Anda di halaman 1dari 46

RESPONSI

BRONKOGENIK KARSINOMA (SMALL CELL CARCINOMA)

ANGGOTA

Nayla Ramadiani

Hasanah Mahirah binti Aznan

Carissa Pratiwi

Ridho Cahya D.

Pembimbing:

dr. Triwahju Astuti,MKes,SpP(K)

Laboratorium Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi

Rumah Sakit Umum Daerah dr Saiful Anwar Malang

Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang

2017

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tingginya angka merokok pada masyarakat menjadikan kanker paru
sebagai salah satu masalah kesehatan di Indonesia, seperti masalah keganasan
lainnya. Berdasarkan laporan profil kanker WHO (2007), kanker paru merupakan
penyumbang insidens kanker pada laki-laki tertinggi di Indonesia dan menjadi
penyebab kematian utama pada kelompok kematian akibat keganasan, bukan
hanya pada laki laki tetapi juga pada perempuan. Buruknya prognosis penyakit
ini mungkin berkaitan erat dengan jarangnya penderita datang ke dokter ketika
penyakitnya masih berada dalam stadium awal penyakit. (WHO 2005 dalam
Islamudin 2009)
Kanker paru adalah tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus atau
karsinoma bronkus (bronchogenic carcinoma).Titik tumbuh karsinoma paru
berada di percabangan segmen atau subsegmen bronkus. Pada tempat
pertumbuhan tumor tampak berupa nodul kecil kemudian tumbuh menjadi
gumpalan dan meluas ke arah sentral atau sentripetal dan ke arah pleura. Paru
merupakan tempat paling umum untuk metastatis kanker dari berbagai tempat.
Penyebaran limfatik (karsinomatosa limfangitis) menyebabkan suatu
perselubungan linier pada paru, biasanya disertai pembesaran kelenjar getah
bening hilus. (DEPKES,2012)
Menurut National Comprehensive Cancer Network tahun 2012, kanker
paru diklasifikasikan dalam dua kategori umum yaitu Small Cell Lung Cancer
(SCLC) dan Non-Small Cell Lung Cancer (NSCLC) yang merupakan tipe paling
sering dari seluruh kanker paru (85%) dan yang paling sering menyerang laki-laki
Indonesia.
Kanker jenis small sel dijumpai 20 sampai 25 % dari seluruh kasus kanker
paru, 40% penderita belum bermetastase dimana masih terbatas ditorak. Dengan
kemoterapi plus radioterapi serta propilaksis irradiasi cranial, rerata angka
harapan hidup 18 sampai 20 bulan, dan lebih dari 20 % dapat hidup lebih dari 2
tahun, tanpa terapi rerata harapan hidup hanya 6 sampai 12 minggu.(5)
Penderita kanker paru yang telah menyebar ( merupakan 60 % dari seluruh
kasus kanker small sel) dimana telah bermetastase pada satu atau lebih organ

2
seperti otak, hati, tulang, atau sumsum tulang. Dengan kombinasi kemoterapi
rerata angka harapan hidup 7 sampai 9 bulan, bahkan beberapa dapat hidup
lebih dari dua tahun. (Syaifudin,2007)
Kanker paru memerlukan penanganan dan tindakan yang cepat dan
terarah. Penegakan diagnosis penyakit ini membutuhkan ketrampilan dan sarana
yang tidak sederhana dan memerlukan pendekatan yang erat dan kerja sama
multidisiplin. Penemuan kanker paru pada stadium dini akan sangat membantu
penderita, dan penemuan diagnosis dalam waktu yang lebih cepat
memungkinkan penderita memperoleh kualitas hidup yang lebih baik dalam
perjalanan penyakitnya meskipun tidak dapat menyembuhkannya. Pilihan terapi
harus dapat segera dilakukan. (PDPI,2003)
Pada stadium dini, kanker paru umumnya tidak menimbulkan keluhan. Ia
baru memberikan keluhan apabila telah ada pendesakan atau ada invasi pada
struktur sekitarnya (bronkus). Oleh karena itu, penemuan penderita kanker paru
pada stadium dini sampai saat ini masih merupakan suatu masalah. Penderita
datang ke dokter apabila sudah ada gejala, ini berarti penyakitnya sudah dalam
stadium lanjut sehingga kemungkinan tidak dapat lagi dilakukan terapi
pembedahan. (Islamudin,2009)
Sampai saat ini pengobatan kanker paru baik non small sel dan small sel
dengan kemoterapi masih non spesifik, non selektiv dan toksik. Kombinasi
kemoterapi terbaru belum menjadikan perbaikan harapan hidup bermakna,
namun demikian pencegahan, deteksi dini dan penggunaan target biologik
spesifik memberikan harapan optimisme penurunan mortalitas
penyakit.(Diananda, Rahma. 2007)

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana faktor resiko, gejala, penegakan diagnosis dan
penatalaksanaan ditinjau dari segi teori dan klinis pada penyakit kanker paru

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui faktor risiko, gejala, penegakan diagnosis, dan
penatalaksanaan ditinjau dari segi teori dan klinis pada penyakitkanker paru
.

3
1.4 Manfaat
1.4.1 Untuk menambah pengetahuan dokter muda rotasi Ilmu Penyakit Dalam
mengenai kanker paru yang merupakan kompetensi 2 sesuai SKDI 2012
melalui metode laporan kasus.
1.4.2 Untuk menambah pengetahuan dokter muda rotasi Ilmu Penyakit Dalam
mengenai edukasi terutama mengenai cara pencegahan penyakit kanker
paru setelah mengenali faktor risiko timbulnya penyakit tersebut.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumor Paru


2.1.1 Definisi
Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan
paru, mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri ataupun
keganasan dari luar paru (metastasis tumor di paru). Kanker paru primer
adalah tumor ganas yang berasal dari paru, yakni epitel bronkus atau
karsinoma bronkus (bronchogenic carsinoma). Kanker paru sekunder
adalah kanker yang berasal dari luar paru (metastase paru). Terdapat 2
jenis kanker paru primer, yaitu non small cell lung cancer dan small cell
lung cancer (PDPI, 2003)
2.1.2 Epidemiologi
Kanker paru merupakan penyebab utama keganasan di dunia,
mencapai hingga 13 persen dari semua diagnosis kanker. Selain itu,
kanker paru juga menyebabkan 1/3 dari seluruh kematian akibat kanker
pada laki-laki. Di Amerika Serikat, diperkirakan terdapat sekitar 213.380
kasus baru pada tahun 2007 dan 160.390 kematian akibat kanker paru.
Berdasarkan data WHO, kanker paru merupakan jenis kanker terbanyak
pada laki-laki di Indonesia, dan terbanyak kelima untuk semua jenis
kanker pada perempuan Kanker paru juga merupakan penyebab
kematian akibat kanker terbanyak pada laki-laki dan kedua pada
perempuan. Hasil penelitian berbasis rumah sakit dari 100 RS di Jakarta,
kanker paru merupakan kasus terbanyak pada laki-laki dan nomor 4
terbanyak pada perempuan tapi merupakan penyebab kematian utama
pada laki-laki dan perempuan (DEPKES, 2012).
Penyakit kanker tidak lagi menjadi penyakit yang jarang ditemui
dimasyarakat. Seiring berkembangnya jaman penyakit kanker sering
dijumpai.Penyakit kanker merupakan salah satu penyebab kematian
utama di seluruh dunia. Pada tahun 2012 sekitar 8,2 juta kematian di
dunia disebabkan karena kanker tiap tahunnya. Di Indonesia sendiri
prevalensi penyakit kanker pada penduduk semua pada tahun 2013
sebesar 1,4% atau diperkirakan sekitar 347.792 orang. Dan Jawa Timur

5
sendiri memiliki estimasi jumlah penderita kanker sebesar 61.230.Untuk
peringkat pertama ada pada Jawa Tengah dengan 68.638 orang.
Kejadian kanker menurut GLOBOCAN tahun 2012 yang merupakan
organisasi penelitian tentang kanker di Perancis mengatakan bahwa pada
pria lebih banyak terkena kanker paru sekitar 34,2% dari kanker-kanker
lainnya (GLOBOCAN, 2012).
Data hasil pemeriksaan di laboratorium Patalogi Anatomi RSUP
Persahabatan kanker paru merupakan lebih dari 50 persen kasus dari
semua jenis kanker yang didiagnosa. Data registrasi kanker Rumah Sakit
Dharmais tahun 2003-2007 menunjukkan bahwa kanker trakea, bronkus
dan paru 8 merupakan keganasan terbanyak kedua pada pria (13,4%)
setelah kanker nasofaring (13,63%) dan merupakan penyebab kematian
akibat kanker terbanyak pada pria (28,94%). Insidens kanker paru rendah
pada usia di bawah 40 tahun, namun meningkat sampai dengan usia 70
tahun. Faktor risiko utama kanker paru adalah merokok. Secara umum,
rokok merupakan 80% penyebab kanker paru pada laki-laki, dan 50%
pada perempuan. Faktor lain adalah kerentanan genetik (genetic
susceptibility), polusi udara, pajanan radon dan pajanan industri
(asbestos, silika, dan lain-lain) (DEPKES, 2012).

