PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Limfoma atau limfoma maligna adalah sekelompok kanker di mana sel-sel
limfatik menjadi abnormal dan mulai tumbuh secara tidak terkontrol. Karena
jaringan limfe terdapat di sebagian besar tubuh manusia, maka pertumbuhan
limfoma dapat dimulai dari organ apapun.
Limfoma adalah tumor ganas organ limfoid yang terutama terdapat pada kenjar
limfe, tetapi sering pulan terdapat pada saluran cerna,jaringan nasofaring,paru,dan
jaringan limforetikular lain.
Limfoma merupakan keganasan sistem limfatik. Penyebab tidak diketahui,
tetapi faktor resikoyang diidentifikasi mencakup keadaan imunodefisiensi
(kongenital atau didapat) serta pajanan dengan herbisida, pestisida, dan pelarut
organik seperti benzana peningkatan insiden AIDS dihubungka dengan limfoma
derajat tinggi yang menunjukan imunsupresi sebagi faktor penyebab (williams
dkk,2001). Limfoma dibagi menjadi dua golongan utama, yaitu penyakit hdgkin
dan limfoma non-hodgkin . semua jenis limfoma menunjukan proliferasi dari satu
atau lebih komponen sistem limforetikular,tetapi morfologi, epidemiologi, dan
ramalan prognosis masing-masing jenis limfoma berbeda-beda. Limfoma non
hogkin melibatkan sel limfosit atau fagosit yang berpoliferasi secara abnormal
pada berbagai stadium diferensiasi.
1. Limfoma hodgkin (hodgkin desease) (HD)
2. Limfoma non-hodgkin (LNH)
2.2 Klasifikasi
Berdasarkan gambaran histopatologisnya, limfoma dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu:
a. Limfoma Hodgkin (LH)
Limfoma jenis ini memiliki dua tipe. yaitu tipe klasik dan tipe nodular
predominan limfosit, di mana limfoma hodgkin tipe klasik memiliki empat
subtipe menurut Rye, antara lain:
Nodular Sclerosis
Lymphocyte Predominance
Lymphocyte Depletion
Mixed Cellularity
Pada umumnya limfoma hodgkin diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi RYE
yang membagi penyakit Hodgkin menjadi empat golongan.
1. Tipe lymphcyte predominance
a. Merupakan 5% dari penyakit Hodgkin.
b. Pada tipe ini limfosit kecil merupakan sel latar belakang yang
dominan, hanya sedikit sel R-S yang dijumpai.
c. Dapat bersifat nodular atau difus.
2. Tipe mixed cellularity.
a. Terdapat sebanyak 30% dari penyakit Hodgkin.
b. Jumlah sel R-S mulai banyak dijumpai dalam jumlah seimbang
dengan limfosit.
3. Tipe lymphcyte depleted.
a. Kurang dari 5%limfoma Hodgkin, tetapi merupakan tipe yang
paling agresif.
b. Sebagian besar terdiri atas sel R-S sedangkan limfsit jarang
ditemui.
Gambaran histopatologis (a) Limfoma Hodgkin dengan Sel Reed Sternberg dan
(b) Limfoma Non Hodgkin
2.3 Etiologi
.Penyebab limfoma hodgkin dan non-hodgkin sampai saat ini belum
diketahui secara pasti Beberapa hal yang diduga berperan sebagai penyebab
penyakit ini antara lain:
a. Infeksi (EBV, HTLV-1, HCV, KSHV, dan Helicobacter pylori)
b. Faktor lingkungan seperti pajanan bahan kimia (pestisida, herbisida,
bahan kimia organik, dan lain-lain), kemoterapi, dan radiasi.
c. Inflamasi kronis karena penyakit autoimun
d. Faktor genetic
e. Di karenakan virus epstein-barr
2.4 Epidemilogi
Limfoma hodgkin merupakan penyakit yang relatif jarang dijumpai, hanya
merupakan 1% dari seluruh kanker. Di negara barat insidennya dilaporkan
3,5/100.000/tahun pada laki- laki dan 2,6/100.000/tahun pada wanita. Di
indonesia, belum ada laporan angka kejadian limfoma hodgkin.
Berdasarkan jenis kelamin, limfoma Hodgkin lebih banyak dijumpai pada
laki – laki dengan perbandingan laki – laki :wanita = 1,2 : 1. Penyakit
limfoma Hodgkin terutama ditemukan pada orang dewasa muda antara
usia 18 – 35 tahun dan pada orang di atas 50 tahun.
2.5 Gejala Klinis
Baik tanda maupun gejala limfoma hodgkin dan limfoma non-hodgkin
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Manifestasi Klinis dari Limfoma
Limfoma Hodgkin Limfoma Non-Hodgkin
Anamnesis Asimtomatik limfadenopati Asimtomatik limfadenopati
Gejala sistemik (demam Gejala sistemik (demam
intermitten, keringat malam, intermitten, keringat malam,
BB turun) BB turun)
Nyeri dada, batuk, napas Mudah lelah
pendek Gejala obstruksi GI tract dan
Pruritus Urinary tract.
Nyeri tulang atau nyeri
punggung
Teraba pembesaran limonodi Melibatkan banyak kelenjar
pada satu kelompok kelenjar perifer
(cervix, axilla, inguinal) Cincin Waldeyer dan kelenjar
Cincin Waldeyer & kelenjar mesenterik sering terkena
mesenterik jarang terkena Hepatomegali dan
Pemeriksaan Fisik Hepatomegali dan Splenomegali
Splenomegali Massa di abdomen dan testis
Sindrom Vena Cava Superior
Gejala susunan saraf pusat
(degenerasi serebral dan
neuropati)
Selain tanda dan gejala di atas, stadium limfoma maligna secara klinis juga
dapat ditentukan berdasarkan klasifikasi Ann Arbor yang telah dimodifikasi
Costwell.
Tabel 2. Klasifikasi Limfoma Menurut Ann Arbor yang telah dimodifikasi oleh Costwell
Keterlibatan/Penampakan
Stadium
I Kanker mengenai 1 regio kelenjar getah bening atau 1 organ
ekstralimfatik (IE)
II Kanker mengenai lebih dari 2 regio yang berdekatan atau 2 regio yang
letaknya berjauhan tapi masih dalam sisi diafragma yang sama (IIE)
III Kanker telah mengenai kelenjar getah bening pada 2 sisi diafragma
ditambah dengan organ ekstralimfatik (IIIE) atau limpa (IIIES)
IV Kanker bersifat difus dan telah mengenai 1 atau lebih organ
ekstralimfatik
Suffix
A Tanpa gejala B
B Terdapat salah satu gejala di bawah ini:
Penurunan BB lebih dari 10% dalam kurun waktu 6 bulan
sebelum diagnosis ditegakkan yang tidak diketahui
penyebabnya
Demam intermitten > 38° C
Berkeringat di malam hari
X Bulky tumor yang merupakan massa tunggal dengan diameter > 10 cm,
atau , massa mediastinum dengan ukuran > 1
/3 dari diameter
transthoracal maximum pada foto polos dada PA
2.4 Patofisiologi
Ada empat kelompok gen yang menjadi sasaran kerusakan genetik pada sel-sel
tubuh manusia, termasuk sel-sel limfoid, yang dapat menginduksi terjadinya
keganasan. Gen-gen tersebut adalah proto-onkogen, gen supresor tumor, gen yang
mengatur apoptosis, gen yang berperan dalam perbaikan DNA.
Proto-onkogen merupakan gen seluler normal yang mempengaruhi
pertumbuhan dan diferensiasi, gen ini dapat bermutai menjadi onkogen yang
produknya dapat menyebabkan transformasi neoplastik, sedangkan gen supresor
tumor adalah gen yang dapat menekan proliferasi sel (antionkogen). Normalnya,
kedua gen ini bekerja secara sinergis sehingga proses terjadinya keganasan dapat
dicegah. Namun, jika terjadi aktivasi proto-onkogen menjadi onkogen serta terjadi
inaktivasi gen supresor tumor, maka suatu sel akan terus melakukan proliferasi
tanpa henti.
