KONSEP MEDIS
A. Definisi
Tumor adalah neoplasma pada jaringan yaitu
pertumbuhan jaringan baru yang abnormal. Paru merupakan
organ elastis berbentuk kerucut dan letaknya didalam rongga
dada. Jenis tumor paru dibagi untuk tujuan pengobatan, meliputi
SCLC ( Small Cell Lung Cancer ) dan NSLC ( Non Small Cell
Lung Cancer / Karsinoma Skuamosa, adenokarsinoma,
karsinoma sel besar ).
Pada umumnya tumor paru terbagi atas tumor jinak (5
%) antara lain adenoma, hamartoma dan tumor ganas (90%)
adalah karsinoma bronkogenik
Karena pertimbangan klinis maka yang dibahas adalah
kanker paru atau karsinoma bronkogenik.
Menurut Hood Alsagaff, dkk. 2019, karsinoma
bronkogenik adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari
saluran napas. Sedangkan menurut Susan Wilson dan June
Thompson, 2018, kanker paru adalah suatu pertumbuhan yang
tidak terkontrol dari sel anaplastik dalam paru.
B. Etiologi
Seperti kanker pada umumnya, etiologi yang pasti dari
tumor paru belum diketahui, namun diperkirakan inhalasi jangka
panjang bahan-bahan karsinogen merupakan factor utama, tanpa
mengesampingkan kemungkinan peranan predisposisi hubungan
keluarga ataupun suku bangsa, ras serta status imunologis.
Bahan inhalasi karsinogen yang banyak disorot adalah rokok.
Merokok .1
Diperkirakan terdapat metabolit dalam asap rokok yang
bersifat karsinogen terhadap organ tubuh tersebut. Zat-zat
yang bersifat karsinogen (C), kokarsinogenik (CC), tumor
promoter (TP), mutagen (M) yang telah dibuktikan terdapat
dalam rokok. Kandungan zat yang bersifat karsinogenik
dalam rokok inilah yang dapat mengakibatkan perubahan
epitel bronkus termasuk metaplasia atau displasia.
2. Pengaruh paparan industri
: Yang berhubungan dengan paparan zatkaninogen, seperti
a. Asbestos, sering menimbulkan mesoteliom, dinyatakan bahwa
asbestos dapat meningkatkan risiko kanker 6-10 kali
b. Radiasi ion pada pekerja tambang uranium, para penambang
uranium mempunyai resiko menderita kanker paru 4 kali
lebih besar daripada populasi umum.
c. Radon, arsen, kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, vinil
klorid
d. Pengaruh Genetik dan status imunologis
3. Diet.
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi
terhadap betakarotene, selenium dan vitamin A menyebabkan
tingginya risiko terkena kanker paru. Hipotesis ini didapatkan dari
penelitian yang menyimpulkan bahwa vitamin A dapat menurunkan
resiko peningkatan jumlah sel-sel kanker. Hal ini berkaitan dengan
fungsi utama vitamin A yang turut berperan dalam pengaturan
diferensiasi sel.
4. Pengaruh penyakit lain/predisposisi oleh karena penyakit lain
Tuberculosis paru banyak dikaitkan sebagai faktor predisposisi
tumor paru melalui mekanisme hiperplasia metaplasia. Karsinoma
insitu dari karsinoma bronkogenik diduga timbul sebagai akibat
adanya jaringan parut tuberkulosis. Data dari Aurbach (1979)
menyatakan bahwa 6,9% dari kasus karsinoma bronkogenik berasal
dari jaringan parut. Dari 1186 karsinoma parut tersebut 23,2%
berasal dari bekas tuberkulosis. Patut dicatat bahwa data ini berasal
dari Amerika serikat dimana insiden tuberkulosis paru hanya
0,015% atau ±1/20 insiden tuberkulosis di Indonesia
(Alsagaff&mukty, 2020).
C. Patofisiologis
Sebab-sebab keganasan tumor masih belum jelas, faktor
lingkungan seperti polusi udara, merokok, bekerja di industri,
semunya berkaitan dengan risiko terjadinya tumor. Permulaan
terjadinya tumor dimulai dengan adanya zat yang bersifat intiation
yang merangasang permulaan terjadinya perubahan sel. Diperlukan
perangsangan yang lama dan berkesinambungan untuk memicu
timbulnya penyakit tumor.
Initiati agen biasanya bisa berupa unsur kimia, fisik atau
biologis yang berkemampuan bereaksi langsung dan merubah
struktur dasar dari komponen genetik (DNA). Keadaan selanjutnya
diakibatkan keterpaparan yang lama ditandai dengan berkembangnya
neoplasma dengan terbentuknya tumor, hal ini berlangsung lama
mingguan sampai tahunan.
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus
menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi
pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen
maka menyebabkan metaplasia, hyperplasia, dan displasia. Bila lesi
perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia, dan displasia
menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti
invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra.
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus
yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus
diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala-gejala yang timbul
dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan
dingin.Wheezing unilateral dapat terdengar pada auskultasi.
Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya
menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru
dapat bermetastase ke struktur-struktur terdekat seperti kelenjar
limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.
Kanker paru bervariasi sesuai tipe sel daerah asal dan kecepatan
pertumbuhan. Empat tipe sel primer pada kanker paru adalah
karsinoma epidermoid (sel skuamosa). Karsinoma sel kecil (sel oat),
karsinoma sel besar (tak terdeferensiasi) dan adenokarsinoma. Sel
skuamosa dan karsinoma sel kecil umumnya terbentuk di jalan napas
utama bronkial. Karsinoma sel kecil umumnya terbentuk dijalan
napas utama bronkial. Karsinoma sel besar dan adenokarsinoma
umumnya tumbuh dicabang bronkus perifer dan alveoli. Karsuinoma
sel besar dan karsinoma sel oat tumbuh sangat cepat sehigga
mempunyai progrosis buruk. Sedangkan pada sel skuamosa dan
adenokar. Paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut dan
letaknya di dalam rongga dada atau toraksinoma prognosis baik
karena pertumbuhan sel ini lambat. (Price Sylvia, 2018)
D. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis pada penderita tumor paru yaitu : (Alsagaff, Hood
& Mukty, 2019)
Batuk yang terus menerus dan berkepanjangan.
a. Napas pendek-pendek dan suara parau.
b. Batuk berdarah dan berdahak.
c. Nyeri pada dada ketika batuk dan menarik napas yang dalam.
d. Hilang nafsu makan dan berat badan menurun
E. Komplikasi
Menurut (Alsagaff, Hood & Mukty, 2019) Berbagai komplikasi
dapat terjadi pada kanker paru di antaranya: Reseksi bedah dapat
mengakibatkan gagal napas.
a. Terapi radiasi dapat mengakibatkan penurunan fungsi jantung
paru.
b. Kemoterapi kombinasi radiasi dapat menyebabkan
pneumonitis.
c. Pneumotorak : udara yang terperangkapdi dalam rongga pleura,
yang menyebabkan paru-paru mengempis
d. Empiema : akumulasi nanah di dalam rongga
e. Edokarditis : infeksi lapisan dalam jantung (endokardium).
Endokarditis biasanyaterjadi ketika bakteri atau kuman lain dari
bagian lain dari tubuh anda, seperti mulut, menyebar melalui aliran
darah dan menempel pada ke daerah2 yang rusak di dalam jantung
anda. Jika tidak diobati,endokarditis dapat merusak atau
menghancurkan katup jantung dam dapat menyebabkan komplikasi
yang mengancam jiwa.
f. Atelektasis : pengembangan paru-paru tidak lengkap.
g. Sesak nafas.
h. Batuk darah.
i. Nyeri.
j. Cairan di dada (efusi pleura).
k. Kanker yang menyebar ke bagian lain dari tubuh (metastasis)
l. Kematian.
F. Pemeriksaan Diagnostik (Alsagaff, Hood & Mukty, 2019)
a. CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan
pleura
b. MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.
c. Radiologi
1). Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta
Tomografi dada.
2). Bronkhografi.
d. Laboratorium.
1). Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
2). Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
3). Tes kulit, jumlah absolute limfosit
e. Histopatologi.
1). Bronkoskopi
2). Biopsi Trans Torakal (TTB).
3). Torakoskopi.
4). Mediastinosopi.
5). Torakotomi.
G. Penatalaksanaan Medis
Sasaran penatalaksanaan ialah untuk memberikan penyembuhan
jika memungkinkan. Secara umum, pengobatan dapat mencakup
pembedahan, terapi radiasi, dan kemoterapi (Soemantri, 2019)
1. Pembedahan reseksi
Pembedahan Reseksi bedah adalah metoda yang lebih
dipilih untuk pasien dengan tumor setempat tanpa adanya
penyebaran metastasis dan mereka yang fungsi jantung parunya
baik. Reseksi bedah jarang menghasilkan penyembuhan
sempurna.
2. Terapi radiasi
Terapi radiasi dapat menyembukan pasien dalam persentasi
kecil, namun bermanfaat dalam pengendalian neoplasma yang
tidak dapat di reseksi tetapi yang responsif terhadap radiasi.
Radiasi dapat digunakan untuk mengurangi ukuran tumor dan
dapat digunakan sebagai pengobatan paliatif untuk
menghilangkan tekanan tumor, radiasi dapat membantu
menghilangkan batuk, nyeri dada, dispnea, hemoplisis, dan
nyeri tulang serta hepar.
3. Kemoterapi
Kemoterapi digunakan untuk menganggu pola pertumbuhan
tumor, untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau
dengan metastasis luas, untuk melengkapi bedah atau terapi
radiasi.
Penatalaksanaan non medis
1. Manganjurkan pasien untuk tidak merokok.
2.Hidup dalam lingkungan yang tidak cemar polusi.
3.Beri dukungan terhadap pasien.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pengumpulan data
a. Keadaan umum : lemah, sesak yang disertai dengan nyeri
dada, bingung, cemas, kurang istirahat.
b. Kebutuhan dasar:
1) Pola makan : nafsu makan berkurang karena adanya sekret
dan terjadi kesulitan menelan (disfagia), penurunan berat
badan.
2) Pola minum : frekuensi minum meningkat (rasa haus)
3) Pola tidur : susah tidur karena adanya batuk dan nyeri dada.
4) Aktivitas : keletihan, kelemahan.
2. Pemeriksaan fisik
a. Sistem pernafasan
1) Sesak nafas, nyeri dada
2) Batuk produktif tak efektif
3) Suara nafas : ronchi, wheezing, stridor, penurunan suara
nafas pada inspirasi
4) Serak, paralysis pita suara.
5) Retraksi dinding dada, penggunaan otot-otot bantu
pernafasan, menurunnya pergerakkan dinding dada,
peningkatan usaha untuk bernafas.
6) Sekret bisa mengalami meningkat, purulent.
b. Sistem kardiovaskuler dan sirkulasi
1) Takikardi, disritmia.
2) Menunjukkan efusi (gesekan pericardial).
3) Pucat, sianosis, diaphoresis, hipotensi, aritmia pada atrial
maupun ventrikular, penurunan cardiac out put (COP),
shock.
c. System gastrointestinal
Anoreksia , disfagia , penurunana intake, makanan, dan
penurunan berat badan
d. System urinarius
Peningkatan frekuensi/jumlah urin
e. System neurologis
1) Perasaan takut/ takut hasil pembedahan
2) Kegelisahan
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis
mengenai respon klien terhadap masalah keperawatan atau proses
kehipupan yang di alaminya baik yang berlangsung aktual maupun
potensial (PPNI 2017). Diagnosa yang biasanya muncul pada trauma
capitis menurut SDKI yaitu :
1. Pola Napas Tidak Efektif D.0005
Definisi:
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi
adekuat
Penyebab :
1. Depresi pUsat pernapasan
2. Hambatan upaya napas (mis. nyeri saat bernapas, kelemahan otot
pernapasan)
3. Deformitas dinding dada.
4. Deformitas tulang dada.
5. Gangguan neuromuskular.
6 Gangguan neurologis (mis elektroensefalogram [EEG] positif,
cedera kepala ganguan kejang).
7. maturitas neurologis.
8. Penurunan energi.
9. Obesitas.
10. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru.
11. Sindrom hipoventilasi.
12. Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf CS ke atas).
13. Cedera pada medula spinalis.
14. Efek agen farmakologis.
15. Kecemasan.
1. Dispnea saat/setelah aktivitas
2. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
3. Merasa lemah
Objektif
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
1. Berikan Teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri (mis: TENS,
hypnosis, akupresur, terapi
music, biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, Teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis:
suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Observasi
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
D. Implementasi
Implementasi adalah proses membantu pasien untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Tahap ini dimulai setelah rencana
tindakan disusun. Perawat menginflementasi tindakan yang telah
diindefikasi dalam rencana asuhan keperawatan adalah meningkatkan
klien, mencengah penyakit, pemulihan dan memfasilitasi koping klien
(Soemantri, 2019).
E. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dan proses keperawatan dan
merupakan tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa
keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah
berhasil diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksaannya sudah berhasil dicapai. Perawat mengevaluasi
kemajuan pasien terhadap tindakan keperawatan dalam mencapai
tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan (Soemantri,
2019).
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien
dalam mencapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan
mengadakan hubungan dengan klien, macam macam evaluasi :
1. Evaluasi formati hasil observasi dan analisa perawat
terhadap respon pasien segera pada saat setelah dilakukan
tindakan keperawatan, dan ditulis pada catatan perawatan.
2. Evaluasi sumatif SOAP kesimpulan dari observasi dan
anlisa status kesehatan sesuai waktu pada tujuan, ditulis pada
catatan perkembangan.
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff, Hood & Mukty, A. (2019). Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru.
Airlangga University Press.
Soemantri, I. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan
Sistem Pernapasan (S. Medika (ed.)).
PPNI DPP SDKI Pokja Tim, (2018). Standar Diagnosia Keperawatan
Indonesia Edisi 1 : Jakarta: DPP PPNI
PPNI DPP SIKI Pokja Tim, (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Edisi 1 : Jakarta: DPP PPNI
PPNI DPP SLKI Pokja Tim, (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Edisi 1 : Jakarta: DPP PPNI