2.1.3 Faktor Resiko dan Etiologi


Penyebab pasti kanker paru masih belum diketahui. Paparan atau
inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan
faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain seperti kekebalan
tubuh, genetic dan lain-lain. Dari beberapa kepustakaan telah dilaporkan
bahwa etiologi kanker paru sangat berhubungan dengan kebiasaan
merokok.Lombard dan Doering (1928), telah melaporkan tingginya
insiden kanker paru pada perokok dibandingkan dengan yang tidak
merokok.Terdapat hubungan antara rata-rata jumlah rokok yang dihisap
per hari dengan tingginya insiden kanker paru. Dikatakan bahwa, 1 dari 9
perokok berat akan menderita kanker paru. Belakangan, dari laporan
beberapap penelitian mengatakan bahwa perokok pasif pun akan
beresiko terkena kanker paru. Anak-anak yang terpapar asap rokok
selama 25 tahun pada usia dwasa akan tekena risiko kanker paru dua kali

6
lipat dibandingkan dengan yang tidak terpapar, dan perempuan yang
hidup dengan suami atau pasangan perokok juga terkena risiko kanker
paru 2-3 kali lipat. Diperkirakan 25% kanker paru dari bukan perokok
adalah berasal dari perokok pasif (Amin, 2003).
Diperkirakan terdapat metabolit dalam asap rokok yang bersifat
karsinogen terhadap organ tubuh tersebut. Zat-zat yang bersifat
karsinogen pada rokok yaitu, Benzoapyrene,Dibenzaanthracene,Nicotine,
Nickel, Cadmium, 210PO, dan Hydrazine. Untuk etiologi yang lain yaitu
ada paparan dengan zat karsinogen seperti asbestos yang sering
menimbulkan mesothelioma, kemudian radiasi ion pada pekerja tambang,
dan terpapar oleh radon, arsen, kromium, vinil klorida.Polusi udara juga
berpengaruh pada kejadian kanker paru pada daerah rural. KEmudian
pola makan dan kebiasaan diet yang rendah betakaroten, selenium dan
vitamin A akan beresiko tinggi terjadinya kanker paru. Genetik juga
berpengaruh pada gen yang bermutasi yakni, Proto oncogene, Tumor
suppressor gene , Gene encoding enzyme. Kemudian teori onkogeneis,
dimana gen suppressor tumor menghilangkan atau delesi maupun
penyisipan atau insersi sebagai pasangan basanya. Terjadinya peristiwa
ini mengakibatkan sel paru berubah menjadi sel kanker. Kemudian dipicu
oleh adanya rokok yang membuat sasaran gen tersebut menjadi lebih
agresif (Amin, 2003)

2.1.4 Klasifikasi
Beberapa jenis tumor paru jinak antara lain adalah hamartoma (tulang
rawan), papilloma (jaringan paru), adenoma (kelenjar paru) dan leiomoioma (otot
polos). Secara histologis, tumor paru ganas dibedakan menjadi dua yaitu :
Small cell carcinoma dengan kecenderungan metastase yang
tinggi
Non Small cell carcinoma dimana cenderung jarang metastase
Squamous cell carcinoma
Adenocarcinoma
Large cell carcinoma
Adenosquamous carcinoma

7
Carcinoid tumor
Unclassified carcinoma

Gambar 2.1 Klasifikasi Kanker Paru (IASLC, 2011)


8
Secara umum ada empat katogori mayor untuk keganasan paru yakni Adeno
carcinoma, small cell carcinoma, Squamous cell carcinoma dan Large cell
carcinoma.
Adenocarcinoma : bersifat acinar, papillary, bronchoalveolar, dan
solid yang memproduksi mucin. Merupakan tipe kanker tersering
pada perempuan atau non-smoker. Letak nya di perifer,
cenderung dapat metastase bila dibandingkan dengan squamous
cell carcicoma.
Squamous cell carcinoma : Kanker paling sering yang ditemukan
pada laki-laki dan berhubungan dengan merokok. Tumbuh sentral
dan tumbuh dari bronkus segmentalis atau subsegmentalis.
Dapat ditemukan sel bronkus pada tumor tersebut.
Small cell carcinoma : bersifat sangat malignant, agresif, tingkat
metastase yang tinggi dan tidak berespon dengan tindakan
bedah. Tidak ada gambaran kelenjar maupun sel squamous,
tumbuh bercluster-cluster dan didapatkan nekrosis. Tumbuh pada
daerah bronkus maupun perifer.
Large cell carcinoma : termasuk kedalam undifferentiated
malignant epthelial tumor. Nucleusnya besar, dengan nuclelus
yang prominent. Dapat menyerupai squamous cell carcinoma
ataupun small cell carcinoma.
2.1.5 Diagnosis
Tujuan pemeriksaan diagnosis adalah untuk menentukan jenis
histopatologi kanker, lokasi tumor serta penderajatannya yang selanjutnya
diperlukan untuk menetapkan kebijakan pengobatan. Menurut PDPI 2003
untuk menegakkan diagnose dari kanker paru terbagi menjadi 5 tahap.
Yang pertama adalah :
Anamnesis
Gambaran klinik penyakit kanker paru tidak banyak berbeda dari
penyakit paru lainnya, terdiri dari keluhan subyektif dan gejala obyektif.
Dari anamnesis akan didapat keluhan utama dan perjalanan penyakit,
serta faktorfaktor lain yang sering sangat membantu tegaknya diagnosis.
Keluhan utama dapat berupa :
Batuk-batuk dengan / tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen)

9
Batuk darah
Sesak napas
Suara serak
Sakit dada
Sulit / sakit menelan
Benjolan di pangkal leher
Sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan
dengan rasa nyeri yang hebat.

Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat
metastasis di luar paru, seperti kelainan yang timbul karena kompresi hebat
di otak, pembesaran hepar atau patah tulang kaki. Gejala dan keluhan
yang tidak khas seperti :
Berat badan berkurang
Nafsu makan hilang
Demam hilang timbul
Sindrom paraneoplastik, seperti "Hypertrophic pulmonary
osteoartheopathy", trombosis vena perifer dan neuropatia.
Alur deteksi dini kanker paru

Gambar 2.2 Alur Deteksi Dini Paru (PDPI, 2016)

10
Sasaran untuk deteksi dini terutama ditujukan pada subyek dengan risiko
tinggi (GRT) yaitu:
Laki -laki, usia lebih dari 40 tahun, perokok
Paparan industri tertentu dengan satu atau lebih gejala: batuk darah,
batuk kronik, sesak napas,nyeri dada dan berat badan menurun.
Golongan lain yang perlu diwaspadai adalah perempuan perokok pasif
dengan salah satu gejala di atas dan seseorang yang dengan gejala klinik: batuk
darah, batuk kronik, sakit dada, penurunan berat badan tanpa penyakit yang
jelas. Riwayat tentang anggota keluarga dekat yang menderita kanker paru juga
perlu jadi faktor pertimbangan.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, tanda yang dapat ditemukan pada kanker paru
dapat bervariasi tergantung pada letak, besar tumor dan penyebarannya.(PDPI,
2003)
a)Inspeksi
Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) supraklavikula, leher dan aksila
menandakan telah terjadi penyebaran ke KGB atau tumor di dinding dada,
kepala atau lokasi lain juga menjadi petanda penyebaran.
Venektasi (pelebaran vena) di dinding dada dengan pembengkakan
(edema) wajah, leher dan lengan berkaitan dengan bendungan pada vena
kava superior (SVKS).
Sindroma Horner sering terjadi pada tumor yang terletak si apeks
(pancoast tumor).
Sesak napas dengan temuan suara napas yang abnormal pada
pemeriksaan fisik yang didapat jika terdapat massa yang besar, efusi
pleura atau atelectasis
Thrombus pada vena ekstremitas ditandai dengan edema disertai nyeri
pada anggota gerak dan gangguan sistem hemostatis (peningkatan kadar
D-dimer) menjadi gejala telah terjadinya bendungan vena dalam (DVT)
Tanda-tanda patah tulang patologik dapat terjadi pada kanker yang
bermetastasis ke tulang.

11
Tanda-tanda gangguan neurologis akan didapat jika kanker sudah
menyebar ke otak atau tulang belakang
Perubahan kulit seperti rash, daerah kulit menghitam, atau bibir dan kuku
membiru.
b) Palpasi
Akan didapatkan adanya massa tumor pada apeks paru jika
tumornya terdapat di apeks dan juga dapat dipalpasi pembesaran
kelenjar getah bening regional seperti kgb supraklavikular,
Penurunan stem fremitus dan taktil jika tumor menyebabkan
obstruksi bronkus sedangkan akan meningkat pada tumor di
derah perifer.
c)Perkusi
Terdapat pekak di daerah tumor karena alveolus dan bronkus
terisi tumor atau debris inflamatoris.
Liver span membesar
d)Auskultasi
Suara nafas akan berkurang.

