Oleh :
LUH PUTU RETIKAWATI
(P07120213007)
TINGKAT 4 SEMESTER VII
2. Penyebab / Etiologi
3. Patofisiologi
Terjadinya SLE dimulai dengan interaksi antara gen yang rentan serta
faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinya respons imun yang abnormal.
Respon tersebut terdiri dari pertolongan sel T hiperaktif pada sel B yang
hiperaktif pula, dengan aktivasi poliklonal stimulasi antigenik spesifik pada
kedua sel tersebut. Pada penderita SLE mekanisme yang menekan respon
hiperaktif seperti itu, mengalami gangguan. Hasil dari respon imun abnormal
tersebut adalah produksi autoantibodi dan pembentukan imun kompleks.
Subset patogen autoantibodi dan deposit imun kompleks di jaringan serta
kerusakan awal yang ditimbulkannya merupakan karakteristik SLE.
Antigen dari luar yang akan di proses makrofag akan menyebabkan
berbagai keadaan seperti : apoptosis, aktivasi atau kematian sel tubuh,
sedangkan beberapa antigen tubuh tidak dikenal (self antigen) contoh:
nucleosomes, U1RP, Ro/SS-A. Antigen tersebut diproses seperti umumnya
antigen lain oleh makrofag dan sel B. Peptida ini akan menstimulasi sel T dan
akan diikat sel B pada reseptornya sehingga menghasilkan suatu antibodi yang
merugikan tubuh. Antibodi yang dibentuk peptida ini dan antibodi yang
terbentuk oleh antigen external akan merusak target organ (glomerulus, sel
endotel, trombosit). Di sisi lain antibodi juga berikatan dengan antigennya
sehingga terbentuk imun kompleks yang merusak berbagai organ bila
mengendap.
Perubahan abnormal dalam sistem imun tersebut dapat mempresentasikan
protein RNA, DNA dan phospolipid dalam sistem imun tubuh. Beberapa
autoantibodi dapat meliputi trombosit dan eritrosit karena antibodi tersebut
dapat berikatan dengan glikoprotein II dan III di dinding trombosit dan
eritrosit. Pada sisi lain antibodi dapat bereaksi dengan antigen cytoplasmic
trombosit dan eritrosit yang menyebabkan proses apoptosis.
Peningkatan imun kompleks sering ditemukan pada SLE dan ini
menyebabkan kerusakan jaringan bila mengendap. Imun kompleks juga
berkaitan dengan komplemen yang akhirnya menimbulkan hemolisis karena
ikatannya pada receptor C3b pada eritrosit.
Kerusakan pada endotel pembuluh darah terjadi akibat deposit imun
kompleks yang melibatkan berbagai aktivasi komplemen, PMN dan berbagai
mediator inflamasi.
Keadaan-keadaan yang terjadi pada cytokine pada penderita SLE adalah
ketidakseimbangan jumlah dari jenis-jenis cytokine. Keadaan ini dapat
meningkatkan aktivasi sel B untuk membentuk antibodi.
4. Manifestasi Klinis
a. Sistem Muskuloskeletal
Yang paling sering terkena ialah sendi interfalangeal proksimal didikuti
oleh lutut, pergelangan tangan, metakarpofalangeal, siku dan pergelangan
kaki. Selain pembekakan dan nyeri mungkin juga terdapat efusi sendi.
Artritis biasanya simetris, tanpa menyebabkan deformitas, kontraktur atau
ankilosis. Adakala terdapat nodul reumatoid. Nekrosis vaskular dapat
terjadi pada berbagai tempat, dan ditemukan pada pasien yang
mendapatkan pengobatan dengan streroid dosis tinggi. Tempat yang paling
sering terkena ialah kaput femoris.
b. Sistem Integumen
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang
melintang pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai mukosa
pipi atau palatum durum.
c. Sistem Kardiak
Peradangan berbagai bagian jantung bisa terjadi, seperti perikarditis,
endokarditis maupun miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi
sebagai akibat keadaan tersebut.
d. Sistem Pernafasan
Pada lupus bisa terjadi pleuritis (perdangan selaput paru) dan efusi pleura
(penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibat dari
kejadian tersebut sering timbul nyeri dada dan sesak napas.
e. Sistem Vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler,
eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan
ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
f. Sistem Perkemihan
Ada 2 macam kelainan patologis pada ginjal, yaitu nefritis lupus difus dan
nefritis lupus membranosa. Nefritis lupus merupakan kelainan yang paling
berat. Klinis biasanya tampak sebagai sindrom nefrotik, hipertensi serta
gangguan fungsi ginjal sedang sampai berat. Nefritis lupus membranosa
lebih jarang ditemukan. Ditandai dengan sindrom nefrotik, gangguan
fungsi ginjal ringan serta perjalanan penyakit yang mungkin berlangsung
cepat atau lambat tapi progresif.
Kelainan ginjal yang lain yang mungkin ditemukan pada SLE ialah
pielonefritis kronik, tuberkulosis ginjal. Gagal ginjal merupakan salah satu
penyebab kematian SLE kronik.
g. Sistem Saraf
Gangguan susunan saraf pusat terdiri atas 2 kelainan utama yaitu psikosis
organik dan kejang-kejang. Penyakit otak organik biasanya ditemukan
bersamaan dengan gejala aktif SLE pada sistem lain-lainnya. Pasien
menunjukkan gejala halusinasi disamping gejala khas organik otak seperti
sukar menghitung dan tidak sanggup mengingat kembali gambar yang
pernah dilihat.
Psikosis steroid juga termasuk sindrom otak organik yang secara klinis tak
dapat dibedakan dengan psikosis lupus. Perbedaan antara keduanya baru
dapat diketahui dengan menurunkan atau menaikkan dosis steroid yang
dipakai. Psikosis lupus membaik jika dosis steroid dinaikkan dan
sebaliknya. Kejang-kejang yang timbul biasanya termasuk tipe grandmal.
Kelainan lain yang mungkin ditemukan ialah afasia, hemiplegia.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. CT Scan
CT Scan direkomendasikan setelah stabilisasi jalan nafas dan sirkulasi.
Jika hasil pencitraan negatif, fungsi lumbal dapast dipertimbangkan untuk
menyingkirkan etiologi infeksia
b. Lumbal Punksi
Direkomendasikan hanya pada pasien SE yang memiliki manifestasi klinis
infeksi SSP
c. EEG (elektoensefalografi)
Sangat berperan untuk menunjukkan fokus dari suatu kejang di area
tertentu otak. Continuous EEG (cEEG) sangat berguna pada
penatalaksanaan SE di ruang intensive care unit (ICU), dilakukan dalam
satu jam sejak onset jika kejang masih berlanjut. Ini bermanfaat untuk
mempertahankan dosis obat antiepilepsi selama titrasi dan mendeteksi
berulangnya kejang. Indikasi penggunaan cEEG pada SE adalah kejang
klinis yang masih berlangsung atau SE yang tidak pulih dalam 10 menit,
koma, postcardiac arrest, dugaan nonconvulsive SE pada pasien dengan
perubahan kesadaran. Durasi EEG seharusnya paling sedikit dalam 48
jam.
d. Tes ANA (Anti Nuclear Antibody)
e. Tes Anti dsDNA (double stranded)
f. Tes Antibodi anti-S (Smith)
g. Tes Anti-RNP (Ribonukleoprotein), anti-ro/anti-SS-A, anti-La
(antikoagulan lupus anti SSB, dan antibodi antikardiolipin).
h. Komplemen C3, C4, dan CH50 (komplemen hemolitik)
i. Tes sel LE
j. Tes anti ssDNA (single stranded)
6. Penatalaksanaan medis
7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita SLE adalah sebagai berikut:
a. Gagal ginjal adalah penyebab tersering kematian pada penderita SLE.
Gagal ginjal dapat terjadi akibat deposit kompleks antibodi-antigen pada
glomerulus disertai pengaktifan komplemen resultan yang menyebabkan
cedera sel, suatu contoh reaksi hipersensitivitas tipe III
b. Dapat terjadi perikarditis (peradangan kantong perikadium yang
mengelilingi jantung)
c. Peradangan membran pleura yang mengelilngi paru dapat membatasi
perapasan. Sering terjadi bronkhitis.
d. Dapat terjadi vaskulitis di semua pembuluh serebrum dan perifer.
e. Komplikasi susunan saraf pusat termasuk stroke dan kejang. Perubahan
kepribadian, termasuk psikosis dan depresi dapat terjadi. Perubahan
kepribadian mungkin berkaitan dengan terapi obat atau penyakitnya
(Elizabeth, 2009).
2. Diagnosa Keperawatan
3. Rencana Keperawatan
Kusuma, Hardi & Amin Huda Nurarif. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis
Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai
Kasus. Jogjakarta: Mediaction Jogja.
Gloria M. Bulechek, (et al).2013. Nursing Interventions Classifications (NIC) 6th
Edition. United States of America: Elsevier.
Moorhead, Sue. et al. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC). Fifth
Edition. United States of America: Elsevier.
Bruner and Sudarth, (2002) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8,
Volume 2. Jakarta: EGC
Price and Wilson, (2006) Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit.
Edisi 6, volume 1. Jakarta: EGC
Underwood, (1996) Patologi umum dan sistematik. Edisi 2, volume 2. Jakarta:
EGC
Carpenito and Moyet, (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 10.
Jakarta: EGC
Nanda Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan. Jakarta:EGC
Denpasar, 26 Desember 2016
Pembimbing Praktik (CI) Mahasiswa
Parsial Umum
sederhana kompleks
absens mioklonik Tonik klonik atonik