Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

Non Hiodgkin Limfoma

disusun untuk memenuhi tugas profesi ners


Departemen Medical di Ruang 27 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Oleh :
PIPIT KURNIATUL LAILA
NIM. 125070200111020

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
Non Hiodgkin Limfoma
Untuk Memenuhi Tugas Individu Pendidikan Profesi Ners Departemen
Medikal di Ruang 27 RSSA Malang

Oleh :
PIPIT KURNIATUL LAILA
125070200111020

Telah diperiksa kelengkapannya pada :


Hari :
Tanggal :
Dan dinyatakan memenuhi kompetensi

Mengetahui
Perseptor Akademik, Perseptor Klinik,

( ) ( )
NIP. NIP.
NHL (Non Hodgkin Limfoma)
Definisi
Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup
sistem limfatik dan imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, ditandai dengan
kelainan umum yaitu pembesaran kelenjar limfe diikuti splenomegali,
hepatomegali dan kelainan sumsum tulang. Tumor ini dapat juga dijumpai ekstra
nodul yaitu diluar sistem limfatik dan imunitas antara lain pada traktus digestivus,
paru, kulit dan organ lain.
Di Indonesia sendiri, LNH bersama-sama dengan LH dan leukemia
menduduki urutan keenam tersering. Sampai saat ini belum diketahui
sepenuhnya mengapa angka kejadian penyakit ini terus meningkat. Adanya
hubungan yang erat antara penyakit AIDS dan penyakit ini memperkuat dugaan
adanya hubungan antara kejadian limfoma dengan kejadian infeksi sebelumnya.4
Secara umum, limfoma diklasifikasikan menjadi dua, yaitu limfoma
hodgkin dan limfoma non-hodgkin. Klasifikasi ini dibuat berdasarkan perbedaan
histopatologis dari kedua penyakit di atas, di mana pada limfoma hodgkin
terdapat suatu gambaran yang khas yaitu adanya sel Reed-Sternberg.5 Sebagian
besar limfoma ditemukan pada stadium lanjut yang merupakan penyulit dalam
terapi kuratif.
Penemuan penyakit pada stadium awal masih merupakan faktor penting
dalam terapi kuratif walaupun tersedia berbagai jenis kemoterapi dan radioterapi.
Akhir-akhir ini, angka harapan hidup 5 tahun meningkat dan bahkan sembuh
berkat manajemen tumor yang tepat dan tersedianya kemoterapi dan radioterapi.
Limfoma atau limfoma maligna adalah sekelompok kanker di mana sel-sel
limfatik menjadi abnormal dan mulai tumbuh secara tidak terkontrol. Karena
jaringan limfe terdapat di sebagian besar tubuh manusia, maka pertumbuhan
limfoma dapat dimulai dari organ apapun.2

Klasifikasi
Berdasarkan gambaran histopatologisnya, limfoma dibedakan menjadi
dua jenis5, yaitu:
a. Limfoma Hodgkin (LH)
Limfoma jenis ini memiliki dua tipe. yaitu tipe klasik dan tipe nodular
predominan limfosit, di mana limfoma hodgkin tipe klasik memiliki empat
subtipe menurut Rye, antara lain:
Nodular Sclerosis
Lymphocyte Predominance
Lymphocyte Depletion
Mixed Cellularity
b. Limfoma Non-Hodgkin (LNH)
Formulasi Kerja (Working Formulation) membagi limfoma non-hodgkin
menjadi tiga kelompok utama, antara lain:
Limfoma Derajat Rendah
Kelompok ini meliputi tiga tumor, yaitu limfoma limfositik kecil, limfoma
folikuler dengan sel belah kecil, dan limfoma folikuler campuran sel belah
besar dan kecil.
Limfoma Derajat Menengah
Ada empat tumor dalam kategori ini, yaitu limfoma folikuler sel besar,
limfoma difus sel belah kecil, limfoma difus campuran sel besar dan kecil,
dan limfoma difus sel besar.
Limfoma Derajat Tinggi
Terdapat tiga tumor dalam kelompok ini, yaitu limfoma imunoblastik sel
besar, limfoma limfoblastik, dan limfoma sel tidak belah kecil.
Perbedaan antara LH dengan LNH ditandai dengan adanya sel Reed-
Sternberg yang bercampur dengan infiltrat sel radang yang bervariasi. Sel Reed-
Sternberg adalah suatu sel besar berdiameter 15-45 mm, sering berinti ganda
(binucleated), berlobus dua (bilobed), atau berinti banyak (multinucleated)
dengan sitoplasma amfofilik yang sangat banyak. Tampak jelas di dalam inti sel
adanya anak inti yang besar seperti inklusi dan seperti mata burung hantu (owl-
eyes), yang biasanya dikelilingi suatu halo yang bening.5

(a) (b)
Gambar 1. Gambaran histopatologis (a) Limfoma Hodgkin dengan Sel Reed
Sternberg dan (b) Limfoma Non Hodgkin
Etiologi
Penyebab limfoma hodgkin dan non-hodgkin sampai saat ini belum
diketahui secara pasti1,2,6. Beberapa hal yang diduga berperan sebagai penyebab
penyakit ini antara lain:
a. Infeksi (EBV, HTLV-1, HCV, KSHV, dan Helicobacter pylori)
b. Faktor lingkungan seperti pajanan bahan kimia (pestisida, herbisida, bahan
kimia organik, dan lain-lain), kemoterapi, dan radiasi.
c. Inflamasi kronis karena penyakit autoimun
d. Faktor genetik

Anatomi Sistem Limfatik


Sistem limfatik terdapat di seluruh bagian tubuh manusia, kecuali sistem
saraf pusat. Bagian terbesarnya terdapat di sumsum tulang, lien, kelenjar timus,
limfonodi dan tonsil. Organ-organ lain termasuk hepar, paru-paru, usus, jantung,
dan kulit juga mengandung jaringan limfatik.

Gambar 2. Anatomi Sistem Limfatik


Limfonodi berbentuk seperti ginjal atau bulat, dengan diameter sangat
kecil sampai dengan 1 inchi. Limfonodi biasanya membentuk suatu kumpulan
(yang terdiri dari beberapa kelenjar) di beberapa bagian tubuh yang berbeda
termasuk leher, axilla, thorax, abdomen, pelvis, dan inguinal. Kurang lebih dua
per tiga dari seluruh kelenjar limfe dan jaringan limfatik berada di sekitar dan di
dalam tractus gastrointestinal.
Pembuluh limfe besar adalah ductus thoracicus, yang berasal dari sekitar
bagian terendah vertebrae dan mengumpulkan cairan limfe dari extremitas
inferior, pelvis, abdomen, dan thorax bagian inferior. Pembuluh limfe ini berjalan
melewati thorax dan bersatu dengan vena besar di leher sebelah kiri. Ductus
limfatikus dextra mengumpulkan cairan limfe dari leher sebelah kanan, thorax,
dan extremitas bagian superior kemudian menyatu dengan vena besar pada
leher kanan.
Limpa berada di kuadran kiri atas abdomen. Tidak seperti jaringan limfoid
lainnya, darah juga mengalir melewati limpa. Hal ini dapat membantu untuk
mengontrol volume darah dan jumlah sel darah yang bersirkulasi dalam tubuh
serta dapat membantu menghancurkan sel darah yang telah rusak.2

Patofisiologi
Ada empat kelompok gen yang menjadi sasaran kerusakan genetik pada
sel-sel tubuh manusia, termasuk sel-sel limfoid, yang dapat menginduksi
terjadinya keganasan. Gen-gen tersebut adalah proto-onkogen, gen supresor
tumor, gen yang mengatur apoptosis, gen yang berperan dalam perbaikan DNA.
Proto-onkogen merupakan gen seluler normal yang mempengaruhi pertumbuhan
dan diferensiasi, gen ini dapat bermutai menjadi onkogen yang produknya dapat
menyebabkan transformasi neoplastik, sedangkan gen supresor tumor adalah
gen yang dapat menekan proliferasi sel (antionkogen). Normalnya, kedua gen ini
bekerja secara sinergis sehingga proses terjadinya keganasan dapat dicegah.
Namun, jika terjadi aktivasi proto-onkogen menjadi onkogen serta terjadi
inaktivasi gen supresor tumor, maka suatu sel akan terus melakukan proliferasi
tanpa henti.
Gen lain yang berperan dalam terjadinya kanker yaitu gen yang mengatur
apoptosis dan gen yang mengatur perbaikan DNA jika terjadi kerusakan. Gen
yang mengatur apoptosis membuat suatu sel mengalami kematian yang
terprogram, sehingga sel tidak dapat melakukan fungsinya lagi termasuk fungsi
regenerasi. Jika gen ini mengalami inaktivasi, maka sel-sel yang sudah tua dan
seharusnya sudah mati menjadi tetap hidup dan tetap bisa melaksanakan fungsi
regenerasinya, sehingga proliferasi sel menjadi berlebihan. Selain itu, gagalnya
gen yang mengatur perbaikan DNA dalam memperbaiki kerusakan DNA akan
menginduksi terjadinya mutasi sel normal menjadi sel kanker.5

Gambar 3. Skema Patofisiologi Terjadinya Keganasan

Manifestasi Klinis
Baik tanda maupun gejala limfoma hodgkin dan limfoma non-hodgkin
dapat dilihat pada tabel berikut ini.1,7
Tabel 1. Manifestasi Klinis dari Limfoma
Limfoma Hodgkin Limfoma Non-Hodgkin
Asimtomatik limfadenopati Asimtomatik limfadenopati
Anamnesis
Gejala sistemik (demam Gejala sistemik (demam
intermitten, keringat intermitten, keringat
malam, BB turun) malam, BB turun)
Nyeri dada, batuk, napas Mudah lelah
pendek Gejala obstruksi GI tract
Pruritus dan Urinary tract.
Nyeri tulang atau nyeri
punggung
Teraba pembesaran Melibatkan banyak kelenjar
limonodi pada satu perifer
kelompok kelenjar (cervix, Cincin Waldeyer dan
axilla, inguinal) kelenjar mesenterik sering
Cincin Waldeyer & kelenjar terkena
mesenterik jarang terkena Hepatomegali &
Pemeriksaan
Hepatomegali & Splenomegali
Fisik
Splenomegali Massa di abdomen dan
Sindrom Vena Cava testis
Superior
Gejala susunan saraf pusat
(degenerasi serebral dan
neuropati)

Stadium Limfoma
Selain tanda dan gejala di atas, stadium limfoma maligna secara klinis
juga dapat ditentukan berdasarkan klasifikasi Ann Arbor yang telah dimodifikasi
Costwell.1,3,6
Tabel 2. Klasifikasi Limfoma Menurut Ann Arbor yang telah dimodifikasi oleh
Costwell
Keterlibatan/Penampakan
Stadium
I Kanker mengenai 1 regio kelenjar getah bening atau 1 organ
ekstralimfatik (IE)
II Kanker mengenai lebih dari 2 regio yang berdekatan atau 2 regio
yang letaknya berjauhan tapi masih dalam sisi diafragma yang
sama (IIE)
III Kanker telah mengenai kelenjar getah bening pada 2 sisi
diafragma ditambah dengan organ ekstralimfatik (IIIE) atau limpa
(IIIES)
IV Kanker bersifat difus dan telah mengenai 1 atau lebih organ
ekstralimfatik
Suffix
A Tanpa gejala B
B Terdapat salah satu gejala di bawah ini:
Penurunan BB lebih dari 10% dalam kurun waktu 6 bulan
sebelum diagnosis ditegakkan yang tidak diketahui
penyebabnya
Demam intermitten > 38 C
Berkeringat di malam hari
X Bulky tumor yang merupakan massa tunggal dengan diameter >
10 cm, atau , massa mediastinum dengan ukuran > 1/3 dari
diameter transthoracal maximum pada foto polos dada PA

Gambar 4. Penentuan Stadium Limfoma berdasarkan Klasifikasi Ann Arbor

Diagnosis
Diagnosis limfoma hodgkin maupun non-hodgkin dapat ditegakkan melalui
prosedur-prosedur di bawah ini.3
1. Anamnesis lengkap yang mencakup pajanan, infeksi, demam, keringat
malam, berat badan turun lebih dari 10 % dalam waktu kurang dari 6 bulan.
2. Pemeriksaan fisik dengan perhatian khusus pada sistem limfatik (kelenjar
getah bening, hati, dan lien dengan dokumentasi ukuran), infiltrasi kulit atau
infeksi.
3. Hitung sel darah rutin, pemeriksaan differensiasi sel darah putih, dan hitung
trombosit.
4. Pemeriksaan kimia darah, mencakup tes faal hati dan ginjal, asam urat,
laktat dehidrogenase (LDH), serta alkali fosfatase.
5. Pembuatan radiogram dada untuk melihat adanya adenopati di hilus
(pembesaran kelenjar getah bening bronkus, efusi pleura, dan penebalan
dinding dada.
6. CT scan atau MRI dada, abdomen, dan pelvis.
7. Scan tulang jika ada nyeri tekan pada tulang.
8. Scan galium, dilakukan sebelum dan sesudah terapi, dapat menunjukkan
area penyakit atau penyakit residual pada mediastinum.
9. Biopsi dan aspirasi sumsum tulang pada limfoma stadium III dan IV.
10. Evaluasi sitogenetik dan sitometri aliran.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan limfoma maligna dapat dilakukan melalui berbagai cara,
yaitu:
a. Pembedahan
Tata laksana dengan pembedahan atau operasi memiliki peranan yang
terbatas dalam pengobatan limfoma. Untuk beberapa jenis limfoma, seperti
limfoma gaster yang terbatas pada bagian perut saja atau jika ada resiko
perforasi, obstruksi, dan perdarahan masif, pembedahan masih menjadi
pilihan utama. Namun, sejauh ini pembedahan hanya dilakukan untuk
mendukung proses penegakan diagnosis melalui surgical biopsy.7
b. Radioterapi
Radioterapi memiliki peranan yang sangat penting dalam pengobatan
limfoma, terutama limfoma hodgkin di mana penyebaran penyakit ini lebih
sulit untuk diprediksi. Beberapa jenis radioterapi yang tersedia telah banyak
digunakan untuk mengobati limfoma hodgkin seperti radioimunoterapi dan
radioisotope. Radioimunoterapi menggunakan antibodi monoclonal seperti
CD20 dan CD22 untuk melawan antigen spesifik dari limfoma secara
131 90
langsung, sedangkan radioisotope menggunakan Iodine atau Yttrium
untuk irradiasi sel-sel tumor secara selektif7. Teknik radiasi yang digunakan
didasarkan pada stadium limfoma itu sendiri1, yaitu:
Untuk stadium I dan II secara mantel radikal
Untuk stadium III A/B secara total nodal radioterapi
Untuk stadium III B secara subtotal body irradiation
Untuk stadium IV secara total body irradiation

