ANGGOTA
Nayla Ramadiani
Carissa Pratiwi
Ridho Cahya D.
Pembimbing:
2017
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
seperti otak, hati, tulang, atau sumsum tulang. Dengan kombinasi kemoterapi
rerata angka harapan hidup 7 sampai 9 bulan, bahkan beberapa dapat hidup
lebih dari dua tahun. (Syaifudin,2007)
Kanker paru memerlukan penanganan dan tindakan yang cepat dan
terarah. Penegakan diagnosis penyakit ini membutuhkan ketrampilan dan sarana
yang tidak sederhana dan memerlukan pendekatan yang erat dan kerja sama
multidisiplin. Penemuan kanker paru pada stadium dini akan sangat membantu
penderita, dan penemuan diagnosis dalam waktu yang lebih cepat
memungkinkan penderita memperoleh kualitas hidup yang lebih baik dalam
perjalanan penyakitnya meskipun tidak dapat menyembuhkannya. Pilihan terapi
harus dapat segera dilakukan. (PDPI,2003)
Pada stadium dini, kanker paru umumnya tidak menimbulkan keluhan. Ia
baru memberikan keluhan apabila telah ada pendesakan atau ada invasi pada
struktur sekitarnya (bronkus). Oleh karena itu, penemuan penderita kanker paru
pada stadium dini sampai saat ini masih merupakan suatu masalah. Penderita
datang ke dokter apabila sudah ada gejala, ini berarti penyakitnya sudah dalam
stadium lanjut sehingga kemungkinan tidak dapat lagi dilakukan terapi
pembedahan. (Islamudin,2009)
Sampai saat ini pengobatan kanker paru baik non small sel dan small sel
dengan kemoterapi masih non spesifik, non selektiv dan toksik. Kombinasi
kemoterapi terbaru belum menjadikan perbaikan harapan hidup bermakna,
namun demikian pencegahan, deteksi dini dan penggunaan target biologik
spesifik memberikan harapan optimisme penurunan mortalitas
penyakit.(Diananda, Rahma. 2007)
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui faktor risiko, gejala, penegakan diagnosis, dan
penatalaksanaan ditinjau dari segi teori dan klinis pada penyakitkanker paru
.
3
1.4 Manfaat
1.4.1 Untuk menambah pengetahuan dokter muda rotasi Ilmu Penyakit Dalam
mengenai kanker paru yang merupakan kompetensi 2 sesuai SKDI 2012
melalui metode laporan kasus.
1.4.2 Untuk menambah pengetahuan dokter muda rotasi Ilmu Penyakit Dalam
mengenai edukasi terutama mengenai cara pencegahan penyakit kanker
paru setelah mengenali faktor risiko timbulnya penyakit tersebut.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
sendiri memiliki estimasi jumlah penderita kanker sebesar 61.230.Untuk
peringkat pertama ada pada Jawa Tengah dengan 68.638 orang.
Kejadian kanker menurut GLOBOCAN tahun 2012 yang merupakan
organisasi penelitian tentang kanker di Perancis mengatakan bahwa pada
pria lebih banyak terkena kanker paru sekitar 34,2% dari kanker-kanker
lainnya (GLOBOCAN, 2012).
Data hasil pemeriksaan di laboratorium Patalogi Anatomi RSUP
Persahabatan kanker paru merupakan lebih dari 50 persen kasus dari
semua jenis kanker yang didiagnosa. Data registrasi kanker Rumah Sakit
Dharmais tahun 2003-2007 menunjukkan bahwa kanker trakea, bronkus
dan paru 8 merupakan keganasan terbanyak kedua pada pria (13,4%)
setelah kanker nasofaring (13,63%) dan merupakan penyebab kematian
akibat kanker terbanyak pada pria (28,94%). Insidens kanker paru rendah
pada usia di bawah 40 tahun, namun meningkat sampai dengan usia 70
tahun. Faktor risiko utama kanker paru adalah merokok. Secara umum,
rokok merupakan 80% penyebab kanker paru pada laki-laki, dan 50%
pada perempuan. Faktor lain adalah kerentanan genetik (genetic
susceptibility), polusi udara, pajanan radon dan pajanan industri
(asbestos, silika, dan lain-lain) (DEPKES, 2012).
6
lipat dibandingkan dengan yang tidak terpapar, dan perempuan yang
hidup dengan suami atau pasangan perokok juga terkena risiko kanker
paru 2-3 kali lipat. Diperkirakan 25% kanker paru dari bukan perokok
adalah berasal dari perokok pasif (Amin, 2003).
Diperkirakan terdapat metabolit dalam asap rokok yang bersifat
karsinogen terhadap organ tubuh tersebut. Zat-zat yang bersifat
karsinogen pada rokok yaitu, Benzoapyrene,Dibenzaanthracene,Nicotine,
Nickel, Cadmium, 210PO, dan Hydrazine. Untuk etiologi yang lain yaitu
ada paparan dengan zat karsinogen seperti asbestos yang sering
menimbulkan mesothelioma, kemudian radiasi ion pada pekerja tambang,
dan terpapar oleh radon, arsen, kromium, vinil klorida.Polusi udara juga
berpengaruh pada kejadian kanker paru pada daerah rural. KEmudian
pola makan dan kebiasaan diet yang rendah betakaroten, selenium dan
vitamin A akan beresiko tinggi terjadinya kanker paru. Genetik juga
berpengaruh pada gen yang bermutasi yakni, Proto oncogene, Tumor
suppressor gene , Gene encoding enzyme. Kemudian teori onkogeneis,
dimana gen suppressor tumor menghilangkan atau delesi maupun
penyisipan atau insersi sebagai pasangan basanya. Terjadinya peristiwa
ini mengakibatkan sel paru berubah menjadi sel kanker. Kemudian dipicu
oleh adanya rokok yang membuat sasaran gen tersebut menjadi lebih
agresif (Amin, 2003)
2.1.4 Klasifikasi
Beberapa jenis tumor paru jinak antara lain adalah hamartoma (tulang
rawan), papilloma (jaringan paru), adenoma (kelenjar paru) dan leiomoioma (otot
polos). Secara histologis, tumor paru ganas dibedakan menjadi dua yaitu :
Small cell carcinoma dengan kecenderungan metastase yang
tinggi
Non Small cell carcinoma dimana cenderung jarang metastase
Squamous cell carcinoma
Adenocarcinoma
Large cell carcinoma
Adenosquamous carcinoma
7
Carcinoid tumor
Unclassified carcinoma
9
Batuk darah
Sesak napas
Suara serak
Sakit dada
Sulit / sakit menelan
Benjolan di pangkal leher
Sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan
dengan rasa nyeri yang hebat.
Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat
metastasis di luar paru, seperti kelainan yang timbul karena kompresi hebat
di otak, pembesaran hepar atau patah tulang kaki. Gejala dan keluhan
yang tidak khas seperti :
Berat badan berkurang
Nafsu makan hilang
Demam hilang timbul
Sindrom paraneoplastik, seperti "Hypertrophic pulmonary
osteoartheopathy", trombosis vena perifer dan neuropatia.
Alur deteksi dini kanker paru
10
Sasaran untuk deteksi dini terutama ditujukan pada subyek dengan risiko
tinggi (GRT) yaitu:
Laki -laki, usia lebih dari 40 tahun, perokok
Paparan industri tertentu dengan satu atau lebih gejala: batuk darah,
batuk kronik, sesak napas,nyeri dada dan berat badan menurun.
Golongan lain yang perlu diwaspadai adalah perempuan perokok pasif
dengan salah satu gejala di atas dan seseorang yang dengan gejala klinik: batuk
darah, batuk kronik, sakit dada, penurunan berat badan tanpa penyakit yang
jelas. Riwayat tentang anggota keluarga dekat yang menderita kanker paru juga
perlu jadi faktor pertimbangan.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, tanda yang dapat ditemukan pada kanker paru
dapat bervariasi tergantung pada letak, besar tumor dan penyebarannya.(PDPI,
2003)
a)Inspeksi
Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) supraklavikula, leher dan aksila
menandakan telah terjadi penyebaran ke KGB atau tumor di dinding dada,
kepala atau lokasi lain juga menjadi petanda penyebaran.
Venektasi (pelebaran vena) di dinding dada dengan pembengkakan
(edema) wajah, leher dan lengan berkaitan dengan bendungan pada vena
kava superior (SVKS).
Sindroma Horner sering terjadi pada tumor yang terletak si apeks
(pancoast tumor).
Sesak napas dengan temuan suara napas yang abnormal pada
pemeriksaan fisik yang didapat jika terdapat massa yang besar, efusi
pleura atau atelectasis
Thrombus pada vena ekstremitas ditandai dengan edema disertai nyeri
pada anggota gerak dan gangguan sistem hemostatis (peningkatan kadar
D-dimer) menjadi gejala telah terjadinya bendungan vena dalam (DVT)
Tanda-tanda patah tulang patologik dapat terjadi pada kanker yang
bermetastasis ke tulang.
11
Tanda-tanda gangguan neurologis akan didapat jika kanker sudah
menyebar ke otak atau tulang belakang
Perubahan kulit seperti rash, daerah kulit menghitam, atau bibir dan kuku
membiru.
b) Palpasi
Akan didapatkan adanya massa tumor pada apeks paru jika
tumornya terdapat di apeks dan juga dapat dipalpasi pembesaran
kelenjar getah bening regional seperti kgb supraklavikular,
Penurunan stem fremitus dan taktil jika tumor menyebabkan
obstruksi bronkus sedangkan akan meningkat pada tumor di
derah perifer.
c)Perkusi
Terdapat pekak di daerah tumor karena alveolus dan bronkus
terisi tumor atau debris inflamatoris.
Liver span membesar
d)Auskultasi
Suara nafas akan berkurang.
Pemeriksaan penunjang
Hasil pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan penunjang
yang mutlak dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer dan metastasis,
serta penentuan stadium penyakit berdasarkan sistem TNM. Pemeriksaan
radiologi paru yaitu Foto toraks PA/lateral, bila mungkin CT-scan toraks, bone
scan, Bone survey, USG abdomen dan Brain-CT dibutuhkan untuk menentukan
letak kelainan, ukuran tumor dan metastasis (PDPI,2003)
a) Pemeriksaan foto toraks PA/lateral
Masa dapat dilihat bila ukuran tumor lebih dari 1 cm. Tanda yang
mendukung keganasan adalah tepi yang ireguler, disertai identasi pleura,
tumor satelit tumor, dll. Pada foto tumor juga dapat ditemukan telah invasi
ke dinding dada, efusi pleura, efusi perikar dan metastasis intrapulmoner.
Sedangkan keterlibatan KGB untuk menentukan N agak sulit ditentukan
dengan foto toraks saja.
12
Bila foto toraks menunjukkan gambaran efusi pleura yang luas harus
diikuti dengan pengosongan isi pleura dengan punksi berulang atau
pemasangan WSD dan ulangan foto toraks agar bila ada tumor primer
dapat diperlihatkan. Keganasan harus difikirkan bila cairan bersifat
produktif, dan/atau cairan serohemoragik. (PDPI 2003)
b) CT-Scan toraks
CT-scan dapat mendeteksi tumor dengan ukuran lebih kecil dari 1 cm
secara lebih tepat. Demikian juga tanda-tanda proses keganasan juga
tergambar secara lebih baik, bahkan bila terdapat penekanan terhadap
bronkus, tumor intra bronkial, atelektasis, efusi pleura yang tidak masif
dan telah terjadi invasi ke mediastinum dan dinding dada meski tanpa
gejala. Lebih jauh lagi dengan CT-scan, keterlibatan KGB yang sangat
berperan untuk menentukan stage juga lebih baik karena pembesaran
13
KGB (N1 s/d N3) dapat dideteksi. Demikian juga ketelitiannya mendeteksi
kemungkinan metastasis intrapulmoner.(PDPI 2003)
c) Brain-CT
Kekurangan dari foto toraks dan CT-scan toraks adalah tidak mampu
mendeteksi telah terjadinya metastasis jauh. Untuk itu dibutuhkan
pemeriksaan radiologik lain, misalnya Brain-CT untuk mendeteksi
metastasis di tulang kepala / jaringan otak.(PDPI 2003)
e) USG abdomen
Melihat ada tidaknya metastasis di hati, kelenjar adrenal dan organ lain
dalam rongga perut.(PDPI 2003)
Pemeriksaan khusus
a) Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah pemeriksan dengan tujuan diagnostik sekaligus
dapat dihandalkan untuk dapat mengambil jaringan atau bahan agar
dapat dipastikan ada tidaknya sel ganas. Pemeriksaan ada tidaknya
masa intrabronkus atau perubahan mukosa saluran napas, seperti terlihat
kelainan mukosa tumor misalnya, berbenjol-benjol, hiperemis, atau
stinosis infiltratif, mudah berdarah.
Kontraindikasi prosedur bronkoskopi ini adalah hipertensi pulmoner berat,
instabilitas kardiovaskular, hipoksemia refrakter akibat pemberian oksigen
tambahan, perdarahan yang tidak dapat berhenti, dan hiperkapnia akut.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah pneumotoraks dan perdarahan.
b) Biopsi aspirasi jarum
Apabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat dilakukan, misalnya karena
amat mudah berdarah, atau apabila mukosa licin berbenjol, maka
sebaiknya dilakukan biopsi aspirasi jarum, karena bilasan dan biopsi
bronkus saja sering memberikan hasil negatif.
14
c). Transbronchial Needle Aspiration (TBNA)
TBNA di karina, atau trakea 1/1 bawah (2 cincin di atas karina) pada
posisi jam 1 bila tumor ada dikanan, akan memberikan informasi ganda, yakni
didapat bahan untuk sitologi dan informasi metastasis KGB subkarina atau
paratrakeal.
d) Sitologi sputum
Pemeriksaan sitologi sputum saat ini menjadi satu-satunya metode non
invasif yang dapat mendeteksi kanker paru dan lesi-lesi pre-keganasan secara
dini. Walaupun spesifitas sitologi sputum konvensional sangat tinggi (98%),
namun sensitivitasnya sangat rendah. Sitologi sputum memiliki spesifitas 99%
dan sensitivitas 66%, tetapi sensitivitas lebih tinggi pada lesi-lesi sentral (71%)
dibandingkan dengan lesi perifer (49%).
Pemeriksaan sitologi sputum sangat bergantung pada kemampuan untuk
mengumpulkan sampel sputum yang adekuat, yang mencakup elemen-elemen
seluler saluran nafas bawah. Akurasi diagnostik dari sitologi sputum,
bagaimanapun, tergantung dari pengambilan sampel (minimal 3 sampel) dan
teknik pengumpulan sputum, serta lokasi (sentral atau perifer) dan ukuran tumor.
Pada pasien-pasien yang tidak dapat mengeluarkan sputum secara spontan,
induksi dengan NaCl 3% dapat lebih efektif.
Semua bahan yang diambil dengan pemeriksaan tersebut di atas harus
dikirim ke laboratorium Patologi Anatomik untuk pemeriksaan sitologi/histologi.
Bahan berupa cairan harus dikirim segera tanpa fiksasi, atau dibuat sediaan
apus, lalu difiksasi dengan alkohol absolut atau minimal alkohol 90%. Semua
bahan jaringan harus difiksasi dalam formalin 4%.(PDPI,2003)
Pemeriksaan lain
a. Petanda Tumor
Petanda tumor seperti CEA, Cyfra21-1, NSE dan lainya tidak dapat
digunakan untuk mendiagnosis tetapi masih digunakan evaluasi hasil
pengobatan.
b. Pemeriksaan biologi molekuler
Pemeriksaan biologi molekuler telah semakin berkembang, cara paling
sederhana dapat menilai ekspresi beberapa gen atau produk gen yang
15
terkait dengan kanker paru,seperti protein p53, bcl2, dan lainya. Manfaat
utama dari pemeriksaan biologi molekuler adalah menentukan prognosis
penyakit.(PDPI 2003)
I a : T1N0M0
b : T2N0M0
II a : T1 N1 M0
b : T2 N1 M0 ; T3 N0 M0
III a : T3 N1 M0 ; T1-3 N2 M0
b : T1-4 N3 M0 ; T4 N1-3 M0
IV : T1-4 N1-3 M1a-b
Keterangan :
Tx : tumor tidak dapat ditentukan, sel tumor ada dalam pemeriksaan sputum
tapi tidak ada pada foto dada.
T0 : tidak ada tumor primer
Tis : karsinoma in situ
T1 : tumor diameter < 3 cm
T2 : tumor diameter 3 cm terdapat atelektasis pada distal hilus
T3 : tumor ukuran apapun yang meluas ke pleura, diding dada, diafragma,
Perikardium, < 2cm dari karina, atelektasis.
T4 : tumor ukuran apapun dengan invasi ke mediastinum dan adanya effuse
pleura maligna
Nx : terlibatnya KGB tidak dapat ditentukan
N0 : tidak ada KGB yang terlibat
N1 : metastase KGB bronkopulmoner atau ipsilateral hilus
N2 : metastase KGB mediastinal atas sub karina
16
N3 : metastase KGB mediastinal kontralateral atau hilus atau skalenus atau
Supraklavikula
M0 : tidak ada metastase jauh
M1 : ada metastase jauh
M1a : metastasis ke paru kontralateral, nodul di pleura, efusi pleura ganas,
efusi perikardium
M1b : metastasis jauh ke organ lain (otak, tulang, hepar, atau KGB leher,
aksila, suprarenal dan lainnya)
2.1.7 Tatalaksana
Pengobatan kanker paru adalah muli modality terapi (combined modality
therapy). Pengobatan bedah dan radioterapi adalah pengobatan lokal sedangkan
kemoterapi dan targeted terapi merupakan pengobatan sistemik.(PDPI 2003)
Pembedahan
Indikasi pembedahan pada kanker paru adalah untuk KPKBSK stadium I
dan II.Prinsip pembedahan adalah sedapat mungkin tumor direseksi lengkap
berikut jaringan KGBintrapulmoner, dengan lobektomi maupun
pneumonektomi.Segmentektomi atau reseksi baji hanyadikerjakan jika faal paru
tidak cukup untuk lobektomi.Tepi sayatan diperiksa dengan potong beku
untukmemastikan bahwa batas sayatan bronkus bebas tumor.KGB mediastinum
diambil dengan diseksisistematis, serta diperiksa secara patologi anatomis.
Hal penting lain yang penting dingat sebelum melakukan tindakan bedah
adalah mengetahui toleransipenderita terhadap jenis tindakan bedah yang akan
dilakukan. Toleransi penderita yang akan dibedahdapat diukur dengan nilai uji
faal paru dan jika tidak memungkin dapat dinilai dari hasil analisis gas darah
(AGD).
Syarat untuk reseksi paru
. Resiko ringan untuk Pneumonektomi, bila
KVP paru kontralateral baik, VEP1>60%
. Risiko sedang pneumonektomi, bila
KVP paru kontralateral > 35%, VEP1 > 60%
Radioterapi
17
Radioterapi pada kanker paru dapat menjadi terapi kuratif atau
paliatif.Pada terapi kuratif, radioterapimenjadi bagian dari kemoterapi neoadjuvan
untuk KPKBSK stadium IIIA.Pada kondisi tertenturadioterapi saja tidak jarang
menjadi alternatif terapi kuratif.Radiasi sering merupakan tindakan darurat yang
harus dilakukan untuk meringankan keluhan penderita,seperti sindroma vena
kava superiror, nyeri tulang akibat invasi tumor ke dinding dada dan
metastasistumor di tulang atau otak. (PDPI 2016)
Penetapan kebijakan radiasi pada KPKBSK ditentukan beberapa faktor
1. Staging penyakit
2. Status tampilan
3. Fungsi paru
Bila radiasi dilakukan setelah pembedahan, maka harus diketahui :
- Jenis pembedahan termasuk diseksi kelenjar yang dikerjakan
- Penilaian batas sayatan oleh ahli Patologi Anatomi (PA)
Dosis radiasi yang diberikan secara umum adalah 5000 6000 cGy,
dengan cara pemberian 200 cGy/x, 5hari perminggu.
Syarat standar sebelum penderita diradiasi adalah :
1. Hb > 10 g%
2. Trombosit > 100.000/mm3
3. Leukosit > 4000/dl
Radiasi paliatif diberikan pada unfavourable group, yakni :
1. Tampilan < 70.
2. Penurunan BB > 5% dalam 2 bulan.
3. Fungsi paru buruk.
Kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan pada semua kasus kanker paru.Syarat utama
harus ditentukan jenishistologis tumor dan tampilan (performance status) harus
lebih dan 60 menurut skala Karnosfky atau 2menurut skala WHO.Kemoterapi
dilakukan dengan menggunakan beberapa obat antikanker dalamkombinasi
regimen kemoterapi.Pada keadaan tertentu, penggunaan 1 jenis obat anti kanker
dapat dilakukan.(PDPI 2003)
Prinsip pemilihan jenis antikanker dan pemberian sebuah regimen
kemoterapi adalah:
18
1.Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)
2. Respons obyektif satu obat antikanker s 15%
3. Toksisiti obat tidak melebihi grade 3 skala WHO
4. harus dihentikan atau diganti bila setelah pemberian 2 sikius pada
penilaian terjadi tumor progresif.
Kemoterapi lini pertama
Regimen untuk kemoterapi lini pertama (first line) untuk KPKBSK adalah:
Paklitaksel + sisplastin atau karboplantin siklus 3 mingguan
Gemsitabin + Sisplastin atau Karboplantin, siklus 3 mingguan
Dosetaksel + sisplastin atau karboplantin siklus 3 mingguan
Vinorelbin + sisplastin atau karboplantin siklus 3 mingguan
Pemetreksat + sisplastin atau karboplantin siklus 3 mingguan (
hanya untuk non skuamosa)
Pada pusat pelayanan tertentu dengan keterbatasan pengadaan obat
dapat diberikan rejimen
CAP II ( Sisplastin, adriamisin, siklofosfamid, siklus 28 hari
PE (Sisplastin atau karboplantin + etoposid) siklus 3 mingguan
Syarat standar yang harus dipenuhi sebelum kemoterapi
1. Tampilan > 70-80, pada penderita dengan PS < 70 atau usia lanjut,
dapat diberikan obat antikankerdengan regimen tertentu dan/atau
jadual tertentu.
2. Hb > 10 g%, pada penderita anemia ringan tanpa perdarahan akut,
meski Hb < 10 g% tidak pertutranfusi darah segera, cukup diberi terapi
sesuai dengan penyebab anemia.
3. Granulosit > 1500/mm3
4. Trombosit > 100.000/mm3
5. Fungsi hati baik
6. Fungsi ginjal baik (creatinin clearance lebih dari 70 ml/menit)
Kemoterapi lini kedua
Penderita yang tidak respons (progresif) setelah pemberian kemoterapi 2
siklus atau progresif dalam masa evaluasi setelah selesai kemoterapi 4 siklus
dapat diberikan terapi kemoterapi lini kedua
Dosetaksel 75 mg /m2, siklus 3 mingguan, untuk 6 siklus, atau
19
Pemetreksat 500 mg / m2, siklus 3 mingguan, untuk 6 siklus, atau
Erlonitib 150 mg/x/hari,atau
Gefinitib 250 mg/x/hari,atau
Afanitib 40mg/x/hari
Pengobatan Paliatif
Hal yang perlu ditekankan dalam terapi paliatif adalah tujuannya untuk
meningkatkan kualitas hiduppenderita sebaik mungkin.Gejala dan tanda
karsinoma bronkogenik dapat dikelompokkan pada gejalabronkopulmoner,
ekstrapulmoner intratorasik, ekstratoraksik non metastasis dan ekstratorasik
metastasis.Sedangkan keluhan yang sering dijumpai adalah batuk, batuk darah,
sesak napas dan nyeri dada.(PDPI 2003)
Pengobatan paliatif untuk kanker paru meliputi radioterapi, kemoterapi,
medikamentosa, fisioterapi, danpsikososial.Pada beberapa keadaan intervensi
bedah, pemasangan stent dan cryotherapy dapatdilakukan.
Rehabilitasi Medik
Pada penderita kanker paru dapat terjadi gangguan muskuloskeletal
terutama akibat metastasis ke tulang.Manifestasinya dapat berupa inviltrasi ke
vetebra atau pendesakan syaraf.Gejala yang tirnbul berupakesemutan, baal,
nyeri dan bahkan dapat terjadi paresis sampai paralisis otot, dengan akibat
akhirterjadinya gangguan mobilisasi/ambulasi.Upaya rehabilitasi medik
tergantung pada kasus, apakah operabel atau tidak.
- Bila operabel tindakan rehabilitasi medik adalah preventif dan restoratif.
- Bila non-operabel tindakan rehabilitasi medik adalah suportif dan paliatif.
Untuk penderita kanker paru yang akan dibedah perlu dilakukan
rehabilitasi medik prabedah danpascabedah, yang bertujuan membantu
memperoleh hasil optimal tindakan bedah, terutama untukmencegah komplikasi
pascabedah (misalnya: retensi sputum, paru tidak mengembang) dan
mempercepatmobilisasi. Tujuan program rehabilitasi medik untuk kasus yang
nonoperabel adalah untuk memperbaiki dan mempertahankan kemampuan
fungsional penderita yang dinilai berdasarkan skala Karnofsky.Upayaini juga
termasuk penanganan paliatif penderita kanker paru dan layanan hospis
(dirumah sakit ataudirumah).(PDPI 2003)
20
2.1.8 Prognosis
Prognosis pasien dengan kanker paru dipengaruhi oleh dua faktor yaitu
fackor klinis dan faktor histopatologi.(Sukardja,2000)
A. Faktor klinis meliputi :
1. Adanya gejala dan tanda yang masif dan jelas. Gejala dan tanda
yang masif dan jelas dari adanya tumor seperti batuk, batuk darah,
nyeri dada dan sesak memberikan prognosis yang lebih buruk
dibandingkan yang asimptomatik. Dengan survival rate dalam lima
tahun 41% berbanding 72%.
2. Keadaan umum. Keadaan umum pasien mempengaruhi
prognosisdimana pasien dengan keadaan umum yang lebih baik
memiliki prognosis lebih baik. Dengan survival rate selama lima
tahun 7% lebih tinggi pada yang keadaan umum baik dibandingkan
dengan keadaan umum yang buruk.
3. Umur. Umur lebih tua memiliki prognosis yang lebih
burukdibandingkan penderita umur muda.
4. Jenis kelamin. Pria dengan kanker paru memiliki prognosis yang
lebih buruk dibandingkan wanita dengan pengecualian pada
Adenocarcinoma.
B. Faktor histopatologi meliputi :
1. Status atau ukuran tumor. Semakin besar ukuran tumor prognosis
pasien semakin buruk. T1 memiliki survival rate dalam lima tahun
sebesar 67-83%. T2 sebesar 50-65%.
2. Status kelenjar getah bening. Terlibatnya kelenjar getah bening
pada pasien kanker paru memperburuk prognosis pasien. Dengan
perbandingan survival rate selama lima tahun pada N1, N2 dan N3
sebesar 45% : 31% : 23%.
3. Status metastasis. Adanya metastase jauh sel kanker memperburuk
prognosis pasien. Dengan survival rate selama lima tahun antara
M0 berbanding M1 sebesar 50% : 14%.
21
4. Subtipe histologi. Kanker paru tipe SCLC memiliki prognosis yang
lebih buruk dibandingkan dengan NSCLC.Sedangkan di antara
SCC, Adenocarcinoma dan kanker sel besar memiliki prognosis
yang bervariasi.
5. Diferensiasi tumor. Tumor dengan diferensiasi buruk memiliki
prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan tumor yang
berdiferensiasi dengan baik. Dengan perbandingan survival rate
selama lima tahun antara diferensiasi baik berbanding diferensiasi
buruk yaitu 87% : 71%.
6. Invasi pembuluh darah dan pembuluh limfe. Adanya invasi tumor
pada pembuluh darah dan limfe sekitarnya memberikan prognosis
yang lebih buruk dengan survival rate selam lima tahun sebesar
54% dibandingkan dengan tanpa invasi sebesar 74%.
Small cell carcinoma memberikan prognosis yang paling buruk
dalam perkembangan tumor paru dikarenakan sifat metastase yang
sangat tinggi dibandingkan ketiga jenis tumor lainnya. Adenocarcinoma
dan Squamous cell carcinoma memberikan prognosis yang lebih baik
dikarenakan jenis sel tersebut cenderung menetap pada daerah paru
dan membutuhkan durasi yang lama dalam metastase ke bagian tubuh
lainnya.(Alsagaf,1995)
2.2 VCSS
Kegawatan napas dapat terjadi pada penyakit di saluran napas,
pembuluh darah toraks dan parenkim paru, salah satunya adalah sindrom vena
kava superior (SVKS).1 Sindrom vena kava superior muncul bila terjadi
gangguan aliran darah dari kepala dan leher akibat berbagai sebab. SVKS
merupakan salah satu gejala pada keganasan di paru yang mengganggu aliran
darah vena kava superior atau cabang-cabangnya. Identifikasi yang cepat dan
terapi yang tepat dapat menghindari kegawatan akibat SVKS dan meningkatkan
hasil terapi terhadap penyebabnya. Karakteristik SVKS adalah terdapat
hubungan antara berat ringan klinis dengan derajat obstruksi/kompresi terhadap
vena kava superior. SVKS menjadi faktor prognostik penderita kanker paru
(Urban et al, 2000).
22
2.2.1 Patofisiologi dan Patogenesis
Vena kava superior (VKS) normal berukuran 6-8 cm dengan diameter 1-2 cm.
Vena ini terletak di mediastinum anterior, di depan trakea dan di sisi kanan aorta.
Vena kava superior membawa aliran darah dari kepala dan leher kembali ke
atrium kanan. Bagian VKS yang masuk ke rongga perikard sekitar 2-3 cm.4 Pada
bagian atas VKS bermuara vena brakiosefalik kanan dan kiri, brakiosefalik kanan
menerima aliran darah dari vena subklavia dan jugular interna kanan, sedangkan
vena brakiosefalik kiri menerima aliran darah dari vena subklavia dan jugular
interna kiri.4.5 Drainase daerah kepala dan leher mempunyai 8 sistem kolateral
vena-vena, di antaranya vena paravertebra, azigos-hemiazigos, mammaria
interna, torakal lateral, jugular anterior, tiroidal, timik dan perikardiofrenik(Urban
et al, 2000).
Kompresi dari luar terhadap VKS dapat terjadi karena vena ini
mempunyai dinding tipis dan tekanan intravaskuler yang rendah. Vena kava
superior dikelilingi oleh bagian/struktur kaku sehingga relatif mudah terjadi
kompresi. Tekanan intravaskuler yang rendah memudahkan pembentukan
trombus, misalnya trombus yang terjadi akibat kateterisasi (catheter-induced
thrombus). Obstruksi dan aliran yang lambat menyebabkan tekanan vena
meningkat dan inilah yang menyebabkan timbulnya edema interstisial dan aliran
darah kolateral membalik ( retrograde collateral flow). Obstruksi pada vena kava
superior atau vena yang berhubungan dengan aliran darah dari kepala dan leher
menyebabkan terjadinya SVKS. Obstruksi dapat disebabkan oleh proses dari
23
luar yang menyebabkan terjadinya penekanan (kompresi) terhadap vena tetapi
dapat juga terjadi karena proses di dalam vena, misalnya munculnya trombosis.
Kasus SVKS akibat proses dari dalam meningkat seiring dengan semakin
sering dilakukan intervensi pada vena sentral seperti tindakan kateterisasi (Urban
et al, 2000).
Etiologi sindrom vena kava superior: (Urban et al, 2000).
- Kanker Paru
- Limfoma Ganas
- Metastasis tumor pada kanker payudara, seminoma testis Fibrosis,
mediastinitis tuberkulosis, histoplasmosis, dll
- Trombosis vena kava, sindrom Behcets, polisitemia vera,
penggunaan kateter vena, dl
- Tumor jinak mediastinum, aneurisma aorta, tumor dermoid, goiter,
sarkoidosis.
Penyebab penyakit yang paling banyak menyebabkan terjadi SVKS
adalah keganasan, tetapi penyakit infeksi seperti sifilis dan tuberkulosis juga
dapat menjadi penyebab SVKS walaupun jarang. Evaluasi terhadap 81 pasien
SVKS yang dirawat dari tahun 1983 sampai tahun 1996, dari 77 kasus yang
didiagnosis kanker 76% di antaranya adalah kanker paru.8 Sebuah penelitian
retrospektif mengevaluasi 99 spesimen dari 88 pasien. Hasilnya yaitu 36 limfoma
non-Hodgkins, 25 kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK), 17 kanker paru
karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK), 5 Hodgkins disease, 3 timoma, 1 tumor sel
germinal dan 1 lainnya sarcoma (Urban et al, 2000).
2.2.2 Diagnosis
Diagnosis SVKS didasarkan pada klinis dan gambaran radiologis yang
menunjukkan kondisi VKS dan vena-vena lain yang tergabung dalam kolateral
aliran darah dari kepala dan leher. Rerata munculnya gejala SVKS adalah 48
hari 7 dan 40% pasien hanya dapat bertahan kurang dari 8 hari tanpa terapi dari
mulai terjadi gejala akibat obstruksi itu.10 Peneliti lain melaporkan bahwa rerata
lama diagnostik dari mulai muncul gejala adalah 28 hari.8 Sekali SVKS
ditemukan maka prosedur diagnosis untuk mencari penyakit penyebab harus
segera dilakukan. Prosedur diagnosis lain setelah pemeriksaan klinis dan
24
radiologis adalah prosedur untuk keganasan di paru yaitu sputum sitologi, biopsi
transtorakal (TTB), biopsi dan lain-lain (Urban et al, 2000).
Gejala klinis Keluhan atau gejala klinis pada SVKS sangat individual, tergantung
berat ringan gangguan. Tanda khas untuk SVKS adalah peningkatan gejala
disebabkan oleh pertambahan ukuran massa yang bersifat invasif (khusus untuk
keganasan). Sesak napas adalah keluhan yang paling sering, kemudian leher
dan lengan bengkak. Pada keadaan berat selain gejala sesak napas yang hebat
dapat dilihat pembengkakan leher dan lengan kanan disertai pelebaran
venavena subkutan leher dan dada. Keadaan ini kadang-kadang memerlukan
tindakan emergensi untuk mengatasi keluhan. Berat ringan gejala ini juga
dipengaruhi oleh lokasi obstruksi yang terjadi, perluasan proses penyakit
penyebab, aliran cabang vena yang tersumbat dan kemampuan vena
beradaptasi terhadap perubahan aliran darah (Urban et al, 2000).
Gejala klinis sindrom vena kava superior: (Urban et al, 2000).
- Sesak napas (Dyspnea)
- Muka bengkak Lengan bengkak
- Batuk Ortopnea
- Nyeri dada
- Sakit kepala
- Suara serak
- Sakit menelan
- Sinkop.
Tanda klinis sindrom vena kava superior (Urban et al, 2000).
- Pelebaran vena leher Pletora pada wajah
- Venektasi vena di daerah dada, punggung, lengan
- Lengan bengkak
- Edema
Tanda klinis yang jarang ditemukan dan biasanya timbul pada keadaan berat
adalah sianosis sebagai akibat kurang oksigenisasi, Horners syndrome (pupil
mengecil, kelopak mata jatuh dan tidak berkeringat di satu sisi wajah) dan
paralisis pita suara (Urban et al, 2000).
Gambaran radiologis Pada foto toraks polos terlihat bayangan massa di
mediastinum superior kanan (90%), adenopati hilus (50%), efusi pleura kanan
(25%). Informasi lebih baik dengan menggunakan CT-scan toraks. Pada CT-scan
25
toraks kadangkadang gambaran opak pada kolateral vena toraks sering diduga
sebagai SVKS, tetapi indikator paling baik untuk oklusi (penyempitan) pada VKS
adalah jika tampak gambaran opak pada pembuluh darah di daerah subkutan
toraks anterior, tampakan seperti itu mempunyai spesifikasi 96%. Kemampuan
magnetic resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi obstruksi pada vena
toraksik juga tinggi yaitu dengan sensitifiti 94% dan spesifisiti 100%. Raptopoulus
mengidentifikasi 5 kategori (tipe) penekanan VKS berdasarkan gambaran
radiologis pada CT-scan toraks dan dihubungkan dengan berat ringan gejala
klinis (Urban et al, 2000).
Kategori penekanan vena kava superior : (Urban et al, 2000).
- Tipe IA. Penyempitan sedang dan tanpa aliran kolateral atau tidak
terjadi penambahan ukuran vena azigos
- Tipe IB. Penyempitan berat menyebabkan aliran darah balik
(retrograde) ke vena azigos
- Tipe II. Obstruksi di atas azygos arch aliran darah balik ke vena
torasis, vertebra dan perifer
- Tipe III. Obstruksi di bawah azygos arch menyebabkan aliran darah
balik melalui azygos arch ke vena kava inferior.
- Tipe IV. Obstruksi pada azygos arch dengan multipel kolateral perifer
sedangkan vena azigos tidak terlihat.
2.2.3 Pentalaksanaan
Penatalaksanaan untuk penderita dengan SVKS sangat individual, faktor yang
perlu dipertimbangkan adalah : (Urban et al, 2000).
1. Ada atau tidak kegawatan pada SVKS itu yang apabila tidak dilakukan
tindakan segera dapat menyebabkan kematian.
2. Bisa atau tidak melakukan prosedur diagnostik
3. Cepat atau lambat identifikasi penyakit penyebab
4. Akurasi penilaian Sindrom Vena Kava Superior dengan prediksi penyakit
penyebabnya adalah keganasan maka dapat dilakukan prosedur seperti yang
dibuat oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI)
Jika keadaan umum penderita baik (PS >50) maka harus dilakukan prosedur
diagnostik, pada kasus keganasan harus diupayakan tindakan untuk
mendapatkan jenis sel kanker. Radioterapi cito dengan dosis 300 1000 cGy
26
segera diberikan, bila telah memungkinkan dilakukan prosedur diagnostik. Terapi
selanjutnya tergantung pada diagnosis pasti penyebab penyakit. (Urban et al,
2000).
27
1 x 8 Gy Keadaan Umum Buruk / sesak berat Lanjutkan Prosedur Diagnostik
Hasil PA (-) Sesuai Dengan Penatalaksaan Tumor primer Hasil PA (+) Keadaan
Umum Baik Tumor Paru/ Tumor Mediastinum(+) Foto Toraks PA/Lat Sindrom
Vena Kava Superior Bukan tumor/ massa Tidak jelas Tumor/Massa yang
Menekan Sesuai Dengan Penatalaksanaan Tumor Primer 7 Obat-obatan Pasien
dengan gejala ringan dan telah terbentuk aliran kolateral mungkin tidak
membutuhkan pengobatan. (Urban et al, 2000).
Jika lesi di atas vena azygos atau penyumbatan berjalan lambat dan
terjadi kompensasi dengan aliran kolateral, cukup waktu untuk menjalani
prosedur diagnosis tanpa pengobatan sampai ditemukan diagnosis pasti
penyebab penyakit. Terapi jangka pendek yang tidak agresif dapat diberikan
untuk mengurangi gejala yaitu dengan pemberian kortikosteroid dan diuretik
untuk mengurangi edema. Radiasi Jika obstruksi terjadi karena keganasan dan
tumornya kemoresisten, maka radiasi harus diberikan. Dosis radiasi total sesuai
dengan penatalaksanaan keganasan 5000 6000 cGy (Urban et al, 2000).
Kemoterapi adalah terapi pilihan untuk KPKSK dan limfoma. Urban
dkk,18 mendapatkan bahwa radiasi cito sebelum diagnosis atau kemoterapi
untuk KPKSK tidak membantu. Kemoterapi juga menjadi pilihan terapi untuk
KPKBSK karena SVKS merupakan salah satu faktor yang menentukan staging
penyakit lanjut. Kemoterapi juga menjadi pilihan untuk tumor mediastinum jenis
nonseminoma karena radioresisten. Bedah Intervensi bedah sangat jarang
diindikasikan untuk mengatasi masalah yang timbul pada SVKS.4 Pada tabel di
bawah ini dapat dilihat indikasi relatif untuk intervensi bedah SVKS (Urban et al,
2000).
Indikasi relalif intervensi bedah pada sindrom vena kava superior
- Oklusi (penyumbatan) kronik dengan gejala klinis sedang sampai
berat
- Oklusi (penyumbatan) akut dengan gejala klinis berat
- Oklusi (penyumbatan) rekuren dengan gejala klinis berat
Terapi tambahan untuk pasien SVKS yang disebabkan oleh karena
pembentukan trombus adalah trombektomi dengan atau tanpa aktivator
plasminogen (TPA) atau agen trombolitik lain seperti streptokinase dan
urokinase. Stent Pemasangan stent intravena untuk SVKS masih kontroversial
tetapi pernah dilaporkan walaupun jumlah kasus sedikit (Urban et al, 2000).
28
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 IdentitasPasien
Nama : Tn. G
Umur : 55 tahun
JenisKelamin : Laki-laki
Alamat : Malang
Pekerjaan : Pensiunan
Status : Menikah
Suku : Jawa
Agama : Islam
3.2.1 KeluhanUtama
29
Pasien juga mengeluhkan sesak nafas sejak 1 tahun yang lalu, sesak
dirasakan sepanjang hari, nafas pasien tidak leluasa. Sesak perlahan memberat.
Sesak terutama dikeluhkan saat pasien tidur, karena sulit mencari posisi yang
membuatnya paling tidak sesak. Ia tidur dengan 2 bantal Sesak memberat saat
beraktivitas, menggos-menggos setelah jalan sekitar 10 m. Tidak terdengar ngik-
ngik saat bernafas.
Pasien juga mengeluh suaranya parau, dan hilang timbul paraunya, tidak
tentu kapan. Suara paraunya yang pertama muncul sekitar 6 bulan lalu, menetap
2 minggu lalu kemudian hilang sendiri. Untuk suara parau kali ini sudah 1 minggu
lamanya, menetap, tanpa rasa nyeri atau mengganjal di tenggorokan.
HT (-) DM (-) penyakit jantung (-), riwayat minum OAT (-), kanker (-)
3.2.6 Riwayat Sosial
Pasien menikah, dan memiliki 3 orang anak. Pasien sudah 3 tahun ini
menjadi pensiunan. Dulunya ia bekerja di pabrik kertas selama lebih dari 20
tahun. Rumahnya berjarak 10 menit dari pabrik. Pasien merokok sejak ia
berumur 20an tahun, dan berhenti merokok sekitar setahun lalu. Ia merokok
sekitar 1-2 batang perhari. Ia kadang-kadang minum kratingdaeng, sebulan 1-2
botol. Ia kadang-kadang makan mie instan 1 minggu >3x. Saat ini kegiatannya di
rumah merawat hewan peliharaan seperti burung dan ikan.
30
3.3 Pemeriksaan Fisik (10 Februari 2017)
Kesan umum: Tampak sakit sedang GCS 456, kesan gizi cukup
Kepala Normosefali -
Pupil isokor 3mm/3mm
Konjungtiva anemis +
Skleraikterik -
31
Extremities Akral hangat
Edema -/-
-/-
Teraba KGB membesar pada axilla sinistra, immobile, keras,
nyeri, 2x2 cm
3.4 PemeriksaanPenunjang
Darah Lengkap
Hematokrit 26,60 % 40 47
MCV 92,70 fL 80 93
MCH 30,30 pg 27 31
Diff. count :
Eosinofil 3,8 % 04
Basofil 0,9 % 01
32
Neutrofil 19,6 % 51 67
Limfosit 51,7 % 25 33
Monosit 24,0 % 25
Faal Hati
Metabolisme
Karbohidrat
GDS
126 mg/dL <200
Faal Ginjal
Ureum
29,70 mg/dL 16,6-48,5
Kreatinin
1,15 mg/dL <1,2
Serum Elektrolit
Natrium (Na)
132 mmol/L 136-145
Kalium (K)
3,73 mmol/L 3,5-5,0
33
Klorida (Cl) 103 mmol/L 98-106
Imunoserologi
34
Hasil MSCT Scan Thorax:
1. Cavum hemithorax D/S simetris
2. Tampak massa heterogen iso-hipodens batas tegas pada segmen 3,
membentuk sudut tumpul dengan mediastinum, sisi anterosuperior
hemithorax kiri, densitas 21-57 HU yang menyangat setelah penambahan
kontras ukuran +61,4x60x64 mm (ukuran sebelumnya +41x30x26 mm),
massa menempel dengan arcus aorta dan conus pulmonalis.
3. Tampak pula massa dengan karakteristik yang sama di peribronkial
percabangan bronkus sekunder kiri, ukuran + 29x25x26 mm, massa
menempel pada arteripulmonalis kiri
4. Paru D: tampak honey comb appearance pada semgen 3, tampak
emphysema paraseptal dan paracicatrical disertai fibrosis disekitarnya
pada segmen 2, 3, dan centrilobuler pada segmen 10, corakan vaskuler
normal, main bronchus D terbuka.
5. Paru S: tampak fibrosis pada segmen 3, tampak emphysema paraseptal
dan centrilobuler pada segmen 3, centrilobuler pada segmen 10, corakan
vaskuler normal, main bronchus S terbuka.
6. Tampak limfadenopati diprevaskuler, paratrakea D/S, perihiler D/S,
subcarina, dengan ukuran terbesar di subcarina diameter 12 mm, dan di
axilla S diameter + 19 mm
35
7. Trakea: di tengah
8. Thyroid D/S normal
9. Jantung: bentuk, ukuran, dan posisi normal. Tampak nodul isodens pada
pericard sisi anterolateral D, ukuran +19x10 mm
10. Aorta: tampak kalsifikasi
11. Hepar yang tervisualisasi: densitas parenkim homogen normal,
permukaan reguler, sistem porta/bilier/vaskuler tidak melebar. Tidak
tampak kista/nodul.
12. Lien yang tervisualisasi: densitas homogen, vena lienalis tidak melebar,
tidak tampak lesi hipo/hiperdens patologis.
13. Ren D/S yang tervisualisasi: ukuran normal, permukaan reguler, densitas
korteks normal, diferensiasi korteks medulla normal, sistem pelviocalyceal
normal. Tampak kista pada pole atas ren kanan diameter +16 mm
14. Tulang yang tervisualisasi: tidak tampak lesi litik/blastik, osteophyte (+)
pada thoracolumbal yang tervisualisasi
Kesimpulan
Dibanding CT scan tanggal 18 Juli 2016
1. Massa mediastinum anterosuperior kiri proses bertambah
2. Emphysema pulmonum dan paracicatrical relative tetap
3. Nodul pericardium lesi baru
4. Limfadenopati mediastinal relative tetap
36
Foto Thorax PA/Lateral S tanggal 10 Oktober 2016
37
Tampak opasitas batas relative tegas pada perihiler kiri, pada foto lateral tampak
pada infrahiler
Pemeriksaan
fisik
Venaektasi (+)
paru:
38
Inspeksi:
Statis D=S
Dinamis D=S
Palpasi
SF N N
NN
NN
Perkusi
SS
SS
SS
Auskultasi
VV
VV
VV
Pemeriksaan
penunjang
LDH:720 U/L
CEA : 43,16
NSE : 83,65
BAB IV
39
PEMBAHASAN
40
paraneoplastik seperti tentu kapan. Suara paraunya yang
hipertrofi pulmonary pertama muncul sekitar 6 bulan lalu,
osteoarteopati, menetap 2 minggu lalu kemudian hilang
thrombosis vena perifer sendiri. Untuk suara parau kali ini sudah
dan neuropatia. 1 minggu lamanya, menetap, tanpa rasa
nyeri atau mengganjal di tenggorokan.
41
Pemeriksaan Penunjang Pada pasien ini dilakukan MSCT scan,
Pemeriksaan radiologi Foto toraks PA/lateral, serta
paru yaitu foto toraks pemeriksaan marker tumor NSE dan
PA/lateral, CT Scan, bone CEA. Pada pasien ini juga dilakukan
scan, bone survey, USG pemeriksaan histologis (PA).
abdomen, CT otak,PET dan
MRIuntuk menentukan letak
kelainan, ukuran tumor dan
metastasis.
Pemeriksaan khusus
seperti
bronkoskopi,bertujuan untuk
diagnostic sekaligus untuk
mengambil jaringan sebagai
bahan pemeriksaan
histologi.Endobronchial
ultrasound (EBUS) yang
bisa menunjukkan secara
tepat lokasi tumor yang
menempel di dinding luar
bronkial dan mempermudah
tindakan transbronkial
needle aspiration (TBNA).
Bisa dilakukan FNAB jika
biopsy tumor intrabronkial
tidak dapat dilakukan.
Pemeriksaan lain yang
dapat dilakukan
adalahbiologi molecular
menilai protein p53, bcl2.
Selain itu, adalah
imunohistokimia Kemudian
tumor marker seperti CEA,
Cyfra21-1, NSE dan SCC
sebagai bahan evaluasi
Kemudian ada pemeriksaan
42
yang ketiga yaitu jenis
histology.
Klasifikasi Didapatkan efusi pleura T4
I a : T1N0M0 Metastase ke KGB mediastinum N3
b : T2N0M0 Metastasis ke hepar M1b
II a : T1 N1 M0 Karena didapatkan metastasis yang jauh
b : T2 N1 M0 ; T3 N0 M0 maka dikategorikan st IV
III a : T3 N1 M0 ; T1-3 N2 M0
b : T1-4 N3 M0 ; T4 N1-3 M0 Kesimpulan:
IV : T1-4 N1-3 M1a-b T4N3M1b St IV
Keterangan :
Tx : tumor tidak dapat ditentukan, sel tumor
ada dalam pemeriksaan sputum tapi tidak
ada pada foto dada.
T0 : tidak ada tumor primer
Tis : karsinoma in situ
T1 : tumor diameter < 3 cm
T2 : tumor diameter 3 cm terdapat
atelektasis pada distal hilus
T3 : tumor ukuran apapun yang meluas ke
pleura, diding dada, diafragma, Perikardium,
< 2cm dari karina, atelektasis.
T4 : tumor ukuran apapun dengan invasi ke
mediastinum dan adanya effuse pleura
maligna
Nx : terlibatnya KGB tidak dapat ditentukan
N0 : tidak ada KGB yang terlibat
N1 : metastase KGB bronkopulmoner atau
ipsilateral hilus
N2 : metastase KGB mediastinal atas sub
karina
N3 : metastase KGB mediastinal
kontralateral atau hilus atau skalenus atau
Supraklavikula
M0 : tidak ada metastase jauh
M1 : ada metastase jauh
M1a : metastasis ke paru kontralateral,
43
nodul di pleura, efusi pleura ganas, efusi
perikardium
M1b : metastasis jauh ke organ lain (otak,
tulang, hepar, atau KGB leher, aksila,
suprarenal dan lainnya)
44
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kanker paru adalah tumor ganas yang primer berasal dari bronkus atau
sering disebut sebagai bronchogenic carcinoma. Tingkat kematian pada kanker
paru berkaitan dengan jumlah konsumsi rokok per hari, dimana lelaki yang
merokok 2 bungkus sehari selama 20 tahun memiliki peningkatan resiko sebesar
60 70 kali lipat dibandingkan dengan non perokok. Untuk itu faktor risiko kanker
paru seperti merokok atau paparan zat-zat karsinogenik sebaiknya dihindari.
Screening staging sebaiknya dilakukan lebih awal jika dicurigai adanya kanker
paru berdasarkan gejala klinis dan radiologis agar dapat ditangani hingga tuntas.
Terapi tergantung pada staging tumor dan jenis sel tumornya.
45
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
46