Anda di halaman 1dari 11

A.

Konsep Dasar
1. Definisi
Kanker paru adalah tumor berbahaya yang tumbuh di paru, sebagian besar sel
berasal dari sel-sel di dalam paru tapi dapat juga berasal dari bagiantubuh lain terkena
kanker (Taqiyyah & Mohammad, 2013).
Kanker paru-paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalm
jaringan paru-paru dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen, lingkungan, terutama
asap rokok (Suryo, 2010).
2. Etiologi/faktor risiko
Beberapa faktor resiko kanker paru menurut Arif Muttaqin (2008) yaitu :
a. Merokok
Kanker paru beresiko 10 kali lebih tinggi dialami perokok berat dibandingkan dengan
bukan perokok. Peningkatan faktor resiko ini berkaitan dengan riwayat jumlah
merokok dalam tahun (jumlah bungkus rokok yang digunakan setiap hari dikali
jumlah tahun merokok) serta faktor saat mulai merokok (semakin muda individu
mulai merokok, semakin besar resiko terjadinya kanker paru). Faktor lain yang juga
dipertimbangkan termasuk didalamnya jenis rokok yang diisap (kandungan tar, rokok
filter, dan kretek).
b. Polusi udara
Ada berbagai karsinogen telah diidentifikasi, termasuk didalamnya adalah sulfur,
emisi kendaraan bermotor, dan polutan dari pengolahan dan pabrik. Bukti-bukti
menunjukkan bahwa insiden kanker paru lebih besar didaerah perkotaan sebagai
akibat penumpukan polutan dan emisi kendaraan.
c. Polusi lingkungan kerja
Pada keadaan tertentu, karsinoma bronkogenik tampaknya merupakan suatu penyakit
akibat polusi di lingkungan kerja. Dari berbagai bahaya industri, yang paling
berbahaya adalah asbes yang kini banyak sekali diproduksi dan digunakan pada
bangunan. Resiko kanker paru diantara para pekerja yang berhubungan atau
lingkungannya mengandung asbes ±10 kali lebih besar daripada masyarakat umum.
Peningkatan resiko ini juga dialami oleh mereka yang bekerja dengan uranium,
kromat, arsen (misalnya insektisida yang digunakan untuk pertanian), besi, dan
oksida besi. Resiko kanker paru akibat kontak dengan asbes maupun uranium akan
menjadi lebih besar lagi jika orang itu juga perokok.
d. Rendahnya asupan vitamin A
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa perokok yang dietnya rendah vitamin
A dapat memperbesar resiko terjadinya kanker paru. Hipotesis ini didapat dari
berbagai penelitian yang menyimpulkan bahwa vitamin A dapat menurunkan resiko
peningkatan jumlah sel-sel kanker. Hal ini berkaitan dengan fungsi utama vitamin A
yang turut berperan dalam pengaturan diferensiasi sel.
e. Faktor herediter
Terdapat juga bukti bahwa anggota keluarga dari penderita kanker paru memiliki
resiko yang lebih besar mengalami penyakit yang sama. Walaupun demikian masih
belum diketahui dengan pasti apakah hal ini benar-benar herediter atau karena faktor-
faktor familial. 
3. Klasifikasi
Klasifikasi kanker paru menurut Irman Somantri (2008), yaitu :
a. Karsinoma sel kecil atau oat cell (small cell carcinoma)
Lokasi tumor di tengah-tengah(80%), berkembang cepat dan sering berbentuk
malign. Banyak bermetastasis melalui limfe dan sistem sirkulasi. Berhubungan
dengan sindrom paraneoplastik. Prognosis jelek, dapat bertahan hidup biasanya tidak
lebih dari 2 tahun dengan pengobatan.

