Anda di halaman 1dari 16

EPIDEMIOLOGI KANKER PARU

Kanker paru adalah gangguan yang dapat mempengaruhi organ di dalam paru atau system pernafasan.
Biasanya di sebabkan oleh sel-sel di dalam paru yang abnormal dan bisa juga berasal dari bagian tubuh
yang terkena kanker sehingga menjalar ke organ yang lain.

Kanker paru adalah pertumbuhan sel-sel kanker yang tidak dapat terkendali
dalam jaringan paru yang dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen lingkungan terutama asap
rokok (Ilmu Penyakit Dalam, 2001).
Kanker paru adalah tumor berbahaya yang tumbuh diparu, sebagian besar kanker paru berasal dari sel-sel
didalam paru tapi dapat juga berasal dari bagian tubuh lain yang terkena kanker.

Penyakit Kanker Paru-paru tergolong dalam penyakit kanker yang mematikan, baik bagi pria maupun
wanita. Dibandingkan dengan jenis penyakit kanker lainnya, seperti kanker prostat, kanker usus, dan
kanker payudara, penyakit kanker paru-paru dewasa ini cenderung lebih cepat meningkat
perkembangannya.

Penyakit kanker paru-paru adalah sebuah bentuk perkembangan sell yang sangat cepat (abnormal) didalam
jaringan paru yang disebabkan oleh perubahan bentuk jaringan sell atau ekspansi dari sell itu sendiri. Jika
dibiarkan pertumbuhan yang abnormal ini dapat menyebar ke organ lain, baik yang dekat dengan paru
maupun yang jauh misalnya tulang, hati, atau otak.

Penyakit kanker paru-paru lebih banyak disebabkan oleh merokok (87%), sedangkan sisanya disebabkan
oleh zat asbes, radiasi, arsen, kromat, nikel, klorometil eter, gas mustard dan pancaran oven arang bisa
menyebabkan kanker paru-paru, meskipun biasanya hanya terjadi pada pekerja yang juga merokok.

Klasifikasi Penyakit Kanker Paru-Paru.

Ada pengklasifikasian dari penyakit kanker paru-paru, Ini dilihat dari tingkat penyebarannya baik
dijaringan paru itu sendiri maupun terhadap organ tubuh lainnya. Namun pada dasarnya penyakit kanker
paru-paru terbagi dalam dua kriteria berdasarkan level penyebarannya:

1. Kanker paru-paru primer

Memiliki 2 type utama, yaitu Small cell lung cancer (SCLC) dan Non-small cell lung cancer (NSCLC).
SCLC adalah jenis sell yang kecil-kecil (banyak) dimana memiliki daya pertumbuhan yang sangat cepat
hingga membesar. Biasanya disebut oat cell carcinomas (karsinoma sel gandum). Type ini sangat erat
kaitannya dengan perokok, Penanganan cukup berespon baik melalui tindakan chemotherapy and radiation
therapy.

Sedangkan NSCLC adalah merupakan pertumbuhan sell tunggal, tetapi seringkali menyerang lebih dari
satu daerah di paru-paru. Misalnya Adenoma, Hamartoma kondromatous dan Sarkoma.

1. Kanker paru sekunder

Merupakan penyakit kanker paru yang timbul sebagai dampak penyebaran kanker dari bagian organ tubuh
lainnya, yang paling sering adalah kanker payudara dan kanker usus (perut). Kanker menyebar melalui
darah, sistem limpa atau karena kedekatan organ.
1. A. Epidemiologi Penyakit Kanker Paru.

a. Frekuensi Kanker Paru.

Pada awal Abad ke-20, kanker paru menjadi masalah global. Kanker paru merupakan kanker yang
paling sering di dunia. Saat ini, 1,2 juta orang meninggal karena kanker paru-paru setiap tahun dan
kejadian global kanker paru-paru semakin meningkat (Hansen, 2008).

WHO World Report 2000 melaporkan, PMR kanker paru pada tahun 1999 di dunia 2,1%. Menurut WHO,
Cause Specific Death Rate (CSDR) kanker trakea, bronkus, dan paru di dunia 13,2 per 100.000 penduduk
dengan PMR 2,3% (WHO, 2004).

World Health Organisation (WHO) tahun 2007 melaporkan bahwa insidens penyakit kanker di dunia
mencapai 12 juta penduduk dengan PMR 13 %. Di negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris,
kematian akibat kanker menduduki peringkat kedua setelah penyakit kardiovaskuler. Salah satu penyakit
kanker yang menyebabkan kematian tertinggi di dunia adalah kanker paru.

Prevalensi kanker paru di Jawa Tengah tahun 2006 sebesar 0,01%. Pada tahun 2007 mengalami penurunan
menjadi 0,004%, dan pada tahun 2008 menjadi 0,005%. Prevalensi tertinggi adalah di Kabupaten Kudus
sebesar 0,026% (Dinprov Jateng, 2008).

Atmanto (1992) menyatakan kanker paru merupakan penyakit dengan keganasan tertinggi diantara jenis
kanker lainnya di Jawa Timur dengan angka Case Fatality Rate (CFR) sebesar 24,1%. Pada Tahun 1998 di
RS Kanker Dharmais, kanker paru menem-pati urutan kedua terbanyak setelah kanker payudara, yaitu
sebanyak 75 kasus (Nasar, 2000). .;

Hasil survei penyakit tidak menular oleh Direktorat Je nderal PPM & PL di

5 rumah sakit propinsi di Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera
Selatan) pada tahun 2004, menunjukkan angka kesakitan disebabkan oleh kanker paru sebesar 30%.
(Depkes RI, 2004).

b. Distribusi Kanker Paru.

Berdasarkan orang,tempat dan waktu kejadian kanker paru-paru yaitu Pada tahun 1998 Cancer
Statistics melaporkan bahwa di Amerika ditemukan 45.000 kasus baru kanker paru-paru. . Data yang
dibuat WHO menunjukan bahwa kanker paru adalah jenis penyakit keganasan yang menjadi penyebab
kematian utama pada kelompok kematian akibat keganasan, bukan hanya pada laki laki tetapi juga pada
perempuan.

Kanker paru masih menjadi salah satu keganasan yang paling sering, berkisar 20% dari seluruh kasus
kanker pada laki-laki deng an risiko terkena 1 dari 13 orang dan 12% dari semua kasus kanker pada
perempuan dengan risiko terkena 1 dari 23 orang. Di Inggris rata-rata 40.000 kasus baru dilaporkan
setiap tahun. Perkiraan insidensi kanker paru pa da laki-laki tahun 2005 di Amerika Serikat adalah 92.305
dengan rata-rata 91.537 orang meninggal karena kanker.

American Cancer Society mengestimasikan kanker paru di Amerika Serikat pada tahun 2010 sebagai
berikut :

1. Sekitar 222.520 kasus baru kanker paru akan terdiagnosa (116.750 orang laki-laki dan 105.770
orang perempuan).
2. Estimasi kematian karena kanker pa ru sekitar 157.300 kasus (86.220 pada laki-laki dan 71.080 pada
perempuan), berkisar 28% dari semua kasus kematian karena kanker.

Risiko terjadinya kanker paru sekitar 4 kali lebih besar pada laki-laki dibandingkan perempuan dan
risiko meningkat sesuai dengan usia: di Eropa insidensi kanker paru 7 dari 100.000 laki-laki dan 3 dari
100.000 perempuan pada usia 35 tahun, tetapi pada pasien >75 tahun, insidensi 440 pada laki-laki dan 72
pada perempuan.

Variasi insidensi kanker paru secara geografik yang luas juga dilaporkan dan hal ini terutama berhubungan
dengan kebiasaan merokok yang bervariasi di seluruh dunia.

Indonesia menduduki peringkat 4 kanker terbanyak. Di RS Kanker Dhamis Jakarta Tahun 1998 tumor paru
menduduki urutan ke-3 sesudah kanker payudara dan leher rahim. Dan sebagian besar kanker paru
mengenai pria (65%) life time risk 1 : 13 dan para wanita 1 : 20. Pada pria lebih besar prevalensinya
disebabkan faktor merokok yang lebih banyak pada pria. Inseiden puncak kanker paru terjadi antara usia
55-65 tahun.

Berdasarkan data dari RSU Dr. F.L. Tobing Sibolga pada tahun 2008 bahwa yang menderita kanker paru
sebanyak 3 orang dan begitu juga data yang didapat di Kelurahan Aek Manis Sibolga pada tahun 2009
bahwa yang menderita kanker paru sebanyak 2 orang. Dan survei Depkes RI tahun 1986 dan 1992
mendapatkan peningkatan kematian juga akibat penyakit jantung dari 9,7% (peringkat ketiga) menjadi
1,6% (peringkat pertama) (G. Sianturi, 2003).

Menurut penelitian Widyastuti, jumlah penderita kanker paru di RSUP H.Adam Malik Medan pada tahun
2000 ada 36 orang (7,07%), 54 orang (12,62%) tahun 2001, 88 orang (15,52%) pada tahun 2002 (Sri
Widyastuti, 2004). Penelitian yang dilakukan Melindawati menunjukkan jumlah penderita kanker paru
sebanyak 378 orang pada tahun 2004 -2008 dengan perincian pada tahun 2004 sebanyak 63 orang, tahun
2005 sebanyak 88 orang, tahun 2006 sebanyak 68 orang, tahun 2007 sebanyak 70 orang, dan tahun 2008
sebanyak 89 orang ( Melindawati, 2008).

Menurut Departemen Kesehatan melalui pusat promosi kesehatan menyatakan Indonesia merupakan salah
satu negara berkembang yang memiliki tingkat konsumsi rokok dan produksi rokok tertinggi. Berdasarkan
data dari WHO, prevalensi merokok di kalangan orang dewasa meningkat ke 31,5% pada tahun 2001 dari
26,9 % pada tahun 1995. Pada tahun 2001, 62,2% dari pria dewasa merokok, dibandingkan dengan 53,4 %
pada tahun 1995. Rata rata umur mulai merokok yang semula 18,8 tahun pada tahun 1995 menurun ke
18,4 tahun pada tahun 2001. Prevalensi merokok pada pria meningkat cepat seiring dengan bertambahnya
umur: dari 0,7% (10- 14 tahun), ke 24,2 % (15- 19 tahun), melonjak ke 60,1 % (20 24 tahun). Remaja
pria umur 15-19 tahun mengalami peningkatan konsumsi sebesar 65% antara 1995 dan 2001 lebih tinggi
dari kelompok lain manapun. (WHO, 2001). Dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan prevalensi merokok
dalam jangka waktu 5 tahun.

c. Determinan Kanker Paru.

Tingginya angka merokok pada masyarakat Indonesia akan menjadikan kanker paru sebagai salah satu
masalah kesehatan di Indonesia.
Kanker paru merupakan salah satu jenis penyakit paru yang memerlukan
penanganan dan tindakan yang cepat dan terarah. Penegakan diagnosis penyakit ini membutuhkan
ketrampilan dan
sarana yang tidak sederhana dan memerlukan pendekatan multidisiplin kedokteran. Penemuan kanke
r paru pada stadium dini akan sangat membantu penderita (PDPI, 2003).

Faktor Risiko terjadinya Penyakit Kanker Paru.


1. Merokok.

Merupakan penyebab utama Ca paru. Suatu hubungan statistik yang defenitif

telah ditegakkan antara perokok berat (lebih dari dua puluh batang sehari)

dari kanker paru (karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai

kecenderung sepuluh kali lebih besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya orang perokok berat
yang sebelumnya dan telah meninggalkan kebiasaannya

akan kembali ke pola resiko bukan perokok dalam waktu sekitar 10 tahun.

Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau rokok yang jika dikenakan pada
kulit hewan, menimbulkan tumor.

Kebiasaan merokok merupakan perilaku tidak sehat dan dapat menggerogoti paru-paru serta dapat
menyebabkan 25 jenis penyakit mematikan, mulai dari kanker paru-paru, serangan jantung, asma, sampai
impotensi serta gangguan kehamilan dan janin. Namun anehnya, jumlah diperkirakan akan terus
meningkat dari 1,6 milliar perokok dan akan terus meningkat menjadi 1,26 milliar perokok dan menjadi
1,26 milliar perokok tahun 2030.

Dampak merokok adalah kanker paru, jantung, stoke, impoten yang akan menimbulkan kematian dan
berbahaya bagi kesehatan perokok maupun di sekitar perokok baik pria maupun wanita dan terlebih-lebih
bagi janin. Dimana kanker paru itu berasal dari sel-sel di dalam paru-paru tetapi bisa juga dari kanker di
bagian tubuh lain yang meyebar ke paru-paru yang disebabkan oleh rokok yang telah dihisap, jumlah
penderita kanker paru yang dirawat di RSUP persahabatan meningkat 74% dalam 4 tahun kanker dari 408
psien di tahun 2004 menjadi 709 di tahun 2005 (Dr. Faisal Yenes, 2008).

Banyak penelitian yang telah membuktikan juga bahwa adanya hubungan merokok dengan penyakit
koroner dan stroke, dari 11 juta kematian pertahun di negara industri maju, WHO melaporkan lebih dari
setengah (6 juta) disebabkan ganguan sirkulasi darah. Dimana 2,5 juta adalah penyakit jantung koroner
dan1,5 juta adalah stroke. Menurut yang dilakukan WHO menunjukkan bahwa WHO itu telah terbukti
merupakan dampak yang buruk pada kesehatan seksual yang dapat menimbulkan resiko disfungsi ereksi
yang berlanjut ke impotensi terutama pada remaja. Dimana lebih dari 1300 laki-laki perokok dibanding
dengan usia yang tidak merokok mengalami disfungsi ereksi dan 8000 pria juga yang berusia 16-59 tahun
didapati bahwa pria yang merokok kurang sebungkus sehari akan mengalami resiko peningkatan problem
ereksi sebesar 24% (Gades dan Stiven, 2008).

World Health Organization (WHO) telah melaporkan secara statistik antara kebiasaan merokok merupakan
faktor yang berpengaruh dalam hubungan terjadinya kanker paru. Jumlah batang yang dihisap setiap hari,
dalamnya hisapan, lamanya kebiasaan melibatkan hampir 200.000 pria berusia 50-60 tahun yang diteliti
selama 44 bulan didapatkan bahwa angka kematian yang tidak merokok per 100.000 orang adalah 3,4%
pria yang tidak merokok, 59,3% pria yang merokok antara 10-20 batang sehari, dan 217,3% diantara
mereka yang merokok 40 batang atau lebih dalam sehari (Elisna, 2000).

WHO di tahun 1996 juga menyatakan bahwa telah dengan berkembang sekitar 50-60% pria yang merokok,
sementara perokok wanita hanyalah dibawah 10%, sementara itu di negara-negara maju sekitar 30% pria
dan wanita yang punya kebiasaan merokok. Di kalangan pria mulai menyebar luas pada masa perang dunia
I antara tahun 1914-1918 dan mencapai puncaknya dipertengahan tahun 1970-an sedangkan kaum wanita-
nya mulai merokok sejak masa perang dunia II sekitar tahun 1935 -1945 dan jumlahnya terus meningkat
(Aditma, 2004).
America Cancer Society memperkirakan bahwa terdapat 1.500.000 kasus baru dalam tahun 1987 dan
136.000 meninggal Prevalensi Kanker paru di negara maju sangat tinggi, USA di tahun 1993 dilaporkan
173.000 orang dan di Inggris 40.000 orang (Elisna, 2000).

Kasus kanker paru baik di Amerika ataupun negara-negara industri lainnya sekitar 90% berhubungan
dengan merokok. Data RSUP Persahabatan Jakarta menunjukkan bahwa 24,5% perempuan dan 83,6% pria
pasien kanker paru adalah perokok (Murray, 2010).

1. Asap rokok mengandung lebih dari 4.000 bahan kimia, banyak yang telah diidentifikasi
sebagai penyebab kanker.

2. Orang yang merokok lebih dari satu pak rokok per hari memiliki 20-25 kali lebih besar
risiko terkena kanker paru-paru daripada orang yang tidak pernah merokok.
3. Setelah seseorang berhenti merokok, risiko nya untuk kanker paru-paru berkurang secara
bertahap. Sekitar 15 tahun setelah berhenti, risiko untuk kanker paru-paru menurun dengan
tingkat seseorang yang tidak pernah merokok.

4. Cigar dan merokok pipa meningkatkan risiko kanker paru-paru, tetapi tidak sebanyak
merokok. Sekitar 90% kanker paru-paru timbul akibat penggunaan tembakau. Risiko kanker
paru-paru berkembang adalah berkaitan dengan faktor-faktor berikut: Jumlah rokok yang
diisap, Usia di mana seseorang mulai merokok, Berapa lama seseorang merokok (atau
pernah merokok sebelum keluar).

Penyebab lain kanker paru termasuk sebagai berikut:

1. Merokok pasif, atau asap bekas, menyajikan lain risiko untuk kanker paru-paru. Sebuah
kematian diperkirakan 3.000 kanker paru-paru terjadi setiap tahun di Amerika Serikat yang
dapat diatribusikan pada perokok pasif.

2. Sebagian besar karsinogen dalam asap tembakau (rokok) ditemukan pada fase tar seperti
PAH dan fenol aromatik Tar adalah sejenis cairan kental berwarna coklat tua atau hitam
yang merupakan substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru
paru. Kadar tar dalam tembakau antara 0.5-35 mg/ batang. Tar merupakan suatu zat
karsinogen yang dapat menimbulkan kanker pada jalan nafas dan paru-paru (Gondodiputro,
2007).
2. Iradiasi.

Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg


dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal akibat kanker paru) berkaitan
dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan agen etiologi operatif.

Radon pose eksposur risiko lain merupakan produk sampingan dari radium alami, yang
merupakan produk uranium.
Radon hadir di udara indoor dan outdoor.

Risiko kanker paru meningkat dengan paparan jangka panjang yang signifikan untuk radon,
meskipun tidak ada yang tahu risiko yang tepat. Sebuah% 12 diperkirakan kematian akibat
kanker paru-paru timbul gas radon, atau sekitar 21.000 kematian paru-paru terkait kanker
setiap tahun di US Radon gas adalah penyebab utama kedua kanker paru-paru di Amerika
Serikat setelah merokok. Seperti dengan paparan asbes, merokok sangat meningkatkan
resiko kanker paru-paru dengan paparan radon.
Seseorang yang telah menderita kanker paru-paru lebih mungkin mengembangkan kanker
paru-paru detik dibanding rata-rata orang adalah untuk mengembangkan kanker paru-paru
terlebih dahulu.( http://www.emedicinehealth.com )
3. Zat-zat yang terhirup ditempat kerja .

Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil
nikel (pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematite (paru
paru hematite) dan orang orang yang bekerja dengan asbestos
dan dengan kromat juga mengalami peningkatan insiden. Contoh : radon, nikel, radiasi dan arsen.

Pemaparan asbes meningkatkan resiko kanker paru-paru sembilan kali. Kombinasi dari paparan asbes dan
merokok meningkatkan resiko untuk sebanyak 50 kali. Kanker lain dikenal sebagai mesothelioma (suatu
jenis kanker pada lapisan rongga dada yang disebut pleura atau lapisan rongga perut disebut peritoneum)
juga sangat terkait dengan paparan asbes.

Pekerjaan tertentu dimana paparan arsenik,, kromium nikel, hidrokarbon aromatik, dan eter terjadi dapat
meningkatkan risiko kanker paru-paru.

Penyakit Paru Kerja Akibat Pajanan Cat Semprot. Cat semprot mengubah substansi menjadi aerosol, yaitu
kumpulan partikel halus berupa cair atau padat, sehingga karena ukurannya yang kecil akan mudah
terhisap, selanjutnya merupakan pajanan potensial khususnya terhadap kesehatan paru. Pigmen dalam cat
berguna untuk mewarnai dan meningkatkan ketahanan cat. Banyak jenis pigmen merupakan bahan
berbahaya yaitu Chromium dan Cadmium Memberikan warna hijau, kuning, dan oranye dapat
menyebabkan kanker paru dan iritasi kulit, hidung, dan saluran nafas atas (Wahyuningsih, 2003).

4. Polusi Udara.

Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari pada mereka yang
tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya
karsinogen dari industri dan uap diesel dalam atmosfer di kota. Contoh:
Polusi udara, pemaparan gas RT, asap kendaraan/ pembakaran (Thomson, Catatan Kuliah
Patologi,1997).

Polusi dari kendaraan bermotor, pabrik, dan sumber lain mungkin meningkatkan risiko kanker paru-paru.
Gas yang paling berbahaya bagi paru-paru adalah SO2 dan NO2. Kalau unsur ini diisap, maka berbagai
keluhan di paru-paru akan timbul dengan nama CNSRD (chronic non spesific respiratory disease) seperti
asma dan bronkhitis (Aditama, 1992). Kenaikan konsentrasi gas SO2 dan NO2 dikaitkan dengan adanya
gangguan fungsi paru

1. Pengaruh pencemaran akibat oksida sulfur adalah meningkatnya tingkat morbiditas,


insidensi penyakit pernapasan, seperti bronchitis, emphysema dan penurunan kesehatan
umum. Konsentrasi SO2 0,04 ppm dengan partikulat 169 g/m3 menimbulkan peningkatan
yang tinggi dalam kematian akibat bronchitis dan kanker paru-paru (Soedomo, 1999).

2. Pengaruhnya terhadap kesehatan yaitu terganggunya sistem pernapasan dan dapat menjadi
emfisema, bila kondisinya kronis dapat berpotensi menjadi bronkhitis serta akan terjadi
penimbunan NO2 dan dapat merupakan sumber karsinogenik (Sunu, 2001).
5. Genetik.

Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru, yakni :

a. Proton oncogen.
b. Tumor suppressor gene.

c. Gene encoding enzyme.

Teori Onkogenesis.

Terjadinya kanker paru didasari oleh tampilnya gen suppresor tumor dalam genom (onkogen). Adanya
inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara menghilangkan (delesi/del) atau penyisipan (insersi/
inS) sebagian susunan pasangan basanya, tampilnya gen erbB1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti
apoptosis (mekanisme sel untuk mati secara alamiah- programmed cell death). Perubahan tampilan gen
kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru berubah menjadi sel kanker dengan sifat
pertumbuhan yang autonom. Dengan demikian kanker merupakan penyakit genetic yang pada permulaan
terbatas pada sel sasaran kemudian menjadi agresif pada jaringan sekitarnya.

6. Diet.

Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya
resiko terkena kanker paru. (Ilmu Penyakit Dalam, 2001).

7. Penyakit Paru

Penyakit paru seperti tuberkulosis (TBC) dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), juga membuat
risiko untuk kanker paru-paru. Seseorang dengan PPOK memiliki risiko empat sampai enam kali lebih
besar terkena kanker paru-paru bahkan ketika pengaruh merokok dikecualikan.

1. B. Ciri Khas Penyakit Kanker Paru.


Gejala paling umum yang ditemui pada penderita kanker paru adalah:

1. Batuk yang terus menerus atau menjadi hebat.


2. Dahak berdarah, berubah warna dan makin banyak.

3. Napas sesak dan pendek-pendek.


4. Sakit kepala, nyeri atau retak tulang dengan sebab yang tidak jelas.
5. Kelelahan kronis
6. Kehilangan selara makan atau turunnya berat badan tanpa sebab yang jelas.

7. Suara serak/parau.
8. Pembengkakan di wajah atau leher.
Gejala pada kanker paru umumnya tidak terlalu kentara, sehingga kebanyakan penderita kanker paru yang
mencari bantuan medis telah berada dalam stadium lanjut. Kasusk-kasus stadium dini/ awal sering
ditemukan tanpa sengaja ketika seseorang melakukan pemeriksaan kesehatan rutin.

Ada pula gejala dan keluhan tidak khas seperti:

1. Berat badan berkurang.


2. Nafsu makan hilang.

3. Demam hilang timbul.

4.Sindrom paraneoplastik, seperti hypertrophic pulmonary, osteoartheopathy, trombosis vena perifer, dan
neuropatia.

