Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN
KANKER PARU dan ISPA

Mata Kuliah Keperawatan Medikal


Bedah

Disusun Oleh : Kelompok I

1. Juminar Safartini : SNR172120020


2. Yoris Aprianto MR : SNR172120054
3. Andrie Helianusa : SNR172120023
4. Rezki Paturahman : SNR172120028

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


NON REGULER
SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN
MUHAMMADIYAH
PONTIANAK
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada ALLAH SWT atas berkat dan rahmat-Nya maka kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Kanker Paru
dan ISPA”. Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan mata
kuliah Keperawatan Medikal Bedah.
Makalah ini tidak terlepas dari bantuan media massa, literature buku dan
kerjasama kelompok kami. Makalah ini kami susun berdasarkan materi yang kami
dapat dari media massa dan literature buku.
Semoga makalah yang kami susun ini dapat bermanfaat bagi pembaca
yang membutuhkan. Makalah ini tentunya terdapat kekurangan maupun kesalahan
, untuk itu kritik dan saran serta masukan dari teman-teman sangat kami nantikan.
Akhir kata kami ucapkan terimakasih.

Pontianak, 11 Maret 2018

Kelompok 1
DAFTAR ISI
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kanker paru (Ca Paru) merupakan penyebab kematian utama akibat
kanker pada pria dan wanita. Kanker paru ini meningkat dengan angka yang lebih
besar pada wanita dibandingkan pada pria dan sekarang melebihi kanker payudara
sebagai penyebab paling umum kematian akibat kanker pada wanita. Menurut
hasil penelitian, hampir 70% pasien kanker paru mengalami penyebaran ketempat
limfatik regional dan tempat lain pada saat didiagnosis. Beberapa bukti
menunjukkan bahwa karsinoma cenderung untuk timbul di tempat jaringan perut
sebelumnya (tuberculosis fibrosis ) di dalam paru . Kanker paru mengacu pada
lapisan epithelium saluran napas. Kanker paru dapat timbul dimana saja di paru
dan kebanyakan kasus kanker paru dapat dicegah jika kebiasaan merokok
dihilangkan.
Selama 50 tahun terakhir terdapat suatu peningkatan insidensi paru – paru
yang mengejutkan. America Cancer Society memperkirakan bahwa terdapat
1.500.000 kasus baru dalam tahun 1987 dan 136.000 meninggal. Prevalensi
kanker paru di negara maju sangat tinggi, di USA tahun 1993 dilaporkan
173.000/tahun, di Inggris 40.000/tahun, sedangkan di Indonesia menduduki
peringkat 4 kanker terbanyak. Di RS Kanker Dharmais Jakarta tahun 1998 tumor
paru menduduki urutan ke 3 sesudah kanker payudara dan leher rahim. Namun,
karena sistem pencatatan kita yang belum baik, prevalensi pastinya belum
diketahui tetapi klinik tumor dan paru di rumah sakit merasakan benar
peningkatannya. Sebagian besar kanker paru mengenai pria (65 %), life time risk
1:13 dan pada wanita 1:20.
Selain itu salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat terutama
adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) yaitu meliputi infeksi akut saluran
pernapasan bagian atas dan infeksi akut saluran pernapasan bagian bawah. ISPA
adalah suatu penyakit yang terbanyak diderita oleh anak- anak, baik dinegara
berkembang maupun dinegara maju dan sudah mampu. dan banyak dari mereka
perlu masuk rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit
saluran pernapasan pada masa bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan
sampai pada,masa dewasa. dimana ditemukan adanya hubungan dengan terjadinya
Chronic Obstructive Pulmonary Disease.
Di Indonesia, prevalensi nasional ISPA 25% (16 Provinsi di atas angka
rasional), angka kesakitan (Morbiditas) pada bayi 23,8% dan balita 15,5%
(Riskerdas, 2007).
Perawat sebagai tenaga kesehatan harus mampu memberikan asuhan
keperawatan yang efektif dan mampu ikut serta dalam upaya penurunan angka
insiden ISPA dan kanker paru melalui upaya preventif, promotor, kuratif dan
rehabilitatif.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa pengertian, etiologi, klasifikasi, stadium, pathway, patofisiologi,
pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan kanker paru?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada klien dengan kanker paru?
3. Apa pengertian, etiologi, klasifikasi, stadium, pathway, patofisiologi,
pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan ISPA?
4. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada klien dengan ISPA?

1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu :

1. Mengetahui pengertian, etiologi, klasifikasi, stadium, pathway,


patofisiologi, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan kanker paru
2. Mengetahui Asuhan Keperawatan pada klien dengan kanker paru
3. Mengetahui pengertian, etiologi, klasifikasi, stadium, pathway,
patofisiologi, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan ISPA
4. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada klien dengan ISPA
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Dasar Medik Kanker Paru


A. Definisi
Kanker paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalam
jaringan paru-paru yang dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen lingkungan,
terutama asap rokok (Suryo,2010).Menurut WHO, kanker paru-paru merupakan
penyebab kematian utama dalam kelompok kanker baik pria maupun wanita.
Sebagian besar kanker paru-paru berasal dari sel-sel di dalam paru-paru, tetapi
bisa juga berasal dari kanker di bagian tubuh lain yang menyebar ke paru-paru
(Suryo,2010). Kanker paru adalah pertumbuhan sel-sel kanker yang tidak dapat
terkendali dalam jaringan paru yang dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen
lingkungan terutama asap rokok (Ilmu Penyakit Dalam, 2001).
B. Etiologi Kanker Paru
Beberapa faktor resiko kanker paru menurut Arif Muttaqin (2008) yaitu :