b. Karsinoma skuamosa atau epidermoid


Berhubungan erat dengan rokok. Berkembang lambat, kurang invasif, metastasis
sering kali terbatas di rongga thoraks termasuk nodus limfe regional, pleura, dan
dinding dada. Sering kali terlokalisasi di tengah atau cabang bronkus segmental,
sedangkan pada lokasi perifer, cavitas dapat terbentuk di jaringan paru-paru. Biasanya
berhubungan dengan gejala obstruksi dan pneumonia, pasien mengeluh nyeri dada,
batuk, dispnea dan hemoptisis.
c. Adenokarsinoma (adenocarcinoma)
Tumor terletak di daerah perifer, berkembang lambat dan penyebarannya secara
hematogen. Frekuensi tinggi metastasis ke otak, letak lain termasuk adrenal, hati,
tulang, dan ginjal. Tipe predominan pada yang bukan perokok dan sering pada
wanita. Sering timbul dalam fibrotik paru-paru.
d. Karsinoma sel besar (large cell carcinoma)
Sering kali berbentuk tumor bermassa lebih besar daripada adenokarsinoma.
Perkembangannya pun juga lambat. Perifer, lesi subpleura dengan nekrotik. Prognosis
buruk.
4. Patofisiologi
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/sub bronkus menyebabkan cilia
hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya
pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia, hyperplasia dan displasia. Bila
lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan diplasia menembus ruang
pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus
vertebra.
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar.
Lesi ini menyebabkan obstruksi dan ilseri bronkus dengan diikuti dengan supurasi di
bagian distal. Gejala-gejala yang timbul dapat berupa batuk, demam, dan dingin.
Wheezing inulateral dapat terdengar pada auskultasi. Pada stadium lanjut, penurunan
berat badan biasanya menujukan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru
dapat bermetastase ke struktur-struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus,
perikardium, otak, dan tulang rangka ( Taqiyyah & Mohammad, 2013).

5. Manifestasi Klinis
Menurut Arifin (2008), manifestasi klinis dari klien dengan kanker paru ada beberapa
macam namun manifestasi klinis yang paling umum atau sering muncul pada klien antara
lain :
a. Suatu batuk gigih yang baru atau memburuknya suatu batuk kronis yang telah ada
b. Darah dalam dahak atau haemoptisis (Sputum bersemu darah karena sputum melalui
permukaan tumor yang mengalami ulserasi)
c. Bronchitis yang gigih atau infeksi-infeksi pernapasan yang berulang-ulang
d. Nyeri dada
e. Kehilangan berat badan yang tidak dapat dijelaskan dan/atau kelelahan
f. Kesulitan-kesulitan benapas seperti sesak napas atau mengi (wheezing)
6. Komplikasi
Kanker paru dapat memicu timbulnya beberapa penyakit lain. Penyakit tersebut
antara lain adalah sebagai berikut :
a. Efusi pleura. Terjadi karena sel kanker memproduksi cairan sehingga memenuhi
rongga pleura
b. Sindrom Vena kava superior. Muncul akibat penekanan atau invasi massa ke vena
cava superior, sehingga menimbulkan gejala ini.
c. Obstruksi bronkus. Terjadi karena sel kanker intrabronkial menyumbat langsung atau
sel kanker di luar bronkus menekan bronkus sehingga terjadi sumbatan.
d. Invasi Dinding Toraks,
e. Kompresi Esofogus,
f. Kompresi sumsum tulang. Biasanya terjadi karena efek samping obat maupun radiasi.
Gejala yang paling sering muncul adalah leucopenia dan trombositopenia
g. Metastasis sel kanker ke bagian tubah yang lain. Merupakan komplikasi paling umum
pada kasus kanker. Bisa terjadi secara intrapulmonal maupun ekstrapulmonal seperti
metastasis ke tulang maupun ke otak (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).