Pemeriksaan penunjang
Hasil pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan penunjang
yang mutlak dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer dan metastasis,
serta penentuan stadium penyakit berdasarkan sistem TNM. Pemeriksaan
radiologi paru yaitu Foto toraks PA/lateral, bila mungkin CT-scan toraks, bone
scan, Bone survey, USG abdomen dan Brain-CT dibutuhkan untuk menentukan
letak kelainan, ukuran tumor dan metastasis (PDPI,2003)
a) Pemeriksaan foto toraks PA/lateral
Masa dapat dilihat bila ukuran tumor lebih dari 1 cm. Tanda yang
mendukung keganasan adalah tepi yang ireguler, disertai identasi pleura,
tumor satelit tumor, dll. Pada foto tumor juga dapat ditemukan telah invasi
ke dinding dada, efusi pleura, efusi perikar dan metastasis intrapulmoner.
Sedangkan keterlibatan KGB untuk menentukan N agak sulit ditentukan
dengan foto toraks saja.

12
Bila foto toraks menunjukkan gambaran efusi pleura yang luas harus
diikuti dengan pengosongan isi pleura dengan punksi berulang atau
pemasangan WSD dan ulangan foto toraks agar bila ada tumor primer
dapat diperlihatkan. Keganasan harus difikirkan bila cairan bersifat
produktif, dan/atau cairan serohemoragik. (PDPI 2003)

Gambaran 2.3 Foto toraks berdasarkan tipe histologi kanker paru.


(sumber: http://repository.usu.ac.id/)

b) CT-Scan toraks
CT-scan dapat mendeteksi tumor dengan ukuran lebih kecil dari 1 cm
secara lebih tepat. Demikian juga tanda-tanda proses keganasan juga
tergambar secara lebih baik, bahkan bila terdapat penekanan terhadap
bronkus, tumor intra bronkial, atelektasis, efusi pleura yang tidak masif
dan telah terjadi invasi ke mediastinum dan dinding dada meski tanpa
gejala. Lebih jauh lagi dengan CT-scan, keterlibatan KGB yang sangat
berperan untuk menentukan stage juga lebih baik karena pembesaran

13
KGB (N1 s/d N3) dapat dideteksi. Demikian juga ketelitiannya mendeteksi
kemungkinan metastasis intrapulmoner.(PDPI 2003)

c) Brain-CT
Kekurangan dari foto toraks dan CT-scan toraks adalah tidak mampu
mendeteksi telah terjadinya metastasis jauh. Untuk itu dibutuhkan
pemeriksaan radiologik lain, misalnya Brain-CT untuk mendeteksi
metastasis di tulang kepala / jaringan otak.(PDPI 2003)

d) Bone scan dan/atau bone survey


Mendeteksi metastasis diseluruh jaringan tulang tubuh.(PDPI 2003)

e) USG abdomen
Melihat ada tidaknya metastasis di hati, kelenjar adrenal dan organ lain
dalam rongga perut.(PDPI 2003)

Pemeriksaan khusus
a) Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah pemeriksan dengan tujuan diagnostik sekaligus
dapat dihandalkan untuk dapat mengambil jaringan atau bahan agar
dapat dipastikan ada tidaknya sel ganas. Pemeriksaan ada tidaknya
masa intrabronkus atau perubahan mukosa saluran napas, seperti terlihat
kelainan mukosa tumor misalnya, berbenjol-benjol, hiperemis, atau
stinosis infiltratif, mudah berdarah.
Kontraindikasi prosedur bronkoskopi ini adalah hipertensi pulmoner berat,
instabilitas kardiovaskular, hipoksemia refrakter akibat pemberian oksigen
tambahan, perdarahan yang tidak dapat berhenti, dan hiperkapnia akut.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah pneumotoraks dan perdarahan.
b) Biopsi aspirasi jarum
Apabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat dilakukan, misalnya karena
amat mudah berdarah, atau apabila mukosa licin berbenjol, maka
sebaiknya dilakukan biopsi aspirasi jarum, karena bilasan dan biopsi
bronkus saja sering memberikan hasil negatif.

14
c). Transbronchial Needle Aspiration (TBNA)
TBNA di karina, atau trakea 1/1 bawah (2 cincin di atas karina) pada
posisi jam 1 bila tumor ada dikanan, akan memberikan informasi ganda, yakni
didapat bahan untuk sitologi dan informasi metastasis KGB subkarina atau
paratrakeal.
d) Sitologi sputum
Pemeriksaan sitologi sputum saat ini menjadi satu-satunya metode non
invasif yang dapat mendeteksi kanker paru dan lesi-lesi pre-keganasan secara
dini. Walaupun spesifitas sitologi sputum konvensional sangat tinggi (98%),
namun sensitivitasnya sangat rendah. Sitologi sputum memiliki spesifitas 99%
dan sensitivitas 66%, tetapi sensitivitas lebih tinggi pada lesi-lesi sentral (71%)
dibandingkan dengan lesi perifer (49%).
Pemeriksaan sitologi sputum sangat bergantung pada kemampuan untuk
mengumpulkan sampel sputum yang adekuat, yang mencakup elemen-elemen
seluler saluran nafas bawah. Akurasi diagnostik dari sitologi sputum,
bagaimanapun, tergantung dari pengambilan sampel (minimal 3 sampel) dan
teknik pengumpulan sputum, serta lokasi (sentral atau perifer) dan ukuran tumor.
Pada pasien-pasien yang tidak dapat mengeluarkan sputum secara spontan,
induksi dengan NaCl 3% dapat lebih efektif.
Semua bahan yang diambil dengan pemeriksaan tersebut di atas harus
dikirim ke laboratorium Patologi Anatomik untuk pemeriksaan sitologi/histologi.
Bahan berupa cairan harus dikirim segera tanpa fiksasi, atau dibuat sediaan
apus, lalu difiksasi dengan alkohol absolut atau minimal alkohol 90%. Semua
bahan jaringan harus difiksasi dalam formalin 4%.(PDPI,2003)

Pemeriksaan lain
a. Petanda Tumor
Petanda tumor seperti CEA, Cyfra21-1, NSE dan lainya tidak dapat
digunakan untuk mendiagnosis tetapi masih digunakan evaluasi hasil
pengobatan.
b. Pemeriksaan biologi molekuler
Pemeriksaan biologi molekuler telah semakin berkembang, cara paling
sederhana dapat menilai ekspresi beberapa gen atau produk gen yang

15
terkait dengan kanker paru,seperti protein p53, bcl2, dan lainya. Manfaat
utama dari pemeriksaan biologi molekuler adalah menentukan prognosis
penyakit.(PDPI 2003)

2.1.6 Staging Kanker Paru


Penderajatan untuk KPKBSK ditentukan menurut International System
For Lung Cancer 1997, berdasarkan sistem TNM .Pengertian T adalah tumor
yang dikatagorikan atas Tx, To s/d T4, N untuk keterlibatan kelenjar getah
bening (KGB) yang dikategorikan atas Nx, No s/d N3, sedangkan M adalah
menunjukkan ada atau tidaknya metastasis jauh (PDPI 2003)

I a : T1N0M0
b : T2N0M0
II a : T1 N1 M0
b : T2 N1 M0 ; T3 N0 M0
III a : T3 N1 M0 ; T1-3 N2 M0
b : T1-4 N3 M0 ; T4 N1-3 M0
IV : T1-4 N1-3 M1a-b
Keterangan :
Tx : tumor tidak dapat ditentukan, sel tumor ada dalam pemeriksaan sputum
tapi tidak ada pada foto dada.
T0 : tidak ada tumor primer
Tis : karsinoma in situ
T1 : tumor diameter < 3 cm
T2 : tumor diameter 3 cm terdapat atelektasis pada distal hilus
T3 : tumor ukuran apapun yang meluas ke pleura, diding dada, diafragma,
Perikardium, < 2cm dari karina, atelektasis.
T4 : tumor ukuran apapun dengan invasi ke mediastinum dan adanya effuse
pleura maligna
Nx : terlibatnya KGB tidak dapat ditentukan
N0 : tidak ada KGB yang terlibat
N1 : metastase KGB bronkopulmoner atau ipsilateral hilus
N2 : metastase KGB mediastinal atas sub karina

16
N3 : metastase KGB mediastinal kontralateral atau hilus atau skalenus atau
Supraklavikula
M0 : tidak ada metastase jauh
M1 : ada metastase jauh
M1a : metastasis ke paru kontralateral, nodul di pleura, efusi pleura ganas,
efusi perikardium
M1b : metastasis jauh ke organ lain (otak, tulang, hepar, atau KGB leher,
aksila, suprarenal dan lainnya)

2.1.7 Tatalaksana
Pengobatan kanker paru adalah muli modality terapi (combined modality
therapy). Pengobatan bedah dan radioterapi adalah pengobatan lokal sedangkan
kemoterapi dan targeted terapi merupakan pengobatan sistemik.(PDPI 2003)
Pembedahan
Indikasi pembedahan pada kanker paru adalah untuk KPKBSK stadium I
dan II.Prinsip pembedahan adalah sedapat mungkin tumor direseksi lengkap
berikut jaringan KGBintrapulmoner, dengan lobektomi maupun
pneumonektomi.Segmentektomi atau reseksi baji hanyadikerjakan jika faal paru
tidak cukup untuk lobektomi.Tepi sayatan diperiksa dengan potong beku
untukmemastikan bahwa batas sayatan bronkus bebas tumor.KGB mediastinum
diambil dengan diseksisistematis, serta diperiksa secara patologi anatomis.
Hal penting lain yang penting dingat sebelum melakukan tindakan bedah
adalah mengetahui toleransipenderita terhadap jenis tindakan bedah yang akan
dilakukan. Toleransi penderita yang akan dibedahdapat diukur dengan nilai uji
faal paru dan jika tidak memungkin dapat dinilai dari hasil analisis gas darah
(AGD).
Syarat untuk reseksi paru
. Resiko ringan untuk Pneumonektomi, bila
KVP paru kontralateral baik, VEP1>60%
. Risiko sedang pneumonektomi, bila
KVP paru kontralateral > 35%, VEP1 > 60%

Radioterapi

17
Radioterapi pada kanker paru dapat menjadi terapi kuratif atau
paliatif.Pada terapi kuratif, radioterapimenjadi bagian dari kemoterapi neoadjuvan
untuk KPKBSK stadium IIIA.Pada kondisi tertenturadioterapi saja tidak jarang
menjadi alternatif terapi kuratif.Radiasi sering merupakan tindakan darurat yang
harus dilakukan untuk meringankan keluhan penderita,seperti sindroma vena
kava superiror, nyeri tulang akibat invasi tumor ke dinding dada dan
metastasistumor di tulang atau otak. (PDPI 2016)
Penetapan kebijakan radiasi pada KPKBSK ditentukan beberapa faktor
1. Staging penyakit
2. Status tampilan
3. Fungsi paru
Bila radiasi dilakukan setelah pembedahan, maka harus diketahui :
- Jenis pembedahan termasuk diseksi kelenjar yang dikerjakan
- Penilaian batas sayatan oleh ahli Patologi Anatomi (PA)
Dosis radiasi yang diberikan secara umum adalah 5000 6000 cGy,
dengan cara pemberian 200 cGy/x, 5hari perminggu.
Syarat standar sebelum penderita diradiasi adalah :
1. Hb > 10 g%
2. Trombosit > 100.000/mm3
3. Leukosit > 4000/dl
Radiasi paliatif diberikan pada unfavourable group, yakni :
1. Tampilan < 70.
2. Penurunan BB > 5% dalam 2 bulan.
3. Fungsi paru buruk.

Kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan pada semua kasus kanker paru.Syarat utama
harus ditentukan jenishistologis tumor dan tampilan (performance status) harus
lebih dan 60 menurut skala Karnosfky atau 2menurut skala WHO.Kemoterapi
dilakukan dengan menggunakan beberapa obat antikanker dalamkombinasi
regimen kemoterapi.Pada keadaan tertentu, penggunaan 1 jenis obat anti kanker
dapat dilakukan.(PDPI 2003)
Prinsip pemilihan jenis antikanker dan pemberian sebuah regimen
kemoterapi adalah:

18
1.Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)
2. Respons obyektif satu obat antikanker s 15%
3. Toksisiti obat tidak melebihi grade 3 skala WHO
4. harus dihentikan atau diganti bila setelah pemberian 2 sikius pada
penilaian terjadi tumor progresif.
Kemoterapi lini pertama
Regimen untuk kemoterapi lini pertama (first line) untuk KPKBSK adalah:
Paklitaksel + sisplastin atau karboplantin siklus 3 mingguan
Gemsitabin + Sisplastin atau Karboplantin, siklus 3 mingguan
Dosetaksel + sisplastin atau karboplantin siklus 3 mingguan
Vinorelbin + sisplastin atau karboplantin siklus 3 mingguan
Pemetreksat + sisplastin atau karboplantin siklus 3 mingguan (
hanya untuk non skuamosa)
Pada pusat pelayanan tertentu dengan keterbatasan pengadaan obat
dapat diberikan rejimen
CAP II ( Sisplastin, adriamisin, siklofosfamid, siklus 28 hari
PE (Sisplastin atau karboplantin + etoposid) siklus 3 mingguan
Syarat standar yang harus dipenuhi sebelum kemoterapi
1. Tampilan > 70-80, pada penderita dengan PS < 70 atau usia lanjut,
dapat diberikan obat antikankerdengan regimen tertentu dan/atau
jadual tertentu.
2. Hb > 10 g%, pada penderita anemia ringan tanpa perdarahan akut,
meski Hb < 10 g% tidak pertutranfusi darah segera, cukup diberi terapi
sesuai dengan penyebab anemia.
3. Granulosit > 1500/mm3
4. Trombosit > 100.000/mm3
5. Fungsi hati baik
6. Fungsi ginjal baik (creatinin clearance lebih dari 70 ml/menit)
Kemoterapi lini kedua
Penderita yang tidak respons (progresif) setelah pemberian kemoterapi 2
siklus atau progresif dalam masa evaluasi setelah selesai kemoterapi 4 siklus
dapat diberikan terapi kemoterapi lini kedua
Dosetaksel 75 mg /m2, siklus 3 mingguan, untuk 6 siklus, atau

19
Pemetreksat 500 mg / m2, siklus 3 mingguan, untuk 6 siklus, atau
Erlonitib 150 mg/x/hari,atau
Gefinitib 250 mg/x/hari,atau
Afanitib 40mg/x/hari

Pengobatan Paliatif
Hal yang perlu ditekankan dalam terapi paliatif adalah tujuannya untuk
meningkatkan kualitas hiduppenderita sebaik mungkin.Gejala dan tanda
karsinoma bronkogenik dapat dikelompokkan pada gejalabronkopulmoner,
ekstrapulmoner intratorasik, ekstratoraksik non metastasis dan ekstratorasik
metastasis.Sedangkan keluhan yang sering dijumpai adalah batuk, batuk darah,
sesak napas dan nyeri dada.(PDPI 2003)
Pengobatan paliatif untuk kanker paru meliputi radioterapi, kemoterapi,
medikamentosa, fisioterapi, danpsikososial.Pada beberapa keadaan intervensi
bedah, pemasangan stent dan cryotherapy dapatdilakukan.

Rehabilitasi Medik
Pada penderita kanker paru dapat terjadi gangguan muskuloskeletal
terutama akibat metastasis ke tulang.Manifestasinya dapat berupa inviltrasi ke
vetebra atau pendesakan syaraf.Gejala yang tirnbul berupakesemutan, baal,
nyeri dan bahkan dapat terjadi paresis sampai paralisis otot, dengan akibat
akhirterjadinya gangguan mobilisasi/ambulasi.Upaya rehabilitasi medik
tergantung pada kasus, apakah operabel atau tidak.
- Bila operabel tindakan rehabilitasi medik adalah preventif dan restoratif.
- Bila non-operabel tindakan rehabilitasi medik adalah suportif dan paliatif.
Untuk penderita kanker paru yang akan dibedah perlu dilakukan
rehabilitasi medik prabedah danpascabedah, yang bertujuan membantu
memperoleh hasil optimal tindakan bedah, terutama untukmencegah komplikasi
pascabedah (misalnya: retensi sputum, paru tidak mengembang) dan
mempercepatmobilisasi. Tujuan program rehabilitasi medik untuk kasus yang
nonoperabel adalah untuk memperbaiki dan mempertahankan kemampuan
fungsional penderita yang dinilai berdasarkan skala Karnofsky.Upayaini juga
termasuk penanganan paliatif penderita kanker paru dan layanan hospis
(dirumah sakit ataudirumah).(PDPI 2003)

20
2.1.8 Prognosis
Prognosis pasien dengan kanker paru dipengaruhi oleh dua faktor yaitu
fackor klinis dan faktor histopatologi.(Sukardja,2000)
A. Faktor klinis meliputi :
1. Adanya gejala dan tanda yang masif dan jelas. Gejala dan tanda
yang masif dan jelas dari adanya tumor seperti batuk, batuk darah,
nyeri dada dan sesak memberikan prognosis yang lebih buruk
dibandingkan yang asimptomatik. Dengan survival rate dalam lima
tahun 41% berbanding 72%.
2. Keadaan umum. Keadaan umum pasien mempengaruhi
prognosisdimana pasien dengan keadaan umum yang lebih baik
memiliki prognosis lebih baik. Dengan survival rate selama lima
tahun 7% lebih tinggi pada yang keadaan umum baik dibandingkan
dengan keadaan umum yang buruk.
3. Umur. Umur lebih tua memiliki prognosis yang lebih
burukdibandingkan penderita umur muda.
4. Jenis kelamin. Pria dengan kanker paru memiliki prognosis yang
lebih buruk dibandingkan wanita dengan pengecualian pada
Adenocarcinoma.
B. Faktor histopatologi meliputi :
1. Status atau ukuran tumor. Semakin besar ukuran tumor prognosis
pasien semakin buruk. T1 memiliki survival rate dalam lima tahun
sebesar 67-83%. T2 sebesar 50-65%.
2. Status kelenjar getah bening. Terlibatnya kelenjar getah bening
pada pasien kanker paru memperburuk prognosis pasien. Dengan
perbandingan survival rate selama lima tahun pada N1, N2 dan N3
sebesar 45% : 31% : 23%.
3. Status metastasis. Adanya metastase jauh sel kanker memperburuk
prognosis pasien. Dengan survival rate selama lima tahun antara
M0 berbanding M1 sebesar 50% : 14%.

