Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

KEGAWATDARURATAN KANKER PARU-PARU

A. Pengertian
Kanker paru-paru berasal dari jaringan tipis paru-paru, pada umumnya
berupa lapisan sel yang terletak pada saluran udara. Dua tipe utama kanker ini
adalah kanker paru-paru sel kecil (SCLC) dan kanker paru-paru non-sel kecil
(NSCLC). Tipe-tipe ini didiagnosa berdasarkan bentuk sel yang terlihat di bawah
mikroskop. Lebih dari 80% kanker paru-paru merupakan tipe kanker paru-paru
non-sel kecil. Tiga sub-tipe utama dari kanker paru-paru non-sel kecil adalah
adenokarsinoma, karsinoma sel skuamosa dan karsinoma sel besar.
Keganasan di rongga torak mencakup kanker paru, tumor mediastinum,
metastasis tumor di paru dan mesotelioma ganas (kegasanan di pleura). Kasus
keganasan rongga toraks terbanyak adalah kanker paru. Di dunia, kanker paru
merupakan penyebab kematian yang paling utama di antara kematian akibat
penyakit keganasan. Laki-laki adalah kelompok kasus terbanyak meskipun angka
kejadian pada perempuan cendrung meningkat, hal itu berkaitan dengan gaya
hidup (merokok).
Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup
keganasan yang berasal dari paru sendiri (primer) dan metastasis tumor di paru.
Metastasis tumor di paru adalah tumor yang tumbuh sebagai akibat penyebaran
(metastasis) dari tumor primer organ lain. Definisi khusus untuk kanker paru
primer yakni tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus. Meskipun jarang dapat
ditemukan kanker paru primer yang bukan berasal dari epitel bronkus misalnya
bronchial gland tumor. Tumor paru jinak yang sering adalah hamartoma.
Kanker paru-paru merupakan kanker paling umum kedua yang diidap pria
dan kanker paling umum ketiga yang diidap wanita di Singapura. Pria memiliki
resiko kanker paru-paru 3 kali lebih tinggi dari wanita. Dari 3 kelompok etnis
utama, etnis Cina memiliki resiko tertinggi, yang diikuti oleh etnis Melayu dan
India.
Kanker paru-paru terbagi atas 2 tipe utama:
Kanker Paru-paru Non-Sel Kecil (NSCLC). NSCLC merupakan tipe paling
umum dari kanker paru-paru, dan tidak seagresif dibandingkan dengan SCLC.
NSCLC cenderung tumbuh dan menyebar lebih lambat. Bila didiagnosa secara
dini, pembedahan dan/atau radioterapi, kemoterapi, dapat memberikan harapan
akan kesembuhan.
Kanker Paru-paru sel kecil (SCLC). SCLC merupakan kanker yang
memiliki tingkat pertumbuhan pesat dan menyebar cepat ke pembuluh darah
menuju anggota tubuh lainnya. Seringkali, kanker ini dikategorikan sebagai
penyakit kompleks saat terdiagnosa. Kanker ini biasanya diobati melalui
kemoterapi dan bukan melalui prosedur pembedahan.

B. Etiologi
Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru
belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat
karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain
seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain (Amin, 2006).
1. Merokok
Menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang berperan paling
penting, yaitu 85% dari seluruh kasus ( Wilson, 2005). Rokok mengandung
lebih dari 4000 bahan kimia, diantaranya telah diidentifikasi dapat
menyebabkan kanker. Kejadian kanker paru pada perokok dipengaruhi oleh
usia mulai merokok, jumlah batang rokok yang diisap setiap hari, lamanya
kebiasaan merokok, dan lamanya berhenti merokok (Stoppler,2010).
2. Perokok pasif
Semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara perokok
pasif, atau mengisap asap rokok yang ditemukan oleh orang lain di dalam
ruang tertutup, dengan risiko terjadinya kanker paru. Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa pada orang-orang yang tidak merokok, tetapi mengisap
asap dari orang lain, risiko mendapat kanker paru meningkat dua kali (Wilson,
2005).
3. Polusi udara
Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi
pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok kretek. Kematian akibat
kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah perkotaan
dibandingkan dengan daerah pedesaan. Bukti statistik juga menyatakan bahwa
penyakit ini lebih sering ditemukan pada masyarakat dengan kelas tingkat
sosial ekonomi yang paling rendah dan berkurang pada mereka dengan kelas
yang lebih tinggi. Hal ini, sebagian dapat dijelaskan dari kenyataan bahwa
kelompok sosial ekonomi yang lebih rendah cenderung hidup lebih dekat
dengan tempat pekerjaan mereka, tempat udara kemungkinan besar lebih
tercemar oleh polusi. Suatu karsinogen yang ditemukan dalam udara polusi
(juga ditemukan pada asap rokok) adalah 3,4 benzpiren (Wilson, 2005).
4. Paparan zat karsinogen
Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen,
kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan
kanker paru (Amin, 2006). Risiko kanker paru di antara pekerja yang
menangani asbes kira-kira sepuluh kali lebih besar daripada masyarakat
umum. Risiko kanker paru baik akibat kontak dengan asbes maupun uranium
meningkat kalau orang tersebut juga merokok.
5. Diet
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap
betakarotene, selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena
kanker paru (Amin, 2006).
6. Genetik
Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko
lebih besar terkena penyakit ini. Penelitian sitogenik dan genetik molekuler
memperlihatkan bahwa mutasi pada protoonkogen dan gen-gen penekan tumor
memiliki arti penting dalam timbul dan berkembangnya kanker paru. Tujuan
khususnya adalah pengaktifan onkogen (termasuk juga gen-gen K-ras dan
myc), dan menonaktifkan gen-gen penekan tumor (termasuk gen rb, p53, dan
CDKN2) (Wilson, 2005).
7. Penyakit paru
Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik
juga dapat menjadi risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru
obstruktif kronik berisiko empat sampai enam kali lebih besar terkena kanker
paru ketika efek dari merokok dihilangkan (Stoppler, 2010).

C. Tanda dan Gejala


Keluhan utama:
1. Batuk-batuk dengan/tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen) lebih dari 3
minggu
2. Batuk darah
3. Sesak napas
4. Suara serak
5. Nyeri dada yang persisten
6. Sulit/sakit menelan
7. Benjolan di pangkal leher
8. Sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan dengan rasa
nyeri yang hebat.Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan
akibat metastasis di luar paru, seperti kelainan yang timbul karena kompresi
hebat di otak, pembesaran hepar atau patah tulang. Ada pula gejala dan
keluhan tidak khas seperti :
1. Berat badan berkurang
2. Nafsu makan hilang
3. Demam hilang timbul
4. Sindrom paraneoplastik, seperti hypertrophic pulmonary
osteoartheopathy, trombosis vena perifer dan neuropatia.

D. Faktor Risiko
1. Laki-laki,
2. Usia lebih dari 40 tahun
3. Perokok
4. Tinggal/bekerja di lingkungan yang mengandung zat karsinogen atau polusi
5. Paparan industri / lingkungan kerja tertentu
6. Perempuan perokok pasif
7. Riwayat pernah mendapat kanker organ lain atau anggota keluarga dekat yang
menderita kanker paru (masih dalam penelitian).
8. Tuberkulosis paru (scar cancer), angka kejadiannya sangat kecil.
9. Orang-orang yang termasuk dalam kelompok atau terpapar pada faktor risiko
di atas dan mempunyai tanda dan gejala respirasi yaitu batuk, sesak napas,
nyeri dada disebut golongan risiko tinggi (GRT) maka sebaiknya segera
dirujuk ke dokter spesialis paru.

E. Pemeriksaan Medis
Prosedur diagnosis untuk kanker paru dilakukan hingga didapat diagnosis
pasti (jenis histologis) dan dapat ditentukan stage penyakit hingga dapat
dipikirkan modaliti terapi yang tepat. Selain itu harus dipertimbangkan keadan
umum pasien (performance status) dan kemampuan keuangan.
Prosedur diagnostik untuk mendapatkan sel kanker dapat dilakukan dari cara
paling sederhana hingga tindakan invasif tergantung kondisi pasien. Pilihan itu
antara lain biopsi jarum halus jika ada massa superfisial, pungsi dan biopsi pleura
jika ada efusi pleura, bronkoskopi disertai dengan bilasan, sikatan, kuretase,
biopsi massa intrabronkus, dll sebagai usaha untuk mendapatkan jenis histologis.
Prosedur diagnostik untuk menentukan stage penyakit antara lain, foto
toraks, CT-scan toraks sampai kelenjar suprarenal dan bronkoskopi. Pemeriksaan
CT-scan (MRI) kepala dan bone scan dilakukan jika ada keluhan (atas indikasi)
atau pasien yang akan dibedah.
Tumor marker tidak dilakukan untuk diagnosis kanker paru tetapi hanya
bermanfaat untuk evalausi hasil terapi.
Sitologi dahak : Cairan kental (dahak) yang dibatukkan dari paru-paru.
Laboratorium kemudian akan memeriksa sampel dahak untuk
mencari sel kanker.
Thoracentesis : Dokter menggunakan jarum panjang untuk mengambil cairan
(cairan pleura) dari dada. Laboratorium kemudian melakukan tes
pada cairan tersebut untuk mencari sel kanker.
Bronkoskopi : Dokter memasukkan selang ringan yang tipis (bronkoskop)
melalui hidung atau mulut menuju paru-paru. Dokter akan
mengambil sampel sel dengan jarum, kuas, atau alat lain. Dokter
juga mungkin akan membasuh area tersebut dengan air untuk
mengambil sampel sel dalam air.
Aspirasi jarum halus : Dokter menggunakan jarum halus untuk mengambil
sampel jaringan atau cairan dari paru-paru atau kelenjar getah
bening.
Biopsi terbuka : Dalam beberapa kasus di mana jaringan tumor sulit untuk
diperoleh, biopsi langsung terhadap tumor paru atau kelenjar
getah bening melalui pembedahan dinding dada bisa dilakukan
bilamana diperlukan
Pencitraan :- CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru
dan pleura.
- MR
Pada kondisi tertentu diagnosis tidak dapat ditegakkan meskipun telah
dilakukan berbagai prosedur diagnosis, maka torakotomi eksplorasi dapat
dilakukan.
1. Jenis Histologis Kanker Paru
Jenis Sel Kanker Paru secara umum dibagi atas dua kelompok yaitu :
a. Kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK) atau small cell lung
cancer (SCLC)
b. Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) atau non-small
cell lung cancer (NSCLC), mencakup adenokarsinoma, karsinoma sel
skuamosa, karsinoma sel besar (large cell ca) dan karsinoma
adenoskuamosa. Meskipun kadang ditemukan jenis lain dengan frekuensi
yang sangat jarang misal karsinoid dll.

2. Staging Kanker Paru


Staging (penderajatan) untuk kanker paru berdasarkan tumor (T) dan
penyebarannya ke getah bening (N) dan organ lain (M).
a. Stage kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK) terdiri dari
1) Stage terbatas (limited) jika hanya melibatkan satu sisi paru
(hemitoraks)
2) Stage luas (extensived) jika sudah meluas dari satu hemitoraks atau
menyebar ke organ lain.
b. Stage kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) dibagi
atas : Stage 0, IA, IB, IIA, IIB, IIIA, IIIB dan IV yang ditentukan menurut
International Staging System for Lung Cancer 1997, berdasarkan sistem
TNM.
STAGE
Kategori TNMKategori untuk Kanker Paru :
Stadium TNM
Occult carcinoma Tx N0 M0
0 Tis N0 M0
IA T1 N0 M0
IB T2 N0 M0
IIA T1 N1 M0
IIB T2 N1 M0, T3 N0 M0
IIIA T1 N2 M0, T2 N2 M0, T3 N1 M0, T3 N2 M0
IIIB Sebarang T N3 M0, T4 sebarang N M0
IV Sebarang T sebarang N M1

T : Tumor Primer
To : Tidak ada bukti ada tumor primer
Tx : Tumor primer sulit dinilai, atau tumor primer terbukti dari penemuan
sel tumor ganas pada sekret bronkopulmoner tetapi tidak tampak
secara radiologis atau bronkoskopis.
Tis : Karsinoma in situ
T1 : Tumor dengan garis tengah terbesar tidak melebihi 3 cm,
dikelilingi oleh jaringan paru atau pleura viseral dan secara
bronkoskopik invasi tidak lebih proksimal dari bronkus lobus (belum
sampai ke bronkus utama). Tumor sembarang ukuran dengan
komponen invasif terbatas pada dinding bronkus yang meluas ke
proksimal bronkus utama.
T2 : Setiap tumor dengan ukuran atau perluasan sebagai berikut :
- Garis tengah terbesar lebih dari 3 cm
- Mengenai bronkus utama sejauh 2 cm atau lebih distal dari
karina, dapat mengenai pleura viseral
- Berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif yang
meluas ke daerah hilus, tetapi belum
mengenai seluruh paru.
T3 : Tumor sembarang ukuran, dengan perluasan langsung pada
dinding dada (termasuk tumor sulkus superior), diafragma,
pleura mediastinum atau tumor dalam bronkus utama yang
jaraknya kurang dari 2 cm sebelah distal karina atau tumor
yang berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis
obstruktif seluruh paru.
T4 : Tumor sembarang ukuran yang mengenai mediastinum atau
jantung, pembuluh besar, trakea, esofagus, korpus vertebra, karina,
tumor yang disertai dengan efusi pleura ganas atau tumor satelit
nodul ipsilateral pada lobus yang sama dengan tumor primer.
N : Kelenjar getah bening regional (KGB)
Nx : Kelenjar getah bening regional tak dapat dinilai
No : Tak terbukti keterlibatan kelenjar getah bening
N1 : Metastasis pada kelenjar getah bening peribronkial dan/atau
hilus ipsilateral, termasuk perluasan tumor secara langsung
N2 : Metastasis pada kelenjar getah bening mediatinum
ipsilateral dan/atau KGB subkarina
N3 : Metastasis pada hilus atau mediastinum kontralateral atau
KGB skalenus/supraklavikula ipsilateral/kontralateral
M : Metastasis (anak sebar) jauh
Mx : Metastasis tak dapat dinilai
Mo : Tak ditemukan metastasis jauh
M1 : Ditemukan metastasis jauh. Nodul ipsilateral di luar lobus
tumor primer dianggap sebagai M1

F. Penatalaksanaan Medis
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :
1. Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup
klien.
2. Paliatif.
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
3. Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.
Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun
keluarga.
4. Supotif.
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian
nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi.
(Ilmu Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, rencana Asuhan Keperawatan,
2000)
5. Pembedahan.
Hanya diindikasikan untuk KPKBSK stage I atau II atau untuk
pengobatan paliatif yaitu pada kondisi mengancam nyawa misal batuk darah
masif, distres pernapasan karena sindrom vena kava superior, nyeri hebat pada
Pancoast tumor, nyeri hebat pada sindrom pleksus brakialis. Jika pada saat
bedah didapat pembesaran KGB maka semua harus diangkat dan pada kasus
pasca bedah dengan metastasis KGB mediastinal (N2) dipertimbangkan
pemberian radioterapi dan/atau kemoterapi.
Bedah paliatif lain dilakukan oleh dokter bedah syaraf yaitu membuang
tumor metastasis yang berupa soliter nodule di otak dan menimbulkan
gangguan kualitas hidup penderita. Pilihan lain untuk tumor meta dikepala
adalah menggunakan cyber knife yang sudah dapat dilakukan beberapa senter
di Indonesia.
Bedah adalah terapi lokal dan dapat terjadi stage pre-bedah (cTNM)
berbeda dengan diagnosis pasca-bedah. Jika terjadi perbedaan maka stage
yang digunakan adalah stage pasca-bedah (pTNM) dan pilihan terapi
tergantung pada hasil akhir.
Di RS Persahabatan untuk KPKBSK stage IIIA jika memungkinkan
diberikan neoadjuvan therapy yaitu memberikan kemoterapi 2-3 siklus
dilakukan pemeriksaan ulang untuk re-staging jika terjadi down staging atau
tetap maka bedah dilakukan.
6. Toraktomi eksplorasi.
Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks
khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy.
7. Pneumonektomi (pengangkatan paru).
Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa
diangkat.
8. Lobektomi (pengangkatan lobus paru).
Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau
bula emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.
9. Resesi segmental.
Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru.
10. Resesi baji.
Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit peradangan
yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru – paru
berbentuk baji (potongan es).
11. Dekortikasi.
Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris)
12. Radiasi
Radioterapi atau iradiasi diberikan pada kasus stage III dan IV KPKBSK,
dapat diberikan tunggal untuk mengatasi masalah di paru (terapi lokal) atau
gabungan dengan kemoterapi. Radioterapi dapat diberikan jika sistem
homeostatik (darah) baik yaitu:
1. HB > 10 gr%
2. Leukosit > 4.000/dl
3. Trombosit > 100.000/dl
Dosis untuk kanker primer adalah 5.000 – 6.000 cGy dengan
menggunakan COBALT atau LINAC dengan cara pemberian 200 cGy/x/hari,
5 hari dalam seminggu. Pemberian radiosensitiser dapat lebih meningkatkan
respons irradiasi itu, misalnya dengan memberikan obat anti-kanker
karboplatin, golongan taxan, gemsitabine, capecitabine dengan dosis sangat
kecil sehingga tidak mempunyai efek sistemik. Radioterapi dapat diberikan
sendiri (radiotherapy only) atau kombinasi dengan kemoterapi (konkuren,
sekuensial atau alternating) meskipun sebagai konsekuensinya toksisiti
menjadi lebih banyak dan sangat mengganggu.

Evaluasi toksisiti harus dilakukan setiap setelah pemberian 5x, jika


ditemukan gangguan sistem hemostatik salah satu atau lebih :
1. HB <10 gr%
2. Leukosit < 3.000/dl
3. Trombosit < 100.000/dl
Maka pemberian irradiasi harus dihentikan dulu dan dilakukan koreksi
toksisiti itu dan dapat segera dimulai jika sudah memenuhi syarat. Toksisiti
non-hematologik juga sering timbul dan yang sangat menganggu pasien adalah
esopagitis, batuk akibat pneumonitis radiasi atau fibrosis. Jika melebihi grade
3 WHO naka irradiasi harus dipertimbangkan untuk dihentikan.
Evaluasi renspons irradiasi dilakukan setiap setelah pemberian 10x (1.000
cGy) dengan foto toraks:
1. Respons komplit : tumor menghilang 100%, iradiasi dapat dilanjutkan
sampai selesai
2. Respons sebagian/parsial : tumor mengecil < 90% tapi > 50%, irradiasi
dapat dilanjutkan dan nilai kembali setelah 10x pemberian berikutnya.
3. Tumor menetap/stabil : tumor mengecil < 50% atau membesar <25%,
irradiasi dapat diteruskan dengan evalauasi lebih ketat. Jika respons
subyektif memburuk atau bertambah irradiasi harus di hentikan.
4. Progresif : tumor bertambah besar > 25% atau tumbuh tumor baru maka
irradiasi harus dihentikan.
Pemberian irradiasi untuk KPKSK harus diberikan setelah pasien mendapat
kemoterapi 6 siklus.

13. Kemoterafi.
Kemoterapi dapat diberikan pada semua jenis histologis kanker paru.
1. Kemoterapi untuk KPKSK
2. Kemoterapi adalah terapi pilihan untuk KPKSK stage terbatas atau stage
luas. Tambahan radiasi kepala dilakukan setelah kemoterapi 6 siklus.
3. Kemoterapi untuk KPKBSK berdasarkan stage. Kemoterapi dapat
diberikan pada semua stage tetapi pada stage I dan II pascabedah
kemoterapi ditentukan berdasarkan stage pascabedah. Kemoterapi untuk
KPKBS stage III dan IV merupakan terapi paliatif. Stage I dan II yang
inoperable cases ( PS buruk atau tidak bersedia di operasi atau ada
kontraindikasi untuk operasi) dapat dianjurkan kemoterapi dan sebaiknya
dipertimbangkan pula radioterapi.
Kemoterapi dapat diberikan jika memenuhi syarat antara lain: keadaan
umum baik skala karnofsky >70), fungsi hati, ginjal dan sistem homeostatik
(darah) baik dan masalah finasial dapat diatasi. Syarat untuk hemostatik yang
memenuhi syarat adalah ;
a. HB > 10 gr%
b. Leukosit > 4.000/dl
c. Trombosit > 100.000/dl

Tampilan umum berdasarkan Skala karnofsky dan WHO

Skala Pengertian
90 – 100 0 dapat beraktifiti normal, tanpa keluhan yang menetap
dapat beraktifiti normal tetapi ada keluhan berhubungan dengan
70 - 80 1
sakitnya
membutuhkan bantuan orang lain untuk melakukan aktifiti yang
50 – 70 2
spesifik
30 – 50 3 sangat bergantung pada bantuan orang lain untuk aktifiti rutin
10 - 30 4 Tidak dapat bangkit dari tempat tidur

G. Oterapi
Evaluasi toksisiti non-hematologik segera setelah pemberian kemoterapi dimulai,
toksisiti itu dinilai tingat keparahannya berdasarkan skala toksisiti WHO sedangkan
toksisiti hematologik sebaiknya dilakukan setiap 1 minggu. Berat ringannya toksisiti
akan mempengaruhi jadwal pemberian kemoterapi berikutnya. Toksisiti non-
hematologik yang paling sering timbul
a. Mual dan muntah
b. Diare
c. Neuropati
d. Alopesia
Toksisiti hematologi grade III/IV harus segera dikoreksi untuk menghindarkan
terjadinya neutropenia fever yaitu demam pada pasien dengan neutrofil <
1.000/dl. Jadwal kemoterapi akan tertunda jika ditemukan gangguan sistem
hematopoitik
e. HB < 10 gr%
f. Leukosit < 3.000/dl
g. Trombosit < 100.000/dl
Jika setelah dilakukan koreksi nilai batas dapat dicapai maka kemoterapi dapat
segera diberikan. Jadwal kemoterapi sebaiknya jangan tertunda > 2 minggu.

H. Rejimen kemoterapi
Kemoterapi untuk kanker paru minimal berupa rejimen yang terdiri dari
lebih dari 1 obat anti-kanker dan diberikan dengan siklus 21 atau 28 hari setiap
siklusnya.
Kemoterapi untuk KPKSK diberikan sampai 6 siklus dengan ”cisplatin
based” rejimen yang diberikan :
1. Sisplatin + etoposid
2. Sisplatin + irinotekan (CPT-11)
3. Pada keadaan tertentu sisplatin dapat digantikan dengan karboplatin dan
irinotekan digantikan dengan dosetaksel.
Kemoterapi untuk KPKBSK dapat 6 siklus (pada kasus tertentu diberikan
sampai lebih dari 6 siklus) dengan ”platinum based” rejimen yang diberikan
sebagai terapi lini pertama (first line) adalah :
a. Karboplatin/sisplatin + etoposid
b. Karboplatin/sisplatin + gemsitabin
c. Karboplatin/sisplatin + paklitaksel
d. Karboplatin/sisplatin + dosetaksel

I. Respons kemoterapi
Respons kemoterapi dapat dinilai dari 2 sisi, dari pasien disebut dengan
respons subyektif dan dari penyakitnya atau tumornya disebut dengan respons
obyektif.
Respons subyektif yaitu menilai respons pada subyektif
Penilaian respons subyektif dilakukan setiap akan memberikan siklus
kemoterapi berikutnya. Respons yang dinilai adalah apakah terjadi
pertambahan berat badan dan/atau penurunan keluhan akibat tumornya.
Respons obyektif yaitu menilai respons pada tumor primernya
a. Respons obyektif kemoterapi dilakukan minimal setelah pemberian 2
siklus ( H -1 siklus ke 3) dengan foto toraks. CT-scan dilakukan untuk
menilai respons objektif setelah 3 siklus ( H -1 siklus ke 4).
b. Respons obyektif menggunakan kriteria
c. Respons komplit (CR = complete response) jika tumor hilang 100% dan
menetap dalam 3 minggu
d. Respons sebagian (PR = partial response) jika tumor mengecil < 90%
tetapi > 50% dan menetap dalam 3 minggu
e. Menetap (SD = stable diseases) jika tumor mengecil < 50% atau
membesar < 25% dan menetap dalam 3 minggu
f. Progresif (PD = progressive diseases) jika tumor membesar > 25% atau
tumbul tumor atau metastasis baru.

J. Sikap Untuk Evaluasi Kemoterapi


Penilaian dari evalausi respons kemoterapi harus mewakili respons
subyektif dan obyektif.
Pada KPKSK jika pada evaluasi pertama (setelah pemberian 3 siklus
menjelang pemberian siklus ke-4) terdapat CR/PR kemoterapi dilanjutkan
sampai 6 siklus, jika terdapat SD/PD evaluasi ulang hasil pemeriksan patologi
anatomi, apakah benar KPKSK ??
Pada KPKBSK jika pada evaluasi pertama (setelah pemberian 3 siklus
menjelang pemberian siklus ke-4) terdapat CR/PR atau SD tetapi respons
subyektif baik maka kemoterapi dapat dilanjutkan sampai 6 siklus. Jika
respons kemoterapi PR meskipun respons subyektif baik maka kemoterapi
tetap dapat diberikan dengan memberikan rejimen yang berbeda atau lini
kedua (second line).
K. Targeted Therapy
Targeted therapy adalah obat kanker yang menggunakan reseptor untuk
membunuh sel kanker, yang telah digunakan luas saat ini adalah obat yang
bekerja sebagai TKI (tirosin kinase inhibitor). Seperti erlotinib dan gefitinib,
obat golongan ini lebih sederhana cara pemberiannya dan ringan efek
sampingnya, tetapi pemanfaatannya sebagai terapi lini pertama (first line)
masih perlu pembuktian lebih lanjut.
Penggunaan obat obat lain misal imunoterapi, herbal medicine, chinese
traditional medicine, dll masih dalam penelitian dan belum menjadi standar
pengobatan kanker paru.

Pengkajian Keperawatan Daruratan


Pengkajian Primer
1. Arway
 Ada atau tidak penumpukan secret
 Reflek batuk menurun
 Reflek menelan menurun
 Wheezing
 Edema tracheal/faringeal
2. Breathing
 Sesak nafas
 RR >20 x/i
 Menggunakan otot bantu pernafasan
 Retraksi dinding dada asimitris
 Irama nafas tidak teratur,
 Pernafasan cepat dan dangkal
3. Circulation
 Nadi cepat
 TD meningkat atau hipotensi
 Distritmia
4. Disability
 Kesadaran GCS
 Pupil
 Mual / muntah
 Gelisah
 Nyeri dada

Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder dilakukan dengan menggunakan metode SAMPLE, yaitu sebagai berikut
:
S : Sign and Symptom.
Tanda gejala terjadinya kanker paru-paru, yaitu ada jejas pada thorak, Nyeri pada
dada, bertambah saat inspirasi, Pembengkakan lokal dan krepitasi pada saat palpasi,
Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek, dispnea, hemoptisis, batuk dan
emfisema subkutan, penurunan tekanan darah, dan batuk berdarah.
A : Allergies
Riwayat alergi yang diderita klien atau keluarga klien. Baik alergi obat-obatan
ataupun kebutuhan akan makan/minum.
M : Medications
(Anticoagulants, insulin and cardiovascular medications especially). Pengobatan yang
diberikan pada klien sebaiknya yang sesuai dengan keadaan klien dan tidak
menimbulka reaksi alergi. Pemberian obat dilakukan sesuai dengan riwayat
pengobatan klien.
P :Previous medical/surgical history.
Riwayat pembedahan atau masuk rumah sakit sebelumnya.
L :Last meal (Time)
Waktu klien terakhir makan atau minum.
E :Events /Environment surrounding the injury; ie. Exactly what happened.
Pengkajian sekunder dapat dilakukan dengan cara mengkaji data dasar klien yang
kemudian digolongkan dalam SAMPLE.
a. Aktivitas / istirahat
Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
b. Sirkulasi
Takikardi, frekuensi tak teratur (disritmia), S3 atau S4 / irama jantung gallop, nadi
apikal (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan mediastinal, tanda homman
(bunyi rendah sehubungan dengan denyutan jantung, menunjukkan udara dalam
mediastinum).
c. Psikososial
d. Ketakutan, gelisah.
e. Makanan / cairan
Adanya pemasangan IV vena sentral / infuse tekanan.
e. Nyeri / kenyamanan
Perilaku distraksi, mengerutkan wajah. Nyeri dada unilateral meningkat karena
batuk, timbul tiba-tiba gejala sementara batuk atau regangan, tajam atau nyeri
menusuk yang diperberat oleh napas dalam.
f. Pernapasan
Pernapasan meningkat/takipnea, peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesori
pernapasan pada dada, ekspirasi abdominal kuat, bunyi napas menurun/ hilang
(auskultasi  mengindikasikan bahwa paru tidak mengembang dalam rongga
pleura), fremitus menurun, perkusi dada : hipersonor diatas terisi udara, observasi
dan palpasi dada : gerakan dada tidak sama bila trauma, kulit : pucat, sianosis,
berkeringat, mental: ansietas, gelisah, bingung, pingsan. Kesulitan bernapas, batuk,
riwayat bedah dada / trauma : penyakit paru kronis, inflamasi / infeksi paru
(empiema / efusi), keganasan (mis. Obstruksi tumor).
h. Keamanan
Adanya trauma dada, radiasi / kemoterapi untuk keganasan.

Pengkajian Nyeri
Pengkajian nyeri dilakukan dengan menggunakan PQRST, yaitu sebagai berikut :
P :Provokativ. Penyebab terjadinya nyeri.
Q :Quality
Kualitas nyeri yang dirasakan oleh klien. Untuk menentukan kualitas nyeri dapat
digunakan skala numerik ataupun melihat raut wajah klien.
R :Region.
Dari bagian mana nyeri mulai dirasakan dan sampai batas mana nyeri doarasakan.
S :Skala.
Nyeri yang digunakan ditentukan dengan menggunakan skala numerik ataupun
menilai raut wajah klien. Dari skala dapat ditentukan intensitas atau kualitas nyeri.
T :Time.
Waktu nyeri yang dirasakan klien. Apakah nyeri yang dirasakan terus menerus,
timbul-hilang, atau sewaktu-waktu.

Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas..
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan dyspnea.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan dyspnea.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah sistemik.

Intervensi Keperawatan

No. Standar Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi


Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia
(SLKI) (SIKI)
1. Bersihan jalan napas tidak Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas
efektif
tindakan …x… jam a. Buka jalan nafas
b. Posisikan pasien
diharapkan jalan nafas
untuk memaksimalkan
membaik dengan kriteria
ventilasi
hasil :
c. Indentifikasi pasien
Bersihan jalan nafas perlunya pemasangan
alat jalan nafas buatan
a. Menunjukan d. Lakukan fisioterapi
pembersihan jalan dada jika perlu
e. Berikan
nafas yang efektif.
b. Mengeluarkan bronchodilator bila
sekresi secara perlu
f. Monitor respirasi dan
efektif
c. Mempunyai irama status O2
dan frekwensi
Manajemen Asma
pernafasan dalam
rentang normal. a. Monitor frekuensi dan
d. Mempunyai fungsi
kedalaman napas
paru dalam batas b. Monitor tanda dan
normal gejala hipoksia
(gelisah, penurunan
kesadaran)
c. Monitor bunyi napas
tambahan
d. Monitor saturasi
oksigen
e. Berikan posisi semi
fowler
f. Lakukan penghisapan
lendir jika perlu

2. Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan Manajemen jalan napas


tindakan …x… jam
a. Indentifikasi pasien
diharapkan pola nafas
perlunya pemasangan
membaik dengan kriteria
alat jalan nafas buatan
hasil : b. Monitor respirasi dan
status O2
Pola napas
c. Monitor frekuensi dan
a. Frekuensi napas kedalaman napas
d. Monitor tanda dan
membaik
b. Kedalaman napas gejala hipoksia
membaik (gelisah, penurunan
c. Tidak
kesadaran)
menggunakan e. Monitor bunyi napas
otot bantu tambahan
f. Monitor saturasi
pernapasan
oksigen
g. Berikan posisi semi
fowler

3. Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan Pemantauan respirasi


tindakan …x… jam
a. Monitor rata-rata,
diharapkan gangguan
kedalaman, irama dan
pertukaran gas tidak
usaha respirasi
terjadi dengan kriteria b. Catat pengerakan
hasil : dada,amati
kesimetrisan,
Pertukaran gas
penggunaan otot
a. Tidak terjadi c. tambahan , retraksi otot
dyspnea supraclavikular dan
b. Tidak terdapat intercostatis
bunyi napas d. Monitor suara nafas,
tambahan seperti dengkur
c. PCO2 membaik e. Monitor kelelahan otot
d. PO2 membaik diafragma ( gerakan
e. Pola napas
paradoksis )
membaik f. Tentukan kebutuhan
f. Warna kulit tidak
suction dengan
pucat
g. Tidak terjadi mengaukultasi pada
sianosis jalan nafas utama
g. Auskultasi suara paru
setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya

4. Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan Perawatan Sirkulasi


efektif perawatan selama …x… 1. Periksa sirkulasi
jam, diharapkan perfusi perifer (nadi perifer,
perifer pada pasien edema, pengisian
kembali efektif dengan kapiler, warna, suhu)
kriteria hasil :
2. Identifikasi faktor
Perpusi Perifer risiko gangguan
sirkulasi (diabetes,
1. Tidak ada
perokok, orang tua,
kelemahan otot
hipertensi, kadar
2. Tidak ada nekrosis kolesterol tinggi)

3. Tidak ada kram 3. Monitor panas,


otot kemerahan, nyeri,

4. Tidak ada edema atau bengkak pada

perifer ekstremitas

4. Informasikan tanda
dan gejala darurat
yang harus
dilaporkan (rasa
sakit yang tidak
hilang saat istirahat,
luka tidak sembuh,
hilangnya rasa)
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Z. 2006, Kanker Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam Jilid III Edisi IV,
FK UI, Jakarta.

Price, A. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Proses-Proses Penyakit, Edisi IV. Jakarta:
EGC.

Stoppler, M.C. 2010, Lung Cancer. Available from :


http://www.emedicinehealth/. diakses pada tanggal 21 Agustus 2019.

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. PPNI: Jakarta.

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus Pusat PPNI:
Jakarta Selatan.

PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Denifisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Dewan Pengurus Pusat PPNI: Jakarta Selatan.

Anda mungkin juga menyukai