1. Merokok
Merupakan penyebab utama Ca paru. Suatu hubungan statistik yang
defenitif telah ditegakkan antara perokok berat (lebih dari dua puluh
batang sehari) dari kanker paru (karsinoma bronkogenik). Perokok seperti
ini mempunyai kecenderung sepuluh kali lebih besar dari pada perokok
ringan. Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya dan telah
meninggalkan kebiasaannya akan kembali ke pola resiko bukan perokok
dalam waktu sekitar 10 tahun. Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan
dalam terdari tembakau rokok yang jika dikenakan pada kulit hewan,
menimbulkan tumor.
2. Iradiasi.
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di
Schneeberg dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 %
meninggal akibat kanker paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif
dalam bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan agen etiologi operatif.
3. Zat-zat yang terhirup ditempat kerja .
Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil
nikel (pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja pemecah
hematite (paru – paru hematite) dan orang – orang yang bekerja dengan
asbestos dan dengan kromat juga mengalami peningkatan insiden. Contoh
: radon, nikel, radiasi dan arsen.
4. Polusi Udara
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih
tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah
diketahui adanya karsinogen dari industri dan uap diesel dalam atmosfer
di kota. Contoh: Polusi udara, pemaparan gas RT, asap kendaraan/
pembakaran (Thomson, Catatan Kuliah Patologi,1997).
5. Genetik.
Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker
paru, yakni
a) Proton oncogen.
b) Tumor suppressor gene.
c) Gene encoding enzyme.
Teori Onkogenesis.
Terjadinya kanker paru didasari oleh tampilnya gen suppresor tumor
dalam genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor
dengan cara menghilangkan (delesi/del) atau penyisipan (insersi/ inS)
sebagian susunan pasangan basanya, tampilnya gen erbB1 dan atau
neu/erbB2 berperan dalam anti apoptosis (mekanisme sel untuk mati
secara alamiah- programmed cell death). Perubahan tampilan gen kasus
ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru berubah menjadi sel
kanker dengan sifat pertumbuhan yang autonom. Dengan demikian
kanker merupakan penyakit genetik yang pada permulaan terbatas pada
sel sasaran kemudian menjadi agresif pada jaringan sekitarnya.
C. Gejala
1. Batuk yang terus menerus atau menjadi hebat
2. Dahak berdarah berubah warna dan makin banyak
3. Nafas sesak ( pendek )
4. Sakit kepala , nyeri dada , bahu dan bagian punggung
5. Kelelahan yang parah

D. Klasifikasi
Klasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru – paru
(1977) :
1. Karsinoma Bronkogenik.
a) Karsinoma epidermoid (skuamosa).
Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan
epitel termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka
panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor. Terletak sentral
sekitar hilus, dan menonjol kedalam bronki besar. Diameter tumor
jarang melampaui beberapa centimeter dan cenderung menyebar
langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada dan
mediastinum.

b) Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat).


Biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama
bronki.Tumor ini timbul dari sel – sel Kulchitsky, komponen normal
dari epitel bronkus. Terbentuk dari sel – sel kecil dengan inti
hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit. Metastasis dini ke
mediastinum dan kelenjar limfe hilus, demikian pula dengan
penyebaran hematogen ke organ – organ distal.
c) Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar).
Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat
mengandung mukus. Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen
bronkus dan kadang – kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut
local pada paru – paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi seringkali
meluas melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium dini, dan
secara klinis tetap tidak menunjukkan gejala – gejala sampai
terjadinya metastasis yang jauh.
d) Karsinoma sel besar.
Merupakan sel – sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat
buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam –
macam. Sel – sel ini cenderung untuk timbul pada jaringan paru - paru
perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke
tempat – tempat yang jauh.
e) Gabungan adenokarsinoma dan epidermoid.
f) Lain – lain.

2. Tumor karsinoid (adenoma bronkus).


3. Tumor kelenjar bronchial.
4. Tumor papilaris dari epitel permukaan.
5. Tumor campuran dan Karsinosarkoma
6. Sarkoma
7. Tak terklasifikasi.
8. Mesotelioma.
9. Melanoma

E. Manifestasi Klinis
1. Gejala Awal
Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh
obstruksi bronkus
2. Gejala Umum
Menurut Price (1995), gejala umum pada klien dengan Ca paru antara
lain yaitu:
a) Batuk
Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor.
Batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang sampai
titik dimana dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam
berespon terhadap infeksi sekunder .
b) Hemoptisis
Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor
yang mengalami ulserasi
c) Anoreksia, lelah , berkurangnya berat badan

F. Patofisiologi Kanker Paru


Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/sub bronkus
menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan
karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan
metaplasia, hyperplasia dan dysplasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh
metaplasia, hyperplasia dan dysplasia menembus ruang pleura, biasa timbul
efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra.
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar.
Lesi ini menyebabkan obstruksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti supurasi di
bagian distal. Gejala-gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis,
dispneu, demam, dan dingin. Wheezing unilateral dapat terdengar pada
auskultasi. Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan
adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke
struktur-struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esophagus,
pericardium, otak, tulang rangka.
G. Tingkatan Kanker Paru
Tingkatan (staging) kanker paru ditentukan oleh tumor (T), keterlibatan
kelenjar getah bening (N) dan penyebaran jauh (M). Beberapa
pemeriksaan tambahan harus dilakukan dokter spesialis paru untuk menentukan
staging penyakit. Pada pertemuan pertama akan dilakukan foto toraks (foto
polos dada). Jika pasien membawa foto yang telah lebih dari 1 minggu pada
umumnya akan dibuat foto yang baru. Foto toraks hanya dapat metentukan
lokasi tumor, ukuran tumor, dan ada tidaknya cairan. Foto toraks belum dapat
dirasakan cukup karena tidak dapat menentukan keterlibatan kelenjar getah
bening dan metastasis luar paru.
Bahkan pada beberapa kondisi misalnya volume cairan yang banyak, paru
kolaps, bagian luas yang menutup tumor, dapat memungkinakan pada foto,
tidak terlihat. Sama seperti pencarian jenis histologis kanker,
pemeriksaan untuk menetukan staging juga tidak harus sama pada semua
pasien tetapi masing masing pasien mempunyai prioritas pemeriksaan yang
berbeda yang harus segera dilakukan dan tergantung kondisinya pada saat
datang.
Staging (Penderajatan atau Tingkatan) Kanker Paru

Staging kanker paru dibagi berdasarkan jenis histologis kanker paru,


apakah SLCC atau NSLCC. Tahapan ini penting untuk menentukan pilihan
terapi yang harus segera diberikan pada pasien. Staging berdasarkan ukuran
dan lokasi : tumor primer, keterlibatan organ dalam dada/dinding dada (T),
penyebaran kelenjar getah bening (N), atau penyebaran jauh (M).

Tahapan perkembangan kanker paru dibedakan menjadi 2, yaitu :

1. Tahap Kanker Paru Jenis Karsinoma Sel Kecil (SLCC)


a) Tahap terbatas, yaitu kanker yang hanya ditemukan pada satu
bagian paru-paru saja dan pada jaringan disekitarnya.
b) Tahap ekstensif, yaitu kanker yang ditemukan pada jaringan dada
di luar paru-paru tempat asalnya, atau kanker ditemukan pada
organ-organ tubuh yang jauh.
2. Tahap Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil (NSLCC)
a) Tahap tersembunyi, merupakan tahap ditemukannya sel kanker
pada dahak (sputum) pasien di dalam sampel air saat
bronkoskopi, tetapi tidak terlihat adanya tumor di paru-paru.
b) Stadium 0, merupakan tahap ditemukannya sel-sel kanker
hanya pada lapisan terdalam paru-paru dan tidak bersifat invasif.
c) Stadium I, merupakan tahap kanker yang hanya ditemukan
pada paru-paru dan belum menyebar ke kelenjar getah bening
sekitarnya.
d) Stadium II, merupakan tahap kanker yang ditemukan pada paru-
paru dan kelenjar getah bening di dekatnya.
e) Stadium III, merupakan tahap kanker yang telah menyebar ke
daerah di sekitarnya, seperti dinding dada, diafragma, pembuluh
besar atau kelenjar getah bening di sisi yang sama atau pun sisi
berlawanan dari tumor tersebut.
f) Stadium IV, merupakan tahap kanker yang ditemukan lebih dari
satu lobus paru- paru yang sama, atau di paru-paru yang lain.
Sel-sel kanker telah menyebar juga ke organ tubuh lainnya,
misalnya ke otak, kelenjar adrenalin, hati, dan tulang.

H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Radiologi

a) Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta


Tomografi dada.

Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi


adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi
lesi. Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse
pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.

b) Bronkhografi.

Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.

2. Laboratorium.

a) Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).

Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.

b) Pemeriksaan fungsi paru dan GDA

Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi


kebutuhan ventilasi

c) Tes kulit, jumlah absolute limfosit.

Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum


pada kanker paru).

3. Histopatologi.

a) Bronkoskopi.

Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan


sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).

b) Biopsi Trans Torakal (TTB).

Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan
ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %. c) Torakoskopi.

Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik


dengan cara torakoskopi.

c) Mediastinosopi.
Umtuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening
yang terlibat.

e) Torakotomi.

Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila


bermacam – macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya
gagal mendapatkan sel tumor.

4. Pencitraan

a) CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.

b) MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.

I. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :

a) Kuratif.

Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka


harapan hidup klien.

b) Paliatif.

Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.

c) Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.Mengurangi


dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun
keluarga
d) Suportif.

Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia


pemberian nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti
nyeri dan anti infeksi. (Ilmu Penyakit Dalam, 2001 dan
Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan,2000).

Penatalaksanaan klien dengan kanker paru adalah:

1. Pembedahan.

Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain,
untuk mengangkat semua jaringan yang sakit sementara
mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru – paru yang tidak
terkena kanker.

a. Toraktomi eksplorasi.

Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau


toraks khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsi.

b. Pneumonektomi pengangkatan paru

Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua


lesi bisa diangkat.

c. Lobektomi (pengangkatan lobus paru).

Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus,


bronkiaktesis bleb atau bula emfisematosa, abses paru, infeksi
jamur dan tumor jinak tuberkulosis.

d. Resesi segmental.

Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru.

e. Resesi baji.
Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau
penyakit peradangan yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan
dari permukaan paru paru berbentuk baji (potongan es).

f. Dekortikasi.
Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris.
2. Radiasi

Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif


dan bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan
komplikasi, seperti mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap
pembuluh darah/ bronkus.

3. Kemoterapi.

Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor,


untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan
metastasi luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.

2.2 Konsep Teoritis Keperawatan Kanker Paru

1. Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat: Kelemahan, ketidakmampuan,
mempertahankan kebiasaan rutin, dispnoe karena aktivitas ,
kelesuan biasanya tahap lanjut.

b. Sirkulasi Peningkatan Vena Jugularis, Bunyi jantung: gesekan


perikordial (menunjukkan efusi ), takikardia, disritmia.

c. Integritas Ego: Ansietas, takut akan kematian, menolak kondisi yang


berat, gelisah, insomnia, pertanyan yang diulang-ulang
d. Eliminasi: Diare yang hilang timbul (ketidakseimbangan hormonal),
peningkatan frekuensi/jumlah urine.

e. Makanan/cairan : Penurunan Berat badan, nafsu makan buruk,


penurunan masukan makanan, kesulitan menelan, haus/peningkatan
masukan cairan Kurus, kerempeng, atau penampilan kurang bobot (
tahap lanjut 0, edema wajah, periorbital ( ketidakseimbangan
hormonal ), Glukosa dalam urine .

f. Ketidaknyamanan/nyeri: nyeri dada, dimana tidak/dapat dipengaruhi


oleh perubahan posisi. Nyeri bahu/tangan, nyeri tulang/sendi, erosi
kartilago sekunder terhadap peningkatan hormon pertumbuhan.
Nyeri abdomen hilang/timbul.

g. Pernafasan : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya ,


peningkatan produksi sputum, nafas pendek, pekerja terpapar bahan
karsinogenik, serak, paralisis pita suara, dan riwayat
merokok.Dsipnoe, meni gkat dengan kerja, peningkatan fremitus
taktil, krekels/mengi pada inspirasi atau ekspirasi (gangguan aliran
udara). Krekels/mengi yang menetap penyimpangan trakeal (area
yang mengalami lesi) Hemoptisis.

h. Keamanan : Demam, mungkin ada/tidak, kemerahan, kulit pucat.

i. Seksualitas : Ginekomastia, amenorea, atau impoten.

j. Penyuluhan/pembelajaran : Faktor resiko keluarga : adanya riwayat


kanker paru, TBC. Kegagalan untuk membaik

2. Diagnosa Keperawatan yang muncul adalah :

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif, b/d peningkatan jumlah/perubahan


mucus /viskositas sekret, kehilangan fungsi silia jalan nafas,
meningkatnya tahanan jalan nafas.
b. Nyeri b/d lesi dan melebarnya pembuluh darah.

c. Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan suplai O2 akibat perubahan


sruktur alveoli.

d. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis b/d


kurangnya informasi.

3. Intervensi Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif

dapat dihubungkan :

a) Kehilangan fungsi silia jalan nafas


b) Peningkatan jumlah/ viskositas sekret paru.
c) Meningkatnya tahanan jalan nafas

Kriteria hasil :

a) Menyatakan/ menunjukkan hilangnya dispnea.


b) Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih
c) Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan.
d) Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/ mempertahankan
bersihan jalan nafas.

Intervensi :

1. Catat perubahan upaya dan pola bernafas.

Rasional : Penggunaan otot interkostal/ abdominal dan


pelebaran nasal menunjukkan peningkatan upaya bernafas.

2. Observasi penurunan ekspensi dinding dada

Rasional : Ekspansi dad terbatas atau tidak sama


sehubungan dengan akumulasi cairan, edema, dan sekret dalam
seksi lobus.
3. Catat karakteristik batuk (misalnya, menetap, efektif, tak
efektif), juga produksi dan karakteristik sputum.

Rasional: Karakteristik batuk dapat berubah tergantung pada


penyebab/ etiologi gagal perbafasan. Sputum bila ada
mungkin banyak, kental, berdarah, dan/ atau purulen.

4. Pertahankan posisi tubuh/ kepala tepat dan gunakan alat jalan


nafas sesuai kebutuhan.

Rasional: Memudahkan memelihara jalan nafas atas paten bila


jalan nafas pasien.

5. Kolaborasi pemberian bronkodilator, contoh aminofilin,


albuterol dan lain- lain
6. Awasi untuk efek samping merugikan dari obat, contoh takikardi,
hipertensi, tremor, insomnia.

Rasional: Obat diberikan untuk menghilangkan spasme


bronkus, menurunkan viskositas sekret, memperbaiki ventilasi, dan
memudahkan pembuangan sekret. Memerlukan perubahan dosis/
pilihan obat.

b. Nyeri

Dapat dihubungkan :

a) Lesi dan melebarnya pembuluh darah.


b) Invasi kanker ke pleura, dinding dada

Kriteria hasil :

a) Melaporkan nyeri hilang/ terkontrol.


b) Tampak rileks dan tidur/ istirahat dengan baik.
c) Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/ dibutuhkan
Intervensi :

1. Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri.


Buat rentang intensitas pada skala 0 – 10.

Rasional: Membantu dalam evaluasi gejala nyeri karena kanker.


Penggunaan skala rentang membantu pasien dalam mengkaji
tingkat nyeri dan memberikan alat untuk evaluasi keefektifan
analgesik, meningkatkan kontrol nyeri.

2. Kaji pernyataan verbal dan non-verbal nyeri pasien.

Rasional: Ketidaksesuaian antar petunjuk verbal/ non verbal dapat


memberikan petunjuk derajat nyeri, kebutuhan/ keefektifan
intervensi

3. Catat kemungkinan penyebab nyeri patofisologi dan


psikologi.

Rasional : Insisi posterolateral lebih tidak nyaman untuk pasien dari


pada insisi anterolateral. Selain itu takut, distress, ansietas dan
kehilangan sesuai diagnosa kanker dapat mengganggu kemampuan
mengatasinya.

4. Dorong menyatakan perasaan tentang nyeri.

Rasional : Takut/ masalah dapat meningkatkan tegangan otot dan


menurunkan ambang persepsi nyeri.

5. Berikan tindakan kenyamanan. Dorong dan ajarkan


penggunaan teknik relaksasi

Rasional :Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian

c. Kerusakan pertukaran gas

Dapat dihubungkan : Hipoventilasi. Kriteria hasil :


a) Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisi adekuat
dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress
pernafasan.
b) Berpartisipasi dalam program pengobatan, dalam kemampuan/
situasi.

Intervensi :

1. Kaji status pernafasan dengan sering, catat peningkatan frekuensi


atau upaya pernafasan atau perubahan pola nafas.

Rasional : Dispnea merupakan mekanisme kompensasi adanya


tahanan jalan nafas.

2. Catat ada atau tidak adanya bunyi tambahan dan adanya bunyi
tambahan, misalnya krekels, mengi.

Rasional : Bunyi nafas dapat menurun, tidak sama atau tak ada
pada area yang sakit.Krekels adalah bukti peningkatan cairan dalam
area jaringan sebagai akibat peningkatan permeabilitas membrane
alveolar-kapiler. Mengi adalah bukti adanya tahanan atau
penyempitan jalan nafas sehubungan dengan mukus/ edema serta
tumor.

3. Kaji adanmya sianosis

Rasional : Penurunan oksigenasi bermakna terjadi sebelum


sianosis. Sianosis sentral dari “organ” hangat contoh, lidah, bibir
dan daun telinga adalah paling indikatif.

4. Kolaborasi pemberian oksigen lembab sesuai indikasi

Rasional : Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran.

5. Awasi atau gambarkan seri GDA.


Rasional : Menunjukkan ventilasi atau oksigenasi. Digunakan
sebagai dasar evaluasi keefktifan terapi atau indikator kebutuhan
perubahan terapi.

d. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis.

Dapat dihubungkan :

a) Kurang informasi.
b) Kesalahan interpretasi informasi.
c) Kurang mengingat.

Kriteria hasil :

a) Menjelaskan hubungan antara proses penyakit dan terapi.


b) Menggambarkan/ menyatakan diet, obat, dan program aktivitas.
c) Mengidentifikasi dengan benar tanda dan gejala yang
memerlukan perhatian medik.

Intervensi :

1. Dorong belajar untuk memenuhi kebutuhan pasien. Beriak


informasi dalam cara yang jelas/ ringkas.

Rasional : Sembuh dari gangguan gagal paru dapat sangat


menghambat lingkup perhatian pasien, konsentrasi dan
energi untuk penerimaan informasi/ tugas baru.

2. Berikan informasi verbal dan tertulis tentang obat

Rasional : Pemberian instruksi penggunaan obat yang aman


memmampukan pasien untuk mengikuti dengan tepat program
pengobatan.

3. Kaji konseling nutrisi tentang rencana makan; kebutuhan


makanan kalori tinggi.
Rasional : Pasien dengan masalah pernafasan berat biasanya
mengalami penurunan berat badan dan anoreksia sehingga
memerlukan peningkatan nutrisi untuk menyembuhan.