21
4. Subtipe histologi. Kanker paru tipe SCLC memiliki prognosis yang
lebih buruk dibandingkan dengan NSCLC.Sedangkan di antara
SCC, Adenocarcinoma dan kanker sel besar memiliki prognosis
yang bervariasi.
5. Diferensiasi tumor. Tumor dengan diferensiasi buruk memiliki
prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan tumor yang
berdiferensiasi dengan baik. Dengan perbandingan survival rate
selama lima tahun antara diferensiasi baik berbanding diferensiasi
buruk yaitu 87% : 71%.
6. Invasi pembuluh darah dan pembuluh limfe. Adanya invasi tumor
pada pembuluh darah dan limfe sekitarnya memberikan prognosis
yang lebih buruk dengan survival rate selam lima tahun sebesar
54% dibandingkan dengan tanpa invasi sebesar 74%.
Small cell carcinoma memberikan prognosis yang paling buruk
dalam perkembangan tumor paru dikarenakan sifat metastase yang
sangat tinggi dibandingkan ketiga jenis tumor lainnya. Adenocarcinoma
dan Squamous cell carcinoma memberikan prognosis yang lebih baik
dikarenakan jenis sel tersebut cenderung menetap pada daerah paru
dan membutuhkan durasi yang lama dalam metastase ke bagian tubuh
lainnya.(Alsagaf,1995)

2.2 VCSS
Kegawatan napas dapat terjadi pada penyakit di saluran napas,
pembuluh darah toraks dan parenkim paru, salah satunya adalah sindrom vena
kava superior (SVKS).1 Sindrom vena kava superior muncul bila terjadi
gangguan aliran darah dari kepala dan leher akibat berbagai sebab. SVKS
merupakan salah satu gejala pada keganasan di paru yang mengganggu aliran
darah vena kava superior atau cabang-cabangnya. Identifikasi yang cepat dan
terapi yang tepat dapat menghindari kegawatan akibat SVKS dan meningkatkan
hasil terapi terhadap penyebabnya. Karakteristik SVKS adalah terdapat
hubungan antara berat ringan klinis dengan derajat obstruksi/kompresi terhadap
vena kava superior. SVKS menjadi faktor prognostik penderita kanker paru
(Urban et al, 2000).

22
2.2.1 Patofisiologi dan Patogenesis
Vena kava superior (VKS) normal berukuran 6-8 cm dengan diameter 1-2 cm.
Vena ini terletak di mediastinum anterior, di depan trakea dan di sisi kanan aorta.
Vena kava superior membawa aliran darah dari kepala dan leher kembali ke
atrium kanan. Bagian VKS yang masuk ke rongga perikard sekitar 2-3 cm.4 Pada
bagian atas VKS bermuara vena brakiosefalik kanan dan kiri, brakiosefalik kanan
menerima aliran darah dari vena subklavia dan jugular interna kanan, sedangkan
vena brakiosefalik kiri menerima aliran darah dari vena subklavia dan jugular
interna kiri.4.5 Drainase daerah kepala dan leher mempunyai 8 sistem kolateral
vena-vena, di antaranya vena paravertebra, azigos-hemiazigos, mammaria
interna, torakal lateral, jugular anterior, tiroidal, timik dan perikardiofrenik(Urban
et al, 2000).

Gambar 2.4 Anatomi vena kava superior (Urban et al, 2000).

Kompresi dari luar terhadap VKS dapat terjadi karena vena ini
mempunyai dinding tipis dan tekanan intravaskuler yang rendah. Vena kava
superior dikelilingi oleh bagian/struktur kaku sehingga relatif mudah terjadi
kompresi. Tekanan intravaskuler yang rendah memudahkan pembentukan
trombus, misalnya trombus yang terjadi akibat kateterisasi (catheter-induced
thrombus). Obstruksi dan aliran yang lambat menyebabkan tekanan vena
meningkat dan inilah yang menyebabkan timbulnya edema interstisial dan aliran
darah kolateral membalik ( retrograde collateral flow). Obstruksi pada vena kava
superior atau vena yang berhubungan dengan aliran darah dari kepala dan leher
menyebabkan terjadinya SVKS. Obstruksi dapat disebabkan oleh proses dari

23
luar yang menyebabkan terjadinya penekanan (kompresi) terhadap vena tetapi
dapat juga terjadi karena proses di dalam vena, misalnya munculnya trombosis.
Kasus SVKS akibat proses dari dalam meningkat seiring dengan semakin
sering dilakukan intervensi pada vena sentral seperti tindakan kateterisasi (Urban
et al, 2000).
Etiologi sindrom vena kava superior: (Urban et al, 2000).
- Kanker Paru
- Limfoma Ganas
- Metastasis tumor pada kanker payudara, seminoma testis Fibrosis,
mediastinitis tuberkulosis, histoplasmosis, dll
- Trombosis vena kava, sindrom Behcets, polisitemia vera,
penggunaan kateter vena, dl
- Tumor jinak mediastinum, aneurisma aorta, tumor dermoid, goiter,
sarkoidosis.
Penyebab penyakit yang paling banyak menyebabkan terjadi SVKS
adalah keganasan, tetapi penyakit infeksi seperti sifilis dan tuberkulosis juga
dapat menjadi penyebab SVKS walaupun jarang. Evaluasi terhadap 81 pasien
SVKS yang dirawat dari tahun 1983 sampai tahun 1996, dari 77 kasus yang
didiagnosis kanker 76% di antaranya adalah kanker paru.8 Sebuah penelitian
retrospektif mengevaluasi 99 spesimen dari 88 pasien. Hasilnya yaitu 36 limfoma
non-Hodgkins, 25 kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK), 17 kanker paru
karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK), 5 Hodgkins disease, 3 timoma, 1 tumor sel
germinal dan 1 lainnya sarcoma (Urban et al, 2000).

2.2.2 Diagnosis
Diagnosis SVKS didasarkan pada klinis dan gambaran radiologis yang
menunjukkan kondisi VKS dan vena-vena lain yang tergabung dalam kolateral
aliran darah dari kepala dan leher. Rerata munculnya gejala SVKS adalah 48
hari 7 dan 40% pasien hanya dapat bertahan kurang dari 8 hari tanpa terapi dari
mulai terjadi gejala akibat obstruksi itu.10 Peneliti lain melaporkan bahwa rerata
lama diagnostik dari mulai muncul gejala adalah 28 hari.8 Sekali SVKS
ditemukan maka prosedur diagnosis untuk mencari penyakit penyebab harus
segera dilakukan. Prosedur diagnosis lain setelah pemeriksaan klinis dan

24
radiologis adalah prosedur untuk keganasan di paru yaitu sputum sitologi, biopsi
transtorakal (TTB), biopsi dan lain-lain (Urban et al, 2000).
Gejala klinis Keluhan atau gejala klinis pada SVKS sangat individual, tergantung
berat ringan gangguan. Tanda khas untuk SVKS adalah peningkatan gejala
disebabkan oleh pertambahan ukuran massa yang bersifat invasif (khusus untuk
keganasan). Sesak napas adalah keluhan yang paling sering, kemudian leher
dan lengan bengkak. Pada keadaan berat selain gejala sesak napas yang hebat
dapat dilihat pembengkakan leher dan lengan kanan disertai pelebaran
venavena subkutan leher dan dada. Keadaan ini kadang-kadang memerlukan
tindakan emergensi untuk mengatasi keluhan. Berat ringan gejala ini juga
dipengaruhi oleh lokasi obstruksi yang terjadi, perluasan proses penyakit
penyebab, aliran cabang vena yang tersumbat dan kemampuan vena
beradaptasi terhadap perubahan aliran darah (Urban et al, 2000).
Gejala klinis sindrom vena kava superior: (Urban et al, 2000).
- Sesak napas (Dyspnea)
- Muka bengkak Lengan bengkak
- Batuk Ortopnea
- Nyeri dada
- Sakit kepala
- Suara serak
- Sakit menelan
- Sinkop.
Tanda klinis sindrom vena kava superior (Urban et al, 2000).
- Pelebaran vena leher Pletora pada wajah
- Venektasi vena di daerah dada, punggung, lengan
- Lengan bengkak
- Edema
Tanda klinis yang jarang ditemukan dan biasanya timbul pada keadaan berat
adalah sianosis sebagai akibat kurang oksigenisasi, Horners syndrome (pupil
mengecil, kelopak mata jatuh dan tidak berkeringat di satu sisi wajah) dan
paralisis pita suara (Urban et al, 2000).
Gambaran radiologis Pada foto toraks polos terlihat bayangan massa di
mediastinum superior kanan (90%), adenopati hilus (50%), efusi pleura kanan
(25%). Informasi lebih baik dengan menggunakan CT-scan toraks. Pada CT-scan

25
toraks kadangkadang gambaran opak pada kolateral vena toraks sering diduga
sebagai SVKS, tetapi indikator paling baik untuk oklusi (penyempitan) pada VKS
adalah jika tampak gambaran opak pada pembuluh darah di daerah subkutan
toraks anterior, tampakan seperti itu mempunyai spesifikasi 96%. Kemampuan
magnetic resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi obstruksi pada vena
toraksik juga tinggi yaitu dengan sensitifiti 94% dan spesifisiti 100%. Raptopoulus
mengidentifikasi 5 kategori (tipe) penekanan VKS berdasarkan gambaran
radiologis pada CT-scan toraks dan dihubungkan dengan berat ringan gejala
klinis (Urban et al, 2000).
Kategori penekanan vena kava superior : (Urban et al, 2000).
- Tipe IA. Penyempitan sedang dan tanpa aliran kolateral atau tidak
terjadi penambahan ukuran vena azigos
- Tipe IB. Penyempitan berat menyebabkan aliran darah balik
(retrograde) ke vena azigos
- Tipe II. Obstruksi di atas azygos arch aliran darah balik ke vena
torasis, vertebra dan perifer
- Tipe III. Obstruksi di bawah azygos arch menyebabkan aliran darah
balik melalui azygos arch ke vena kava inferior.
- Tipe IV. Obstruksi pada azygos arch dengan multipel kolateral perifer
sedangkan vena azigos tidak terlihat.

