Anda di halaman 1dari 64

BAB I

PENDAHULUAN

Kanker merupakan masalah paling utama dalam bidang kedokteran dan


merupakan salah satu dari 10 penyebab kematian utama di dunia serta merupakan
penyakit keganasan yang bisa mengakibatkan kematian pada penderitanya karena sel
kanker merusak sel lain. Sel kanker adalah sel normal yang mengalami
mutasi/perubahan genetik dan tumbuh tanpa terkoordinasi dengan sel-sel tubuh lain.
Proses pembentukan kanker (karsinogenesis) merupakan kejadian somatik dan sejak
lama diduga disebabkan karena akumulasi perubahan genetik dan epigenetik yang
menyebabkan perubahan pengaturan normal kontrol molekuler perkembang biakan
sel. Perubahan genetik tersebut dapat berupa aktivasi proto-onkogen dan atau
inaktivasi gen penekan tumor yang dapat memicu tumorigenesis dan memperbesar
progresinya (Syaifudin, 2007).
Kanker paru adalah salah satu jenis penyakit paru yang memerlukan
penanganan dan tindakan yang cepat dan terarah. Penegakan diagnosis penyakit ini
membutuhkan ketrampilan dan sarana yang tidak sederhana dan memerlukan
pendekatan multidisiplin kedokteran. Penyakit ini membutuhkan kerja sama yang erat
dan terpadu antara ahli paru dengan ahli radiologi diagnostik, ahli patologi anatomi,
ahli radiologi terapi dan ahli bedah toraks, ahli rehabilitasi medik dan ahli-ahli
lainnya (PDPI, 2003).
Menurut data jenis kanker yang menjadi penyebab kematian terbanyak adalah
kanker paru, mencapai 1,3 juta kematian pertahun. Disusul kanker lambung
(mencapai lebih dari 1 juta kematian pertahun), kanker hati (sekitar 662.000 kematian
pertahun), kanke usus besar (655.000 kematian pertahun), dan yang terakhir yaitu
kanker payudara (502.000 kematian pertahun) (WHO 2005 dalam Lutfia, 2008).
Di Amerika Serikat kematian karena kanker paru mencapai 36% dari seluruh
kematian kanker pada laki-laki, merupakan urutan pertama penyebab kematian pada
laki-laki (Mangunnegoro, 1990). Mayo Lung mendapatkan kematian akibat kanker

0
paru terhadap penderita kanker paru didapatkan angka 3,1 per 1000 orang tiap tahun
(Alsagaff, 1995).
Pengobatan atau penatalaksaan penyakit ini sangat bergantung pada kecekatan
ahli paru untuk mendapatkan diagnosis pasti. Penemuan kanker paru pada stadium
dini akan sangat membantu penderita, dan penemuan diagnosis dalam waktu yang
lebih cepat memungkinkan penderita memperoleh kualitas hidup yang lebih baik
dalam perjalanan penyakitnya meskipun tidak dapat menyembuhkannya. Pilihan
terapi harus dapat segera dilakukan, mengingat buruknya respons kanker paru
terhadap berbagai jenis pengobatan. Bahkan dalam beberapa kasus penderita kanker
paru membutuhkan penangan sesegera mungkin meski diagnosis pasti belum dapat
ditegakkan.
Perawatan dan pengobatan yang diberikan pada pasien kanker paru stadium
lanjut berbeda dengan penderita stadium dini. Pada penderita stadium dini
pengobatan berupa terapi kuratif, sedangkan pada stadium lanjut terapi yang
diberikan menganut kaidah paliatif. Peresepan yang tepat akan dapat menekan
pertembuhan sel-sel kanker tanpa merusak sel-sel yang normal dan pada akhirnya
dapat memperpanjang umur harapan hidup pasien. (Alsagaff, 1995).

1
BAB II
ISI

I. Definisi Kanker Paru (Bronchogenic carcinoma)


Kanker atau disebut juga dengan karsinoma, merupakan penyakit yang
disebabkan rusaknya mekanisme pengaturan dasar perilaku sel, khususnya
mekanisme pertumbuhan dan diferensiasi sel yang diatur oleh gen, sehingga faktor
genetik diduga kuat sebagai pencetus utama terjadinya kanker. Kanker adalah sel
tubuh kita sendiri yang mengalami perubahan (transformasi) sehingga bentuk, sifat
dan kinetiknya berubah, sehingga tumbuhnya menjadi autonom, liar, tidak terkendali
dan terlepas dari koordinasi pertumbuhan normal dan bersifat ganas.
Kanker paru adalah neoplasma ganas yang muncul dari epitel bronkus
(Brashers Valentina L., 2008). Kanker paru adalah kanker pada lapisan epitel saluran
napas (karsinoma bronkogenik) (Corwin Elizabeth J., 2009). Kanker paru
(bronchogenic carcinoma) adalah penyakit yang ditandai dengan tidak terkendalinya
pertumbuhan sel dalam jaringan paru, terutama sel-sel yang melapisi bagian
pernapasan (Atiyeh Hashemi dkk, 2013).
Sebagian besar kanker paru-paru berasal dari sel-sel di dalam paru-paru; tetapi
kanker paru-paru bisa juga berasal dari kanker di bagian tubuh lainnya yang
menyebar ke paru-paru. Kanker paru-paru merupakan kanker yang paling sering
terjadi, baik pada pria maupun wanita. Kanker paru-paru juga merupakan penyebab
utama dari kematian akibat kanker. Terdapat banyak bentuk faktor risiko untuk
berkembangnya kanker paru, namun risiko yang paling signifikan berasal dari
perokok. Sekitar 80%-90% kasus kanker paru disebabkan oleh asap rokok (Brashers
Valentina L., 2008).

II. Manisfestasi Klinis


Gejala klinis kanker paru tidak khas tetapi batuk, sesak napas, atau nyeri dada
(gejala respirasi) yang muncul lama atau tidak kunjung sembuh dengan pengobatan

2
biasa pada “kelompok risiko” harus ditindak lanjuti untuk prosedur diagnosis kanker
paru.
Gejala yang berkaitan dengan pertumbuhan tumor langsung, seperti batuk,
hemoptisis, nyeri dada dan sesak napas/stridor. Batuk merupakan gejala tersering (60-
70%) pada kanker paru.
Gejala lain berkaitan dengan pertumbuhan regional, seperti efusi pleura, efusi
perikard, sindorm vena kava superior, disfagia, Pancoast syndrome, paralisis
diafragma. Pancoast syndrome merupakan kumpulan gejala dari kanker paru yang
tumbuh di sulkus superior, yang menyebabkan invasi pleksus brakial sehingga
menyebabkan nyeri pada lengan, sindrom Horner (ptosis, miosis, hemifacial
anhidrosis).
Keluhan suara serak menandakan telah terjadi kelumpuhan saraf atau
gangguan pada pita suara. Gejala klinis sistemik yang juga kadang menyertai adalah
penurunan berat badan dalam waktu yang singkat, nafsu makan menurun, demam
hilang timbul. Gejala yang berkaitan dengan gangguan 12 neurologis (sakit kepala,
lemah/parese) sering terjadi jika telah terjadi penyebaran ke otak atau tulang
belakang. Nyeri tulang sering menjadi gejala awal pada kanker yang telah menyebar
ke tulang. Terdapat gejala lain seperti gejala paraneoplastik, seperti nyeri
muskuloskeletal, hematologi, vaskuler, neurologi, dan lain-lain
Pada pemeriksaan fisik, tanda yang dapat ditemukan pada kanker paru dapat
bervariasi tergantung pada letak, besar tumor dan penyebarannya. Pembesaran
kelenjar getah bening (KGB) supraklavikula, leher dan aksila menandakan telah
terjadi penyebaran ke KGB atau tumor di dinding dada, kepala atau lokasi lain juga
menjadi petanda penyebaran. Sesak napas dengan temuan suara napas yang abnormal
pada pemeriksaan fisik yang didapat jika terdapat massa yang besar, efusi pleura atau
atelektasis. Venektasi (pelebaran vena) di dinding dada dengan pembengkakan
(edema) wajah, leher dan lengan berkaitan dengan bendungan pada vena kava
superior (SVKS). Sindroma Horner sering terjadi pada tumor yang terletak si apeks
(pancoast tumor). Thrombus pada vena ekstremitas ditandai dengan edema disertai

3
nyeri pada anggota gerak dan gangguan sistem hemostatis (peningkatan kadar D-
dimer) menjadi gejala telah terjadinya bendungan vena dalam (DVT). Tanda-tanda
patah tulang patologik dapat terjadi pada kanker yang bermetastasis ke tulang. Tanda-
tanda gangguan neurologis akan didapat jika kanker sudah menyebar ke otak atau
tulang belakang.
III. Faktor-Faktor Risiko Penyebab Kanker Paru
a. Perokok pasif atau perokok rokok sisa
Perokok pasif meningkatkan risiko kanker 2-3 kali lebih tinggi dari pada bukan
perokok.
b. Terkena gas radon (pecahan produk dari uranium dan radium), asbestos, dan asap
kayu bakar.
c. Bentuk-bentuk tertentu penyakit paru jinak, seperti fibrosis interstisial, asbestosis,
dan penyakit paru obstruktif menahun (PPOK) atau COPD.
d. Faktor Genetik
Pasien dan keluarga seringkali khawatir akan risiko genetik kanker paru.
Walaupun tidak ada satupun gen diindentifikasi, ada sedikit kemungkinan terkena
kanker paru apabila anggota keluarga yang lain terkena. Risiko ini meningkat bila
anggota keluarga yang terkena kanker paru didiagnosis pada usia muda atau bila
kanker paru mengenai banyak anggota keluarga.
e. Pasien dengan sedikit atau tanpa riwayat perokok
Sekitar 1 dari 5 wanita yang terkena kanker paru bukanlah seorang perokok dan 1
dari 10 pria tidak pernah menjadi perokok. (Klamerus Justin F dkk, 2012)
IV. Gejala Kanker Paru
Gejala kanker paru diantaranya :
 Batuk yang tidak kunjung sembuh dan semakin memburuk dari waktu ke waktu.
 Batuk darah (heamoptysis) atau lendir berdarah.
 Sakit pada dada, bahu atau punggung yang tidak kunjung sembuh dan sering
diperparah oleh suara serak yang mendalam.
 Berat badan menurun dan kehilangan nafsu makan.
 Peningkatan volume dahak.
 Mengi atau bunyi menciut-ciut pada saat bernapas, tetapi bukan penderita asma.

4
 Sesak nafas.
 Infeksi pernapasan berulang-ulang seperti bronkitis atau pneumonia.
 Kelelahan dan kelemahan.
 Pembengkakan leher dan wajah.
 Pembulatan kuku dan kuku tampak menonjol keluar lebih dari normal.
 Sindrom paraneoplastik yang disebabkan oleh zat aktif biologis yang dikeluarkan
oleh tumor.
 Demam.
 Suara serak.
 Mual dan muntah (Balachandran K. dan R. Anitha, 2011).

V. Klasifikasi Kanker Paru


Kanker paru dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis, yaitu Non-small Cell
Lung Cancer (NSCLC) dan Small Cell Lung Cancer (SCLC) (Niluh Gede Yasmin
Asih dan Christantie Effendy, 2004).
1. Non-Small Cell Lung Carcer (NSCLC)
Kanker paru jenis NSCLC merupakan kanker paru yang paling umum, sekitar
80% dari semua kanker paru adalah jenis ini. Berdasarkan jenis sel yang ditemukan
dalam tumor, NSCLC memiliki tiga jenis utama diantaranya (Irman Somantri, 2007:
103) :
 Adenokarsinoma
Adenokarsinoma adalah jenis kanker paru yang berkembang dari sel-sel yang
memproduksi lendir atau dahak di permukaan saluran udara. Sekitar 30%-35% dari
kasus NSCLC adalah jenis adenokarsinoma. Meskipun sebagian besar penderita
adalah perokok, tetapi kanker paru jenis ini juga banyak menyerang non-perokok,
terutama wanita. Kebanyakan adenokarsinoma terjadi di daerah luar atau perifer paru
dan juga memiliki kecenderungan untuk menyebar ke otak, letak lain termasuk
adrenal, hati, tulang, dan ginjal. Adenokarsinoma biasanya berukuran kecil dan
berkembang lambat.

5
Gambar 1. Non-Small Cell Lung Carcer (NSCLC) jenis Adenokarsinoma

 Karsinoma Sel Skuamosa


Karsinoma sel skuamosa atau dikenal sebagai karsinoma epidermoid
merupakan skuamosa paling sering muncul di tengah atau cabang bronkhus
segmental. Sekitar 30% penderita kanker paru adalah jenis ini dari kasus NSCLC.
Karsinoma sel skuamosa menyerang bagian dalam paru, menyebar di rongga toraks,
termasuk nodus limfe regional, pleura, dan dinding dada. Kanker ini sangat berkaitan
dengan asap rokok dan berhubungan dengan toksin-toksin lingkungan, seperti
asbestos dan komponen polusi udara.

6
Gambar 2. Non-Small Cell Lung Carcer (NSCLC) jenis Karsinoma Sel Skuamosa
 Karsinoma Sel Besar
Karsinoma sel besar merupakan salah satu jenis sel kanker yang apabila
dilihat di bawah mikroskop berbentuk bundar besar sehingga sering juga disebut
undiffrentiated carcinoma Sekitar 11% dari semua jenis kanker adalah kanker paru
ini. Tumor ini berkaitan erat dengan merokok dan dapat menyebabkan nyeri dada.
Karsinoma sel besar dapat menyebar ke kelenjar getah bening dan tempat yang jauh.

Gambar 3. Non-Small Cell Lung Carcer (NSCLC) jenis Karsinoma Sel Besar

7
2. Small Cell Lung Carcer (SCLC)
SCLC muncul dari sel neuro endokrin di dalam bronkus. Tumor ini
merupakan tumor yang pertumbuhannya sangat cepat dan biasanya sudah menyebar
saat terdiagnosis. SCLC terjadi hanya sekitar 20% dari semua kasus kanker paru.
SCLC paling sering ditemui pada perokok dan hanya 1% dari tumor jenis ini terjadi
pada non-perokok.

Gambar 4. Small Cell Lung Carcer (SCLC) jenis Karsinoma Sel Kecil.
VI. Stadium Kanker Paru
Sistem pembagian stadium kanker menentukan rencana pengobatan standar
dan membantu dokter memperkirakan prognosis seorang pasien. Umumnya, semakin
rendah stadium, semakin baik prognosisnya. Stadium pada kanker paru diantaranya:
(Tim CancerHelps, 2010) :
 Tahap tersembunyi : tahap ditemukannya sel kanker pada dahak (sputum) pasien
di dalam sampel air saat bronkoskopi, tetapi tumor tersebut tidak dapat terlihat di
dalam paru.
 Stadium 0 : tahap ditemukannya sel-sel kanker hanya pada lapisan terdalam paru
dan tidak bersifat invasif. Tumor pada tahap 0 disebut juga carcinoma in situ.
 Stadium I : tahap kanker yang hanya ditemukan pada paru dan belum menyebar
ke kelenjar getah bening sekitarnya yang ditunjukkan seperti pada Gambar 5.
Pasien mempunyai kesempatan hidup yang lebih baik.

8
Gambar 5. Stadium I Kanker Paru
 Stadium II : tahap kanker yang ditemukan pada paru dan kelenjar getah bening di
dekatnya yang ditunjukkan seperti pada Gambar 6.

Gambar 6. Stadium II Kanker Paru

 Stadium III : tahap kanker yang telah menyebar ke daerah di sekitarnya, seperti
dinding dada, diafragma, pembuluh besar atau kelenjar getah bening di sisi yang
sama atau sisi berlawanan dari tumor tersebut yang ditunjukkan seperti pada
Gambar 7.

Gambar 7. Stadium III Kanker Paru

9
Kanker paru stadium III dibagi menjadi dua, yaitu :
 Stadium IIIA : kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di dada bagian
tengah, disisi yang sama dimana kanker bermula.
 Stadium IIIB : kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening disisi dada yang
lainnya.
 Stadium IV : tahap kanker yang ditemukan lebih dari satu lobus paru yang sama
atau di paru yang lain. Sel-sel kanker telah menyebar juga ke organ tubuh lainnya,
misalnya ke otak, kelenjar adrenalin, hati, dan tulang yang ditunjukkan seperti
pada Gambar 8. Tahap kanker pada stadium IV tidak dapat dihilangkan dengan
operasi atau pembedahan.

Gambar 8. Stadium IV Kanker Paru


Pada tahap perkembangan SCLC, sistem dua-stadium paling sering
digunakan, yaitu stadium terbatas dan stadium ekstensif. Stadium terbatas biasanya
menunjukkan bahwa kanker “terbatas” pada satu paru, dan bila kelenjar limfa terlibat,
kelenjar limfa ini berada pada sisi dada yang sama dengan tumor primernya. Pada
SCLC stadium ekstensif menunjukkan bahwa kanker ditemukan di jaringan dada di
luar paru atau kanker ditemukan di organ-organ tubuh yang sangat jauh (Klamerus
Justin F dkk, 2012).

VII. Diagnosa

10
Penegakkan diagnosis
Kanker paru ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang, dan pemeriksaan patologi anatomik.
Anamnesis
Batuk lama, batuk berdarah, sesak nafas, nyeri dada, suara serak, sulit/nyeri
menelan yang tidak merespons dengan pengobatan atau penurunan berat badan dalam
waktu singkat, nafsu makan menurun, demam hilang timbul, sakitkepala, nyeri di
tulang atau parese, dan pembengkakan, atau ditemukan benjolan di leher, aksila atau
dinding dada.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik mencakup tampilan umum (performance status) penderita yang
menurun, penemuan abnormal terutama pada pemeriksaan fisik paru (suara napas
yang abnormal), benjolan superfisial pada leher, ketiak atau dinding dada, tanda
pembesaran hepar atau tanda asites, nyeri ketok di tulang.
Pemeriksaan Patologi Anatomik
1. Pemeriksaan Patologi Anatomi (Sitologi dan Histopatologi)
2. Pemeriksaan imunohistokimia untuk menentukan jenis (seperti TTF-1
dan lain-lain) dilakukan apabila fasilitas tersedia.
3. Pemeriksaan Penanda molekuler yang telah tersedia diantaranya
adalah mutasi EFGR hanya dilakukan apabila fasilitas tersedia
Pemeriksaan laboratorium
Darah rutin: Hb, Leukosit, Trombosit, fungsi hati, fungsi ginjal.
Pemeriksaan pencitraan
1. Foto toraks AP/lateral merupakan pemeriksaan awal untuk menilai pasien dengan
kecurigaan terkena kanker paru. Berdasarkan hasil pemeriksaan ini, lokasi lesi
dan tindakan selanjutnya termasuk prosedur diagnosis penunjang dan penanganan
dapat ditentukan. Jika pada foto toraks ditemukan lesi yang dicurigai sebagai

11
keganasan, maka pemeriksaan CT scan toraks wajib dilakukan untuk
mengevaluasi lesi tersebut.
2. CT scan toraks dengan kontras merupakan pemeriksaan yang penting untuk
mendiagnosa dan menentukan stadium penyakit, dan menentukan segmen paru
yang terlibat secara tepat. CT scan toraks dapat diperluas hingga kelenjar adrenal
untuk menilai kemungkinan metastasis hingga regio tersebut.
3. CT scan kepala / MRI kepala dengan kontras diindikasikan bila penderita
mengeluh nyeri kepala hebat untuk menilai kemungkinan adanya metastasis ke
otak.
4. USG abdomen dilakukan kecuali pada stadium IV
5. Bone Scan dilakukan untuk mendeteksi metastasis ke tulang-tulang. Bone survey
dilakukan jika fasilitas bone scan tidak ada.
6. PET-Scan dapat dilakukan untuk evaluasi hasil pengobatan.
Pemeriksaan khusus
1. Bronkoskopi adalah prosedur utama untuk mendiagnosis kanker paru. Prosedur
ini dapat membantu menentukan lokasi lesi primer, pertumbuhan tumor
intraluminal dan mendapatkan spesimen untuk pemeriksaan sitologi dan
histopatologi, sehingga diagnosa dan stadium kanker paru dapat ditentukan. Salah
satu metode terkini adalah bronkoskopi fleksibel yang dapat menilai paru hingga
sebagian besar bronkus derajat ke-empat, dan kadang hingga derajat ke-enam.
Spesimen untuk menghasilkan pemeriksaan sitologi dan histologi didapat melalui
bilasan bronkus, sikatan bronkus dan biopsi bronkus. Prosedur ini dapat
memberikan hingga >90% diagnosa kanker paru dengan tepat, terutama kanker
paru dengan lesi pada regio sentral. Kontraindikasi prosedur bronkoskopi ini
adalah hipertensi pulmoner berat, instabilitas kardiovaskular, hipoksemia refrakter
akibat pemberian oksigen tambahan, perdarahan yang tidak dapat berhenti, dan
hiperkapnia akut. Komplikasi yang dapat terjadi adalah pneumotoraks dan
perdarahan.

12
2. Bila tersedia, pemeriksaan Endobrachial Ultrasound (EBUS) dapat dilakukan
untuk membantu menilai kelenjar getah bening mediastinal, hilus, intrapulmoner
juga untuk penilaian lesi perifer dan saluran pernapasan, serta mendapatkan
jaringan sitologi dan histopatologi pada kelenjar getah bening yang terlihat pada
CT-scan toraks maupun PET CT-scan.
3. Biopsi Biopsi transtorakal (transthoracal biopsy-TTB), merupakan tindakan
biopsi paru transtorakal, tanpa tuntunan radiologis (blinded TTB) maupun dengan
tuntunan USG (USG-guided TTB) atau CT-scan toraks (CT-guided TTB), untuk
mendapatkan sitologi atau histopatologi kanker paru.
4. Tindakan biopsi lain, seperti aspirasi jarum halus kelenjar untuk pembesaran
kelenjar getah bening, maupun biopsi pleura dapat dilakukan bila diperlukan.
Pemeriksaan lainnya
1. Pleuroscopy dilakukan untuk melihat masalah intrapleura dan menghasilkan
spesimen intrapleura untuk mendeteksi adanya sel ganas pada cairan pleura yang
dapat merubah stadium dan tatalaksana pasien kanker paru. Jika hasil sitologi
tidak menunjukkan adanya sel ganas, maka penilaian ulang atau CT scan toraks
dianjurkan.
2. Mediastinoskopi dengan VATS kadang dilakukan untuk mendapatkan spesimen,
terutama penilaian kelenjar getah bening mediastinal.
3. Torakotomi eksplorasi dilakukan sebagai modalitas terakhir, jika dengan semua
modalitas lainnya tidak ditemukan sel ganas.

Stadium dan klasifikasi histologik


Penentuan stadium
Karsinoma paru (ICD-10 C33-34), penentuan stadium penyakit berdasarkan
sistem TNM dari American Joint Committee on Cancer (AJCC) versi 7 tahun 2010,
sebagai berikut:

13
Tumor Primer (T)
Tx tumor primer tidak dapat ditentukan dengan hasil radiologi dan bronkoskopi
tetapi sitologi sputum atau bilasan bronkus positif (ditemukan sel ganas)
T0 tidak tampak lesi atau tumor primer
Tis Carcinoma in situ
T1 ukuran terbesar tumor primer ≤ 3 cm tanpa lesi invasi intra bronkus yang
sampai ke proksimal bronkus lobaris
T1a Ukuran tumor primer ≤ 2 cm
T1b Ukuran tumor primer > 2 cm tetapi ≤ 3cm
T2 ukuran terbesar tumor primer > 3 cm tetapi ≤ 7 cm, invasi intrabronkus
dengan jarak lesi ≥ 2 cm dari distal karina, berhubungan dengan atelektasis
atau pneumonitis obstruktif pada daerah hilus atau invasi ke pleura visera.
T2a Ukuran tumor primer > 3cm tetapi ≤ 5 cm
T2b Ukuran tumor primer > 5cm tetapi ≤ 7 cm
T3 Ukuran tumor primer > 7 cm atau tumor menginvasi dinding dada termasuk
sulkus superior, diafragma, nervus phrenikus, menempel pleura mediastinum,
pericardium. Lesi intrabronkus ≤ 2 cm distal karina tanpa keterlibatan karina.
Berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif di paru. Lebih
dari satu nodul dalam satu lobus yang sama dengan tumor primer.
T4 Ukuran tumor primer sembarang tetapi telah melibatkan atau invasi ke
mediastinum, trakea, jantung, pembuluh darah besar, karina, nervus laring,
esophagus, vertebral body. Lebih dari satu nodul berbeda lobus pada sisi yang
sama dengan tumor (ipsilateral).
Kelenjar Getah Bening (KGB) regional (N)
Nx Metastasis ke KGB mediastinum sulit dinilai dari gambaran radiologi
N0 Tidak ditemukan metastasis ke KGB
N1 Metastasis ke KGB peribronkus (#10), hilus (#10), intrapulmonary (#10)
ipsilateral
N2 Metastasis ke KGB mediastinum (#2) ipsilateral dan atau subkarina (#7)
N3 Metastasis ke KGB peribronkial, hilus, intrapulmoner, mediastinum
kontralateral dan atau KGB supraklavikula

14
Metastasis (M)
Mx Metastasis sulit dinilai dari gambaran radiologi
M0 Tidak ditemukan metastasis
M1 Terdapat metastasis jauh 20
M1a Metastasis ke paru kontralateral, nodul di pleura, efusi pleura ganas, efusi
pericardium
M1b Metastasis jauh ke organ lain (otak, tulang, hepar, atau KGB leher, aksila,
suprarenal, dll)

15
VIII. Tujuan Terapi
1. Non-Small Cell Lung Carcer (NSCLC)
Tujuan terapi adalah dari perlakuan NSCLC tergantung pada tingkatan
penyakit. Tingkat I, II, III dapat diobati dengan terapi yang sesuai. Perbedaannya
tingkat IV tidak dapat diobati, tetapi kemoterapi dapat menurunkan gejala-gejala dan
memperpanjang kelangsungan hidup pasien.
2. Small Cell Lung Carcer (SCLC)
Tujuan dari perawatan adalah menyembuhkan setidak-tidaknya
memperpanjang kelangsungan hidup, yang mana membutuhkan kemoterapi
kombinasi yang agresif.
IX. Pencegahan Kanker Paru
Tidak ada cara pasti untuk mencegah kanker paru-paru, tetapi dapat mengurangi
risiko yaitu :
1. Tidak merokok
Memulai percakapan tentang bahaya merokok dengan anak-anak lebih awal
sehingga mereka tahu bagaimana harus bereaksi terhadap tekanan teman sebaya.
2. Berhenti merokok.
Berhenti merokok sekarang. Berhenti merokok mengurangi risiko kanker paru-
paru, bahkan jika anda telah merokok selama bertahun-tahun. Konsultasi dengan
dokter Anda tentang strategi dan bantuan berhenti merokok yang dapat membantu
anda berhenti. Pilihan meliputi produk pengganti nikotin, obat-obatan dan
kelompok-kelompok pendukung.
3. Hindari asap rokok
Jika tinggal atau bekerja dengan perokok, dorong dia untuk berhenti. Paling tidak,
minta untuk merokok di luar. Hindari daerah di mana orang merokok, seperti bar
dan restoran, dan memilih area bebas asap.
4. Tes radon rumah.
Periksa kadar radon di rumah, terutama jika tinggal di daerah di mana radon
diketahui menjadi masalah. Kadar radon yang tinggi dapat diperbaiki untuk
membuat rumah lebih aman. Untuk informasi mengenai tes radon, hubungi
departemen kesehatan.
5. Hindari karsinogen di tempat kerja.

16
Tindakan pencegahan untuk melindungi diri dari paparan bahan kimia beracun di
tempat kerja. Perusahaan harus memberitahu jika terkena bahan kimia berbahaya
di tempat kerja. Ikuti tindakan pencegahan. Misalnya, jika diberi masker untuk
perlindungan, selalu memakainya.Tanyakan kepada dokter apa lagi yang bisa
lakukan untuk melindungi diri di tempat kerja. Resiko kerusakan paru-paru dari
karsinogen ini meningkat jika merokok.
6. Makan makanan yang mengandung buah-buahan dan sayuran.
Pilih diet sehat dengan berbagai buah-buahan dan sayuran. Makanan sumber
vitamin dan nutrisi yang terbaik. Hindari mengambil dosis besar vitamin dalam
bentuk pil, karena mungkin akan berbahaya. Sebagai contoh, para peneliti
berharap untuk mengurangi risiko kanker paru-paru pada perokok berat memberi
mereka suplemen beta karoten. Hasilnya menunjukkan suplemen benar-benar
meningkatkan risiko kanker pada perokok.
7. Minum alkohol dalam jumlah sedang, jika bisa sama sekali tidak.
Batasi diri untuk satu gelas sehari jika anda seorang wanita atau dua gelas sehari
jika anda seorang laki-laki. Setiap orang usia 65 atau lebih tua harus minum
alkohol tidak lebih dari satu gelas satu hari.
8. Olah raga
Capai minimal 30 menit olah raga pada setiap hari dalam seminggu. Periksa
dengan dokter terlebih dahulu jika belum berolahraga secara teratur. Mulailah
perlahan-lahan dan terus menambahkan lebih aktivitas. Bersepeda, berenang dan
berjalan adalah pilihan yang baik. Tambahkan latihan sepanjang hari melalui
taman waktu pergi kerja dan berjalan sepanjang jalan atau naik tangga ketimbang
lift.

17
BAB III
TATALAKSANA TERAPI

Manajemen terapi dibagi atas:


1. Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK = non small cell
carcinoma)
2. Kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK = small cell carcinoma)
1. Kanker Paru jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK)
Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil terdiri dari berbagai jenis, antara
lain:
 Karsinoma sel skuamosa (KSS)
 Adenokarsinoma
 Karsinoma sel esar (KSB)
 Jenis lain yang jarang ditemukan
Kebijakan umum pengobatan KPKBSK
Pilihan pengobatan sangat tergantung pada stadium penyakit, tampilan umum
penderita, komorbiditas, tujuan pengobatan dan cost-effectiveness. Modalitas
penanganan yang tersedia adalah bedah, radiasi, kemoterapi, dan terapi target.
Pendekatan penanganan dilakukan secara integrasi multidisiplin.
 Bedah
Modalitas ini adalah terapi utama utama untuk sebagian besar KPKBSK,
terutama stadium I-II dan stadium IIIA yang masih dapat direseksi setelah kemoterapi
neoadjuvan. Jenis pembedahan yang dapat dilakukan adalah lobektomi,
segmentektomi dan reseksi sublobaris. Pilihan utama adalah lobektomi yang
menghasilkan angka kehidupan yang paling tinggi. Namun, pada pasien dengan
komorbiditas kardiovaskular atau kapasitas paru yang lebih rendah, pembedahan
segmentektomi dan reseksi sublobaris paru dilakukan. Kini, reseksi sublobaris sering
dilakukan bersamaan dengan VATS.

18
 Kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan sebagai modalitas neoadjuvant pada stadium dini,
atau sebagai adjuvant pasca pembedahan. Terapi adjuvant dapat diberikan pada
KPKBSK stadium IIA, IIB dan IIIA. Pada KPKBSK stadium lanjut, kemoterapi
dapat diberikan dengan tujuan pengobatan jika tampilan umum pasien baik
(Karnofsky >60%; WHO 0-2). Namun, guna kemoterapi terbesar adalah sebagai
terapi paliatif pada pasien dengan stadium lanjut.
Ada beberapa jenis kemoterapi yang dapat diberikan. Lini pertama diberikan
kepada pasien yang tidak pernah menerima pengobatan kemoterapi sebelumnya
(chemo naïve). Kelompok ini terdiri dari kemoterapi berbasis-platinum dan yang
tidak mengandung platinum (obat generasi baru). Pilihan utama obat berbasis-
platinum adalah sisplatin, pilihan lain dengan karboplatin.
Efek samping sisplatin yang paling sering ditemukan adalah toksisitas
gastrointestinal. Pada pasien yang mengalami efek samping dengan sisplatin, dapat
diberikan karboplatin. Kemoterapi ini dapat ditoleransi dengan lebih baik oleh pasien
usia lanjut atau dengan komorbiditas berat. Efek samping karboplatin yang paling
sering berupa hematotoksisitas. Obat kemoterapi lini pertama tidak berbasis-platinum
yang dapat diberikan adalah etoposid, gemsitabin, paklitaksel, dan vinoralbin.
Kombinasi sisplatin dengan gemsitabin memberikan angka kehidupan paling tinggi,
namun respon paling baik adalah terhadap regimen sisplatin dengan paklitaksel.
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah febris neutropenia atau perdarahan
akibat supresi sum-sum tulang, hiponatremia atau hipomagnesemia, toksisitas ginjal,
dan neuropati perifer.
Kemoterapi lini kedua diberikan kepada pasien yang pernah mendapat
kemoterapi lini pertama, namun tidak memberikan respons setelah 2 siklus, atau
KPKBSK menjadi lebih progresif setelah kemoterapi selesai. Obat-obat kemoterapi
lini kedua adalah doksetaksel dan pemetreksat. Selain itu, dapat diberikan juga

19
kombinasi dari dua obat tidak-berbasis platinum. Kemoterapi lini ketiga dan
seterusnya sangat tergantung pada riwayat pengobatan sebelumnya.
Intervensi menggunakan bronkoskopi berkembang dalam tahun-tahun
terakhir, terutama untuk obstruksi saluran pernapasan sentral (trakea dan bronkus)
akibat keganasan, dengan saluran bronkial sehat dan parenkim yang berfungsi dengan
baik distal dari stenosis. Penilaian sebab dan luas stenosis, dan permeabilitas saluran
bronchial distal dari stenosis dapat dilakukan menggunakan bronkoskopi fleksibel.
Fungsi permeabilitas dapat dinilai menggunakan pemeriksaan CT scan. Metode
bronkoskopi intervensi yang paling sering digunakan adalah dengan bronkoskopi
kaku (rigid bronchoscopy) dan pengeluaran massa secara mekanik, terutama untuk
massa proximal, intralumen. Komplikasi paling sering intervensi ini adalah
perdarahan.
Selain itu, bronkoskopi kaku juga dapat digunakan dengan terapi laser. Pada
prosedur ini, berbagai tipe gas seperti CO2 dan KTP digunakan untuk menimbulkan
koagulasi dan merusak tumor intralumen. Komplikasi yang sering terjadi adalah
perforasi, perdarahan dan fistula bronkovaskular. Bronkoskopi kaku juga dapat
digunakan dengan krioterapi untuk merusak jaringan maligna. Ini dilakukan dengan
memberikan suhu yang sangat rendah menggunakan expansi dari cairan gar kriogenik
yang menyebabkan dehidrasi, kristalisasi sel, apoptosis, dan iskemia jaringan. Metode
yang terakhir ini dianjurkan sebagai penanganan paliatif stenosis proksimal non-
obstruktif tanpa gangguan pernapasan akut. Kadang, aspirasi bronkial harus
dilakukan setelah 1-2 hari untuk mengeluarkan sisa jaringan tumor.
Teknik anestesi yang dapat digunakan adalah anestesi umum, dan dapat
dikombinasikan dengan anestesi regional (epidural, blok paravertebral).
 Radioterapi
Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam tatalaksana kanker
paru. Radioterapi dalam tatalaksana Kanker Paru Bukan Sel Kecil (KPKBSK) dapat

20
berperan di semua stadium KPKBSK sebagai terapi kuratif definitif, kuratif
neoajuvan atau ajuvan maupun paliatif.
Radioterapi kuratif definitif pada sebagai modalitas terapi dapat diberikan
pada KPKBSK stadium awal (Stadium I) yang secara medis inoperabel atau yang
menolak dilakukan operasi setelah evaluasi bedah thoraks dan pada stadium lokal
lanjut (Stadium II dan III) konkuren dengan kemoterapi. Pada pasien yang tidak bisa
mentoleransi kemoradiasi konkuren, dapat juga diberikan kemoterapi sekuensial dan
radiasi atau radiasi saja. Pada pasien Stadium IIIA resektabel, kemoterapi pre operasi
dan radiasi pasca operasi merupakan pilihan. Pada pasien Stadium IV, radioterapi
diberikan sebagai paliatif atau pencegahan gejala (nyeri, perdarahan, obstruksi).
(NCCN Kategori 2A).
Teknik, Simulasi dan Target Radiasi
Computed Tomography (CT) based planning menggunakan teknik Three
Dimensional Conformal Radiation (3D-CRT) merupakan standar minimal radioterapi
kuratif pada kanker paru, bila fasilitas tersedia. Teknologi lebih canggih seperti
IMRT/VMAT dan IGRT dapat digunakan, dan baik untuk memberikan radioterapi
kuratif dengan aman.
Proses simulator dengan CT-Scan, pasien diposisikan dengan menggunakan
alat imobilisasi, kontras intravena dengan atau tanpa kontras oral, dalam posisi
supine, kedua tangan di atas kepala untuk memaksimalisasi jumlah beam yang dapat
diberikan. Jika memungkinkan, simulasi 4 Dimensi (4D) sebaiknya dilakukan untuk
mendeteksi pergerakan internal struktur intra torakal. Jika tidak memiliki alat
simulasi 4D dapat menggunakan:
a) Simulasi dengan slow CT
b) Pengambilan CT saat inspirasi maksimal dan minimal
Pengambilan gambar pre kontras perlu dilakukan untuk membantu delineasi.
PET/CT scan membantu meningkatkan akurasi penentuan target volume, terutama
pada pasien dengan atelektasis signifikan dan jika kontras intravena

21
dikontraindikasikan. PET/CT sebaiknya dilakukan dalam jangka waktu kurang dari 4
minggu sebelum perencanaan radiasi, dan apabila memungkinkan dilakukan dalam
posisi yang sama dengan posisi saat simulasi radioterapi.
Energi foton yang direkomendasikan adalah 4 MV-10 MV, dianggap cukup
untuk menembus jaringan paru berdensitas rendah sebelum masuk ke tumor.
Pendefinisian target radiasi harus berdasarkan terminologi International Commission
on Radiation Units and Measurements – 50,62,83 (ICRU-50,62,83); yaitu gross
tumor volume (GTV), clinical target volume (CTV) dan planning target volume
(PTV). PTV mencakup ITV (memasukan margin untuk pergerakan target) ditambah
setup margun untuk mempertimbangkan variablitias posisioning dan mekanik.
Agar delineasi dapat dilakukan dengan akurat, harus mempertimbangkan hasil
pemeriksaan fisik, CT scan dengan kontras, PET/CT Scan, mediastinoskopi atau
ultrasonografi endobronkial (EBUS).
Standar margin dari GTV ke CTV adalah 0,6-0,8 cm. Margin dari CTV (atau
ITV) ke PTV adalah 1-1,5 cm jika tidak ada fasilitas IGRT, seperti cone beam CT
(CBCT) atau EPID harian (kv imaging); 0,5-1 cm untuk 4D CT planning atau CBCT;
0,5 cm jika 4DCT planning dan EPID harian; 0,3 cm 4DCT planning dan CBCT
harian. Untuk fraksi konvensional, EPID harian dan CBCT mingguan sering
digunakan untuk margin CTV ke PTV 0,5 cm.
Belum ada konsensus khusus untuk delineasi target KPKBSK pasca operasi.
Beberapa senter radioterapi ada yang memasukkan KGB yang terlibat, hilus
ipsilateral, dan 1 stasiun KGB di atas dan di bawah KGB yang terlibat (Trial ART,
2009).
Pilihan terapi berdasakan stadium
1. Stadium 0
Modalitas terapi pilihan adalah pembedahan atau Photo Dynamic Therapy (PDT).
2. Stadium I
Modalitas terapi pilihan adalah pembedahan, yang dapat dilakukan bersamaan
dengan VATS. Bila pasien tidak dapat menjalani pembedahan, maka dapat

22
diberikan terapi radiasi atau kemoterapi dengan tujuan pengobatan. Selain itu, juga
dapat diberikan kombinasi terapi radiasi dengan kemoterapi. Pada stadium IB,
dapat diberikan kemoterapi adjuvant setelah reseksi bedah.
3. Stadium II
Terapi pilihan utama adalah reseksi bedah, jika tidak ada kontraindikasi. Terapi
radiasi atau kemoterapi adjuvant dapat dilakukan bila ada sisa tumor atau
keterlibatan KGB intratoraks, terutama N2 atau N3. Bila pasien tidak dapat
menjalani pembedahan, maka dapat diberikan terapi radiasi dengan tujuan
pengobatan. Kombinasi terapi radiasi dengan kemoterapi dapat memberikan hasil
yang lebih baik.

4. Stadium IIIA
Pada stadium ini, dapat dilakukan pembedahan (bila tumor masih dapat dioperasi
dan tidak terdapat bulky limfadenopati), terapi radiasi, kemoterapi, atau kombinasi
dari ketiga modalitas tersebut. Reseksi bedah dapat dilakukan setelah kemoterapi
neoadjuvant dan/atau dengan kemoterapi adjuvant, terutama pada pasien dengan
lesi T3-4, N1. Pada pasien yang tidak dapat menjalani pembedahan, dapat
dilakukan terapi radiasi sendiri dengan tujuan pengobatan. Kombinasi terapi
radiasi dengan kemoterapi dapat memberikan hasil yang lebih baik. Jika ada
keterlibatan kelenjar getah bening atau respons buruk terhadap operasi, maka
pemberian kemoterapi sendiri dapat dipertimbangkan. Regimen ini terdiri dari 4-6
siklus pemberian obat kemoterapi. Pada pasien dengan adenokarsinoma dan hasil
uji mutasi gen EGFR positif, dapat diberikan obat golongan EGFR-TKI.
5. Stadium IIIB
Modalitas pengobatan yang menjadi pilihan utama bergantung pada kondisi klinis
dan tampilan umum pasien. Terapi radiasi sendiri pada lesi primer dan lesi
metastasis ipsilateral dan KGB supraklavikula. Kemoterapi sendiri dapat diberikan
dengan regimen 4-6 siklus. Kombinasi terapi radiasi dan kemoterapi dapat
memberikan hasil yang lebih baik. Obat golongan EGFR-TKI diberikan pada

23
adenokarsinoma dengan hasil uji mutasi gen EGFR positif yang sensitif EGFR-
TKI.
6. Stadium IV
Tujuan utama terapi pada stadium ini bersifat paliatif.
Pendekatan tata laksana KPKBSK stadium IV bersifat multimodalitas dengan
pilihan terapi sistemik (kemoterapi, terapi target), dan modalitas lain (radioterapi ,
dan lain-lain)
Catatan:
Regimen kemoterapi lini pertama adalah kemoterapi berbasis platinum (sisplatin atau
karboplatin) dengan salah satu obat generasi baru.
Sisplatin/Karboplatin + etoposid
Sisplatin/Karboplatin + gemsitabin
Sisplatin/Karboplatin + paklitaksel
Sisplatin/Karboplatin + doksetaksel
Sisplatin/Karboplatin + vinorelbine
Sisplatin/Karboplatin + pemetreksed
Regimen kemoterapi lini kedua adalah monoterapi doksetaksel, monoterapi
pemetreksed, atau kombinasi dari dua obat baru (regimen non-platinum). Pada
kondisi tertentu, untuk lini pertama dapat diberikan kemoterapi berbasis platinum
(doublet platinum lini pertama seperti di atas) ditambahkan anti-VEGF
(bevacizumab). Pada rekurensi, pilihan terapi sesuai metastasis. Modalitas yang dapat
digunakan termasuk radiasi paliatif, kemoterapi paliatif, atau bedah paliatif.

Kanker Paru jenis Karsinoma Sel Kecil (KPKSK)


Secara umum, jenis kanker paru ini dapat dibagi menjadi dua kelompok:
1. Stadium terbatas (limited stage disease = LD)
2. Stadium lanjut (extensive stage disease = ED)
Berbeda dengan KPBSK, pasien dengan KPKSK tidak memberikan respon yang baik
terhadap terapi target.

24
Stadium terbatas
Pilihan modalitas terapi pada stadium ini adalah kombinasi dari kemoterapi
berbasis-platinum dan terapi radiasi toraks. Kemoterapi dilakukan paling banyak 4-6
siklus, dengan peningkatan toksisitas yang signifikan jika diberikan lebih dari 6
siklus. Regimen terapi kombinasi yang memberikan hasil paling baik adalah
concurrent therapy, dengan terapi radiasi dimulai dalam 30 hari setelah awal
kemoterapi. Pada pasien usia lanjut dengan tampilan umum yang buruk >2, dapat
diberikan kemoterapi sisplatin, sedangkan pasien dengan tampilan umum baik (0-1)
dapat diberikan kemoterapi dengan karboplatin. Setelah kemoterapi, pasien dapat
menjalani iradiasi kranial profilaksis (prophylaxis cranial irradiation, PCI).
Regimen kemoterapi yang tersedia untuk stadium ini adalah EP,
sisplatin/karboplatin dengan etoposid (pilihan utama), sisplatin/karboplatin dengan
irinotecan. Reseksi bedah dapat dilakukan dengan kemoterapi adjuvant atau
kombinasi kemoterapi dan radiasi terapi adjuvant pada TNM stadium dini,
dengan/tanpa pembesaran kelenjar getah bening.
Stadium lanjut
Pilihan utama modalitas terapi stadium ini adalah kemoterapi kombinasi.
Regimen kemoterapi yang dapat digunakan pada stadium ini adalah:
sisplatin/karboplatin dengan etoposid (pilihan utama), sisplatin/karboplatin dengan
irinotecan. Pilihan lain adalah radiasi paliatif pada lesi primer dan lesi metastasis.

Prinsip kerja obat kemoterapi (sitostatika) terhadap kanker:


Sebagian besar obat kemoterapi (sitostatika) yang digunakan saat ini bekerja
terutama terhadap sel-sel kanker yang sedang berproliferasi, semakin aktif sel-sel
kanker tersebut berproliferasi maka semakin peka terhadap sitostatika hal ini disebut
Kemoresponsif, sebaliknya semakin lambat proliferasinya maka kepekaannya
semakin rendah. Hal ini disebut Kemoresisten.

25
Obat kemoterapi ada beberapa macam, diantaranya adalah:
1) Obat golongan Alkylating agent, platinum Compouns, dan Antibiotik
Anthrasiklin obat golongan ini bekerja dengan antara lain mengikat DNA di inti
sel, sehingga sel-sel tersebut tidak bisa melakukan replikasi. Karena bekerja pada
DNA, alkylating agent menyebabkan terjadinya gangguan formasi atau kode
molekul DNA. Akibatnya sel yang terpapar dapat mengalami kematian atau
masuk dalam proses mutagenesis atau karsinogenesis. Dengan demikian efek
samping dari pemberian obat ini dapat menimbulkan risiko untuk terjadinya
keganasan lain. Yang termasuk golongan ini antara lain nitrogen mustard,
chlorambucil, cyclophospamide, ifosfamide, cisplatin, carboplatin, oxaliplatin,
probazine.
2) Obat golongan Antimetabolit, bekerja langsung pada molekul basa inti sel, yang
berakibat menghambat sintesis DNA. Contoh : Fluorourasil, cytarabine.
3) Obat golongan Topoisomerase-inhibitor, Vinca Alkaloid, dan Taxanes bekerja
pada gangguan pembentukan tubulin, sehingga terjadi hambatan mitosis sel.
Contoh : vincristine, vinblastin, paclitaxel, vinorelbine.
4) Obat golongan Enzim seperti, L-Asparaginase bekerja dengan menghambat
sintesis protein, sehingga timbul hambatan dalam sintesis DNA dan RNA dari sel-
sel kanker tersebut. Contoh : hydroxy urea, tretinoin, arsenic tioxide.
Tujuan pemberian kemoterapi
1) Pengobatan.
2) Mengurangi massa tumor selain pembedahan atau radiasi.
3) Meningkatkan kelangsungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup.
4) Mengurangi komplikasi akibat metastase.

Efek samping kemoterapi


Umumnya efek samping kemoterapi terbagi atas :
1. Efek samping segera terjadi (Immediate Side Effects) yang timbul dalam 24
jam pertama pemberian, misalnya mual dan muntah.

26
2. Efek samping yang awal terjadi (Early Side Effects) yang timbul dalam
beberapa hari sampai beberapa minggu kemudian, misalnya stomatitis.
3. Efek samping yang terjadi belakangan (Delayed Side Effects) yang timbul dalam
beberapa hari sampai beberapa bulan, misalnya neuropati perifer, neuropati.
4. Efek samping yang terjadi kemudian (Late Side Effects) yang timbul dalam
beberapa bulan sampai tahun, misalnya keganasan sekunder.
Intensitas efek samping tergantung dari karakteristik obat, dosis pada setiap
pemberian, maupun dosis kumulatif, selain itu efek samping yang timbul pada setiap
penderita berbeda walaupun dengan dosis dan obat yang sama, faktor nutrisi dan
psikologis juga mempunyai pengaruh bermakna.
Efek samping yang selalu hampir dijumpai adalah gejala gastrointestinal,
supresi sumsum tulang, kerontokan rambut. Gejala gastrointestinal yang paling utama
adalah mual, muntah, diare, konstipasi, faringitis, esophagitis dan mukositis, mual
dan muntah biasanya timbul selang beberapa lama setelah pemberian sitostatika dan
berlangsung tidak melebihi 24 jam.
Gejala supresi sumsum tulang terutama terjadinya penurunan jumlah sel darah
putih (leukopenia), sel trombosit (trombositopenia), dan sel darah merah (anemia),
supresi sumsum tulang belakang akibat pemberian sitostatika dapat terjadi segera atau
kemudian, pada supresi sumsum tulang yang terjadi segera, penurunan kadar leukosit
mencapai nilai terendah pada hari ke-8 sampai hari ke-14, setelah itu diperlukan
waktu sekitar 2 hari untuk menaikan kadar leukositnya kembali. Pada supresi
sumsum tulang yang terjadi kemudian penurunan kadar leukosit terjadi dua kali yaitu
pertama-tama pada minggu kedua dan pada sekitar minggu ke empat dan kelima.
Kadar leukosit kemudian naik lagi dan akan mencapai nilai mendekati normal pada
minggu keenam. Leukopenia dapat menurunkan daya tubuh, trombositopenia dapat
mengakibatkan perdarahan yang terus-menerus/ berlebihan bila terjadi erosi pada
traktus gastrointestinal.
Kerontokan rambut dapat bervariasi dari kerontokan ringan sampai pada
kebotakan. Efek samping yang jarang terjadi tetapi tidak kalah penting adalah

27
kerusakan otot jantung, sterilitas, fibrosis paru, kerusakan ginjal, kerusakan hati,
sklerosis kulit, reaksi anafilaksis, gangguan syaraf, gangguan hormonal, dan
perubahan genetik yang dapat mengakibatkan terjadinya kanker baru.
Kardiomiopati akibat doksorubin dan donorubisin umumnya sulit diatasi,
sebagian besar penderita meninggal karena “pump failure”, fibrosis paru umumnya
irreversibel, kelainan hati terjadi biasanya menyulitkan pemberian sitostatika
selanjutnya karena banyak diantaranya yang dimetabolisir dalam hati, efek samping
pada kulit, saraf, uterus dan saluran kencing relatif kecil dan lebih mudah diatasi.

Terapi Farmakologi
Penggolongan obat antikanker dan mekanisme kerjanya:
1. ALKILATOR
Obat alkilator memiliki gugus alkilator yang aktif, dalam kondisi fisiologis
dapat membentuk gugus elektrofilik dari ion positif karbon, untuk menyerang lokus
kaya elektron dari makromolekul biologis. Akibatnya dengan berbagai gugus
nukleofilik termasuk gugus yang secara biologi penting seperti gugus fosfat, amino,
tiol, dan imidazol, dan lain-lain dalam membentuk ikatan kovalen. Efek sitotoksik zat
alkilator terutama melalui pembentukan ikatan silang secara langsung dengan N2
radikal basa guanin atau N3 adenin dari molekul DNA atau pembentukan ikatan
silang antara molekul DNA dan protein, hingga struktur sel rusak dan mati. Mostar
Nitrogen (HN2) adalah wakil dari alkilator berkemampuan ganda obat lain termasuk
siklofosfamid (CTX), ifosfamid (IFO), klorambusil (CB1348), mefalan, dan lain-lain
(IKAPI,2013).
Obat Mekanisme Efek Samping Dosis
Busulfan (Myleran Menginhibisi Myelosupresi, Tersedia dalam
tablet, injeksi replikasi DNA; hiperpigmentasi, bentuk larutan
Busulfex) selektif sitotoksik fibrosis pulmonal, injeksi 6mg/mL
CML, regimen untuk sel efek muntah kecil, dan tablet 2mg.
preparatif BMT. myeloid; menebus endokrin.
lapisan sawar
otak.
Carboplatin Agen platina; Myelosupresi, Tersedia dalam

28
(paraplatin) menginhibisi trombositopenia, bentuk larutan
Kanker ovarium, sintesis DNA. neutropenia, injeksi 10mg/mL
NSCLC, SCLC, anemia, efek (di dalam vial 50,
kankerr leher dan muntah sedang, 150, 450, dan
kepala, kanker reaksi 600mg).
testis, kanker hipersenstfitas.
payudara.
Carmustine Nitrosourea; Myelosupresi, Tersedia dalam
(BCNU) cross-links rantai efek muntah bentuk serbuk
Kanker otak, DNA; tinggi, untuk injeksi
nyeloma, NHL, menginhibisi nefrotoksisitas, 100mg; wafers
HD, regimen replikasi DNA; fibrosis pulmonal, 7,7mg.
preparatif BMT. meningkatkan keerahan pada
lipofilik; muka selama
mempenetrasi infus.
CNS.
Derivat mustard Myelosupresi, Tersedia dalam
Chlorambucil nitrogen; meningkatkan bentuk tablet
(leukeran) membentuk cross- fungsi hati, ruam 2mg.
CLL, NHL, HD. links DNA kulit, efek muntah
interstrand; kesil, toksisitas
selektif citotoksik pulmonal,
untuk limfosit. pneumonitis,
karsinogenik.
Cisplatin (CDDP, Agen platina; Nefrotoksik,efek Tersedia dalam
Platinol) membentuk inter mual dan muntah larutan injeksi
Kanker ovarium, dan intrastrand besar, 1mg/mL.
kanker kandung cross-likns DNA; neurotoksik,
kemih, kanker menginhibisi neuropati,
testis, kanker sintesis DNA. menyebabkan
serviks, kanker kehilangan
esofagus, leher dan pengdenagran,
kepala, sarkoma, anemia.
melanoma,
endometrial kanker,
kanker lambung.
Cyclophosphamide Alkilating agen; Efek muntah, Tersedia daklam
(cytoxan) cross-links DNA- mual, bentuk serbuk
Kanker payudara, DNA atau DNA- myelosupresi, untuk injeksi
NHL, ALL, kanker protein; alopesia, 500mg, 1g, dan
ovarium, myeloma, menginhibisi interfertilitas, 2g. Tablet 25mg
retinoblasma, sintesis DNA, strelititas dan 50mg.
kanker endometrial, mengaktivasi
sarkoma jarngan CYP450.
lunak, kanker
kandung kemih,
Dacarbazine Mekanisme yang Myelosupresi, Tersedia dalam

29
(DTIC) pasti belum efek muntah bentuk serbuk
Melanoma, HD, diketahui, seperti besar, demam, untuk injeksi
sarkoma jaringan kebanyakan myalgia, malaise, 100mg dan
lunak, tumor otak. alkaliting agen; kemerahan pada 200mg.
menginhibisi wajah,
sintesis DNA, fotosensitivitas.
Rna, dan protein;
diaktivasi oleh
enzim CYP450.
Ifosfamide (Ifex) Alkilating agen, Nefrotoksisitas, Tersedia dalam
Kanker testis, cross-link rantai alopesia, efek bentuk serbuk
sarkoma jaringan DNA; diaktivasi muntah. dengan larutan
lunak, NHL, oleh enxim mesna 1g/vial dan
NSCLC, kanker CYP450. 3g/vial. Larutan
serviks, kanker 1g/20mL dan
leher dan kepala. 3g/60mL.
Mechlorethamine Membentuk inter Myelosupresi, Tersedia dalam
(Mustragen, dan intrastrand efek muntah kuat, bentuk serbuk
Mycosis) DNA cross-links; onset cepat. untuk injeksi
menginhibisi 10mg/vial.
sintesis DNA,
RNA, dan protein.
Oxaliplatin Mekanisme sama Neuropati Tersedia dalam
(Eloxatin) seperti cisplatin periferal, diare, bentuk serbuk
Kanker kolon, dan carboplatin. resiko anafilaksis, untuk injeksi
kanker ovarium, mual, muntah, 50mg/vial,
kanker lambung. nyeri perut. 100mg/ial, dan
200mg/vial.
(Dipiro, 2005)

2. ANTIMETABOLIT
Antimetabolit adalah zat yang bisa menghambat enzim-enzim yang
diperlukan untuk memproduksi basa yang menjadi bahan penyusun
DNA.Antimetabolit dan juga asam folat dapat mencegah terjadinya pembelahan pada
sel kanker. Contoh dari obat ini antara lain: methotrexate, Floxuridine, Plicamycin,
Mercaptopurine, Cytarabine, dan Fluorouracil (Indrawati, 2009).
Obat golongan ini terutama mengusik metabolisme asam nukleat dengan
mempengaruhi sintesis DNA, RNA, dan makromolekul protein. Metrotreksat (MTX)

30
mengahmbat enzim dihidrofolat reduktas esehingga prosuksi tertrahidrofolat
terhambat, akhirnya menghambat sintesis Dna. Setelah pemberian dosis super besar
MTX dalam 6-24 jam doberikan pertolongan (rescue) leucovorin (CF), dapat
membuat sel tumor, terutama sistem saraf pusat terbasmi relatif besar sedangkan
rudapakasa jaringan normal berkurang (IKAPI, 2013).
Obat Mekanisme Efek Samping Dosis
5-fluorourasil (5- menghambat Neutropenia, Tersedia sebagai
FU) replikasi sel tumor stomatitis, diare, larutan 50mg/mL
Kanker payudara; melalui dan hand-food dalam ampul
kanker kolon; pengambatan syndrome. Efek 10mL untuk IV
kanker pankreas; aktivasi enzim samping yang
kanker lambung; tilidilat sintase jarang ditemui
kanker serviks (TS/TYMS) yang kardiotoksisitas.
diperlkan untuk
sintesis pirimidin de (CCRC, 2016)
novo
Gemcitabine Menghambat Neutropenia, tersedia dalam
(Gemzar) sintesis DNA, trombositopenia, bentuk larutan
Kanker pankreas, menghambat demam, myalgia, infus 1-1,2 g/m2.
kanker payudara, ribonukleotida ruam, gangguan
kanker kepala dan sehingga pencernaan.
leher, kanker menurunkan
kandung kemih, deoksiribonukleotida
kanker ovarium, trifosfat yang pentuk
untuk sintesis DNA
6-merkaptopurin Menghambat Anoreksia, ruam Tersedia dalam
(purinethol; 6- proliferasi sel
kulit, tbalet 50mg.
MP) limfoid pada
hepatotoksik,
Untuk semua jenis stimulasi antigenik.fotosensitifitas,
kanker. kulit kuning.
Methotrexat Menginhibisi Disfungsi renal Tersedia dalam
(MTX) sintesis DNA. jika digunakan bentuk tablet
Semua jenis kanker Dalam psoriasis, pada dosis tinggi, 2,5mg; vial
diduga mempunyai mukositik, 5mg/2mL,
kerja mempercepat myelosuprresi. 50mg/2mL,
proliferasi sel epitel 50mg/5mL; dan
kulit. ampul 5mg/mL.

Hidroksiurea Menginhibisi RNA Mtelosupresi, Tersedia dalam


(hydrea) reduktase, ruam kulit, bentuk kapsul
Melanoma, kanker menginhibisi sintesis hiperpigmentasi, 200mg, 200mg,

31
leher dan kepala, DNA. hiperurisemia. 400mg, dan
kanker ovarium, 500mg.
kanker serviks.
Capecitabine Mekanisme sama Diare, hand-foot Tersedai dalam
(Xeloda) denagn 5-FU. sindrom, bentuk tablet 150
Kanker payudara, kemerahan, nyeri. mg dan 500 mg.
kanker kolon,
kanker saluran
gastrointestinal.
Cladiribin Dalam bentuk Myelosupresi, Tersedia dalam
(Leustatin) trifosfat aktif dapat demam, bentuk injeksi
Leukemia memperpanjang imunosupresif, 1mg/mL.
rantai DNA, serta infeksi, gejala
menginhibisi RNA mual.
reduktase,
menghabiskan
intraselular
deoksinukleotida
dan merusak sintesis
DNA.
Cytarabine (ara- Menginhibisi Myelosupresi, Tersedai dalam
C, cytosine polimerasi DNA alopesia, bentuk larutan
arabinosade, dengan menginhibisi menyebabkan injeksi 10mg/mL,
cytosar) perpanjangan rantai mual, diare, 20mg/mL,
Semua kanker dan replikasi DNA mukosistis, 100mg/mL
demam, ruam,
toksisitas serebral.
Azacitidine (5- Meningkatkan Myelosupresi, Tersedia dalam
azacytidine, 5-AC, diferensiasi pada sel efek mual kecil, bentuk serbuk
Ara C, Vidaza) malignan yang lemas, demam, untuk injeksi
Anemia sel sabit, menyebabkan batuk. 100mg/vial.
talasemia. dimetilasi atau
hipometilasi DNA.
Fludarabine Menginhibisi RNA Myelosupresi, Tersedia dalam
(FAMP, Fludara) reduktase dengan meningkatkan T bentuk injeksi
Semua jenis kanker menginhibisi sintesis sel, efek mual 25mg/mL; serbuk
dan DNA, menginhibisi rendah, diare, untuk injeksi
makroglubulinemia. olimerase DNA jarang terjadi 50mg; tablet
dengan menginhibisi toksisitas CNS, 10mg.
perbaikan DNA. mengantuk,
toksisitas
pulmonal.
Pemetrexed Menginhibisi Myelosupresi, Serbuk untuk
(Allmeta) timidilat sintse, menurunkan asam injeksi

32
Mesotelioma DHFR, dan GARFT, folat dan vitamin 500mg/vial.
dan semua sintesis B12, stomatitis,
timidin dan purin faringitis, ruam.
nukleotida.
(Dipiro, 2005)
Obat kemoterapi
1. Afatinib
Afatinib (generasi kedua penghambat tyrosine kinase setela herlotinib dan
gefitinib) merupakan penghambat ireversibel EGFR dan HER2 tyrosine kinase.
EGFR dan HER2 termasuk dalam family ERbB yang mana reseptor ini sering
over expressed atau mutasi pada beberapa kanker seperti paru, payudara, kepala
dan leher, dan kolorektal. Famili ERbB berperan dalam pertumbuhan dan
proliferasi sel tumor.
Keistimewaan afatinib adalah dapat bereaksi pada seluruh famili dari gen
mutasi, akibat dari adanya mekanisme resistensi. Dengan kemampuan ini, ia
dapat memblokade seluruh sinyal penumbuh tumor sehingga pengobatannya lebih
efektif. Namun efek samping afatinib lebih besar dibandingkan penggunaan
gefitinib,meskipun efeknya sama-sama berupa diare, ruam atau gangguan fungsi
hati.
Indikasi : pengobatan lini pertama pasien dengan NSCLC
Mekanisme : Kovalen mengikat ke domain kinase EGFR (ErbB1), HER2
(ErbB2), dan HER4 (ErbB4) dan ireversibel menghambat tirosin
kinase autofosforilasi
Dosis : 50 mg/hari, dosis awal yang lebih rendah 40 mg atau 30mg
2. Erlotinib
Erlotinib digunakan untuk mengobati kanker paru-paru jika penggunaan obat
kemoterapi lainnya belum bekerja secara efektif. Cara kerja obat ini adalah
dengan memperlambat pertumbuhan sel kanker.
Indikasi Terapi kanker paru non sel kecil dengan penyebaran lokal atau
sudah metastasis setelah gagal diatasi dengan regimen kemoterapi sebelumnya

33
selama 1 bulan. Dikombinasi dengan gemsitabin untuk terapi kanker pankreas
dengan penyebaran lokal, tidak dapat dioperasi, atau yang sudah metastasis.
Dosis penggunaan pada kanker paru yaitu Kanker paru jenis non sel kecil
150 mg/hari. Pada obat ini Berikan pada saat perut kosong, min 1 jam sebelum
atau 2 jam sesudah makan. Telan utuh, jangan dikunya atau dihancurkan.
3. Docetaxel
Docetaxel merupakan obat kemoterapi golongan taxane yang telah digunakan
sejak 2 dekade terakhir sebagai anti-tumor yang efektif untuk berbagai
keganasan, misalnya kanker ovarium, paru, payudara, kepala dan leher, dan
sebagainya. Kedua obat tersebut telah banyak diteliti dan memiliki aktivitas
praklinik, mekanisme kerja, dan spektrum aktivitas klinik yang serupa. Dosis
Docetaxel 75-100 mg/m2 setiap 3 minggu atau 40 mg/m2 setiap minggu.
Kemoterapi golongan taxane bekerja dengan berikatan pada tubulin subunit β,
menginduksi polimerisasi tubulin dan menstabilkan mikrotubulus. Mikrotubulus
yang dihasilkan dengan kemoterapi golongan taxane resisten terhadap
penguraian. Hal ini mengakibatkan gangguan proses mitosis dan akhirnya
mengakibatkan apoptosis atau kematian sel. Kemoterapi golongan taxane bekerja
pada siklus sel fase G2-M.5 Walaupun kedua golongan taxane ini berikatan
pada tubulin subunit β, docetaxel memilikiafi nitas lebih tinggi (1,9 kali)
dibandingkan paclitaxel dan menginduksi polimerisasi tubulin pada konsentrasi
yang lebih rendah(2,1 kali). Docetaxel juga tertahan lebih lama di dalam sel
dibandingkan paclitaxel, hal ini yang menjelaskan bahwa docetaxel lebih poten
dibandingkan paclitaxel dalam menginduksi sitotoksisitas secara in vitro dan
pada tumor xenograft. Selain berikatan dengan tubulin, kemoterapi golongan
taxane juga memiliki aktivitas fosforilasi onkoprotein yang menghambat
apoptosis yaitu bcl-2.7 Diperkirakan bahwa fosforilasi bcl-2 menginaktivasi
onkoprotein dan memicu terjadinya apoptosis.
4. Cisplatin

34
Nama dagang : Cis-diaminedikloroplatinum, CDDP, Platinol (Chu dan
DeVita, 2015 : 108).
Kelas : Antineoplastik, alkilasi,
Indikasi : Kanker testis, kanker ovarium, kanker serviks, kanker
kandung kemih, kanker kepala dan leher, kanker esophagus
(kerongkong), kanker paru-paru sel kecil dan bukan sel kecil,
limfoma non-Hodgkin’s, neoplasma Trofoblas (Chu dan
DeVita, 2015 : 109).
Dosis : 1 mg / ml dalam larutan injeksi.
Efek samping : Mual, muntah, nefrotoksisitas, Ototoksisitas pada anak,
mielosupresi, anafilaksis, alopecia, diare, perubahan eletrolit,
hiperurisemia, hepatotoksisitas, iritasi jaringan lokal.
Mekanisme kerja : Senyawa turunan platinum yang berkoordinasi menghambat
sintesis DNA, membentuk jembatan-jembatan dan
mendenaturasi untai DNA; mengganggu fungsi DNA
berikatan kovalen dengan basa DNA; dapat pula
menghasilkan jembatan-jembatan untai dalam DNA dan
mengakibatkan kerusakan.
5. Cyclophospamide
Mekanisme kerja : Cyclophosphamide harus dimetabolisme dulu baru bisa
menjadi aktif. Metabolismenya terjadi di hati dengan
perantara enzim mikrosomal P450, menjadi 4-
hydroxycyclophosphamide. Bahan aktif obat ini akan
bekerja langsung di DNA.
Dosis : Oral 50-200 mg sehari setiap 7-14 hari, i.v 10-15mg/kg/hari
setiap 3-7 hari.
Efek samping : Selain menekan sumsum obat ini hampir selalu
menimbulkan rontoknya rambut (reversibel). Adakalanya
terjadi radang mukosa kandung kemih dengan perdarahan

35
(akibat metabolitnya). Guna menghindarkn hal ini pasien
perlu minum banyak air pada pagi hari agar metabolit
nefrotoksis tersebut sudah dieksresi sebelum malam hari.
Interaksi obat :
 Barbiturat dan fenitoin akan meningkatkan metabolisme cyclophosphamide
yang akan menghasilkan metabolit yang toksik. Sebaliknya
cyclophosphamide akan mengeblok metabolisme dari obat-obat ini sehingga
akan menambah efek sedatifnya.
 Cimetidine akan menambah efek mielotoksik dari cyclophosphamide, dengan
meningkatkan konsentrasi metabolit aktif dari obat ini.
1. Premetrexed
Obat ini mirip dengan agen antibiotika dan antivirus. Anti metabolit
beraksi dengan berkompetisi memperebutkan sisi aktif pada enzim atau
menggabung diri ke dalam DNA atau RNA sel. Antimetabolit adalah zat yang
bisa menghambat enzim-enzim yang diperlukan untuk memproduksi basa yang
menjadi bahan penyusun DNA. Antimetabolit dan juga asam folat dapat
mencegah terjadinya pembelahan pada sel kanker. Obat golongan ini
menimbulkan efek yang sama dengan alkylating agents. Efek samping
tambahan terjadinya ruam kulit, warna kulit menjadi lebih gelap
(meningkatkan pigmentasi), atau gagal ginjal. Contoh obat ini adalah
methotrexate dan gemcitabine yang digunakan pada kanker leukimia serta
tumor payudara, ovarium dan saluran pencernaan. Contoh dari obat ini antara
lain adalah: Pemetrexed, Methotrexate, Floxuridine, Plicamycin,
Mercaptopurine, Cytarabine dan Flourouracil (Nugroho, 2012).
Indikasi: terapi kombinasi dengan sisplatin, unresectable malignant pleural
mesothelioma, untuk pasien yang belum pernah menjalani kemoterapi, terapi
pilihan untuk kanker paru non small non squamos cell metastatik atau kanker
lokal tingkat lanjut, terapi tunggal untuk terapi pemeliharaan kanker paru non-
small non squamos cell metastatik atau kanker lokal tingkat lanjut yang

36
sebelumnya gagal diatasi oleh kemoterapi lain mengandung senyawa platinum
yang merupakan terapi pilihan pertama.
Peringatan: Menekan fungsi sumsum tulang dengan manifestasi neutropenia,
trombo-sitopenia, dan anemia atau pensitopenia, reaksi kulit dilaporkan terjadi
pada pasien yang tidak diberikan pre-treatment kortikosteroid. Pre-treatment
dengan deksametason dapat menurunkan insiden dan keparahan reaksi kulit,
gangguan ginjal yang serius termasuk gangguan ginjal akut telah dilaporkan
dengan pemetreksed tunggal maupun bersamaan dengan kemoterapi lain,
pemetreksed dapat merusak gen, pria disarankan tidak melakukan konsepsi
selama pengobatan dan hingga 6 bulan setelahnya. Wanita yang berpotensi hamil
harus menggunakan kontrasepsi yang efektif selama pengobatan, pemetreksed
dicurigai dapat menimbulkan cacat janin jika dikonsumsi selama kehamilan,
harus dihindari kecuali sangat dibutuhkan dan telah dipertimbangkan
terhadap kebutuhan ibu dan risiko terhadap kebutuhan janin, menyusui harus
dihentikan selama pengobatan menggunakan pemetreksed.
Interaksi: Penggunaan bersamaan dengan obat nefrotoksik seperti
aminoglikosida, diuretik kuat, senyawa platinum, siklosporin, dan obat yang
disekresi melalui tubular seperti probenesid, penisilin, dapat menunda klirens
pemetreksed sehingga perlu memonitor klirens kreatinin, interaksi dengan AINS:
pasien dengan fungsi ginjal normal, ibuprofen dan asetosal dosis tinggi dapat
menurunkan eliminasi pemetreksed sehingga kemungkinan munculnya efek
samping pemetreksed dapat meningkat. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal
sedang, penggunaan pemetreksed dengan ibuprofen dan asetosal dosis tinggi
harus dihindari dua hari sebelum, pada hari, dan dua hari setelah konsumsi
pemetreksed. Untuk AINS dengan waktu paruh lebih panjang, seperti
piroksikam penggunaan bersama dengan pemetreksed harus dihindari setidaknya
lima hari sebelum, pada hari, dan dua hari setelah konsumsi pemetreksed, tidak
dapat digunakan bersamaan dengan vaksin yellow fever.

37
Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap pemetrexed, menyusui, pemberian
bersamaan dengan vaksin yellow fever.
Efek Samping: Sangat umum: Penurunan neutrofil/granulosit, penurunan
leukosit, penurunan hemoglobin, penurunan platelet, diare, muntah,
stomatitis/faringitis, mual, anoreksia, konstipasi, letih, neuropati-sensori,
peningkatan atau penurunan kreatinin, ruam, alopesia; umum : konjungtivis,
dispepsia, dehidrasi, gangguan pengecapan.
Dosis: Terapi kombinasi dengan sisplatin, 500 mg/m2 luas permukaan tubuh
diberikan secara infus intravena selama 10 menit pada hari pertama dari siklus
21 hari, sisplatin dengan dosis 75 mg/m2 luas permukaan tubuh diberikan
melalui infus selama 2 jam sekitar 30 menit setelah selesai infus pemetreksed
pada hari pertama dari siklus 21 hari, pasien harus diberikan pengobatan
antimual yang cukup dan hidrasi yang sesuai sebelum dan/atau setelah
menerima sisplatin.
Sebagai terapi tunggal (pada pasien yang yang sebelumnya gagal diatasi
oleh kemoterapi lain): 500 mg/m2 luas permukaan tubuh diberikan dengan
infus intravena selama 10 menit pada hari pertama dari siklus 21 hari.
Pramedikasi: Kortikosteroid yang ekivalen dengan 4 mg deksametason 2 kali
sehari per oral diberikan sehari sebelum, pada hari, dan sehari setelah
pemberian pemetreksed, untuk mengurangi kejadian dan keparahan reaksi
kulit. Untuk mengurangi toksisitas, pasien yang diberikan pemetreksed juga
perlu diberikan suplementasi asam folat per oral 350-1000 mikrogram perhari.
Setidaknya lima dosis asam folat harus diberikan selama tujuh hari sebelum
dosis pertama pemetreksed, dosis harus diteruskan selama terapi dan selama 21
hari setelah dosis terakhir pemetreksed. Pasien juga harus menerima injeksi
intramuskular vitamin B12, 1000 mikrogram pada seminggu sebelum dosis
pertama pemetreksed dan selanjutnya sekali setiap tiga siklus, diberikan pada
hari yang sama dengan pemberian pemetreks.

38
3. GOLONGAN ANTIBIOTIK
Aktinomisin D (Act-D0, daunorubisin, adriamisin (ADR), epirubisin, pirarubisin (THP),
idarubisin, mitoksantron (novantron) dan obat kain menyusup masuk ke pasangan basa di
dekat rantai ganda DNA, menimbulkan terpisahnya kedua rantai DNA, mengusik transkripsi
DNA dan produksi mRNA. Adriamisin liposom (Doxil) menggunakan teknologi liposom
fosfolipid 2 lapis dari selubung mikrosfer pelietilen gliserol (teknologi polimerisasi Stealth),
menghindari bocornya obat dan pengenalan oleh sistejm imun, menjamin kadar adramisin
dalam plasma rendah stabil dalam jangka panjang mengurangi kardiotoksisitas
mengingkatkan efektifitas. Bleomsiin secara langsung menimbulkan fragmentasi rantai
tunggal DNA mitomisin (MMC) dan DNA membentuk ikatan silang keduanya berefek sama
seperti alkilator (IKAPI, 2013).
Obat Mekanisme Efek Samping Dosis
Irinotecan (CPT-11, Merupakan Diare, kemerahan Tersedia dalam
Camptosar) inhibitor akut, muntah, bentuk larutan
Kanker kolon, topimerase I; diaforesis, mual, injeksi
NSCLC, SCLC, menginhbisi myelosupresi 20mg/mL.
kanker serviks dan aktivitas neutropenia,
ovarium, kanker pengikatan DNA alopesia, pusing,
;ambung, kanker topoimerase, meningkatkan
pankreas. sehingga ikatan fugsi hati,
DNA putus; dan tolsisitas
mengganggu pulmonal,
sintesis DNA. demam.
Topotecan Merupakan Meutropenia, Tersedia dalam
(Hycamtin) inhibitor mukositis, efek bentuk serbuk
Kanker ovarium, topimerase I; mual rendah, untuk injeksi
SCLC, MDS. menginhbisi diare. 4mg/vial; kapsul
aktivitas 0,25mg dan 1mg.
pengikatan DNA
topoimerase,
sehingga ikatan
DNA putus; dan
mengganggu
sintesis DNA.
Daunorubicin Merupakan Myelosupresi, Tersedia dalam
(Daunomycin, Dauno, antbiotik mukositis, efek bentuk larutan
Cerubidine) antitumor; mual sedang, injeksi 5mg/mL;
Semua jenis kanker. inhibitor alopesia, serbuk untuk
topimerase II; toksisitas kardia. injeksi 5mg,

39
menyisip pada 20mg, 50mg.
DNA.

Doxorubicin Merupakan Myelosupresi, Tersedia dalam


(Adriamycin, Adria, antbiotik mukositis, efek bentuk larutan
Doxo, antitumor; mual sedang, injeksi 2mgmL;
Hidroksidaunorubisin) inhibitor alopesia, serbuk untuk
Kanker payudara, topimerase II; toksisitas kardia. injeksi 10mg,
osteosarkoma, menyisip pada 20mg, 50mg.
sarkoma jarinagn DNA.
lunak, kanker
ovarium, kanker
tiropid, kaker
lambung.
Epirubicin (Ellence) Merupakan Merupakan Tersedia dalam
Kanker payudara, antbiotik antbiotik bentuk larutan
kanker lambung. antitumor; antitumor; injeksi 2mg/mL;
inhibitor inhibitor serbuk untuk
topimerase II; topimerase II; injeksi 50mg dan
menyisip pada menyisip pada 200mg.
DNA. DNA.
Etoposide (VP-16, Tumbuhan Myelosupresi, Tesedia dalam
Vepesid, Etopophos) alkaloid; efek muntah bentuk kapsul
Aknker testis, SCLC, menginhibisi sedang, alopesia, 50mg; larutan
NSCLC, KS, HD, aktifitas ikatan mukosistis, injeksi
NHL, BMT, preparatif DNA hipotensi. 20mg/mL; dan
kemoterapi, kanker topoimerase II serbuk untuk
lambung. ikatan DNA injeksi 100mg.
dobel heliks
putus,
Idarubicin Merupakan Myelosupresi, Tersedia dalam
(Idamycin) antbiotik mukositis, efek bentuk larutan
ANLL, oral preparasi antitumor; muntah sedang, injeksi 1mg/mL..
untuk investigasional. inhibitor ekstravasasi,
topimerase II; alopesia,
menyisip pada toksisitas kardia.
DNA.
Mitoxantron Inibitor Myelosupresi, Tersedia dalam
(Novantrone) topoimerase II, efek mual kecil, bentuk larutan
ANLL< kanker interkalalot mkosistis, injeksi.
prostast, NHL, HD, DNA. alopesia,

40
kanker payudara. kardiotoksik
rendah.

(Dipiro, 2005)
4. INHIBITOR PROTEIN MIKROTUBULI
Alkaloid dari tumbuhan jenis Vinca, seperti vinblastin (VLB), vinkristin
(VCR), vindesin (VDS) maupun navelbin terutama berikatan dengan protein
mikrotubul inti sel tumor, menghambat sistesis dan polimerasi mikrotubul inti sel
tumor, mebhambat sintesis dan polimerasi mikrotubul, sehingga mitosis berhenti pada
metafase replikasi sel terganggu. Obat anti tumor baru, taksol, taksoter dapat memacu
dimerisasi miksotubul dan menghambat depolimerisasinya sehingga langkah kunci
pembentukan spindel pada mitosis terhambat. Efeknya kebalikan dari vinkristin tapi
hasil akhirnya sama yaitu, mitosisi sel tumor terhenti (IKAPI, 2013).
Obat Mekanisme Efek Samping Dosis
Docetaxel Meningkatkan Myelosupresi, Tersedia dalam
(Taxotere) ikatan mikrotubul, edema, berat bentuk laritan
Kanker payudara, menginhbisi badan bertambah, injeksi 10mg/mL
NSCLC, kanker depolimerasi asites, alopesia, (2, 8, 16 mL vial)
prostat, kanker tubulin, ruam. dan 20mg/mL (1,
ovarium, kanker menginhibisi 4 mL vial); larutan
lambung. pembelahan sel. injeksi bebas
alkohol 20mg/mL,
80mg/4mL, dan
160/8mL.
Paclitaxel (Taxol) Meningkatkan Reakasi Tersedia dalam
Kanker ovarium, polimerasi hipersinsitifitas, bentuk larutan
kanker payudara, mukrotubulus, neuropati, injeksi 6mg/mL.
kanker serviks. menstabilkan myalgia,
mikrotubulu untuk mukositis,
membuat tidak menyebakan mual,
berfungsi. bradikardia.
Estramustin Menganggu Mual dan muntah, Tersedia dalam
(Emcyt) pembentukan diare, bentuk kapsul
Kanker prostat. MAPs kardiovaskular, 140mg.
jantung iskemik,
tromboembolik.
Vinblastin Termasuk vinca Myelosupresi, Tersedia dalam
(Velban) alkaloid. mukositis, bentuk larutan

41
Kanker testis, Mengganggu menyebabkan injeksi 1mg/mL
kanker payudara, formasi dari mual, dan serbuk untuk
melanoma, kanker mikrotubulus. neurotoksisitas, injeksi 10mg
prostat, karsinoma myalgia.
sel ginjal.
Vinkristin (VCR, Mengganggu Neuropati Tersedia dalam
Oncovin) formasi dari periferal, larutan injeksi
Kanker payudara, mikrotubulus. 1mg/mL.
tumor otak,
sarkoma jaringan
lunak,
neuroblastoma.
Vinnorelbin Menganggu Myelosupresi, Tersedia dalam
(Navelbine) formasi dari neurotoksisitas, larutan injeksi
Kanker payudara, mikrotubulus. neuropati 10mg/mL.
kanker serviks, periferal,
aknker ovarium, konstipasi.
kanker prostat.
(di Piro, 2005)
Terapi Tambahan
1. Golongan Anti Nyeri/Analgesik/Painkiller
1) Analgetika Narkotik (analgetika sentral).
Analgetika narkotik merupakan obat penghilang rasa sakit yang bekerja melalui
susunan syaraf pusat, mempunyai efek analgesik kuat dan digunakan unutk nyeri
dengan intensitas tinggi, misalnya nyeri karena patah tulang, nyeri kanker, nyeri
setelah pembedahan. Obat golongan opioid ini digunakan untuk pasien kanker
dengan nyeri sedang hingga berat. Contohnya : morfin 5-10mg/4jam, meperidin
50-150mg/4jam, methadon 3-10mg/4jam, kodein 15-60mg/6jam, oksikodon 5-
10mg/6jam, fentanil 50-100mcg/hari (Sutedjo, 2008).
2) Analgetika Non Narkotik (analgetika perifer).
Kelompok obat ini selain mengurangi rasa sakit juga berkhasiat menurunkan suhu
badan. Efek penurunan suhu dengan cara mempengaruhi hypothalamus yang
merangsang pelebaran pembuluh darah tepi, aktifitas kelenjar keringat meningkat
terjadi penegluaran keringat dan suhu tubuh lepas bersama keringat. Efek

42
analgesik dengan cara mempengaruhi thalamus untuk meningkatkan nilai ambang
nyeri dan menghambat prostaglandin yang membawa impuls nyeri kepusat
resptor nyeri tepi. Contohnya : fenacetin 2,5 4g/hari, paracetamol 500-
650mg/8jam, antalgin 2g/hari, asam salisilat 250 1000mg/4jam, tramadol
maksimal 400mg/hari (Sutedjo, 2008).
3) Analgetika Anti Inflamasi Non Steroid (AINS).
Beberapa AINS dibawah ini umumnya bersifat anti inflamasi, analgetika, dan
antipiretika. Efek antipiretika baru terihat pada dosis yang lebih besar daripada
efek analgesiknya. Mekanisme kerja dari AINS sebagian besar berdasarkan
hambatan sintesa prostaglandin. Obat ini digunakan untuk pasien kanker dengan
tingkat nyeri ringan. Pemberian AINS pada pasien apabila terbukti memiliki
efektifitas dan toleransi terhadap pemberian AINS. Contohnya meliputi ibuprofen
300-600mg/hari jika perlu ditambahkan ketorolac 15-30mg/6jam, diklofenak 25-
50mg/hari, ketoprofen 25-100mg/8jam, asam mefenamat 250-500mg/hari
(Ganiswara, 2007) (Robert et al, 2008).

Penatalaksanaan nyeri kanker berdasarkan Guidelines dari National


Comprehensive Cancer Network (NCCN) tahun 2008 dengan cara menentukan
diagnosis terlebih dahulu untuk nyeri yang dirasakan oleh pasien. Cara melihat nyeri
kanker dengan melihat pengukuran intensitas nyeri, meminta pasien mendeskripsikan
nyeri. Jika tidak ada nyeri pasien tidak mendapat obat analgetika golongan opioid dan
apabila pada keadaan nyeri tidak terkontrol harus segera dilakukan evaluasi. Apabila
pasien mendapatkan analgetika opioid maka diberikan pada pasien yang mempunyai
skala nyeri 1-3 atau 4-10. Hal ini digunakan untuk mengatisipasi kejadian nyeri dan
kecemasannya. Pemilihan obat golongan opoid untuk penatalaksanaan nyeri pada
pasien kanker berdasarkan National Comprehensive Cancer Network (NCCN) tahun
2008 adalah untuk nyeri kanker ringan (1-3) diberikan NSAID atau paracetamol
tanpa opioid. Untuk nyeri kanker sedang (4-6) diberikan opioid aksi cepat dengan

43
peningkatan dosis. Dan untuk nyeri kanker berat (7-10) diberikan opioid aksi cepat
dengan peningkatan dosis.
Pada nyeri ringan, sedang dan berat dilihat respon nyerinya hilang, berkurang
atau bertambah pada pemakaian opioid aksi cepat. Sehingga perlu dilakukan evaluasi
kembali selama 24 jam pada pasien untuk melihat keberhasilan terapi. Pada tiap
terapi nyeri juga dibutuhkan dukungan psikososial, edukasi pasien dan keluarga, serta
terapi non farmakologi (Robert, et al., 2008).
Berdasarkan WHO (1986) terapi untuk nyeri ringan pada kanker efektif bila
digunakan Paracetamol dan atau AINS. Namun perlu pemantauan untuk penggunaan
AINS karena menyebabkan toksisitas parah seperti pendarahan gastrointestinal,
disfungsi platelet dan gagal renal. Untuk nyeri ringan hingga sedang dapat diterapi
dengan kombinasi Paracetamol, aspirin atau AINS ditambahkan dengan opioid rilis
segera seperti kodein, tramadol, dihidrokodein atau propoxyphene. Untuk nyeri
sedang hingga berat dapat digunakan opioid kuat seperti Morphine, methadone,
oxycodone, hydromorphone, fentanyl, alfentanyl, buprenorphine, heroin, levorphanol
and oxymorphone. Menurut WHO hanya morfin yang biasanya digunakan untuk anak
dan dewasa dalam terapi nyeri kanker. Penggunaan opioid yang menjadi pilihan
pertama yaitu morfin oral ataupun IV.

44
45
46
2. Golongan Anti Mual Muntah
1. Mual muntah akibat kemoterapi/ chemotherapy induced nausea-vomiting
(CINV)
 Pasien yang menerima terapi regimen tingkat 2, dapat menggunakan
deksametason 8-20 mg iv atau oral sebagai pencegah mual muntah.
Golongan fenotiazin yaitu proklorperazin 10 mg, iv atau oral juga dapat
digunakan pada orang dewasa sebagai pilihan.
 Pasien anak atau dewasa yang menerima terapi tingkat 3-5, harus
menggunakan kombinasi deksametason dan SSRI.
 Pada dewasa dan anak di atas 2 tahun, granisetron dapat diberikan secara
infus iv 10 μg/kgBB selama 5 menit, 30 menit sebelum diberikan
kemoterapi, hanya pada pemberian kemoterapi. Pada dewasa dapat
diberikan granisetron 1-2 mg per oral.
 Ondansetron dapat diberikan secara iv 30 menit sebelum kemoterapi.
Harus digunakan dosis efektif terkecil 8-32 mg. Terapi oral disarankan 8-
24 mg 30 menit sebelum kemoterapi.
 Dolasetron dapat diberikan dalam dosis tunggal 1,8 mg/kg pada orang
dewasa, atau dalam dosis tetap 100 mg iv dalam 30 detik atau infus 15

47
menit. Untuk anak umur 2-16 tahun dolasetron dapat diberikan dengan
dosis sama.
 Pilihan lain untuk mencegah mual muntah sebelum kemoterapi adalah
palonestron 0,25 mg iv selama 30 detik 30 menit sebelum kemoterapi.
 Pasien yang mengalami mual muntah selain mendapat terapi profilaksis
juga diberikan proklorperazin, lorazepam atau kortikosteroid sebagai
terapi gejala. Lorazepam, klorpromazin dan kortikosteroid
direkomendasikan untuk pasien anak. SSRI tidak lebih unggul dari terapi
antiemetik konvensional untuk terapi gejala sesudah kemoterapi.
 Deksametason, metoklopramid atau SSRI direkomendasikan untuk emesis
post kemoterapi yang muncul terlambat.
(MASCC and ESMO, 2016)
2. Mual muntah sesudah operasi pengangkatan sel kanker
 Dengan atau tanpa terapi antiemetik, metode non farmakologi seperti
mengatur gerakan, perhatian pada pemberian cairan, dan pengendalian
nyeri dapat efektif menurunkan emesis sesudah operasi.
 Antagonis serotonin selektif seperti ondansetron 8 mg tiap 8 jam efektif
untuk mencegah mual muntah sesudah operasi, tetapi biayanya lebih
tinggi dibanding antiemetik lainnya.
3. Mual muntah akibat radiasi
 Pasien yang menerima radiasi hemibodi atau radiasi dosis tinggi tunggal
pada daerah perut atas harus menerima terapi profilaksis granisetron 2 mg
atau ondansetron 8 mg.
(Adnyana, 2008)

48
(MASCC and ESMO, 2016)
1. Fenotiazin
 Obat ini berguna untuk pasien dengan mual ringan atau yang mendapat
kemoterapi ringan
 Pemberian rektal lebih disarankan bila parenteral tidak praktis dan oral tidak
dapat diterima
 Pada beberapa pasien, dosis rendah tidak efektif, sedangkan dosis tinggi
fenotiazin menyebabkan resiko yang dapat terjadi seperti reaksi ekstramidal,
reaksi hipersensitivitas, disfingsi hati, aplasia sumsum tulang, dan sedasi
berlebihan
2. Kortikosteroid
 Kortikostrroid sukses unyuk menangani mual muntah karena kemoterapi dan
setelah operasi dengan sedikit problem

49
 Reaksi yang tidak diinginkan : perubahan mood dari cemas sampai eforia, sakit
kepala, rasa metal dimulut, perut tidak nyaman, dan hiperglikemia.

(MASCC and ESMO, 2016)

3. Metoklopramid
 Metoklopramid digunakan sebagai antiemetic pada pasien dengan
gastroparesis diabetic dan dapat ditambahkan deksamethasone untuk terapi
profilaksis pada kemoterapi dengan cara menghambat mual dan muntah.
 Metoklopramid meningkatkan tonus sfingter esofagus, membantu
pengosongan lambung dan meningkatkan perpindahan usus halus,
kemungkinan lewat penglepasan asetilkolin.
 Karena efek samping (efek ekstrapiramidal) pemberian iv deifenhidramin 25-
50mg harus diberikan pencegahan atau antisipasi efek tersebut.
4. Antagonis reseptor 5 HT3 (5-Hydroxytryptamine-3-Receptor Antagonists)
 Yang termasuk golongan ini adalah ondansetron, granisetron, dolasetron,
palonosetron. Mekanisme kerja obat golongan ini yaitu menghambat reseptor
serotonin pre sinap di saraf sensoris vagus di saluran cerna.

50
 Golongan ini biasanya digunakan untuk pengobatan CINV, PONV, dan radiasi
yang dapat menginduksi mual dan muntah.
 Efek samping yang paling banyak ditemui adalah konstipasi, sakit kepala dan
asthenia.

5. Benzodiazepin
 Benzodiazepin terutama lorazepam, terapi alternatif untuk mengantisipasi
mual muntah akibat kemoterapi. Dosis regimen satu dosis satu malam
sebelum kemoterapi dan dosis ganda pada setiap terapi kemoterapi.
6. Cannabinoids
 Nabilone oral dan dronabinol oral merupakan pilihan terapeutik ketika CINV
tidak tahan dengan antiemetic lainnya, tetapi tidak diindikasikan sebagai agen
pilihan pertama.
Antagonis Reseptor Substansi P/Neurokinin
 Substansi P adalah neurotransmitter peptide yang diyakini sebagai mediator
utama dalam menghambat fase CINV dan satu dari dua mediator pada fase
akut CINV.

51
 Aprepitant dan fosaprepitant merupakan antagonis reseptor substansi P/NK
yang diindikasikan sebagai beberapa rejimen obat untuk terapi profilaksis
pada mual dan muntah terkait dengan dosis tinggi cisplatin pada kemoterapi.
 Terdapat interaksi obat dengan kontrasepsi oral, warfarin dan deksamethasone
oral
(Dipiro et al, 2015)
Terapi Non Farmakologi
1. Makan makanan yang bergizi, kaya akan nutrisi, vitamin dan mineral
2. Meningkatkan asupan makanan sumber asam lemak omega-3 seperti ikan salmon,
tuna, ikan teri, ikan lele
3. Banyak minum air putih
4. Hindari merokok, alkohol dan juga polusi udara
5. Perlu dukungan moral dari keluarga dan sahabat.

52
BAB IV
KASUS DAN PENYELESAIAN

3.1 Kasus
Tuan. Hb umur 43 tahun didiagnosa kanker paru ( stadium IV), masuk rumah
sakit untuk pertama kali pada tanggal 7 September – 24 Oktober. Pasien belum
pernah diopname sebelumnya dan memiliki riwayat hipertensi dengan tekanan darah
160/110 mmHg dan suhu tubuh 37˚C serta RR 60-66 kali/menit. Dilakukan
kemoterapi pada pasien pada tanggal 22 Oktober 2004 dengan pemberian
Siklofosfamid 400 mg, Doksorubin 40 mg dan Sisplatin 40 mg. Setelah melakukan
kemoterapi pasien mual dan muntah 3 kali pada tanggal 23 Oktober 2004.
Diagnosa penyakit : Kanker Paru (Stadium IV)
Riwayat pengobatan :-
Riwayat penyakit : Hipertensi dan Tuberculosis Paru
Data pemeriksaan laboratorium :
Parameter Tanggal pemeriksaan Nilai normal
18/9 8/10
WBC 16.96 7,25 1-10
HGB 13,5 12,3 12-18
PLT 360 219 150-450

Data pengobatan saat kemoterapi :


Tanggal Kemoterapi Obat yang digunakan
22 Oktober 2004 Siklofosfamid 400mg
Doksorubin 40mg
Sisplatin 40mg

53
Data pengobatan (September) :
Tanggal Penggunaan
No Nama obat Aturan 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Pakai
1 Lasix 1x1
2 Aspar 1x1
Kalmetazone 3x1
3 Amp
4 Concor 1x5mg
5 Herbeser 2x30mg
6 Cravit 1x500mg
7 Romilar 3x1mg
8 Laxadin 3x1
9 Narfoz Amp 1x1
10 Mycostatin Drop (3ml)
11 Aminophline 2x1/2 tab
12 Hemobion 1x1
13 Narfoz 1x1 tab
Data pengobatan (Oktober) :

No Nama Obat Aturan Tanggal Penggunaan


Pakai 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
1 Lasix 1x1
2 Aspar 1x1
3 Kalmetazone Amp 3x1
4 Concor 1x5mg
5 Herbeser 2x30mg
6 Cravit 1x500mg
7 Romilar 3x1mg
8 Laxadin 3x1
9 Narfoz Amp 1x1
Drop
10 Mycostatin Drop (3ml)
11 Aminophline 2x1/2 tab
12 Hemobion 1x1
13 Narfoz 1x1 tab

54
3.2 Penyelesaian Kasus
Analisa SOAP
 SUBJEKTIF
Nama pasien : Tuan HB
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 43 tahun
Riwayat penyakit : Hipertensi dan TB Paru
Diagnosa : Kanker Paru (Stadium IV)
Masuk RS : 7 September – 24 Oktober 2004
Tanggal kemoterapi : 22 Oktober 2004
Keluhan : Setelah melakukan kemoterapi pasien mengalami
mual dan muntah sebanyak 3x pada tanggal 23 Oktober 2004.
 OBJEKTIF
Data pemeriksaan laboratorium :
Parameter Tanggal pemeriksaan Nilai normal
18/9 8/10
WBC 16.96 7,25 1-10
HGB 13,5 12,3 12-18
PLT 360 219 150-450

Data pengobatan saat kemoterapi :


Tanggal Kemoterapi Obat yang digunakan
22 Oktober 2004 Siklofosfamid 400mg
Doksorubin 40mg
Sisplatin 40mg

55
Data pengobatan (September) :

No Nama obat Tanggal Penggunaan


Aturan Pakai 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
1 Lasix 1x1
2 Aspar 1x1
Kalmetazone 3x1
3 Amp
4 Concor 1x5mg
5 Herbeser 2x30mg
6 Cravit 1x500mg
7 Romilar 3x1mg
8 Laxadin 3x1
9 Narfoz Amp 1x1
10 Mycostatin Drop (3ml)
11 Aminophline 2x1/2 tab
12 Hemobion 1x1
13 Narfoz 1x1 tab

No Nama Obat Aturan Tanggal Penggunaan


Pakai 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
1 Lasix 1x1
2 Aspar 1x1
3 Kalmetazone Amp 3x1
4 Concor 1x5mg
5 Herbeser 2x30mg
6 Cravit 1x500mg
7 Romilar 3x1mg
8 Laxadin 3x1
9 Narfoz Amp 1x1
Drop
10 Mycostatin Drop (3ml)
11 Aminophline 2x1/2 tab
12 Hemobion 1x1
13 Narfoz 1x1 tab

56
Data pengobatan (Oktober) :
 ASSESMENT
DRP (Drug Related Problem)
1. DRP ada indikasi tidak ada obat (Butuh obat) : Pasien membutuhkan
analgetik untuk mengatasi nyeri akibat efek samping dari kemoterapi
2. DRP tidak ada indikasi ada obat (Tidak butuh obat) : -
3. DRP dosis berlebih : Penggunaan antibiotik,
dexamethason yang terlalu lama >2minggu
4. DRP dosis terlalu rendah :-
5. DRP efek samping:
 Siklofosfamid, Sisplatin, Doxorubin menyebabkan myelosuppresion,
alopecia,anoreksia,mual dan muntah, hiperkalemia dan hiperuria.
 Sisplatin dapat menyebabkan ototoxity dan neprotoxicity.
 Dexamethason dapat menyebabkan imunosuppresive, moonface,
hipoglikemia
 Diltiazem dapat menyebabkan edema.
 Ondansetron menyebabkan konstipasi dan sakit kepala
6. DRP interaksi obat:
 Sisplatin dan siklofosfamid dapat meningkatkan toksisitas keduanya yaitu
meningkatkan efek myelosuppresion.
 Doxorubicin dapat meningkatkan toksisitas dari siklofosfamid yaitu
meningkatkan resiko peradangan kandung kemih.
 Bisoprolol dan diltiazem dapat meningkatkan toksisitas dari keduanya dan
meningkatkan efek bradicardia.
 Siklofofamid berinteraksi dengan kortikosteroid, antibiotika golongan
kuinolon dan kloramphenikol
 Sisplatin berinteraksi dengan loop diuretic dan antibiotika golongan
aminoglikosida.
 Doxorubicin berinteraksi dengan obat golongan CCB dan antibiotika
golongan kuinolon.

57
7. DRP polifarmasi:
1. Lasix diindikasikan untuk mengatasi edema yang diderita pasien
2. Aspar diindikasi untuk multivitamin bagi pasien.
3. Dexamethason diindikasi untuk mengatasi mual muntah dan anoreksia
pada pasien namun lama penggunaan berlebih yaitu lebih dari 2 minggu.
4. Concor diindikasikan untuk mengatasi hipertensi.
5. Herbeser diindikasikan untuk hipertensi yang dialami pasien.
6. Cravit digunakan untuk mengatasi infeksi pada paru pasien.
7. Romilar diindikasikan untuk batuk pasien.
8. Laxadin diindikasikan untuk konstipasi, namun lama penggunaan obat
tidak tepat.
9. Narfoz diindikasikan untuk mual dan muntah ,namun lama penggunaan
tidak tepat.
10. Nystatin digunakan untuk antifungi.
11. Aminophylin diindikasikan untuk bronkodilator
12. Hemobion digunakan untuk mengatasi anemia pasien
 PLAN
 Disarankan penggunaan Codein HCl 15-60mg tiap 4-6 jam sebagai
analgetik dan mengatasi batuk yang dialami pasien.
 Pemberian Dextrometorpan hendaknya dihentikan jika digunakan Codein
HCl.
 Pemberian Antibiotika (Levofloxasin) dihentikan setelah 2 minggu
penggunaan dan saat dilakukan kemoterapi juga tidak perlu di berikan.
 Dexamethason hendaknya digunakan hanya selama 2 minggu.
 Hemobion digunakan untuk mengatasi efek samping myelosuppresion
setelah kemoterapi,sehingga penggunaannya lebih diindikasikan setelah
dilakukan kemoterapi.
 Narfoz disarankan pemberiannya setelah pasien melakukan kemoterapi
dan mengalami mual muntah.

58
 Penggunaan Laxadin hendaknya dihentikan jika pasien sudah tidak
mengalami konstipasi.
 Menyarankan kepada dokter untuk memonitoring keluhan dan tes
laboratorium pasien lebih rutin.
 KIE
 Menyarankan kepada pasien untuk tidak mengkonsumsi makanan
karsinogen (makanan bakar”an).
 Menyarankan kepada pasien untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi.
 Menyarankan kepada pasien untuk diet rendah garam.
 Menyarankan kepada pasien untuk banyak mengkonsumsi air putih.
 Menyarankan kepada keluarga pasien untuk memberikan dukungan moral
dan motivasi kepada pasien.
 Menyarankan kepada pasien untuk tabah dalam menghadapi penyakit.

59
Lampiran 1

TABLE

60
Lampiran 2

AUC, area under the curve; IV, intravenous/intravenously.


aNCCN Clinical Practice Guidelines in Oncology: Non–Small Cell Lung Cancer. In: National
Comprehensive Cancer Network Inc; V1.2013.
bNCCN Clinical Practice Guidelines in Oncology: Small Cell Lung Cancer. V.q.2013.

61
Lampiran 3

62
DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, H., 1995, Kanker Paru dan Terapi Paliatif , UNAIR : Surabaya

Dipiro et al., 2015, Pharmachotherapy a pathophysiologic approach

Jusuf, A., Syahruddin, E. & Hudoyo, A. 2009. Kemoterapi Kanker Paru. Jurnal
Respirologi Indonesia. Vol 29.No. 4

Pitter John. 2006. Evaluasi Penatalaksanaan Mual-Muntah Pada Pasien Kanker Paru
Pasca Kemoterapi Di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2004.
Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta : Yogyakarta

Tim CancerHelps. 2010. Stop Kanker. AgroMedia Pustaka : Jakarta

WHO. 2004. histological classification of the tumours of the lung. In: tumor of the
lung-WHO classification 2004

63

Anda mungkin juga menyukai