Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Limfoma adalah tumor ganas primer dari kelenjar limfe dan jaringan
limfatik di organ lainnya. Penyakit ini dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu
penyakit limfoma Hodgkin dan limfoma non Hodgkin (LNH). Sel ganas pada
penyakit Hodgkin berasal dari sel retikulum. Limfosit yang merupakan bagian
integral proliferasi sel pada penyakit ini diduga merupakan manifestasi reaksi
kekebalan seluler terhadap sel ganas tersebut. Limfoma non Hodgkin pada
dasarnya merupakan keganasan sel limfosit.
Belakangan ini insiden limfoma meningkat relatif cepat. Sekitar 90%
limfoma Hodgkin timbul dari kelenjar limfe, hanya 10% timbul dari jaringan
limfatik di luar kelenjar limfe. Sedangkan limfoma non Hodgkin 60% timbul dari
kelenjar limfe, 40% dari jaringan limfatik di luar kelenjar. Jika diberikan terapi
segera dan tepat, angka kesembuhan limfoma Hodgkin dapat mencapai 80% lebih.
Prognosis limfoma non Hodgkin lebih buruk, tapi sebagian dapat disembuhkan.
Dengan semakin mendalam riset atas limfoma maligna, kini dalam hal klasifikasi
jenis patologik, klasifikasi stadium, metode terapi, diagnosis dan penilaian atas lesi
residif dan berbagai aspek lain limfoma telah mengalami kemajuan pesat, hal ini sangat
membantu dalam meningkatkan ratio kesembuhan limfoma.

BAB II
PEMBAHASAN

Farmakoterapi II Penyakit Limfoma

Page 1

2.1 Definisi
Limfoma atau disebut juga kanker kelenjar getah bening adalah sejenis
kanker yang tumbuh akibat mutasi sel limfosit (sejenis sel darah putih) yang
sebelumnya normal. Hal ini berakibat sel abnormal nenjadi ganas. Seperti halnya
limfosit normal, limfosit ganas dapat tumbuh pada berbagai organ dalam tubuh
termasuk kelenjar getah bening, limpa, sum-sum tulang, darah maupun organ
lainnya contoh saluran cerna, paru, kulit dan tulang. Limfoma umumnya dibagi
menjadi 2 bagian besar, yaitu : Limfoma non-hodgkin (LNH) dan Limfoma
hodgkin. Sekitar 85% dari keganasan tersebut adalah NHL.
2.2 Etiologi
Limfoma merupakan golongan gangguan limfoproliferatif. Penyebabnya
tidak diketahui, tetapi sering dikaitkan dengan virus, khususnya virus Epstein Barr
yang ditemukan pada limfoma Burkitt. Terdapat kaitan jelas antara limfoma
Hodgkin dan infeksi virus Epstein Barr. Pada kelompok terinfeksi HIV, insiden
limfoma Hodgkin agak meningkat dibanding masyarakat umum, selain itu
manifestasi klinis limfoma Hodgkin yang terkait HIV sangat kompleks, sering kali
terjadi pada stadium lanjut penyakit, mengenai regio yang jarang ditemukan,
seperti sumsum tulang, kulit, meningen, dll.
Infeksi virus dan regulasi abnormal imunitas berkaitan dengan
timbulnya limfoma non Hodgkin, bahkan kedua mekanisme tersebut saling
berinteraksi. Virus RNA, HTLV-1 berkaitan dengan leukemia sel T dewasa, virus
imunodefisiensi humanus (HIV) yang menyebabkan AIDS, defek imunitas yang
diakibatkan berkaitan dengan timbulnya keganasan limfoma sel B yang tinggi,
virus hepatitis C (HCV) berkaitan dengan timbulnya limfoma sel B indolen.
Gen dari virus DNA, virus Epstein Barr (EBV) telah ditemukan terdapat di
dalam genom sel limfoma Burkitt Afrika. Infeksi kronis Helicobacter pylori
berkaitan jelas dengan timbulnya limfoma lambung, terapi eliminasi H. Pylori
dapat menghasilkan remisi pada 1/3 lebih kasus limfoma lambung. Defek imunitas
dan menurunnya regulasi imunitas berkaitan dengan timbulnya limfoma non

Farmakoterapi II Penyakit Limfoma

Page 2

Hodgkin, termasuk AIDS, reseptor cangkok organ, sindrom defek imunitas


kronis, penyakit autoimun.

2.3 Sistem Limfatik


Sistem limfatik adalah bagian dari sistem imun. Sistem limfatik terdiri dari:
1) Pembuluh limfe
Sistem limfatik memiliki jaringan terhadap pembuluh-pembuluh
limfe. Pembuluh-pembuluh limfe tersebut yang kemudian akan
bercabang-cabang ke semua jaringan tubuh.
2) Limfe
Pembuluh-pembuluh limfe membawa cairan jernih yang disebut
limfe. Limfe terdiri dari sel-sel darah putih, khususnya limfosit seperti sel
B dan sel T.
3) Nodus Limfatikus
Pembuluh-pembuluh limfe terhubung ke sebuah massa kecil dan
bundar dari jaringan yang disebut nodus limfatikus. Kumpulan dari
nodus limfatikus ditemukan di leher, bawah ketiak, dada, perut, dan lipat
paha. Nodus limfatikus dipenuhi sel-sel darah putih. Nodus limfatikus
menangkap dan membuang bakteri atau zat-zat berbahaya lainnya yang
berada di dalam limfe.
4) Bagian sistem limfe lainnya
Bagian sistem limfe lainnya terdiri dari tonsil, timus, dan limpa.
Sistem limfatik juga ditemukan di bagian lain dari tubuh yaitu pada
lambung, kulit, dan usus halus.

2.4 Fisiologi dan peran sistim limfatik

Farmakoterapi II Penyakit Limfoma

Page 3

Sistim limfatik adalah suatu bagian penting dari sistem kekebalan tubuh,
membentengi tubuh terhadap infeksi dan berbagai penyakit, termasuk kanker.
Suatu cairan yang disebut getah bening bersirkulasi melalui pembuluh limfatik,
dan membawa limfosit (sel darah putih) mengelilingi tubuh. Pembuluh limfatik
melewati kelenjar getah bening. Kelenjar getah bening berisi sejumlah besar
limfosit

dan

bertindak

seperti

penyaring,

menangkap

organisme

yang

menyebabkan infeksi seperti bakteri dan virus.


Kelenjar getah bening cenderung bergerombol dalam suatu kelompok
seperti pada sekelompok besar di ketiak, di leher dan lipat paha. Ketika suatu
bagian tubuh terinfeksi atau bengkak, kelenjar getah bening terdekat sering
membesar dan nyeri. Hal berikut ini terjadi, sebagai contoh, jika seseorang dengan
sakit leher mengalami pembengkakan kelenjar di leher, cairan limfatik dari
tenggorokan mengalir ke dalam kelenjar getah bening di leher, dimana organisme
penyebab infeksi dapat dihancurkan dan dicegah penyebarannya ke bagian tubuh
lainnya.
2.4.1 Peran penting dari sel T dan sel B
Ada dua jenis utama sel limfosit:

Sel T

Sel B
Seperti jenis sel darah lainnya, limfosit dibentuk dalam sumsum tulang.

Kehidupannya dimulai dari sel imatur yang disebut sel induk. Pada awal masa
kanak-kanak, sebagian limfosit bermigrasi ke timus, suatu organ di puncak dada,
dimana mereka menjadi matur menjadi sel T. Sisanya tetap tinggal di sumsum
tulang dan menjadi matur disana sebagai sel B. Sel T dan sel B keduanya berperan
penting dalam mengenali dan menghancurkan organisme penyebab infeksi seperti
bakteri dan virus. Dalam keadaan normal, kebanyakan limfosit yang bersirkulasi
dalam tubuh adalah sel T. Mereka berperan untuk mengenali dan menghancurkan
sel tubuh yang abnormal (sebagai contoh sel yang telah diinfeksi oleh virus).3,4
Sel B mengenali sel dan materi asing (sebagai contoh, bakteri yang telah
menginvasi tubuh). Jika sel ini bertemu dengan protein asing (sebagai contoh, di

Farmakoterapi II Penyakit Limfoma

Page 4

permukaan bakteri), mereka memproduksi antibodi, yang kemudian melekat


pada permukaan sel asing dan menyebabkan perusakannya.
2.5 Golongan Golongan Limfoma
2.5.1 Limfoma Non Hodgkin
2.5.1.1 Definisi
Limfoma malignum non Hodgkin atau limfoma non Hodgkin adalah suatu
keganasan primer jaringan limfoid yang bersifat padat. Limfoma non Hodgkin
merupakan penyakit yang heterogen, tergantung dari gambaran klinik,
imunofenotiping dan respons terhadap terapi. Gambaran penyakit yang progresif
lebih sering didapatkan pada anak dibanding dewasa.
2.5.1.2 Epidemiologi
Limfoma merupakan penyakit keganasan yang sering ditemukan pada
anak, hampir sepertiga dari keganasan pada anak setelah leukemia dan keganasan
susunan syaraf pusat. Angka kejadian tertinggi pada umur 7-10 tahun dan jarang
dijumpai pada usia di bawah 2 tahun. Laki-laki lebih sering bila dibandingkan
dengan perempuan dengan perbandingan 2,5:1. Angka kejadiannya setiap tahun
diperkirakan meningkat dan di AS 16,4 persejuta anak di bawah usia 14 tahun.
Angka kejadian limfoma malignum di Indonesia sampai saat ini belum diketahui
dengan pasti.
2.5.1.3 Gambaran Histologik
Anggapan pertama adalah bahwa status diferensiasi limfosit dapat dilihat
dari ukuran dan konfigurasi intinya, sel-sel limfoid yang kecil dan bulat dianggap
sebagai sel-sel yang berdiferensiasi baik, dan sel-sel limfoid kecil yang tidak
beraturan bentuknya dianggap sebagai limfosit yang berdiferensiasi buruk.
Anggapan kedua adalah

sel-sel limfoid besar dengan inti

vesikular dan

mempunyai banyak sitoplasma yang biasanya berwarna pucat dianggap berasal


dari golongan monosit makrofag (histiosit).
Limfoma non Hodgkin pada anak seringkali mempunyai gambaran yang
difus dan dimasukkan dalam 3 kategori gambaran histologik sebagai berikut:
1) Limfoblastik Burkitts (K) atau small non cleaved (WF)

Farmakoterapi II Penyakit Limfoma

Page 5

2) Limfoblastik (WF) non Burkitts (K)


3) Imunoblastik dan sentroblastik (K) atau large cell (WF) Dua kelompok
yang pertama paling banyak ditemukan yaitu mencapai 70 90% dari
kasus yang terdiagnosis.
2.5.1.3.1 Imunofenotiping
Dengan pemeriksaan ini akan lebih jauh dapat mengetahui tentang Limfoma
Non Hodgkin, khususnya dengan ditemukannya antibodi monoklonal yang dapat
diidentifikasi adanya antigen permukaan baik pada sel B maupun sel T juga pada
tingkat

pematangan

sel. Antibodi

tersebut

digolongkan

dalam

cluster

differentiation (CD).
Dengan pemeriksaan tersebut di atas limfoma non Hodgkin pada anak dapat
dikelompokkan ke dalam 3 kelompok:
1) Proliferasi sel B yang ditandai dengan adanya imunoglobulin monoklonal
di permukaan sel.
2) Proliferasi sel T
3) Proliferasi non T-non B
Pembagian ini nampaknya hampir sama pada LLA.
2.5.1.3.2 Sitogenetik dan Biologi Molekuler
Pemeriksaan sitogenetik dan biologi molekuler saat ini sangat berarti
dalam membantu kita mengetahui proses limfoma non Hodgkin lebih mendalam
tetapi belum dapat dipergunakan untuk tindakan terapi. Pada limfoma Burkitts sel
tumor ditandai oleh adanya translokasi pada lengan panjang kromosom 8, regio q
23-q 24 t (8;14) (q24;q32), beberapa versi lainnya t(2;8) (p12;p24) dan t(8;2)
(q24;q11).
2.5.1.4 Etiologi dan Patogenesis
Penyebab pasti limfoma non Hodgkin tidak diketahui, namun LNH dapat
disebabkan oleh abnomalitas sitogenik, seperti translokasi kromosom dan infeksi
virus. Translokasi kromosom dan perubahan molekular sangat berperan penting
dalam

patogenesis

limfoma,

dan

berhubungan

dengan

histologi

dan

imunofenotiping. Translokasi t(14;18)(q32;q21) adalah translokasi kromosomal


abnormal yang paling sering dihubungkan dengan LNH. Beberapa infeksi virus
berperan dalam patogenesis LNH, seperti virus Epstein Barr yang merupakan