2.2.3 Pentalaksanaan
Penatalaksanaan untuk penderita dengan SVKS sangat individual, faktor yang
perlu dipertimbangkan adalah : (Urban et al, 2000).
1. Ada atau tidak kegawatan pada SVKS itu yang apabila tidak dilakukan
tindakan segera dapat menyebabkan kematian.
2. Bisa atau tidak melakukan prosedur diagnostik
3. Cepat atau lambat identifikasi penyakit penyebab
4. Akurasi penilaian Sindrom Vena Kava Superior dengan prediksi penyakit
penyebabnya adalah keganasan maka dapat dilakukan prosedur seperti yang
dibuat oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI)
Jika keadaan umum penderita baik (PS >50) maka harus dilakukan prosedur
diagnostik, pada kasus keganasan harus diupayakan tindakan untuk
mendapatkan jenis sel kanker. Radioterapi cito dengan dosis 300 1000 cGy

26
segera diberikan, bila telah memungkinkan dilakukan prosedur diagnostik. Terapi
selanjutnya tergantung pada diagnosis pasti penyebab penyakit. (Urban et al,
2000).

Gambar 2.5. Alur penatalaksanaan sindrom vena kava superior (SVKS)


berdasarkan pedoman diagnosis dan penatalaksanaan kanker paru karsinoma
bukan sel kecil (KPKBSK) (Urban et al, 2000).

Penatalaksanaan ideal untuk mengatasi SVKS adalah terapi definitif penyakit


penyebab, kadang diperlukan pengobatan multimodaliti yaitu kemoterapi,
radioterapi, bedah, pemasangan stent, trombolisis dan obat jenis lain. * Bila
curiga limfoma, lakukan penatalaksanaan yang sesuai Diagnosis Dan Terapi
Sesuai Dengan Penyebab Bukan Tumor/ Masa Prosedur Diagnostik Untuk
Kanker Paru / Tumor Mediastinum Tumor Paru / Tumor Mediastinum CT-scan
Toraks Tidak Jelas Tumor/ Masa Yang Menekan Lanjutkan Prosedur Diagnostik
KU Membaik Pertimbangkan Tindakan Pembedahan KU tidak Membaik Radiasi *

27
1 x 8 Gy Keadaan Umum Buruk / sesak berat Lanjutkan Prosedur Diagnostik
Hasil PA (-) Sesuai Dengan Penatalaksaan Tumor primer Hasil PA (+) Keadaan
Umum Baik Tumor Paru/ Tumor Mediastinum(+) Foto Toraks PA/Lat Sindrom
Vena Kava Superior Bukan tumor/ massa Tidak jelas Tumor/Massa yang
Menekan Sesuai Dengan Penatalaksanaan Tumor Primer 7 Obat-obatan Pasien
dengan gejala ringan dan telah terbentuk aliran kolateral mungkin tidak
membutuhkan pengobatan. (Urban et al, 2000).
Jika lesi di atas vena azygos atau penyumbatan berjalan lambat dan
terjadi kompensasi dengan aliran kolateral, cukup waktu untuk menjalani
prosedur diagnosis tanpa pengobatan sampai ditemukan diagnosis pasti
penyebab penyakit. Terapi jangka pendek yang tidak agresif dapat diberikan
untuk mengurangi gejala yaitu dengan pemberian kortikosteroid dan diuretik
untuk mengurangi edema. Radiasi Jika obstruksi terjadi karena keganasan dan
tumornya kemoresisten, maka radiasi harus diberikan. Dosis radiasi total sesuai
dengan penatalaksanaan keganasan 5000 6000 cGy (Urban et al, 2000).
Kemoterapi adalah terapi pilihan untuk KPKSK dan limfoma. Urban
dkk,18 mendapatkan bahwa radiasi cito sebelum diagnosis atau kemoterapi
untuk KPKSK tidak membantu. Kemoterapi juga menjadi pilihan terapi untuk
KPKBSK karena SVKS merupakan salah satu faktor yang menentukan staging
penyakit lanjut. Kemoterapi juga menjadi pilihan untuk tumor mediastinum jenis
nonseminoma karena radioresisten. Bedah Intervensi bedah sangat jarang
diindikasikan untuk mengatasi masalah yang timbul pada SVKS.4 Pada tabel di
bawah ini dapat dilihat indikasi relatif untuk intervensi bedah SVKS (Urban et al,
2000).
Indikasi relalif intervensi bedah pada sindrom vena kava superior
- Oklusi (penyumbatan) kronik dengan gejala klinis sedang sampai
berat
- Oklusi (penyumbatan) akut dengan gejala klinis berat
- Oklusi (penyumbatan) rekuren dengan gejala klinis berat
Terapi tambahan untuk pasien SVKS yang disebabkan oleh karena
pembentukan trombus adalah trombektomi dengan atau tanpa aktivator
plasminogen (TPA) atau agen trombolitik lain seperti streptokinase dan
urokinase. Stent Pemasangan stent intravena untuk SVKS masih kontroversial
tetapi pernah dilaporkan walaupun jumlah kasus sedikit (Urban et al, 2000).

28
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 IdentitasPasien

Nama : Tn. G

Umur : 55 tahun

JenisKelamin : Laki-laki

Alamat : Malang

Pekerjaan : Pensiunan

Status : Menikah

Suku : Jawa

Agama : Islam

No. Register : 11279195

3.2 Anamnesis (Heteroanamnesis)

3.2.1 KeluhanUtama

Pro kemoterapi lini ke II seri ke IV

3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RSSA dengan tujuan untuk melakukan kemoterapi seri


ke 4. Pasien telah didiagnosa dengan kanker paru sejak 1 tahun yang lalu (dari
rekam medik didapatkan Small cell ca bronchogenic S T4N3M1b). Sebelum
terdiagnosa sebagai kanker paru, pasien mengeluhkan batuk tanpa dahak,
darah, maupun lendir sejak setahun yang lalu. Batuk hilang timbul tanpa
pencetus tertentu. Pasien tidak mengeluhkan adanya demam, dan tidak ada
keluhan berkeringat pada malam hari. Pasien mengalami penurunan berat
badan, sekitar 5 kg dalam 3 bulan.

29
Pasien juga mengeluhkan sesak nafas sejak 1 tahun yang lalu, sesak
dirasakan sepanjang hari, nafas pasien tidak leluasa. Sesak perlahan memberat.
Sesak terutama dikeluhkan saat pasien tidur, karena sulit mencari posisi yang
membuatnya paling tidak sesak. Ia tidur dengan 2 bantal Sesak memberat saat
beraktivitas, menggos-menggos setelah jalan sekitar 10 m. Tidak terdengar ngik-
ngik saat bernafas.

Pasien juga mengeluh suaranya parau, dan hilang timbul paraunya, tidak
tentu kapan. Suara paraunya yang pertama muncul sekitar 6 bulan lalu, menetap
2 minggu lalu kemudian hilang sendiri. Untuk suara parau kali ini sudah 1 minggu
lamanya, menetap, tanpa rasa nyeri atau mengganjal di tenggorokan.

3.2.3 Riwayat Pengobatan


Pasien memulai kemoterapi pada April 2016 di RSSA, sebelumnya tidak
mengonsumsi obat apa-apa kecuali konidin dan fix44.
3.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit pada paru-paru (-), riwayat sakit jantung (-), HT (-),DM(-)

3.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga

HT (-) DM (-) penyakit jantung (-), riwayat minum OAT (-), kanker (-)
3.2.6 Riwayat Sosial
Pasien menikah, dan memiliki 3 orang anak. Pasien sudah 3 tahun ini
menjadi pensiunan. Dulunya ia bekerja di pabrik kertas selama lebih dari 20
tahun. Rumahnya berjarak 10 menit dari pabrik. Pasien merokok sejak ia
berumur 20an tahun, dan berhenti merokok sekitar setahun lalu. Ia merokok
sekitar 1-2 batang perhari. Ia kadang-kadang minum kratingdaeng, sebulan 1-2
botol. Ia kadang-kadang makan mie instan 1 minggu >3x. Saat ini kegiatannya di
rumah merawat hewan peliharaan seperti burung dan ikan.

30
3.3 Pemeriksaan Fisik (10 Februari 2017)

TD = 130/80 HR = 100x/menit RR = Tax : 37,0C


mmHg 20x/menit SaO2 = 98% on
nasal canule 4
lpm

Kesan umum: Tampak sakit sedang GCS 456, kesan gizi cukup

Kepala Normosefali -
Pupil isokor 3mm/3mm
Konjungtiva anemis +
Skleraikterik -

Neck JVP R + 0 cm H2O 30o, pembesaran limfonodi +, benjolan


pada coli sinistra 2x2, mobile, nyeri tekan -, teraba
hangat,soft,kenyal,kakukuduk -

Chest Ictus tak terlihat, teraba pada ICS V MCL Sinistra.


Heart: Venektasi +
LHM ~ ictus
RHM ~ SL D
S1S2 normal reguler, murmur (-), gallop (-)

Inspeksi: St: D=S SF N/ Rh -/- Wh -/-


Lung: Din:D>S N/ -/- -/-
N/N -/- -/-
Perkusi S/D Aus V/BV
S/D V/BV
S/S V/V

Abdomen Flat, soefl,bisingusus (+) normal,liver span 8 cm, Traubes


space timpani, shifting dullness (-) , nyeri tekan (-)

31
Extremities Akral hangat
Edema -/-
-/-
Teraba KGB membesar pada axilla sinistra, immobile, keras,
nyeri, 2x2 cm

Rectum Tidak diperiksa

3.4 PemeriksaanPenunjang

Hasil Lab: 6 Februari 2017


Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Darah Lengkap

Haemoglobin 8,7 g/dL 13,4 17,7

Eritrosit 2,87 106/ uL 4,0 5,5

Leukosit 10.84 103/uL 4,3 10,3

Hematokrit 26,60 % 40 47

Trombosit 227 103/uL 142 - 424

MCV 92,70 fL 80 93

MCH 30,30 pg 27 31

Diff. count :

Eosinofil 3,8 % 04

Basofil 0,9 % 01

32
Neutrofil 19,6 % 51 67

Limfosit 51,7 % 25 33

Monosit 24,0 % 25

Faal Hati

Bilirubin Total 0,21 mg/dL <1,00

Bilirubin Direk 0,01 mg/dL <0,25

Billirubin Indirek 0,20 mg/dL <0,75

SGOT 30 U/L 0-40

SGPT 17 U/L 0-41

Albumin 3,92 g/dL 3,5-5

LDH 720 U/L 240-480

Metabolisme
Karbohidrat

GDS
126 mg/dL <200
Faal Ginjal

Ureum
29,70 mg/dL 16,6-48,5
Kreatinin
1,15 mg/dL <1,2

Serum Elektrolit

Natrium (Na)
132 mmol/L 136-145
Kalium (K)
3,73 mmol/L 3,5-5,0

33
Klorida (Cl) 103 mmol/L 98-106

Imunoserologi

CEA 43,16 ng/mL <5,0

Neuron Spesifik 83,65 ng/mL <16,3


Enolase (NSE)

Foto CT Thoraks (10 Oktober 2016)

34
Hasil MSCT Scan Thorax:
1. Cavum hemithorax D/S simetris
2. Tampak massa heterogen iso-hipodens batas tegas pada segmen 3,
membentuk sudut tumpul dengan mediastinum, sisi anterosuperior
hemithorax kiri, densitas 21-57 HU yang menyangat setelah penambahan
kontras ukuran +61,4x60x64 mm (ukuran sebelumnya +41x30x26 mm),
massa menempel dengan arcus aorta dan conus pulmonalis.
3. Tampak pula massa dengan karakteristik yang sama di peribronkial
percabangan bronkus sekunder kiri, ukuran + 29x25x26 mm, massa
menempel pada arteripulmonalis kiri
4. Paru D: tampak honey comb appearance pada semgen 3, tampak
emphysema paraseptal dan paracicatrical disertai fibrosis disekitarnya
pada segmen 2, 3, dan centrilobuler pada segmen 10, corakan vaskuler
normal, main bronchus D terbuka.
5. Paru S: tampak fibrosis pada segmen 3, tampak emphysema paraseptal
dan centrilobuler pada segmen 3, centrilobuler pada segmen 10, corakan
vaskuler normal, main bronchus S terbuka.
6. Tampak limfadenopati diprevaskuler, paratrakea D/S, perihiler D/S,
subcarina, dengan ukuran terbesar di subcarina diameter 12 mm, dan di
axilla S diameter + 19 mm

35
7. Trakea: di tengah
8. Thyroid D/S normal
9. Jantung: bentuk, ukuran, dan posisi normal. Tampak nodul isodens pada
pericard sisi anterolateral D, ukuran +19x10 mm
10. Aorta: tampak kalsifikasi
11. Hepar yang tervisualisasi: densitas parenkim homogen normal,
permukaan reguler, sistem porta/bilier/vaskuler tidak melebar. Tidak
tampak kista/nodul.
12. Lien yang tervisualisasi: densitas homogen, vena lienalis tidak melebar,
tidak tampak lesi hipo/hiperdens patologis.
13. Ren D/S yang tervisualisasi: ukuran normal, permukaan reguler, densitas
korteks normal, diferensiasi korteks medulla normal, sistem pelviocalyceal
normal. Tampak kista pada pole atas ren kanan diameter +16 mm
14. Tulang yang tervisualisasi: tidak tampak lesi litik/blastik, osteophyte (+)
pada thoracolumbal yang tervisualisasi
Kesimpulan
Dibanding CT scan tanggal 18 Juli 2016
1. Massa mediastinum anterosuperior kiri proses bertambah
2. Emphysema pulmonum dan paracicatrical relative tetap
3. Nodul pericardium lesi baru
4. Limfadenopati mediastinal relative tetap

36
Foto Thorax PA/Lateral S tanggal 10 Oktober 2016

Posisi PA,dan lateral S


Soft tissue: normal
Tulang Costae D/S normal, ICS D/S normal
Trakea : di tengah
Hillus : D= normal, S= normal
Cor : site: normal, size: normal,CTR sulit dievaluasishape: normal
Hemidiafragma: D= flattening S=sulit dievaluasi
L costophrenicus: D/S: sharp/agak tumpul
Pulmo: corakan vaskuler normal
Tampak opasitas dengan tepi spikulated pada perihiler kiri

37
Tampak opasitas batas relative tegas pada perihiler kiri, pada foto lateral tampak
pada infrahiler

Kesimpulan (dibandingkan foto toraks sebelumnya tanggal 12/4/2016) saat


ini didapatkan:
- Massa paru sentral kiri disertai lymphadenopati perihiler kiri bertambah
- Efusi pleura kiri terorganisasi

3.5 Problem Oriented Medical Record


Cue and Clue PL IDx PDx PTx PMo PEdu
Tn.M/L/46th 1. Small - - -ivfd NaCl 0,9% S Persiapan
Batuk sejak cell ca 20tpm (batuk),VS, kemo, efek
setahun lalu, bronch -Ranitidin inj 2x1amp DL, samping
dahak (-), ogenic -oral: BIlirubin kemo
lendir (-), S -PCT 3x500mg T/D/I,
darah (-). T4N3 -Codein 3x10mg Albumin,
Sesak nafas M1b st -pro kemoterapi lini II LDH,
sejak 1 tahun IV seri IV Ur/Cr, SE,
lalu, terasa dengan CEA,NSE
kurang leluasa kompli
bernafas, sesak kasi
sepanjang hari, VCSS
tidur dengan 2 grade I
bantal, sesak
memberat
dengan
aktivitas, dan
saat ia tidur
karena posisi
berbaring.
penurunan BB
5kg dalam 3
bulan.
Terdiagnosis
kanker paru
sejak April
2016.

Pemeriksaan
fisik
Venaektasi (+)
paru:

38
Inspeksi:
Statis D=S
Dinamis D=S
Palpasi
SF N N
NN
NN
Perkusi
SS
SS
SS
Auskultasi
VV
VV
VV
Pemeriksaan
penunjang
LDH:720 U/L
CEA : 43,16
NSE : 83,65

Tn. G/55 th 2. Limfade - FNAB Confirm diagnosis


Pemfis: nopati
Teraba axilla S
pembesaran
KGB Axilla S,
2x2 cm, nyeri,
keras,
immobile
Tn. G/55 th 3. Anemia - - -transfusi PRC 2 labu
Lab: N N dt sampai Hb >10g/dL
Hb 8,7 g/dL chronic
Eri 2,87x106/ disease
uL
MCV/MCH
92,70
fl/30,30pg

BAB IV

39
PEMBAHASAN

Teori Laporan Kasus


Tn G berusia 55 tahun
Tidak didapatkan riwayat keluarga yang
pernah menderita sakit kanker.
Etiologi & faktor resiko: Sehingga dalam hal ini faktor genetik
Penyebab pasti dari kanker paru belum diketahui. dapat disingkirkan.
Namun kanker paru biasa ditemukan pada laki- Pasienmerokoksejak ia berumur 20an
laki usia 40 tahun perokok dengan riwayat tahun, sebanyak 1-2 batang per hari dan
keluarga menderita kanker. baru berhenti merokok sejak 1 tahun
lalu. Jika dihitung dengan indeks
Brinkman, maka pasien tergolong
perokok ringan.
Anamnesis: Pasien mengeluhkan batuk
keluhan utama berupa tanpa dahak, darah, maupun lendir
Batuk dengan / tanpa sejak setahun yang lalu. Batuk hilang
dahak timbul tanpa pencetus tertentu. Pasien
batuk darah tidak mengeluhkan adanya demam
sesak nafas selama itu.

suara serak Pasien mengaku mengalami

sakit dada penurunan berat badan, sekitar 5 kg

sulit / sakit menelan dalam 3 bulan.

benjolan dipangkal Pasien juga mengeluhkan sesak

Gambaran leher nafas sejak 1 tahun yang lalu, sesak


dirasakan sepanjang hari, nafas pasien
klinik sembab muka dan
tidak leluasa. Sesak perlahan
leher
memberat. Sesak terutama dikeluhkan
sembab di lengan
saat pasien tidur, karena sulit mencari
nyeri hebat
posisi yang membuatnya paling tidak
Ada pula keluhan sistemik
sesak. Ia tidur dengan 2 bantal Sesak
seperti
memberat saat beraktivitas, menggos-
berat badan yang turun
menggos setelah jalan sekitar 10 m.
nafsu makan hilang
Tidak terdengar ngik-ngik saat bernafas
demam yang hilang
Pasien juga mengeluh suaranya
timbul
parau, dan hilang timbul paraunya, tidak
sindroma

40
paraneoplastik seperti tentu kapan. Suara paraunya yang
hipertrofi pulmonary pertama muncul sekitar 6 bulan lalu,
osteoarteopati, menetap 2 minggu lalu kemudian hilang
thrombosis vena perifer sendiri. Untuk suara parau kali ini sudah
dan neuropatia. 1 minggu lamanya, menetap, tanpa rasa
nyeri atau mengganjal di tenggorokan.

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Paru:


Inspeksi didapatkan -Inspeksi
gambaran sindrom horner Statis D = S
atau pembesaran nodus Dinamis D = S
limfe supraklavikular yang
nyata serta tanda-tanda -Palpasi -Perkusi
kanker paru. Stem Fremitus N N S S
Pada palpasi akan N N S S
didapatkan adanya massa N N S S
tumor pada apeks paru jika
tumornya terdapat di apeks
dan juga dapat dipalpasi -Auskultasi
pembesaran kelenjar getah V V Friction Rub - -
bening regional seperti kgb V V - -
supraklavikular, vokal V V - -
fremitus dan taktil akan
menurun jika tumor Rhonchi - - Wheezing - -
menyebabkan obstruksi - - - -
bronkus sedangkan akan - - - -
meningkat pada tumor di
derah perifer.
Pada perkusi akan
memperlihatkan pekak di
daerahtumor karena
alveolus dan bronkus terisi
tumor atau debris
inflamatoris.
Pada auskultasi suara
nafas akan berkurang.

41
Pemeriksaan Penunjang Pada pasien ini dilakukan MSCT scan,
Pemeriksaan radiologi Foto toraks PA/lateral, serta
paru yaitu foto toraks pemeriksaan marker tumor NSE dan
PA/lateral, CT Scan, bone CEA. Pada pasien ini juga dilakukan
scan, bone survey, USG pemeriksaan histologis (PA).
abdomen, CT otak,PET dan
MRIuntuk menentukan letak
kelainan, ukuran tumor dan
metastasis.
Pemeriksaan khusus
seperti
bronkoskopi,bertujuan untuk
diagnostic sekaligus untuk
mengambil jaringan sebagai
bahan pemeriksaan
histologi.Endobronchial
ultrasound (EBUS) yang
bisa menunjukkan secara
tepat lokasi tumor yang
menempel di dinding luar
bronkial dan mempermudah
tindakan transbronkial
needle aspiration (TBNA).
Bisa dilakukan FNAB jika
biopsy tumor intrabronkial
tidak dapat dilakukan.
Pemeriksaan lain yang
dapat dilakukan
adalahbiologi molecular
menilai protein p53, bcl2.
Selain itu, adalah
imunohistokimia Kemudian
tumor marker seperti CEA,
Cyfra21-1, NSE dan SCC
sebagai bahan evaluasi
Kemudian ada pemeriksaan

42
yang ketiga yaitu jenis
histology.
Klasifikasi Didapatkan efusi pleura T4
I a : T1N0M0 Metastase ke KGB mediastinum N3
b : T2N0M0 Metastasis ke hepar M1b
II a : T1 N1 M0 Karena didapatkan metastasis yang jauh
b : T2 N1 M0 ; T3 N0 M0 maka dikategorikan st IV
III a : T3 N1 M0 ; T1-3 N2 M0
b : T1-4 N3 M0 ; T4 N1-3 M0 Kesimpulan:
IV : T1-4 N1-3 M1a-b T4N3M1b St IV
Keterangan :
Tx : tumor tidak dapat ditentukan, sel tumor
ada dalam pemeriksaan sputum tapi tidak
ada pada foto dada.
T0 : tidak ada tumor primer
Tis : karsinoma in situ
T1 : tumor diameter < 3 cm
T2 : tumor diameter 3 cm terdapat
atelektasis pada distal hilus
T3 : tumor ukuran apapun yang meluas ke
pleura, diding dada, diafragma, Perikardium,
< 2cm dari karina, atelektasis.
T4 : tumor ukuran apapun dengan invasi ke
mediastinum dan adanya effuse pleura
maligna
Nx : terlibatnya KGB tidak dapat ditentukan
N0 : tidak ada KGB yang terlibat
N1 : metastase KGB bronkopulmoner atau
ipsilateral hilus
N2 : metastase KGB mediastinal atas sub
karina
N3 : metastase KGB mediastinal
kontralateral atau hilus atau skalenus atau
Supraklavikula
M0 : tidak ada metastase jauh
M1 : ada metastase jauh
M1a : metastasis ke paru kontralateral,

43
nodul di pleura, efusi pleura ganas, efusi
perikardium
M1b : metastasis jauh ke organ lain (otak,
tulang, hepar, atau KGB leher, aksila,
suprarenal dan lainnya)

Tatalaksana IVFD NaCl 0,9% 20 tpm


- Pembedahan Ranitidin inj 2x1 amp
- Radioterapi Paracetamol 3x500 mg tab
- Kemoterapi Codein 3x10 mg tab
- Paliatif Kemoterapi
- Rehabilitasi Medik
Prognosis Pada pasien ini didapatkan:
Prognosis dipengaruhi: - Umur pasien masih muda baik
A. Faktor klinis: - Jenis kelamin laki-laki buruk
1. gejala dan tanda yang masif - ukuran tumor 61,6x60x64 mm dan
2. Keadaan umum. 29x25x26 mm buruk
3. Umur -massa menempel pada arcus aorta dan
4. Jenis kelamin conus pulmonalis buruk
B. Faktor histopatologi: - ada keterlibatan KGB buruk
1. Status atau ukuran tumor - ada metastasis buruk
2. KeterlibatanKGB - Squamous Cell Carcinoma buruk
3. Status metastasis
4. Subtipe histologi Kesimpulan: Prognosis Buruk
5. Diferensiasi tumor
6. Invasi pembuluh darah dan limfe

44
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kanker paru adalah tumor ganas yang primer berasal dari bronkus atau
sering disebut sebagai bronchogenic carcinoma. Tingkat kematian pada kanker
paru berkaitan dengan jumlah konsumsi rokok per hari, dimana lelaki yang
merokok 2 bungkus sehari selama 20 tahun memiliki peningkatan resiko sebesar
60 70 kali lipat dibandingkan dengan non perokok. Untuk itu faktor risiko kanker
paru seperti merokok atau paparan zat-zat karsinogenik sebaiknya dihindari.
Screening staging sebaiknya dilakukan lebih awal jika dicurigai adanya kanker
paru berdasarkan gejala klinis dan radiologis agar dapat ditangani hingga tuntas.
Terapi tergantung pada staging tumor dan jenis sel tumornya.

45
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA

Alsagaf, H. 1995. Kanker Paru dan Terapi Paliatif. Penerbit Airlangga,


Surabaya:11-14
Diananda, Rahma. 2007. Mengenal Seluk Beluk Kanker. Kata Hati. Yogyakarta
Islanudin. 2009. Tesis. Program Pendidikan Dokter Spesialis I
Terapi Sistemik Karsinoma Paru. Tesis. Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Unversitas Andalas
Makalah pada Seminar Persatuan Ahli Radiografi Indonesia, 18-20 Mei
2007. Denpasar Bali
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2003. Kanker Paru.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia..
Sukardja, IDG. 2000. Onkologi Klinik. Airlangga University Press: Surabaya
Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3. Balai
Penerbit FKUI, Jakarta.
Syaifudin, Mukh. 2007. Gen penekan tumor p53, kanker dan radiasi pengion
Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi Batan. Jakarta Buletin
Alara, Volume 8 Nomor 3, April 2007,119 128

46

Anda mungkin juga menyukai