7. Web of cautions
8. Penatalaksanaan medis dan keperawatan
a. Penatalaksanaan Non-bedah (Nonsurgical Management)
1) Terapi Oksigen
Jika terjadi hipoksemia, perawat dapat memberikan oksigenvia masker atau nasal
kanula sesuai dengan permintaan. Bahkan jika klien tidak terlalu jelas
hipoksemianya, dokter dapat memberikan oksigen sesuai yang dibutuhkan untuk
memperbaiki dispnea dan kecemasan.
2) Terapi Obat
Jika klien mengalami bronkospasme, dokter dapat memberikan obat golongan
bronkodilator (seperti pada klien asma) dan kortikosteroid untuk mengurangi
bronkospasme, inflamasi, dan edema.
3) Kemoterapi
Kemoterapi merupakan pilihan pengobatan pada klien dengan kanker, terutama
pada small-cell lung cancer karena metastasis. Kemoterapi dapat juga digunakan
bersamaan dengan terapi bedah. Obat-obat kemoterapi yang biasanya diberikan
untuk menangani kanker, termasuk kombinasi dari obat berikut :
 Cyclophosphamide, Deoxorubicin, Methotrexate, dan Procarbazine
 Etoposide dan Cisplatin
 Mitomycin, Vinblastine dan Cisplatin
4) Imunoterapi
Banyak klien kanker paru yang mengalami gangguan imun. Obat imunoterapi
(Cytokin) biasa diberikan.
5) Terapi Radiasi
Terapi radiasi dilakukan dengan indikasi sebagai berikut ini:
 Klien tumor paru yang operable tetapi resiko jika dilakukan pembedahan
 Klien adenokarsinoma atau sel skuamosa inoperable yang mengalami
pembesaran kelenjar getah bening pada hilus ipsilateral dan mediastinal
 Klien kanker bronkhus dengan oat cell.
 Klien kambuhan sesudah lobektomi atau pneumoektomi.
b. Pembedahan (Surgical Management)
Dilakukan pada tumor stadium I, stadium II jenis karsinoma, adenokarsinoma, dan
karsinoma sel besar undifferentiated.
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian (fisik/head to toe, sosial, spiritual, kultural, diagnostik/penunjang).
a. Identitas
Meliputi dari: nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
status perkawinan, suku bangsa, nomor registrasi, tanggal masuk rumah sakit, dan
diagnosa medis.
b. Keluhan utama
Pasien kanker paru biasanya mengalami nyeri pada bagian dada, nyeri tersebut juga
bisa sampai ke lengan dan punggung. Nyeri yang dialami biasanya bisa nyeri akut
atau pun kronik. Untuk memperoleh data nyeri yang lengkap di perlukan pengkajian
tentang rasa nyeri klien dapat menggunakan pengkajian PQRST:
 Provoking: (pemicu), yaitu faktor yang menimbulkan nyeri dan memengaruhi
gawat atau ringannya nyeri.
 Quality: (kualitas nyeri), misalnya rasa tajam atau tumpul.
 Region: (daerah/lokasi), apa rasa nyeri menjalar atau menyebar dan dimana lokasi
nyeri.
 Severity: (keparahan), yaitu intensitas nyeri.
 Time: (waktu), yaitu waktu serangan dan frekuensi nyeri.
c. Head to toe
1) Kepala: tidak ada gangguan, simetris, tidak ada tonjolan, tidak ada nyeri kepala.
2) Leher: tudak ada gangguan, simetris, tidak ada benjolan, reflek menelan biasanya
tidak ada gangguan.
3) Muka: wajah tampak menahan nyeri, tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk
wajah, simetris, dan tidak ada edema.
4) Mata:bias terjadi anemis
5) Telinga: tidak ada gangguan, tidak ada lesi atau nyeri.
6) Hidung: terkadang ada pernafasan cuping hidung.
7) Mulut dan faring: pada mulut tidak masalah, faring biasanya ada penumpukan
sputum.
8) Thoraks
 Paru :
inspeksi: pernapasan meningkat
palpasi: pergerakan dada tidak simetris
perkusi: redup
auskultasi: wheezing
 Jantung :
inspeksi: tidak ada iktus cordis
palpasi: nadi meningkat, iktus tidak teraba
auskultasi: bunyi jantung normal

 Abdomen :
inspeksi: bentuk normal
palpasi: tidak ada pembesaran hepar
perkusi: suara thympani
auskultasi: peristaltic usus
9) Ekstermitas: pada lengan pasien kanker paru biasanya terkadang mengalami
nyeri.
d. Psiko-sosio-spiritual
Adanya kesimpulan penegakan diagnosis medis karsinoma paru akan memberikan
dampak yang luar biasa terhadap keadaan status psikologis pasien. Mekanisme
koping biasanta maladaptif yang diikuti perubahan mekanisme peran dalam keluarga,
kemampuan ekonomi untuk pengobatan, serta prognosis yang tidak jelas merupakan
faktor-faktor pemicu kecemasan dan ketidakefektifan koping individu dan keluarga.
e. Diagnostik/penunjang
1) Pemeriksaan radiologi
Nodula soliter terbatas yang disebut coin lesión pada radiogram dada sangat
penting dan mungkin merupakan petunjuk awal untuk mendeteksi adanya kanker
paru meskipun dapat juga ditemukan pada banyak keadaan lainnya. Penggunaan
CT scan mungkin dapat memberikan bantuan lebih lanjut dalam membedakan
lesi-lesi yang dicurigai.
2) Bronkhoskopi
Bronkhoskopi yang disertai biopsi adalah teknik yang paling baik dalam
mendiagnosis karsinoma sel skuamosa yang biasanya terletak di daerah sentral
paru. Pelaksanaan bronkhoskopi yang paling sering adalah menggunakan
bronkhoskopi serat optik. Tindakan ini bertujuan sebagai tindakan diagnostik,
caranya dengan mengambil sampel langsung ke tempat lesi untuk dilakukan
pemeriksaan sitologi.
3) Sitologi
Pemeriksaan sitologi sputum, bilasan bronkhus, dan pemeriksaan cairan pleura
juga memainkan peranan penting dalam menegakkan diagnosis kanker paru.
Pemeriksaan histologi maupun penetapan stadium penyakit sangat penting untuk
menentukan prognosis dan rencana pengobatan. Penentuan stadium kanker paru
terbagi menjadi dua, yakni pembagian stadium dari segi anatomis untuk
menentukan luasnya penyebaran tumor dan kemungkinannya untuk dioperasi; dan
stadium dari segi fisiologis untuk menentukan kemampuan klien untuk bertahan
terhadap berbagai pengobatan antitumor.
2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
a. Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan ekspansi paru
b. Nyeri b.d agen cedera biologis
c. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen tubuh
3. Intervensi
a. Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan ekspansi paru
Monitor respirasi :
 Monitor pola napas, irama, kedalaman dan usaha napas
 Perhatikan gerakan dan kesimetrisan, menggunakan otot bantu, dan adanya
retraksi otot interkosta dan supraclavicular
 Monitor bunyi napas, misalnya mendengkur
 Auskultasi bunyi napas, catat peningkatan ventilasi
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor kemampuan pasien dalam batuk efektif
Terapi oksigen :
 Periksa mulut, hidung, dan sekret trakea
 Pertahankan jalan napas yang paten
 Atur peralatan oksigenasi
 Monitor aliran oksigen
 Pertahankan posisi pasien
 Observasi tanda-tanda hipoventilasi
 Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
b. Nyeri b.d agen cedera biologi
Manajemen nyeri :
 Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
 Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
 Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri
pasien
 Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
 Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
 Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan
kontrol nyeri masa lampau
 Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu, ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
 Kurangi faktor presipitasi nyeri
 Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan
interpersonal)
 Ajarkan tentang teknik non farmakologi
 Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
c. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen tubuh
Terapi aktivitas
 Kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi medik dalam merencanakan program
terapi yang tepat.
 Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
 Bantu untuk memilih aktivitas dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial
 Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan
untuk aktivitas yang diinginkan
 Bantu untuk mendapatkan alat bantu aktivitas seperti kursi roda, kruk
 Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
 Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas
 Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
 Bantu pasien untukmengembangakan motivasi diri dan penguatan
 Monitor respon fisik, emosi social dan spiritual
Daftar Pustaka
Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2003). Kanker Paru : Pedoman Diagnosa &
Penatalaksanaan Di Inonesia. http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-
kankerparu/kankerparu.pdf (diakses tanggal 9 oktober 2018).
Somantri, Irman. (2008). Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Dengan Ganggua Sistem Pernapasan / Irman Somantri. Jakarta: Salemba Medika.
Suryo, J. (2010). Herbal Penyembuh Gangguan Sistem Pernafasan. Edisi pertama.
Yogyakarta: B First (PT Bentang Pustaka).
Taqiyyah Bararah & mohammad Jauhar. (2013). Asuhan Keperawatan : Panduan Lengkap
Menjadi Perawat Professional. Jilid 2. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai