ANATOMI FISIOLOGI
Sistem limfatik terdapat di seluruh bagian tubuh manusia, kecuali sistem saraf
pusat. Bagian terbesarnya terdapat di sumsum tulang, lien, kelenjar timus, limfonodi
dan tonsil. Organ-organ lain termasuk hepar, paru-paru, usus, jantung, dan kulit juga
mengandung jaringan limfatik.
Limfonodi berbentuk seperti ginjal atau bulat, dengan diameter sangat kecil
sampai dengan 1 inchi. Limfonodi biasanya membentuk suatu kumpulan (yang terdiri
dari beberapa kelenjar) di beberapa bagian tubuh yang berbeda termasuk leher, axilla,
thorax, abdomen, pelvis, dan inguinal. Kurang lebih dua per tiga dari seluruh kelenjar
limfe dan jaringan limfatik berada di sekitar dan di dalam tractus gastrointestinal.
Pembuluh limfe besar adalah ductus thoracicus, yang berasal dari sekitar
bagian terendah vertebrae dan mengumpulkan cairan limfe dari extremitas inferior,
pelvis, abdomen, dan thorax bagian inferior. Pembuluh limfe ini berjalan melewati
thorax dan bersatu dengan vena besar di leher sebelah kiri. Ductus limfatikus dextra
mengumpulkan cairan limfe dari leher sebelah kanan, thorax, dan extremitas bagian
superior kemudian menyatu dengan vena besar pada leher kanan.
Limpa berada di kuadran kiri atas abdomen. Tidak seperti jaringan limfoid
lainnya, darah juga mengalir melewati limpa. Hal ini dapat membantu untuk
mengontrol volume darah dan jumlah sel darah yang bersirkulasi dalam tubuh serta
dapat membantu menghancurkan sel darah yang telah rusak.3
B. DEFINISI
NHL adalah suatu keganasan dari limfosit T dan B (dan sangat jarang
berasal dari sel NK ("natural killer"), berupa proliferasi klonal yang terdapat
pada berbagai tingkat tumor.Keganasan ini tidak boleh disamankan dengan
kelainan limfoproliferatif poliklonik.Kedua kelompok penyakit tersebut terjadi
dengan frekuensi tertinggi pada anak dengan status imunodefisiensi herediter
(Nelson, 2000). Limfoma maligna (LM) adalah proliferasi abnormal sistem
lymfoid dan struktur yang membentuknya, terutama menyerang kelenjar getah
bening.
Limfoma atau limfoma maligna adalah sekelompok kanker di mana selsel limfatik menjadi abnormal dan mulai tumbuh secara tidak terkontrol. Karena
kedengarannya
sangat
menakutkan,
limfoma
ini
sering
terapi dan prognosis mendapat banyak kesukaran, pada tahun 1982 dikembangkan
Working Formulation (WF). Ini bukanlah suatu sistem klasifikasi baru melainkan
suatu kompromi berdasarkan empiri klinik yang dapat membedakan entities
dengan implikasi prognostik.3,4
Limfoma non-Hodgkin berdasarkan atas asal limfositnya dibagi menjadi 2,
yaitu NHL limfosit B yang nantinya akan berdeferensiasi menjadi sel plasma yang
membentuk antibodi (prevalensinya 70%) dan NHL limfosit T yang nantinya akan
berdeferensiasi menjadi bentuk aktif.
Dibedakan 3 derajat malignitas klinis: rendah (30%), intermedier (40%) dan
tinggi (20%), dan dalam kategori ini digunakan pengertian dari klasifikasi Dorfman,
Lukes, dan Collins. Dua sistem klasifikasi morfologik yang umum dipakai di
Amerika Serikat ini didasarkan atas pola pertumbuhan dan tipe sel. Kriteria
imunologik, yang antara lain membedakan antara tipe sel-B dan sel-T, belum
dimasukkan disini. Tetapi, kepentingan besar WF adalah dalam kenyataan bahwa WF
ini mempunyai nilai prediktif yang baik untuk perilaku klinis malignitas ini. Karena
itu, sistem ini merupakan dasar untuk tindakan terapeutik.4
Konsep klasifikasi Kiel berdasar atas perbandingan dengan pertumbuhan selB dan sel-T normal. Limfoma non-Hodgkin dianggap sebagai lawan maligna stadium
spesifik dalam pertumbuhan ini dan dengan itu mempunyai fenotipe yang cocok
(morfologi dan pola penanda). Terutama dalam hal NHL sel-B ini menyebabkan
pengenalan entities biologic yang disebut penyakit limfoma. Kepentingannya adalah
pertama bahwa dalam golongan NHL dengan derajat malignitas yang sama dapat
dibuat prediksi mengenai kelakuan tumornya dalam arti lokalisasi tumor yang
diharapkan (lien, sumsum tulang, ekstranodal, susunan saraf sentral) dan
kemungkinan terhadap relaps. Kedua, cara klasifikasi demikian merupakan dasar
yang baik untuk penelitian medik biologik dalam lapangan non-Hodgkin. Karena itu,
di Amerika Serikat makin besar antusiasme untuk penanganan demikian. Hal ini
belakangan ini menyebabkan usul bersama hematopatolog Eropa dan Amerika untuk
memodernisasi klasifikasi Kiel, berdasar atas kesatuan biologik yang didefinisikan
besar seperti inklusi dan seperti mata burung hantu (owl-eyes), yang biasanya
dikelilingi suatu halo yang bening.2
Gambar 1. Gambaran histopatologis (kiri) Limfoma Hodgkin dengan Sel Reed Sternberg dan
(kanan) Limfoma Non Hodgkin
Immunodefisiensi
2 % kelainan herediter langka yang berhubungan dengan terjadinya LNH
antara lain adalah
globulinemia,
syndrome,
common
variable
immunodeficiency,
dan Ataxia-telengiectasia.
Limfoma
Wiskot-Alderich
yang
terjadi
sringkali
bahwa
infeksi
awal
EBV
dan
factor
lingkungan
dapat
10
11
B dan T gen-gen ini mengalami proses pengaturan kembali pada niveau DNA,
dengan penyusunan gen-gen fungsional dari berbagai komponen gen pada kromosom.
Pada proses ini terjadi sementara patah kromosom. Alih-alih terjadi perbaikan patah
dalam kromosom asli malahan dapat juga terjadi penggabungan yang keliru ke
kromosom lain. Hasilnya adalah suatu translokasi. Onkogen yang bersangkutan
karena itu dapat terderegulasi dan teraktivasi. Sebagai prototype adalah translokasi
t(8; 14) tersebut di atas, dimana satu dari gen-gen rantai berat immunoglobulin
kromosom 14 tergabung ke onkogen c-myc pada kromosom 8. Aktivasi c-myc
menyebabkan proliferasi hebat. Translokasi t(8; 14) secara spesifik terdapat pada
limfoma Burkitt (endemik dan sporadik) tetapi juga pada lain-lain NHL sel-B derajat
tinggi.3,4,9
Translokasi yang dapat disamakan adalah translokasi t(14; 18) yang terdapat
dalam kira-kira 85% NHL folikular sentroblastik/sentrositik (dan dalam tipe yang
berasal dari ini). Onkogen bcl-2 yang bersangkutan dengan ini menyebabkan sentrosit
dalam keadaan normal mempunyai jangka hidup sangat terbatas, dapat hidup lebih
lama karena blokade terhadap apa yang disebut kematian sel terprogram (apoptosis).
Efek ini memegang peran penting pada terjadinya tipe NHL ini. Jadi perlu dipahami
bahwa onkogen dapat menstimulasi proliferasi maupun menghambat kematian sel.
Kedua faktor itu dapat menimbulkan replikasi sel neoplastik.4,7
E. PATOFISIOLOGI DAN GAMBARAN KLINIS
(lampiran)
Proliferasi abmormal tumor dapat memberi kerusakan penekanan atau
penymbatan organ tubuh yang diserrang dengan gejala yang bervariasi luas. Sering
ada panas yang tak jelas sebabnya, penurunan berat badan. Tumor dapat mulai di
kelenjar getah bening (nodal) atau diluar kelenjar getah bening (ekstra nodal).
Gejalanya tergantung pada organ yang diserang, gejala sistemik adalah panas,
keringat malam, penurunan berat badan.
Telah diketahui bahwa perjalan penyakit LNH terjadi secara limfogen dengan
melibatkan rantai kelenjar getah bening yang saling berhubungan dan merambat
dari satu tempat ketempat yang berdekatan. Meskipun demikian, hubungan antara
12
kelenjar getah bening pada leher kiri dan daerah aorta pada LNH jenis folikular tidak
sejelas seperti apa yang terlihat pada LNH jenis difus.
Walaupun pada LNH timbul gejala-gejala konstitusional (demam, penurunan
berat badan, berkeringat pada malam hari) : namun insidennya lebih rendah dari
pada penyakit Hodgkin. Ditemukan adanya limfadenopati difus tanpa rasa nyeri,
Dapat menyerang satu atau seluruh kelenjar limfe perifer.
Biasanya adenopati hilus tidak ditemukan, tetapi sering ditemukan adanya
efusi pleura.Kira-kira 20% atau lebih penderita menunjukkan gejala-gejala yang
berkaitan dengan pembesaran kelenjar limfe retroperitoneal atau mesentrium dan
timbul bersama nyeri abdomen atau defekasi yang tidak teratur.Sering didapatkan
dapat menyerang lambung dan usus halus yang ditandai dengan gejala yang mirip
dengan gejala tukak lambung, anoreksia, penurunan berat badan, nausea,
hematemesis, dan melena.Penyakit-penyakit susunan saraf pusat walaupun jarang
terjadi tetap dapat timbul pada limfoma histisitik difus (imunoblastik sel besar).
Pendapat lain menjelaskan bahwa terdapat empat kelompok gen yang menjadi
sasaran kerusakan genetik pada sel-sel tubuh manusia, termasuk sel-sel limfoid, yang
dapat menginduksi terjadinya keganasan. Gen-gen tersebut adalah proto-onkogen,
gen supresor tumor, gen yang mengatur apoptosis, gen yang berperan dalam
perbaikan DNA.
Proto-onkogen
merupakan
gen
seluler
normal
yang
mempengaruhi
pertumbuhan dan diferensiasi, gen ini dapat bermutai menjadi onkogen yang
produknya dapat menyebabkan transformasi neoplastik, sedangkan gen supresor
tumor adalah gen yang dapat menekan proliferasi sel (antionkogen). Normalnya,
kedua gen ini bekerja secara sinergis sehingga proses terjadinya keganasan dapat
dicegah. Namun, jika terjadi aktivasi proto-onkogen menjadi onkogen serta terjadi
inaktivasi gen supresor tumor, maka suatu sel akan terus melakukan proliferasi tanpa
henti.
Gen lain yang berperan dalam terjadinya kanker yaitu gen yang mengatur
apoptosis dan gen yang mengatur perbaikan DNA jika terjadi kerusakan. Gen yang
mengatur apoptosis membuat suatu sel mengalami kematian yang terprogram,
13
sehingga sel tidak dapat melakukan fungsinya lagi termasuk fungsi regenerasi. Jika
gen ini mengalami inaktivasi, maka sel-sel yang sudah tua dan seharusnya sudah mati
menjadi tetap hidup dan tetap bisa melaksanakan fungsi regenerasinya, sehingga
proliferasi sel menjadi berlebihan. Selain itu, gagalnya gen yang mengatur perbaikan
DNA dalam memperbaiki kerusakan DNA akan menginduksi terjadinya mutasi sel
normal menjadi sel kanker.2
Diagnosis morbus Hodgkin berdasarkan pemeriksaan histologik, yang dalam
hal ini adanya sel Reed-Sternberg (kadang-kadang sel Hodgkin varian mononuklear)
dengan gambaran dasar yang cocok merupakan hal yang menentukan sistem
klasifikasi histologik, sebagaimana lebih dari 25 tahun yang lalu telah dikembangkan
oleh Lukes dan Butler, masih selalu berlaku sebagai dasar pembagian penyakit
Hodgkin.4
F. TAHAPAN
14
Kanker mengenai 1 regio kelenjar getah bening atau 1 organ ekstralimfatik (IE)
Kanker mengenai lebih dari 2 regio yang berdekatan atau 2 regio yang letaknya
berjauhan tapi masih dalam sisi diafragma yang sama (IIE)
Kanker telah mengenai kelenjar getah bening pada 2 sisi diafragma ditambah dengan
organ ekstralimfatik (IIIE) atau limpa (IIIES)
Kanker bersifat difus dan telah mengenai 1 atau lebih organ ekstralimfatik
Tanpa gejala B
Terdapat salah satu gejala di bawah ini:
Bulky tumor yang merupakan massa tunggal dengan diameter > 10 cm, atau , massa
mediastinum dengan ukuran > 1/3 dari diameter transthoracal maximum pada foto polos
dada PA
15
Gejala
Gangguan
Hilang
timbulnya gejala
pernafasan Pembesaran
Pembengkakan wajah
nafsu
getah
kelenjar
getah
bening di dada
berat Pembesaran
perut
kelenjar
20-30%
makan
Sembelit
Nyeri
Kemungkinan
Penyebab
atau
30-40%
kembung
Penyumbatan pembuluh getah
Pembengkakan tungkai
Penurunan
berat
badan
Diare
halus
Malabsorbsi
Pengumpulan
sekitar
cairan
di
paru-paru
(efusi pleura)
Daerah
kehitaman
menebal
di
10%
20-30%
dan
kulit
10-20%
terasa gatal
Penurunan
berat
badan
Demam
Keringat di malam hari
Anemia
50-60%
pada
antibodi
abnormal
(anemia hemolitik).
16
untuk
sejumlah
karena
menghasilkan
sel
darah
merah
obat
atau
terapi
penyinaran.
Penyebaran ke sumsum tulang
Mudah
terinfeksi
oleh dan
bakteri
kelenjar
menyebabkan
getah
bening,
berkurangnya
20-30%
pembentukan antibodi
H. DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Darah Lengkap
SDP bervariasi, dapat normal, menurun atau meningkat secara nyata.
Deferensial SDP Neutrofilia, monosit, basofilia, dan eosinofilia
mungkin ditemukan. Limfopenia lengkap (gejala lanjut).
SDM dan Hb/Ht menurun. Peneriksaan SDM dapat menunjukkan
normositik
ringan
sampai
sedang,
anemia
normokromik
(hiperplenisme).
LED meningkat selama tahap aktif dan menunjukkan inflamasi atau
penyakit malignansi. Berguna untuk mengawasi pasien pada
perbaikan dan untuk mendeteksi bukti dini pada berulangnya
penyakit.
Kerapuhan eritrosit osmotik meningkat.
Trombosit menurun (mungkin menurun berat, sumsum tulang
digantikan oleh limfoma dan oleh hipersplenisme)
Test Coomb reaksi positif (anemia hemolitik) dapat terjadi namun,
17
c. BUN mungkin meningkat bila ginjal terlibat. Kreatinin serum, bilirubin, ASL
(SGOT), klirens kreatinin dan sebagainya mungkin dilakukan untuk
mendeteksi keterlibatan organ.
d. Hipergamaglobulinemia umum hipogama globulinemia dapat terjadi pada
penyakit lanjut.
e. Foto dada dapat menunjukkan adenopati mediastinal atau hilus, infiltrat,
f.
pentahapan.
g. Tomografi paru secara keseluruhan atau skan CT dada dilakukan bila
adenopati hilus terjadi. Menyatakan kemungkinan keterlibatan nodus limfa
mediatinum.
h. Skan CT abdomenial mungkin dilakukan untuk mengesampingkan penyakit
nodus pada abdomen dan pelvis dan pada organ yang tak terlihat pada
i.
pemeriksaan fisik.
Ultrasound abdominal mengevaluasi luasnya keterlibatan nodus limfa
j.
retroperitoneal.
Skan tulang dilakukan untuk mendeteksi keterlibatan tulang. Skintigrafi
Galliium-67: berguna untuk membuktikan deteksi berulangnya penyakit
18
J. PENATALAKSANAAN
ada
faktor
resiko,
kemoterapi
penelitian,
kemoterapi
terbatas
Stadium IIIB IV
19
dan hasil operasi tersebut atau akan membahayakan penderita, dan apakah
pasien benar-benar memilih untuk dilakukan operasi.
Tumor pada tonsil dianggap tidak bisa direseksi jika sudah terjadi invasi
terhadap m.pterygoid lateral, dinding lateral nasofaring, basis kranium atau
tumor sudah mengelilingi dan melekat pada arteri karotis.
b. Radioterapi
Radioterapi memiliki peranan yang sangat penting dalam pengobatan
limfoma, terutama limfoma hodgkin di mana penyebaran penyakit ini lebih
sulit untuk diprediksi. Beberapa jenis radioterapi yang tersedia telah banyak
digunakan untuk mengobati limfoma hodgkin seperti radioimunoterapi dan
radioisotope. Radioimunoterapi menggunakan antibodi monoclonal seperti
CD20 dan CD22 untuk melawan antigen spesifik dari limfoma secara
langsung, sedangkan radioisotope menggunakan
131
Iodine atau
90
Yttrium
untuk irradiasi sel-sel tumor secara selektif7. Teknik radiasi yang digunakan
didasarkan pada stadium limfoma itu sendiri1, yaitu:
Untuk stadium I dan II secara mantel radikal
Untuk stadium III A/B secara total nodal radioterapi
Untuk stadium III B secara subtotal body irradiation
Untuk stadium IV secara total body irradiation
20
21
23
24
personal
Hygiene
meliputi
mandi,
kebersihan badan, gigi dan mulut, rambut, kuku dan pakaian dan
f.
25
Secara khusus
Dilakukan secara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi yamh
meliputi dari chepalo kearah kauda terhadap semua organ tubuh
antara lain
Rambut
Mata telinga
Hidung mulut
Tenggorokan
Telinga
Leher sangat penting untuk dikaji secara mendetail karena LNH
berawal pada serangan di kelenjar lymfe di leher mel;iputi
diameter (besar), konsistensi dan adanya nyeri tekan atau terjadi
pembesaran
Dada Abdomen
Genetalia
Muskuloskeletal
Dan integument
Hasil Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan integument
Terdapat daerah kehitaman dan menebal di kulit yang terasa
gatal akibat perluasan limfoma ke kulit.
b. Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala: bentuk normocephalik.
Wajah: normal.
Leher: biasanya terjadi pembengkakan pada kelenjar getah
bening di leher. Pembesaran terkadang terjadi juga pada tonsil
sehingga mengakibatkan gangguan menelan.
c. Pemeriksaan dada
Apabila terjadi pembesaran kelenjar getah bening di dada, maka
pasien akan merasakan sesak nafas. Penyumbatan pembuluh
getah bening di dada mengakibatkan penyumbatan cairan di paru
sehingga dapat mengakibatkan sesak nafas dan efusi pleura.
d. Pemeriksaan abdomen.
Apabila terjadi pembesaran kelenjar getah bening di perut maka
akan menimbulkan hilang nafsu makan, sembelit berat, nyeri
perut atau perut kembung.
e. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Terkadang terdapat konstipasi akibat penekanan pada usus. Jika
limfoma menyebar ke usus halus maka akan terjadi penurunan
26
pada skrotum.
Pemeriksaan ekstremitas
Jika terjadi penyumbatan
pembuluh
getah
bening
di
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium. EKG, Rontgen thoraks serta therapy yang diperoleh
klien dari dokter
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan Jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan peningkatan
secret pada jalan napas sekunder dan obstruksi trakeobronkhial akibat
pembesaran kelenjar limfe servikal, mediastinum.
2. Nyeri akut yang berhungan dengan kompresi saraf perifer, pembesaran
kelenjar limfe, efek sekunder pemberian agen antileukimia, peningkat
produksi asam laktat jaringan local.
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
kesulitan bernafas sukunder terhadap penekanan massa pada oesopahgus
4. Resiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan ketidakadekuatan
system imunitas tubuh dan terapi imunosupresif (supresi tulang belakang).
5. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolic (proses keganasan) dan perubahan kimiawi tubuh sebagai efek
kemoterapi.
6. Koping individu atau keluarga tidak efektif yang berhubungan dengan
prognosis penyakit, gambaran diri yang salah, perubahan peran.
7. Kecemasan individu dan keluarga yang berhubungan dengan prognosis sakit.
8. Perubahan konsep diri (body Image) berhubungan dengan perubahan bentuk
anatomi tubuh (adanya limfoma)
9. Gangguan rasa nyaman (nyeri tekan) berhubungan dengan penekana saraf di
leher akibat adanya limfoma
INTERVENSI KEPERAWATAN
Bersihan Jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan peningkatan secret
27
dipsnea,
penggunaan
aksesori
mengindikasikan
kelenjar
berlanjutnya
limfe
dapat
keterlibatan
mediastinal
yang
periodic
dan membantu mobilisasi sekresi.
Ajarkan teknik napas dalam (bibir, Meningkatkan aerasi semua segmen paru
diafragma, abdomen)
Kaji/awasi warna kulit, perhatikan
menimbulkan hipoksemia.
Penurunan oksigenasi seluler menurunkan
aktivitas
toleransi
aktivitas,
kebutuhan
istirahat
oksigen
menurunkan
serta
mencegah
superior
dispnea, stridor
dan
obstruksi
jalan
napas
Nyeri akut yang berhungan dengan kompresi saraf perifer, pembesaran kelenjar
limfe, efek sekunder pemberian agen antileukimia, peningkat produksi asam
laktat jaringan local.
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam terdapat penurunan respon nyeri
Criteria: secara subjektif klien menyatakan penurunan rasa nyeri, secara objektif
didapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal, wajah rileks, tidak terjadi
penurunan perfusi perifer.
Intervensi
Catat karakteristik nyeri, lokasi,
Variasi
Rasional
penampilan dan
intensitas,
karena
nyeri
serta
lama
dan
terjadi
perilaku
sebagai
klien
temuan
28
penyebarannya
Lakukan
manejemen
nyeri
keperawatan:
Atur posisi fisiologis
pengkajian
Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan
O2 ke jaringan yang mengalami nyeri
sekunder dari iskemia
Istirahat akan menurunkan kebutuhan O2
Istirahatkan klien
lingkungan:
tenang
dan
batasi
pengunjung
menurunkan
Ajarkan
teknik
relaksasi
diruangan
Meningkatkan asupan O2 sehingga akan
pernapasan dalam
jaringan
Distraksi
nyeri
menurunkan
(pengalihan
perhatian)
stimulus
internal
dapat
dengan
untuk
tidak
sehingga
nyeri
Manajemen
dikirimkan
kekorteks
menurunkan
persepsi
sentuhan
pada
saat
nyeri
menurunkan
nyeri.
Masase
Digunakan
untuk
mengurangi
nyeri
diberikan
29
menghindari
b)
c)
ketergantungan
terhadap
Kemoterapi
derajat
Radiasi
penyakit
Terapi terpilih
dengan
untuk
penderita
hipotermia
mungkin
dan
catat
factor
yang
klien granulositopenik.
Menjadi data dasar dan meminimalkan
risiko infeksi
Kewaspadaan
meminimalkan
pemajanan
infeksi.
a) Pertahankan isolasi protektif
sesuai kebijakan institusional
b) Pertahankan teknik mencuci
tangan dengan cermat
c) Beri hygiene yang baik
d) Batasi pengunjung yang
saat ini sedang demam, flu,
atau infeksi
e) Berikan hygiene parianal 2
kali sehari setiap BAB
30
f) Batasi
bunga
segar
dan
sayur segar
g) Gunakan protocol perawatan
mulut
Laporkan bila
ada
perubahan
tanda vital
Jelaskan
alasan
kewaspadaan
memperbaiki
dan pantangan
Yakinkan klien dan keluarganya
bahwa
minggu.
peningkatan
kerentanan
Pengertian
tentang
sementaragranulositopenia
sifat
dapat
keluarganya
Prosedur tertentu
dapat
menyebabkan
infeksi
Menurunkan kehadiran organism endogen
Mengonfirmasikan keterlibatan sel darah
putih
Koping individu atau keluarga tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis
penyakit, gambaran diri yang salah, perubahan peran.
Tujuan: dalam waktu 1x24 jam klien atau keluarga mampu mengembangkan
koping yang positif
Criteria evaluasi: klien kooperatif pada setiap intervensi keperawatan, mampu
menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan
perubahan yang sedang terjadi, mampu menyatakan penerimaan diri terhadap
situasi, mengakui dan menggabungkan perubahan kedalam konsep diri dengan
cara yang akurat tanpa harga diri yang negative.
Intervensi
Kaji perubahan dari gangguan Menentukan
Rasional
bantuan individual
rencana
perawatan
dalam
menyusun
derajat ketidakmampuan.
Identifikasi arti kehilangan atau
pemilihan intervensi.
Beberapa klien dapat
menerima
atau
dan
31
yang
lain
mempunyai
kesulitan
mengekspresikan
termasuk
untuk
kekurangan.
Menunjukkan penerimaan, membantu klien
perasaan
klien
permusuhan
kemarahan
Catat ketika
klien
dan
menyatakan
mengingkari
dan
menyatakan
inilah kematian
menunjukkan
kebutuhan
kronis,
dan
intervensi
sering
keterbatasan
ruang
menerima
dirinya
sendiri
dan
dapat
menyebabkan
episode
normal.
Perawat harus mengetahui pengaruh stress
emosional
yang
baik
dan
memperbaiki
32
kebiasaan
Anjurkan orang
mengizinkan
terdekat
kembali
perasaan
melakukan
dirinya
Dukung
perilaku
rehabilitasi.
Klien
dapat
seperti
peningkatan
partisipasi
klien
untuk
kehidupan.
Menghidupkan
atau
usaha
minat
dalam
dan
aktivitas
beradaptasi
terhadap
rehabilitasi
Dukung penggunaan alat-alat yang
Meningkatkan
dapat
klien,
tas
tidur
kegiatan sosial.
Dapat mengindikasikan terjadinya depresi
mengadaptasikan
tongkat,
alat
bantu
jalan,
kemandirian
untuk
indikasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dessain,
S.K.
2009.
Hodgkin
Disease.
[serial
online].
33
5. Kumar, Abbas, dan Fausto. 2005. Phatologic Basis of Diseases 7th Edition.
Philadelphia: Elsevier & Saunders
6. Vinjamaram, S. 2010. Lymphoma,
Non-Hodgkin.
[serial
online].
34