Anda di halaman 1dari 74

KANKER PARU

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

DOSEN PEMBIMBING :

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 4:

1. Absya Khoiry Sarah Lubis 6. Nisa Angraini


2. Cahyani Ardan 7. Sanggita Fitria
3. Dilla Febriani 8. Wahyu Adella
4. Fani Cornelia 9. Yolla Arahmah
5. Khairatun Nadya 10. Zilla Zaysinta
6. Ratifah

PRODI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ( STIKes )

YARSI SUMBAR BUKITTINGGI

TAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya,

sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Penyusunan makalah ini dimaksudkan

untuk memenuhi tugas Keperawatan Mesikal Bedah .

Sehubungan dengan tersusunnya makalah ini, dengan rasa rendah hati

disampaikan rasa terimakasih yang setulus tulusnya Semoga amal baik dari semua

pihak mendapat pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT.Amin.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih kurang sempurna oleh karena itu,

kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan guna penyempurnaan makalah

ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Desember 2019

Penulis
DAFTAR ISI

JUDUL .......................................................................................................   i

KATA PENGANTAR ...............................................................................   ii

DAFTAR ISI ..............................................................................................   iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .....................................................................................  

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................  

1.3 Tujuan ..................................................................................................  

BAB II PEMBAHASAN….. .................................................................  

2.1 Defenisi Penyakit Kanker Paru

2.2 Etiologi Kanker Paru

2.3 Keluhan dan Gejala Penyakit Kanker Paru .........................................  

2.4 Patofisiologis Kanker Paru

2.5 Penderajatan (Staging) Kanker Paru....................................................  

2.6 Metastatis Kanker Paru.................................................................................  

2.7 Pemeriksaan Penunjang diagnostik...................................................................  

2.8 Manajemen Kanker Paru

2.9 Cara Pencegahan dan cara pengobatan Kanker Paru

BAB III PENUTUP

3.1 kesimpulan ..........................................................................................  

3.2 Saran ...................................................................................................  

Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang

Kanker merupakan masalah paling utama dalam bidang kedokteran dan

merupakan salah satu dari 10 penyebab kematian utama di dunia serta merupakan

penyakit keganasan yang bisa mengakibatkan kematian pada penderitanya karena sel

kanker merusak sel lain. Sel kanker adalah sel normal yang mengalami

mutasi/perubahan genetik dan tumbuh tanpa terkoordinasi dengan sel-sel tubuh lain.

Proses pembentukan kanker (karsinogenesis) merupakan kejadian somatik dan sejak

lama diduga disebabkan karena akumulasi perubahan genetik dan epigenetik yang

menyebabkan perubahan pengaturan normal kontrol molekuler perkembang biakan

sel. Perubahan genetik tersebut dapat berupa aktivasi proto-onkogen dan atau

inaktivasi gen penekan tumor yang dapat memicu tumorigenesis dan memperbesar

progresinya (Syaifudin, 2007).

Kanker paru adalah salah satu jenis penyakit paru yang memerlukan

penanganan dan tindakan yang cepat dan terarah.Penegakan diagnosis penyakit ini

membutuhkan ketrampilan dan sarana yang tidak sederhana dan memerlukan

pendekatan multidisiplin kedokteran. Penyakit ini membutuhkan kerja sama yang erat

dan terpadu antara ahli paru dengan ahli radiologi diagnostik, ahli patologi anatomi,

ahli radiologi terapi dan ahli bedah toraks, ahli rehabilitasi medik dan ahli-ahli lainnya

(PDPI, 2003).
Menurut data jenis kanker yang menjadi penyebab kematian terbanyak adalah

kanker paru, mencapai 1,3 juta kematian pertahun. Disusul kanker lambung

(mencapai lebih dari 1 juta kematian pertahun), kanker hati (sekitar 662.000 kematian

pertahun), kanke usus besar (655.000 kematian pertahun), dan yang terakhir yaitu

kanker payudara (502.000 kematian pertahun) (WHO 2005 dalam Lutfia, 2008).

Di Amerika Serikat kematian karena kanker paru mencapai 36% dari seluruh

kematian kanker pada laki-laki, merupakan urutan pertama penyebab kematian pada

laki-laki (Mangunnegoro, 1990). Mayo Lung mendapatkan kematian akibat kanker

paru terhadap penderita kanker paru didapatkan angka 3,1 per 1000 orang tiap tahun

(Alsagaf, 1995).

Pengobatan atau penatalaksaan penyakit ini sangat bergantung pada kecekatan

ahli paru untuk mendapatkan diagnosis pasti. Penemuan kanker paru pada stadium

dini akan sangat membantu penderita, dan penemuan diagnosis dalam waktu yang

lebih cepat memungkinkan penderita memperoleh kualitas hidup yang lebih baik

dalam perjalanan penyakitnya meskipun tidak dapat menyembuhkannya. Pilihan

terapi harus dapat segera dilakukan, mengingat buruknya respons kanker paru

terhadap berbagai jenis pengobatan.Bahkan dalam beberapa kasus penderita kanker

paru membutuhkan penangan sesegera mungkin meski diagnosis pasti belum dapat

ditegakkan.Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru,

mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari luar paru

(metastasis tumor di paru).Dalam pedoman penatalaksanaan ini yang dimaksud

dengan kanker paru ialah kanker paru primer, yakni tumor ganas yang berasal dari
epitel bronkus atau karsinoma bronkus (bronchogenic carcinoma). Menurut konsep

masa kini kanker adalah penyakit gen. Sebuah sel normal dapat menjadi sel kanker

apabila oleh berbagai sebab terjadi ketidak seimbangan antara fungsi onkogen dengan

gen tumor suppresor dalam proses tumbuh dan kembangnya sebuah sel.Perubahan

atau mutasi gen yang menyebabkan terjadinya hiperekspresi onkogen dan/atau

kurang/hilangnya fungsi gen tumor suppresor menyebabkan sel tumbuh dan

berkembang tak terkendali. Perubahan ini berjalan dalam beberapa tahap atau yang

dikenal dengan proses multistep carcinogenesis. Perubahan pada kromosom, misalnya

hilangnya heterogeniti kromosom atau LOH juga diduga sebagai mekanisme ketidak

normalan pertumbuhan sel pada sel kanker. Dari berbagai penelitian telah dapat

dikenal beberapa onkogen yang berperan dalam proses karsinogenesis kanker paru,

antara lain gen myc, gen k-ras sedangkan kelompok gen tumor suppresor antaralain,

gen p53, gen rb. Sedangkan perubahan kromosom pada lokasi 1p, 3p dan 9p sering

ditemukan pada sel kanker paru (PDPI, 2003).

1.2     Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penyusunan makalah ini adalah :

1. Apa itu defenisi dari peyakit Kanker Paru

2.  Apa saja Etiologi dari penyakit Kanker Paru 

3.  Apa keluhan dan Gejala Penyakit Kanker Paru

4. Bagaimana Patofisiologi Penyakit Kanker Paru

5. Bagaimana Penderajatan (staging) Kanker Paru  

6. Bagaimana Metastatis Kanker Paru


7. Apa saja pemeriksaan penunjang Diagnostik

8. Bagaimana Manajemen Kanker Paru

9. Bagaimana cara Pencegahan dan Pengobatan kanker Paru

1.3     Tujuan

1.    Mengetahui defenisi dari kanker paru

2.    Memahami etiologi dari kanker paru

3.    Memahami Patofisiologi dari kanker paru

4.    Mengetahui gejala dari penyakit Kanker Paru

5.    Mengetahui penderajatan Kanker Paru

6. Mengetahui metastatis Kanker Paru

7. Mengetahui pemeriksaan penunjang diagnostic dari Kanker Paru

8. Mengetahui Manajemen Kanker Paru

9. Memahami cara pencegahan dan pengobatan penyakit Kanker Paru


BAB II

PEMBAHASAN

2.1    Defenisi Penyakit Kanker Paru


Kanker paru-paru merupakan tumor ganas yang berkembang di sistem

pernapasan bagian bawah, termasuk sel-sel di dinding bronkus dan bronkiolus.

Kanker paru adalah keganasan yang berasal dari luar paru (metastasis tumor

paru) maupun yang berasal dari paru sendiri, dimana kelainan dapat disebabkan oleh

kumpulan perubahan genetika pada sel epitel saluran nafas, yang dapat

mengakibatkan proliferasi sel yang tidak dapat di kendalikan. Kanker paru adalah

semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan yang berasal dari paru

sendiri (primer) Dalam pengertian klinik yang dimaksud dengan kanker paru primer

adalah tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus (karsinoma bronkus =

bronchogenic carcinoma).

Kanker paru merupakan suatu transformasi ganas dan expansi dari jaringan

paru, dan merupakan kanker paling mematikan dari seluruh kanker

didunia,menyebabkan 1,2 juta kematian . Walaupun angkanya menurun,namun

kanker paru tetap menjadi salah satu penyebab kematian kanker tertinggi

diamerika serikat, membunuh kurang lebih 173.000 orang amerika setiap tahun

Terdapat 3 tipe kanker paru berdasarkan ukuran dan penampakan sell kanker.
1. Kanker paru bukan sel kecil (Non-small cell lung cancer {NSCLC} )

meliputi karsinoma cell skuamosa dan adenokrsinoma. Kanker cell

skuamosa bermula pada bronkus besar dam adenorkasinoma mulai dari

alveolus.Baru baru ini, telah ditemukan unkogen yang spesifik dan

inaktifasi dari gen subpresor tumor. Abnormalitas paling penting yang

terdektesi adalah mutasi yang melibatkan keluaarga onkogen ras.

2. Karsinoma sel kecil (small cell) juga disebut karsinoma sel gandum ,

dimulai dijalan nafas besar dan kemudian menjadi cukup besar. Karsinoma

ini berhubungan dengan onkogen yang disebut L- MYC. Sel “gandum”

(karena berukuran seperti biji gandum) mengandung granula

neurosekretori padat yang sering kali menyebabkan sindroma endoktrin

atau paraneoplastik. Awalnya karsinoma ini lebih sensitif terhadap

kemoterapi, tapi akhirnya akan memiliki proknosis yang lebih buruk dan

seringkali sudah bermetastasis saat pertama ditemukan.Tipe kanker paru

ini sangat berkaitan dengan kebiasaan merokok.

3. Kanker paru metastatik adalah bentuk kanker paru lainnya. Tumor

payudara,kolon , prostat , dan kantung kemih biasanya bermetastatis ke

paru paru , namun semua kanker memiliki kemampuan untuk menyebar

keparu paru.

2.2.    Etiologi Penyakit Kanker Paru


2.2.1       Merokok 

Merokok diestimasikan 90% menyebabkan kanker paru-paru pada

pria, dan sekitar 70% pada wanita.Di negara-negara industri, sekitar 56%
- 80% merokok menyebabkan penyakit pernafasan kronis dan sekitar

22% penyakit kardiovaskular.Indonesia menduduki peringkat ke-4

jumlah perokok terbanyak di dunia dengan jumlah sekitar 141 juta

orang.Diperkirakan, konsumsi rokok Indonesia setiap tahun mencapai

199 miliar batang rokok.Akibatnya adalah kematian sebanyak 5 juta

orang pertahunnya (Gondidoputra, 2007).

Kasus kanker paru baik di Amerika ataupun negara-negara industri

lainnya sekitar 90% berhubungan dengan merokok. Data RSUP

Persahabatan Jakarta menunjukkan bahwa 24,5% perempuan dan 83,6%

pria pasien kanker paru adalah perokok (Murray, 2010).

a.    Asap rokok mengandung lebih dari 4.000 bahan kimia, banyak

yang telah diidentifikasi sebagai penyebab kanker.

b.    Orang yang merokok lebih dari satu pak rokok per hari memiliki

20-25 kali lebih besar risiko terkena kanker paru-paru daripada orang

yang tidak pernah merokok.

c.    Setelah seseorang berhenti merokok, risiko nya untuk kanker paru-

paru berkurang secara bertahap. Sekitar 15 tahun setelah berhenti, risiko

untuk kanker paru-paru menurun dengan tingkat seseorang yang tidak

pernah merokok. 

d.    Cigar dan merokok pipa meningkatkan risiko kanker paru-paru,

tetapi tidak sebanyak merokok. Sekitar 90% kanker paru-paru timbul

akibat penggunaan tembakau. Risiko kanker paru-paru berkembang


adalah berkaitan dengan faktor-faktor berikut: Jumlah rokok yang diisap,

Usia di mana seseorang mulai merokok, Berapa lama seseorang merokok

(atau pernah merokok sebelum keluar). 

Penyebab lain kanker paru termasuk sebagai berikut:

1)    Merokok pasif, atau asap bekas, menyajikan lain risiko untuk kanker

paru-paru. Sebuah kematian diperkirakan 3.000 kanker paru-paru terjadi

setiap tahun di Amerika Serikat yang dapat diatribusikan pada perokok

pasif.

2)    Sebagian besar karsinogen dalam asap tembakau (rokok) ditemukan

pada fase tar seperti PAH dan fenol aromatik Tar adalah sejenis cairan

kental berwarna coklat tua atau hitam yang merupakan substansi

hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru – paru. Kadar

tar dalam tembakau antara 0.5-35 mg/ batang. Tar merupakan suatu zat

karsinogen yang dapat menimbulkan kanker pada jalan nafas dan paru-

paru (Gondodiputro, 2007).

2.2.2        Polusi udara 

Polusi dari kendaraan bermotor, pabrik, dan sumber lain mungkin

meningkatkan risiko kanker paru-paru. Gas yang paling berbahaya

bagi paru-paru adalah SO2 dan NO2. Kalau unsur ini diisap, maka

berbagai keluhan di paru-paru akan timbul dengan nama CNSRD


(chronic non spesific respiratory disease) seperti asma dan

bronkhitis (Aditama, 1992). Kenaikan konsentrasi gas SO2 dan

NO2 dikaitkan dengan adanya gangguan fungsi paru

a.    Pengaruh pencemaran akibat oksida sulfur adalah

meningkatnya tingkat morbiditas, insidensi penyakit pernapasan,

seperti bronchitis, emphysema dan penurunan kesehatan umum.

Konsentrasi SO2 0,04 ppm dengan partikulat 169 µg/m3

menimbulkan peningkatan yang tinggi dalam kematian

akibat bronchitis dan kanker paru-paru (Soedomo, 1999).

b.    Pengaruhnya terhadap kesehatan yaitu terganggunya sistem

pernapasan dan dapat menjadi emfisema, bila kondisinya kronis

dapat berpotensi menjadi bronkhitis serta akan terjadi penimbunan

NO2 dan dapat merupakan sumber karsinogenik (Sunu, 2001).

2.2.3        Akibat Kerja

a.    Pemaparan asbes meningkatkan resiko kanker paru-paru sembilan

kali. Kombinasi dari paparan asbes dan merokok meningkatkan resiko

untuk sebanyak 50 kali. Kanker lain dikenal sebagai mesothelioma (suatu

jenis kanker pada lapisan rongga dada yang disebut pleura atau lapisan

rongga perut disebut peritoneum) juga sangat terkait dengan paparan

asbes.
b.    Pekerjaan tertentu dimana paparan arsenik,, kromium nikel,

hidrokarbon aromatik, dan eter terjadi dapat meningkatkan risiko kanker

paru-paru.

c.    Penyakit Paru Kerja Akibat Pajanan Cat Semprot. Cat semprot

mengubah substansi menjadi aerosol, yaitu kumpulan partikel halus berupa

cair atau padat, sehingga karena ukurannya yang kecil akan mudah

terhisap, selanjutnya merupakan pajanan potensial khususnya terhadap

kesehatan paru. Pigmen dalam cat berguna untuk mewarnai dan

meningkatkan ketahanan cat. Banyak jenis pigmen merupakan bahan

berbahaya yaitu Chromium dan Cadmium Memberikan warna hijau,

kuning, dan oranye dapat menyebabkan kanker paru dan iritasi kulit,

hidung, dan saluran nafas atas (Wahyuningsih, 2003).

2.2.4        Penyakit Paru

Penyakit paru seperti tuberkulosis (TBC) dan penyakit paru obstruktif

kronik (PPOK), juga membuat risiko untuk kanker paru-paru.Seseorang

dengan PPOK memiliki risiko empat sampai enam kali lebih besar terkena

kanker paru-paru bahkan ketika pengaruh merokok dikecualikan. 

2.2.5        Iradiasi

a.    Radon pose eksposur risiko lain merupakan produk sampingan dari

radium alami, yang merupakan produk uranium. 

b.    Radon hadir di udara indoor dan outdoor. 


c.    Risiko kanker paru meningkat dengan paparan jangka panjang yang

signifikan untuk radon, meskipun tidak ada yang tahu risiko yang tepat.

Sebuah% 12 diperkirakan kematian akibat kanker paru-paru timbul gas

radon, atau sekitar 21.000 kematian paru-paru terkait kanker setiap tahun

di US Radon gas adalah penyebab utama kedua kanker paru-paru di

Amerika Serikat setelah merokok. Seperti dengan paparan asbes, merokok

sangat meningkatkan resiko kanker paru-paru dengan paparan radon. 

d.    Seseorang yang telah menderita kanker paru-paru lebih mungkin

mengembangkan kanker paru-paru detik dibanding rata-rata orang adalah

untuk mengembangkan kanker paru-paru terlebih dahulu.

2.2.6        Genetik.

Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker

paru, yakni :

a.    Proton oncogen

b.    Tumor suppressor gene

c.    Gene encoding enzyme (Adisani, 2008).

2.2.7        Diet

Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, seleniumdan

vitamin A menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru (Suyono,

2001).
2.3 Keluhan dan Gejala Penyakit Kanker Paru
Gambaran klinik penyakit kanker paru tidak banyak berbeda dari penyakit paru

lainnya, terdiri dari keluhan subyektif dan gejala obyektif. Dari anamnesis akan

didapat keluhan utama dan perjalanan penyakit, serta faktor–faktor lain yang sering

sangat membantu tegaknya diagnosis. Keluhan utama dapat berupa :batuk-batuk

dengan / tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen), batuk darah, sesak napas,

suara serak, sakit dada, sulit / sakit menelan, benjolan di pangkal leher, sembab muka

dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan dengan rasa nyeri yang hebat

(PDPI, 2003).

Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat metastasis

di luar paru, seperti kelainan yang timbul karena kompresi hebat di otak, pembesaran

hepar atau patah tulang kaki. Gejala dan keluhan yang tidak khas seperti :berat badan

berkurang, nafsu makan hilang, demam hilang timbul, sindrom paraneoplastik, seperti

"hypertrophic pulmonary osteoartheopathy", trombosis vena perifer dan neuropatia

Pada kebanyakan kasus, kanker paru dapat menyerupai kondisi paru lainnya.

Manifestasi ekstrapulmonal dapat terjadi sebelum manifestasi paru.Temuan

pemeriksaan klinis yang spesifik dapat bervariasi bergantung tipe tumor, lokasi, dan

luas tumor dan juga kondisi kesehatan paru sebelumnya.

Tumor paru yang terletak di tengah sering kali mengganggu aliran udara,

menghasilkan manifestasi klinis seperti batuk, mengi, stridor, dan dispnea.Saat

obstruksi meningkat, infeksi bronkopulmonal sering terjadi pada bagian distal dari

obstruksi.Nyeri dada, bahu, lengan, dan punggung dapat muncul saat tumor
menginvasi saraf – saraf perivaskular.Tumor skuamosa dan sel kecil sering kali

menyebabkan hemoptisis.Tumor sel kecil dapat meluas hingga perikardium,

menyebabkan efusi perikardial, dan mungkin juga, tamponade kordis.Disritmia

jantung juga dapat terjadi.

Tumor paru perifer sering kali tidak menimbulkan temuan pemeriksaan pada saat

awal.Seiring waktu, nyeri pleural akan muncul dan meningkat saat inspirasi, sifatnya

tajam dan sangat sakit, dan biasanya terlokalisasi.Efusi pleura (lihat nanti) juga

terjadi, dan bersama dengan nyeri, akan membatasi ekspansi paru.

Tumor Pancoast terjadi pada apeks paru – paru baik pada kanker sel skuamosa

dan adenokarsinoma.Tumor biasanya tanpa gejala sehingga ia meluas ke struktur

sekitar.Gejala klinis disebabkan oleh tekanan dari pleksus brakialis dan perjalanannya

dari saraf servikal kedelapan menuju dua saraf torakal awal.Ini mengakibatkan nyeri

lengan dan bahu pada sisi yang terserang dan juga atrofi pada otot lengan dan

tangan.Dengan pertumbuhan tumor yang terus berlangsung, tulang rusuk di atas

tumor (biasanya tulang rusuk pertama dan kedua) dapat terinvasi, mengakibatkan

nyeri tulang.Kemudian, keterlibatan dari ganglion nervus simpatis servikal dapat

menyebabkan sindrom Horne .Sindrom ini terdiri atas miosis (kontraksi pupil), ptosis

parsial (kelopak mata atas jatuh), dan anhidrosis (tidak ada keringat) pada sisi wajah

yang terserang.
Tanda – tanda Bahaya dari Kanker Paru
 Suara serak

 Perubahan pola pernapasan

 Batuk persisten

 Sputum dengan semburat darah

 Hemoptisis yang nyata

 Sputum berwarna seperti karat atau bernanah

 Rasa lelah

 Nyeri dada, bahu, punggung, atau lengan

 Episode efusi pleura, pneumonia, atau bronkitis berulang

 Dispnea, demam, atau penurunan berat bdan yang tidak dapat dijelaskan

2.4. Patofisiologi Penyakit Paru

Awalnya menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia

hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen.Dengan adanya

pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia, hyperplasia dan

displasia.Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia

menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung

pada kosta dan korpus vertebra.Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu

cabang bronkus yang terbesar.Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus

dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala-gejala yang timbul dapat

berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin. Wheezing unilateral dapat

terdengan pada auskultasi.Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya

menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati.Kanker paru dapat bermetastase


ke struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium,

otak, tulang rangka (Arisandi, 2008).

Kanker paru dimulai ketika terpapar karsinogen. Penyebab tersering adalah asap

rokok, 85% dari kasus kanker paru disebabkan oleh faktor resiko ini. Faktor resiko

lain dapat disebabkan karena terpapar polusi seperti asbestosis dan tar, bahan metal

seperti arsenic dan chromium. Paparan lingkungan sering diperberat oleh faktor

genetik pada mereka yang terkena kanker paru. Faktor – faktor resiko tersebut

menyebabkan terjadinya karsinogenesis yang apabila mengenai sel neuroendrokin

menyebabkan pembentukan SCLS dan apabila mengenai sel epitel menyebabkan

pembentukan NSCLC. Small cell dan non small cell lung cancer (SCLC, NSCLC)

muncul dari tipe sel dan gejala klinis yang berbeda. SCLC pertumbuhan tumor berada

dibagian sentral sedangkan NSCLC bisa berada di central dan dibagian perifer.
menurut WHO tahun 1999, tetapi untuk kebutuhan klinis cukup jika hanya

dapat diketahui :

1.    Karsinoma skuamosa (karsinoma epidermoid)

2.    Karsinoma sel kecil (small cell carcinoma)

3.    Adenokarsinoma (adenocarcinoma)

4.    Karsinoma sel besar (large Cell carcinoma)

Secara garis besar kanker paru dibagi menjadi 2 bagian yaitu Small Cel Lung

Cancer (SCLC)  dan Non Small Cel Lung Cancer (NCLC) (Wasripin, 2007).

a.        Small Cell Lung Cancer (SCLC)

Kejadian kanker paru jenis SCLC ini hanya sekitar 20 % dari total kejadian

kanker paru. Namun jenis ini berkembang sangat cepat dan agresif.Apabila tidak

segera mendapat perlakuan maka hanya dapat bertahan 2 sampai 4 bulan.

b.        Non Small Cell Lung Cancer


80 % dari total kejadian kanker paru adalah jenis NSCLC. Secara garis besar

dibagi menjadi 3 yaitu: 

1.        Adenocarsinoma, jenis ini adalah yang paling banyak ditemukan (40%).

2.        Karsinoma Sel Sekuamosa, banyaknya kasus sekitar 20 – 30 %.

3.        Karsinoma Sel Besar, banyaknya kasus sekitar 10 – 15 %.

Sebagian besar pasien yang didiagnosa dengan NSCLC (70 – 80 %) sudah

dalam stadium lanjut III – IV.

Berbagai keterbatasan sering menyebabkan dokter specialis Patologi Anatomi

mengalami kesulitan menetapkan jenis sitologi/histologis yang tepat.Karena itu, untuk

kepentingan pemilihan jenis terapi, minimal harus ditetapkan, apakah termasuk

kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK atau small cell lung cancer, SCLC) atau

kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK, nonsmall cell lung cancer,

NSCLC) (WHO 1999 dalam PDPI, 2003).

Kanker paru primer biasanya diklasifikasikan menurut jenis histologiknya,


semuanya memiliki riwayat alami dan respons terhadap pengobatan berbeda-beda.

Walaupun terdapat lebih dari satu kanker paru primer, namun kanker bronkogenik

(termasuk keempat tipe sel yang pertama) merupakan 95% dari seluruh kanker paru.

Karsinoma bronkogenik biasanya dibagi menjadi kanker paru sel kecil (small cell

lung cancer, SCLC) dan kanker paru sel tidak kecil (non-small cell lung cancer,

NSCLC) untuk menentukan terapi.Termasuk didalam golongan kanker paru sel tidak

kecil adalah epidermoid, adenokarsinoma, tipe-tipe sel besar atau campuran dari

ketiganya.Pada umumnya, SCLC terutama ditangani dengan kemoterapi, dengan atau

tanpa radiasi, sedangkan NSCLC, jika pada saat diagnosis terlokalisasi, bias diatasi

dengan pembedahan .

Karsinoma sel skuamosa (epidermoid) merupakan tipe histologic karsinoma

bronkogenik yang paling sering ditemukan, berasal dari permukaan epitel bronkus.

Perubahan epitel termasuk metaplasia atau dysplasia akibat merokok jangka panjang,

secara khas mendahului timbulnya tumor.Kanker ini jelas berkaitan dengan asap

rokok dan pajanan dengan toksin-toksin di lingkungan.,seperti asbestos dan

komponen polusi udara. Tumor sel skuamosa biasanya terletak di bronkus pada

sisitem bronkus masuk keparu, yang disebut hilus, yang kemudian meluas ke bawah

ke bronkus.Karena bronkus pada derajat tertentu mengalami obstruksi, dapat terjadi

atelectasis absorbs dan pneumonia, serta penurunan kapasitas ventilasi. Tumor ini

tumbuh relative lambat dalam bermetastasis, maka pengobatan dini dapat

memperbaiki prognosis.
Adenokarsinoma adalah jenis kanker paru yang berasal dari kelenjer paru.

Tumor ini biasanya terjadi dibagian perifer paru, termasuk bronkiolus terminal dan

alveolus. Kanker jenis ini terhitung 30% dari kanker paru dan lebih tinggi di antara

wanita. Adenokarsinoma biasanya berukuran kecil dan tumbuh lambat, tetapi

bermetastasiss ecara dini dan angka bertahan hidup sampai 5 tahun.

Karsinoma sel bronkial alveolar merupakan subtype adenokarsinoma yang

jarang ditemukan dan yang berasal dari eoitel alveolus dan bronkiolus terminal.

Awitan pada umumnya tidak nyata, disertai tanda-tanda seperti pneumonia.Pada

beberapa kasus, secara mikroskopi neoplasma ini mirip konsolidasi uniform

pneumonia lobaris. Secara mikroskopis, tampak kelompok-kelompok alveolus yang

dibatasi oleh sel-sel jernih penghasil mucus dan terdapat banyak sputum mukoid.

Prognosis nya buruk kecuali dilakukan pembuangan lobus yang terserang pada saat

penyakit masih dini.Adenokarsinoma satu-satunya tipe histologikan ke paru-paru

yang tidak mempunyai kaitan jelas dengan merokok.

Karsinoma sel besar tak terdiferensiasi sangat anaplastik dan cepat

bermetastasis.Tumor ini 10-15% dari semua kanker paru, sering terjadi di bagian

perifer dan meluas ke arah pusat paru.Tumor ini berkaitan erat dengan merokok dan

menyebabkan nyeri dada.Kanker jenis ini memiliki prognosis bertahan hidup yang

sangat buruk.

Karsinoma sel kecil sekitar 25% dari semua jenis kanker paru.Tumor jenis ini

juga disebut sebagai karsinoma oat cell dan biasanya tumbuh dibagaian tengah
paru.Karsinoma sel kecil sejenis tumor yang bersifat sangat anaplastic, atau

embrionik, sehingga memperlihatkan insiden metastasis yang tinggi. Tumor ini sering

merupakan tempat produksi tumor ektopik dan dapat menyebabkan gejala awal

berdasarkan gangguan endokrin.Manifestasi paru yang timbul pada tumor ini juga

disebabkan oleh obstruksi aliran udara.Tumor ini mungkin merupakan jenis yang

paling sering dijumpai pada perokok, dan memiliki prognosis paling buruk.

2.5 Penderajatan (Staging) Kanker Paru

Penderajatan untuk KPKBSK ditentukan menurut International System For

Lung Cancer 1997, berdasarkan sistem TNM. Pengertian T adalah tumor yang

dikatagorikan atas Tx, To s/d T4, N untuk keterlibatan kelenjar getah bening (KGB)

yang dikategorikan atas Nx, No s/d N3, sedangkan M adalah menunjukkan ada atau

tidaknya metastasis jauh (WHO 1999 dalam PDPI, 2003).

Penderajatan Internasional Kanker Paru Berdasarkan Sistem

TNM
Stage TNM
occult carcinoma : Tx N0 M0
0 : Tis N0 M0
IA : T1 N0 M0
IB : T2 N0 M0
IIA : T1 N1 M0
IIB : T2 N1 M0
IIIA : T3 N0 M0
T3 N2 M0
IIIB : seberang T N3 M0
T4 sebarang N M0
IV : sebarangT sebarangN sebarangT
KETERANGAN

T Tumor Primer
To Tidak ada bukti ada tumor primer. Tumor

primer sulit dinilai, atau tumor primer

terbukti dari penemuan sel tumor ganas pada

sekret bronkopulmoner tetapi tidak

tampak secara radilogis atau bronkoskopik.


Tx Tumor primer sulit dinilai, atau tumor primer

terbukti dari penemuan sel tumor ganas pada

sekret bronkopulmoner tetapi tidak tampak

secara radilogis atau bronkoskopik.


Tis Karsinoma in situ T1 Tumor dengan garis

Tengah terbesar tidak melebihi 3 cm,

dikelilingi oleh jaringan paru atau pleura

viseral dan secara bronkoskopik invasi tidak


lebih proksimal dari

bronkus lobus (belum sampai ke bronkuslobus

(belum sampai ke bronkus utama). Tumor

supervisial sebarang ukuran dengankomponen

invasif terbatas pada dinding bronkus yang

meluas ke proksimal bronkus utama


T2 Setiap tumor dengan ukuran atau perluasan sebagai

berikut :

 Garis tengah terbesar lebih dari 3 cm

 Mengenai bronkus utama sejauh 2 cm atau lebih

distal dari karina mengenai pleura

Viseral

 Berhubungan dengan atelektasis atau

pneumonitis obstruktif yang meluas ke

daerah hilus,tetapi belum mengenai


seluruh paru.
T3 Tumor sebarang ukuran, dengan perluasan

langsung pada dinding dada (termasuk tumor

sulkus superior), diafragma, pleura

mediastinum atau tumor dalam bronkus

utamayang jaraknya kurang dari 2 cm sebelah

distal karina atau tumor yang berhubungan

dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif

T4

Tumor sebarang ukuran yang mengenai mediastinum atau jantung, pembuluh besar,

trakea, esofagus, korpus vertebra, karina, tumor yang disertai dengan efusi pleura

ganas atau satelit tumor nodul ipsilateral pada lobus yang sama dengan tumor primer.

N : Kelenjar getah bening regional (KGB)

Nx : Kelenjar getah bening tak dapat dinilai


No : Tak terbukti keterlibatan kelenjar getah bening

N1 :Metastasis pada kelenjar getah bening peribronkial dan/atau hilus ipsilateral,

termasuk perluasan tumor secara langsung

N2 :Metastasis pada kelenjar getah bening mediatinum ipsilateral dan/atau KGB

subkarina

N3 :Metastasis pada hilus atau mediastinum kontralateral atau KGB skalenus /

supraklavila ipsilateral / kontralateral

M : Metastasis (anak sebar) jauh.

Mx :Metastasis tak dapat dinilai

Mo :Tak ditemukan metastasis jauh

M1 :Ditemukan metastasis jauh. “Metastastic tumor nodule”(s) ipsilateral di luar

lobus tumor primerm dianggap sebagai M1

(WHO 1999 dalam PDPI, 2003).

2.6 Metastatis Kanker Paru


Jika tumor menyebar, oleh ekstensi langsung atau metastatis, gejala klinis lanjuta

dapat muncul. Ekstensi langsung ke nervuslaringeal berulang menciptakan suara

serak. Kompresi pada esofagus dapat menciptakan disfagia. Invasi atau kompresi dari

vena cava superior akan menghasilkan sindroma vena cava, suatu kegawatdaruratan.

Stadium Kanker Paru

Stadium Tumor Keterlibatan Adanya metastatis


kelenjar getah jauh

bening
Karsinoma TX N0 M0

tersembunyi
Stadium 0 Tis Karsinoma in situ M0
Stadium IA T1 N0 M0
Stadium IB T2 N0 M0
Stadium IIA T1 N1 M0
Stadium IIB T2 N1 M0
Stadium IIIA T3 N0 M0
T3 N1 M0
T1-T3 N2 M0
Stadium IIIB T berapapun N3 M0
T4 N berapapun
Stadium IV T berapapun N berapapun M1

T = ukuran dan lokasi tumor primer

N= keterlibatan kelenjar getah bening

M= ada atau tidaknya metastatis jauh

Angka yang makin besar menunjukkan stadium lebih lanjut atau penyebaran

dari penyakit. X menunjukansel tumor ada,namun, tidak ada tumor yang tampak pada

pemeriksaan radiologis atau bilas bronkoskopi.

Keterlibatan kelenjar getah bening regional dapat memunculkamanifestasi yang

diakibatkan oleh gangguan drainase limfe. Keterlibatan kelenjar getah bening

mediastinaldapat menyebabkan paralisis korda vokalis, disfagia, kelumpuhan

diafragma pada sisi yang terserang (terjadi akibat kompresi nervusfrenikus) ,

kompresi vena cavadan evusi pleura ganas biasanya, jika kelenjar getah bening
mediastinal terlibat, eksisi bedah dari tumor paru tidak lagi mungkin dilakukan.

2.7  Pemeriksaan Penunjang Diagnostik

Berbagai pemeriksaan diagnostik dapat digunakan untuk menentukan adanya dan

luasnya kanker paru. Pemeriksaan sitologi sputum dan rontgen dada dapat digunakan

pada awalnya. Bronkoskopi dapat digunakan untuk melakukan biopsi pada tumor

yang terletak dicabang bronkial.Pemindaian CT (CT scan) dosis kecil dapat

mendeteksi kelenjar getah bening yang terlibat dan tumor paru kecil (kurang dari 1

cm) pada stadium awal yang masih dapat ditangani dengan baik.Bronkoskopi adalah

prosedur utama untuk mendiagnosakanker paru. Prosedur ini dapat membantu

menentukan lokasi lesi primer, pertumbuhan tumor intraluminaldan mendapatkan

spesimen untuk sitologi dan biopsi, sehingga diagnosa dan stadium kanker paru dapat

ditentukan. Salah satu metode terkini adalah bronkoskopi fleksibel yang dapat menilai

paru hingga sebagian besar bronkus derajat ke-empat, dan kadang hingga derajat ke-

enam. Spesimen untuk mengjasilkan pemeriksaan sitologi dan histopatologi didapat

melalui bilasan bronkus, sikatan bronkus dan biopsi bronkus. Prosedur injdapat

memberikan hingga >90% diagnosa kanker paru dengan tepat, terutama kanker paru

dengan lesi pada regio sentral. Perkembangan diagnostik kanker tulang menjanjikan

kombinasi CT spiral dengan pemindaian positromemissiontomography(PET).

Gambaran fisiologis menunjukanarea-area akumulasi pada area kanker. Pemindaian

PET menghasilkan figur dari keseluruhan tubuh dan digunakan untuk menentukan

apakah kanker paru terisolasi pada satu area atau telah bermetastatis.
Mediastinoskopi dan torakotomo dipertimbangkan sebagai “standar terbaik”

untuk penentuan stadium kanker paru. Biopsi jarum transtorokalperkutan,

ultrasoundendoskopik esofagus, dan ultrasoundendobronkial untuk aspirasi nodus

yang terlibat juga telah digunakan dengan sukses untuk mengonfirmasi diagnosis

kanker paru tertentu.

a.         Pemeriksaan Jasmani

Pemeriksaan jasmani harus dilakukan secara menyeluruh dan teliti.Hasil yang

didapat sangat bergantung pada kelainan saat pemeriksaan dilakukan.Tumor paru

ukuran kecil dan terletak di perifer dapat memberikan gambaran normal pada

pemeriksaan. Tumor dengan ukuran besar, terlebih bila disertai atelektasis sebagai

akibat kompresi bronkus, efusi pleura atau penekanan vena kava akan memberikan

hasil yang lebih informatif. Pemeriksaan ini juga dapat memberikan data untuk

penentuan stage penyakit, seperti pembesaran KGB atau tumor diluar paru. Metastasis

ke organ lain juga dapat dideteksi dengan perabaan hepar, pemeriksaan funduskopi

untuk mendeteksi peninggian tekanan intrakranial dan terjadinya fraktur sebagai

akibat metastasis ke tulang (PDPI, 2003).

b.        Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan penunjang yang mutlak

dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer dan metastasis, serta penentuan
stadium penyakit berdasarkan sistem TNM. Jenis pemeriksaan Radiologis yaitu

(PDPI, 2003) :

1.       Foto toraks :

Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral akan dapat dilihat bila masa tumor

dengan ukuran tumor lebih dari 1 cm. Tanda yang mendukung keganasan adalah tepi

yang ireguler, disertai identasi pleura, tumor satelit tumor, dll. Pada foto tumor juga

dapat ditemukan telah invasi ke dinding dada, efusi pleura, efusi perikar dan

metastasis intrapulmoner.Sedangkan keterlibatan KGB untuk menentukan N agak

sulit ditentukan dengan foto toraks saja.Kewaspadaan dokter terhadap kemungkinan

kanker paru pada seorang penderita penyakit paru dengan gambaran yang tidak khas

untuk keganasan penting diingatkan.Seorang penderita yang tergolong dalam

golongan resiko tinggi (GRT) dengan diagnosis penyakit paru, harus disertai

difollowup yang teliti. Pemberian OAT yang tidak menunjukan perbaikan atau

bahkan memburuk setelah 1 bulan harus menyingkirkan kemungkinan kanker paru,

tetapi lain masalahnya pengobatan pneumonia yang tidak berhasil setelah pemberian

antibiotik selama 1 minggu juga harus menimbulkan dugaan kemungkinan tumor

dibalik pneumonia tersebut Bila foto toraks menunjukkan gambaran efusi pleura yang

luas harus diikuti dengan pengosongan isi pleura dengan punksi berulang atau

pemasangan WSD dan ulangan foto toraks agar bila ada tumor primer dapat

diperlihatkan. Keganasan harus difikirkan bila cairan bersifat produktif, dan/atau

cairan serohemoragik.

2.       CT-Scan toraks :


Tehnik pencitraan ini dapat menentukan kelainan di paru secara lebih baik

daripada foto toraks.CT-scan dapat mendeteksi tumor dengan ukuran lebih kecil dari

1 cm secara lebih tepat. Demikian juga tanda-tanda proses keganasan juga tergambar

secara lebih baik, bahkan bila terdapat penekanan terhadap bronkus, tumor intra

bronkial, atelektasis, efusi pleura yang tidak masif dan telah terjadi invasi ke

mediastinum dan dinding dada meski tanpa gejala. Lebih jauh lagi dengan CT-scan,

keterlibatan KGB yang sangat berperan untuk menentukan stage juga lebih baik

karena pembesaran KGB (N1 s/d N3) dapat dideteksi.Demikian juga ketelitiannya

mendeteksi kemungkinan metastasis intrapulmoner.

3.       Pemeriksaan radiologik lain :

Kekurangan dari foto toraks dan CT-scan toraks adalah tidak mampu

mendeteksi telah terjadinya metastasis jauh. Untuk itu dibutuhkan pemeriksaan

radiologik lain, misalnya Brain-CT untuk mendeteksi metastasis di tulang kepala /

jaringan otak, bone scan dan/atau bone survey dapat mendeteksi metastasis diseluruh

jaringan tulang tubuh. USG abdomen dapat melihat ada tidaknya metastasis di hati,

kelenjar adrenal dan organ lain dalam rongga perut.

c.         Pemeriksaan Khusus

1.         Bronkoskopi

Bronkoskopi adalah pemeriksan dengan tujuan diagnostik sekaligus dapat

dihandalkan untuk dapat mengambil jaringan atau bahan agar dapat dipastikan ada

tidaknya sel ganas.Pemeriksaan ada tidaknya masa intrabronkus atau perubahan

mukosa saluran napas, seperti terlihat kelainan mukosa tumor misalnya, berbenjol-
benjol, hiperemis, atau stinosis infiltratif, mudah berdarah.Tampakan yang abnormal

sebaiknya di ikuti dengan tindakan biopsi tumor/dinding bronkus, bilasan, sikatan

atau kerokan bronkus.

2.         Biopsi aspirasi jarum

Apabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat dilakukan, misalnya karena

amat mudah berdarah, atau apabila mukosa licin berbenjol, maka sebaiknya dilakukan

biopsi aspirasi jarum, karena bilasan dan biopsi bronkus saja sering memberikan hasil

negatif.

3.         Transbronchial Needle Aspiration (TBNA)

TBNA di karina, atau trakea 1/1 bawah (2 cincin di atas karina) pada posisi

jam 1 bila tumor ada dikanan, akan memberikan informasi ganda, yakni didapat bahan

untuk sitologi dan informasi metastasis KGB subkarina atau paratrakeal.

4.         Transbronchial Lung Biopsy (TBLB)

Jika lesi kecil dan lokasi agak di perifer serta ada sarana untuk fluoroskopik

maka biopsi paru lewat bronkus (TBLB) harus dilakukan.

5.         Biopsi Transtorakal (Transthoraxic Biopsy, TTB)

Jika lesi terletak di perifer dan ukuran lebih dari 2 cm, TTB dengan

bantuan flouroscopic angiography.Namun jika lesi lebih kecil dari 2 cm dan terletak

di sentral dapat dilakukan TTB dengan tuntunan CTscan.

6.         Biopsi lain

Biopsi jarum halus dapat dilakukan bila terdapat pembesaran KGB atau teraba

masa yang dapat terlihat superfisial.Biopsi KBG harus dilakukan bila teraba

pembesaran KGB supraklavikula, leher atau aksila, apalagi bila diagnosis


sitologi/histologi tumor primer di paru belum diketahui. Biopsi Daniels dianjurkan

bila tidak jelas terlihat pembesaran KGB suparaklavikula dan cara lain tidak

menghasilkan informasi tentang jenis sel kanker. Punksi dan biopsi pleura harus

dilakukan jika ada efusi pleura.

7.         Torakoskopi medik

Dengan tindakan ini massa tumor di bagaian perifer paru, pleura viseralis,

pleura parietal dan mediastinum dapat dilihat dan dibiopsi.

8.         Sitologi sputum

Sitologi sputum adalah tindakan diagnostik yang paling mudah dan

murah.Kekurangan pemeriksaan ini terjadi bila tumor ada di perifer, penderita batuk

kering dan tehnik pengumpulan dan pengambilan sputum yang tidak memenuhi

syarat.Dengan bantuan inhalasi NaCl 3% untuk merangsang pengeluaran sputum

dapat ditingkatkan.Semua bahan yang diambil dengan pemeriksaan tersebut di atas

harus dikirim ke laboratorium Patologi Anatomik untuk pemeriksaan

sitologi/histologi. Bahan berupa cairan harus dikirim segera tanpa fiksasi, atau dibuat

sediaan apus, lalu difiksasi dengan alkohol absolut atau minimal alkohol 90%. Semua

bahan jaringan harus difiksasi dalamformalin 4% (PDPI, 2003).

d.        Pemeriksaan invasif lain

Pada kasus kasus yang rumit terkadang tindakan invasif seperti Torakoskopi

dan tindakan bedah mediastinoskopi, torakoskopi, torakotomi eksplorasi dan biopsi

paru terbuka dibutuhkan agar diagnosis dapat ditegakkan. Tindakan ini merupakan
pilihan terakhir bila dari semua cara pemeriksaan yang telah dilakukan, diagnosis

histologis / patologis tidak dapat ditegakkan.

Semua tindakan diagnosis untuk kanker paru diarahkan agar dapat ditentukan :

a.    Jenis histologis.

b.    Derajat (staging).

c.    Tampilan (tingkat tampil, "performance status").

Sehingga jenis pengobatan dapat dipilih sesuai dengan kondisi penderita.

e.         Pemeriksaan lain

1.        Petanda Tumor

Petanda tumor yang telah, seperti CEA, Cyfra21-1, NSE dan lainya tidak

dapat digunakan untuk mendiagnosis tetapi masih digunakan evaluasi hasil

pengobatan.

2.        Pemeriksaan biologi molekuler

Pemeriksaan biologi molekuler telah semakin berkembang, cara paling

sederhana dapat menilai ekspresi beberapa gen atau produk gen yang terkait dengan

kanker paru,seperti protein p53, bcl2, dan lainya. Manfaat utama dari pemeriksaan

biologi molekuler adalah menentukan prognosis penyakit.

2.8. Manajemen Kanker Paru

2.8.1 Manajemen Medis Kanker Paru

Manajemen klien dengan kanker paru tergantung pada tipe dan stadium tumor

dan jug kondisi kesehatan klien. Setelah diagnosis, modalitas terapi pertama adalah
pembedahan, terapi radiasi, dan kemoterapi.

1) Terapi radiasi

Terapi radiasi(radio terapi) dapat menyembuhkn klien dengan penyakit lokal tingkat

lanjut (1) yang mana pembedahan memberikan resiko sangat tinggi,(2) yang memiliki

tumor yang tidak dapat dioperasi atau, (3)yang menolak melakukan torakonomi.

Radioterapi juga Dapat digunakan Dengan kombinasi Dengan pembedahan atau

Kemoterapi untuk mendapatkan hasil lebih baik.

Dosis radiasi dibatasi karena adanya struktur lain pada area terapi dan karena toleransi

jaringan normal. Perubahan fibrotik yang ireversibel Dan efek samping paru paru

lainnya dapat terjadi. Untuk membatasi dengan tepat area yang akan

diradiasi,pemindahan CT sering kali dilakukan sebelum terapi dimulai. Metode ini

juga meminimalkan dampak kerusakan pada jaringan sekitar.

Radioterapi juga dapat digunakan pada kanker kanker tingkat lanjut sebagai paliatif

untuk gejala seperti nyeri dada, sesak napas, batuk,hemoptisis dan obstruksi atau

kompresi dari bronkus,pembuluh darah atau esofagus.

2) Kemoterapi

Respons kanker paru terhadap kemoterapi tergantung pada tipe sel tumor. SCLC

merespon agen Kemoterapi karena lajh pertumbuhannya yang cepat. Penelitian telah

menunjukkan bahwa angka ketahanan hidup pada klien dengan SCLC dapat

diperbaikI dengan Kombinasi intensif kemoterapi dan radioterapi kepada media


stinum, nqmun karna diperlukan dosis Kemoterapi yang makin meningkat, toksisitas

yang muncul sering kali menyebabkan terapi tidak dapat dilanjutkan.

Efektivitas dari kemoterapi pada Terapi NSCLC masih buruk, modalitas ini umumnya

digunakan pada klien yang ditangani dengan pembedahan atau radiasi yang

mengalami penyakit berulang atau metastasis jauh. Namun, penelitian skala besar

tidak dapat menunjukkan perbaikan angka ketahanan hidup untuk klien klien tersebut.

Akibabnya, keputusn untuk menggunakan kemoterapi dibuat berdasarkan orang per

orang,tergantung pada ruwayat klien sebelumnya,kondisi saat ini, dan penerimaan

resiko serta efek samping yang ada.

2.8.2 Manajemen Keperawatan pada Klien Medis

a) Fase diagnostik

Klien yang menjalani pemeriksaan diagnostik untuk kanker perlu mengadapi masa

depan yang tidak jelas. Jika diagnosis terkonfirmasi, klien dapat mengantisipasi

kesulitan fisik, terapi media yang mungkin sangat ekstensif, dan banyak perubahan

emosional. Manajemen keperawatan memainkan peran penting dalam pengembangan

rencana keperawatan yang akan memberikan dukungan yang dibutuhkan.

Riwayat keperawatan harus meliputi eksplorasi dari keluhan utama klien, terutama

batuk ( produktif atau no produktif) kelelahan, dispnea,nyeri,turun berat badan., dan

infeksi rekuren. Tanyalah klien mengenai adanya faktor resiko Seperti riwayat

merokok, paparan terhadap karsinogen jalan napas dari tempat kerja , atau riwata

penyakit serupa dari keluarga. Kaji situasi sosioekonomi klien dan dukungan sosial
yang ada karena faktor tersebut memengaruhi pilihan terapi berikutnya.

Menajemen keperawatan selama fase diagnostik terfokus pada dukungan emosional

dan edukasi klien bersama dengan perawatan fisik yang dibutuhkan. Bantu klien

menjaga kontrol yang ia miliki dengan selalu mengingatkan klien mengenai semua

jadwal pemeriksaan setelah diagnosis kanker paru terkonfirmasi, asuhan keperawatan

harus melibatkan tindakan yang didesain untuk membantu klien beradabtasi dengan

kecemasan dan ketakutan, respon keluarga, pertimbangan ekonomi, penarikan diri

dari aktivitas kerja,dan sosial, serta kemungkinan perubahan perubahan pada tujuan

hidup.

b) Fase terapi

2.8.3 Manajemen Bedah Kanker Paru

Intervensi bedah merupakan terapi pilihan pada NSCLC stadium awal.

Penyembuhan dapat dimungkinkan jika penyakit masih terlokalisasi pada rongga

toraks dan tidak ada metastasis jauh.Namun, hanya beberapa klien dengan NSCLC

memenuhi criteria ini pada waktu diagnosis.Untuk klien yang berhasil melewati

reseksi bedah, 15% akan bertahan hidup paling tidak 5 tahun.

Peran dari reseksi bedah pada terapi dari SCLC cukup terbatas karena kanker

sel kecil pada paru tumbuh dan bermetastasis dengan cepat. Pembedahan mungkin

efektif untuk klien dengan stadium SCLC awal, sebagai komponen dari modalitas

terapi kombinasi dengan radioterapi dan kemoterapi.untuk klien dengan penyakit

lebih lanjut, pembedahan menyebabkan stress dan resiko yang tidak perlu, tanpa ada
keuntungan yang jelas.

Tujuan utama dari reseksi bedah adalah untuk mengambil tumor secara

lengkap dengan menjaga jaringan paru normal di sekitarnya semaksimal mungkin.

Luasnya operasi bergantung pada lokasi dan ukuran dari tumor dan keparahan dari

proses patologis yang mendasari. Klien dengan penyakit paru sebelumnya mungkin

tidak dapat menoleransi pengambilan jaringan paru yang ekstensif, anesthesia,

atauresiko pembedahan.

1. Manajemen Praoperasi

Pemeriksaan fungsi paru yang ekstensif dapat dilakukan sebelum pembedahan

untuk menentukan kemampuan klien menoleransi intervensi bedah yang

ditawarkan.Kliendengan gangguan fungsi paru dapat ditangani dengan antibiotic, obat

bronkodilator, prosedur napas tekanan positif intemiten, dan latihan napas dengan di

awasi untuk memperbaiki efisiensi napas. Klien didorong untuk berhenti merokok

selama periode praoperasi karena merokok meningkatkan sekresi paru dan

menurunkan saturasi oksigen darah.

2. Prosedur Bedah

i. Pembedahan Laser

Terapi laser digunakan sebagai tindakan paliatif untuk mengurangi obstruksi

endobronkial yang tidak dapat direseksi bedah.Namun, tumor harus dapat diakses

menggunakan bronkoskopi. Sehingga tumor yang menekan jaringan bronchial dari

luar bronkus tidak dapat diberikan terapi laser.Prosedur laser tidak menghasilkan
toksisitas sistemik atau kumulatif dan dapat ditoleransi dengan baik.Terapi laser dapat

diberikan dalam situasi rawat jalan/poliklinik.

ii. Reseksi Paru

Reseksi lengkap dari tumor tetap menjadi peluang penyembuhan terbaik.

iii. Reseksi Baji

Pada reksesi baji(wedge resection), suatu area tumor yang kecil dan

terlokalisasi dan terletak dengan permukaan paru dapat diambil menggunakan alat

stapling khusus.Operasi ini dapat dilakukan dengan torakotomi atau dengan

pembedahan torak oskopi dibantu video (video-assisted thoracoscopy surgery

[VATS]).Oleh karena area reseksi cukup kecil, struktur dan fungsi paru relative tidak

berubah setelah penyembuhan.Prosedur ini biasanya ditoleransi dengan baik oleh

kebanyakan klien bahkan jika mereka memiliki fungsi paru yang buruk.

iv. Reseksi Segmental

Reseksi segmental adalah pengambilan satu atau lebih segmen baru

(bronkiolous danal veolinya).Jaringan paru tersisa akan berekspansi untuk menutupi

ruang kosong tersebut.

v. Lobektomi

Lobektomi adalah pengambilan dari keseluruhan lobus paru.Pascaoperasi,

paru yang tersisa akan mengembangkan untuk memenuhi bagian yang terbuka dari

ruang toraks. Klien dengan fungsi paru yang lebih baik dapat menoleransi
pengambilan keseluruhan lobus.Lobektomi dipercaya merupakan operasi kanker yang

lebih baik karena lebih banyak jaringan paru yang sekitar yang diambil.Sehingga, jika

ada sel kanker mikroskopik, pengambilan lebih banyak jaringan seperti ini akan

tebukti memiliki keuntungan. Lobektomi biasanya dilakukan dengan torakotomi,

terapi pada beberapa situasi VATS juga dapat digunakan.

vi. Pneumonektomi

Pneumonektomi adalah pengambilan keseluruh paru.Setelah paru diambil sisi

yang terlibat dari rongga toraks akan menjadi ruang kosong. Untuk mengurangi

ukuran rongga ini, ahli bedah akan memotong nervus frenikus pada sisi yang

terserang untuk melumpuhkan diafragma dalam operasi terangkat. Torakoplasti, yang

merupakan pengambilan beberapa rusuk atau bagian dari rusuk dapat dilakukan untuk

mengurangi ruang torakal tersebut.

Drainase dada tertutup tidak digunakan setelah pneumonektomi karena tidak ada

paru yang akan melakukan ekspansi kembali. Dada kosong dapat diisi dengan

berbagai produk, seperti balon dan implant untuk mencegahpergeseran mediastinum,

jantung dan paru yang tersisa.

vii. Slang Dada

Pembedahan dada menyebabkan peneumotoraks pada sisi yang di operasi.

Selama torakotomi, pleura parietalis di insisi dan rongga pleura akan dimasuki. Udara

atsmosfer akan memasuki rongga pleura, mengubah tekanan negative yang normal

pada rongga pleura menjadi tekanan positif. Akibatnya, paru akan kembali ke ukuran
tidak berekspansi dan tetap kolabs. Slang dada biasanya dimasukkan di ruangan

operasi selama pembelahan dada. Namun, pada beberapa kasus darurat, slang dada

dapat dimasukkan dalam ruang perawatan atau di kamar klien.

Dua kateter biasanya di tempatkan di dada setelah operasi reseksi (kecuali

peneumonektomi). Satukateter (slang bagianats / interior) diletakkan di enterior

melalui rungan intercostal kedua untuk memungkinkan keluarnya udara yang masuk

kerongga pleura. Kateter kedua (slang bagian bawah/posterior) diletakkan dibelakang

diantara ruang intercostal keenam hingga kesembilan pada garis midaksila untuk

drainase akumulasi cairan serosa nguinous pada bagian bawah dari rongga pleura.

Slang bagian bawah mungkin memiliki diameter lebih besar dari slang bagian atas,

untuk membantu drainase cairan. Slang dada ditarik keluar dari dinding dada melalui

luka tusuk yang dibuat oleh dokter bedah. Kateter diletakkan kekulit klien dengan

jaitan.

Dua slang dada mungkin dapat menggabungkan satusama lain dengan Y-junction

plastic dan kemudian disambungkan dengan satu system drainase dada tertutup.

Namun, lebih baik membiarkan keduanya terpisah dan menyambungkan dengan

system drainse terpisah. Pengaturan ini akan memungkinkan rawat untuk memonitor

udara dan drainase cairan dari tiap slang secara terpisah dan kemudian untuk

mengambil slang yang tidak melakukan drainase dengan baik tanpa mengganggu
system secara keseluruhan. Slang drainase fleksible menyambungkan slang dada

kealat pengumpul cairan. Biasanya, slang dada di sambungkan dengan alat drainase

dada tertutup sebelum klien meninggalkan ruangan operasi.

2.8.4 Manajemen Keperawatan pada Klien Bedah

i. Pengkajian Pra Operasi

Persiapan praoperasi pada klien dengan kanker paru yang akan menjalani

pembedahan sama dengan semua klien bedah, tetapi dengan penekanan yang lebih

besar pada pemeriksaan dan persiapan system pernafasan.

ii. Perawatan Pra Operasi

Intervensi keperawatan selama periode praoperasi ditunjukan utamanya untuk

mengurangi tingkat kecemasan klien. Kecemasan berasal dari ketakutan akan kanker

dan proknosisnya dan juga ketakutan akan prosedur bedah dan pengetahuan yang

kurang mengenai prosedur bedah dan aktifitas perawatan mandiri setelah

pembedahan. Klien dan keluarganya di ajarkan mengenai permasalahan berikut:

Prosedur bedah yang akan dijalani: Nilailah tingkat pemahaman klien (dan

keluarganya), dan berikan informasi tambahan jika diperlukan.

Periode pasca operasi: Diskusikan secara spesifik apa yang dapat diharapkan setelah

operasi dan bagaimana klien dapat berpatisipasi dalama ktifitas pemulihan. Penjelasan

yang spesifik harus diberikan mengenai adanya slang dada (kecuali pada
peneumonektomi) dan slang drainase, intubasi dan fentelasi mekanis, terapi oksigen,

dan tindakan pengurang nyeri yang ada.

Latihan Pasca Operasi: Ini meliputi:

(1) Latihan pernafasan, seperti penggunaan spirometry insentif (IS) untuk menjaga

fungsi paruefektif,

(2) Teknik dekapan/splinting untuk mendorong batuk dan pernafasan dalam yang

efektif dan

(3) Latihan kaki untuk mencegah tromboflebitis. Semua latihan ini harus di

demontrasikan sebelum operasi, dan harus diberikan kesempatan untuk praktik dan

demontrasi ulang. Dokumentasikan kapasitas inspirasi pasca operasi klien

menggunakan IS dan gunakan volume tersebut sebagai target tujuan pasca operasi.

iii. Pemeriksaan Pasca Operasi

Lama periode segera setelah operasi, pemeriksaan yang lengkap sangat penting.

Buatlah pengamatan sesering mungkin. Frekuensi pengamatan ditentukan oleh

factor-faktor berikut:

1. Jumlah anestesi yang diterima dan reaksi klien terhadapnya.

2. Jumlah kehilangan darah saat operasi.

3. Kondisi klien praoperasi (misalnya, adanya kondisi kesehatan lainnya seperti

BPOK, diabetes dan gangguan jantung).


4. Respon klien terhadap nyeri.

5. Protokol rumahsakit.

iv. Perawatan Pasca Operasi

Intervensi keperawatan didasarkan pada pemeriksaan yang lengkap dan

diagnosis keperawatan yang tepat.

Menjaga drainase dada tertutup. Klien akan menggunakan drainase dada

tertutup setelah semua operasi dada (kecuali pneumonektomi) dan beberapa

bentuk trauma dada. System drainase dada kedap udara , atau tertutup, untuk

mencegah aliran masuk dari tekanan atmosfer. Drainase dada tertutup setelah

toraktomi atau trauma dada digunakan untuk:

 Mendorong evakuasi udara dan cairan serosanguinous dari rongga

pleura

 Mencegah reflex dari udara atmosfer kedalam rongga pleura

 Membantu ekspansi kembali dari jaringan paru yang tersisa dengan

menciptakan kembali tekanan negative normal pada rongga pleura

 Mencegah pergeseran mediastinum dan pneumotoraks dengan

menyeimbangkan tekanan pada kedua sisi rongga toraks.

Terdapat dua tipe sistem drainase dada tertutup.

Sistem kontrol isap basah (wet suction control )memiliki tiga bagian utama

Ruang pengumpul akan mengumpulkan drainase dan memungkinkan pengamatan


mengenai volume,kecepatan,dan sifat dari drainase dari rongga pleure.

 Ruang kedap air digunakan sebagai katup satu arah sehingga udara atau

cairan dapat di-drainase dari dada klien dan tidak krmbali lagi.

 Ruang kontrol isap menggunakan (suction) untuk mendorong terjadinya

drainase dari rongga pleure ( lebih baik dibandingkan hanya

mengandalkan gravitasi saja) dan membantu ekspansi kembali paru.

Sistem kontrol isap kering ( dry suction control ) memiliki dua bagian

utama ( Figur 62-5,B).Pengatruan tingkat isapan tidak dilakukan dengan

kolom berisi air,tetapi dikontrol dengan regulator kopensasi menggunakan

mekanisme pegas atau dial.Keuntungan dari sistem kering adalah

kemudahan pengaturan,tidak ada bunyi gelembung air pada ruang kontrol

isapan,tidak ada penguapan air,dan mrmberikan tingakat isapan yang lebih

tinggi dan lebih akurat.Ruang pengumpul dan ruang kedap air dari sistem

kering sama dengan pada sistem basah

Mengkaji Drainase Dada. Ukuran dan catat jumlah drainase yang

keluar drainase yang keluar dari rongga pleura pada ruang

pengumpul.Catatan ini akan membantu menentukan jumlah kehilangan

darah dan laju aliran drainase dari rongga pleura.Sistem sekali pakai dibuat

dengan permukaan yang dapat ditulisi untuk mencatat jumlah dari

drainase.Laju dan jumlah drainase digunakan untuk merencanakan terapi

penggantian darah dan mengkaji status klien .Sebanyak 500 ml hingga

1.000 ml drainase dapat terjadi dalam 24 jam setelah operasi


dada.Drainase antara 100 dan 300 ml dapat terakumulasi selama 2 jam

pertama, dan setelah itu, drainase akan berkurang.Drainase berlebihan atau

peningkatan yang mendadak mungkin membutuhkan pembedahan lanjutan

untuk menentukan penyebabnya.

Normalnya,drainase dada berdarah setelah operasi,tetapi tidak terus

berlanjut setelah beberapa jam.Kaji hilangnya darah dengan memonitor

tingkat kenaikan cairan pada ruang pengumpul.Curigai adanya pendarahan

jika denyut nadi menjadi cepat dan tekanan darah turun.Periksa cairan

pada ruang pengumpul drainase.Jika tingkat cairan tidak

bertambah,periksa patensi slang.Beri tahu dokter jika (1) drainase tetap

berupa darah setelah lebih dari beberpa jam pascaoperasi, (2) pendarahan

kembali setelah sebelumya sudah melambat, atau (3) ada manifestasi lain

dari pendarahan.

Kaji Fungsi Katup Air.Katup air memiliki katup satu arah antara

tekanan atmosfer dan tekanan intrapleural subatmosferik (negatif).Hal ini

memungkinkan udara dan cairan meninggalkan ruang intrapleura dan

mencegah aliran balik dari udara atmosfer ke dada.

Saat ekspirasi,udara dan cairan di rongga pleura berjalan melalui slang

drainase.Gelembung udara ini akan naik melalui katup air dan memasuki

udara atsmosferik.Saat inspirasi,katup air mencegah udara atsmosfer

terisap kembali ke dalam rongga pleura (yang akan membuat paru paru
kolaps).Cairan pada kompartemen kedap air tidak tertarik kembali ke

rongga dada karena tekanan negatifyang tercipta saat inspirasi pada rongga

intrapleura tidak cukup tinggi untuk menarik cairan melalui selang

drainase.Namun, terjadi fluktuasi cairan saat respirasi,fluktuasi ini disebut

gerakan tidal ( undulasi) atau gerakan naik-turun .

Pada sistem drainase dada tertutup ,antara rongga pleura dengan

kompartement kedap air harus kedap udara.Adanya kebocoran yamg

menyebabkan masuknya udara atsmosfer ke dalam rongga pleura saat

inspirasi akan menciptakan tekanan positif yang dapat membuat paru

kolaps. Semua sambungan di dalam sistem drainase harus rapat dan

kedap.Merapatkan sambungan slang harus memiliki ventilasi udara untuk

memberikan jalan keluar bagi udara yang melewati katup air dari rongga

pleura.

Amati Katup Air.Cairan di dalam kompartemen kedap air harus naik dan

turun seiring ( undulasi).Ketika terjad undulasi, maka slang drainase paten

dan alat berfungsi baik.Undalasi akan berhenti jika paru telah mengalami

ekspansi kembali atau jika slang drainase paru tertekuk atau tersumbat.Jika

tidak terjadi undulasi:

1. Periksa untuk memastikan slang tidak tertekuk atau tertekan


2. Ubahlah posisi klien

3. Minta klien melakukan napas dalam dan batuk

4. Jika tindakan ini tidak mengembalikan undulsi,beri tahu dokter

bedah ( catatan:undulasi mungkin tidak terjadi atau hanya

minimal pada sistem yang tidak menggunakn pengisapan).

Amati adanya Gelembung di Kompartemen Kedap Air.

Gelembung pada kompartement kedap air diakibatkan oleh udara yang

keluar dari rongga pleura ke dalam cairan di kompartemen.Gelembung

interrmiten normal ditemukan pada ekspirasi dan menandakan sistem

tersebut melakukan salah satu tujuannya, yaitu menghilangkan udara dari

rongga pleura.

Gelembung terus menerus selama inspirasi dan ekspirasi menandakan

ada udara yang bocor ke dalam sistem drainase atau rongga pleura.Oleh

karena udara yang memasuki sistem juga memasuki rongga pleura,

situasi ini harus diperbaiki dengan cara berikut:

1. Temukan sumber kebocoran udara,dan perbaiki jika bisa.Mulai

dengan memeriksa dinding dada tempat kateter dimasukkan.

2. Jika kateter dada longgar atau terlepas sebagian,pelan-pelan jepit

kulit di sekitar kateter ke arah atas atau gunakan perban


petrolatum steril di sekitar lokasi insersi.Tentukan apakah

tindakan ini mampu menghentikan gelembung di ruang tersebut.

3. Jika kebocoran udara masih berlanjut,periksa selang,iinci demi

inci,dan semua sambungan.Slang yang bocor atau sambungan

yang longgar dapat ditambal dengan plaster.

4. Jika kebocoran masih tidak ditemukan,mungkin perlu mengganti

sistem drainase.

Gelembung yang cepat dengan tidak adanya kebocoran udara

menunjukkan kehilangan udara yang cukup banyak,yang dapat ditemukan pada insisi

atau robekan pada pleura paru. Jika ini terjadi,beri tahu tahu dokter segera sehingga

dapat diambil tindakanyang tepat untuk mencegah kolapsnyapparu atau terjadinya

pergeseran mediatinum,seperti: (1) Penggunaan alat pengisap, (2) peningkatan

kekuatan alat pengisap, atau (3) torakotami

Saat merawat klien dengan drainase kedap air,tentukan apakah ruang kedap air untuk

klien ini memang harus mengeluarkan gelembung.Pemahaman ini akan membantu

penilaian yang akurat dari pola drainase (misalnya,jika gelembung intermiten

berubah menjadi gelembung konstan atau jika alat yang sbelumnya tidak

memunculkan gelembung sekarang menjadi bergelembung).

Alat Penghisap Kebanyakan klien yang mengunakan sleng dada pascaoperasi

akan membutuhkan alat penghisap (suction) selama 24 jam hingga 72 jam .alat hisap
dapat di sambungkan pada sistem drainase dada tertutup untuk alasan berikut:

 Drainase grafitasi tidak cukup kuat untuk menarik udara dan cairan keluar dari

rongga pleura melalui kateter dada .

 Batuk dan nafas klien terlalu lemah untuk memaksa udara dan cairan keluar

dari rongga pleura melalui kateter dada

 Udara bocor kedalam rongga pleura lebih cepat dari yang bisa di buang oleh

alat kedap air ini.

 Pengambilan dari rongga pleura harus di percepat .

Sistem kontrol isap basah (wet suction kontrol sistem )memiliki

kekuatan isap 10 hingga 20 cm H2O.penghisap ini di atur oleh tinggi nya

kolom air pada ruang hisap .makin banyak air dalam ruang tersebut ,makin

banyak isapan (tekanan subatmosfer) yang tercipta .jika tidak ada air dalam

ruang ,udara atmosfer akan langsung keluar dari ventilasi udara ke sumber

isapan secepat mungkin .lewatnya udara melalui air akan memperlambat aliran

udara ,sehingga daya hisap akan dapat di kontrol hingga seimbang

.meningkatkan sumber isapan hanya akan menyebabkan lebih banyak keluar

melalui ventilasi udara . alat penghisap yang digunakan pada klien di jaga agar

stabil .ventilasi udara atmosfer yang tersumbat akan berabahaya karna

mengakibatkan alat penghisap bekerja langsung pada rongga pleura .


Untuk sistem kontrol isap kering (drysuction control sistem ),memiliki

kekuatan hisapn hingga 40 cm H2O. Kondisi yang membutuhkan kekuatan

isapan lebih besar antara lain :

1. Kebocoran udara yang besar dari parenkim paru,

2. Empiema

3. Efusi pleura kental atau hemotoraks.

Kekuatan hisap lebih dari 50 cm H2O dapat menyebabkan kerusakan

parenkim dan tidak boleh digunakan oleh sitem apapun.

Mengkaji fungsi alat isap

Oleh karena kebanyakaan regulator alat pengisap dapat menciptakan

kekuatan isap yang dapat merusak paru , maka kekuatan isapan dari sistem

harus di kontrol.fungsi komparteman kontrol isap basah yang normal ditandai

oleh gelembung terus menerus pada ruang kontrol isap. Gelembung yang

bnayak tidak akan meningkatkan kekuatan isapan, tetapi akan menyebabkan

air dalam botol menguap lebih cepat.

Tidak adanya gelembung pada ruang kontrol isap berarti sistem tidak bekerja

dangan seharusnya dan kekuatan isap yang tepat tidak dapat di jaga. Alasan

untuk malfungsi dari alat pengisap mekanis ini antara lain

1. Sejumlah besar udara bocor ke dalam rongga pleura atau kedalam alat

rainase
2. Masalah mekanis pada regulator .

Masalah yang paling serius adalah udara yang bocor pada rongga

pleura. Periksa adanya kebocoran udara dengan cara mengkllem

sementara slang drainase dada yang dekat dengan tubuh klien dan

kemudian mengamat alat isap.

Jika kemudain muncul gelembung pada ruang kontrol isap, tidak ada

yang salah pada alat drainase atau regulator masalah nya berada pada kebocoran udara

kedalam rongga pleura di sekitar slang dada .jika kebocoran udara tidak dapat

diatasi(misalnya dengan kasa petrolatrum ), segera beritahu dokter bedah.

Jika gelembung tidak mulai muncul pada ruang kontrol idap ketika keteter

dada di jepit, permasalahan berada pada sambungan drainase atau regulator. Periksa

sistem dengan teliti,lihat apakah ada sambungan yang longar dan adanya kebocoran

udara disekitar ujung kompartemen dan di slang. Pastian bahwa slang tidak tertekuk,

dalam posisi yang benar dsn tidak ada bentuk lingkaran yang tergantung . jika sumber

tenaga isap diduga bermasalah. Coba gunakan alat dan regulator isap lainya

Oleh karena keter dada tetap terjepit selama pemeriksaan ini, amati klien

dengan teliti terhadap tanda tanda tekanan pneumatoraks (misalnya,

dispnea,takikardia,hipotensi,pergeserah trakea)segera setelah permasalahan dikoreksi,

cairan pada ruangan kontrol isap akan mulai bergelembung. Segera lepas klem pada
kateter dada.

Meningkatkan Drainase Dada.

Sistem drainase dada tertutup harus selalu ditempatkan lebih rendah (lebih

bagus 30 atau 60 cm ) daripada dada klien, sehingga drainase grafitasi dapat

berlangsung , dan cairan tidak dapat dipaksa kembali ke dalam rongga pleura .sistem

drainase dada harus diletakkan tegak dilantai atau bergantung pada ujung kaki tempat

tidur.

Jika alat drainase diletakkan dilantai, berhati hatilah untuk tidak menurunkan

tempat tidur atau sandaran tempat tidur ke atasnya. Jika klien mendengar drainase

dada tertutup inggin bergerak, selalu jaga sistem drainase dada di bawah ketinggian

dada klien .

Jika alat drainase diletakan di atas dada klien, bahkan hanya sebentar, maka

cairan dari ruang drainase akan terisap kembali ke dalam rongga pleura. Jika sangat

perlu, slang dada di jepit dulu sementara selama gerakan yang memerlukan alat

berada di atas ketinggian dada(misalnya : memindahkan alat drainase dari satu sisi

tempat tidur ke sisi lainya jika slang tidak memungkinkan untuk memindahkan alat

drainase dengan memutari tempat tidur)

Ikuti perintah untuk memosisikan klien secara hati hati jika klien dapat di
posisikan pada sisi yang di miliki slang dada, pastikan klien berbaring pada (menindih

atau menekuk ) keteter atau slang. Ini dapat menganggu drainase, menyebabkan

tekanan retrograd ( memaksa drainase kembali ke dalam rongga pleura ) dan

meningkat kan rasa tidak nyaman klien, buatlah kumparan slang drainase ( yang

menghubungkan slang dada ke alat drainase) diatas tempat tidur klien sehingga slang

akan jatuh langsung ke alat drainase,tanpa ada putaran slang yang bergantung. Putaran

slang yang tergantung dan mengandung cairan akan menghambat aliran cairan dan

menciptakan tekanan balik yang mengganggu cairan dranase udara atau cairan.

Slang drainase harus tidak terlalu pendek atau terlalu panjang.panjang slang

yang berlebihan akan mengakibatkan penekukan dan slang menjadi tersimpul

sendiri.namun,pastikan slang cukup panjang sehingga memungkinkan klien bergerak

miring dan duduk tanpa tarikan pada slang tapi tiap kali klien dimiringkan atau

digerakkan periksa slang dada untuk memastikan slang tidak tertarik atau bergeser

periksa slang drainase untuk memastikan letak nya masih sesuai.

Slang paten jarang menjadi masalah.jika slang dada hanya untuk

mengeluarkan udara atau jika cairan atau darah dapat keluar dengan baik

menggunakan gravitasi.namun,jika fragmen gumpalan darah atau jaringan paru yang

tampak dalam slang.mengurut slang dada mungkin di perlukan.menggunakan gerakan

memencet atau memuntir.secara teori,teknik akan mendorong material gumpalan dari

lumen slang dan mendorongnya ke arah ruang pengumpulan drainase.

Anjurkan Aktivitas.
Anjurkan klien dengan drainase dada tertutup untuk sering batuk dan

bernafas dalam.selain untuk membersihkan sekresi pada bronkus,aktivitas ini akan

mendorong ekspansi paru dan ekspulsi udara dan cairan dari rongga pleura dengan

meningkatkan tekanan intrapulmonal dan intrapleura.

Klien dengan sistem drainase dada dapat duduk diranjang,dan melakukan

mobilisasi dini tanpa menjepit slang dada selama alat tetap apada posisi tegak

dibawah ketinggian dada selama mobilisasi alat dapat diletakkan di kursi roda

didepan klien.banyak unit sekali pakai memiliki pegangan sehingga di bawa-

bawa.jika kondisi klien memungkinkan,pelepasan alat penghisap saat mobilisasi dapat

di minta,sehingga hanya menggunakan gravitasi saja.

Sistem drainase slang dada portable

Alat drainase dada portable (heimlich valve, tru-close thoracic vent, pneumostat

chest drain valve ).Merupakan slang dada yang lebih kecil yang mengunakan katup

mekanis satu arah di bandingkan ruang kedap air, dan tidak memiliki ruang kontrol

isap . udara dapat keluar dari dadadenagan ekalasi melalui katup tipe flutter satu arah

yang dapat kolaps,yang kemudian mampu mencegah udara masuk kembali melalui

inhalasi.Drainase dada portabel digunakan untuk klien yang membutuhkan slang dada

tetapi tidak membutuhkan alat pengisap untuk melakukan infalasi ulang paru dan

tidak sedang mengeluarkan sejumlah besar cairan dari rongga pleura.Alat ini

digunakan untuk klien yang membutuhkan terapi jangka panjang untuk efusi pleura

dan kebocoran udara persisten.Oleh karena ukuran yang kecil dan tidak adanya sistem
pengumpulan drainase yang besar klien dapat melakukan mobilitas lebih awal pada

masa pemulihannya.

Menjepit slang drainase dada

Pada kebanyakan situasi, dilarang menjepit (klem) slang dada. Jika klien

memiliki kebocaran udara residual atau pneumotoraks, menjepit slang dada dapat

memicuterjadi tekanan pneumotoraks karena udara tidak mempunyai jalan keluar.

Jika slang terlepas, paling baik adalah segara menyambungkan lagi ke sistem drainase

atau menenggelamkan ujungnya kedalam botol air steril salin untuk mengembalikan

ruangan keadp air, sehingga salah satu larutan steril tersebut harus selalu ada

disamping tempat tidur klien. Jika tidak tersedia cairan, maka lebih baik membiarkan

selang terbuka karena resiko tekanan pneumotoraks lebih besar dari pada konsekuensi

dari slang yang terbuka.

Ada beberapa kesempatan dimana penjepitan slang diperbolehkan, misalnya:

 Mengkaji kebocoran udara yang persisten

 Mengkaji kesiapan klien untuk melepaskan drainase

 Mengganti sistem drainase

Kecuali jika penjepitan benar-benar diindikasikan, jangan pernah menjepit

slang

drainase dada tanpa perintah untuk melakukannya. Jika menjepit harus dilakukan,

waktu terbaik melakukannya adalah setelah ekshalasi. Kemudian lepas penjepitan

sesegera mungkin.
melepas slang dada.Dokter akan menentukan kapan melepaskan slang dada drainase

dada tertutup. Satu tanda bahwa paru telah mengalami ekspansi kembali adalah

berhentinya endulasi pada ruang kedap air (jika tidak menggunakan alat penghisap).

Auskultasi dada, perkusi dada dan rontgen dada akan mengonfirmasi akspansi

kembali paru.

Biasanya paru akan mengalami ekspansi kembali secara sempurna setelah 2

atau 3 hari pascaoperasi drainase dada. Slang dada biasanya dibiarkan ditempatnya

dan sihubungkan kesistem drainase 24 jam tambahan setelah semua drainase udara

dan cairan telah berhenti. Slang dapat dijepit sementara untuk menentukan bagaimana

klien pelepasan slang. Slang dada tidak boleh dilepas jika drainase dada masih lebih

dari 50 hingga 70ml cairan per hari. Makin cepat slang dada dilepaskan, makin baik.

Slang dada sering kali berperan pada nyeri pascaoperasi dan inaktifitas. Makin lama

slang dada digunakan, makin besar resiko infeksi. Slang dada yang digunakan untuk

terapi empiema dapdat dibiarkan dilokasinya lebih lama dari slang yang diletakkan

setelah operasi dada.

Klien melaporkan bahwa pelepasan slang dada nyerinya sedang hingga sangat.

Pramedikasi untuk pengurangan nyeri harus diberikan sekitar 30 menit sebelum

prosedur. Persiapkan alat yang dibutuhkan,seperti gunting sterilatau peralatan untuk

melepas jahitan untuk menggunting jahitan yang mengikat slang, kasa petrolatum

steril, kasa 10cmX10cm untuk menutup luka, dan plester oklusif tahan air.

Jika slang dada tidak sengaja terlepas, tutup lokasi insersi dengan kasa

petrolatum steril dan beritahu dokter bedah. Jangan gunkan perban yang oklusif
karena meningkatkan klien mendapatkan tekanan pneumotoraks. Amati klien dengan

teliti dan lepaskan kasa petrolatum untuk mengeluarkan udara jika terjadi distres

pernafasan.

2.9    Cara Pencegahan Kanker Paru


Prinsip upaya penceggahan lebih baik dari sebatas pengoobatan. Terdapat 4
Tingkatan pencegahan dalam epideemiologi penyakit kanker paru, yaitu :
2.9.1        Pencegahan Primordial
Berupa upaya untuk memberikan kondisi pada masyarakat yang memungkinkan
penyakit kanker paru tidak dapat berkembang karena tidak adanya peluang dan
dukungan dari kebiasaan, gaya hidup maupun kondisi lain yang merupakan faktor
resiko untuk munculnya penyakit kanker paru. Misalnya : menciptakan prakondisi
dimana masyarakat merasa bahwa merokok itu merupakan statu kebiasaan yang tidak
baik dan masyarakat mampu bersikap positif untuk tidak merokok.
Penelitian tentang rokok mengatakan bahwa lebih dari 63 jenis bahan yang
dikandung asap rokok itu bersifat karsinogenesis. Secara epidemiologik juga terlihat
kaitan kuat antara kebiasaan merokok dengan insidens kanker paru, maka tidak dapat
disangkal lagi menghindarkan asap rokok adalah kunci keberhasilan pencegahan yang
dapat dilakukan. Keterkaitan rokok dengan kasus kanker paru diperkuat dengan data
bahwa risiko seorang perempuan perokok pasif akan terkena kanker paru lebih tinggi
daripada mereka yang tidak terpajan kepada asap rokok. Dengan dasar penemuan di
atas adalah wajar bahwa pencegahan utama kanker paru berupa upaya memberantas
kebiasaan merokok.Menghentikan seorang perokok aktif adalah sekaligus
menyelamatkan lebih dari seorang perokok pasif (PDPI, 2003).

2.9.2        Pencegahan Tingkat Pertama

Pencegahan tingkat pertama yang dapat dilakukan antara lain:


a)    Promosi Kesehatan Masyarakat

 Kampanye kesadaran masyarakat


 Promosi kesehatan
   Pendidikan Kesehatan Masyarakat
b)    Pencegahan Khusus :
 Pencegahan keterpaparan
 Pemberian kemopreventif

2.9.3        Pencegahan Tingkat Kedua

a)    Diagnosis Dini : misalnya dengan Screening.

b)    Pengobatan : misalnya dengan Kemotherapi atau Pembedahan.

2.9.4        Pencegahan Tingkat Ketiga

Pencegahan tingkat ketiga dapat dilakukan dengan cara rehabilitasi.

2.10    Cara Pengobatan Penyakit Kanker Paru

Pengobatan kanker paru adalah combined modality therapy (multi-modaliti

terapi). Kenyataanya pada saat pemilihan terapi, sering bukan hanya diharapkan pada

jenis histologis, derajat dan tampilan penderita saja tetapi juga kondisi non-

medisseperti fasiliti yang dimilikirumah sakit dan ekonomi penderita juga merupakan

faktor yang amat menentukan.

Menurut Persatuan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (2005),

penatalaksanaan/pengobatan utama penyakit kanker meliputi empat macam yaitu


pembedahan, radioterapi, kemoterapi dan hormoterapi. Pembedaha dilakukan untuk

mengambil ‘massa kanker‘ dan memperbaiki komplikas yang mungkin terjadi.

Sementara tindakan radioterapi dilakukan dengan sina ionisasi untuk menghancurkan

kanker.Kemoterapi dilakukan untu membunuh sel kanker dengan obat anti-kanker

(sitostatika).Sedangkan hormonterapi dilakukan untuk mengubah lingkungan hidup

kanker sehingga pertumbuhan sel-selnya terganggu dan akhirnya mati sendiri

(Sukardja 1996 dalam Lutfia, 2008).

a. Pembedahan

Indikasi pembedahan pada kanker paru adalah untuk KPKBSK stadium I dan

II.Pembedahan juga merupakan bagian dari “combine modality therapy”, misalnya

kemoterapi neoadjuvan untuk KPBKSK stadium IIIA. Indikasi lain adalah bila ada

kegawatan yang memerlukan intervensi bedah, seperti kanker paru dengan sindroma

vena kava superiror berat. Prinsip pembedahan adalah sedapat mungkin tumor

direseksi lengkap berikut jaringan KGB intrapulmoner, dengan lobektomi maupun

pneumonektomi.Segmentektomi atau reseksi baji hanya dikerjakan jika faal paru tidak

cukup untuk lobektomi.Tepi sayatan diperiksa dengan potong beku untuk memastikan

bahwa batas sayatan bronkus bebas tumor.KGB mediastinum diambil dengan diseksi

sistematis, serta diperiksa secara patologi anatomis (PDPI, 2003).

b. Kemoterapi
Kemoterapi merupakan pilihan utama untuk kanker paru karsinoma sel kecil

(KPKSK) dan beberapa tahun sebelumnya diberikan sebagai terapi paliatif untuk

kanker paru karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) stage lanjut. Tujuan pemberian

kemoterapi paliatif adalah mengurangi atau menghilangkan gejala yang diakibatkan

oleh perkembangan sel kanker tersebut sehingga diharapkan akan dapat meningkatkan

kualiti hidup penderita. Tetapi akhir-akhir ini berbagai penelitian telah

memperlihatkan manfaat kemoterapi untuk KPKBSK sebagai upaya memperbaiki

prognosis, baik 3 sebagai modaliti tunggal maupun bersama modaliti lain, yaitu

radioterapi dan/atau pembedahan. Indikasi pemberian kemoterapi pada kanker paru

ialah:

1.    Penderita kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK) tanpa atau

dengan gejala.

2.    Penderita kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) yang

inoperabel (stage IIIB & IV), jika memenuhi syarat dapat dikombinasi

dengan radioterapi, secara konkuren, sekuensial atau alternating

kemoradioterapi.

3.    Kemoterapi adjuvan yaitu kemoterapi pada penderita kanker paru jenis

karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) stage I, II dan III yang telah dibedah.

4.    Kemoterapi neoadjuvan yaitu kemoterapi pada penderita stage IIIA dan

beberapa kasus stage IIIB yang akan menjalani pembedahan. Dalam hal ini

kemoterapi merupakan bagian terapi multimodaliti.


Penderita yang akan mendapat kemoterapi terlebih dahulu harus menjalani

pemeriksaan dan penilaian, sehingga terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Jusuf et

al., 2005) :

1.   Diagnosis histologis telah dipastikan

Pemilihan obat yang digunakan tergantung pada jenis histologis.Oleh

karena itu diagnosis histologis perlu ditegakkan.Untuk kepentingan itu

dianjurkan menggunakan klasifikasi histologis menurut WHO tahun 1997.

Apabila ahli patologi sulit menentukan jenis yang pasti, maka bagi kepentingan

kemoterapi minimal harus dibedakan antara:

      Jenis karsinoma sel kecil

      Jenis karsinoma bukan sel kecil, yaitu karsinoma sel skuamosa,

adenokarsinoma dan karsinoma sel besar

2.    Tampilan/performance status menurut skala Karnofsky minimal 60

- 70 atau skala WHO

3.    Pemeriksaan darah perifer untuk pemberian siklus pertama :

      Leukosit > 4.000/mm3

      Trombosit > 100.000/mm3

      Hemoglobin > 10 g%.Bila perlu, transfusi darah diberikan

sebelum pemberian obat.

Sedangkan untuk pemberian siklus berikutnya, jika nilai-nilai di atas itu lebih

rendah maka beberapa jenis obat masih dapat diberikan dengan penyesuaian dosis.

4.    Sebaiknya faal hati dalam batas normal


5.    Faal ginjal dalam batas normal, terutama bila akan digunakan obat

yang nefrotoksik. Untuk pemberian kemoterapi yang mengandung

sisplatin, creatinine clearance harus lebih besar daripada 70

ml/menit.Apabila nilai ini lebih kecil, sedangkan kreatinin normal dan

penderita tua sebaiknya digunakan karboplatin.

Penelitian tentang pemberian kombinasi kemoterapi dan radioterapi pada

karsinoma sel kecil/ limited stage mendapatkan perbedaan hasil mengenai pengaruh

terhadap ketahanan hidup. Tetapi insidens relaps tumor tersebut berkurang. Di RS

Persahabatan, Jakarta kemoterapi pada KPKSK dilakukan dengan paduan obat

siklofosfamid + vinkristin + adriamisin menurut anjuran UICC atau sisplatin +

etoposid.Jumlah penderita jenis ini tidak begitu banyak, lagipula yang mampu

menyediakan obat masih amat terbatas.Karena itu, hasil pengobatan masih belum

dapat dinilai secara cermat.Tetapi terlihat 70% penderita mengalami respons subjektif

yang cukup nyata. Tampilan membaik pada 71,4% dan 14,3% mengalami kenaikan

berat badan. Efek samping berupa gangguan hemopoetik dan gejala gastrointestinal

terlihat pada semua kasus, 57% tidak mengalami kerontokan rambut dan respons

objektif terlihat pada 70% (ED-SCLC). Dua puluh lima persen penderita hidup

sampai 15 bulan dan masa tengah tahan hidup 2-5 bulan (Data Div Onkologi dalam

Anwar, Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI).

c. Pengobatan lain
Pengobatan lain yang dapat dilakukan kepada penderita kanker paru adalah

Imunoterapi, Hormonoterapi dan Terapi Gen. Namun untuk ketiga pengobatan ini

masih dalam tahap ujicoba dan belum dipakai secara luas di Indonesia.

1.     Rehabilitasi

Penderita kanker yang menjadi cacat karena komplikasi penyakitnya atau

karena pengobatan kanker, perlu direhabilitasi untuk mengembalikan bentuk dan/atau

fungsi organ yang cacat itu supaya penderita dapat hidup dengan layak dan wajar di

masyarakat.Ada bermacam-macam rehabilitasi yang perlu dilakukan seperti

rehabilitasi mental, rehabilitasi pekerjaan, rehabilitasi sosial dan lain-lain (Sukardja,

2000).

a.    Rehabilitasi mental

Penderita kanker paru yang mengetahui dirinya mengidap kanker dapat menjadi

stres dan merasa ia cepat mati dalam keadaan yang menyedihkan, ia juga merasa

dirinya tidak berguna lagi untuk hidup yang hanya memberatkan beban keluarganya.

Depresi mental yang dihadapi penderita kanker dan juga keluarganya umumnya

disebabkan kurang pengertiannya terhadap kanker atau karena salah persepsi akan

penyakit kanker paru itu. Untuk mengatasi depresi mental itu, perlu penderita dan atau

kelurganya diberi bimbingan mental dan penyuluhan tentang penyakit kanker

itu.Kalau perlu dengan bantuan seorang psikolog, ahli agama, atau tokoh

masyarakat.Penderita perlu diketahui bahwa sebenarnya penyakit kanker dapat

disembuhkan asal saja dapat diobati pada stadium dini. Bila tidak dapat disembuhkan

lagi perlu pula diberitahu bagaimana sebaiknya ia hidup dengan kanker, dan diajar
bagaimana menyesuaikan kehidupan dirinya dengan penyakit kanker yang dideritanya

dan kenyataan yang dihadapinya.

b.    Rehabilitasi Sosial

Rehabilitasi penting agar penderita setelah pulang dari rumah sakit dapat hidup

keembali secara normal di masyarakat, dapat hidup mandiri di lingkungan keluarga

dan masyarakat secara wajar.Masyarakat juga perlu dipersiapkan agar dapat

menerima penderita.

c.    Rehabilitasi Pekerjaan

Setelah penderita pulang dari rumah sakit dan terbebas dari penyakit kanker

yang dideritanya, diharapkan dapat bekerja lagi di masyarakat dengan normal seperti

sediakala. Bila tidak mungkin dapat lagi bekerja seperti sedia kala, penderita diberi

bimbingan dan latihan kerja (vocational training), supaya dapat bekerja dengan

pekerjaan lain sesuai dengan keadaan fisik dan mentalnya (Sukardja, 2000).

2.     Prognosis

Prognosis penyakit buruk bukan hanya karena keterlambatan diagnosis tetapi

juga akibat respons sel kanker yang rendah terhadap berbagai obat sitostatik yang

ada.. Angka tahan hidup 1 tahun 2347 penderita kanker paru yang diteliti oleh

National Cancer Institute pada tahun 1983-1998, dihitung dengan life table method

hanya 41,8% dan angka tahan hidup 5 tahun 12,0 %. Berbagai data memperlihatkan

bahwa hal itu berkaitan dengan stage penyakit pada saat ditemukan (Greene, 2002).
Usaha–usaha preventif seharusnya dapat dilakukan karena kaitan antara bahan

karsinogen yang terkandung dalam asap rokok dan polusi udara telah dapat

dibuktikan secara ilmiah sebagai bagian dari patogenesis kanker paru. Tetapi usaha

preventif primer yaitu mencegah orang merokok sangat sulit untuk dilakukan,

demikian juga usaha penemuan penyakit pada tahap dini juga belum

menggembirakan.Akibatnya sangat sedikit penderita yang terdeteksi pada stage dini,

hal ini mengakibatkan terapi tidak dapat lagi diberikan untuk tujuan kuratif. Di sisi

lain tampak bahwa pemberian multi-modality terapi pada penderita dapat memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan mereka yang hanya menerima modaliti tunggal.

Bagaimanapun pembedahan masih merupakan pengobatan kanker paru yang

memberikan hasil yang paling baik, bila dilakukan pada derajat yang operabel, yaitu

stage I dan II (intrapulmoner, intratorakal) serta pada jenis histologis yang cocok

untuk tindakan tersebut. Tetapi kesimpulan dari berbagai data menunjukkan bahwa

umur tahan hidup 5 tahun penderita kanker paru dengan TNM stage T1N0 dan T2N0

serta telah menjalani reseksi lengkap (complete resection) masih berkisar antara 40-

50% (Deslauriers, 2000). Di luar negeri angka tersebut cukup tinggi, sedangkan data

di Indonesia hanya 10-25% penderita menjalani pembedahan (Busroh, 1988) dengan

angka tahan hidup penderita kanker yang dibedah 1 tahun 56,6%, 2 tahun 16,4% dan

5 tahun 2,4% ( Burhan, 2004).

3.     Penatalaksanaan Pada Keadaan Khusus

1) Efusi Pleura Ganas (EPG)


Rongga pleura pada orang sehat berisi sekitar 20 ml cairan. Efusi pleura

(Cairan pleura) normal ini biasanya bersih tidak berwarna, mengandung < 1,5 gr

protein/ 100 ml dan 1.500 sel/ microliter. Efusi pleura dapat terjadi pada penyakit

tumor ganas intratoraks, organ ekstratoraks maupun keganasan sistemik. Seperti pada

penderita efusi pleura lain, EPG memberikan gejala sesak napas, napas pendek, batuk,

nyeri dada dan isi dada terasa penuh. Gejala ini sangat bergantung pada jumlah cairan

dalam rongga pleura.Pada pemeriksaan fisik ditemukan gerakan diafragma berkurang

dan deviasi trakea dan/atau jantung kearah kontralateral, fremitus melemah, perkusi

redup dan suara napas melemah pada sisi toraks yang sakit.Pada kanker paru, infiltrasi

pleura oleh sel tumor dapat terjadi sekunder akibat perluasan langsung (inviltrasi),

terutama tumor jenis adenokarsinoma yang letaknya perifer.Dapat juga terjadi akibat

metastasis ke pembuluh darah dan getah bening.Bila efuasi pleura terjadi akibat

metastasis, cairan pleuranya banyak mengandung sel tumor ganas sehingga

pemeriksaan sitologi cairan pleura dapat diharapkan memberi hasil positif.

Efusi pleura ganas mempunyai 2 aspek penting dalam penatalaksaannya

yaltu pengobatan lokal dan pengobatan kausal. Pengobatan kausal disesuaikan dengan

stage dan jenis tumor. Tidak jarang tumor primer sulit diternukan, maka aspek

pengobatan lokal menjadi pilihan dengan tujuan untuk mengurangi sesak napas yang

sangat mengganggu, terutama bila produksi cairan berlebihan dan cepat. Tindakan

yang dapat dilakukan antara lain, punksi pleura, pemasangan WSD dan pleurodesis

untuk mengurangi produksi cairan. Zat-zat yang dapat dipakal, antara lain talk,

tetrasikiin, mitomisin-C, adriamisin dan bleomisin. Bila tumor primer berasal dari
paru dan dari cairan pleura diternukan sel ganas maka EPG termasuk T4, tetapi bila

diternukan sel ganas pada biopsi pleura termasuk stage IV. Bila setelah dilakukan

berbagai pemeriksaan tumor primer paru tidak diternukan, dan tumor-tumor di luar

paru juga tidak dapat dibuktikan, maka EPG dianggap berasal dari paru. Apabila

tumor primer diternukan di luar paru, maka EPG ini termasuk gejala sisternik tumor

tersebut dan pengobatan disesuaikan dengan penatalaksanaan untuk pengobatan

kanker primernya (PDPI,2003).

2) Sindrom Vena Kava Superior (SVSC)

Sindrom vena kava superior muncul bila terjadi gangguan aliran oleh

berbagai sebab, di antaranya tumor paru dan tumor mediastinum. Gangguan ini pada

penderita kanker paru muncul akibat penekanan atau invasi massa ke vena cava

superior, sehingga menimbulkan gejala SVKS. Keluhan yang ditimbulkan tergantung

berat ringannya gangguan, sakit kepala, sesak napas, batuk, sinkope, sakit menelan,

dan batuk darah.Pada keadaan berat selain gejala sesak napas yang hebat dapat dilihat

pembengkakan leher dan lengan kanan disertai pelebaran vena-vena subkutan leher

dan dada. Keadaan ini kadang-kadang memerlukan tindakan emergensi untuk

mengatasi keluhan (PDPI,2003).

Berdasarkan PDPI (2003) penatalaksanaan kanker paru pada kasus SVSC

adalah bila keadaan umurn penderita baik (PS > 50) maka harus dilakukan prosedur

diagnostik untuk mendapatkan jenis sel kanker.Narnun tindakan radiasi cito harus

segera diberikanbila keluhan sesak napas sangat berat dan setelah gejala berkurang,
prosedur diagnostik harus dilakukan. Tindakan radioterapi selanjutnya tergantung dari

kondisi berikut ini:

a.         Bila belum ada hasil pemeriksaan patotogi anatomi : radiasi 2-3 Gy

perfraksi, dengan penilaian klinis setiap hari. Tindakan bedah harus

dipikirkan bila respons tidak mernuaskan.

b.        Bila hasil patologi anatomi sudah ada:

 Untuk keadaan gawat darurat penyinaran dapat diberikan dengan

dosis 3 Gy/fraksi.

 Bila tidak gawat darurat, dosis radiasi berdasarkan staging penyakit.

 Untuk stage IV, dosis 3 Gy/fraksi sampai 10 kali atau Dosis 4

Gy/fraksi sampai 5 kali.

3) Obstruksi Bronkus

Obstruksi terjadi karena tumor intrabronkial menyumbat langsung atau tumor

diluar bronkus menekan bronkus sehingga terjadi sumbatan. Sumbatan intrabronkial

dapat parsial atau total dan kadang-kadang diperlukan tindakan untuk meningkatkan

kualitas hidup penderita. Keluhan sesak napas disertai napas berbunyi dapat terjadi

pada obstruksi yang hebat. Keluhan akan bertambah bila disertai “mucus plug”. Pada

pemeriksaan jasmani akan ditemukan bunyi napas melemah pada sisi paru yang sakit,

dan dapat dijumpai pula bunyi napas patologis, misalnya mengi pada ekspirasi dan

inspirasi, suara ekspirasi memanjang atau stidor bila sumbatan pada jalan napas yang

besar (PDPI, 2003).


Berdasarkan PDPI, penatalaksanaannya adalah dengan melakukan bronchial

toilet bila terdapat mucus plug. Bronkoskopi lase diikuti pemasangan stent dapat

dilakukan bila tebal sumbatan intrabronkial nnasih dapat diketahui. Hal Inl diperlukan

agar komplikasi tindakan laser tidak terjadi dan juga dibutuhkan untuk mengetahui

ukuran stent yang diperlukan. Bila sumbatan disebabkan oleh penekanan massa

ekstrabronkial, atau sumbatan intrabronkial tidak dapat diatasi dengan bronkoskopi

laser dan pemasangan stent maka tindakan bedah perlu dipikirkan. Pada keadaan

tertentu dapat diberikan radiasi endobronkial (brachytherapy) pada batas proksimal

dan distal 3 cm dari penyempitan, dosis : (5 - 8 Gy) 1 cm dari sumbu sumber radio

aktif. Apabila radiasi endobronkial tidak dapat dikerjakan, maka dapat diberikan

radiasi ekstemal di daerah bronkus yang menyempit dan daerah mukosa dengan dosis

3-4 Gy/fraksi subjek.

4) Batuk Darah (Hemoptasis)

Hemoptisis pada kanker paru juga terkadang memerlukan segera karena

dapat mengancam nyawa. Pada batuk darah masif harus dilakukan segera tindakan

bronkoskopi, selain untuk membuang bekuan darah ( stool cell), tindakan ini juga

perlu untuk mengetahui sumber perdarahan yang bermanfaat bila diperlukan

pembedahan untuk mengatasinya. Radiasi adalah salah satu noninvasiv untuk batuk

darah.Target volume dan dosis seperti pada obstruksi bronkus (PDPI, 2003).
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1)    Sel kanker adalah sel normal yang mengalami mutasi/perubahan genetik
dan tumbuh tanpa terkoordinasi dengan sel-sel tubuh lain.
3)    Gambaran klinik penyakit kanker paru tidak banyak berbeda dari
penyakit paru lainnya, terdiri dari keluhan subyektif dan gejala obyektif. Dari
anamnesis akan didapat keluhan utama dan perjalanan penyakit, serta faktor–
faktor lain yang sering sangat membantu tegaknya diagnosis.

3.2 Saran
1.    Perlunya Upaya Kesehatan bagi Penderita penyakit paru yakni
melaksanakan upaya Promotif, Perilaku Hidup Sehat, Upaya Preventif,
Upaya Kuratif, dan Upaya Rehabilitatif,
2.    Perlunya Program alternatif yang lebih memperhatikan aspek psikologis
penderita penyakit paru dengan cara mengintegrasikan dengan program
pemerintah yang lainnya.
3.    Perlunya sosialisasi terhadap seluruh kelompok umur masyarakat, agar
lebih memahami karakteristik penderita penyakit paru serta faktor resiko dan
juga karakterisitik penyakit pada lansia.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai