Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah
Disusun oleh :
Kelompok 5
Ifan Taufiqullah
Nurul Badriah
Putri Diah
Rian Alamsyah
Siti Zulfah
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wataala, karena berkat
rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Penyakit Akibat Kerja. Makalah ini
diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatn Medikal Bedah (KMB)
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya
makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Defini Kanker Paru
B. Etiologi Kanker Paru
C. Patofisiologi
D. Klasifikasi
E. Manifestasi Klinis
F. Pengobatan Kanker Paru
G. Pemeriksaan Diagnostik
H. Penatalaksanaan Kanker Paru
I. Prognosis Kanker Paru
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
B. Analisa Data
C. Diagnosa Keperawatan
D. Intervensi Keperawatan
E. Implementasi Keperawatan
F. Evaluasi Keperawatan
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker paru merupakan penyebab kematian tertinggi di dunia, dengan prognosis yang
sering kali buruk. Kanker paru biasanya tidak dapat di obati dan penyembuhan hanya mungkin
dilakukan dengan jalan pembedahan, di mana sekitar 13% dari klien yang menjalani
pembedahan mampu bertahan selama 5 tahun. Metastasis penyakit biasanya muncul dan hanya
16% klien yang penyebaran penyakitnya dapat dilokalisasi pada saat diagnosis. Dikarenakan
terjadinya metastasis, penatalaksanaan kanker paru sering kali hanya berupa tindakan paliatif
(mengatasi gejala) di bandingkan dengan kuratif (penyembuhan). Di perkirakan 85% dari kanker
paru terjadi akibat merokok. Oleh karena itu pencegahan yang paling baik adalah”jangan
memulai untuk merokok”(Somantri, 2012 : 112).
Sebetulnya suatu proses kanker di paru dapat berasal dari saluran pernapasan itu sendiri
dari jaringan ikat diluar saluran pernapasan. Dari saluran pernapasan, sel kanker dapat berasal
dari sel bronkus, alveolus, atau dari sel-sel yang memproduksi mucus yang mengalami
degenerasi maligna. Karena pertumbuhan suatu proses keganasan selalu cepat dan bersifat
infasif, proses kanker tersebut selalu sudah mengenai saluran pernapasan, sel-sel penghasil
mucus, maupun jaringan ikat (Danusantoso, 2013 : 311).
B. Rumusan Masalah
a. Apa definisi kanker paru ?
b. Apa etiologi dan factor resiko kanker paru ?
c. Bagaimana patofisiologi kanker paru ?
d. Apa klasifikasi kanker paru ?
e. Bagaimana manifestasi kanker paru ?
f. Bagaimana pengobatan kanker paru
g. Apa pemeriksaan diagnostic kanker paru ?
h. Bagaimana penatalaksaan kanker paru ?
i. Bagaimana prognosis kanker paru ?
C. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui definisi kanker paru.
b. Untuk mengetahui etiologi dan factor resiko kanker paru.
c. Untuk mengetahui patofisiologi kanker paru.
d. Untuk mengetahui klasifikasi kanker paru.
e. Untuk mengetahui manifestasi kanker paru.
f. Untuk mengetahui pengobatan kanker paru.
g. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic kanker paru.
h. Untuk mengetahui penatalaksaan kanker paru.
i. Untuk mengetahui prognosis kanker paru.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Kanker Paru
Kanker paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalam jaringan paru-
paru yang dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen lingkungan, terutama asap rokok
(Suryo, 2010 : 27).
Menurut World Health Organization(WHO), kanker paru-paru merupakan penyebab
kematian utama dalam kelompok kanker baik pada pria maupun wanita. Sebagaian besar
kanker paru-paru berasal dari sel-sel di dalam paru-paru, tetapi bisa juga berasal dari kanker
di bagian tubuh lain yang menyebar ke paru-paru(Suryo, 2010 : 27).
Karsinoma bronkogenik atau kanker paru dapat berupa metastasis atau lesi primer.
Kebanyakan tumor ganas primer dari sistem pernapasan bawah bersifat epithelial dan
berasal dari mukosa percabangan bronkhus (Muttaqin, 2008: 198).
