kata Andhika.Untuk itu ia mendukung penuh adanya skrining bagi
kelompok berisiko untuk menekan kasus keparahan dan bisa dideteksi awal sehingga bisa diobati. Elisna
menambahkan skrining pada kanker paru ini diharapkan bisa dilakukan bagi masyarakat luas yang
memiliki faktor risiko tinggi, terutama yang terpapar asap rokok, apalagi mereka yang merupakan
perokok berat dan mempunyai riwayat kanker paru dalam keluarganya.
https://m.mediaindonesia.com/humaniora/470270/pengidap-kanker-paru-di-indonesia-didominasi-
usia-muda

Anda mungkin juga menyukai