Farmakoterapi II Penyakit Limfoma

Page 6

penyebab paling seringa pada limfoma Burkitt,limfoma pada pasien dengan


imunocompremised dan penyakit Hodgkin.
2.5.1.5 Faktor resiko limfoma non Hodgkin
Terdapat beberapa faktor resiko yang diketahui berpengaruh pada LNH,
walaupun demikian, faktor-faktor resiko ini tidak diperhitungkan melebihi bagian
kecil dari jumlah seluruh kasus limfoma non Hodgkin. Pada kebanyakan pasien
dengan limfoma non Hodgkin, tidak ada penyebab penyakit yang dapat
ditemukan. Lebih jauh lagi, banyak orang yang terpapar pada salah satu faktor
resiko yang diketahui tidak menderita limfoma non Hodgkin. Beberapa faktor
resiko tersebut seperti infeksi, imunosupresi,dan faktor lingkungan.
2.5.1.5.1 Infeksi sebagai faktor risiko limfoma non Hodgkin
Beberapa infeksi virus telah memperlihatkan adanya hubungan dengan
peningkatan limfoma non Hodgkin. Hal ini mungkin berhubungan dengan
kemampuan virus dalam menginduksi stimulasi antigen kronik dan disregulasi
sitokin yang menyebabkan stimulasi, proliferasi, dan limfomagenesis yang tidak
terkontrol dari sel B dan sel T. Beberapa virus tersebut antara lain:

Human immunodeficiency virus (HIV/AIDS)

Human T cell leukemia-lymphoma virus-1 (HTLV-1)

Epstein-Barr virus (EBV)

Orang dengan HIV positif lebih mungkin mengidap limfoma non Hodgkin dari
pada orang lainnya. Munculnya limfoma non Hodgkin pada orang dengan HIV
positif mengindikasikan bahwa full-blown AIDS telah terjadi.
Meningkatnya risiko kemungkinan terjadi karena penekanan sistim
kekebalan yang disebabkan oleh infeksi HIV. AIDS-yang berhubungan dengan
limfoma non Hodgkin memberikan gambaran tidak seperti umumnya atau timbul
disisi yang tidak umum dibandingkan dengan jenis limfoma non Hodgkin.
Virus Epstein-Barr adalah virus yang umum, menyerang kebanyakan orang
pada suatu waktu tertentu dalam masa hidupnya, dan mengakibatkan infeksi

Farmakoterapi II Penyakit Limfoma

Page 7

singkat atau demam glandular. Akan tetapi, dalam sejumlah kecil kasus ekstrim, ia
dikaitkan dengan Limfoma Burkitt dan bentuk limfoma non Hodgkin yang
berhubungan dengan imunosupresi.
Human T-cell leukaemia-lymphoma virus-1 (HTLV-1), aslinya berasal dari
Jepang dan Karibia, juga suatu penyebab yang sangat jarang dari limfoma non
Hodgkin, terdapat suatu jarak antara infeksi virus dan timbulnya penyakit.
Infeksi bakterial lebih jarang dikaitkan dengan limfoma non Hodgkin
dibandingkan dengan infeksi virus. Akan tetapi, infeksi dengan Helicobacter
pylori, yang dapat menyebabkan tukak lambung dan menyerang lambung,
dihubungkan dengan bentuk limfoma yang jarang yang dikenal sebagai limfoma
MALT, yang biasanya timbul di lambung. Antibiotik untuk mengeradikasi infeksi
bakteri sering menyembuhkan kondisi ini, jika diberikan cukup dini.
2.5.1.5.2 Imunosupresi sebagai faktor risiko untuk limfoma non Hodgkin
Salah satu sebab utama imunosupresi adalah obat yang diberikan untuk
mencegah penolakan dari organ yang ditransplantasikan atau transplantasi
sumsum tulang. Pasien yang mendapatkan transplantasi organ mempunyai
peningkatan risiko menderita limfoma non Hodgkin.
2.5.1.6 Perjalanan alamiah penyakit
Limfoma non Hodgkin indolen kadang-kadang dikenal sebagai limfoma non
Hodgkin tumbuh lambat atau level rendah. Sesuai dengan namanya, limfoma non
Hodgkin indolen tumbuh sangat lambat. Secara tipikal ia pada awalnya tidak
menimbulkan gejala, dan mereka sering tetap tidak terdeteksi untuk beberapa saat.
Tentunya, mereka sering ditemukan secara kebetulan, seperti ketika pasien
mengunjungi dokter untuk sebab lainnya.
Gejala yang paling sering adalah pembesaran kelenjar getah bening, yang
kelihatan sebagai benjolan, biasanya di leher, ketiak dan lipat paha. Pada saat
diagnosis pasien juga mungkin mempunyai gejala lain dari limfoma non Hodgkin.
Limfoma non Hodgkin indolen tumbuh lambat dan sering tanpa menyebabkan
stadium banyak diantaranya sudah dalam stadium lanjut saat pertama terdiagnosis
2.5.1.7 Manifestasi Klinik

Farmakoterapi II Penyakit Limfoma

Page 8

Limfoma non Hodgkin mempunyai gambaran klinis oleh massa abdominal


dan intrathorakal (massa mediastinum) yang sering kali disertai dengan adanya
efusi pleura. Pada anak yang lebih besar massa mediastinal ini seringkali (2535%) ditemukan khususnya pada limfoma limfoblastik sel T. Gejala yang
menonjol adalah nyeri, disfagia, sesak napas, pembengkakan daerah leher, muka,
dan sekitar leher akibat adanya obstruksi vena cava superior. Pembengkakan
kelenjar limfe (limfadenopati) di sebelah atas diafragma meliputi leher,
supraklavikula atau aksiler, tetapi jarang sekali retroperitoneal. Adanya
pembesaran kelenjar limpa dan hati menunjukkan adanya keterlibatan sumsum
tulang dan seringkali pasien menunjukkan gejala-gejala leukemia limfoblastik
akut, jarang sekali melibatkan gejala susunan saraf pusat, kadang-kadang disertai
pembesaran testis..
Gejala awal yang dapat dikenali adalah pembesaran kelenjar getah bening di
suatu tempat (misalnya leher atau selangkangan) atau di seluruh tubuh. Kelenjar
membesar secara perlahan dan biasanya tidak menyebabkan nyeri. Kadang
pembesaran kelenjar getah bening di tonsil (amandel) menyebabkan gangguan
menelan. Pembesaran kelenjar getah bening jauh di dalam dada atau perut bisa
menekan berbagai organ dan menyebabkan:
-gangguan pernapasan
- berkurangnya nafsu makan
- sembelit berat
- nyeri perut
- pembengkakan tungkai.
Jika limfoma menyebar ke dalam darah bisa terjadi leukemia. Limfoma
dan leukemia memiliki banyak kemiripan. Limfoma non-Hodgkin lebih mungkin
menyebar ke sumsum tulang, saluran pencernaan dan kulit. Pada anak-anak,
gejala awalnya adalah masuknya sel-sel limfoma ke dalam sumsum tulang, darah,
kulit, usus, otak dan tulang belakang; bukan pembesaran kelenjar getah bening.
Masuknya sel limfoma ini menyebabkan anemia, ruam kulit dan gejala neurologis
(misalnya kelemahan dan sensasi yang abnormal). Biasanya yang membesar
adalah kelenjar getah bening di dalam, yang menyebabkan:

Farmakoterapi II Penyakit Limfoma

Page 9

pengumpulan cairan di sekitar paru-paru sehingga timbul sesak napas


penekanan usus sehingga terjadi penurunan nafsu makan atau muntah
penyumbatan kelenjar getah bening sehingga terjadi penumpukan
cairan.
2.5.1.8 Stadium Limfoma Non Hodgkin
Penentuan stadium sangat penting untuk diagnosis, adanya keterlibatan
beberapa jaringan limfoid serta implikasinya pada pengobatan. Penentuan stadium
yang paling banyak digunakan adalah dari St. Jude Childrens Research Hospital.
Skema Stadium LNH dari St.Jude Childrens Research Hospital.
I

Tumor tunggal ekstranodal atau tumor di daerah tunggal nodal,

II

kecuali di daerah mediastinum atau abdomen


Tumor tunggal (ekstranodal) dengan keterlibatan kelenjar
regional pada satu sisi diafragma pada dua atau lebih area nodul
Dua tumor (ekstranodal) dengan atau tanpa keterlibatan kelenjar
regional
Tumor lebih dari satu, tetapi masih satu sisi dengan diafragma
Tumor primer pada gastrointestinal (ileosaekal) dengan atau tanpa

III

IV

keterlibatan kelenjar mesenterium


Tumor lebih dari dua (ekstranodal) pada kedua sisi diafragma
Tumor dua atau lebih pada satu sisi diafragma
Tumor primer di daerah intrathorakal (mediastinal, pleura, timus)
Tumor meluas pada intraabdominal yang tidak dapat direseksi
Tumor pada paraspinal atau epidural
Tumor meluas dan penyebaran ke sumsum tulang atau susunan
saraf pusat

2.5.1.9 Diagnosis
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik sangat penting, diagnosis
ditegakkan dengan biopsi, pemeriksaan sitologis cairan efusi maupun aspirasi
sumsum tulang, bila dimungkinkan dengan pemeriksaan imunologik dan sitogenik
untuk membedakan antara sel B atau sel T. Kriteria untuk masing-masing
kelompok tersebut adalah:
a) Limfoblastik sel B ditandai oleh:
Ditemukannya imunoglobulin monoklonal sel B pada permukaan sel
dan pertanda sel B lainnya misalnya: CD 19-24

Farmakoterapi II Penyakit Limfoma

Page 10

Translokasi (8;14), t(2;8), atau t(8;22)


Gambaran histologis: Burkitts dan

limfoblastik

(K)

atau

undifferentiated atau small non cleaved (W)


Gambaran L3 pada klasifikasi F AB
Primernya ada di intra abdominal
b) Limfoblastik sel T ditandai oleh:
Petanda sel T positif (misal CD 3, 5-8)
Gambaran histologi: limfoblastik
Gambaran L1 atau L2 pada klasifikasi FAB
Reaksi positif dengan asam fosfat
Primer pada kelenjar timus
Pemeriksaan lain yang diperlukan adalah pemeriksaan darah lengkap,
pemeriksaan fungsi hati dan funsi ginjal, cairan serebrospinal, asam urat, LDH,
USG abdomen, bone scan.
2.5.1.10 Tata Laksana
Limfoma non Hodgkin khususnya limfoma limfoblastik sel T seringkali
disertai dengan berbagai komplikasi, untuk itu dibutuhkan pengelolaan
secepatnya. Sebelum pengobatan dengan kemoterapi harus diperhatikan terlebih
dahulu problem jalan napas, pembuluh darah dan gangguan metabolik yang ada.
Pemberian alopurinol, hidrasi yang cukup, dan alkalinisasi urin perlu segera
diberikan pada pasien dengan tumor yang cukup luas untuk mencegah terjadinya
nefropati akibat lisis tumor yang seringkali terjadi pada limfoma limfoblastik sel
T. Terapi yang dilakukan biasanya melalui pendekatan multidisiplin.Terapi yang
dapat dilakukan adalah:
1. Derajat Keganasan Rendah (DKR)/indolen:
Pada prinsipnya simtomatik:
- Kemoterapi: obat tunggal atau ganda (per oral), jika dianggap
perlu: COP (Cyclophosphamide, Oncovin, dan Prednisone)
- Radioterapi: LNH sangat radiosensitif. Radioterapi ini dapat
dilakukan untuk lokal dan paliatif.
Radioterapi: Low Dose TOI + Involved Field Radiotherapy
2. Derajat Keganasan Menengah (DKM) / agresif limfoma:
-Stadium I: Kemoterapi (CHOP/CHVMP/BU) + radioterapi CHOP
(Cyclophosphamide, Hydroxydouhomycin,Oncovin, Prednisone)

Farmakoterapi II Penyakit Limfoma

Page 11

- Stadium II - IV: kemoterapi parenteral kombinasi, radioterapi


berperan untuk tujuan paliasi.
3. Derajat Keganasan Tinggi (DKT)
DKT Limfoblastik (LNH-Limfoblastik)
- Selalu diberikan pengobatan seperti Leukemia Limfoblastik Akut
(LLA)
- Re-evaluasi hasil pengobatan dilakukan pada:
a. Setelah siklus kemoterapi keempat
b. Setelah siklus pengobatan lengkap
3.11 Prognosis
Banyak pasien yang dapat mencapai respons sempurna, sebagian
diantaranya dengan limfoma sel besar difus, dapat berada dalam keadaan bebas
gejala dalam periode waktu yang lama dan dapat pula disembuhkan. Pemberian
regimen kombinasi kemoterapi agresif berisi doksorubisin mempunyai respons
sempurna yang tinggi berkisar 40-80%.
2.5.2 Penyakit Hodgkin (limfoma hodgkin)
Sampai saat ini masih belum diketahui dengan jelas etiologi maupun
patologi penyakit Hodgkin, namun diakui bahwa banyak di antara anak dengan
penyakit Hodgkin yang mampu bertahan hidup dalam beberapa tahun. Masih
banyak kontroversi tentang tumor yang seringkali terjadi pada limfoma
limfoblastik sel T.
2.5.2.1 Definisi
Penyakit Hodgkin adalah kanker yang berawal dari sel-sel sistem imun.
Penyakit Hodgkin berawal saat sel limfosit yang biasanya adalah sel B (sel T
sangat jarang) menjadi abnormal. Sel limfosit yang abnormal tersebut dinamakan
sel Reed Sternberg.
Sel Reed Sternberg tersebut membelah untuk memperbanyak dirinya. Sel
Reed Sternberg yang terus membelah membentuk begitu banyak sel limfosit
abnormal. Sel-sel abnormal ini tidak mati saat waktunya tiba dan mereka juga
tidak melindungi tubuh dari infeksi maupun penyakit lainnya. Pembelahan sel
abnormal yang terus menerus ini menyebabkan terbentuknya massa dari jaringan
yang disebut tumor.

Farmakoterapi II Penyakit Limfoma

Page 12

Jaringan limfatik banyak terdapat dalam banyak bagian tubuh, sehingga


penyakit Hodgkin dapat berawal dari mana saja. Biasanya penyakit Hodgkin
pertama kali ditemukan pada nodus limfatikus di atas diafragma, pada otot tipis
yang memisahkan rongga thoraks dan rongga abdomen. Tetapi penyakit Hodgkin
mungkin juga dapat ditemukan di kumpulan nodus limfatikus.
2.5.2.2 Epidemiologi
Di negara-negara industri umur puncak pertama dicapai pada umur 20 tahun
dan puncak kedua pada umur 50 tahun. Sementara di negara sedang berkembang
seperti Indonesia, umur puncak terjadi pada umur sebelum remaja.
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bentuk dari
penyakit Hodgkin, karakteristik ini mungkin menunjukkan adanya perbedaan
kausa yang mendasarinya:
1) Bentuk yang ditemukan pada masa kanak-kanak, banyak ditemukan pada
usia 14 tahun atau lebih muda
2) Bentuk dewasa muda yang ditemukan pada umur 15 sampai 34 tahun
3) Bentuk dewasa yang ditemukan pada usia 55-74 tahun
Secara umum dikatakan bahwa laki-laki lebih banyak bila dibandingkan dengan
perempuan.
2.5.2.3 Faktor Risiko
Beberapa penelitian menunjukkan faktor-faktor tertentu yang dapat
meningkatkan kemungkinan seseorang dapat mengidap penyakit Hodgkins:
1) Virus tertentu
Terinfeksi
virus
Epstein
Barr
(EBV)
atau
human
immunodeficiency virus (HIV) dapat meningkatkan risiko penyakit
Hodgkin. Bagaimanapun juga, limfoma tidak menular, sehingga tidak
mungkin mendapatkan limfoma dari orang lain.
2) Sistem imun lemah
Risiko mengidap penyakit Hodgkin meningkat dengan sistem imun
yang lemah (seperti keadaan sedang mengkonsumsi obat-obatan penekan
imun pasca transplantasi organ).
3) Usia

Farmakoterapi II Penyakit Limfoma

Page 13

Penyakit Hodgkin umumnya terdapat pada usia remaja dan dewasa


muda berumur 15-35 tahun, juga pada dewasa berumur 50 tahun.
4) Riwayat keluarga
Anggota keluarga khususnya kakak atau adik dari seseorang
dengan penyakit Hodgkin atau limfoma lainnya, dapat meningkatkan
kemungkinan seseorang mengidap penyakit Hodgkin.
2.5.2.4 Gambaran Patologik dan Klasifikasi
Ketepatan diagnosis hanya mungkin dilakukan dengan pemeriksaan patologi
yang benar, bahan pemeriksaan yang berasal dari biopsi jarum dan irisan beku
segar pada jaringan kurang dapat menggambarkan struktur dan stroma sel secara
baik. Untuk itu dibutuhkan pemeriksaan jaringan limfonodi secara mikroskopis
dan ditemukan adanya sel Reed Sternberg yang spesifik. Sel Reed Sternberg
merupakan sel limfoid yang besar dengan banyak nukleus yang mengelilingi
nuklei sehingga memberikan gambaran seperti halo. Sel Reed Sternberg secara
konsisten menghasilkan antigen CD15 dan CD30. CD15 adalah marker dari sel
granulosit, monosit, dan sel T teraktifasi yang normalnya tidak dihasilkan oleh
garis keturunan sel B. CD30 adalah marker dari aktifasi limfosit yang dihasilkan
oleh sel limfosit reaktif dan malignan dan pada awalnya diidentifikasi sebagai
antigen permukaan sel-sel Reed Sternberg.
Klasifikasi patologi yang diterima secara umum adalah klasifikasi dari Rye
yang membagi penyakit Hodgkin menjadi 4 subtipe:
1) Limfositik predominan/LP
2) Sel campur/MC
3) Deplesi limfositik/LD
4) Nodul sklerosis/NS
Prognosis dari tiga yang pertama berhubungan dengan perbandingan antara
sel limfosit abnormal dengan sel normal.
Klasifikasi patologis yang sering dipakai sekarang ini adalah menurut Lukas
dan Butler sesuai keputusan simposium penyakit Hodgkin dan Ann Arbor.
Menurut klasifikasi ini penyakit Hodgkin dibagi menjadi 4 tipe, yaitu:
1. Tipe Lymphocyte Predominant

Farmakoterapi II Penyakit Limfoma

Page 14

Pada tipe ini gambaran patologis kelenjar getah bening terutama terdiri dari
sel-sel limfosit yang dewasa, beberapa sel Reed Sternberg. Biasanya
didapatkan pada anak muda. Prognosisnya baik.
2. Tipe Mixed Cellularity
Mempunyai gambaran patologis yang pleimorfik dengan sel plasma,
eosinofil, neutrofil, limfosit dan banyak didapatkan sel Reed Sternberg. Dan
merupakan penyakit yang luas dan mengenai organ ekstra nodul. Sering
pula disertai gejala sistemik seperti demam, berat badan menurun dan
berkeringat. Prognosisnya lebih buruk.
3. Tipe Lymphocyte Depleted
Gambaran patologis mirip diffuse histiocytic lymphoma, sel Reed Sternberg
banyak sekali dan hanya ada sedikit sel jenis lain. Biasanya pada orang tua
dan cenderung merupakan proses yang luas (agresif) dengan gejala sistemik.
Prognosis buruk.
4. Tipe Nodular Sclerosis
Kelenjar mengandung nodul-nodul yang dipisahkan oleh serat kolagen.
Sering dilaporkan sel Reed Sternberg yang atipik yang disebut sel Hodgkin.
Sering didapatkan pada wanita muda/remaja. Sering menyerang kelenjar
mediastinum.
Berdasarkan klasifikasi dari WHO penyakit Hodgkin dibagi menjadi 5
tipe, 4 tipe merupakan tipe-tipe seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya,
keempat tipe ini sering disebut sebagai penyakit Hodgkin klasik, sedangkan
tipe ke-5 adalah nodular lymphocyte predominant Hodgkins disease
(NLPHD).

5. Tipe Nodular lymphocyte predominant Hodgkin disease (NLPHD)


Nodular lymphocyte predominant Hodgkin disease (NLPHD)
menyumbang 5% dari kasus penyakit Hodgkin. Berbeda dengan subtipe
histologis lain, sel Reed Sternberg yang khas jarang atau bahkan tidak ada

Farmakoterapi II Penyakit Limfoma

Page 15

pada NLPHD. Sebaliknya yang paling banyak justru adalah sel limfositik
atau histiositik (L&H), atau yang sering disebut sel popcorn karena inti
mereka yang berbentuk menyerupai jagung meledak, yang terlihat sebagai
latar belakang sel-sel inflamasi, terutama sel limfosit yang jinak. Tidak
seperti sel Reed Sternberg, sel L&H positif untuk antigen sel B, seperti
CD19 dan CD20, dan negatif untuk CD15 dan CD30.
2.5.2.5 Manifestasi Klinik
Pembesaran kelenjar limfe daerah servikal dan supraklavikular yang hilang
timbul dan tidak menimbulkan rasa nyeri (asimtomatik). Pada 80% anak dengan
penyakit Hodgkin pembesaran kelenjar leher yang menonjol, 60% diantaranya
juga disertai pembesaran massa di mediastinal yang akan menimbulkan gejala
kompresi pada trakea dan bronkus. Pembesaran kelenjar juga ditemukan di daerah
inguinal, aksiler, dan supra diafragma meskipun jarang. Gejala konstitusi yang
menyertai diantaranya adalah demam, keringat malam hari, dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan, ditemukan pada 40% pasien, sedangkan
demam intermittent diobservasi pada 35% kasus.
Gambaran laboratorium pada umumnya tidak spesifik, diantaranya adalah
leukositosis, limfopenia, eosinofilia, dan monositosis. Gambaran laboratorium ini
merupakan refleksi dari aktifitas yang meningkat di sistem retikuloendotelial
(misalnya meningkatnya laju endap darah, kadar serum feritin, dan kadar serum
tembaga) dipergunakan untuk mengevaluasi perjalanan penyakit setelah
terdiagnosis
2.5.2.6 Stadium Penyakit Hodgkin
Pada penyakit ini dibedakan 2 macam staging:
Clinical staging
Staging dilakukan secara klinis saja tentang ada tidaknya kelainan organ

tubuh.
Pathological staging
Penentuan stadium juga didukung dengan adanya kelainan histopatologis
pada jaringan yang abnormal. Pathological staging ini dinyatakan pula

Farmakoterapi II Penyakit Limfoma

Page 16

pada hasil biopsi organ, yaitu: hepar, paru, sumsum tulang, kelenjar, limpa,
pleura, tulang, kulit.

Gambar Penentuan stadium penyakit Hodgkin.


Penentuan stadium ini menggunakan klasifikasi AnnArbor yang berdasarkan
anatomis.
Tabel Staging menurut Ann Arbor berdasarkan anatomis.
I

Pembesaran kelenjar limfe regional tunggal atau pembesaran organ

II

ekstra limfatik tunggal atau sesisi.


Pembesaran kelenjar limfe regional dua atau lebih yang masih sesisi
dengan diafragma atau pembesaran organ ekstralimfatik satu sisi atau

III

lebih yang masih sesisi dengan diafragma


Pembesaran kelenjar limfe pada kedua sisi diafragma disertai dengan
pembesaran limpa atau pembesaran organ ekstra limfatik sesisi atau

IV

kedua sisi
Pembesaran organ ekstra limfatik dengan atau tanpa pembesaran
kelenjar limfe

2.5.2.7 Diagnosis
Untuk membuat diagnosis penyakit Hodgkin pada anak dibutuhkan
beberapa tahap pemeriksaan diantaranya adalah:

Farmakoterapi II Penyakit Limfoma

Page 17

a. Pemeriksaan fisik ditemukan adanya pembesaran kelenjar limfe dengan


berbagai ukuran.
b. Pemeriksaan darah lengkap dengan hitung jenis sel, laju endap darah, tes
fungsi hati dan ginjal, kelenjar alkali fosfatase.
c. Biopsi kelenjar limfe
d. Foto polos dada maupun scanning
e. Scanning abdomen dan pelvis atau MRI
f. Limfogram
g. Laparatomi
h. Aspirasi sumsum tulang
i. Scanning tulang
Tidak semua tahap pemeriksaan dikerjakan untuk membuat diagnosis
penyakit Hodgkin pada anak tergantung dari kasus serta fasilitas yang ada.
1. Klinis (anamnesis)
Keluhan penderita terbanyak adalah pembesaran kelenjar getah bening di
leher, aksila ataupun lipatan paha, berat badan semakin menurun dan kadangkadang disertai demam, keringat dan gatal.
2. Pemeriksaan Fisik
Palpasi pembesaran kelenjar getah bening yang tidak nyeri dapat
ditemukan di leher terutama supraklavikular (60-80%), aksiler (6-20%), dan yang
paling jarang adalah di daerah inguinal (6-20%) dengan konsistensi kenyal sepert
karet. Mungkin lien dan hati teraba membesar. Pemeriksaan THT perlu dilakukan
untuk menentukan kemungkinan cincin Waldeyer ikut terlibat. Sindrom vena cava
superior mungkin didapatkan pada pasien dengan masif limfa adenopati
mediastinal.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin, uji fungsi hati dan uji fungsi ginjal merupakan
bagian penting dalam pemeriksaan medis, tetapi tidak memberi keterangan
tentang luas penyakit, atau keterlibatan organ spesifik. Pada pasien penyakit
Hodgkin serta pada penyakit neoplastik atau kronik lainnya mungkin ditemukan
anemia normokromik normositik derajat sedang yang berkaitan dengan penurunan
kadar besi dan kapasitas ikat besi, tetapi dengan simpanan besi yang normal atau

Farmakoterapi II Penyakit Limfoma

Page 18

meningkat di sumsum tulang sering terjadi reaksi leukomoid sedang sampai berat,
terutama pada pasien dengan gejala dan biasanya menghilang dengan pengobatan.
4. Sitologi Biopsi Aspirasi
Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH) sering digunakan pada diagnosis
limfadenopati untuk identifikasi penyebab kelainan tersebut seperti reaksi
hiperplastik kelenjar getah bening, metastasis karsinoma dan limfoma malignum.
Penyulit lain dalam diagnosis sitologi biopsi aspirasi LH ataupun LNH
adalah adanya negatif palsu, dianjurkan melakukan biopsi aspirasi multiple hole di
beberapa tempat permukaan tumor. Apabila ditemukan juga sitologi negatif dan
tidak sesuai dengan gambaran klinis, maka pilihan terbaik adalah biopsi insisi atau
eksisi.
5. Histopatologi
Biopsi tumor sangat penting, selain untuk diagnosis juga untuk identifikasi
subtipe histopatologi LH ataupun LNH. Biopsi dilakukan bukan sekedar
mengambil jaringan, namun harus diperhatikan apakah jaringan biopsi tersebut
dapat memberi informasi yang adekuat. Biopsi biasanya dipilih pada rantai KGB
di leher. Kelenjar getah bening di inguinal, leher bagian belakang dan
submandibular tidak dipilih disebabkan proses radang, dianjurkan agar biopsi
dilakukan dibawah anestesi umum untuk mencegah pengaruh cairan obat suntik
lokal terhadap arsitektur jaringan yang dapat mengacaukan pemeriksaan jaringan.
6. Radiologi
Termasuk didalamnya:
Foto toraks untuk menentukan keterlibatan KGB mediastinal
Limfangiografi untuk menentukan keterlibatan KGB di daerah iliaka dan
pasca aortal
USG banyak digunakan melihat pembesaran KGB di paraaortal dan sekaligus
menuntun biopsi aspirasi jarum halus untuk konfirmasi sitologi
CT-Scan sering dipergunakan untuk diagnosa dan evaluasi pertumbuhan LH
7. Laparatomi

Farmakoterapi II Penyakit Limfoma

Page 19

Laparotomi abdomen sering dilakukan untuk melihat kondisi KGB pada


iliaka, para aortal dan mesenterium dengan tujuan menentukan stadium. Berkat
kemajuan teknologi radiologi seperti USG dan CT-Scan ditambah sitologi biopsi
aspirasi jarum halus, tindakan laparotomi dapat dihindari atau sekurangkurangnya diminimalisasi.
2.5.2.8 Diagnosis Banding
Diagnosis banding serupa dengan yang dijelaskan untuk limfoma non
Hodgkin pada pasien dengan limfadenopati di leher, infeksi misalnya faringitis
bakteri atau virus, mononucleosis infeksiosa dan toksoplasmosis harus
disingkirkan. Keganasan lain, misalnya limfoma non Hodgkin, kanker nasofaring
dan kanker tiroid dapat menimbulkan adenopati leher local. Adenopati ketiak
harus dibedakan dengan limfoma non Hodgkin dan kanker payudara.
Beberapa diagnosis banding lainnya sebagai berikut:
Cytomegalovirus
Infectious Mononucleosis
Kanker paru
Lymphoma, Non-Hodgkin
Sarcoidosis
Serum Sickness
Syphilis
Systemic Lupus Erythematosus
Toxoplasmosis
Tuberculosis

2.5.2.9 Tatalaksana
Untuk mendapatkan hasil pengobatan yang baik perlu adanya pendekatan
multidisiplin segera setelah didiagnosis. Faktor yang berpengaruh terhadap hasil
pengobatan diantaranya adalah umur pasien, psikologi, stadium penyakit dan
gejala sisa pengobatan. Pengobatan yang diberikan diharapkan mampu
memberikan penyembuhan untuk jangka panjang, dengan disease free survival
(DFS) yang seimbang dengan risiko pengobatan yang paling rendah. Protokol
pengobatan pada anak saat ini hanya menggunakan kemoterapi saja kadangkadang dengan hanya memberikan dosis rendah radiasi pada daerah yang terbatas.

Farmakoterapi II Penyakit Limfoma

Page 20

Obat-obatan yang sering digunakan diantaranya adalah nitrogen mustard,


onkovin, prednison, prokarbasin (MOPP), adriamisis, bleomisin, vinblastin,
dekarbasin (ABVD), siklofosfamid, onkovin, prokarbasin, prednison (COPP) dan
banyak lagi protokol lainnya yang digunakan.
2.5.2.10 Prognosis
Prognosis penyakit Hodgkin ini relatif baik. Penyakit ini dapat sembuh atau
hidup lama dengan pengobatan meskipun tidak 100%. Tetapi oleh karena dapat
hidup lama, kemungkinan mendapatkan late complication makin besar. Late
complication itu antara lain:
1. Timbulnya keganasan kedua atau sekunder
2. Disfungsi endokrin yang kebanyakan adalah tiroid dan gonadal
3. Penyakit CVS terutama mereka yang mendapat kombinasi radiasi dan
pemberian antrasiklin terutama yang dosisnya banyak (dose related)
4. Penyakit pada paru pada mereka yang mendapat radiasi dan bleomisin
yang juga dose related
5. Pada anak-anak dapat terjadi gangguan pertumbuhan
2.4 ANALISIS KASUS
a. Identitas Pasien
Nama : Tuan P
Umur : 80 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Ruangan : Lontara 1, Lantai 1, Interna Belakang/ 7 kls 2
MRS : 15/11/11
No RM : 474700
Nama RS : Dr. Wahidin Sudirohusodo
b. Anamnesia

Farmakoterapi II Penyakit Limfoma

Page 21

KU: Benjolan di leher kanan


AT: Dialami sejak kurang lebih 15 bulan sebelum masuk RS, awalnya
benjolan hanya 1

buah di leher, kecil lalu membesar namun tidak

diketahui waktunya, kemudian bertambah menjadi dua dan juga timbul


benjolan di perut. Benjolan terasa nyeri, ada perubahan suara sejak kurang
lebih 7 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan nyeri dan sulit untuk
menelan. Pasien juga mengatakan mulai muncul benjolan kecil pada paha
sebelah kanan. Mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-). Demam(-) riwayat
demam (-). Batuk (+) kadang-kadang, lender (+) warna putih, darah (-),
nyeri dada (-), sesak (-). Nafsu makan menurun, riwayat penurunan berat
badan (+) tidak diketahui berapa kg.
BAK : Lancar, warna kuning
BAB: Biasa, warna kuning
Riwayat penyakit sebelumnya:

Riwayat hipertensi tidak ada.

Riwayat DM tidak ada.

Riwayat merokok (+) sejak lama (pasien lupa)

Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga (-)

c. Pemeriksaan fisik
Status Present : SS/ GK /CM
Berat Badan: 43kg
Tinggi Badan : 165 cm
IMT : 15.7 kg/m2
Tanda Vital :

Farmakoterapi II Penyakit Limfoma

Page 22

Tekanan Darah :130/70 mmHg

Nadi : 84x/menit,irama regular

Pernafasan : 20x/menit

Suhu: 36.8C (axilla)

Status Present : SS/ GK /CM

Berat Badan: 43kg

Tinggi Badan : 165 cm

IMT : 15.7 kg/m2

Tekanan Darah :130/70 mmHg

Nadi : 84x/menit,irama regular

Pernafasan : 20x/menit

Suhu: 36.8C (axilla)

Kepala :

Konjungtiva : anemis (-)

Sklera: ikterus(-)

Bibir : sianosis (-)

Gusi : pendarahan (-)

Leher :

Kel.Getah bening : tidak terdapat pembesaran

DVS : R-2cm H20

Farmakoterapi II Penyakit Limfoma

Page 23

Massa Tumor

: (+), regio colli dextra, ukuran kurang lebih 3x3

cm

Nyeri Tekan

: (+), konsistensi keras permukaan rata batas

tegas immobile.

Massa Tumor : (+), region colli dextra, ukuran kurang lebih 1x1 cm,

konsistensi keras permukaan rata batas tegas immobile

Thoraks :

Inspeksi : Simetris kiri kanan.

Palpasi : tidak ada massa tumor,tidak ada nyeri tekan.

Perkusi : Sonor,batas paru hepar ICS VI kanan depan

Auskultasi : BP: Vesikuler, BT: rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung :

Inspeksi

: Iktus cordis tidak tampak

Palpasi

: Iktus cordis teraba

Perkusi

: Pekak, batas jantung kesan normal

Auskultasi

: Bj I/II murni regular, bising (-)


Abdomen:

Inspeksi

: datar, ikut gerak napas

Auskultasi

: peristaltik (+) kesan normal H/L tidak teraba

Palpasi

: MT (+), regio lumbalis sinistra,

Farmakoterapi II Penyakit Limfoma

Page 24

ukuran 1,5x1,5 cm, eritema (+), NT (+)

Perkusi

: Tymphanii.
Ekstremitas :

Edema

WBC

: 8,98 x 103/L

RBC

: 5,00 x 106/L

HGB

: 14,6 g/dL

HCT

: 42,4%

MCV

: 84,8 m3

MCHC

: 34,4 g/dL

MCH

: 29,2 pg

PLT

: 246 x 103/mm3

NEUTH

: 79,5%

LYMPH

: 13,1%

MONO

: 7,3%

EO

: 0,0%

BASO

: 0,1%

HbsAg

: (-)

Na

: 137

: 3,7

Cl

: 108

: pretibial (-)/(-), dorsum pedis (-)/(-)

Farmakoterapi II Penyakit Limfoma

Page 25

CT

: 600

BT

: 200

PT

: 8,9 kontrol 11,7

APTT

: 24,0 kontrol 25,5

GDS

: 156

Ur/Cr

: 74/0,9

GOT/GPT

: 34/33

Prot. Total

: 7,0

Alb

: 4,3

Globulin

: 2,7

As. Urat

: 5,9

Hasil PA :

Klinik

: Benjolan dileher/ Lymfoma Maligna.

Mikroskopik

: Sediaan hapusan terdiri dari hiperseluler sel-sel

inti bulat, besar-besar, sitoplasma sedikit, inti sel bulat besar, pleomorfik,
kromatin kasar, ada inkluasi dalam inti, sel tersebar diffuse dan padat
dengan latar belakang bersih, tidak ada massa nekrotik, tidak ada bentukan
papiler.
d. Kesimpulan/Pendapat

: Suspek Large Cell Lymphoma Maligna

e. Diagnosis Sementara :Suspek Limfoma Maligna Non Hodgkin


f. Penatalaksanaan Awal:
Non-farmakologis :

Farmakoterapi II Penyakit Limfoma

Page 26

Istirahat

Diet TKTP

Farmakologis :

Pasang Connecta

As. Mefenamat 500 mg (k/p)

RENCANA PEMERIKSAAN :
EKG
Foto Thoraks
Echocardiografi

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Limfoma atau disebut juga kanker kelenjar getah bening adalah sejenis
kanker yang tumbuh akibat mutasi sel limfosit (sejenis sel darah putih) yang
sebelumnya normal. Hal ini berakibat sel abnormal nenjadi ganas. Seperti halnya
limfosit normal, limfosit ganas dapat tumbuh pada berbagai organ dalam tubuh
termasuk kelenjar getah bening, limpa, sum-sum tulang, darah maupun organ
lainnya contoh saluran cerna, paru, kulit dan tulang. Limfoma umumnya dibagi
menjadi 2 bagian besar, yaitu : Limfoma non-hodgkin (LNH) dan Limfoma
hodgkin. Sekitar 85% dari keganasan tersebut adalah NHL.

Farmakoterapi II Penyakit Limfoma

Page 27

Limfoma malignum non Hodgkin atau limfoma non Hodgkin adalah suatu
keganasan primer jaringan limfoid yang bersifat padat. Limfoma non Hodgkin
merupakan penyakit yang heterogen, tergantung dari gambaran klinik,
imunofenotiping dan respons terhadap terapi. Gambaran penyakit yang progresif
lebih sering didapatkan pada anak dibanding dewasa. Demikian pula gambaran
histopatologik difus sering didapatkan pada anak (90%) daripada gambaran
noduler atau fotikuler pada dewasa.
Penyakit Hodgkin adalah kanker yang berawal dari sel-sel sistem imun.
Penyakit Hodgkin berawal saat sel limfosit yang biasanya adalah sel B (sel T
sangat jarang) menjadi abnormal. Sel limfosit yang abnormal tersebut dinamakan
sel Reed Sternberg.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sudarmanto M, Sumantri AG. Limfoma Maligna. Dalam: Buku Ajar
Hematologi Onkologi. IDAI. Ed-3. Jakarta: 2012. h. 248-54.
2. Hudson MM. Limfoma Non Hodgkin. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak
Nelson. 15th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2012.h. 178083.
3. Ballentine JR. Non Hodgkin Lymphoma. Jan 20, 2012 (Cited May 17 th,
2012).

Available

at

http://emedicine.medscape.com/article/203399

overview
4. Alarcone P. Hodgkin Lymphoma.Oct 11,2011 (Cited May 17th,2012).
Available

at

http://emedicine.medscape.com/article/987101-

overview#a0101

Farmakoterapi II Penyakit Limfoma

Page 28

5. Hudson MM. Penyakit Hodgkin. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak Nelson.


15th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.2012.h. 1777-83.
6. Stoppler MC. Hodgkin Lymphoma. May 1 st2011
(Cited May
17th,2012).Available

at

(http://www.medicinenet.com/Hodgkins

disease/article.htm)
7. Panduan Nasional Penanganan KankerLimfoma Non-Hodgkin( Versi 1.0
2015)Availablew at http://www.PNPKLimfoma.pdf
8. Limfoma

Non-Hodgkin

kenali

dan

hadapi.

Available

at

http://www.kankerkelenjargetahbening.pdf

Farmakoterapi II Penyakit Limfoma

Page 29

Anda mungkin juga menyukai