Dari beberapa kepustakaan telah dilaporkan bahwa etiologi kanker paru sangat
berhubungan dengan kebiasaan merokok. Lombard dan Doering (1928), telah melaporkan
tingginya insiden kanker paru pada perokok dibandingkan dengan yang tidak merokok.
Terdapat hubungan antara rata-rata jumlah rokok yang dihisap perhari dengan tingginya
insiden kanker paru. Dikatakan bahwa, 1 dari 9 perokok berat akan menderita kanker paru.
Belakangan, dari laporan beberapa penelitian mengatakan bahwa perokok pasif pun akan
beresiko terkena kanker paru. Anak-anak yang terpapar asap rokok selama 25 tahun pada
usia dewasa akan terkena resiko kanker paru dua kali lipat di bandingkan dengan yang tidak
terpapar, dan perempuan yang hidup dengan suami/ pasangan perokok juga terkena resiko
kanker paru 2-3 kali lipat. Diperkirakan 25% kanker paru dari bukan perokok adalah berasal
dari perokok pasif. Insiden kanker paru pada perempuan di USA dalam 10 tahun terakhir ini
juga naik menjadi 5% pertahun,antara lain karena meningkatnya jumlah Perempuan perokok
atau sebagai perokok pasif. Efek rokok bukan saja mengakibatkan kanker paru, tapi dapat
juga menimbulkan kanker pada organ lain seperti mulut, laring dan esophagus (Sudoyo,
2007 : 1005).
Laporan dari NCl (National Cancer Institute) di USA tahun 1992 menyatakan kanker
pada organ lain seperti ginjal, vesika urinaria,ovarium, uterus, kolon, rektum, hati, penis dan
lain-lain lebih tinggi pada pasien yang merokok daripada yang bukan perokok. (Sudoyo,
2007 : 1005).
Polusi udara: Pasien kanker paru lebih banyak di daerah urban yang banyak polusi udaranya
dibandingkan yang tinggal di daerah rural.
Genetik: Terdapat perubahan /mutasi beberapa gen yang berperanan dalam kanker paru,
yakni: proto oncogen, Tumor supressor gene, Gene encoding enzyme
Teori Onkogenesis: Terjadinya kanker paru didasari dari tampilnya gen supresor tumor
dalam genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara
menghilangkan (delesi/del) atau penyisipan (insersi/inS) sebagian susunan pasangan
basanya, tampilnya gen erbB1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti apoptosis
(mekanisme sel untuk mati secara alamiah programmed cell death) Perubahan tampilan gen
kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru berubah menjadi sel kanker dengan
sifat pertumbuhan yang otonom.
Rokok selain sebagai inisiator juga merupakan promotor dan progresor, dan rokok diketahui
sangat berkaitan (terbesar) dengan terjadinya kanker paru. Dengan demikian kanker
merupakan penyakit genetik yang pada permulaan terbatas pada sel sasaran kemudian
menjadi agresif pada jaringan sekitarnya bahkan mengenai organ lain.
Beberapa faktor resiko kanker paru menurut Arif Muttaqin (2008: 198-199) tersebut yaitu :
a. Merokok
Kanker paru beresiko 10 kali lebih tinggi dialami perokok berat dibandingkan
dengan bukan perokok. Peningkatan faktor resiko ini berkaitan dengan riwayat jumlah
merokok dalam tahun (jumlah bungkus rokok yang digunakan setiap hari dikali jumlah
tahun merokok) serta faktor saat mulai merokok (semakin muda individu mulai
merokok, semakin besar resiko terjadinya kanker paru). Faktor lain yang juga
dipertimbangkan termasuk didalamnya jenis rokok yang diisap (kandungan tar, rokok
filter, dan kretek).
b. Polusi udara
Ada berbagai karsinogen telah diidentifikasi, termasuk didalamnya adalah
sulfur, emisi kendaraan bermotor, dan polutan dari pengolahan dan pabrik. Bukti-bukti
menunjukkan bahwa insiden kanker paru lebih besar didaerah perkotaan sebagai akibat
penumpukan polutan dan emisi kendaraan.
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia
hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya
pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi
perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura,
biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra.
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini
menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal.
Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan
dingin.Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi. Pada stadium lanjut, penurunan
berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru
dapat bermetastase ke struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus,
pericardium, otak, tulang rangka.
D. Klasifikasi Kanker Paru
Menurut Tim CancerHelps (2010 : 64) Kanker paru terdiri atas dua jenis yaitu,
Small Cell Lung Cancer (SCLC) dan Non-Small Cell Lung Cancer (NSCLC). Lebih dari
80% kasus kanker paru merupakan NSCLC dengan subkategori adenokarsinoma,
karsinoma, squamosa dan karsinoma sel besar.
Seseorang yang termasuk ke dalam golongan risiko tinggi jika mempunyai keluhan
napas, seperti batuk, sesak napas, atau nyeri dada sebaiknya segera memeriksakan diri ke dokter
spesialis paru. Gejala-gejala tersebut membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk dapat diketahui
sebagai gejala kanker paru karena sering terkecoh dengan gejala sakit pada umumnya. Berikut
gejala kanker paru.
1. Terjadi sesak napas.
2. Batuk yang tak kunjung sembuh (lebih dari 2 minggu).
3. Bunyi menciut-ciut saat bernafas tetapi bukan penderita asma.
4. Batuk berdarah.
5. Perubahan pada warna dahak dan peningkatan jumlah dahak.
6. Perubahan suara,menjadi serak atau kasar saat bernafas.
7. Kelelahan kronis dan penururnan bobot badan secara drastis.
8. Bengkak di bagian leher dan wajah. (Tim CancerHelps, 2010 : 64)
Sudoyo Aru dalam Kusuma 2015 memaparkan bahwa pada fase awal kebanyakan kanker
paru tidak menunjukkan gejala-gejala klinis. Bila sudah menampakkan gejala berarti psien dalam
stadium lanjut.
Gejala-gejala dapat bersifat :
Lokal (tumor setempat) :
- /Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis
- Hemoptisis
- Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran napas
- Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
- Aelektasis
Invasi local :
- Nyeri dada
- Dispnea karena efusi pleura
- Invasi ke pericardium terjadi temponade atau aritmia
- Sindrom vena cava superior
- Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)
- Suara sesak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent
- Syndrome Pancoasta karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf simpatis servikalis
Gejala penyakit metastasis :
- Pada otak, tulang, hati, adrenal
- Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai metastasis
Sindrom Paraneoplastik : Terdapat pada 10% kanker paru, dengan gejala :
- Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam
- Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi
- Hipertrofi : osteoartropati
- Neurologic : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer
- Neuromiopati
- Endokrin : sekresi berlebihan hormone paratiroid (hiperkalsemia)
- Dermatologi : eritema multiform, hyperkeratosis, jari tabuh
- Renal : syndrome of inappropriate andiuretic hormone (SIADH)
Asimtomatik dengan kelainan radiologist :
- Sering terdapat pada perokok dengan PPOK/COPD yang terdeteksi secara radiologis
- Kelainan berupa nodul soliter
b. Kemoterapi
Penderita SCLC terutama diobati dengan kemoterapi dan radiasi karena tindakan
pembedahan biasanya tidak terpengaruh besar terhadap survival (kelangsungan hidup).
Kemoterapi primer biasanya juga diberikan paada kasus NSCLC yang sudah bermetastasis
atau menyebar.
Penggunaan kombinasi obat-obatan kemoterapi pada jenis tumor yang diderita. Pada
penderita NSCLC biasanya diobati dengan cisplatin atau carboplatin yang dikombinasikan
dengan gemcitabine, paclitaxel, docetaxel, etoposide, atau vinorelbine. Sedangkan pada
penderita SCLC, sering digunakan obat cisplatin dan etoposide. Ataupun dikombinasikan
dengan carboplatin, gemcitabine, paclitaxel, vinorelbine, topotecan, dan irinotecan juga
digunakan.
c. Radioterapi
Radiasi kadang-kadang digunakan sebagai pengobatan utama kanker paru-paru.
Mungkin digunakan untuk orang yang tidak cukup sehat untuk menjalani operasi. Untuk
pasien kanker lainnya, radiasi dilakukan untuk mengecilkan kankernya (dilakukan sebelum
operasi). Pada kasus kanker stadium lanjut, radiasi juga dapat digunakan untuk meredakan
gejala seperti nyeri, perdarahan, dan kesulitan menelan. Seringkali dilakukan terapi
Fotodinamik (PDT) untuk mengobati kanker paru-paru yang dapat dioperasi. Dan berpotensi
untuk mengobati tumor yang tersembunyi dan tidak terlihat pada pemeriksaan X—ray dada.
Efek samping radiasi, termasuk diantaranya: problem kulit, mual, muntah, dan
kelelahan. Radiasi pada dada dapat juga menyebabkan kerusakan paru-paru dan kesulitan
bernapas atau menelan. Efek samping dari terapi radiasi pada (kanker paru yang telah
menyebar ke) otak biasanya menjadi serius setelah1 atau 2 tahun pengobatan, yang
mencakup: kehilangan memori, sakit kepala, masalah dengan pemikiran, dan kurang gairah
seksual.
d. Target Terapi
Target terapi biasanya dilakuka untuk pengobatan kanker paru-paru pada stadium III
dan IV yang tidak merespon pengobatan lain. Ada dua macam target terapi yang paling
umum digunakan, sebagai berikut :
1. Erlotinib (Tarceva)
Sel-sel kanker ditutupi oleh protein yang disebut EGFR (Epidermal Growth
Factor Receptor) yang membantu sel-sel kanker untuk membelah. Tarceva bekerja
dengan tidak mengizinkan EGFR untuk menginstruksikan sel-sel kanker untuk tumbuh.
Tarceva dapat diberikan pada pasien NSCLC untuk memperpanjang harapan hidupnya.
Tarceva bekerja lebih baik pada pasien bukan perokok atau wanita usia lebih muda
(sebelum menopause). Dan mudah dikonsumsi setiap hari karena berbentuk pil.
2. Bevacizumab (Avastin)
Bevacizumad merupakan antibodi yang ditujukan untuk melawan protein untuk
membantu sel tumor membentuk pembuluh darah baru. Obat ini mampu
memperpanjang kelangsungan hidup pasien NSCLC stadium lanjut, dan biasanya
diberikan sebagai kombinasi dengan kemoterapi kombinasi carboplatin & paclitaxel.
Bevacizumab biasa diberikan melalui intravena infus dan umumnya memiliki efek
samping berupa perdarahan pada paru-paru.
Menurut Arif Muttaqin (2008: 202) pemeriksaan diagnostik pada kanker paru meliputi :
a. Pemeriksaan radiologi
Nodula soliter terbatas yang disebut coin lesion pada radiogram dada sangat
penting dan mungkin merupakan petunjuk awal untuk mendeteksi adanya karsinoma
bronkogenik meskipun dapat juga ditemukan pada banyak keadaan lainnya.
Penggunaan CT scan mungkin dapat memberikan bantuan lebih lanjut dalam
membedakan lesi-lesi yang dicurigai.
b. Bronkhoskopi
Bronkhoskopi yang disertai biopsi adalah teknik yang paling baik dalam
mendiagnosis karsinoma sel skuomosa yang biasanya terletak didaerah sentral paru.
Pelaksanaan bronkhoskopi yang paling sering adalah menggunakan bronkhoskopi
serat optik. Tindakan ini bertujuan sebagai tindakan diagnostik, caranya dengan
mengambil sampel langsung ketempat lesi untuk dilakukan pemeriksaan sitologi.
c. Sitologi
Biopsi kelenjar skalenus adalah cara terbaik untuk mendiagnosis sel-sel kanker
yang tidak terjangkau oleh bronkhoskopi. Pemeriksaan sitologi sputum, bilasan
bronkhus, dan pemeriksaan cairan pleura juga memainkan peranan penting dalam
rangka menegakkan diagnosis kanker paru. Pemeriksaan histology maupun penetapan
stadium penyakit sangat penting untuk menentukan prognosis dan rencana
pengobatan. Penetuan stadium kanker paru terbagi dua, yakni pembagian stadium dari
segi anatomis untuk menentukan luasnya penyebaran tumor dan kemungkinannya
untuk dioperasi; dan stadium dari segi fisiologis untuk menentukan kemapuan klien
untuk bertahan terhadap berbagai pengobatan antitumor.
2. Pembedahan (Surgical Management)
a. Dilakukan pada tumor stadium I, stadium II jenis karsinoma, adenokarsinoma, dan
karsinoma sel besar undifferentiated.
b. Dilakukan khusus pada stadium III secara individual yang mencakup tiga criteria berikut:
Karakteristik biologis tumor :
Hasil baik : tumor dari sel skoamosa dan epidermoid.
Hasil cukup baik : Aenokarsinoma dan karsinoma sel besar undifferentiated.
Hasil buruk : oat cell.
Letak tumor dan pembagian stadium klinik
Untuk menentukan reseksi terbaik.
Keadaan fungsional penderita. (Somantri, 2012: 119-120).
I. Prognosis Kanker Paru
Prognosis kanker paru tetap sangat buruk. Angka ketahanan hidup 5 tahun (5 year
survival rate ) tetap sangat rendah,yakni masih sekitar ataupun malahan dapat kurang dari 15%.
Sebab kematian ialah akibat metastasis. Ke organ-organ lain atau akibat komplikasi pulmoner
secara langsung (Danusantoso, 2013 : 320).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Biodata :
Pasien
Nama : Tn. A
Umur : 50 th
Agama : Islam
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : PNS
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Btn. Taborong Permai
Tanggal Masuk RS : 05 November 2019
Diagnosa Medis : Ca. Paru
2. Keluhan utama :
Sesak napas dan nyeri dada
3. Riwayat Kesehatan :
a. Riwayat Penyakit Sekarang :
Klien masuk ke Rumah Sakit tanggal 5 November 2015 akibat mengalami penyakit
Ca. Paru. Klien datang ke RS Pelamonia diantar oleh keluarganya melalui IGD,
pada tanggal 5 November 2015, dengan keluhan sesak napas, nyeri dada, batuk,
tidak nafsu makan, penurunan berat badan, dan cepat letih.
b. Riwayat Penyakit Dahulu :
Klien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap makanan atau obat-obatan,
hanya saja tidak terlalu suka sayuran. + 1 tahun yang lalu klien pernah terkena
penyakit bronkitis sampai diopname. Klien pernah mengalami kecelakaan motor
namun tidak fatal. Keluarga klien mengatakan bahwa klien hampir setiap hari
mengkonsumsi daging, jarang makan sayur, dan klien mempunyai riwayat
peminum / alkohol dan merokok, klien biasa merokok kurang lebih 1 bungkus
rokok perharinya, klien mulai merokok sejak umur 18 tahun.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga klien menjelaskan anggota keluarganya tidak ada yang menderita
penyakit keturunan yang umumnya menyerang, seperti DM, Asma, Hipertensi.
dangkal.
2. S: -Mengeluh sakit disertai Intrapulmoner Metastatik Gangguan Rasa
rasa nyeri yang menetap nyaman (Nyeri)
O: - Pasien tampak gelisah
- Wajahya terlihat pucat Adanya Invasi kanker ke
- Tanda vital : TD: 130/90 pleura, atau dinding dada.
mmHg, Nadi : 120 x / m, Suhu :
39 , RR: 36 x/m.
Porsi
makan tidak
habis,makan hanya 2 - 4 sendok
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
B. Saran
Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Apabila ada saran
dan kritik yang ingin di sampaikan, silahkan sampaikan kepada kami. Apabila ada terdapat
kesalahan mohon dapat mema'afkan dan memakluminya, karena kami adalah hamba Allah yang
tak luput dari salah khilaf, Alfa dan lupa.
Wabillah Taufik Walhidayah
Wassalamu'alaikum Wr. Wb
JURNAL
PENGARUH TERAPI RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP
NILAI KECEMASAN PADA PASIEN CA PARU YANG SEDANG
MENJALANI KEMOTERAPI DI RS. Dr. H.A ROTINSULU KOTA
BANDUNG
METODOLOGI
Penelitian ini adalah quarsi-eksperimental dengan pendekatan pre and post test without
control yang terdiri dari 42 responden dengan consecutive sampling. Penelitian dilakukan di
Ruang Kemoterapi Dahlia Rumah sakit Paru Dr. H. A. Rotinsulu dari tanggal 21 November
sampai 22 Desember 2017. Instrumen Kecemasan dari wiliam W.K Zung dilakukan 2 kali
pengukuran sebelum dan sesudah diberikan relaksasi otot progresif. Data dikumpul dan
dianalisis secara deskriptif dan inferensial yaitu dengan menggunakan uji paired t-test dengan
skala signifikansi p<0,05.
Masalah
Kecemasan merupakan kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar yang berkaitan
dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya, keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang
spesifik (Stuart, 2006). Gangguan kecemasan merupakan masalah yang sangat serius, dengan
prevalensi 14,9% atau sekitar 264 juta orang mengalami kecemasan di dunia. Gangguan
kecemasan tersebut meliputi gangguan panik, gangguan obsesif-kompulsif, serta gangguan stress
paska trauma (WHO, 2017). Di Indonesia prevalensi terkait dengan gangguan kecemasan
menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 menunjukan bahwa sekitar 14
juta penduduk di Indonesia mengalami gangguan mental emosional yang ditunjukan dengan
gejala-gejala kecemasan dan depresi (Kemenkes RI, 2016). Kecemasan bisa disebabkan adanya
ketidakpastian (uncertainty) akan prognosa penyakit, efektifitas pengobatan terhadap pemulihan
kondisi yang sering ditemukan pada pasien-pasien kanker terutama stadium lanjut (Shaha dalam
Syarif & Putra, 2014).
Gangguan kecemasan juga terjadi pada pasien kanker paru. Kanker paru adalah suatu
penyakit yang mematikan dan sangat ditakutkan proses pengobatanya sehingga penderitanya
menimbulkan kecemasan. Penyakit kanker menjadi salah satu penyebab kematian utama di
seluruh dunia. Pada tahun 2012, kanker menjadi penyebab kematian sekitar 8,2 juta orang.
Berdasarkan Data GLOBOCAN, International Agency for Research on Cancer (IARC) diketahui
bahwa pada tahun 2012 terdapat 14.067.894 kasus baru kanker dan 8.201.575 kematian akibat
kanker di seluruh dunia. Penyebab terbesar kematian akibat kanker setiap tahunnya antara lain
disebabkan oleh kanker paru, hati, perut, kolorektal, dan kanker payudara. Penyakit kanker paru
merupakan penyakit yang memiliki tingkat morbiditas yang tinggi hampir di seluruh dunia.
Kasus kanker paru pada tahun 2010 menurut National Cancer Institute (NCI) dilaporkan
sebanyak 1,61 juta angka kasus baru serta 1,38 juta angka kematian karena kanker paru
(Kemenkes RI, 2015).
Berdasarkan hasil penelitian di Indonesia yang berbasis Rumah Sakit dari 100 Rumah Sakit di
Jakarta, kanker paru merupakan kasus terbanyak yang menyerang laki-laki dan nomor 4
terbanyak pada perempuan. Kanker paru juga merupakan penyebab kematian utama pada lakilaki
dan perempuan. Data hasil pemeriksaan di laboratorium Patologi Anatomik RSUP Persahabatan
Kanker Paru merupakan lebih dari 50 persen kasus dari semua jenis kanker yang didiagnosa.
Data registrasi kanker Rumah Sakit Dharmais tahun 2003-2007 menunjukkan bahwa kanker
trakea, bronkus dan paru merupakan keganasan terbanyak kedua pada pria (13,4%) setelah
kanker nasofaring (13,63%) dan merupakan penyebab kematian akibat kanker terbanyak pada
pria (28,94%) (Kemenkes RI, 2015). Penatalaksanaan penyakit kanker paru adalah dengan
pembedahan, radiasi, kemoterapi, terapi biologi, dan terapi yang ditargetkan (Padila, 2013).
Kemoterapi adalah proses pemberian obat-obatan anti kanker dalam bentuk pil cair atau kapsul
atau melalui infus yang bertujuan membunuh sel kanker. Kemoterapi dalam pelaksanaannya
menggunakan obat-obatan sitostatika. Obat sitotoksik adalah obat yang sifatnya membunuh atau
merusakkan sel-sel propaganda (Rasjidi, 2007).
Kemoterapi adalah pemberian obat untuk membunuh sel kanker. Tidak seperti radiasi
atau operasi yang bersifat lokal, kemoterapi merupakan terapi sistemik, yang berarti obat
menyebar ke seluruh tubuh dan dapat mencapai sel kanker yang telah menyebar jauh atau
metastase ke tempat lain (Rasjidi, 2007). Suatu sel normal akan berkembang mengikuti
pembelahan sel yang teratur. Beberapa sel akan membelah diri dan membentuk sel baru dan sel
lain akan mati. Sel abnormal akan membelah diri dan berkembang secara tidak terkontrol, pada
akhirnya akan terjadi suatu massa yang dikenal sebagai tumor.
Perubahan citra tubuh akibat perubahan fisik yang menyertai pengobatan telah ditemukan
menjadi respon psikologis yang amat menekan bagi pengidap kanker (Stuart, 2006). Penderita
kanker yang menjalani pengobatan kemoterapi, mengalami efek fisiologis yang sangat tidak
menyenangkan seperti rambut rontok, mudah lelah, dapat mengalami pendarahan, kulit menjadi
hitam kering serta gatal–gatal, mual, muntah dan nyeri perut, menurunnya nafsu seksual dan
tingkat fertilitas. Pengobatan kemoterapi selain menimbulkan efek samping fisiologis juga
menimbulkan efek psikologis yang sangat serius antara lain stress, rasa takut akan kematian,
takut menjadi beban, takut ditinggalkan, ketidakmampuan dan gangguan harga diri serta
kecemasan (Potter & Perry, 2010). Kecemasan dialami secara subjektif dan dikomunikasikan
secara interpersonal respon individu yang bersifat unik dan membutuhkan pendekatan unik pula.
Menurut T Cox dalam Pailak dkk (2013), mengidentifikasi dampak yang ditimbulkan
dari kecemasan yang berlebihan yaitu dampak subjektif meliputi agresif, depresi, keletihan,
frustasi, gugup dan merasa kesepian. Serta dampak fisiologis yang dapat ditimbulkan dari
kecemasan yang berlebihan adalah dapat meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah,
berkeringat, membesarnya pupil mata, serta panas dingin. Beberapa terapi nonfarmakologi
sebagai manajemen ansietas adalah dengan hipnoterapi, meditasi, yoga, dan relaksasi otot
progresif (PMR). Relaksasi otot progresif (PMR) adalah bentuk dari manajemen ansietas yang
dikembangkan pada awal tahun 1920 oleh Edmund Jakson, seorang physian Amerika, sebagai
teknik untuk membantu pasiennya menurunkan ketegangan otot terlalu banyak dan berbagai
gangguan physian dan psikologis.
PMR ini sangat efektif untuk di lakukan serta bisa dilakukan oleh semua orang, dan
terapi PMR ini bisa dilakukan oleh terapis kepada klien dengan mengikuti prosedur yang telah
ada, oleh karena itu PMR ini sangat baik digunakan oleh klien yang sedang mengalami
kecemasan, serta terapi ini dapat dilakukan oleh klien sendiri nantinya, sebab terapi ini tidak
sulit karena PMR ini tidak memerlukan imajinasi dan sugesti untuk melakukanya (Widyastuti,
2003). Penelitian Jakson mengungkapkan bahwa ketegangan otot selalu disertai dengan
pemendekan serabut otot dan mengurangi otot berkurang aktivitas sistem nervus pusat. Artinya,
karena ketegangan otot dikaitkan dengan berbagai jenis ketegangan psikologi (kecemasan),
kecemasan dapat dikurangi dengan belajar untuk mengurangi ketegangan otot tersebut
(Widyastuti, 2003).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Uma & Vijayalakhshmi pada tahun
2016 menunjukan bahwa Progresive Muscle Relaxation Training (PMRT) untuk pasien dialisis
dapat membantu penurunan tingkat stress dan berdampak positif pada kualitas hidup klien. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Prasetyo (2016), di Balai Rehabilitasi Sosial ”Wira Adhi Karya”
Ungaran menyatakan bahwa terdapat pengaruh terapi relaksai otot progresif dan musik terhadap
penurunan stress pada lansia. Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Agustini (2013)
di RSUP Sanglah Denpasar mengatakan bahwa terdapat pengaruh relaksasi otot progresif
terhadap penurunan keluhan mual muntah pada pasien kemoterapi Berdasarkan latar belakang di
atas maka, pentingnya untuk dilakukan penelitian tentang pengaruh terapi relaksasi otot progresif
terhadap tingkat kecemasan pada pasien kanker paru yang mendapatkan kemoterapi.
P : Gangguan kecemasan juga terjadi pada pasien kanker paru. Kanker paru adalah suatu
penyakit yang mematikan dan sangat ditakutkan proses pengobatanya sehingga penderitanya
menimbulkan kecemasan.
I : Penatalaksanaan penyakit kanker paru adalah dengan pembedahan, radiasi, kemoterapi,
terapi biologi, dan terapi yang ditargetkan (Padila, 2013). Kemoterapi adalah proses pemberian
obat-obatan anti kanker dalam bentuk pil cair atau kapsul atau melalui infus yang bertujuan
membunuh sel kanker. Kemoterapi dalam pelaksanaannya menggunakan obat-obatan sitostatika.
Obat sitotoksik adalah obat yang sifatnya membunuh atau merusakkan sel-sel propaganda
(Rasjidi, 2007). Kemoterapi adalah pemberian obat untuk membunuh sel kanker. Tidak seperti
radiasi atau operasi yang bersifat lokal, kemoterapi merupakan terapi sistemik, yang berarti obat
menyebar ke seluruh tubuh dan dapat mencapai sel kanker yang telah menyebar jauh atau
metastase ke tempat lain (Rasjidi, 2007).
C : Beberapa terapi nonfarmakologi sebagai manajemen ansietas adalah dengan hipnoterapi,
meditasi, yoga, dan relaksasi otot progresif (PMR).
O : Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh relaksasi otot progresif terhadap penurunan
tingkat kecemasan saat menjalani kemoterapi dengan p-value = 0,003 (<0,05).
T : Penderita kanker yang menjalani pengobatan kemoterapi, mengalami efek fisiologis yang
sangat tidak menyenangkan seperti rambut rontok, mudah lelah, dapat mengalami pendarahan,
kulit menjadi hitam kering serta gatal–gatal, mual, muntah dan nyeri perut, menurunnya nafsu
seksual dan tingkat fertilitas. Jadi pasien kanker paru-paru membutuhkan penyembuhan dengan
jangka yang panjang.
DAFTAR PUSTAKA
Somantri Irman. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta. Penerbit Salemba Medika.
Danusantoso Halim. 2013. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran
Sudoyo Aru, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta
Muttaqin Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta. Penerbit Salemba Medika.
Tim CancerHelps. 2010. Stop Kanker “KANKER BUKAN LAGI VONIS MATI” Panduan
Deteksi Dini dan Pengobatan Menyeluruh Berbagai Jenis Kanker. Jakarta. Penerbit AgroMedia
Pustaka.
Suryo Joko. 2010. HERBAL”Penyembuh Gangguan Sistem Pernapasan”. Yogyakarta. Penerbit
B First(PT Bentang Pustaka)
Kusuma Hardhi. 2015. APLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN DIAGNOSA
MEDIS & NANDA, NIC-NOC. Jogjakarta. Penerbit Mediaction.
file:///C:/Users/SAMSUNG/Documents/File%20Dokumen/63-1-322-1-10-20190123.pdf