Gambar 5. Berbagai macam teknik radiasi


1,6,7
c. Kemoterapi
Merupakan teknik pengobatan keganasan yang telah lama digunakan dan
banyak obat-obatan kemoterapi telah menunjukkan efeknya terhadap
limfoma.
Pengobatan Awal:
1. MOPP regimen: setiap 28 hari untuk 6 siklus atau lebih.
o Mechlorethamine: 6 mg/m2, hari ke 1 dan 8
o Vincristine (Oncovine): 1,4 mg/m2 hari ke 1 dan 8
o Procarbazine: 100 mg/m2, hari 1-14
o Prednisone: 40 mg/m2, hari 1-14, hanya pada siklus 1 dan 4
2. ABVD regimen: setiap 28 hari untuk 6 siklus
o Adriamycin: 25 mg/m2, hari ke 1 dan 15
o Bleomycin: 10 mg/m2, hari ke 1 dan 15
o Vinblastine: 6 mg/m2, hari ke 1 dan 15
o Dacarbazine: 375 mg/m2, hari ke 1 dan 15
3. Stanford V regimen: selama 2-4 minggu pada akhir siklus
o Vinblastine: 6 mg/m2, minggu ke 1, 3, 5, 7, 9, 11
o Doxorubicin: 25 mg/m2, minggu ke 1, 3, 5, 9, 11
o Vincristine: 1,4 mg/m2, minggu ke 2, 4, 6, 8, 10, 12
o Bleomycin: 5 units/m2, minggu ke 2, 4, 8, 10, 12
o Mechlorethamine: 6 mg/m2, minggu ke 1, 5, 9
o Etoposide: 60 mg/m2 dua kali sehari, minggu ke 3, 7, 11
o Prednisone: 40 mg/m2, setiap hari, pada minggu ke 1-10, tapering of
pada minggu ke 11,12
4. BEACOPP regimen: setiap 3 minggu untuk 8 siklus
o Bleomycin: 10 mg/m2, hari ke- 8
o Etoposide: 200 mg/m2, hari ke 1-3
o Doxorubicin (Adriamycine): 35 mg/m2, hari ke-1
o Cyclophosphamide: 1250 mg/m2, hari ke-1
o Vincristine (Oncovine): 1,4 mg/m2, hari ke-8
o Procarbazine: 100 mg/m2, hari ke 1-7
o Prednisone: 40 mg/m2, hari ke 1-14
Jika pengobatan awal gagal atau penyakit relaps:
1. ICE regimen
a. Ifosfamide: 5 g/m2, hari ke-2
b. Mesna: 5 g/m2, hari ke-2
c. Carboplatin: AUC 5, hari ke-2
d. Etoposide: 100 mg/m2, hari ke 1-3
2. DHAP regimen
a. Cisplatin: 100 mg/m2, hari pertama
b. Cytarabine: 2 g/m2, 2 kali sehari pada hari ke-2
c. Dexamethasone: 40 mg, hari ke 1-4
3. EPOCH regimen Pada kombinasi ini, etoposide, vincristine, dan
doxorubicin diberikan secara bersamaan selama 96 jam IV secara
berkesinambungan.
a. Etoposide: 50 mg/m2, hari ke 1-4
b. Vincristine: 0.4 mg/m2, hari ke 1-4
c. Doxorubicin: 10 mg/m2, hari ke 1-4
d. Cyclophosphamide: 750 mg/m2, hari ke- 5
e. Prednisone: 60 mg/m2, hari ke 1-6.
d. Imunoterapi
Bahan yang digunakan dalam terapi ini adalah Interferon-, di mana
interferon- berperan untuk menstimulasi sistem imun yang menurun akibat
pemberian kemoterapi.7
e. Transplantasi sumsum tulang
Transplasntasi sumsum tulang merupakan terapi pilihan apabila limfoma
tidak membaik dengan pengobatan konvensional atau jika pasien
mengalami pajanan ulang (relaps). Ada dua cara dalam melakukan
transplantasi sumsum tulang, yaitu secara alogenik dan secara autologus.
Transplantasi secara alogenik membutuhkan donor sumsum yang sesuai
dengan sumsum penderita. Donor tersebut bisa berasal dari saudara
kembar, saudara kandung, atau siapapun asalkan sumsum tulangnya
sesuai dengan sumsum tulang penderita. Sedangkan transplantasi secara
autologus, donor sumsum tulang berasal dari sumsum tulang penderita
yang masih bagus diambil kemudian dibersihkan dan dibekukan untuk
selanjutnya ditanamkan kembali dalam tubuh penderita agar dapat
menggantikan sumsum tulang yang telah rusak.2

Komplikasi
Ada dua jenis komplikasi yang dapat terjadi pada penderita limfoma
maligna, yaitu komplikasi karena pertumbuhan kanker itu sendiri dan komplikasi
karena penggunaan kemoterapi. Komplikasi karena pertumbuhan kanker itu
sendiri dapat berupa pansitopenia, perdarahan, infeksi, kelainan pada jantung,
kelainan pada paru-paru, sindrom vena cava superior, kompresi pada spinal
cord, kelainan neurologis, obstruksi hingga perdarahan pada traktus
gastrointestinal, nyeri, dan leukositosis jika penyakit sudah memasuki tahap
leukemia. Sedangkan komplikasi akibat penggunaan kemoterapi dapat berupa
pansitopenia, mual dan muntah, infeksi, kelelahan, neuropati, dehidrasi setelah
diare atau muntah, toksisitas jantung akibat penggunaan doksorubisin, kanker
sekunder, dan sindrom lisis tumor.1,6

Prognosis
Menurut The International Prognostic Score, prognosis limfoma hodgkin
ditentukan oleh beberapa faktor di bawah ini, antara lain:
Serum albumin < 4 g/dL
Hemoglobin < 10.5 g/dL
Jenis kelamin laki-laki
Stadium IV
Usia 45 tahun ke atas
Jumlah sel darah putih > 15,000/mm3
Jumlah limfosit < 600/mm3 atau < 8% dari total jumlah sel darah putih
Jika pasien memiliki 0-1 faktor di atas maka harapan hidupnya mencapai
90%, sedangkan pasien dengan 4 atau lebih faktor-faktor di atas angka harapan
hidupnya hanya 59%.1 Sedangkan untuk limfoma non-hodgkin, faktor yang
mempengaruhi prognosisnya antara lain:
usia (>60 tahun)
Ann Arbor stage (III-IV)
hemoglobin (<12 g/dL)
jumlah area limfonodi yang terkena (>4) and
serum LDH (meningkat)
yang kemudian dikelompokkan menjadi tiga kelompok resiko, yaitu resiko rendah
(memiliki 0-1 faktor di atas), resiko menengah (memiliki 2 faktor di atas), dan
resiko buruk (memiliki 3 atau lebih faktor di atas).6

Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pernapasan
Gejala : dipnea pada saat aktivitas, nyeri dada
Tanda :
Dipnea, takipnea
Batuk non produktif
Tanda-tanda distress pernapasan (frekuensi dan kedalaman
pernapasan meningkat, penggunaan otot bantu pernapasan, stridor,
sianosis).
Parau (paralisis paringeal akibat tekanan pembesaran kelenjar limfe
terhadap saraf laringeal)
b. Sirkulasi
Gejala : palpitasi, nyeri dada
Tanda :
Takikardia, disritmia
Sianosis wajah akibat obstruksi drainase vena karena pembesaran
kelenjar limfe (jarang terjadi).
Ikterus sclera/umum akibat kerusakan hati dan obstruksi duktus empedu
(tanda lanjut).
Pucat (anemia), diaphoresis, dan keringat malam.
c. Neurosensori
Gejala :
Nyeri saraf (neuralgia) yang menunjukkan terjadinya kompresi akar
saraf oleh pembesaran kelenjar limfe pada brakial, lumbal dan pleksus
sacral.
Kelemahan otot, parastesi
Tanda :
Status mental letargi, menarik diri, kurang minat/perhatian terhadap
keadaan sekitar.
Paraplegia (kompresi batang spinal, keterlibatan diskus intervertebralis,
kompresi suplai darah terhadap batang spinal).
d. Nyeri dan kenyamanan
Gejala :
Nyeri tekan pada nodus yang terkena, misalnya: pada sekitar
mediastinum, nyeri dada, nyeri punggung (kompresi vertebral), nyeri
tulang (keterlibatan tulang limfomatus).
Tanda : focus pada diri sendiri, perilaku hati-hati
e. Integritas ego
Gejala :
Gejala-gejala stress yang berhubungan dengan ancaman kehilangan
pekerjaan, perubahan peran dalam keluarga, prosedur diagnostic dan
terapi, serta masalah financial (biaya pemeriksaan dan pengobatan,
kehilangan pekerjaan).
Tanda : perilaku menarik diri, marah dan pasif agresif
f. Keamanan
Gejala :
Riwayat infeksi (sering terjadi) karena abnormalitas system imun seperti
infeksi herpes sistemik, TB, toksoplasmosis, atau infeksi bacterial.
Riwayat ulkus/perforasi/perdarahan gaster.
Demam pel ebstein (peningkatan suhu malam hari sampai beberapa
minggu), diikuti demam menetap dan keringat malam tanpa menggigil.
Integritas kulit: kemerahan, pruritus umum, vitiligo (hipopigmentasi).
Tanda :
Demam (suhu tubuh > 3800C) menetap dengan etiologi yang tidak dapat
dijelaskan, tanpa gejala infeksi.
Kelenjar limfe asimetris, tidak ada nyeri, membengkak/membesar
terutama kelenjar limfe servikal (kiri>kanan), nodus aksila dan
mediastinum.
Pembesaran tonsil
Pruritus umum
Sebagian area kehilangan melanin (vitiligo)
g. Eliminasi
Gejala :
Perubahan karakteristik urine dan/atau feses.
Riwayat obstruksi usus, sindrom malabsopsi (infiltrasi kelenjar limfe
retroperitoneal).
Tanda :
Nyeri tekan kuadran kanan atas, hepatomegali.
Nyeri tekan kuadran kiri atas, splenomegali.
Penurunan keluaran urin, warna lebih gelap/pekat, anuria (obstruksi
uretral, gagal ginjal).
Disfungsi usus dan kandung kemih (kompresi spinal cord pada gejala
lanjut).
h. Makanan dan cairan
Gejala :
Anoreksia
Disfagia (tekanan pada esophagus)
Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan 10% dalam 6
bulan tanpa upaya diet pembatasan.
Tanda :
Pembengkakan pada wajah, leher, rahang, atau ekstremitas atas
(kompresi vena cava superior).
Edema ekstremitas bawah, asites(kompresi vena cava inferior oleh
pembesaran kelenjar limfe intradominal).
i. Aktivitas/istirahat
Gejala :
Kelelahan, kelemahan, atau malaise umum.
Kehilangan produktivitas dan penurunan toleransi aktivitas.
Kebutuhan tidur dan istirahat lebih banyak
Tanda :
Penurunan kekuatan, bahu merosot, jalan lamban, dan tanda-tanda lain
yang menunjukkan kelelahan.
j. Seksualitas
Gejala : masalah fertilitas, kehamilan, dan penurunan libido akibat efek
terapi.
k. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala :
Pengetahuan tentang factor risiko dalam keluarga.
Pengetahuan tentang factor risiko lingkungan (pemajanan agen
karsinogenik kimiawi).
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko infeksi berhubungan dengan imunosupresi dan malnutrisi.
Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder
terhadap inflamasi.
Nyeri berhubungan dengan interupsi sel saraf.
Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan sistem
transport oksigen terhadap perdaharan.
Gangguan integritas kulit/ jaringan berhubungan dengan massa tumor
mendesak ke jaringan luar.
Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,
malnutrisi, kelelahan.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya
absorbsi zat gizi.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah dan intake yang
kurang.
Perubahan kenyamanan berhubungan dengan mual, muntah.
Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit,
prognosis, pengobatan dan perawatan.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat,
kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber-sumber.

3. Rencana Asuhan Keperawatan


Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder
terhadap inflamasi.
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam suhu
badan dalam batas normal (3637,5C).
Intervensi :
Observasi suhu tubuh pasien.
R: Dengan memantau suhu diharapkan diketahui keadaan sehingga
dapat mengambil tindakan yang tepat.
Anjurkan dan berikan banyak minum (sesuai kebutuhan cairan anak
menurut umur).
R: Dengan banyak minum diharapkan dapat membantu menjaga
keseimbangan cairan dalam tubuh.
Berikan kompres hangat pada dahi, aksila, perut dan lipatan paha.
R: Kompres dapat membantu menurunkan suhu tubuh pasien secara
konduksi.
Anjurkan untuk memakaikan pasien pakaian tipis, longgar dan mudah
menyerap keringat.
R: Dengan pakaian tersebut diharapkan dapat mencegah evaporasi
sehingga cairan tubuh menjadi seimbang.
Kolaborasi dalam pemberian antipiretik.
R: Antipiretik akan menghambat pelepasan panas oleh hipotalamus.
Nyeri berhubungan dengan interupsi sel saraf
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam nyeri
berkurang
Intervensi :
Tentukan karakteristik dan lokasi nyeri, perhatikan isyarat verbal dan
non verbal setiap 6 jam
R: menentukan tindak lanjut intervensi.
Pantau tekanan darah, nadi dan pernafasan tiap 6 jam
R: nyeri dapat menyebabkan gelisah serta tekanan darah meningkat,
nadi, pernafasan meningkat.
Terapkan tehnik distraksi (berbincang-bincang)
R: mengalihkan perhatian dari rasa nyeri
Ajarkan tehnik relaksasi (nafas dalam) dan sarankan untuk mengulangi
bila merasa nyeri
R: relaksasi mengurangi ketegangan otot-otot sehingga mengurangi
penekanan dan nyeri.
Beri dan biarkan pasien memilih posisi yang nyaman
R: mengurangi keteganagan area nyeri.
Kolaborasi dalam pemberian analgetika.
R: analgetika akan mencapai pusat rasa nyeri dan menimbulkan
penghilangan nyeri.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya
absorbsi zat gizi.
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam
kebutuhan nutrisi terpenuhi
Intervensi :
Beri makan dalam porsi kecil tapi sering
R: memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total.
Timbang BB sesuai indikasi
R: berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, evaluasi keadequatan
rencana nutrisi
Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan bervariasi
R: meningkatkan keinginan pasien untuk makan sehingga kebutuhan
kalori terpenuhi
Ciptakan lingkungan yang nyaman saat makan
R: suasana yang nyaman membantu pasien untuk meningkatkan
keinginan untuk makan
Beri edukasi tentang manfaat asupan nutrisi
R: klien dan keluarga mengerti tentang pentingnya asupan nutrisi untuk
mempercepat proses penyembuhannya.
Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,
malnutrisi, kelelahan.
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam
aktivitas dapat ditingkatkan.
Intervensi :
Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas, peningkatan kelemahan /
kelelahan dan perubahan tanda-tanda vital selama dan setelah aktivitas.
R: menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan
intervensi.
Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan ADL.
R: meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplay dan
kebutuhan oksigen.
Libatkan keluarga dalam perawatan pasien
R: membantu dan memenuhi ADL pasien
Beri aktivitas sesuai dengan kemampuan pasien
R: meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplay dan
kebutuhan oksigen).
Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit,
prognosis, pengobatan dan perawatan.
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam pasien
tidak cemas/berkurang.
Intervensi
Kaji dan pantau tanda ansietas yang terjadi
R: ketakutan dapat terjadi karena kurangnya informasi tentang prosedur
yang akan dilakukan, tidak tahu tentang penyakit dan keadaannya.
Jelaskan prosedur tindakan secara sederhana sesuai tingkat
pemahaman pasien.
R: memberikan informasi kepada pasien tentang prosedur tindakan
akan meningkatkan pemahaman pasien tentang tindakan yang
dilakukan untuk mengatasi masalahnya.
Diskusikan ketegangan dan harapan pasien.
R: untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan pasien
Perkuat faktor-faktor pendukung untuk mengurangi ansiates.
R: untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan pasien
DAFTAR PUSTAKA

1. Dessain, S.K. 2009. Hodgkin Disease. [serial online].


http://emedicine.medscape.com/article/201886-overview. [01 Januari 2017].
2. Ford-Martin, Paula. 2005. Malignant Lymphoma. [serial online].
http://www.healthline.com/galecontent/malignant-lymphoma/. [01 Januari
2017].
3. Price, S.A dan Wilson, L.M. 2005. Pathophysiology: Clinical Concepts of
Disease Processes, Sixth Edition. Alih bahasa Pendit, Hartanto, Wulansari
dan Mahanani. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6.
Jakarta: EGC.
4. Reksodiputro, A. dan Irawan, C. 2006. Limfoma Non-Hodgkin. Disunting
oleh Sudoyo, Setyohadi, Alwi, Simadibrata, dan Setiati. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
5. Kumar, Abbas, dan Fausto. 2005. Phatologic Basis of Diseases 7th Edition.
Philadelphia: Elsevier & Saunders.
6. Vinjamaram, S. 2010. Lymphoma, Non-Hodgkin. [serial online].
http://emedicine.medscape.com/article/203399-overview. [01 Januari 2017].
7. Berthold, D. dan Ghielmini, M. 2004. Treatment of Malignant Lymphoma.
Swiss Med Wkly (134) : 472-480.

Anda mungkin juga menyukai