4. Berikan pedoman untuk aktivitas.

Rasional : Pasien harus menghindari untuk terlalu lelah dan


mengimbangi periode istirahatdan aktivitas untuk meningkatkan
regangan/ stamina dan mencegah konsumsi/ kebutuhan oksigen
berlebihan.

2.3. Konsep Dasar Medik ISPA


A. Definisi
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah radang akut
saluranpernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad
renik atau bakteri, virus, maupun reketsia tanpa atau disertai dengan
radang parenkim paru.
ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari.
Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung
sampai gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang
telinga tengah dan selaput paru. Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan
hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan
dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi
paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian.

B. Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit ISPA


a. Agent
Infeksi dapat berupa flu biasa hingga radang paru-paru. Kejadiannya bisa
secara akut atau kronis, yang paling sering adalah rinitis simpleks, faringitis,
tonsilitis, dan sinusitis. Rinitis simpleks atau yang lebih dikenal sebagai
selesma/common cold/koriza/flu/pilek, merupakan penyakit virus yang
paling sering terjadi pada manusia. Penyebabnya adalah virus Myxovirus,
Coxsackie, dan Echo.
b. Manusia
1. Umur
Berdasarkan hasil penelitian Daulay (1999) di Medan, anak berusia
dibawah 2 tahun mempunyai risiko mendapat ISPA 1,4 kali lebih
besar dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Keadaan ini terjadi
karena anak di bawah usia 2 tahun imunitasnya belum sempurna dan
lumen saluran nafasnya masih sempit.
2. Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian Kartasasmita (1993), menunjukkan
bahwa tidak terdapat perbedaan prevalensi, insiden maupun lama
ISPA pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.
3. Status Gizi
Di banyak negara di dunia, penyakit infeksi masih merupakan
penyebab utama kematian terutama pada anak dibawah usia 5 tahun.
Akan tetapi anak-anak yang meninggal karena penyakit infeksi itu
biasanya didahului oleh keadaan gizi yang kurang memuaskan.
Rendahnya daya tahan tubuh akibat gizi buruk sangat memudahkan
dan mempercepat berkembangnya bibit penyakit dalam tubuh.
4. Berat Badan Lahir
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ditetapkan sebagai suatu berat
lahir <2.500 gram. Menurut Tuminah (1999), bayi dengan BBLR
mempunyai angka kematian lebih tinggi dari pada bayi dengan berat
≥2500 gram saat lahir selama tahun pertama kehidupannya.
Pneumonia adalah penyebab kematian terbesar akibat infeksi pada
bayi baru lahir.
5. Status ASI Eksklusif
Air Susu Ibu (ASI) dibutuhkan dalam proses tumbuh kembang bayi
kaya akan faktor antibodi untuk melawan infeksi-infeksi bakteri dan
virus, terutama selama minggu pertama (4-6 hari) payudara akan
menghasilkan kolostrum, yaitu ASI awal mengandung zat kekebalan
(Imunoglobulin, Lisozim, Laktoperin, bifidus factor dan sel-sel
leukosit) yang sangat penting untuk melindungi bayi dari infeksi.
6. Status Imunisasi
Imunisasi adalah suatu upaya untuk melindungi seseorang terhadap
penyakit menular tertentu agar kebal dan terhindar dari penyakit
infeksi tertentu. Pentingnya imunisasi didasarkan pada pemikiran
bahwa pencegahan penyakit merupakan upaya terpenting dalam
pemeliharaan kesehatan anak.
c. Lingkungan
1. Kelembaban Ruangan
Hasil penelitian Chahaya, dkk di Perumnas Mandala Medan (2004),
dengan desain cross sectionaldidapatkan bahwa kelembaban ruangan
berpengaruh terhadap terjadinya ISPA pada balita. Berdasarkan hasil
uji regresi, diperoleh bahwa faktor kelembaban ruangan
mempunyai exp (B) 28,097, yang artinya kelembaban ruangan yang
tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor risiko terjadinya
ISPA pada balita sebesar 28 kali.
2. Suhu Ruangan
Salah satu syarat fisiologis rumah sehat adalah memiliki suhu
optimum 18- 300C. Hal ini berarti, jika suhu ruangan rumah dibawah
180C atau diatas 300C keadaan rumah tersebut tidak memenuhi
syarat. Suhu ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi
faktor risiko terjadinya ISPA pada balita sebesar 4 kali.
3. Ventilasi
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah
menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini
berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah
tersebut tetap terjaga.
4. Kepadatan Hunian Rumah
Menurut Gani dalam penelitiannya di Sumatera Selatan (2004)
menemukan proses kejadian pneumonia pada anak balita lebih besar
pada anak yang tinggal di rumah yang padat dibandingkan dengan
anak yang tinggal di rumah yang tidak padat. Berdasarkan hasil
penelitian Chahaya tahun 2004, kepadatan hunian rumah dapat
memberikan risiko terjadinya ISPA sebesar 9 kali.
5. Penggunaan Anti Nyamuk
Penggunaan Anti nyamuk sebagai alat untuk menghindari gigitan
nyamuk dapat menyebabkan gangguan saluran pernafasan karena
menghasilkan asap dan bau tidak sedap. Adanya pencemaran udara di
lingkungan rumah akan merusak mekanisme pertahanan paru-paru
sehingga mempermudah timbulnya gangguan pernafasan.
6. Bahan Bakar Untuk Memasak
Bahan bakar yang digunakan untuk memasak sehari-hari dapat
menyebabkan kualitas udara menjadi rusak. Kualitas udara di 74%
wilayah pedesaan di China tidak memenuhi standar nasional pada
tahun 2002, hal ini menimbulkan terjadinya peningkatan penyakit
paru dan penyakit paru ini telah menyebabkan 1,3 juta kematian.
7. Keberadaan Perokok
Rokok bukan hanya masalah perokok aktif tetapi juga perokok pasif.
Asap rokok terdiri dari 4.000 bahan kimia, 200 diantaranya
merupakan racun antara lain Carbon Monoksida (CO), Polycyclic
Aromatic Hydrocarbons (PAHs) dan lain-lain. Berdasarkan hasil
penelitian Pradono dan Kristanti (2003), secara keseluruhan prevalensi
perokok pasif pada semua umur di Indonesia adalah sebesar 48,9%
atau 97.560.002 penduduk.
8. Status Ekonomi dan Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian Djaja, dkk (2001), didapatkan bahwa bila
rasio pengeluaran makanan dibagi pengeluaran total perbulan
bertambah besar, maka jumlah ibu yang membawa anaknya berobat
ke dukun ketika sakit lebih banyak. Bedasarkan hasil uji statistik
didapatkan bahwa ibu dengan status ekonomi tinggi 1,8 kali lebih
banyak pergi berobat ke pelayanan kesehatan dibandingkan dengan
ibu yang status ekonominya rendah.
C. Etiologi

Etiologi ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur.
Bakteripenyebabnya antara lain dari genus streptokokus, stafilokokus,
pnemokokus,hemofilus, bordetella, dan korinebacterium. Virus
penyebabnya antara laingolongan mikovirus, adenovirus, koronavirus,
pikornavirus, mikoplasma,herpesvirus.Bakteri dan virus yang paling sering
menjadi penyebab ISPA diantaranyabakteri stafilokokus dan streptokokus
serta virus influenza yang di udara bebasakan masuk dan menempel pada
saluran pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan dan hidung.
D. Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Anatomia.
a. Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut (ISPaA)
Infeksi yang menyerang hidung sampai bagian faring, seperti pilek,
otitismedia, faringitis.
b. Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut (ISPbA)
Infeksi yang menyerang mulai dari bagian epiglotis atau laring
sampaidengan alveoli, dinamakan sesuai dengan organ saluran nafas,
sepertiepiglotitis, laringitis, laringotrakeitis, bronkitis, bronkiolitis,
pneumonia.
E. Klasifikasi ISPA
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai
berikut:
1. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding
dada kedalam (chest indrawing).
2. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
3. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai
demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat.
Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia

F. Manifestasi klinis
Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam,
adanya obstruksi hidung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu
saluran pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali
tidak mau minum (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 451).
( sumber : http://nursingbegin.com/askep-ispa-anak/ )

G. Tanda dan gejala


Penyakit ISPA adalah penyakit yang sangat menular, hal ini timbul karena
menurunnya sistem kekebalan atau daya tahan tubuh, misalnya karena kelelahan
atau stres. Pada stadium awal, gejalanya berupa rasa panas, kering dan gatal dalam
hidung, yang kemudian diikuti bersin terus menerus, hidung tersumbat dengan
ingus encer serta demam dan nyeri kepala. Permukaan mukosa hidung tampak
merah dan membengkak. Infeksi lebih lanjut membuat sekret menjadi kental dan
sumbatan di hidung bertambah. Bila tidak terdapat komplikasi, gejalanya akan
berkurang sesudah 3-5 hari. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah sinusitis,
faringitis, infeksi telinga tengah, infeksi saluran tuba eustachii, hingga bronkhitis
dan pneumonia (radang paru).
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-
keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin
gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam
keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal. Bila sudah dalam
kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit,
meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang
ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan
tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan.
Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-tanda
laboratoris.

1. Tanda-tanda klinis
a) Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea),
retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas
lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
b) Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi,
hypotensi dan cardiac arrest.
c) Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala,
bingung, papil bendung, kejang dan coma.
2. Tanda-tanda
a) Hypoxemia
b) Hypercapnia dan
c) Acydosis (metabolik dan atau respiratorik).
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah:
tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan
tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa
minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari setengah volume
yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, Wheezing, demam
dan dingin.

H. Patofisiologi
Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar,
bibit penyakit masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, oleh karena itu maka
penyakit ISPA ini termasuk golongan Air Borne Disease. Penularan melalui udara
dimaksudkan adalah cara penularan yang terjadi tanpa kontak dengan penderita
maupun dengan benda terkontaminasi. Sebagian besar penularan melalui udara
dapat pula menular melalui kontak langsung, namun tidak jarang penyakit yang
sebagian besar penularannya adalah karena menghisap udara yang mengandung
unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab.
Walaupun saluran pernapasan atas (akut) secara langsung terpajan
lingkungan, namun infeksi relatif jarang terjadi berkembang menjadi infeksi
saluran pernapasan bawah yang mengenai bronchus dan alveoli.
Terdapat beberapa mekanisme protektif di sepanjang saluran pernapasan
untuk mencegah infeksi, refleksi batuk mengeluarkan benda asing dan
mikroorganisme, dan membuang mucus yang tertimbun, terdapat lapisan
mukosilialis yang terdiri dari sel-sel dan berlokasi dari bronchus ke atas yang
menghasilkan mucus dan sel-sel silia yang melapisi sel-sel penghasil mucus.
Silia bergerak dengan ritmis untuk mendorong mucus, dan semua
mikroorganisme yang terperangkap di dalam mucus, ke atas nasofaring tempat
mucus tersebut dapat dikeluarkan melalui hidung, atau ditelan. Proses kompleks
ini kadang-kadang disebut sebagai system Eksalator mukolisiaris.
Apabila dapat lolos dari mekanisme pertahanan tersebut dan mengkoloni
saluran napas atas, maka mikroorganisme akan dihadang oleh lapisan pertahanan
yang ketiga yang penting (system imum) untuk mencegah mikroorganisme
tersebut sampai di saluran napas bawah.
Respons ini diperantarai oleh limfosit, tetapi juga melibatkan sel-sel darah
putih lainnya misalnya makrofag, neutrofil, dan sel mast yang tertarik ke daerah
tempat proses peradangan berlangsung. Apabila terjadi gangguan mekanisme
pertahanan di bidang pernapasan, atau mikroorganismenya sangat virulen, maka
dapat timbul infeksi saluran pernapasan bawah.

I. Pemeriksaan Diagnostik
Laboratorium:
Pada pemeriksaan ditemukan gambaran sebagai berikut:
a. Hb menurun, nilai normal L: 13-16gr%, P: 12-14gr%
b. Leukosit meningkat, nilain normal 500-1000/mm3
c. Eritrosit menurun, nilai normal 4,5-5,5 juta/mm3
d.Urine biasanya lebih tua, mungkin terdapat albuminuria karena suhu tubuh
meningkat.
J. Penatalaksanaan
1. Suportif : meningkatkan daya tahan tubuh berupa Nutrisi yang
adekuat,pemberian multivitamin dll.
2. Antibiotik :
- Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab
- Utama ditujukan pada S.pneumonia,H.Influensa dan S.Aureus
- Menurut WHO :
Pneumonia rawat jalan yaitu kotrimoksasol,Amoksisillin,
Ampisillin,PenisillinProkain,Pnemoniaberat:Benzilpenicillin,klorampeni
kol,kloksasilin,gentamisin.
- Antibiotik baru lain : Sefalosforin,quinolon dll.
K. Komplikasi
SPA ( saluran pernafasan akut sebenarnya merupakan self limited disease
yangsembuh sendiri dalam 5 ± 6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lain,
tetapi penyakit ISPAyang tidak mendapatkan pengobatan dan perawatan yang
baik dapat menimbulkan penyakitseperti : semusitis paranosal, penutuban
tuba eustachii, lanyingitis, tracheitis, bronchtis, dan brhonco pneumonia dan
berlanjut pada kematian karena danya sepsis yang meluas.( Whaley and
Wong, 2000 ).
2.4. Konsep Teoritis Keperawatan ISPA
1. Pengkajian
 Pengkajian Riwayat kesehatan:
- Keluhan utama (demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan).
- Riwayat penyakit sekarang (kondisi klien saat diperiksa).
- Riwayat penyakit dahulu (apakah klien pernah mengalami penyakit
sepertiyang dialaminya sekarang).
- Riwayat penyakit keluarga (adakah anggota keluarga yang
pernahmengalami sakit seperti penyakit klien).
- Riwayat sosial (lingkungan tempat tinggal klien).
3. Pemeriksaan fisik :
Difokuskan pada pengkajian sistem pernafasan:
a. Inspeksi :
- Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan
- Tonsil tampak kemerahan dan edema

- Tampak batuk tidak produktif


- Tidak ada jaringan parut pada leher
- Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan,
pernafasancuping hidung.
b. Palpasi :
- Adanya demam.
- Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah
leher/nyeritekan pada nodus limfe servikalis.
- Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
c. Perkusi :
- Suara paru normal (resonance).
d. Auskultasi :
- Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru.
e. Tanda-tanda vital
TD : Biasanya pada pasien dengan ispa terjadi peningkatan pada tekanan
darah, pada orang normal contohnya berkisar pada 140/90 mmHg.
RR : terjadi peningkatan akibat peningkatan jalan nafas, lebih dari 20
x/menit.
S : biasanya terjadi demam pada pasien dengan ispa, ± 380 C.
HR : terjadi peningkatan pada frekuensi jantung.

4. Pemeriksaan Penunjang :
1) Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah
biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman.
2) Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat
disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya
thrombositopenia.
3) Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan.

2. Diagnosa Keperawatan ISPA


1) Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi
Tujuan :
- suhu tubuh normal berkisar antara 36 – 37,5 °C.
- Pasien akan menunjukkan termoregulasi(keseimbangan antara produksi
panas, peningaktan panas, dan kehilangna panas).
Kriteria Hasil : Suhu tubuh kembali normal
Nadi : 60-100 denyut per menit
Tekanan darah : 120/80 mmHg
RR : 16-20 kali per menit
2) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
Tujuan :
- Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah pada BBnormal.
- Klien dapat menoleransi diet yang dianjurkan
- Tidak menunjukkan tanda malnutrisi
- Nutrisi kembali seimbang
Kriteria hasil :
A. Antropometri: berat badan, tinggi badan, lingkar lengan Berat badan tidak
turun (stabil)
B. Biokimia:
- Hb normal (laki-laki 13,5-18 g/dl dan perempuan 12-16 g/dl)
- Albumin normal (dewasa 3,5-5,0 g/dl)
C. Clinis:
- Tidak tampak kurus
- Rambut tebal dan hitam
- Terdapat lipatan lemak subkutan
D. Diet:
- Makan habis satu porsi
- Pola makan 3X/hari

3) Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil.
Tujuan: nyeri berkurang/terkontrol
Kriteria hasil : Nyeri berkurang skala 1-2
4) Risiko tinggi penularan infeksi b.d tidak kuatnya pertahanan sekunder
(adanya infeksi penekanan imun).
Tujuan: tidak terjadi penularan, tidak terjadi komplikasi
Meminimalisir penularan infeksi lewat udara
Kriteria hasil : Anggota keluarga tidak ada yang tertular ISPA

3. Intervensi
Intervensi 1:
a.Observasi tanda-tanda vital
b. Anjurkan klien/keluarga untuk kompres pada kepala/aksila
c. Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan dapat
menyerap keringat seperti pakaian dari bahan katun.
d. Atur sirkulasi udara
e. Anjurkan klien untuk minum banyak ± 2000 – 2500 ml/hari
f. Anjurkan klien istirahat di tempat tidur selama fase febris penyakit.
g. Kolaborasi dengan dokter:
- Dalam pemberian terapi, obat antimikrobial
- Antipiretika
Rasionalisasi:
a. Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukanperkembangan
perawatan selanjutnya.

b. Dengan memberikan kompres, maka akan terjadi


proseskonduksi/perpindahan panas dengan bahan perantara.
c. Proses hilanganya panas akan terhalangi untuk pakaian yang
tebaldan tidak akan menyerap keringat.
d. Penyediaan udara bersih.
e. Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.
f. Tirah baring untuk mengurangi metabolisme dan panas.
g. Untuk mengontrol infeksi pernafasan dan menurunkan panas.

Intervensi 2:
a. Kaji kebiasaan diet, input-output dan timbang BB setiap hari.
b. Berikan makan porsi kecil tapi sering dan dalam keadaan hangat.
c. Tingkatkan tirah baring
d. Kolaborasi: konsultasi ke ahli gizi untuk memberikan diet sesuai
kebutuhan klien.
Rasionalisasi:
a. Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan BB
dan evaluasi keadekuat rencana nutrisi.
b. Untuk menjamin nutrisi adekuat/meningkatkan kalori total.
c. Nafsu makan dapat dirangsang pada situasi rileks, bersih, dan
menyenangkan.
d. Untuk mengurangi kebutuhan metabolik.
e. Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi
ataukebutuhan individu untuk memberikan nutrisi maksimal.

Intervensi 3:
a. Teliti keluhan nyeri, catat intensitasnya (dengan skala 0 – 10 ), factor
yang memperburuk atau meredakan nyeri, lokasi, lama, dan
karakteristiknya.
b. Anjurkan klien untuk menghindari alergen/iritan terhadap debu, bahan
kimia, asap rokkok, dan mengistirahatkan/meminimalkan bicara bila
suara serak.
c. Anjurkan untuk melakukan kumur air hangat.
d. Kolaborasi: berikan obat sesuai indikasi (steroid oral, IV, dan inhalasi, &
analgesik)
Rasionalisasi:
a. Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang
berhubunganmerupakan suatu hal yang amat penting untuk memilih
intervensi yangcocok dan untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang
diberikan.
b. Mengurangi bertambahberatnya penyakit.

c. Peningkatan sirkulasi pada daerah tenggorokan serta menguranginyeri


tenggorokan.
d. Kortikosteroid digunakan untuk mencegah reaksi
alergi/menghambatpengeluaran histamin dalam inflamasi pernafasan.
Analgesik untukmengurangi nyeri.

Intervensi 4:
a. Batasi pengunjung sesuai indikasi.
b. Jaga keseimbangan antara istirahat dan aktivitas.
c. Tutup mulut dan hidung jika hendak bersin.
d. Tingkatkan daya tahan tubuh, terutama anak dibawah usia 2
tahun,lansia, dan penderita penyakit kronis. Konsumsi vitamin C,
A danmineral seng atau anti oksidan jika kondisi tubuh
menurun/asupanmakanan berkurang.
e. Kolaborasi pemberian obat sesuai hasil kultur
Rasionalisasi:
a. Menurunkan potensi terpajan pada penyakit infeksius.
b. Menurunkan konsumsi/kebutuhan keseimbangan dan memperbaiki
pertahanan klien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan.
c. Mencegah penyebaran patogen melalui cairan.
d. Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan
tahanan terhadap infeksi.
e. Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan
kultur dan sensitifitas atau diberikan secara profilaktik karena
risiko tinggi.

4. Implementasi Keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi
1. Mengukur tanda tanda vital
2. Mengompres kepala atau aksila dingan mengunakan air dingin
3. Memerikan penjelasan kepada klien tentang manfaat mengunakan
pakaian berbahan tipis
4. Memberikan obat penurun panas sesuai dengan dosis dan tepat waktu
b. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d anoreksia
1. Membantu jenis dan makanan yang dimakan klien
2. Membuat catatan makanan harian
3. Monitor lingkungan selama klien makan.
4. Monitor intake nutrisi
c. Nyeri akut b.d inflamasi pada membrane mukosa faring dan tonsil
1. Tingkatkan istirahat
2. Berikan informasi tentang nyeri kepada keluarga anak ,seperti
penyebab nyeri berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi
ketidak nyamanan dari prosedur
3. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesic pertama
kali.
d. Resiko tinggi penularan infeksi b.d tidak kuatnya pertahanan sekunder
1. Membatasi pengunjung
2. Mempertahankan teknik isolasi
3. Memperbanyak istirahat

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan
dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi
tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan myocarditis (Doenges, 1999)
adalah :
1. Suhu tubuh pasien dalam rentang normal antara 36 -37,5 C.
2. Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah kepada BB normal.
3. Nyeri hilang atau terkontrol.
4. Tidak terjadi komplikasi pada klien.
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan :
ISPA adalah radang akut saluranpernafasan atas maupun bawah yang
disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus, maupun reketsia
tanpa atau disertai dengan radang parenkim paru. Didapat beberapa faktor
resiko ISPA pada penderita yaitu :
1) faktor agen;
2) faktor manusia, yang terdiri dari faktor umur, jenis kelamin, dan status gizi;
3) lingkungan, yang terdiri dari faktor kelembaban udara,suhu ruangan, ventilasi,
penggunaan anti nyamuk, bahanbakar untuk memasak, dan keberadaan
perokok.
Gejala yang dirasakan penderita yaitu nafsu makan menurun,pasien merasa lesu,
demam, disertai batuk dan pilek selama 5 hari, sakit tenggorokan dan terdapat
tonsilitis dan faringitis akut setelah di periksa dokter

2. Kanker Paru
1. Kanker paru (Ca Paru) merupakan penyebab kematian utama akibat kanker
pada pria dan wanita. Kanker paru ini meningkat dengan angka yang lebih
besar pada wanita dibandingkan pada pria dan sekarang melebihi kanker
payudara sebagai penyebab paling umum kematian akibat kanker pada wanita.

2. Kanker paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalam
jaringan paru-paru yang dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen
lingkungan, terutama asap rokok.

3. Asap rokok merupakan penyebab utama terjadinya Ca. paru.

4. Ada banyak gejala yang dari penyakit ini, gejala paling umum yang ditemui
pada penderita kanker paru adalah Batuk yang terus menerus atau menjadi
hebat, dahak berdarah, berubah warna dan makin banyak, napas sesak dan
pendek-pendek, sakit kepala, nyeri atau retak tulang dengan sebab yang tidak
jelas, kehilangan selara makan atau turunnya berat badan tanpa sebab yang
jelas.

5. Kemoterapi, pembedahan dan radioterapi merupakan tindakan yang dapat


dilakukan sebagai bentuk pengendalian dari Ca. Paru

Saran :
1. Hindarilah faktor resiko yang dapat meningkatkankejadian ISPA pada ,
kecuali faktor resiko yang tidak dapat diubah seperti umur dan jenis kelamin.
2. Membiasakan hidup sehat dan menjaga kebersihan perseorangan dan
lingkungan
DAFTAR PUSTAKA

Danusantoso Halim. 2013. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran

Doenges, E. Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Ed. 3.EGC : Jakarta

Muttaqin Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta. Penerbit Salemba Medika.

Somantri Irman. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan


Sistem Pernapasan. Jakarta. Penerbit Salemba Medika.

Sudoyo Aru, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta

Tim CancerHelps. 2010. Stop Kanker “KANKER BUKAN LAGI VONIS MATI”
Panduan Deteksi Dini dan Pengobatan Menyeluruh Berbagai Jenis Kanker.
Jakarta. Penerbit AgroMedia Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai