Anda di halaman 1dari 32

A.

ANATOMI FISIOLOGI

Fisiologi sistem limfatik


Fungsi Sistem limfatik sebagai berikut :
a. Pembuluh limfatik mengumpulkan cairan berlebih atau cairan limfe dari
jaringan sehingga memungkinkan aliran cairan segar selalu bersirkulasi
dalam jaringan tubuh.
b. Merupakan pembuluh untuk membawa kembali kelebihan protein
didalam cairan jaringan ke dalam aliran darah.
c. Nodus menyaring cairan limfe dari infeksi bakteri dan bahan-bahan
berbahaya.
d. Nodus memproduksi limfosit baru untuk sirkulasi.
e. Pembuluh limfatik pada organ abdomen membantu absorpsi nutrisi yang
telah dicerna, terutama lemak.

Sistem limfatik terdapat di seluruh bagian tubuh manusia, kecuali sistem saraf
pusat. Bagian terbesarnya terdapat di sumsum tulang, lien, kelenjar timus, limfonodi

dan tonsil. Organ-organ lain termasuk hepar, paru-paru, usus, jantung, dan kulit juga
mengandung jaringan limfatik.
Limfonodi berbentuk seperti ginjal atau bulat, dengan diameter sangat kecil
sampai dengan 1 inchi. Limfonodi biasanya membentuk suatu kumpulan (yang terdiri
dari beberapa kelenjar) di beberapa bagian tubuh yang berbeda termasuk leher, axilla,
thorax, abdomen, pelvis, dan inguinal. Kurang lebih dua per tiga dari seluruh kelenjar
limfe dan jaringan limfatik berada di sekitar dan di dalam tractus gastrointestinal.
Pembuluh limfe besar adalah ductus thoracicus, yang berasal dari sekitar
bagian terendah vertebrae dan mengumpulkan cairan limfe dari extremitas inferior,
pelvis, abdomen, dan thorax bagian inferior. Pembuluh limfe ini berjalan melewati
thorax dan bersatu dengan vena besar di leher sebelah kiri. Ductus limfatikus dextra
mengumpulkan cairan limfe dari leher sebelah kanan, thorax, dan extremitas bagian
superior kemudian menyatu dengan vena besar pada leher kanan.
Limpa berada di kuadran kiri atas abdomen. Tidak seperti jaringan limfoid
lainnya, darah juga mengalir melewati limpa. Hal ini dapat membantu untuk
mengontrol volume darah dan jumlah sel darah yang bersirkulasi dalam tubuh serta
dapat membantu menghancurkan sel darah yang telah rusak.3

B. DEFINISI
NHL adalah suatu keganasan dari limfosit T dan B (dan sangat jarang

berasal dari sel NK ("natural killer"), berupa proliferasi klonal yang terdapat
pada berbagai tingkat tumor.Keganasan ini tidak boleh disamankan dengan
kelainan limfoproliferatif poliklonik.Kedua kelompok penyakit tersebut terjadi
dengan frekuensi tertinggi pada anak dengan status imunodefisiensi herediter
(Nelson, 2000). Limfoma maligna (LM) adalah proliferasi abnormal sistem
lymfoid dan struktur yang membentuknya, terutama menyerang kelenjar getah
bening.

Limfoma atau limfoma maligna adalah sekelompok kanker di mana selsel limfatik menjadi abnormal dan mulai tumbuh secara tidak terkontrol. Karena

jaringan limfe terdapat di sebagian besar tubuh manusia, maka pertumbuhan


limfoma dapat dimulai dari organ apapun (Price dan Wilson, 2005).
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi Limfoma Secara Umum
1. Limfoma Hodgkin (LH) : patologi khas LH, ada sel sel Reed Stern berg dan/
atau sel hodgkin
2. Limfoma Non Hodgkin (LNH) : patologi khas non Hodgkin
Klasifikasi NHL
Ada 2 klasifikasi besar penyakit NHL, yaitu:
1. Limfoma non Hodgkin agresif
Limfoma non Hodgkin agresif kadangkala dikenal sebagai limfoma non
Hodgkin tumbuh cepat atau level tinggi.karena sesuai dengan namanya,
limfoma non Hodgkin agresif ini tumbuh dengan cepat. Meskipun nama
agresif

kedengarannya

sangat

menakutkan,

limfoma

ini

sering

memberikan respon sangat baik terhadap pengobatan. Meskipun pasien


yang penyakitnya tidak berespon baik terhadap standar pengobatan lini
pertama, sering berhasil baik dengan kemoterapi dan transplantasi sel
induk. Pada kenyataannya, limfoma non Hodgkin agresif lebih mungkin
mengalami kesembuhan total daripada limfoma non Hodgkin indolen.
2. Limfoma non Hodgkin indolen
Limfoma non Hodgkin indolen kadang-kadang dikenal sebagai limfoma
non Hodgkin tumbuh lambat atau level rendah.Sesuai dengan namanya,
limfoma non Hodgkin indolen tumbuh hanya sangat lambat.Secara tipikal,
pada awalnya tidak menimbulkan gejala, dan mereka sering tetap tidak
terditeksi untuk beberapa saat.Gejala yang paling sering adalah
pembesaran kelenjar getah bening, yang kelihatan sebagai benjolan,
biasanya di leher, ketiak dan lipat paha. Pada saat diagnosis pasien juga
mungkin mempunyai gejala lain dari limfoma non Hodgkin. Karena
limfoma non Hodgkin indolen tumbuh lambat dan sering tanpa
menyebabkan stadium banyak diantaranya sudah dalam stadium lanjut
saat pertama terdiagnosis.
Perbedaan LH dan LNH sebagai berikut:

a. Limfoma Hodgkin (LH)

Diagnosis morbus Hodgkin berdasarkan pemeriksaan histologik, yang dalam


hal ini adanya sel Reed-Sternberg (kadang-kadang sel Hodgkin varian
mononuklear) dengan gambaran dasar yang cocok merupakan hal yang
menentukan sistem klasifikasi histologik, sebagaimana lebih dari 25 tahun yang
lalu telah dikembangkan oleh Lukes dan Butler, masih selalu berlaku sebagai dasar
pembagian penyakit Hodgkin.4 Limfoma jenis ini memiliki dua tipe. yaitu tipe
klasik dan tipe nodular predominan limfosit, di mana limfoma hodgkin tipe klasik
memiliki empat subtipe menurut Rye, antara lain:

b. Limfoma Non-Hodgkin (LNH)


Limfoma non-Hodgkin merupakan satu golongan penyakit yang heterogen
dengan spectrum yang bervariasi dari tumor yang sangat agresif sampai kelainan
indolen dengan perjalanan lama dan tidak aktif. Dalam perjalanan waktu
dikembangkan berbagai usaha untuk mendapatkan klasifikasi NHL yang dapat
diyakini dan dapat direproduksi. Semula klasifikasi ini didasarkan atas sifat-sifat
morfologik dan sitokimiawi. Kemudian bertambah dengan kriteria imunologik dan
biologi molekuler, yang dapat memberi gambaran yang lebih tepat mengenai tipe
sel dan stadium pertumbuhannya. Di Eropa pada umumnya digunakan klasifikasi
Kiel, di Amerika Serikat kebanyakan klasifikasi menurut Lukes dan Collins dan
kadang-kadang juga menurut Rappaport. Karena dengan ini perbandingan hasil
6

