Anda di halaman 1dari 45

APLIKASI POSISI SEMIFOWLER UNTUK MENURUNKAN SESAK NAFAS

PADA TN, C DENGAN TUMOR PARU DI RUANG RAJAWALI 3B


RSUP DR KARIADI SEMARANG

DISUSUN OLEH
SLAMET WIWI JAYANTI
G3A019107

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tumor paru merupakan keganasan pada jaringan paru. Jenis tumor paru
dibagi untuk tujuan pengobatan, meliputi SCLC (Small Cell Lung Cancer)
dan NSLC (Non Small Cell Lung Cancer/Karsinoma Skuamosa,
adenokarsinoma, karsinoma sel besar) (Sylvia & Price, 2006).
Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran
napas atau epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan
sel yang tidak normal, tidak terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang
normal. Proses keganasan pada epitel bronkus didahului oleh masa pra
kanker. Perubahan pertama yang terjadi pada masa prakanker disebut
metaplasia skuamosa yang ditandai dengan perubahan bentuk epitel dan
menghilangnya silia (Robbin & Kumar, 2007).
Kanker paru-paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali
dalm jaringan paru-paru dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen,
lingkungan, terutama asap rokok ( Suryo, 2010).
B. Tujuan
1. Tujuan umum:
Penulis mampu mengaplikasikan proses pemberian asuhan keperawatan
pada klien Tumor paru
2. Tujuan khusus:
a. Penulis mampu merumuskan pengkajian pada klien Tumor paru
b. Penulis mampu merumuskan masalah diagnosa keperawatan pada klien
Tumor paru
c. Penulis mampu merencanakan asuhan keperawatan pada klien Tumor
paru
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada klien Tumor paru
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada klien Tumor paru
f. Penulis mampu mengaplikasikan intervensi posisi semifowler pada
klien Tumor paru
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Tumor adalah neoplasma pada jaringan yaitu pertumbuhan jaringan
baru yang abnormal. Paru merupakan organ elastis berbentuk kerucut dan
letaknya didalam rongga dada. Sel tumor pada tumor jinak bersifat tumbuh
lambat, sehingga tumor jinak pada umumnya tidak cepat membesar. Sel
tumor mendesak jaringan sehat sekitarnya secara serempak sehingga
terbentuk simpai (serabut pembungkus yang memisahkan jaringan tumor
dari jaringan sehat). Oleh karena bersimpai maka pada umumnya tumor
jinak mudah dikeluarkan dengan cara operasi (Robin dan Kumar, 1995).
Tumor paru merupakan keganasan pada jaringan paru. Jenis tumor
paru dibagi untuk tujuan pengobatan, meliputi SCLC (Small Cell Lung
Cancer) dan NSLC (Non Small Cell Lung Cancer/Karsinoma Skuamosa,
adenokarsinoma, karsinoma sel besar) (Sylvia & Price, 2006).
Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran
napas atau epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan
sel yang tidak normal, tidak terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang
normal. Proses keganasan pada epitel bronkus didahului oleh masa pra
kanker. Perubahan pertama yang terjadi pada masa prakanker disebut
metaplasia skuamosa yang ditandai dengan perubahan bentuk epitel dan
menghilangnya silia (Robbin & Kumar, 2007).
Kanker paru-paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali
dalm jaringan paru-paru dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen,
lingkungan, terutama asap rokok ( Suryo, 2010).
2. Etiologi
Seperti kanker pada umumnya, etiologi yang pasti dari kanker paru
masih belum diketahui, namun diperkirakan bahwa inhalasi jangka
panjang dari bahan–bahan karsiogenik merupakan faktor utama, tanpa
mengesampingkan kemungkinan peranan predisposisi hubungan keluarga
ataupun suku bangsa atau ras serta status imunologis (Smeltzer, 2001).
Ada beberapa faktor yang berperan dalam peningkatan insiden kanker
paru, antara lain:
a. Merokok.
Tak diragukan lagi merupakan faktor utama. Suatu hubungan
statistik yang defenitif telah ditegakkan antara perokok berat (lebih
dari dua puluh batang sehari) dari kanker paru (karsinoma
bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai kecenderung sepuluh
kali lebih besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya orang perokok
berat yang sebelumnya dan telah meninggalkan kebiasaannya akan
kembali ke pola resiko bukan perokok dalam waktu sekitar 10 tahun.
Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau
rokok yang jika dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor.
b. Iradiasi.
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di
Schneeberg dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 %
meninggal akibat kanker paru) berkaitan dengan adanya bahan
radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan agen
etiologi operatif.
c. Kanker paru akibat kerja.
Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan
karbonil nikel (pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja
pemecah hematite (paru – paru hematite) dan orang – orang yang
bekerja dengan asbestos dan dengan kromat juga mengalami
peningkatan insiden.
d. Polusi udara.
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang
lebih tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah
diketahui adanya karsinogen dari industri dan uap diesel dalam
atmosfer di kota (Thomson, 1997).
e. Genetik.
Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam
kanker paru, yakni :
1) Proton oncogen.
2) Tumor suppressor gene.
3) Gene encoding enzyme.
f. Diet
Dari beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi
terhadap betakarotene, selenium, dan vit. A menyebabkan tingginya
risiko terkena kanker paru (Suyono, 2001)
3. Patofisiologi 
Keganasan tumor masih belum jelas, tetapi virus, faktor lingkungan,
faktor hormonal dan faktor genetik semuanya berkaitan dengan resiko
terjadinya tumor. Permulaan terjadinya tumor dimulai dengan adanya zat
yang bersifat intiation yang merangasang permulaan terjadinya
perubahan sel. Diperlukan perangsangan yang lama dan
berkesinambungan untuk memicu timbulnya penyakit tumor.
Inisiati agen biasanya bisa berupa unsur kimia, fisik atau biologis
yang berkemampuan bereaksi langsung dan merubah struktur dasar dari
komponen genetik (DNA). Keadaan selanjutnya diakibatkan
keterpaparan yang lama ditandai dengan berkembangnya neoplasma
dengan terbentuknya tumor, hal ini berlangsung lama mingguan sampai
tahunan. Kanker paru bervariasi sesuai tipe sel daerah asal dan kecepatan
pertumbuhan. Empat tipe sel primer pada kanker paru adalah karsinoma
epidermoid (sel skuamosa), karsinoma sel kecil (sel oat), karsinoma sel
besar (tak terdeferensiasi) dan adenokarsinoma. Sel skuamosa dan
karsinoma sel kecil umumnya terbentuk di jalan napas utama bronkial.
Karsinoma sel kecil umumnya terbentuk dijalan napas utama bronkial.
Karsinoma sel besar dan adenokarsinoma umumnya tumbuh dicabang
bronkus perifer dan alveoli. Karsuinoma sel besar dan karsinoma sel oat
tumbuh sangat cepat sehigga mempunyai progrosis buruk. Sedangkan
pada sel skuamosa dan adenokar. Paru merupakan organ yang elastis,
berbentuk kerucut dan letaknya di dalam rongga dada atau toraksinoma
prognosis baik karena pertumbuhan sel ini lambat.
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen atau sub bronkus
menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan
karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan
metaplasia, hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan
oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa
timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan
korpus vertebra. Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang
bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi
bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala
yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan
dingin.wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi.
Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan
adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase
ke struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus,
pericardium, otak, tulang rangka (sylvia & price, 2006).
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik pada penderita tumor paru yaitu (Mansjoer, 2007).
a. Batuk yang terus menerus dan berkepanjangan
Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor.
Batuk mulai sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi
berkembang sampai titik dimana dibentuk sputum yang kental dan
purulen dalam berespon terhadap infeksi sekunder.
b. Napas pendek-pendek dan suara parau
c. Batuk berdarah dan berdahak/Hemoptisis
Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor
yang mengalami ulserasi.
d. Nyeri pada dada, ketika batuk dan menarik napas yang dalam
e. Hilang nafsu makan dan berat badan
5. Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan TNM : tumor, nodul dan metastase. Berikut
ini tabel Sistem Stadium TNM untuk kanker Paru: American Joint
Committee on Cancer (Mansjoer, 2007).
Gambarn TNM Defenisi
Tumor primer (T)
T0 Tidak terbukti adanya tumor primer
Tx Kanker yang tersembunyi terlihat pada sitologi bilasan
bronkus tetapi tidak terlihat pada radiogram atau
bronkoskopi
TIS Karsinoma in situ
T1 Tumor dengan diameter ≤ 3 cm dikelilingi paru – paru
atau pleura viseralis yang normal.
T2 Tumor dengan diameter 3 cm atau dalam setiap ukuran
dimana sudah menyerang pleura viseralis atau
mengakibatkan atelektasis yang meluas ke hilus;
harus berjarak 2 cm distal dari karina.
T3 Tumor dalam setiap ukuran dengan perluasan langsung
pada dinding dada, diafragma, pleura mediastinalis,
atau pericardium tanpa mengenai jantung, pembuluh
darah besar, trakea, esofagus, atau korpus vertebra;
atau dalam jarak 2 cm dari karina tetapi tidak
melibat karina.
T4 Tumor dalam setiap ukuran yang sudah menyerang
mediastinum atau mengenai jantung, pembuluh
darah besar, trakea, esofagus, koepua vertebra, atau
karina; atau adanya efusi pleura yang maligna.

Kelenjar limfe regional (N)


N0 Tidak dapat terlihat metastasis pada kelenjar limfe
regional.
N1 Metastasis pada peribronkial dan/ atau kelenjar –
kelenjar hilus ipsilateral.
N2 Metastasis pada mediastinal ipsi lateral atau kelenjar
limfe subkarina.
N3 Metastasis pada mediastinal atau kelenjar – kelenjar
limfe hilus kontralateral; kelenjar – kelenjar limfe
skalenus atau supraklavikular ipsilateral atau
kontralateral.
Metastasis jauh (M)
M0 Tidak diketahui adanya metastasis jauh
M1 Metastasis jauh terdapat pada tempat tertentu (seperti
otak).

Kelompok stadium
Karsinoma tersembunyi TxN0M0 Sputum mengandung sel – sel ganas tetapi tidak dapat
dibuktikan adanya tumor primer atau metastasis.
Stadium 0 TISN0M0 Karsinoma in situ.
Stadium I T1N0M0 Tumor termasuk klasifikasi T1 atau T2 tanpa adanya
T2N0M0 bukti metastasis pada kelenjar limfe regional atau
tempat yang jauh.
Stadium II T1N1M0 Tumor termasuk klasifikasi T1 atau T2 dan terdapat
T2N1M0 bukti adanya metastasis pada kelenjar limfe
peribronkial atau hilus ipsilateral.
Stadium IIIa T3N0M0 Tumor termasuk klasifikasi T3 dengan atau tanpa bukti
T3N0M0 metastasis pada kelenjar limfe peribronkial atau
hilus ipsilateral; tidak ada metastasis jauh.
Stadium IIIb Setiap T N3M0 Setiap tumor dengan metastasis pada kelenjar limfe
T4 setiap NM0 hilus tau mediastinal kontralateral, atau pada
kelenjar limfe skalenus atau supraklavikular; atau
setiap tumor yang termasuk klasifikasi T4 dengan
atau tanpa metastasis kelenjar limfe regional; tidak
ada metastasis jauh.
Stadium IV Setiap T, setiap Setiap tumor dengan metastsis jauh.
N,M1

Klasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru – paru


(Mansjoer, 2007) :
a. Karsinoma Bronkogenik.
1) Karsinoma epidermoid (skuamosa).
Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel
termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang,
secara khas mendahului timbulnya tumor. Terletak sentral sekitar
hilus, dan menonjol kedalam bronki besar. Diameter tumor jarang
melampaui beberapa centimeter dan cenderung menyebar langsung ke
kelenjar getah bening hilus, dinding dada dan mediastinum.
2) Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat).
Biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama bronki.Tumor
ini timbul dari sel – sel Kulchitsky, komponen normal dari epitel
bronkus. Terbentuk dari sel – sel kecil dengan inti hiperkromatik pekat
dan sitoplasma sedikit. Metastasis dini ke mediastinum dan kelenjar
limfe hilus, demikian pula dengan penyebaran hematogen ke organ –
organ distal.
3) Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar).
Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat
mengandung mukus. Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen
bronkus dan kadang – kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut
local pada paru – paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi seringkali
meluas melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium dini, dan
secara klinis tetap tidak menunjukkan gejala – gejala sampai terjadinya
metastasis yang jauh.
4) Karsinoma sel besar.
5) Merupakan sel – sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk
dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam – macam. Sel
– sel ini cenderung untuk timbul pada jaringan paru - paru perifer,
tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat –
tempat yang jauh.
6) Gabungan adenokarsinoma dan epidermoid.
7) Lain – lain.
a) Tumor karsinoid (adenoma bronkus).
b) Tumor kelenjar bronchial.
c) Tumor papilaris dari epitel permukaan.
d) Tumor campuran dan Karsinosarkom
e) Sarkoma
f) Tak terklasifikasi.
g) Mesotelioma.
h) Melanoma.
(Sylvia & Price, 2006)
6. Pemeriksaan penunjang
a. Radiologi.
1) Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi
adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi.
Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural,
atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.
2) Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
b. Laboratorium.
1) Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
2) Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan
ventilasi.
3) Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada
kanker paru).
c. Histopatologi.
1) Bronkoskopi
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi
lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
2) Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan
ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.
3) Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik
dengan cara torakoskopi.
4) Mediastinosopi.
Umtuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang
terlibat.
5) Torakotomi.
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam –
macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal
mendapatkan sel tumor.

d. Pencitraan.
1. CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.
2. MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum
7. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :
a. Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan
hidup pasien.
b. Paliatif.
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
c. Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.
Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien
maupun keluarga.
d. Supotif.
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian
nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti
infeksi. (Doenges, 2000)
Penatalaksanaan Medis
a. Pembedahan.
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain,
untuk mengankat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan
sebanyak mungkin fungsi paru – paru yang tidak terkena kanker.
1) Toraktomi eksplorasi.
Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks
khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy.
2) Pneumonektomi pengangkatan paru).
Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi
bisa diangkat.
3) Lobektomi (pengangkatan lobus paru).
Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis
bleb atau bula emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak
tuberkulois.
4) Resesi segmental.
Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru.
5) Resesi baji.
Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit
peradangan yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan
paru – paru berbentuk baji (potongan es).
6) Dekortikasi.
Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris)
b. Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif
dan bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan
komplikasi, seperti mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap
pembuluh darah/ bronkus.
c. Kemoterafi.
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor,
untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan
metastasi luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1) Keadaan Umum: lemah, sesak yang disertai dengan nyeri dada.
2) Tanda-tanda Vital
3) Riwayat penyakit sebelumnya
Penyakit paru kronis sebelumnya yang telah mengakibatkan pembentukan
jaringan parut dan fibrosis pada jaringan paru.
4) Anamnesa dan observasi
a) Aktivitas/ istirahat.
Gejala: Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan rutin,
dispnea karena aktivitas.
Tanda : Kelesuan( biasanya tahap lanjut).
b) Sirkulasi.
Gejala : JVD (obstruksi vana kava).
Bunyi jantung : gesekan pericardial (menunjukkan efusi).
Takikardi/ disritmia.
Jari tabuh.
c) Integritas ego.
Gejala : Perasaan takut, takut dilakukan pembedahan.
Menolak kondisi yang berat/ potensi keganasan.
Tanda : Kegelisahan, insomnia, pertanyaan yang diulang – ulang.
d) Eliminasi.
Gejala : Diare yang hilang timbul (karsinoma sel kecil).
Peningkatan frekuensi/ jumlah urine (ketidakseimbangan hormonal,
tumor epidermoid)
e) Makanan/ cairan.
Gejala : Penurunan berat badan, nafsu makan buruk, penurunan
masukan makanan, kesulitan menelan, haus/ peningkatan masukan
cairan.
Tanda : Kurus, atau penampilan kurang berbobot (tahap lanjut)
Edema wajah/ leher, dada punggung (obstruksi vena kava), edema
wajah/ periorbital (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
Glukosa dalam urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor
epidermoid).
f) Nyeri/ kenyamanan.
Gejala : Nyeri dada (tidak biasanya ada pada tahap dini dan tidak
selalu pada tahap lanjut) dimana dapat/ tidak dapat dipengaruhi oleh
perubahan posisi.
Nyeri bahu/ tangan (khususnya pada sel besar atau adenokarsinoma)
Nyeri abdomen hilang timbul.
g) Pernafasan.
Gejala : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya dan
atau
produksi sputum, nafas pendek
Pekerja yang terpajan polutan, debu industri
Serak, paralysis pita suara.
Riwayat merokok: Perokok berat dan kronis
Tanda : Dispnea, meningkat dengan kerja
Peningkatan fremitus taktil (menunjukkan konsolidasi)
Krekels/ mengi pada inspirasi atau ekspirasi (gangguan aliran udara),
krekels/ mengi menetap; pentimpangan trakea ( area yang mengalami
lesi).
Hemoptisis.
h) Keamanan.
Tanda : Demam mungkin ada (sel besar atau karsinoma)
Kemerahan, kulit pucat (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel
kecil)
i) Seksualitas.
Tanda : Ginekomastia (perubahan hormone neoplastik, karsinoma
sel
besar)
Amenorea/ impotent (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel
kecil)
j) Penyuluhan.
Gejala : Faktor resiko keluarga, kanker(khususnya paru),
tuberculosis
Kegagalan untuk membaik.
(Doenges, 2000).

5) Pemeriksaan Fisik
a) Sistem pernafasan
 Sesak nafas, nyeri dada
 Batuk produktif tak efektif
 Suara nafas: mengi pada inspirasi
 Serak, paralysis pita suara.
b) Sistem kardiovaskuler
 tachycardia, disritmia
 menunjukkan efusi (gesekan pericardial)
c) Sistem gastrointestinal
 Anoreksia, disfagia, penurunan intake makanan, berat badan
menurun.
d) Sistem urinarius
 Peningkatan frekuensi/jumlah urine.
e) Sistem neurologis
 Perasaan takut/takut hasil pembedahan
 Kegelisahan
6) Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
B. PATHWAYS KEPERAWATAN
C. INTERVENSI
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi
jalan napas (penumpukan secret berlebihan) ditandai dengan pasien
mengeluh sesak, batuk berdahak namun tidak dapat dikeluarkan,
peningkatan frekuensi napas (RR> 20x/menit), terdapat penumpukan
secret pada jalan napas, terdapat suara napas tmbahan (ronchi).
Tujuan Intervensi
Setelah diberikan asuhan NIC Label >> Airway management
keperawatan selama…x…jam 1. Auskultasi bunyi napas tambahan, seperti ronchi,
diharapkan bersihan jalan wheezing.
nafas pasien kembali efektif, Rasional: adanya bunyi ronchi menandakan terdapat
dengan kriteria hasil: penumpukan sekret atau sekret berlebihan di jalan
NOC Label >> Respiratory napas.
status: airway patency 2. Berikan posisi yang nyaman untuk mengurangi dispnea.
- Frekuensi pernapasan Rasional: posisi memaksimalkan ekspansi paru dan
dalam batas normal (16- menurunkan upaya pernapasan. Ventilasi maksimal
20 kali/menit) membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan
- Pasien mampu sekret ke jalan napas besar untuk dikeluarkan.
mengeluarkan sputum 3. Ajarkan dan anjurkan pasien untuk melakukan teknik
secara efektif batuk efektif.
- Tidak ada akumulasi Rasional: teknik batuk efektif dapat membantu
sputum membersihkan jalan napas pasien dari sekret.
- Irama pernapasan 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan asupan cairan
normal (terutama air hangat) melalui oral.
- Kedalaman pernapasan Rasional: mengoptimalkan keseimbangan cairan dan
normal membantu mengencerkan sekret sehingga mudah
dikeluarkan.
5. Kolaborasi pemberian bronkodilator.
Rasional: bronkodilator dapat mendilatasi bronkus dan
mengencerkan sekret sehingga sekret yang menumpuk
di area tersebut lebih mudah dikeluarkan.
6. Kolaborasi pemberian oksigen.
Rasional: meringankan kerja paru untuk memnuhi
kebutuhan oksigen serta mengoptimalkan kebutuhan
oksigen dalam tubuh.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan kapiler


alveoli ditandai dengan pernafasan abnormal, pH darah arteri
abnormal, warna kulit abnormal (pucat), sianosis, nafas cuping
hidung, takikardia.
Tujuan Intervensi
Setelah diberikan asuhan NIC Label >> Acid Base Management
keperawatan selama ... x … 1. Monitor kadar pH darah melalui hasil AGD
jam diharapkan pertukaran Rasional: untuk Mengevaluasi proses penyakit,
gas pasien adekuat dengan memudahkan menetukan terapi atau mengevaluasi
kriteria hasil: keefektifan terapi yang telah diberikan
NOC Label >> Respiratory 2. Monitor tanda-tanda gagal napas
status Rasional: dapat memberikan tindakan penanganan yang
- RR dalam batas tepat dan cepat pada pasien
normal (30-50x/mnt) 3. Pertahankan bersihan jalan napas
- Kedalaman Rasional: bersihan jalan napas mempengaruhi intake
pernapasan normal oksigen dari luar tubuh ke dalam tubuh
- Tidak tampak 4. Sarankan waktu istirahat yang adekuat
penggunaan otot bantu Rasional: untuk mengurangi kerja pernapasan
pernapasan 5. Monitor status neurologis
- Tidak tampak retraksi Rasional: Gelisah, mudah terangsang, bingung, dan
dinding dad somnolen dapat menunjukkan hipoksemia/penurunan
- Tidak ada sianosis oksigenasi serebral.
- Tidak ada dispnea 6. Kontrak dengan pengunjung untuk membatasi
- Tidak ada kelemahan kunjungan
- Tidak ada akumulasi Rasional: agar pasien dapat beristirahat secara adekuat
sputum untuk mebantu mengurangi kerja pernapasan.
NOC Label >> Respiratory NIC Label >> Airway Management
status: Gas Exchange 7. Monitor status pernapasan dan status oksigenasi pasien
- PaO2 normal (80-100 Rasional: Manifestasi distress pernafasan tergantung
mmHg) pada indikasi derajat keterlibatan paru dan status
- PaCO2 normal (35-45 kesehatan umum.
mmHg) 8. Berikan posisi semifowler pada pasien
- PH normal (7,35-7,45) Rasional: Posisi kepala yang lebih tinggi memungkinkan
- SatO2 normal (95- upaya nafas lebih dalam dan lebih kuat. Tindakan ini
100%) meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan
- Tidak ada sianosis pengeluaran secret untuk memperbaiki ventilasi.
- Tidak ada penurunan 9. Lakukan fisioterapi dada
kesadaran Rasional: Memudahkan pengenceran dan pembuangan
secret.
10. Menghilangkan sekret dengan suction, jika diperlukan
Rasional: Merangsang batuk atau pembersihan jalan
nafas secara mekanik pada pasien yang tidak mampu
melakukan karena batuk tak efektif.
11. Atur intake cairan
Rasional: Cairan dalam jumlah yang adekuat mampu
membantu pengenceran sekret sehingga lebih mudah
dikeluarkan.
12. Auskultasi bunyi napas dan adanya suara napas
tambahan (ronchi, wheezing, krekels, dll)
Rasional: adanya area redup yang menandakan adanya
penurunan atau hilangnya ventilasi akibat penumpukkan
eksudat.
13. Kolaborasi pemberian nebulizer, jika diperlukan
Rasional: nebulizer dapat membantu meningkatkan
kelembaban udara pernapasan sehingga membantu
mengencerkan sekret sehingga dapat lebih mudah
dikeluarkan
14. Kolaborasi pemberian oksigen, jika diperlukan
Rasional: Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan
PaO2 diatas 60 mmHg. Oksigen diberikan dengan
metode yang memberikan pengiriman tepat dalam
toleransi pasien.
NIC Label >> Oxigen Therapy
15. Jaga kebersihan mulut, hidung, dan trakea, jika
diperlukan
Rasional: bersihan jalan napas yang adekuat dapat
memaksimalkan intake oksigen yang dapat diserap oleh
tubuh.
16. Monitor volume aliran oksigen dan jenis canul yang
digunakan
Rasional: volume aliran oksigen harus diberikan sesuai
indikasi untuk pasien anak (1-5 liter/menit).
17. Monitor keefektifan terapi oksigen yang telah diberikan
Rasional: untuk membantu menentukan terapi
berikutnya
18. Monitor tanda-tanda keracunan oksigen dan atelektasis
Rasional: oksigen yang berlebihan dalam tubuh sangat
berbahaya karena oksigen dapat mengikat air dan dapat
menyebabkan dehidrasi.
19. Konsultasikan dengan tenaga kesehatan lain mengenai
penggunaan oksigen tambahan selama aktifitas dan/atau
tidur
Rasional: membantu pasien memenuhi kebutuhan
oksigen saat istirahat.
NIC Label >> Respiratory Monitoring
20. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan usaha napas
pasien
Rasional: Kecepatan biasanya meningkat. Dipsnea dan
terjadi peningkatan kerja nafas. Pernafasan dangkal.
Ekspansi dada terbatas yang berhubungan dengan
atelektasis dan atau nyeri dada pleuritik.
21. Catat pergerakkan dinding dada, lihat kesimetrisan
dinding dada, penggunaan otot-otot bantu pernapasan,
dan retraksi otot supraklavikular dan intercostal
Rasional: penggunaan otot bantu pernapasan
mengindikasikan adanya disstress pernapasan.
22. Monitor pola napas pasien (takipnea, hiperventilasi,
pernapasan Kussmaul, Cheyne-Stokes)
Rasional: Adanya takipnea, hiperventilasi, pernapasan
Kussmaul, Cheyne-Stokes mengindikasikan
perburukkan kondisi pasien
23. Perkusi dada anterior dan posterior dari apeks sampai
basis bilateral
Rasional: Suara perkusi pekak menunjukkan area paru
yang terdapat eksudat
24. Monitor hasil foto thoraks
Rasional: pada pneumonia biasanya tampak konsolidasi
dan infiltrat pada lobus paru.

3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi (tumor paru),


ditandai dengan pasien mengeluh nyeri, pasien mengeluh nyeri
dengan skala 1-10, pasien tampak gelisah, pasien tampak meringis
kesakitan, TD meningkat (>120/80 mmHg), nadi meningkat
(>100x/mnt), pasien tampak memegangi bagian yang nyeri.
Tujuan Intervensi
Setelah diberikan asuhan NIC Label>>Pain management
keperawatan selama…..x … a. Lakukan pengkajian yang komprehensif terhadap nyeri,
jam diharapkan nyeri dapat meliputi lokasi, karasteristik, onset/durasi, frekuensi,
berkurang, dengan kriteria kualitas, intensitas nyeri, serta faktor-faktor yang dapat
hasil: memicu nyeri.
NOC Label>> Pain level: Rasional: pengkajian berguna untuk mengidentifikasi
- Pasien tidak melaporkan nyeri yang dialami pasien meliputi lokasi, karasteristik,
adanya nyeri (skala 5 = durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri serta faktor-
none) faktor yang dapat memicu nyeri pasien sehinggga dapat
- Pasien tidak merintih menentukan intervensi yang tepat.
ataupun menangis (skala b. Observasi tanda-tanda non verbal atau isyarat dari
5 = none) ketidaknyamanan.
- Pasien tidak Rasional: dengan mengetahui rasa tidak nyaman pasien
menunjukkan ekspresi secara non verbal maka dapat membantu mengetahui
wajah terhadap nyeri tingkat dan perkembangan nyeri pasien.
(skala 5 = none) c. Gunakan strategi komunikasi terapeutik dalam mengkaji
- Pasien tidak tampak pengalaman nyeri dan menyampaikan penerimaan
berkeringat dingin (skala terhadap respon pasien terhadap nyeri.
5 = none) Rasional: membantu pasien dalam menginterpretasikan
- RR dalam batas normal nyerinya.
(16-20 x/mnt) (skala 5 = d. Kaji tanda-tanda vital pasien.
normal) Rasional: peningakatan tekanan darah, respirasi rate,
- Nadi dalam batas normal dan denyut nadi umumnya menandakan adanya
(60-100x/mnt) (skala 5 = peningkatan nyeri yang dirasakan.
normal) e. Kontrol faktor lingkungan yang dapat menyebabkan
- Tekanan darah dalam ketidaknyamanan, seperti suhu ruangan, pencahayaan,
batas normal (120/80 kebisingan.
mmHg) (skala 5 = Rasional: membantu memodifikasi dan menghindari
normal) faktor-faktor yang dapat meningkatkan
NOC Label >> Pain control ketidaknyamanan pasien.
- Pasien dapat mengontrol f. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri non
nyerinya dengan farmakologi, (mis: teknik terapi musik, distraksi, guided
menggunakan teknik imagery, masase dll).
manajemen nyeri non Rasional: membantu mengurangi nyeri yang dirasakan
farmakologis (skala 5 = pasien, serta membantu pasien untuk mengontrol
consistently nyerinya.
demonstrated) g. Kolaborasi dalam pemberian analgetik sesuai indikasi.
- Pasien dapat Rasional: membantu mengurangi nyeri yang
menggunakan analgesik dirasakan pasien.
sesuai indikasi (skala 5
= consistently
demonstrated)
- Pasien melaporkan nyeri
terkontrol (skala 5 =
consistently
demonstrated)

4. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi


ditandai dengan pasien mengeluh sesak napas, RR >20x/menit,
terdapat penggunaan otot bantu pernapasan, napas cuping hidung,
takikardi.
Tujuan Intervensi

NOC NIC

 Respiratory status :  Posisikan pasien untuk memaksimalkan


Ventilation ventilasi
 Respiratory status :  Pasang mayo bila perlu
Airway patency  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
 Vital sign Status  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Setelah dilakukan tindakan  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
keperawatan selama…. tambahan
Pasien menunjukan  Berikan bronkodilator ……….
keefektifan pola napas,  Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
dibuktikan dengan : Lembab
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
Kriteria Hasil : keseimbangan.
 Monitor respirasi dan status O2
 Mendemonstrasikan  Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
batuk efektif dan suara  Pertahankan jalan nafas yang paten
nafas yang bersih, tidak
 Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
ada sianosis dan
 Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
dyspneu (mampu
oksigenasi
mengeluarkan sputum,
mampu bernafas  Monitor vital sign
dengan mudah, tidak  Informasikan pada pasien dan keluarga
ada pursed lips) tentang teknik relaksasi untuk memperbaiki
 Menunjukkan jalan pola nafas
nafas yang paten (klien  Ajarkan bagaimana batuk secara efektif
tidak merasa tercekik,  Monitor pola nafas
irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam
rentang normal, tidak
ada suara nafas
abnormal)
 Tanda Tanda vital
dalam rentang normal
(tekanan darah, nadi,
pernafasan)
BAB III

RESUM ASUHAN KEPERAWATAN

Tanggal pengkajian : 10 Januari 2020

A. Identitas

Nama : Tn. C

Tanggal lahir/usia : 17/08/1969

Jenis kelamin : laki-laki

Suku Bangsa : Indonesia

Agama : Islam

Tanggal Masuk : 09 Januari 2020

No. Register : C797561

Diagnosa medis : Tumor Paru Kanan

Penanggung jawab

Nama : Ny, S

Umur : 45 Th

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Petani

Hubungan dengan pasien : Istri


B. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan Utama: pasien mengatakan sesak nafas
2. Riwayat penyakit sekarang
Tn, C dengan keluhan ± 2 bulan yang lalu pasien mengeluh sesak
nafas, nyeri dada dan terkadang batuk sampai terkadang nangis kalau
batuk. kemudian pasien periksa di Rs Dr. Asari pemalang dan pernah
di rawat selama 6 hari, keluarga pasien mengatakan bahwa pasien sakit
tumor paru, pasien mengatakan dulunya pernah merokok 1 hari bisa
habis 2 batang, namun sekarang pasien sudah berhenti merokok sekitar
± 1 tahunan. Kemudian pasien di rujuk ke RSDK untuk di lakukan
tindakan lebih lanjut. Pasien saat ini yang di rasa masih mengeluh
sesak nafas, pasien tampak terengah- engah, pasien mengatakan
nyaman di posisi miring kiri karena katanya lebih nyaman, pasien
tampak terpasang terapi oksigen nasal kanul 3 liter. pasien mengatakan
makan hanya ½ pori saja karena tidak nafsu makan, untuk minumnya
mau ± 5 gelas sehari, untuk BAK lancar teteapi kalau BAK di tempat
tidur menggunakan pispot, namum untuk BAB pasien belum BAB
semenjak dari IGD dan sampai sekarang. pasien mengatakan untuk
istirahat dan tidur cukup, pasien mengatakan merasa dingin, tampak
gelisah, akral hangat, TD: 90/60mmhg, HR: 68x/m, S: 37,8 c, RR:
25x/m.

3. Riwayat kesehatan keluarga : pasien mengatakan dari keluarga tidak


mempunyai riwayat penyakit hipertensi, Gula, dan Jantung
4. Riwayat di rawat di RS: pernah di rawat sebelumnya
5. Riwayat oprasi: belum pernah di lakukan oprasi sebelumnya.
A. PEMERIKSAAN FISIK

Berat badan : 54 kg
Tinggi badan : 160 cm
Tekanan Darah : 90/60 mmhg
HR : 68x/m
RR : 25x/m

INTEGUMEN
Warna kulit :coklat
Tekstur kulit : lembab

KEPALA
Bentuk kepala : bulat
Frontal anterior : tertutup
Frontar posterior : tertutup
Tekstur rambut : halus
Rambut (jumlah & : hitam
warna)

MATA
Kesimetrisan : simetris antara mata kiri dan kanan
Pergerakan bola mata : normal
Discharge : tidak ada
Kelopak mata : ada
Warna iris : hitam
Pupil : coklat
Sklera : putih kemerahan
Temuan lain : tidak ada

TELINGA
Posisi : simetris antara telinga kiri dan kanan
Bentuk : normal
Pendengaran : normal
Discharge : tidak ada
Temuan lain : tidak ada

HIDUNG
Kesimetrisan : simetris anatara hidung kiri dan kanan
Discharge : tidak ada
Kepatenan : paten antara lubang kiri dan kanan
Nafas cuping hidung : ada karena pasein merasa sesak
Temuan lain : tidak ada
MULUT
Letak : normal
Lidah : merah muda
Palatum : merah muda
Temuan lain : tidak ada

LEHER
Mobilitas : normal
Kesimetrisan : simetris
Pembesaran vena : tidak ada
Temuan lain : tidak ada
DADA
Inspeksi Bentuk dada simetris, ada retraksi dinding dada.

Palpasi ada nyeri tekan dada sebelah kanan , tidak ada


luka, fokal fremitus begetar kencang, dan
simetris kanan dan kiri
Perkusi Redup
Auskultasi Vesikuler

ABDOMEN
Inspeksi : Simetris, tidak ada luka bekas operasi, kulit
bersih
Auskultasi : normal hiperaktif
Perkusi : Tympani
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa,
tidak teraba pembesaran hepar.

GENETALIA
Laki-laki – scrotum : ada
Testis : ada
Urethral opening : ada
Eliminasi urine : BAK 1 hari 6x
Eliminasi BAB : Belum bias BAB selama di rawat

EKSTREMITAS (KAKI)
Kesimetrisan : simtris
Pergerakan tumit ke telinga : tidak ada
Tonus otot : baik
Panjang kaki : normal
Lipatan gluteal : ada
Abduksi pinggul/pangkal : normal
paha refleks
Plantar : ada
Stapping refleks : belum ada
EKSTREMITAS (LENGAN/TANGAN)
Kesimetrisan : simetris
Tonus otot : baik
Panjang lengan : normal
Palmar refleks : ada
Temuan lain : tidak ada

B. PENGKAJIAN FOKUS KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

Kebutuhan Dasar Hasil


OKSIGENSASI Terapi Nasal kanul Pengkajian
3 liter
NUTRISI Diit bubur+ lauk.
ELIMINASI Eliminasi BAB belum bisa BAB selama di rawat
dan BAK normal
CAIRAN – ELEKTROLIT Pasien terpasang infus NACL 20tpm
KEAMANAN Pasien aman
KESELAMATAN Pasien aman
KENYAMANAN Pasien kurang nyaman karena sesak
AKTIVITAS - Pasien terlihat istirahat dengan cukup
ISTIRAHAT
B. Data penunjang
1. Pemeriksaan radiologi :

X foto Toraks Ap Supine( asimetris)

klisin: Massa paru kanan

 COR: Bentuk dan letak jantung normal


 Pulmo: corakan vaskular tampak meningkat
Tampak multipel opasitas bentuk nodular batas
sebagian tak tegas pada lapang tengah bawah paru kiri
dan lapang atas paru kiri
 Tampak ground glass opacty pada aspek superior heitorax
kanan yang mendesak trakea ke kiri
 Tampak multiple opasitas bentuk relatif bulat atas sbagian tak
tegas pada perihiler kanan kiri
 Hemidiafragma kanan setinggi costa 10 posterior
 Sinus costofrenikus kaan lancip, kiri tumpul
 Tak tampak lesi litik, sklerotik maupun destruksi pada os
costae, os daviculae, dan os scapulae yang tervisualisasi.
KESAN:
 COR tak membesar
 Ground glass opacity pada aspek superior hemithorax kanan
yang mendesak trakeak ke kiri disertai multiple opasitas
bentuk relatif bulat pada perihiler kanan kiri- curiga massa
mediastunum.
 Multiple opasitas nodular pada lapang tengah bawah paru
kanan kiri dan lapang atas paru kiri- curiga nodul metastasis.
2. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan Nilai normal


Patologi
Hb 9,9 g/dl 13,2-17,3
Ht 30,6 % 32-62
Eritrosit 5,63 10’6/ul 4,4-5,9
Leukosit 20,4 10’3/ul 3,8-10,6
Trombosit 689 10’3/ul 150-400
Kimia Klinik
GDS 196 mg/dl 80-160
Ureum 46 mg/dl 15-39
Creatinin 1,2 mg/dl 0,6-1,3
Albumin 2,7 g/dl 3,4-5,0
Natrium 129 mmol/l 136-145
Calium 5,1 mmol/l 3,5-5,0

3. Diit yang diperoleh : bubur+ lauk


4. Terapi yang di peroleh

Nama obat Dosis


Nacl 0,9 % 20 tpm
Levofloxacin 750mg/ 24 jam iv
N- asetil sistein 200mg/8 jam po
MST 10mg/ 24 jam po
Na caps 600mg/ 8 jam po
kalitake 1 sach/ 8 jam po

C. Diagnosa Keperawatan
1. pola nafas tidak efektib b,d hambatan upaya nafas

D. Pengelompokan Data
NO TGL DATA (DS DAN DO) TTD & NAMA

1. 10 Ds :
JAN  Pasien mengatakan mengeluh sesak nafas
 pasien mengatakan terkadang batuk sampai
2020 terkadang nangis kalau batuk
 pasien tampak suka di posisi miring kiri
karena katanya lebih nyaman
 pasien mengatakan makan hanya ½ pori saja
karena tidak nafsu makan
 pasien mengatakan untuk minumnya mau ±
5 gelas sehari,
 pasien mengatakan untuk BAK lancar teteapi
kalau BAK di tempat tidur menggunakan
pispot,
 pasien mengatakan namum untuk BAB
pasien belum BAB semenjak dari IGD dan
sampai sekarang.
Wiwi
 pasien mengatakan untuk istirahat dan tidur
cukup,
 pasien mengatakan merasa dingin,

Do :

 pasien tampak terengah- engah,


 pasien tampak terpasang terapi oksigen
nasal kanul 3 liter
 tampak gelisah
 akral hangat
 TD: 90/60mmhg,
 HR: 68x/m,
 S: 37,8 c,
 RR: 25x/m.
 BB: 54 KG,
 TB: 160 Cm,

E. Analisa Data

DATA (DS dan DO) MASALAH (P) ETIOLOGI (E)

DS:
 Pasien mengatakan
mengeluh sesak nafas
 pasien mengatakan sering
batuk sampai terkadang
nangis kalau batuk
 pasien tampak suka di posisi
miring kiri karena katanya Pola nafas tidak efektif Hambatan upaya nafas
lebih nyaman

DO:
 pasien tampak terengah-
engah,
 pasien tampak terpasang
terapi oksigen nasal kanul
3 liter
 tampak gelisah
 akral hangat
 TD: 90/60mmhg,
 HR: 68x/m,
 S: 37,8 c,
 RR: 25x/m.
F. Perencanaan

No Diagnose Tujuan Intervensi


Keperawatan
(NOC) (NIC)
1 Pola nafas tidak 1) Respiratory status : 1) Posisikan semifowler
efektif Ventilation untuk memaksimalkan
2) Respiratory status : ventilasi
Airway patency 2) Auskultasi suara nafas,
3) Vital sign Status catat adanya suara
tambahan
Setelah dilakukan 3) Berikan pelembab udara
tindakan keperawatan Kassa basah NaCl Lembab
selama 3x24 jam Pasien 4) Atur intake untuk cairan
menunjukan keefektifan mengoptimalkan
pola napas, dibuktikan keseimbangan.
dengan 5) Monitor respirasi dan
status O2
Kriteria Hasil :
6) Bersihkan mulut, hidung
1. Mendemonstrasikan dan secret trakea
batuk efektif dan suara 7) Pertahankan jalan nafas
nafas yang bersih, yang paten
tidak ada sianosis dan 8) Observasi adanya tanda
dyspneu (mampu tanda hipoventilasi
mengeluarkan sputum, 9) Monitor adanya kecemasan
mampu bernafas pasien terhadap oksigenasi
dengan mudah, tidak 10) Monitor vital sign
ada pursed lips) 11) Ajarkan bagaimana batuk
2. Menunjukkan jalan secara efektif
nafas yang paten 12) Monitor pola nafas
(klien tidak merasa
tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan
dalam rentang normal,
tidak ada suara nafas
abnormal)
3. Tanda Tanda vital
dalam rentang normal
(tekanan darah, nadi,
pernafasan)

G. Implementasi

NO TGL TINDAKAN RESPON PS TTD &


.DX NAMA
1 10 Jan 2020 1. Monitor keadaan Ds:
umum pasien  pasien
2. Mengukur TTV mengatakan
3. Mengkaji Klien sesak.
4. Posisikan  Pasien
semifowler untuk mengatakan
memaksimalkan nyaman posisi
ventilasi miring kiri
5. Menambahkan dan posisi
cairan O2 semifowler.
6. Monitor pola nafas Do:
7. Menganjurkan  pasien
istrahat tampak
masih
terengah-
engah,
 pasien
tampak
terpasang wiwi
terapi
oksigen
nasal kanul
3 liter
 tampak
nyaman.
 TD:
90/60mmhg,
 HR: 68x/m,
 S: 37,8 c,
 RR: 25x/m.
Ds:
11 Jan 2020 1. Monitor keadaan
umum pasien  pasien
2. menambahkan mengatakan
cairan O2 masih sesak.
3. Monitor ttv  Pasien
4. Memberikan mengatakan
terapi obat nyaman
5. Mengganti cairan dengan
infus posisis
miring kiri
dan posisi
semifowler.
Do:
 pasien
tampak
terpasang
terapi
oksigen
nasal kanul
3 liter
 tampak
nyaman
 TD 110/ 60,
 RR: 23x/m
 S: 37,7
 HR: 66x/m

DS:
1. Monitor keadaan  pasien
12 Jan 2020 umum pasien mengatakan
2. Memberikan masih sedikit
terapi obat sesak
3. Monitor pola nafas  Pasien
4. monitor TTV mengatakan
posisi nyaman
dengan posisi
miring kiri dan
posisi
semifowler.
Do:
 pasien
tampak
terpasang
terapi
oksigen
nasal kanul
3 liter
 tampak
nyaman
 TD 100/ 60,
 RR: 21x/m
 S: 37,5
 HR: 68x/m

H. Catatan Perkembangan

NO WAKTU EVALUASI TTD &


DX (TGL/JAM) NAMA
1 13 Des 2019 S:

 pasien mengatakan masih sedikit


sesak
 Pasien mengatakan posisi nyaman
dengan posisi miring kiri dan posisi
semifowler.

O:

 pasien tampak terpasang terapi


oksigen nasal kanul 3 liter
 tampak nyaman
 nafas tidak terengah-engah.
 TD: 100/60 mmhg,
 N: 68x/menit,
 RR: 21 x/menit,
 S: 37,5 C.
A: pola nafas belum teratasi
Wiwi
P: lanjutkan intervensi
1. Monitor keadaan
umum pasien
2. Mengukur TTV
3. Posisikan semifowler untuk
memaksimalkan ventilasi
4. Menambahkan cairan O2
5. Monitor pola nafas
6. Memberikan
terapi obat
7. Menganjurkan
istrahat

BAB IV

APLIKASI JURNAL EVIDENCE BASED NURSING RISET

A. Identitas Klien
Nama : Tn. C
Tanggal lahir/usia : 17/08/1969
Jenis kelamin : laki-laki
Tanggal Masuk : 09 Januari 2020
No. Register : C797561
Diagnosa medis : Tumor Paru Kanan
B. Data Fokus Klien
Data Subjektif:
Tn, C dengan keluhan sesak nafas, pasien tampak terengah- engah, pasien
mengatakan suka posisi miring kiri karena katanya lebih nyaman, pasien
tampak terpasang terapi oksigen nasal kanul 3 liter. pasien mengatakan makan
hanya ½ pori saja karena tidak nafsu makan, untuk minumnya mau ± 5 gelas
sehari, untuk BAK lancar teteapi kalau BAK di tempat tidur menggunakan
pispot, namum untuk BAB pasien belum BAB semenjak dari IGD dan sampai
sekarang. pasien mengatakan untuk istirahat dan tidur cukup, pasien
mengatakan merasa dingin.
Data Objektif:
 Pasien tampak terengah- engah,
 Pasien tampak terpasang terapi oksigen nasal kanul 3 liter
 Tampak gelisah
 Akral hangat
 TD: 90/60mmhg,
 HR: 68x/m,
 S: 37,8 c,
 RR: 25x/m.
C. Diagnosa Keperawatan yang Berhubungan dengan Jurnal Evidence Based
Nursing Riset yang Diaplikasikan
Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas
D. Evidence Based Nursing Practice yang Diaplikasikan
posisi semifowler
E. Analisa Sintesa Justifikasi
asap rokok, polusi udara, pemajanan okupasi

iritasi mukosa Bronkus

peradangan kronik

pembelahan sel yang tidak terkendali

karsinoma paru

adanya massa dalam paru

kerusakan membran alveoli

gangguan pertukaran gas

penurunan ekspirasi paru

sesak nafas
pola nafas tidak efektif

posisi semifowler untuk memaksimalkan ventilasi

F. Landasan Teori Terkait Penerapan Evidence Based Nursing Practice


Tumor paru merupakan keganasan pada jaringan paru. Jenis tumor paru
dibagi untuk tujuan pengobatan, meliputi SCLC (Small Cell Lung Cancer) dan
NSLC (Non Small Cell Lung Cancer/Karsinoma Skuamosa, adenokarsinoma,
karsinoma sel besar) (Sylvia & Price, 2006).
Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran
napas atau epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel
yang tidak normal, tidak terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal.
Proses keganasan pada epitel bronkus didahului oleh masa pra kanker.
Perubahan pertama yang terjadi pada masa prakanker disebut metaplasia
skuamosa yang ditandai dengan perubahan bentuk epitel dan menghilangnya
silia (Robbin & Kumar, 2007).
Kanker paru-paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali
dalm jaringan paru-paru dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen,
lingkungan, terutama asap rokok ( Suryo, 2010).
BAB V
PEMBAHASAN
A. Justifikasi Pemilihan Tindakan Berdasarkan Evidence Based Nursing
Practice
Peneliti memilih tindakan Posisi semi fowler mampu memaksimalkan
ekspansi paru dan menurunkan upaya penggunaan alat bantu otot
pernapasan.Ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan meningkatkan
gerakan sekret ke jalan napas besar untuk dikeluarkan (Muttaqin 2008).
Tujuan dari tindakan ini adalah untuk menurunkan konsumsi O2 dan
menormalkan ekspansi paru yang maksimal, serta mempertahankan
kenyamanan. Posisi semi fowler bertujuan mengurangi resiko stasis sekresi
pulmonar dan mengurangi resiko penurunan pengembangan dinding dada
(Musrifatul, 2012) Kemudian diagnosa keperawatan yang didapat dari hasil
pengkajian klien memunculkan masalah Pola nafas tidak efektif b.d hambatan
upaya nafas
1. Judul Penelitian
Tata Laksana Posisi semi fowler
2. Penelitian
Dwi Nur Aini
3. Metode Penelitian
Metode Penelitian ini menggunakan Quasi-Experimental Design dengan
pendekatan One Group Pretest-Posttest Control.
4. Penatalaksanaan
Pada penelitian dilakukan pada pasien yang mengalami gangguan nafas
B. Mekanisme penerapan Evidence Based Nursing Practice
1. Tahap prainteraksi
a. Membaca status klien
b. Mencuci tangan
c. Mengenakan APD (bila diperlukan)
2. Tahap orientasi
a. Menjaga privasi klien
b. Memberikan salam dan memperkenalkan diri
c. Menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan kepada klien
3. Tahap kerja
a. Mengkaji keadaan klien
b. Mengkaji pengetahuan keluarga klien
c. Mengajarkan posisi semifowler
1. Menganjurkan klien untuk mengatur posisi yang nyaman
2. Atur posisi tempat tidur pasien dengan cara memutakan pegangan
yang ada di bawah, bagian depan tempat tidur sekitar 30-45º atau
senyaman pasien.
3. Meminta keluarga untuk melakukan secara mandiri cara mengatur
posisi tempat tidur yang sudah di ajarkan.
4. Rapikan pasien
4. Tahap terminasi
a. Mempehatikan respon klien sebelum dan sesudah tindakan
b. Membuat rencana tindak lanjut
c. mengucapkan salam
d. Cuci tangan
C. Hasil Yang Dicapai
Mengevaluasi pola nafas pada keluarga Tn, C agar mampu melakukan
penanganan posisi semi fowler secara mandiri supaya Tn.C dapat
menurunkan konsumsi O2 dan menormalkan ekspansi paru yang maksimal,
serta mempertahankan kenyamanan. Klien merasa lebih nyaman dengan
posisi semifowler dan miring ke kiri, tidak terengah-engah. TTV:
100/60mmhg, HR = 68x/ menit, RR = 21x/menit, S = 37,5 0C
D. Kelebihan dan kekurangan
Beberapa kelebihan dan kekurangan aplikasi EBN ini antara lain:
1. Kelebihan
a. Ekonomis
b. Terdapat tata cara pelaksanaan tindakan
c. Sebagai salah satu alternatif pilihan dalam mengatasi sesak nafas
2. Kekurangan
a. Tergantung kenyamanan, dan mood pasien.

BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tumor paru merupakan keganasan pada jaringan paru. Jenis tumor
paru dibagi untuk tujuan pengobatan, meliputi SCLC (Small Cell Lung
Cancer) dan NSLC (Non Small Cell Lung Cancer/Karsinoma Skuamosa,
adenokarsinoma, karsinoma sel besar). Tumor ganas paru primer yang berasal
dari saluran napas atau epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan
pertumbuhan sel yang tidak normal, tidak terbatas, dan merusak sel-sel
jaringan yang normal. Proses keganasan pada epitel bronkus didahului oleh
masa pra kanker. Perubahan pertama yang terjadi pada masa prakanker disebut
metaplasia skuamosa yang ditandai dengan perubahan bentuk epitel dan
menghilangnya silia (Robbin & Kumar, 2007).
Hasil yang didapatkan dari terapi ini, keluarga Tn, C mampu
melakukan penanganan posisi semi fowler secara mandiri dan Tn.C dapat
menurunkan konsumsi O2 dan menormalkan ekspansi paru yang maksimal,
serta mempertahankan kenyamanan. Klien merasa lebih nyaman dengan
posisi semifowler dan miring ke kiri, tidak terengah-engah. TTV:
100/60mmhg, HR = 68x/ menit, RR = 21x/menit, S = 37,5 0C
B. Saran
1. Bagi Pelayanan Keperawatan
Memberikan masukan dan ilmu bagi perawat dan sebagai sumber
ilmu dan referensi untuk tenaga kesehatan di luar sana dalam memberikan
edukasi atau pendidikan kesehatan tentang pemberian posisi semi fowler
pada pasien gangguan sistem pernafasan dalam menurunkan respiratori
rate, serta perawat harus memberikan posisi semi fowler pada pasien
dengan gangguan pernafasan.
2. Bagi Penderita
Diharapkan responden dapat menerapkan penatalaksanaan dalam
mengurangi sesak, responden dapat menggunakan posisi semi fowler untuk
mengurangi sesak, serta mendapatkan pengetahuan tentang cara mengatasi
sesak dengan menggunakan posisi semi fowler
3. Bagi institusi rumah sakit
Sebagai masukan dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
tentang cara mengatasi sesak dengan menggunakan posisi semi fowler
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.


Dochterman, Joanne M., Gloria N. Bulecheck. 2004. Nursing
Interventions Classifications (NIC) Fourth Edition. Missouri: Mosby Elsevier.
Doengoes, E Marilynn dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta :
EGC
Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Volume I . Bandung:
Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran.
Mansjoer, Arief. Dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Jakarta:
EGC
Moorhed, Sue, Marion Jhonson, Meridean L. Mass, dan Elizabeth
Swanson. 2008. Nursing Outcomes Classifications (NOC) Fourth Edition.
Missouri: Mosby Elsevier.
NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC.
Smeltzer, C. Suzanne. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Volume 3. Jakarta: EGC.
Suryo, Joko. 2010. Herbal Penyembuhan Gangguan Sistem Pernapasan.
Yogyakarta: B First
Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi 3.
Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
Sylvia & Price. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Wilson, Susan and Thompson, June (1990), Respiratory Disorders, Mosby
Year Book, Toronto.

Anda mungkin juga menyukai