1. C. Perjalanan Penyakit Kanker Paru (Riwayat Alamiah Penyakit).

1. Tahap Pre Patogenesis.

Pada tahap ini penderita masih dalam keaadan sehat namun penderita mempunyai faktor resiko yang dapat
menyebabkan kanker Paru. Faktor resiko tersebut adalah merokok, bahaya industri, polusi udara,
lingkungan yang terdapat banyak perokok, makanan dan kecenderungan familial. Dari faktor-faktor ini,
merokok berperan paling penting pada kanker paru (Price, 2006 )

2. Tahap Subklinis

Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala klinis (Sudoyo, 2009)

3. Tahap Klinis

1. Gejala Intrapulmoner

a. Batuk.

Batuk ialah gejala umum kelainan paru dan juga merupakan gejala awal kanker paru, berbagai kepustakaan
menyatakan batuk merupakan manifestasi yang sering dikeluhkan oleh penderita kanker paru. Patogenesis
terjadinya batuk pada kanker paru diawali dengan berbagai rangsangan reseptor batuk yang terletak di
dalam rongga toraks, antara lain terdapat di bronkus. Reseptor di bronkus utama lebih banyakdibandingkan
bronkus kecil. Jika ada rangsangan di bronkus melalui serabut aferen diteruskan ke medula oblongata
melalui cabang nervus vagus, kemudian melalui serabut eferen menuju ke efektor yang terdapat di dalam
bronkus. Di daerah efektor inilah mekanisme batuk terjadi. Bersamaan dengan siklus itu glotis tertutup
terjadi kontraksi otot-otot dada, abdomen dan relaksasi. diafragma, keadaan itu menyebabkan tekanan
positif di dalam rongga dada yang tiba-tiba dilepaskan pada saat glotis terbuka, udara keluar menggetarkan
jaringan saluran napas termasuk pita suara, sehingga menimbulkan batuk.

b. Batuk Darah.

Merupakan ekspektorasi sputum yang bercampur darah, selain disebabkan oleh kanker paru juga
disebabkan oleh penyakit paru lainnya. Batuk darah biasanya disebabkan oleh ruptur arteri atau vena
bronkial. Keluhan penderita biasanya merasa tidak enak dan merasa panas di dada. Sulit membedakan
dengan batuk darah yang disebabkan oleh penyakit paru lainnya, tetapi biasanya batuk darah karena kanker
paru terjadi penderita berumur lebih 40 tahun.

c. Sesak Nafas.

Sesak napas juga merupakan suatu gejala paru, ini bisa disebabkan oleh beberapa ha1 antara lain; tumor di
daiam saluran napas, tumor menekan saiuran napas, kedua keadaan ini dapat menyebabkan atelektasis dan
penurunan faal paru yang berakhir dengan sesak napas. Selain keadaan di atas efusi pleura juga
menyebabkan sesak napas pada kanker paru.
d. Nyeri Dada.

Nyeri dada dapat dirasakan oleh penderita kanker paru, keadaan ini disebabkan keterlibatan pleura parietal,
tergantung luas dan lokasi tumor tersebut, nyeri ini dirasakan saat inspirasi.

2. Gejala Intratorasik Ekstrapulmoner

a. Efusi Pleura.

Efusi pleura akan memberikan gejala yang berhubungan dengan jumlah cairan dan produktivitinya, gejala
paling sering adalah sesak napas dan nyeri dada. Akumulasi cairan di rongga pleura dapat timbul akibat
invasi tumor secara langsung ke dalam rongga pleura, kelenjar limfe, atau sumbatan pada kelenjar limfe
sehingga mengganggu aliran limfe tersebut. Jenis cairan pleura pada kanker paru bisa serosa.

b. Pneumotoraks.

Pneumotoraks dapat terjadi pada kanker paru walaupun keadaan ini jarang terjadi. Gejala akibat
pneumotoraks juga tergantung pada jumlah dan organ yang terdesak karena akumulasi udara dalam rongga
pleura. lnvasi tumor ke parenkim paru diduga penyebab utama terjadinya pneumotoraks. Dalam
kepustakaan lain dinyatakan bahwa rupturnya bleb juga memegang peranan terjadinya pneumotoraks

c. Efusi perikara

Merupakan keadaan yang sering ditemukan akibat invasi tumor ke dalam rongga perikardium, atau
metastasis melalui kelenjar limfe, keadaan ini dapat menyebabkan tamponade jantung dengan berbagai
tampilan klinis. Otot jantung (miokard) jarang terinvasi oleh tumor paru, walaupun ada kepustakaan yang
melaporkan tetapi jumlah kasusnya sedikit. Untuk mendeteksi kelainan di jantung dilakukan pemeriksaan
ekokardiografi.

d. Gangguan Menelan.

Disebabkan oleh karena terlibatnya esofagus, biasanya terjadi akibat penekanan dinding esofagus oleh
tumor, atau karena pembesaran kelenjar limfe mediastinum, sehingga terjadi obstruksi esofagus.

e. Sindrom Vena Kava Superior.

Penekanan atau invasi tumor ke pembuluh darah mediastinum dapat menimbulkan gangguan aliran darah,
keadaan ini menimbulkan gejala edema di muka, ekstremiti atas, leher bengkak, vena-vena lengan dan
dinding dada melebar, kadang-kadang menimbulkan rasa sakit kepala dan sesak napas.

f. Suara Serak

Kerusakan nervus rekurens dapat menyebabkan kelumpuhan pita suara yang menyebabkan suara serak,
kelumpuhan ini dapat unilateral atau bilateral, dapat mengenai sebagian otot, misalnya otot abduktor
(membuka laring), otot adduktor (menutup laring) dan otot tensor yang menegangkan pita suara.
Kelumpuhan pitasuara ini juga mengakibatkan penderita tidak dapat berbicara keras dan mengucapkan
kalimat yang panjang, penderita berhenti sebentar untuk inspirasi

g. Gangguan Diafragma.
Tumor dapat menyebabkan paresis atau paralisis diafragma, yang ditandai dengan gerakan paradoks
pernapasan. Nervus frenikus memegang peranan pada kelainan ini, saraf ini berada sepanjang anterior
kedua sisi dari lateral mediastinum inferior. Kelumpuhan diafragma ini dapat dilihat dengan menggunakan
fluorskopi.

h. Kerusakan Newus Vagus.

Kelainan ini terjadi karena peradangan dan penekanan pada nervus vagus. Penderita mengeluh nyeri pada
daerah telinga, temporal dan muka.

i. Tumor Pancoast.

Tumor ini terdapat di sulkus superior paru yang berkembang ke perifer apeks paru. Tumor ini menekan
pleksus brakialis yang melibatkan nervus torakalis I dan nervus servikalis VIII. denaan Perluasan lokal
yang menimbulkan tampilan nyeri bahu dan bagian tangan yang dipersarafi oleh nervus ulnaris, juga
menyebabkan erosi iga pertama dan kedua yang menyebabkan berkurangnya gerak tangan dan bahu,
penderita ini berjalan dengan siku yang disanggah oleh tangan karena menahan sakit.

j. Sindrom Horner.

Sindrom ini terjadi bila tumor menekan atau mengenai nervus simpatikus servikalis dan dapat
menyebabkan kerusakan serabut-serabut simpatik . dengan munculan anhidrosis pada sisi yang sama
(ipsilateral), gejala lain ptosis palpebra superior, muka merah, konstriksi pupil.

3. Gejala Ekstratorasik Metastatik

a. Susunan saraf pusat.

Metastasis ke otak biasanya menyebabkan tekanan intra kranial meningkat dengan keluhan sakit kepala,
penglihatan kabur, diplopia, mual, perubahan mental, penurunan kesadaran. Gejala fokal neurologik seperti
seizures dan afasia jarang ditemukan. Lokasi metastasis tumor paru biasanya pada lobus frontalis serebrum
sedangkan pada sereberum jarang. Tumor paru dapat bermetastasis ke medula spinalis, jika menekan arteri
spinalis anterior menyebabkan mielitis transversa. Metastasis epidural menimbulkan nyeri punggung,
fungsi otonom, hilangnya sensori dan ataksia.

b. Metastasis ke tulang.

Tumor paru sering bermetastasis ke tulang, antara lain ke tulang belakang, pelvis dan femur, sedangkan ke
tulang ekstremiti seperti lainnya, skapula dan sternum jarang. Sendi juga merupakan tempat metastasis
tumor paru, biasanya ke sendi siku dan sendi paha. Pada pemeriksaan cairan sendi terlihat sel-sel radang
dan sel ganas. Keluhan umumnya nyeri sendi jika digerakkan.

c. Metastasis ke hepar.

Metastasis biasanya menimbulkan pembesaran hepar, nyeri tekan, kadang-kadang teraba nodul: .Pada
pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan enzim alkali-fostatase, transaminase aspartat amino
transverase dan alanin amino transverase. lkterus ditemukan jika terjadi obstruksi biiier. Jika terjadi
kerusakan hepar yang dapat menimbulkan asites

d. Metastasis ke adrenal.

Metastasis ini menimbulkan hipofungsi adrenal, biasanya mengenai medula dan menimbulikan gejala
nyeri abdomen, mual dan muntah. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat gangguan elektrolit.

e. Metastasis ke gastrointestinal.

Metastasis umumnya melalui kelenjar limfe abdomen, metastasis ke proksimal usus besar lebih sering
dibandingkan ke rektum dan kolon sigmoid. Jika mengenai pankreas menyebabkan pankreatitis dengan
segala gambaran klinis.

f. Metastasis ke kulit.

Sangat jarang ditemukan, pernah dilaporkan menyerang kulit kepala ditandai munculnya nodulnodul
subkutan.

4. Sindrom Paraneoplastik, yaitu suatu sindrom akibat produksi bahan aktif biologi oleh sel-sel tumor,
substansi ini menimbulkan efek walaupun letaknya jauh dari tumor. Sulit menerangkan secara pasti
bagaimana hubungan sekresi bahan aktif ini dengan efek klinis tersebut (Taufik, 2007).

4. Tahap Penyakit Lanjut.

Pada tahap lanjut penyakit kanker paru ini adalah pasien mengalami anoreksia, lelah yang berlebih dan
penurunan berat badan (Price, 2006 ).

5. Tahap Terminal.

Dengan adanya pengobatan dan terapi-terapi yang dilakukan dapat meningkatan harapan hidup bagi
pasiennya. Namun banyak pasien yang meninggal karena komplikasi dan kanker sudah bermetatasis ke
organ lainnya (Sudoyo, 2009).

Patogenesis Penyakit Kanker Paru.

Patogenesis kanker paru belum diketahui secara pasti. Sel mukosal bronkial mengalami perubahan
metaplastik sebagai respon terhadap paparan kronis dari partikel yang terhirup dan kemudian melukai paru.
Sebagai respon dari adanya luka selular tersebut, maka terjadilah peradangan. Sel basal mukosal akan
mengalami proliferasi dan terdiferensiasi menjadi sel goblet yang mensekresi mukus. Aktivitas metaplastik
terjadi akibat pergantian lapisan epitelium kolumnar dengan epitelium skuamus, yang disertai
dengan atipia selular dan peningkatan aktivitas mitotik yang berkembang menjadi displasia mukosal.
Rentang waktu proses ini belum dapat dipastikan, hanya diperkirakan kurang lebih antara 10 hingga 20
tahun.
Jika dilihat dari manifestasi klinisnya, dapat dikategorikan
menjadi gejala intrapulmonal intratorakal, gejala ekstrapulmonal intratorakal, gejala ekstrato rakal non
metastasis dan gejala ekstratorakal metastasis

1. Manifestasi Lokal Kanker Paru (Intrapulmonal Intratorakal).


Gejala yang paling sering adalah batuk kronis dengan/tanpa produksi sputum. Produksi sputum yang
berlebih merupakan suatu gejala karsinoma sel bronkoalveolar ( bronchoalveolar cell carcinoma).
Hemoptisis (batuk darah) merupakan gejala pada hampir 50% kasus. Nyeri dada juga umum terjadi dan
bervariasi mulai dari nyeri pada lokasi tumor atau nyeri yang lebih berat oleh karena adanya invasi ke
dinding dada atau mediastinum. Susah bernafas ( dyspnea) dan penurunan berat badan juga sering
dikeluhkan oleh pasien kanker paru. Pneumonia fokal rekuren dan pneumonia segmental mungkin terjadi
karena lesi obstruktif dalam saluran nafas. Mengi unilateral dan monofonik jarang terjadi karena adanya
tumor bronkial obstruksi. Stridor dapat ditemukan bila trakea sudah terlibat.

2. Manifestasi Ekstrapulmonal Intratorakal.

Manifestasi ini disebabkan oleh adanya invasi/ekste nsi kanker paru ke struktur/organ sekitarnya. Sesak
nafas dan nyeri dada bisa disebabkan oleh keterlibatan pleura atau perikardial. Efusi pleura dapat
menyebabkan sesak nafas, dan efusi perikardial dapat menimbulkan gangguan kardiovaskuler. Tumor
lobus atas kanan atau kelenjar mediastinum dapat menginvasi atau menyebabkan kompresi vena kava
superior dari eksternal. Dengan demikian pasien tersebut akan menunjukkan suatu sindroma vena kava
superior, yaitu nyeri kepala, wajah sembab/plethora, lehar edema dan kongesti, pelebaran vena-vena dada.
Tumor apeks dapat meluas dan melibatkan cabang simpatis superior dan menyebabkan sindroma Horner,
melibatkan pleksus brakialis dan menyebabkan nyeri pada leher dan bahu dengan atrofi dari otot-otot kecil
tangan. Tumor di sebelah kiri dapat mengkompresi nervus la ringeus rekurens yang berjalan di atas arcus
aorta da n menyebabkan suara serak dan paralisis pita suara kiri. Invasi tumor langsung atau kelenjar
mediastinum yang membesar dapat menyebabkan kompresi esophagus dan akhirnya disfagia.

3. Manifestasi Ekstrato rakal Non Metastasis

Kira-kira 10-20% pasien kanker paru mengalami sindroma paraneoplastik. Biasanya hal ini terjadi bukan
disebabkan oleh tumor, melainkan karena zat hormon/peptida yang dihasilkan oleh tumor itu sendiri.
Pasien dapat menunjukkan gejala-gejala seperti mudah lelah, mual, nyeri abdomen, confusion , atau gejala
yang lebih sp esifik seperti galaktorea (galactorrhea). Produksi hormon lebih sering terjadi pada karsinoma
sel kecil dan beberapa sel menunjukkan karakter istik neuro-endokrin. Peptida yang disekresi
berupa adrenocorticotrophic hormone (ACTH), antidiuretic hormone (ADH), kalsitonin, oksitosin da n
hormon paratiroid. Walaupun kadar peptide-peptida ini tinggi pada pasi en-pasien kanker paru, namun
hanya sekitar 5% pasien yang menunjukkan sindroma klinisnya. Jari tabuh (clubbing finger ) dan
hypertrophic pulmonary osteo-arthropathy (HPOA) juga termasuk manifestasi non metastasis dari kanker
paru. Neuropati perifer dan sindroma neurologi seperti sindroma miastenia Lambert-Eaton juga
dihubungkan dengan kanker paru.

4. Manifestasi Ekstratorakal Metastasis

Penurunan berat badan >20% da ri berat badan sebelumnya (bulan sebelumnya) sering mengindikasikan
ad anya metastasis. Pasien dengan metastasis ke hepar sering mengeluhka n penurunan berat badan.
Kanker paru umumnya juga bermetastasis ke kelenjar adrenal, tulang, otak, dan kulit. Keterlibatan organ-
organ ini dapat menyebabkan nyeri local. Metastasis ke tulang dapat terjadi ke tulang mana saja namun
cenderung melibatkan tulang iga, vertebra, humerus, dan tulang femur. Bila terjadi metastasis ke otak,
maka akan terdapat gejala-gejala neurologi, seperti confusion , perubahan kepribadian, dan kejang.
Kelenjar getah bening supraklavikular dan servikal anterior dapat terlibat pada 25% pasien dan sebaiknya
dinilai secara rutin dalam mengevaluasi pasien kanker paru.

1. Aspek Preventif (pencegahan) Penyakit Kanker Paru.

Prinsip upaya pencegahan lebih baik dari sebatas pengobatan. Terdapat 3 Tingkatan pencegahan dalam
epidemiologi penyakit kanker paru, yaitu :

1. Pencegahan Primordial (Pencegahan Tingkat Pertama)


Pencegahan terhadap etiologi (penyebab) penyakit. Pencegahan primer dilakukan pada orang yang sehat
(bebas kanker). Langkah nyata yang dapat dilakukan adalah memberikan informasi kepada masyarakat
tentang pencegahan kanker.

Upaya yang dapat dilakukan adalah Upaya Promosi Kesehatan, upaya untuk memberikan kondisi pada
masyarakat yang memungkinkan penyakit kanker paru tidak dapat berkembang karena tidak adanya
peluang dan dukungan dari kebiasaan, gaya hidup maupun kondisi lain yang merupakan faktor resiko
untuk munculnya penyakit kanker paru. Misalnya : menciptakan prakondisi dimana masyarakat merasa
bahwa merokok itu merupakan kebiasaan yang tidak baik dan masyarakat mampu bersikap positif untuk
tidak merokok. Seseorang perokok yang telah berhasil berhenti 10 tahun lamanya berarti telah dapat
menurunkan risiko 30 -50 persen untuk terkena kanker paru.
Selain itu, senantiasa menjaga daya tahan tubuh melalui pola hidup sehat (olahraga teratur, tidur cukup,
hidup bebas stress serta pola makan sehat), dan makan suplemen secara teratur.

2. Pencegahan Tingkat Kedua

Pencegahan sekunder adalah pencegahan yang dilakukan pada orang yang sudah sakit. Tujuannya adalah
untuk mencegah perkembangan penyakit lebih lanjut dari penyakit serta membatasi terjadinya kecacatan.
Upaya yang dilakukan adalah

a) Diagnosis Dini : misalnya dengan Screening.

b) Pengobatan : misalnya dengan Kemotherapi, Pembedahan atau iradiasi.

1. Pembedahan.

Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk mengankat semua jaringan
yang sakit sementara mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru paru yang tidak terkena kanker.

a. Toraktomi eksplorasi.

Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya karsinoma, untuk
melakukan biopsy.

b. Pneumonektomi pengangkatan paru).

Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa diangkat.

c. Lobektomi (pengangkatan lobus paru).

Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau bula emfisematosa; abses
paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.

d. Resesi segmental, merupakan pengangkatan satu atau lebih segmen paru.

e. Resesi baji.

Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit peradangan yang terlokalisir.
Merupakan pengangkatan dari permukaan paru paru berbentuk baji (potongan es)
f. Dekortikasi, merupakan pengangkatan bahan bahan fibrin dari pleura viscelaris)

2. Radiasi.

Radioterapi adalah penggunaan sinar pengion dalam upaya mengobati penderita kanker. Prinsip radioterapi
adalah mematikan sel kanker dengan memberikan dosis yang tepat pada volume tumor / target yang dituju
dan menjaga agar efek radiasi pada jaringan sehat disekitarnya tetap minimum

3. Kemoterapi.

Kemoterapi adalah upaya untuk membunuh sel-sel kanker dengan mengganggu fungsi reproduksi sel.
Kemoterapi merupakan cara pengobatan kanker dengan jalan memberikan zat/obat yang mempunyai
khasiat membunuh sel kanker.

3. Pencegahan Tingkat Ketiga

Pencegahan tersier adalah upaya meningkatkan angka kesembuhan, angka survival (bertahan hidup), dan
kualitas hidup dalam pengobatan kanker berupa penatalaksanaan terapi rehabilitatif, paliatif, dan bebas
rasa sakit. Misalnya penderita kanker stadium lanjut membutuhkan terapi paliatif, yaitu terapi yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien penderita kanker, baik dengan radioterapi atau dengan
obat-obatan.

Pengendalian Penyakit Kanker Paru.

Program pengendalian kanker secara terorganisir sudah dilakukan sejak sekitar lima tahun terakhir di
Indonesia, sejalan dengan dibentuk dan aktifnya Direktorat Pengedalian Penyakit Tidak Menular di DitJen
P2PL.

Beban ekonomi pengobatan kanker tidak hanya berdampak terhadap sistem kesehatan, tetapi juga untuk
individu dan rumah tangga mereka yang terkena kanker. Dampak ini akan dirasakan paling kuat di
kelompok sosioekonomi rendah, khususnya (meskipun tidak secara eksklusif) di negara-negara
berpenghasilan rendah dan menengah di mana jaring pengaman sosial, seperti asuransi kesehatan universal
kurang tersedia. Sebagai konsekuensinya, kanker bisa menjadi penyebab utama kemiskinan.

Mengingat pasien kanker membutuhkan perawatan jangka panjang, maka dibutuhkan tambahan beban
ekonomi tersendiri bagi diri pasien dan keluarga. Oleh karenanya, diperlukan upaya pengendalian dari
adanya penyakit ini.

Berikut lima kegiatan pengendalian kanker yang telah disusun dan dilaksanakan di Indonesia :

1) Program Promotif dan Pencegahan.

Penyebab utama kanker adalah penerapan gaya hidup yang tak sehat. Maka, promotif dan pencegahan
merupakan salah satu program penting sebagai upaya pengendalian kanker.

Kementerian Kesehatan telah memperkuat sosialisasi pengendalian kanker di berbagai daerah. Pedoman
pengendalian faktor risiko kanker telah disusun untuk petugas kesehatan, kader, anak usia sekolah, dan
masyarakat yang berisiko tinggi.
Program promotif dan pencegahan dilaksanakan Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan lintas
program, lintas sektor, organisasi pemerintah, swasta, dan masyarakat.

Konten program promotif dan pencegahan yang telah dilaksanakan meliputi Kampanye Nasional Program
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), dan advokasi kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Upaya
pengendalian merokok, peningkatan aktivitas fisik, dan peningkatan konsumsi sayur buah telah terintegrasi
dalam program PHBS.

2) Program Deteksi dan Tindak Lanjut Dini.

Deteksi dini kanker ialah usaha untuk menemukan adanya kanker yang masih dapat disembuhkan, yaitu :

kanker yang belum lama tumbuh,

masih kecil, masih lokal,

masih belum menimbulkan kerusakan yang berarti, pada golongan masyarakat tertentu dan pada waktu
yang tertentu.

3) Surveilans dan registrasi kanker.

Surveilans dan registrasi kanker merupakan langkah penting lainnya dalam program pengendalian
kanker. Surveilans epidemiologi penyakit tidak menular merupakan analisis terus menerus dan sistematis
terhadap penyakit tidak menular dan faktor resiko untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit tidak
menular. Sedangkan tujuan registrasi kanker ialah mengumpulkan dan mengelompokkan data
penderita kanker dalam upaya menghasilkan insidens kanker dalam populasi tertentu yang diketahui, dan
menyediakan kerangka penilaian dan pengontrolan pengaruh kanker pada masyarakat

4) Diagnosis dan pengobatan.

Pada saat ini berbagai rumah sakit di Indonesia sudah mempunyai kemampuan untuk diagnosis dan
pengobatan berbagai jenis kanker. Diagnosis pasti kanker dengan pemeriksaan patologi anatomik dapat
dilakukan di banyak laboratorium di negara kita. Pembedahan kanker dan pemberian kemoterapi juga
sudah lama dilakukan di berbagai rumah sakit di Indonesia

5) Pelayanan paliatif

Perawatan paliatif sangat diperlukan karena sebagian besar penderita kanker yang berada pada stadium
lanjut sulit disembuhkan, sehingga usaha mengatasi gejala dan mencukupi kebutuhan penderita, serta
keluarga dalam fase terminal menjadi penting.

Jadi, dari aspek pencegahan di atas, maka dalam upaya pencegahan penyakit kanker paru ini dapat
disingkat dengan kata HERBAL, dimana bila dijabarkan yaitu sebagai berikut :

Hindari segala bentuk polusi udara.

Edukasi tentang Kanker Paru bagi masyarakat.

Rajin berolahraga.
Banyak mengkonsumsi buah dan sayuran, serta menjaga pola makan yang seimbang dan bergizi.

Ambil tindakan segera untuk hentikan rokok.

Lakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala !

Anda mungkin juga menyukai