terapi dan prognosis mendapat banyak kesukaran, pada tahun 1982 dikembangkan
Working Formulation (WF). Ini bukanlah suatu sistem klasifikasi baru melainkan
suatu kompromi berdasarkan empiri klinik yang dapat membedakan entities
dengan implikasi prognostik.3,4
Limfoma non-Hodgkin berdasarkan atas asal limfositnya dibagi menjadi 2,
yaitu NHL limfosit B yang nantinya akan berdeferensiasi menjadi sel plasma yang
membentuk antibodi (prevalensinya 70%) dan NHL limfosit T yang nantinya akan
berdeferensiasi menjadi bentuk aktif.
Dibedakan 3 derajat malignitas klinis: rendah (30%), intermedier (40%) dan
tinggi (20%), dan dalam kategori ini digunakan pengertian dari klasifikasi Dorfman,
Lukes, dan Collins. Dua sistem klasifikasi morfologik yang umum dipakai di
Amerika Serikat ini didasarkan atas pola pertumbuhan dan tipe sel. Kriteria
imunologik, yang antara lain membedakan antara tipe sel-B dan sel-T, belum
dimasukkan disini. Tetapi, kepentingan besar WF adalah dalam kenyataan bahwa WF
ini mempunyai nilai prediktif yang baik untuk perilaku klinis malignitas ini. Karena
itu, sistem ini merupakan dasar untuk tindakan terapeutik.4
Konsep klasifikasi Kiel berdasar atas perbandingan dengan pertumbuhan selB dan sel-T normal. Limfoma non-Hodgkin dianggap sebagai lawan maligna stadium
spesifik dalam pertumbuhan ini dan dengan itu mempunyai fenotipe yang cocok
(morfologi dan pola penanda). Terutama dalam hal NHL sel-B ini menyebabkan
pengenalan entities biologic yang disebut penyakit limfoma. Kepentingannya adalah
pertama bahwa dalam golongan NHL dengan derajat malignitas yang sama dapat
dibuat prediksi mengenai kelakuan tumornya dalam arti lokalisasi tumor yang
diharapkan (lien, sumsum tulang, ekstranodal, susunan saraf sentral) dan
kemungkinan terhadap relaps. Kedua, cara klasifikasi demikian merupakan dasar
yang baik untuk penelitian medik biologik dalam lapangan non-Hodgkin. Karena itu,
di Amerika Serikat makin besar antusiasme untuk penanganan demikian. Hal ini
belakangan ini menyebabkan usul bersama hematopatolog Eropa dan Amerika untuk
memodernisasi klasifikasi Kiel, berdasar atas kesatuan biologik yang didefinisikan

dengan menggunakan morfologi, imunohistologi, sitogenetika, dan biologi molekuler.


Klasifikasi baru ini berbeda dengan klasifikasi Kiel sedemikian rupa, bahwa tekhnik
pemeriksaan modern diimplementasikan dalam diagnostik NHL dan bahwa juga NHL
ekstranodal, yang dalam klasifikasi Kiel tidak dapat dimasukkan dengan baik padahal
kira-kira merupakan 40% semua NHL, secara eksplisit diikutsertakan.4
Formulasi Kerja (Working Formulation) membagi limfoma non-hodgkin menjadi
tiga kelompok utama, antara lain:

Limfoma Derajat Rendah


Kelompok ini meliputi tiga tumor, yaitu limfoma limfositik kecil, limfoma
folikuler dengan sel belah kecil, dan limfoma folikuler campuran sel belah besar
dan kecil.

Limfoma Derajat Menengah


Ada empat tumor dalam kategori ini, yaitu limfoma folikuler sel besar, limfoma
difus sel belah kecil, limfoma difus campuran sel besar dan kecil, dan limfoma
difus sel besar.

Limfoma Derajat Tinggi


Terdapat tiga tumor dalam kelompok ini, yaitu limfoma imunoblastik sel besar,
limfoma limfoblastik, dan limfoma sel tidak belah kecil.

Perbedaan antara LH dengan LNH ditandai dengan adanya sel Reed-Sternberg


yang bercampur dengan infiltrat sel radang yang bervariasi. Sel Reed-Sternberg
adalah suatu sel besar berdiameter 15-45 mm, sering berinti ganda (binucleated),
berlobus dua (bilobed), atau berinti banyak (multinucleated) dengan sitoplasma
amfofilik yang sangat banyak. Tampak jelas di dalam inti sel adanya anak inti yang

besar seperti inklusi dan seperti mata burung hantu (owl-eyes), yang biasanya
dikelilingi suatu halo yang bening.2

Gambar 1. Gambaran histopatologis (kiri) Limfoma Hodgkin dengan Sel Reed Sternberg dan
(kanan) Limfoma Non Hodgkin

Bentuk Khusus Limfoma Maligna


Jarang pada dewasa, tetapi lebih frekuen pda anak adalah NHL limfoblastik
dan

limfoma burkitt. Limfoma limfoblastik pada usia dewasa biasanya diterapi

sebagai leukemia limfatik akut, termasuk profilaksis meningeal. Limfoma burkitt


disamping ciri-ciri morfologik dan kromosomal juga mempunyai sifat-sifat klinis
spesifik: limfoma ini sering menunjukkan pertumbuhan cepat, lokalisasinya
ekstranodal. Tempat preferensi adalah abdomen yaitu sudut ileosekal. Kadang-kadang
menampakkan diri sebagai perut akut sebagai akibat invaginasi. Untuk tipe limfoma
ini sering digunakan pembaian stadium lain daripada klasifikasi Ann Arbor.4,5
Limoma burkitt terbagi 2, yaitu limfoma burkitt endemic dan sporadic. Tipe
endemic ini terjadi di Afrika. Berhubungan erat dengan virus Epstein Barr (EBV).
Umumnya melibatkan ulang rahang, yang sangat jarang terjadi ada tipe sporadic.
Tipe ini juga umumnya melibatka abdomen. Sedangkan tipe sporadic terjadi di
bagian dunia lain di luar Afrika. Pengruh EBV tidaklah sekuat jenis endemic
meskipun bukti infeksi EBV didapatkan pada satu dari lima pasien. 90% kasus
melibatkan abdomen.5

D. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO


Etiologi belum jelas mungkin perubahan genetik karena bahanbahan
limfogenik seperti virus, bahan kimia, mutasi spontan, radiasi dan sebagainya.
Etiologi sebagian besar LNH ini tidak diketahui. Namun, ada beberapa faktor
risiko terjadinya LNH, anatara lain:

Immunodefisiensi
2 % kelainan herediter langka yang berhubungan dengan terjadinya LNH
antara lain adalah
globulinemia,
syndrome,

severe combined immunodeficiency hypogamma

common

variable

immunodeficiency,

dan Ataxia-telengiectasia.

Limfoma

Wiskot-Alderich

yang

terjadi

sringkali

dihubungkan dengan Epstein-Barr Virus (EBV) dan jenisnya beragam, mulai

dari hyperplasia poloklonal B hingga limfoma monoclonal.


Agen infeksius
EBV DNA ditemukan pada 95 % limfoma Burkitt endemic.Sebuah hipotesis
menyatak

bahwa

infeksi

awal

EBV

dan

factor

lingkungan

dapat

meningkatkan jumlah precursor yang terinfeksiEBV dan mneingkatkan risiko

terjadinya kelainan genetic.


Paparan lingkungan dan pekerjaan
Beberpa pekerjaan yang sering dihubungkan dengan risiko tinggi adalah
peternak serta pekerja hutan dan pertanian.Hal ini disebabkan oleh karena

adanya paapran herbisida dan pelarut organik.


Diet dan paparan lainnya
Risiko LNH meningkat pada orang yang mengkonsumsi makanan tinggi
lemak hewani,merokok, dan papaaran ultraviolet (sinar UV).

Epidemiologi morbus Hodgkin menunjukkan kemungkinan adanya peran infeksi


virus yang berlangsung (abnormal) pada umur anak. Misalnya, negara non industri,
dimana terjadi pemaparan terhadap virus yang umum terdapat pada umur lebih muda,
puncak insidensi pertama morbus Hodgkin juga terjadi jauh lebih dini (antara 5 dan
15 tahun) daripada di negara-negara Barat. Dalam hal pemaparan terhadap virus
umum terjadi belakangan, (misalnya pada keluarga kecil, status ekonomi social yang
lebih tinggi) insidensi morbus Hodgkin relatif lebih tinggi. Ini dapat menunjukkan
bahwa mengalami infeksi virus tertentu mempunyai efek predisposisi, yang terutama
berlaku kalau infeksinya timbul pada usia lebih belakangan. Ada petunjuk bahwa

10

virus Epstein-Barr (EBV) mungkin memegang peran pada patogenesis morbus


Hodgkin. Dengan menggunakan teknik biologi molecular pada persentase yang
cukup tinggi kasus morbus Hodgkin (kecuali bentuk kaya limfosit) dapat ditunjukkan
adanya DNA EBV dalam sel Reed-Sternberg. Juga dapat ditunjukkan produksi
protein EBV tertentu. Tetapi, apakah ada hubungan kausal langsung antara infeksi
EBV dan terjadinya morbus Hodgkin, ataukah ada kausa bersama untuk kedua
fenomena tanpa hubungan kausa langsung (misalnya imunodefisiensi relatif) masih
belum jelas.1,3,4
Pada tipe NHL tertentu, infeksi virus tampaknya memegang peran. Yang
paling banyak diketahui adalah peran virus Epstein-Barr (EBV). Kaitan langsung
untuk terjadinya NHL terdapat pada limfoma Burkitt (tipe endemik) pada anak-anak
kecil di Afrika Tengah. Dalam hal ini terdapat kerjasama infeksi EBV, infeksi
malaria, dan deregulasi onkogen karena translokasi kromosomal t(8; 14), yang
menyebabkan berkembangnya limfoma Burkitt. Juga di dunia Barat, EBV dapat
ditunjukkan dalam berbagai tipe NHL (yaitu NHL sel-B besar dan NHL sel-T).
Tetapi, peran langsung EBV dalam genesis NHL ini jauh kurang jelas daripada untuk
limfoma Burkitt tipe endemik.1,4,8,9
HTLV-1 adalah virus yang ada hubungannya dengan HIV-I (AIDS). Ada
hubungan dengan terjadinya limfoma sel-T dan leukemia di Jepang dan daerah
Karibia. Di Eropa, virus ini tidak atau hampir sama sekali tidak terdapat. Di samping
infeksi virus imunosupresi yang lama merupakan faktor etiologi yang lain. Ini dapat
merupakan imunodefisiensi congenital, seperti misalnya pada ataksia, teleangiektasia,
atau kelainan akuisita, seperti pada AIDS atau pada terapi imunosupresif pada
penderita transplantasi. Pada umumnya penderita ini mendapat limfoma sel-B derajat
tinggi. Dibanding dengan tumor solid telah lebih banyak diketahui mengenai peran
onkogen dalam terjadinya NHL. Pada NHL terdapat translokasi kromosom. Yang
khas di sini adalah bahwa bagian kromosom spesifik, yang di dalamnya
terlokalisasi gen reseptor immunoglobulin atau sel T terpindah ke kromosom
lain, yaitu ke tempat suatu onkogen. Bahwa disini justru terlibat gen reseptor
immunoglobulin dan sel-T bukanlah suatu kebetulan. Dalam perkembangan dini sel-

11

B dan T gen-gen ini mengalami proses pengaturan kembali pada niveau DNA,
dengan penyusunan gen-gen fungsional dari berbagai komponen gen pada kromosom.
Pada proses ini terjadi sementara patah kromosom. Alih-alih terjadi perbaikan patah
dalam kromosom asli malahan dapat juga terjadi penggabungan yang keliru ke
kromosom lain. Hasilnya adalah suatu translokasi. Onkogen yang bersangkutan
karena itu dapat terderegulasi dan teraktivasi. Sebagai prototype adalah translokasi
t(8; 14) tersebut di atas, dimana satu dari gen-gen rantai berat immunoglobulin
kromosom 14 tergabung ke onkogen c-myc pada kromosom 8. Aktivasi c-myc
menyebabkan proliferasi hebat. Translokasi t(8; 14) secara spesifik terdapat pada
limfoma Burkitt (endemik dan sporadik) tetapi juga pada lain-lain NHL sel-B derajat
tinggi.3,4,9
Translokasi yang dapat disamakan adalah translokasi t(14; 18) yang terdapat
dalam kira-kira 85% NHL folikular sentroblastik/sentrositik (dan dalam tipe yang
berasal dari ini). Onkogen bcl-2 yang bersangkutan dengan ini menyebabkan sentrosit
dalam keadaan normal mempunyai jangka hidup sangat terbatas, dapat hidup lebih
lama karena blokade terhadap apa yang disebut kematian sel terprogram (apoptosis).
Efek ini memegang peran penting pada terjadinya tipe NHL ini. Jadi perlu dipahami
bahwa onkogen dapat menstimulasi proliferasi maupun menghambat kematian sel.
Kedua faktor itu dapat menimbulkan replikasi sel neoplastik.4,7
E. PATOFISIOLOGI DAN GAMBARAN KLINIS
(lampiran)
Proliferasi abmormal tumor dapat memberi kerusakan penekanan atau
penymbatan organ tubuh yang diserrang dengan gejala yang bervariasi luas. Sering
ada panas yang tak jelas sebabnya, penurunan berat badan. Tumor dapat mulai di
kelenjar getah bening (nodal) atau diluar kelenjar getah bening (ekstra nodal).
Gejalanya tergantung pada organ yang diserang, gejala sistemik adalah panas,
keringat malam, penurunan berat badan.
Telah diketahui bahwa perjalan penyakit LNH terjadi secara limfogen dengan
melibatkan rantai kelenjar getah bening yang saling berhubungan dan merambat
dari satu tempat ketempat yang berdekatan. Meskipun demikian, hubungan antara

12

kelenjar getah bening pada leher kiri dan daerah aorta pada LNH jenis folikular tidak
sejelas seperti apa yang terlihat pada LNH jenis difus.
Walaupun pada LNH timbul gejala-gejala konstitusional (demam, penurunan
berat badan, berkeringat pada malam hari) : namun insidennya lebih rendah dari
pada penyakit Hodgkin. Ditemukan adanya limfadenopati difus tanpa rasa nyeri,
Dapat menyerang satu atau seluruh kelenjar limfe perifer.
Biasanya adenopati hilus tidak ditemukan, tetapi sering ditemukan adanya
efusi pleura.Kira-kira 20% atau lebih penderita menunjukkan gejala-gejala yang
berkaitan dengan pembesaran kelenjar limfe retroperitoneal atau mesentrium dan
timbul bersama nyeri abdomen atau defekasi yang tidak teratur.Sering didapatkan
dapat menyerang lambung dan usus halus yang ditandai dengan gejala yang mirip
dengan gejala tukak lambung, anoreksia, penurunan berat badan, nausea,
hematemesis, dan melena.Penyakit-penyakit susunan saraf pusat walaupun jarang
terjadi tetap dapat timbul pada limfoma histisitik difus (imunoblastik sel besar).

Pendapat lain menjelaskan bahwa terdapat empat kelompok gen yang menjadi
sasaran kerusakan genetik pada sel-sel tubuh manusia, termasuk sel-sel limfoid, yang
dapat menginduksi terjadinya keganasan. Gen-gen tersebut adalah proto-onkogen,
gen supresor tumor, gen yang mengatur apoptosis, gen yang berperan dalam
perbaikan DNA.
Proto-onkogen

merupakan

gen

seluler

normal

yang

mempengaruhi

pertumbuhan dan diferensiasi, gen ini dapat bermutai menjadi onkogen yang
produknya dapat menyebabkan transformasi neoplastik, sedangkan gen supresor
tumor adalah gen yang dapat menekan proliferasi sel (antionkogen). Normalnya,
kedua gen ini bekerja secara sinergis sehingga proses terjadinya keganasan dapat
dicegah. Namun, jika terjadi aktivasi proto-onkogen menjadi onkogen serta terjadi
inaktivasi gen supresor tumor, maka suatu sel akan terus melakukan proliferasi tanpa
henti.
Gen lain yang berperan dalam terjadinya kanker yaitu gen yang mengatur
apoptosis dan gen yang mengatur perbaikan DNA jika terjadi kerusakan. Gen yang
mengatur apoptosis membuat suatu sel mengalami kematian yang terprogram,
13

sehingga sel tidak dapat melakukan fungsinya lagi termasuk fungsi regenerasi. Jika
gen ini mengalami inaktivasi, maka sel-sel yang sudah tua dan seharusnya sudah mati
menjadi tetap hidup dan tetap bisa melaksanakan fungsi regenerasinya, sehingga
proliferasi sel menjadi berlebihan. Selain itu, gagalnya gen yang mengatur perbaikan
DNA dalam memperbaiki kerusakan DNA akan menginduksi terjadinya mutasi sel
normal menjadi sel kanker.2
Diagnosis morbus Hodgkin berdasarkan pemeriksaan histologik, yang dalam
hal ini adanya sel Reed-Sternberg (kadang-kadang sel Hodgkin varian mononuklear)
dengan gambaran dasar yang cocok merupakan hal yang menentukan sistem
klasifikasi histologik, sebagaimana lebih dari 25 tahun yang lalu telah dikembangkan
oleh Lukes dan Butler, masih selalu berlaku sebagai dasar pembagian penyakit
Hodgkin.4

F. TAHAPAN

14

Penentuan stadium merupakan salah satu pola penting dalam


manajemen LNH yang bertujuan untuk mengetahui status penyakit dan memilih
pengobatan yang relevan serta memudahkan evaluasi hasil terapi. Klasifikasi
yang populer digunakan adalah klasifikasi menurut Arnn Arborr (1971) sebagai
berikut:
Klasifikasi Limfoma Menurut Ann Arbor yang telah dimodifikasi oleh Costwell
Keterlibatan/Penampakan
Stadium
I
II
III
IV
Suffix
A
B

Kanker mengenai 1 regio kelenjar getah bening atau 1 organ ekstralimfatik (IE)
Kanker mengenai lebih dari 2 regio yang berdekatan atau 2 regio yang letaknya
berjauhan tapi masih dalam sisi diafragma yang sama (IIE)
Kanker telah mengenai kelenjar getah bening pada 2 sisi diafragma ditambah dengan
organ ekstralimfatik (IIIE) atau limpa (IIIES)
Kanker bersifat difus dan telah mengenai 1 atau lebih organ ekstralimfatik
Tanpa gejala B
Terdapat salah satu gejala di bawah ini:

Penurunan BB lebih dari 10% dalam kurun waktu 6 bulan sebelum

diagnosis ditegakkan yang tidak diketahui penyebabnya


Demam intermitten > 38 C
Berkeringat di malam hari

Bulky tumor yang merupakan massa tunggal dengan diameter > 10 cm, atau , massa
mediastinum dengan ukuran > 1/3 dari diameter transthoracal maximum pada foto polos
dada PA

Gambar 4. Penentuan Stadium Limfoma berdasarkan Klasifikasi Ann Arbor


G. MANIFESTASI KLINIS

15

Gejala
Gangguan

Hilang

timbulnya gejala

pernafasan Pembesaran

Pembengkakan wajah
nafsu

getah

kelenjar

getah

bening di dada

berat Pembesaran

perut

kelenjar

20-30%

makan

Sembelit
Nyeri

Kemungkinan

Penyebab

atau

perut bening di perut

30-40%

kembung
Penyumbatan pembuluh getah
Pembengkakan tungkai

bening di selangkangan atau 10%


perut

Penurunan

berat

badan

Diare

halus

Malabsorbsi
Pengumpulan
sekitar

cairan

di

paru-paru

(efusi pleura)
Daerah

kehitaman

menebal

di

Penyebaran limfoma ke usus

Penyumbatan pembuluh getah


bening di dalam dada

10%

20-30%

dan

kulit

yang Penyebaran limfoma ke kulit

10-20%

terasa gatal
Penurunan

berat

badan

Demam
Keringat di malam hari
Anemia

Penyebaran limfoma ke seluruh


tubuh

50-60%

Perdarahan ke dalam saluran 30%,

pada

(berkurangnya jumlah sel


akhirnya
bisa
pencernaan.
Penghancuran sel darah merah mencapai 100%
darah merah)
oleh limpa yang membesar dan
terlalu aktif.
Penghancuran sel darah merah
oleh

antibodi

abnormal

(anemia hemolitik).

16

Penghancuran sumsum tulang


karena penyebaran limfoma.
Ketidakmampuan
sumsum
tulang

untuk

sejumlah
karena

menghasilkan

sel

darah

merah

obat

atau

terapi

penyinaran.
Penyebaran ke sumsum tulang
Mudah

terinfeksi

oleh dan

bakteri

kelenjar

menyebabkan

getah

bening,

berkurangnya

20-30%

pembentukan antibodi
H. DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Darah Lengkap
SDP bervariasi, dapat normal, menurun atau meningkat secara nyata.
Deferensial SDP Neutrofilia, monosit, basofilia, dan eosinofilia
mungkin ditemukan. Limfopenia lengkap (gejala lanjut).
SDM dan Hb/Ht menurun. Peneriksaan SDM dapat menunjukkan
normositik

ringan

sampai

sedang,

anemia

normokromik

(hiperplenisme).
LED meningkat selama tahap aktif dan menunjukkan inflamasi atau
penyakit malignansi. Berguna untuk mengawasi pasien pada
perbaikan dan untuk mendeteksi bukti dini pada berulangnya
penyakit.
Kerapuhan eritrosit osmotik meningkat.
Trombosit menurun (mungkin menurun berat, sumsum tulang
digantikan oleh limfoma dan oleh hipersplenisme)
Test Coomb reaksi positif (anemia hemolitik) dapat terjadi namun,

hasil negatif biasanya terjadi pada penyakit lanjut.


Besi serum dan TIBC menurun.
Alkalin fosfatase serum meningkat terlihat pasda eksaserbasi.
Kalsium serum mungkin menigkat bila tulang terkena.
Asam urat serum meningkat sehubungan dengan destruksi

nukleoprotein dan keterlibatan hati dan ginjal.


b. Pemeriksaan THT untuk melihat keterlibatan cincin waldeyer terlibat
dilanjutkan dengan tindakan gstroskopy.

17

c. BUN mungkin meningkat bila ginjal terlibat. Kreatinin serum, bilirubin, ASL
(SGOT), klirens kreatinin dan sebagainya mungkin dilakukan untuk
mendeteksi keterlibatan organ.
d. Hipergamaglobulinemia umum hipogama globulinemia dapat terjadi pada
penyakit lanjut.
e. Foto dada dapat menunjukkan adenopati mediastinal atau hilus, infiltrat,
f.

nodulus atau efusi pleural.


Foto torak, vertebra lumbar, ekstremitas proksimal, pelvis, atau area tulang
nyeri tekan menentukan area yang terkena dan membantu dalam

pentahapan.
g. Tomografi paru secara keseluruhan atau skan CT dada dilakukan bila
adenopati hilus terjadi. Menyatakan kemungkinan keterlibatan nodus limfa
mediatinum.
h. Skan CT abdomenial mungkin dilakukan untuk mengesampingkan penyakit
nodus pada abdomen dan pelvis dan pada organ yang tak terlihat pada
i.

pemeriksaan fisik.
Ultrasound abdominal mengevaluasi luasnya keterlibatan nodus limfa

j.

retroperitoneal.
Skan tulang dilakukan untuk mendeteksi keterlibatan tulang. Skintigrafi
Galliium-67: berguna untuk membuktikan deteksi berulangnya penyakit

nodul, khususnya diatas diagfragma.


k. Biopsi sumsum tulang menentukan keterlibatan sumsum tulang. Invasi
l.

sumsum tulang terlihat pada tahap luas.


Biopsi nodus limfa membuat diagnosa penyakit Hodgkin berdasarkan pada

adanya sel Reed-Sternberg.


m. Mediastinoskopi mungkin dilakukan untuk membuktikan keterlibatan nodus
mediastinal.
n. Laparatomi pentahapan mungkin dilakukan untuk mengambil spesimen
nodus retroperitoneal, kedua lobus hati dan atau pengangkatan limfa
(Splenektomi adalah kontroversial karena ini dapat meningkatkan resiko
infeksi dan kadang-kadang tidak biasa dilakukan kecuali pasien mengalami
manifestasi klinis penyakit tahap IV. Laporoskopi kadang-kadang dilakukan
sebagai pendekatan pilihan untuk mengambil spesimen.
I.

KRITERIA DIAGNOSIS LNH


Riwayat pembesaran kelenjar getah bening atau timbulnya massa tumor di
tempat lain

18

Riwayat demam yang tidak jelas


Penurunan berat badan 10 % dalam waktu 6 bulan
Keringat malam yang banyak tanpa sebab yang sesuai
Pemeriksaan histopatologis tumor, sesuai dengan LNH

J. PENATALAKSANAAN

Pilihan terapi pertama pada Limfoma Maligna adalah sebagai berikut:


Terapi pertama
Stadium I II

- Terapi standar: radiasi lapangan mantel dan


radiasi kelenjar paraaorta dan limpa; kadangkadang hanya lapangan mantel saja
- Jika

ada

faktor

resiko,

kemoterapi

dilanjutkan dengan radioterapi


- Dalam

penelitian,

kemoterapi

terbatas

dengan involved field radiation


Stadium IIIA

Kemoterapi ditambah dengan radioterapi

Stadium IIIB IV

Kemoterapi, ditambah dengan radioterapi

Penatalaksanaan limfoma maligna dapat dilakukan melalui berbagai cara,


yaitu:
a. Pembedahan
Operasi pada penderita limfoma malignum pada tonsil tidak sering dilakukan.
Tapi biasanya dilakukan jika pengobatan dengan radioterapi dan kemoterapi
tidak berhasil, untuk dilakukan biopsi untuk pemeriksaan histopatologi, dan
untuk stabilisasi salur pernafasan.
Jika dalam pertimbangan untuk dilakukan operasi pada limfoma malignum
tonsil, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu: apakah tumor primer
bisa direseksi (dioperasi/diangkat), apakah kelainan pada leher tersebut bisa
direseksi, apakah terdapat metastasis jauh di tempat lain, apakah operasi
tersebut akan memberikan kebaikan yang sangat signifikan kepada penderita,
apakah terdapat kelainan atau penyakit lain yang akan mengganggu operasi

19

dan hasil operasi tersebut atau akan membahayakan penderita, dan apakah
pasien benar-benar memilih untuk dilakukan operasi.
Tumor pada tonsil dianggap tidak bisa direseksi jika sudah terjadi invasi
terhadap m.pterygoid lateral, dinding lateral nasofaring, basis kranium atau
tumor sudah mengelilingi dan melekat pada arteri karotis.
b. Radioterapi
Radioterapi memiliki peranan yang sangat penting dalam pengobatan
limfoma, terutama limfoma hodgkin di mana penyebaran penyakit ini lebih
sulit untuk diprediksi. Beberapa jenis radioterapi yang tersedia telah banyak
digunakan untuk mengobati limfoma hodgkin seperti radioimunoterapi dan
radioisotope. Radioimunoterapi menggunakan antibodi monoclonal seperti
CD20 dan CD22 untuk melawan antigen spesifik dari limfoma secara
langsung, sedangkan radioisotope menggunakan

131

Iodine atau

90

Yttrium

untuk irradiasi sel-sel tumor secara selektif7. Teknik radiasi yang digunakan
didasarkan pada stadium limfoma itu sendiri1, yaitu:
Untuk stadium I dan II secara mantel radikal
Untuk stadium III A/B secara total nodal radioterapi
Untuk stadium III B secara subtotal body irradiation
Untuk stadium IV secara total body irradiation

Gambar 5. Berbagai macam teknik radiasi


c. Kemoterapi,6,7,8

20

Merupakan teknik pengobatan keganasan yang telah lama digunakan dan


banyak obat-obatan kemoterapi telah menunjukkan efeknya terhadap
limfoma.
Pengobatan Awal:
1. MOPP regimen: setiap 28 hari untuk 6 siklus atau lebih.
o

Mechlorethamine: 6 mg/m2, hari ke 1 dan 8

Vincristine (Oncovine): 1,4 mg/m2 hari ke 1 dan 8

Procarbazine: 100 mg/m2, hari 1-14

Prednisone: 40 mg/m2, hari 1-14, hanya pada siklus 1 dan 4


2. ABVD regimen: setiap 28 hari untuk 6 siklus

Adriamycin: 25 mg/m2, hari ke 1 dan 15

Bleomycin: 10 mg/m2, hari ke 1 dan 15

Vinblastine: 6 mg/m2, hari ke 1 dan 15

Dacarbazine: 375 mg/m2, hari ke 1 dan 15


3. Stanford V regimen: selama 2-4 minggu pada akhir siklus
o Vinblastine: 6 mg/m2, minggu ke 1, 3, 5, 7, 9, 11
o Doxorubicin: 25 mg/m2, minggu ke 1, 3, 5, 9, 11
o Vincristine: 1,4 mg/m2, minggu ke 2, 4, 6, 8, 10, 12
o Bleomycin: 5 units/m2, minggu ke 2, 4, 8, 10, 12
o Mechlorethamine: 6 mg/m2, minggu ke 1, 5, 9
o Etoposide: 60 mg/m2 dua kali sehari, minggu ke 3, 7, 11

21

o Prednisone: 40 mg/m2, setiap hari, pada minggu ke 1-10,


tapering of pada minggu ke 11,12
4. BEACOPP regimen: setiap 3 minggu untuk 8 siklus
o

Bleomycin: 10 mg/m2, hari ke- 8

Etoposide: 200 mg/m2, hari ke 1-3

Doxorubicin (Adriamycine): 35 mg/m2, hari ke-1

Cyclophosphamide: 1250 mg/m2, hari ke-1

Vincristine (Oncovine): 1,4 mg/m2, hari ke-8

Procarbazine: 100 mg/m2, hari ke 1-7

Prednisone: 40 mg/m2, hari ke 1-14


Jika pengobatan awal gagal atau penyakit relaps:
1. ICE regimen
a. Ifosfamide: 5 g/m2, hari ke-2
b. Mesna: 5 g/m2, hari ke-2
c. Carboplatin: AUC 5, hari ke-2
d. Etoposide: 100 mg/m2, hari ke 1-3
2. DHAP regimen
a. Cisplatin: 100 mg/m2, hari pertama
b. Cytarabine: 2 g/m2, 2 kali sehari pada hari ke-2
c. Dexamethasone: 40 mg, hari ke 1-4
22

3. EPOCH regimen Pada kombinasi ini, etoposide, vincristine, dan


doxorubicin diberikan secara bersamaan selama 96 jam IV secara
berkesinambungan.
a. Etoposide: 50 mg/m2, hari ke 1-4
b. Vincristine: 0.4 mg/m2, hari ke 1-4
c. Doxorubicin: 10 mg/m2, hari ke 1-4
d. Cyclophosphamide: 750 mg/m2, hari ke- 5
e. Prednisone: 60 mg/m2, hari ke 1-6
d. Imunoterapi
Bahan yang digunakan dalam terapi ini adalah Interferon-, di mana
interferon- berperan untuk menstimulasi sistem imun yang menurun akibat
pemberian kemoterapi.8
e. Transplantasi sumsum tulang
Transplasntasi sumsum tulang merupakan terapi pilihan apabila limfoma tidak
membaik dengan pengobatan konvensional atau jika pasien mengalami
pajanan ulang (relaps). Ada dua cara dalam melakukan transplantasi sumsum
tulang, yaitu secara alogenik dan secara autologus. Transplantasi secara
alogenik membutuhkan donor sumsum yang sesuai dengan sumsum penderita.
Donor tersebut bisa berasal dari saudara kembar, saudara kandung, atau
siapapun asalkan sumsum tulangnya sesuai dengan sumsum tulang penderita.
Sedangkan transplantasi secara autologus, donor sumsum tulang berasal dari
sumsum tulang penderita yang masih bagus diambil kemudian dibersihkan
dan dibekukan untuk selanjutnya ditanamkan kembali dalam tubuh penderita
agar dapat menggantikan sumsum tulang yang telah rusak.3
K. KOMPLIKASI
Komplikasi yang umum dijumpai:
Tranfusi leukemik

23

Superior vena cava syndrom


Ileus
Penyulit kondisi NHL
Akibat langsung penyakitnya:
a.
Penekanan terhadap organ, khususnya jalan nafas, usus dan saraf
b.
Mudah terjadi infeksi, bisa total
Akibat efek samping pengobatan
a. Aplasi sunsum tulang
b. Gagal jantung akibat golongan obat antrasiklin
c. Gagal ginjal akibat sisplatinum
d. Kluenitis akibat obat vinkristin
L. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
A. Pengumpulan data
a. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, agama , suku dana kebangsaan,
pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor regester, tanggal Masuk
Rumah Sakit , diagnosa medis
b. Keluhan Utama
Keluhan yang paling dirasakan adalah nyeri telan
c. Riwayat penyakit sekarang
Alasan MRS
Menjelaskan riwayat penyakit yang dialami adalah pasien
mengeluh nyeri telan dan sebelum MRS mengalami kesulitan
bernafas, penurunan berat badan, keringaty dimalam hari yang
terlalu banyak, nafsu makan menurun nyeri telamn pada daerah
lymfoma
Keluhan waktu didata
Dilakukan pada waktu melakukan pengkajian yaitu keluhan
kesulitan bernafas, dan cemas atas penyakit yang dideritanya
Riwayat kesehatan Dahulu
Riwayat Hypertensi dan Diabetes mielitus perlu dikaji dan
riwayat pernah masuk RS dan penyakit yang pernah diderita
oleh pasien
d. Riwayat kesehatan keluarga
Terdapat riwayat pada keluarga dengan penyekit vaskuler : HT,
penyakit metabolik :DM atau penyakit lain yang pernah diderita oleh
keluarga pasien
e. ADL
Nutrisi

24

Perlu dikaji keadaan makan dan minum pasien meliputi : porsi


yang dihabiskan susunan menu, keluhan mual dan muntah,
sebelum atau pada waktu MRS, dan yang terpenting adalah
perubahan pola makan setelah sakit, terutama menyangkut
dengan keluhan utama pasien yaitu kesulitan menelan
Istirahat tidur
Dikaji kebiasaan tidur siang dan malam, berapa jam sehari dan
apakan ada kesulitan waktu tidur dan bagaimana perunbahannya
setelah sakit klien dengan LNH
Aktifitas
Aktifitas dirumah ataua dirumah sakit apakah ada kesenjangan
yang berarti misalnya pembatasan aktifitas, pada klien ini
biasanya terjadi perubahan aktifitas karena adanya limfoma dan
penuruna aktifitas sosial karena perubahan konsep diri
Eliminasi
Mengkaji kebiasaan eliminasi alvi dan uri meliputi jumlah, warna,
apakah ada gangguan.
Personal Hygiene
Mengkaji kebersihan

personal

Hygiene

meliputi

mandi,

kebersihan badan, gigi dan mulut, rambut, kuku dan pakaian dan
f.

kemampuan serta kemandirian dalam melakukan kebersihan diri


Data Psikologi
Perlu dikaji konsep diri apakah ada gangguan dan bagaimana
persepsi klien akan penyakitnya terhadap konsep dirinya
Perlu dikaji karena pasien sering mengalami kecemasan terhadfap

penyakit dan prosedur perawatan


g. Data Sosial
Bagaimana hubungan klien dengan keluarga dan bagaiman peran
klien dirumah dan dirumah sakit
Pada klien dengan LNH mungkin terjadi gangguan interaksi sosial
karena perubahan body image sehingga pasien mungkin menarik diri
h. Data Spiritual
Bagaimana persepsi klien terhadap penyakit dan hubungan dengan
i.

agama yang dianut


Pemeriksaan Fisik
Secara umum
Meliputi keadaan pasien
Kesadaran pasien
Observasi tanda tanda vital : tensi, nadi, suhu dan respirasi
TB dan BB untuk mengetahui keadaan nutrisi

25

Secara khusus
Dilakukan secara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi yamh
meliputi dari chepalo kearah kauda terhadap semua organ tubuh
antara lain
Rambut
Mata telinga
Hidung mulut
Tenggorokan
Telinga
Leher sangat penting untuk dikaji secara mendetail karena LNH
berawal pada serangan di kelenjar lymfe di leher mel;iputi
diameter (besar), konsistensi dan adanya nyeri tekan atau terjadi
pembesaran
Dada Abdomen
Genetalia
Muskuloskeletal
Dan integument
Hasil Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan integument
Terdapat daerah kehitaman dan menebal di kulit yang terasa
gatal akibat perluasan limfoma ke kulit.
b. Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala: bentuk normocephalik.
Wajah: normal.
Leher: biasanya terjadi pembengkakan pada kelenjar getah
bening di leher. Pembesaran terkadang terjadi juga pada tonsil
sehingga mengakibatkan gangguan menelan.
c. Pemeriksaan dada
Apabila terjadi pembesaran kelenjar getah bening di dada, maka
pasien akan merasakan sesak nafas. Penyumbatan pembuluh
getah bening di dada mengakibatkan penyumbatan cairan di paru
sehingga dapat mengakibatkan sesak nafas dan efusi pleura.
d. Pemeriksaan abdomen.
Apabila terjadi pembesaran kelenjar getah bening di perut maka
akan menimbulkan hilang nafsu makan, sembelit berat, nyeri
perut atau perut kembung.
e. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Terkadang terdapat konstipasi akibat penekanan pada usus. Jika
limfoma menyebar ke usus halus maka akan terjadi penurunan

26

berat badan Diare dan Malabsorbsi. Terdapat pembengkakan


f.

pada skrotum.
Pemeriksaan ekstremitas
Jika terjadi penyumbatan

pembuluh

getah

bening

di

selangkangan atau perut maka akan terjadi pembengkakan


tungkai. Dan apabila terdapat penyumbatan pembuluh getah
bening pada daerah aksila maka akan terjadi pembengkakan
pada daerah aksila.
j.

Pemeriksaan penunjang
Laboratorium. EKG, Rontgen thoraks serta therapy yang diperoleh
klien dari dokter

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan Jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan peningkatan
secret pada jalan napas sekunder dan obstruksi trakeobronkhial akibat
pembesaran kelenjar limfe servikal, mediastinum.
2. Nyeri akut yang berhungan dengan kompresi saraf perifer, pembesaran
kelenjar limfe, efek sekunder pemberian agen antileukimia, peningkat
produksi asam laktat jaringan local.
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
kesulitan bernafas sukunder terhadap penekanan massa pada oesopahgus
4. Resiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan ketidakadekuatan
system imunitas tubuh dan terapi imunosupresif (supresi tulang belakang).
5. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolic (proses keganasan) dan perubahan kimiawi tubuh sebagai efek
kemoterapi.
6. Koping individu atau keluarga tidak efektif yang berhubungan dengan
prognosis penyakit, gambaran diri yang salah, perubahan peran.
7. Kecemasan individu dan keluarga yang berhubungan dengan prognosis sakit.
8. Perubahan konsep diri (body Image) berhubungan dengan perubahan bentuk
anatomi tubuh (adanya limfoma)
9. Gangguan rasa nyaman (nyeri tekan) berhubungan dengan penekana saraf di
leher akibat adanya limfoma
INTERVENSI KEPERAWATAN
Bersihan Jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan peningkatan secret

27

pada jalan napas sekunder dan obstruksi trakeobronkhial akibat pembesaran


kelenjar limfe servikal, mediastinum.
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam jalan napas klien kembali efektif
Criteria : secara subjektif pernyataan sesak berkurang , RR 26-24 kali/menit, tidak
ada penggunaan ototaksesori, tidak terdengar bunyi napas tambahan.
Intervensi
Rasional
Kaji/awasi frekuensi pernapasan, Perubahan seperti takipnea,
otot

dipsnea,

kedalaman, irama, adanya dispnea,

penggunaan

aksesori

penggunaan otot bantu pernapasan

mengindikasikan

dan gangguan ekspansi dada.

kelenjar

Bantu perubahan posisi secara

membutuhkan intervensi lebih lanjut.


Meningkatkan aerasi semua segmen paru

berlanjutnya

limfe

dapat

keterlibatan

mediastinal

yang

periodic
dan membantu mobilisasi sekresi.
Ajarkan teknik napas dalam (bibir, Meningkatkan aerasi semua segmen paru
diafragma, abdomen)
Kaji/awasi warna kulit, perhatikan

dan membantu mobilisasi sekresi.


Proliferasi sel darah putih dapat menurunkan

adanya tanda pucat/sianosis

kapasitas pembawa oksigen darah dan

Kaji respon pernapasan terhadap

menimbulkan hipoksemia.
Penurunan oksigenasi seluler menurunkan

aktivitas

toleransi

aktivitas,

kebutuhan

istirahat

oksigen

menurunkan

serta

mencegah

Observasi distensi vena leher, nyeri

kelelahan dan dispnea.


Klien LNH dengan sindrom vena cava

kepala, pusing, edema preorbital,

superior

dispnea, stridor

menunjukkan kedaruratan onkologis.

dan

obstruksi

jalan

napas

Nyeri akut yang berhungan dengan kompresi saraf perifer, pembesaran kelenjar
limfe, efek sekunder pemberian agen antileukimia, peningkat produksi asam
laktat jaringan local.
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam terdapat penurunan respon nyeri
Criteria: secara subjektif klien menyatakan penurunan rasa nyeri, secara objektif
didapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal, wajah rileks, tidak terjadi
penurunan perfusi perifer.
Intervensi
Catat karakteristik nyeri, lokasi,

Variasi

Rasional
penampilan dan

intensitas,

karena

nyeri

serta

lama

dan

terjadi

perilaku

sebagai

klien

temuan

28

penyebarannya
Lakukan
manejemen

nyeri

keperawatan:
Atur posisi fisiologis

pengkajian
Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan
O2 ke jaringan yang mengalami nyeri
sekunder dari iskemia
Istirahat akan menurunkan kebutuhan O2

Istirahatkan klien

jaringan perifer, sehingga akan menurunkan


Manajemen
lingkungan

lingkungan:
tenang

dan

batasi

pengunjung

kebutuhan oksigen jaringan


Lingkungan tenang akan

menurunkan

stimulus nyeri eksternal dan pembatasan


pengunjung akan membantu meningkatkan
kondisi O2 ruangan yang akan berkurang
apabila banyak pengunjung yang berada

Ajarkan

teknik

relaksasi

diruangan
Meningkatkan asupan O2 sehingga akan

pernapasan dalam

menurunkan nyeri sekunder dari iskemia

Ajarkan teknik distraksi pada saat

jaringan
Distraksi

nyeri

menurunkan

(pengalihan

perhatian)

stimulus

internal

dapat
dengan

mekanisme peningkatan produksi endorvin


dan enkefalin yang dapat memblok reseptor
nyeri
serebri
Lakukan manajemen sentuhan

untuk

tidak

sehingga

nyeri
Manajemen

dikirimkan

kekorteks

menurunkan

persepsi

sentuhan

pada

saat

nyeri

berupa sentuhan dukungan psikologis dapat


membantu

menurunkan

nyeri.

Masase

ringan dapat meningkatkan aliran darah dan


dengan otomatis membantu suplai darah
dan oksigen kearea nyeri dan menurunkan
sensasi nyeri
Kolaborasi pemberian terapi.
a)
Analgetik

Digunakan

untuk

mengurangi

nyeri

sehubungan dengan hematoma otot yang


besar dan perdarahan sendi
Analgetika oral non oploid

diberikan

29

menghindari
b)
c)

ketergantungan

terhadap

Kemoterapi

narkotika pada nyeri kronis.


Pemberian disesuaikan dengan

derajat

Radiasi

penyakit
Terapi terpilih

dengan

untuk

penderita

penyakit ekstranodal yang terbatas adalah


radiasi, radioterapi local, atau radioterapi
dengan lapangan yang luas, terutama pada
kasus limfoma histiositik difus.
Penderita
Resiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan ketidakadekuatan
system imunitas tubuh dan terapi imunosupresif (supresi tulang belakang).
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam tidak terjadi infeksi
Criteria: kien dan keluarga mampu mengidentifikasi factor risiko yang dapat
dikurangi serta menyebutkan tanda dan gejaladini infeksi
Intervensi
Rasional
Monitor TTV
Adanya infeksi akan bermanifestasi pada
perubahan TTV.
Demam
atau

hipotermia

mungkin

mengindikasikan munculnya infeksi pada


Kaji

dan

catat

factor

yang

klien granulositopenik.
Menjadi data dasar dan meminimalkan

meningkatkan risiko infeksi


Lakukan tindakan untuk mencegah

risiko infeksi
Kewaspadaan

pemajanan pada sumber yang

klien terhadap bakteri, virus, dan pathogen

diketahui atau potensial terhadap

jamur, baik eksogen ,aupun endogen

meminimalkan

pemajanan

infeksi.
a) Pertahankan isolasi protektif
sesuai kebijakan institusional
b) Pertahankan teknik mencuci
tangan dengan cermat
c) Beri hygiene yang baik
d) Batasi pengunjung yang
saat ini sedang demam, flu,
atau infeksi
e) Berikan hygiene parianal 2
kali sehari setiap BAB

30

f) Batasi

bunga

segar

dan

sayur segar
g) Gunakan protocol perawatan
mulut
Laporkan bila

ada

perubahan

tanda vital
Jelaskan

Perubahan tanda-tanda vital merupakan


tanda terjadinya sepsis, terutama bila terjadi

alasan

kewaspadaan

peningkatan suhu tubuh


Pengertian
klien
dapat

memperbaiki

dan pantangan
Yakinkan klien dan keluarganya

kepatuhan dan mengurangi factor risiko


Granulositopenia dapat menetap 6-12

bahwa

minggu.

peningkatan

kerentanan

pada infeksi hanya sementara

Pengertian

tentang

sementaragranulositopenia

sifat
dapat

membantu mencegah kecemasan klien dan


Minimalkan prosedur invasive

keluarganya
Prosedur tertentu

dapat

menyebabkan

trauma jaringan, meningkatkan kerentanan


Kolaborasi pemberian antibiotika
Pantau laboratorium sel darah

infeksi
Menurunkan kehadiran organism endogen
Mengonfirmasikan keterlibatan sel darah

putih

putih terhadap infeksi

Koping individu atau keluarga tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis
penyakit, gambaran diri yang salah, perubahan peran.
Tujuan: dalam waktu 1x24 jam klien atau keluarga mampu mengembangkan
koping yang positif
Criteria evaluasi: klien kooperatif pada setiap intervensi keperawatan, mampu
menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan
perubahan yang sedang terjadi, mampu menyatakan penerimaan diri terhadap
situasi, mengakui dan menggabungkan perubahan kedalam konsep diri dengan
cara yang akurat tanpa harga diri yang negative.
Intervensi
Kaji perubahan dari gangguan Menentukan

Rasional
bantuan individual
rencana

perawatan

dalam

persepsi dan hubungan dengan

menyusun

derajat ketidakmampuan.
Identifikasi arti kehilangan atau

pemilihan intervensi.
Beberapa klien dapat

disfungsi pada klien

mengatur perubahan fungsi secara efektif

menerima

atau
dan

dengan sedikit penyesuaian diri. Sedangkan

31

yang

lain

mempunyai

kesulitan

membandingkan mengenal dan mengatur


Anjurkan

mengekspresikan
termasuk

untuk

kekurangan.
Menunjukkan penerimaan, membantu klien

perasaan

untuk mengenal dan mulai menyesuaikan

klien
permusuhan

kemarahan
Catat ketika

klien

dan

dengan perasaan tersebut.

menyatakan

Mendukung penolakan terhadap bagian

terpengaruh seperti sekarat atau

tubuh atau perasaan negative terhadap

mengingkari

gambaran tubuh dan kemampuan yang

dan

menyatakan

inilah kematian

menunjukkan

Berikan informasi status kesehatan

serta dukungan emosional.


Klien
dengan
hemophilia

pada klien dan keluarga

memerlukan bantuan dalam menghadapi


kondisi

kebutuhan

kronis,

dan

intervensi
sering

keterbatasan

ruang

kehidupan, dan kenyataan bahwa kondisi


tersebut merupakan penyakit yang akan
Dukung mekanisme koping efektif

diturunkan kegenerasi berikutnya.


Sejak masa kanak-kanak, klien dibantu
untuk

menerima

dirinya

sendiri

dan

penyakitnya serta mengidentifikasi aspek


positif dari kehidupan mereka. Mereka
harus didorong untuk merasa berarti dan
tetap mandiri dengan mencegah trauma
yang

dapat

menyebabkan

episode

perdarahan akut dan mengganggu kegiatan


Hindari factor peningkatan stress

normal.
Perawat harus mengetahui pengaruh stress

emosional

tersebut secara professional dan personal


serta menggali semua sumber dukungan
untuk mereka sendiri, begitu juga untuk

Bantu dan anjurkan perawatan

klien dan keluarganya.


Membantu meningkatkan perasaan harga

yang

diri dan mengontrol lebih dari satu area

baik

dan

memperbaiki

32

kebiasaan
Anjurkan orang
mengizinkan

terdekat

kembali

perasaan

melakukan

kemandirian dan membantu perkembangan

sebanyak-banyaknya hal-hal untuk

harga diri serta mempengaruhi proses

dirinya
Dukung

perilaku

rehabilitasi.
Klien
dapat

seperti

peningkatan

partisipasi

klien

untuk

kehidupan.
Menghidupkan

atau

usaha

minat

dalam

dan

aktivitas

beradaptasi

terhadap

perubahan dan pengertian tentang peran


individu dimasa mendatang.

rehabilitasi
Dukung penggunaan alat-alat yang

Meningkatkan

dapat

klien,

membantu pemenuhan kebutuhan fisik dan

tas

menunjukkan posisi untuk lebih aktif dalam

tidur

kegiatan sosial.
Dapat mengindikasikan terjadinya depresi

peningkatan kesulitan konsentrasi,

umumnya terjadi sebagai pengaruh dari

lethargi, dan rendah diri.

stroke dimana memerlukan intervensi dan

Kolaborasi: rujuk pada ahli neuro

evaluasi lebih lanjut.


Dapat memfasilitasi perubahan peran yang

psikologi dan konseling bila ada

penting untuk perkembangan perasaan.

mengadaptasikan

tongkat,

alat

bantu

jalan,

panjang untuk kateter.


Monitor
gangguan

kemandirian

untuk

indikasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Dessain,

S.K.

2009.

Hodgkin

Disease.

[serial

online].

http://emedicine.medscape.com/article/20188-overview [15 April 2014].


2. Ford-Martin, Paula. 2005. Malignant Lymphoma. [serial online].
http://www.healthline.com /malignant-lymphoma/. [15 April 2014].
3. Price, S.A dan Wilson, L.M. 2005. Pathophysiology: Clinical Concepts of
Disease Processes, Sixth Edition. Alih bahasa Pendit, Hartanto, Wulansari dan
Mahanani. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6. Jakarta:
EGC
4. Reksodiputro, A. dan Irawan, C. 2006. Limfoma Non-Hodgkin. Disunting oleh
Sudoyo, Setyohadi, Alwi, Simadibrata, dan Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

33

5. Kumar, Abbas, dan Fausto. 2005. Phatologic Basis of Diseases 7th Edition.
Philadelphia: Elsevier & Saunders
6. Vinjamaram, S. 2010. Lymphoma,

Non-Hodgkin.

[serial

online].

http://emedicine.medscape.com/article/20339-overview. [15 April 2014].


7. Berthold, D. dan Ghielmini, M. 2004. Treatment of Malignant Lymphoma. Swiss
Med Wkly (134) : 472-480.
8. Setiawan, Lyana. Kapita Selekta Hematologi. EGC. Jakarta: EGC. 2002.
9. Quade, G.Treatment statement for Health professionals, Childhood Non-Hodgkin
Lymphoma Treatment, The National Cancer Institute, available at:
file:///cancer.gov/index.html, last update at: February 25, 2011.
10. Nelson, B., Arvin K.Buku Ilmu Kesehatan Anak vol. 3 edisi 15, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, 2000.
11. Herdata, H.N.Limfoma Non Hodgkin, Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas
Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. 2008.
12. Reksodiputro, A.H. Penyakit Kanker Limfoma Non Hodgkin, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo. Jakarta. 2009.
13. Permono, B.,Limfoma Non Hodgkin. Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas
Kedokteran UNAIR. Surabaya. 2009.

34

Anda mungkin juga menyukai