Gen lain yang berperan dalam terjadinya kanker yaitu gen yang mengatur
apoptosis dan gen yang mengatur perbaikan DNA jika terjadi kerusakan. Gen
yang mengatur apoptosis membuat suatu sel mengalami kematian yang
terprogram, sehingga sel tidak dapat melakukan fungsinya lagi termasuk fungsi
regenerasi. Jika gen ini mengalami inaktivasi, maka sel-sel yang sudah tua dan
seharusnya sudah mati menjadi tetap hidup dan tetap bisa melaksanakan fungsi
regenerasinya, sehingga proliferasi sel menjadi berlebihan. Selain itu, gagalnya
gen yang mengatur perbaikan DNA dalam memperbaiki kerusakan DNA akan
menginduksi terjadinya mutasi sel normal menjadi sel kanker.
2.5 Epidemiologi
Pada tahun 2002, tercatat 62.000 kasus LH di seluruh dunia. Di negara-
negara berkembang ada dua tipe limfoma hodgkin yang paling sering terjadi, yaitu
mixed cellularity dan limphocyte depletion, sedangkan di negara-negara yang
sudah maju lebih banyak limfoma hodgkin tipe nodular sclerosis. Limfoma
hodgkin lebih sering terjadi pada pria daripada wanita, dengan distribusi usia
antara 15-34 tahun dan di atas 55 tahun.
Berbeda dengan LH, LNH lima kali lipat lebih sering terjadi dan
menempati urutan ke-7 dari seluruh kasus penyakit kanker di seluruh dunia.
Secara keseluruhan, LNH sedikit lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita.
Rata-rata untuk semua tipe LNH terjadi pada usia di atas 50 tahun.
Di Indonesia sendiri, LNH bersama-sama dengan LH dan leukemia menduduki
urutan keenam tersering. Sampai saat ini belum diketahui sepenuhnya mengapa
angka kejadian penyakit ini terus meningkat. Adanya hubungan yang erat antara
penyakit AIDS dan penyakit ini memperkuat dugaan adanya hubungan antara
kejadian limfoma dengan kejadian infeksi sebelumnya
2.6 Diagnosis
Diagnosis limfoma hodgkin maupun non-hodgkin dapat ditegakkan
melalui prosedur-prosedur di bawah ini.
1. Anamnesis lengkap yang mencakup pajanan, infeksi, demam, keringat
malam, berat badan turun lebih dari 10 % dalam waktu kurang dari 6
bulan.
2. Pemeriksaan fisik dengan perhatian khusus pada sistem limfatik (kelenjar
getah bening, hati, dan lien dengan dokumentasi ukuran), infiltrasi kulit
atau infeksi.
3. Hitung sel darah rutin, pemeriksaan differensiasi sel darah putih, dan
hitung trombosit.
4. Pemeriksaan kimia darah, mencakup tes faal hati dan ginjal, asam urat,
laktat dehidrogenase (LDH), serta alkali fosfatase.
5. Pembuatan radiogram dada untuk melihat adanya adenopati di hilus
(pembesaran kelenjar getah bening bronkus, efusi pleura, dan penebalan
dinding dada.
6. CT scan atau MRI dada, abdomen, dan pelvis.
7. Scan tulang jika ada nyeri tekan pada tulang.
8. Scan galium, dilakukan sebelum dan sesudah terapi, dapat menunjukkan
area penyakit atau penyakit residual pada mediastinum.
9. Biopsi dan aspirasi sumsum tulang pada limfoma stadium III dan IV.
10. Evaluasi sitogenetik dan sitometri aliran.
d. Imunoterapi
Bahan yang digunakan dalam terapi ini adalah Interferon-α, di mana
interferon-α berperan untuk menstimulasi sistem imun yang menurun
akibat pemberian kemoterapi.
e. Transplantasi sumsum tulang
Transplasntasi sumsum tulang merupakan terapi pilihan apabila limfoma
tidak membaik dengan pengobatan konvensional atau jika pasien
mengalami pajanan ulang (relaps). Ada dua cara dalam melakukan
transplantasi sumsum tulang, yaitu secara alogenik dan secara autologus.
Transplantasi secara alogenik membutuhkan donor sumsum yang sesuai
dengan sumsum penderita. Donor tersebut bisa berasal dari saudara
kembar, saudara kandung, atau siapapun asalkan sumsum tulangnya sesuai
dengan sumsum tulang penderita. Sedangkan transplantasi secara
autologus, donor sumsum tulang berasal dari sumsum tulang penderita
yang masih bagus diambil kemudian dibersihkan dan dibekukan untuk
selanjutnya ditanamkan kembali dalam tubuh penderita agar dapat
menggantikan sumsum tulang yang telah rusak.
BAB III
ASUHAN KERAWATAN
3.1 KASUS
Tn. A berusia 40th, ia datang dengan keluhan berat badan menurun
sekitar 10% tiap bulannya. Tn.A di diagnosa menderita penyakit kelainan
limfosit, Limfoma Hodgkin. Klien terlihat kebiruan (Sianosis) pada wajah dan
leher. Klien juga mengeluh nyeri pada sendi, dan sesak nafas. Terdapat
pembengkakan pada wajah, leher, rahang dan lengan. Saat dilakukan foto
thorax, didapatkan hasil adanya pembesaran pada hati dan limfa
(Hepatosplenomegali) sebesar 65%. TD : 160/100 mmHg, N : 96x/mnt, RR :
28x/mnt, T : 37oC.
Tn. A merupakan anak pertama dari 3 bersaudara. Ia mempunyai 2 adik
perempuan. Orang tua Tn. A telah meninggal dunia. Tn. A memiliki 2 orang
anak. Anak pertamanya, laki-laki dan anak keduanya, perempuan.
ASUHAN KEPERAWATAN
1.Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama : Tn. A
Umur : 40 th
Alamat : Jln. Y Kec V
Pendidikan : SMA
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Tanggal masuk : 27 November 2014
Tanggal pengkajian : 27 November 2014
No. Registrasi : 01.06.2014
Diagnose medis : Limfoma Hodgkin
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. T
Umur : 38 th
Hubungan dengan pasien : Istri
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Alamat : Jln. Y Kec V
Status kesehatan
a) keluhan utama
Klien mengeluh penurunan berat badan 10% setiap bulannya, sesak nafas, dan
nyeri pada sendi.
b) riwayat penyakit sekarang
p:
q:
r:
s: klien mengatakan nyerinya skala 5
t:
c) riwayat penyakit dahulu
klien mangatakan tidak pernah MRS
d) riwayat keluarga
klien mengatakan keluarga klien tidak pernah menderita penyakit seperti ini
e) riwayat pekerjaan
klien mangatakan bekerja dilapangan terbuka
f) riwayat alergi
klien mengatakan tidak mempunyai alergi obat-obatan maupun makanan
g) kebiasaan merokok
klien menyatakan tidak merokok
pemeriksaan fisik
B1 (breating) : klien merasa sesak nafas, RR : 28x/mnt
B2 (blood) : TD : 160/100 mmHg, N : 96x/mnt
B3 (brain) : kesadaran umum : kompasmetis, Klien terlihat kebiruan (Sianosis)
pada wajah dan leher, ada pembengkakan pada wajah, leher, rahang dan
lengan.
B4 (bladder) : -
B5 (bowel) :-
B6 (bone) : klien terlihat lemah dan kurus
Pemeriksaan diagnostik
foto thorax, didapatkan hasil adanya pembesaran pada hati dan limfa
(Hepatosplenomegali) sebesar 65%.
Analisa data
No Data Etiologi Problem
1 Ds : Tn.A mengeluh sesak nafas Hambatan jalan Sesak nafas
DO : nafas
TD : 160/100 mmHg
N : 96x/m
RR : 28x/m
T : 37oC
2 Nyeri (akut)
Ds : Tn.A mengeluh nyeri pada
persendian pembesaran organ
nodus limfe
DO : TD : 160/100 mmHg
N : 96x/m
RR : 28x/m
T : 37oC
3 Nutrisi kurang
Ds : klien mengatakan tidak nafsu
makan anoreksia/ absorpsi dari kebutuhan
Do : berat badan menurun sekitar
nutrient yang tubuh
10% tiap bulannya.
diperlukan
Diagnosa
1. Sesak nafas berhubungan dengan hambatan jalan nafas
2. Nyeri (akut) berhubungan dengan pembesaran organ nodus limfe
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia/
absorpsi nutrient yang diperlukan
Intervensi
N Tujuan Rencana keperawatan Rasional
rontgen
thoraks tidak
3. Kolaborasi
ditemukan 4. 3. Berikan oksigen
adanya tambahan
akumulasi 3. Memaksimalka
dan bunyi n sediaan
nafas yang oksigen untuk
tidak jelas kebutuhan
2 seluluer.
1. Berikan makan
sedikit dan 1. Makan sedikit
frekuensi sering dapat
dan/ atau makan menurunkan
di antara waktu kelemahan dan
malam meningkatkan
pemasukan juga
Setelah dilakukan
mencegah
tindakan
distenis gaster
keperawatan 2x24
jam. 2. Observasi dan
2. Gejala gastro
Kriteria hasil : catat kejadian
intestinal dapat
1. Melaporkan mual/ muntah,
menunjukkan
nyeri hilang/ flatus, dan gejala
efek anemia
terkontrol; lain yang
(hipoksia) pada
menunjukkan berhubungan
organ
perilaku
penanganan
nyeri; 3. Berikan dan bantu
3. Meningkatkan
2. Tampak hygiene mulut
nafsu makan
rileks dan yang baik;
dan pemasukan
mampu tidur/ sebelum dan
oral;
istirahat sesudah makan,
menurunkan
dengan tepat gunakan sikat gigi
pertumbuhan
halus untuk
bakteri,
penyikatan yang
meminimalkan
lembut. Berikan
kemungkinan
pencuci mulut infeksi. Teknik
yang diencerkan perawatan
bila mukosa oral mulut khusus
luka. mungkin
diperlukan bila
jaringan rapuh/
luka
4. Selidiki keluhan
nyeri; perhatikan 4. Membantu
perubahan pada mengkaji
derajat dan sisi kebutuhan
(gunakan skala 1- untuk
10) intervensi; dapat
mengindikasi
terjadinya
komplikasi
5. Awasi tanda vital,
perhatikan
5. Dapat
petunjuk non
membantu
verbal misalnya
mengevaluasi
tegangan otot,
pernyataan
gelisah
verbal dan
keefektifan
intervensi
6. Berikan obat jenis
Analgetik sesuai
6. Mengurangi
indikasi stadium
nyeri
penyakit
7. Berikan
lingkungan tenang
dan kurangi 7. Meningkatkan
rangsangan penuh istirahat dan
stress meningkatkan
kemampuan
koping
8. Tempatkan pada
posisi nyaman dan
sokong sendi 8. Meningkatkan
ekstremitas istirahat dan
dengan bantal/ meningkatkan
bantalan kemampuan
koping
9. Ubah posisi secara
periodik dan
berikan/ bantu 9. Memperbaiki
latihan rentang sirkulasi
gerak lembut jarinagn dan
mobilitas sendi
10. Berikan tindakan
kenyamanan dan
dukungan 10. Meminimalkan
4. Meningkatkan
relaksasi
penyimpanan
energi dan
5. Timbang berat menurunkan
badan tiap hari kebutuhan O2
5. Mengawasi
penurunan berat
badan atau
efektifitas
intervensi
nutrisi
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Limfoma atau limfoma maligna adalah sekelompok kanker di mana sel-sel
limfatik menjadi abnormal dan mulai tumbuh secara tidak terkontrol. Karena
jaringan limfe terdapat di sebagian besar tubuh manusia, maka pertumbuhan
limfoma dapat dimulai dari organ apapun.
Limfoma dibagi menjadi dua golongan utama, yaitu penyakit hdgkin dan
limfoma non-hodgkin. Limfoma hodgkin (LH) dan limfoma non-hodgkin (LNH)
memiliki perbedaan yaitu ditandai dengan adanya sel Reed-Sternberg yang
bercampur dengan infiltrat sel radang yang bervariasi. Sel Reed-Sternberg adalah
suatu sel besar berdiameter 15-45 mm, sering berinti ganda (binucleated),
berlobus dua (bilobed), atau berinti banyak (multinucleated) dengan sitoplasma
amfofilik yang sangat banyak. Tampak jelas di dalam inti sel adanya anak inti
yang besar seperti inklusi dan seperti “mata burung hantu” (owl-eyes), yang
biasanya dikelilingi suatu halo yang bening.
4.2 Saran
1. Menjaga kesehatan lingkungan misalnya membuang sampah ditempatnya.
2. Hindari makanan yang berkolesterol tinggi
3. Memperhatikan kandungan bahan kimia bila membeli makanan siap saji
DAFTAR PUSTAKA