Bronkitis ( bronchitis ) adalah peradangan (inflamasi) pada selaput lendir (mukosa) bronchus
(saluran pernafasan dari trachea hingga saluran napas di dalam paru-paru). Peradangan ini
mengakibatkan permukaan bronchus membengkak (menebal) sehingga saluran pernapasan relatif
menyempit.
Bronkitis terbagi atas 2 jenis, yakni: bronkitis akut dan bronkitis kronis. Perlu diingat bahwa
istilah akut dan kronis adalah terminologi (istilah) berdasarkan durasi berlangsungnya penyakit,
bukan berat ringannya penyakit.
BRONKITIS AKUT
Bronkitis akut pada umumnya ringan. Berlangsung singkat (beberapa hari hingga beberapa
minggu), rata-rata 10-14 hari. Meski ringan, namun adakalanya sangat mengganggu, terutama
jika disertai sesak, dada terasa berat, dan batuk berkepanjangan.
PENYEBAB
Penyebab tersering Bronkitis akut adalah virus, yakni virus influenza, Rhinovirus, Adenivirus,
dan lain-lain. Sebagian kecil disebabkan oleh bakteri (kuman), terutama Mycoplasma
pnemoniae, Clamydia pnemoniae, dan lain-lain.
TANDA TANDA
Pemeriksaan:
Biasanya para dokter menegakkan diagnosa berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik.
Itu sudah cukup.
Adapun pemeriksaan dahak maupun rontgen dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa
dan untuk menyingkirkan diagnosa penyakit lain.
PENGOBATAN
Sebagian besar pengobatan bronkitis akut bersifat simptomatis (meredakan keluhan). Obat-obat
yang lazim digunakan, yakni:
Antitusif (penekan batuk): DMP (dekstromethorfan) 15 mg, diminum 2-3 kali sehari.
Codein 10 mg, diminum 3 kali sehari. Doveri 100 mg, diminum 3 kali sehari. Obat-obat
ini bekerja dengan menekan batuk pada pusat batuk di otak. Karenanya antitusif tidak
dianjurkan pada kehamilan dan bagi ibu menyusui. Demikian pula pada anak-anak, para
ahli berpendapat bahwa antitusif tidak dianjurkan, terutama pada anak usia 6 tahun ke
bawah. Pada penderita bronkitis akut yang disertai sesak napas, penggunaan antitusif
hendaknya dipertimbangkan dan diperlukan feed back dari penderita. Jika penderita
merasa tambah sesak, maka antitusif dihentikan.
Ekspektorant: adalah obat batuk pengencer dahak agar dahak mudah dikeluarkan
sehingga napas menjadi lega. Ekspektorant yang lazim digunakan diantaranya: GG
(glyceryl guaiacolate), bromhexine, ambroxol, dan lain-lain.
Antipiretik (pereda panas): parasetamol (asetaminofen), dan sejenisnya., digunakan jika
penderita demam.
Bronkodilator (melongarkan napas), diantaranya: salbutamol, terbutalin sulfat, teofilin,
aminofilin, dan lain-lain. Obat-obat ini digunakan pada penderita yang disertai sesak
napas atau rasa berat bernapas. Penderita hendaknya memahami bahwa bronkodilator
tidak hanya untuk obat asma, tapi dapat juga digunakan untuk melonggarkan napas pada
bronkitis. Selain itu, penderita hendaknya mengetahui efek samping obat bronkodilator
yang mungkin dialami oleh penderita, yakni: berdebar, lemas, gemetar dan keringat
dingin. Andaikata mengalami efek samping tersebut, maka dosis obat diturunkan menjadi
setengahnya. Jika masih berdebar, hendaknya memberitahu dokter agar diberikan obat
bronkodilator jenis lain.
Antibiotika. Hanya digunakan jika dijumpai tanda-tanda infeksi oleh kuman berdasarkan
pemeriksaan dokter.
Diskripsi Rontgen.
Penderita biasanya membaca hasil rontgen sebelum menyerahkannya ke dokter. Tak jarang
diskripsi hasil rontgen membuat penderita ketakutan. Untuk itu, andaikata ada kalimat yang tidak
jelas pada diskripsi hasil rontgen, seyogyanya menanyakannya kepada dokter.
Cor : bentuk dan besarnya dalam batas normal. Cor adalah nama lain dari jantung.
Pulmo : nampak gambaran infiltrat dan seterusnya corakan ramai pada hemithorax
kanan dan kiri dan seterusnya. Pulmo adalah jaringan paru.
Nah, corakan ramai inilah yang kerap menimbulkan tanda tanya penderita, bahkan tak jarang
penderita ketakutan, sampai-sampai ada yang tidak bisa tidur, sebelum mendapatkan penjelasan
dokter. Apa pasal ? Ya itu tadi, ada yang menganggap kata corakan identik dengan krowok
(bahasa jawa: berlubang). Padahal sejatinya corakan ramai adalah terjemahan dari
peningkatan bronchovascular pattern yang artinya gambaran pembuluh darah disekitar
bronkus. Dalam keadaan normal, bronchovascular pattern tidak melebihi setengah dari garis
vertikal salah satu bagian paru-paru (hemithorax). Pada keadaan tertentu, bronchovascular
pattern meningkat melebihi setengah garis vertikal salah satu bagian paru (paru kanan atau paru
kiri), termasuk pada bronkitis.
BRONKITIS KRONIS
Berdasarkan waktu berlangsungnya penyakit, Bronkitis akut berlangsung kurang dari 6 mingu
dengan rata-rata 10-14 hari, sedangkan Bronkitis kronis berlangsung lebih dari 6 minggu. Secara
umum keluhan pada Bronkitis kronis dan Bronkitis akut hampir sama. Hanya saja keluhan pada
Bronkitis kronis cenderung lebih berat dan lebih lama. Hal ini dikarenakan pada Bronkitis kronis
terjadi penebalan (hipertrofi) otot-otot polos dan kelenjar serta berbagai perubahan pada saluran
pernapasan.
Secara klinis, Bronkitis kronis merupakan penyakit saluran pernapasan yang ditandai dengan
batuk berdahak sedikitnya 3 bulan dalam setahun selama 2 tahun berturut-turut.
ANGKA KEJADIAN
Bronkitis kronis dapat dialami oleh semua ras tanpa ada perbedaan. Frekuensi angka kesakitan
Bronkitis kronis lebih kerap terjadi pada pria dibanding wanita. Hanya saja hingga kini belum
ada angka perbandingan yang pasti. Usia penderita Bronkitis kronis lebih sering dijumpai di atas
50 tahun.
FAKTOR PENYEBAB
Faktor-fakor penyebab tersering pada Bronkitis kronis adalah: asap rokok (tembakau), debu dan
asap industri, polusi udara.
Disebutkan pula bahwa Bronkitis kronis dapat dipicu oleh paparan berbagai macam polusi
industri dan tambang, diantaranya: batubara, fiber, gas, asap las, semen, dan lain-lain. ( Jazeela
Fayyaz, DO, Jun 17, 2009 )
GEJALA DAN KELUHAN
Batuk dengan dahak atau batuk produktif dalam jumlah yang banyak. Dahak makin
banyak dan berwarna kekuningan (purulen) pada serangan akut (eksaserbasi). Kadang
dapat dijumpai batuk darah.
Sesak napas. Sesak bersifat progresif (makin berat) saat beraktifitas.
Adakalanya terdengar suara mengi (ngik-ngik).
pada pemeriksaan dengan stetoskop (auskultasi) terdengar suara krok-krok terutama saat
inspirasi (menarik napas) yang menggambarkan adanya dahak di saluran napas.
1. Bronkitis kronis ringan ( simple chronic bronchitis), ditandai dengan batuk berdahak dan
keluhan lain yang ringan.
2. Bronkitis kronis mukopurulen ( chronic mucupurulent bronchitis), ditandai dengan batuk
berdahak kental, purulen (berwarna kekuningan).
3. Bronkitis kronis dengan penyempitan saluran napas ( chronic bronchitis with obstruction
), ditandai dengan batuk berdahak yang disertai dengan sesak napas berat dan suara
mengi.
Untuk membedakan ketiganya didasarkan pada riwayat penyakit dan pemeriksaan klinis oleh
dokter disertai pemeriksaan penunjang (jika diperlukan), yakni radiologi (rontgen), faal paru,
EKG, analisa gas darah.
PENGOBATAN
Edukasi, yakni memberikan pemahaman kepada penderita untuk mengenali gejala dan
faktor-faktor pencetus kekambuhan Bronkitis kronis.
Sedapat mungkin menghindari paparan faktor-faktor pencetus.
Rehabilitasi medik untuk mengoptimalkan fungsi pernapasan dan mencegah
kekambuhan, diantaranya dengan olah raga sesyuai usia dan kemampuan, istirahat dalam
jumlah yang cukup, makan makanan bergizi.
Oksigenasi (terapi oksigen)
Obat-obat bronkodilator dan mukolitik agar dahak mudah dikeluarkan.
Antibiotika. Digunakan manakala penderita Bronkitis kronis mengalami eksaserbasi oleh
infeksi kuman ( H. influenzae, S. pneumoniae, M. catarrhalis). Pemilihan jenis antibiotika
(pilihan pertama, kedua dan seterusnya) dilakukan oleh dokter berdasarkan hasil
pemeriksaan.
Para penderita Bronkitis kronis seyogyanya periksa dan berkonsultasi ke dokter manakala
mengalami keluhan-keluhan batuk berdahak dan lama, sesak napas, agar segera mendapatkan
pengobatan yang tepat.
Semoga bermanfaat.
Sumber :
PDT Ilmu Penyakit Paru FK Unair, RSU Dr. Soetomo, edisi 3, 2005.
Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Dalam, Lawrence M, Tierney, Jr, MD et all, 2002.
Bronchitis, Jazeela Fayyaz, DO, eMedicine Specialties Pulmonology, 2009
COPD (Radiologi Co-Ass)
I. Pendahuluan
Menurut GOLD (Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease), COPD/PPOK (penyakit
paru obstruktif kronik) adalah keadaan penyakit yang ditandai oleh keterbatasan aliran udara yang tidak
sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara tersebut biasanya bersifat progresif dan berhubungan
dengan respon inflamasi pulmonal terhadap partikel atau gas berbahaya. Penyakit paru obstruktif kronis
terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis kronik ialah kelainan
saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-
kurangnya dua tahun berturut-turut, dan tidak disebabkan penyakit lainnya. Sedangkan emfisema yakni
pembesaran rongga udara pada distal bronkiolus terminal, disertai perubahan dekstruktif dinding
alveolar.1
Data badan kesehatan dunia (WHO) tahun 2002 menunjukkan PPOK menempati urutan ketiga
sebagai penyebab utama kematian di dunia setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker. Diperkirakan
jumlah penderita PPOK di Cina tahun 2006 mencapai 38,1 juta penderita, Jepang sebanyak 5 juta
penderita dan Vietnam sebesar 2 juta penderita. Pada tahun 2008 di Amerika Serikat diperkirakan 12,1
juta penderita dimana prevalensiya laki-laki lebih besar dari pada wanita. Di Indonesia diperkirakan
terdapat sekitar 4,8 juta penderita PPOK. Angka ini bisa meningkat dengan semakin banyaknya jumlah
perokok karena 90% penderita PPOK adalah perokok atau bekas perokok.2,3
Berdasarkan hasil SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2001, sebanyak 54,5%
penduduk laki-laki dan 1,2% perempuan merupakan perokok. Hubungan antara rokok dengan PPOK
merupakan hubungan dose response, lebih banyak batang rokok yang dihisap setiap hari dan lebih lama
kebiasaan merokok tersebut maka risiko penyakit yang ditimbulkan akan lebih besar.4
A. Etiologi
Terdapat banyak faktor risiko yang merupakan etiologi dari PPOK. Faktor-faktor risiko tersebut
adalah asap rokok, umur, infeksi saluran napas berulang, pekerjaan, status sosioekonomi, nutrisi,
B. Patofisiologi
Penyakit paru obstruktif kronik merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk
sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap
aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Pada bronkitis kronik terjadi hipertrofi kelenjar
mukosa bronkus dan peningkatan jumlah dan ukuran sel-sel goblet, dengan infiltrat sel-sel radang dan
edema mukosa bronkus. Pembentukan mucus yang meningkat mengakibatkan gejala khas yaitu batuk
produktif. Batuk kronik yang disertai peningkatan sekresi bronkus tampaknya mempengaruhi bronkiolus
kecil sehingga bronkiolus tersebut rusak dan dindingnya melebar. Faktor etiologi utama adalah merokok
dan polusi yang lazim terjadi di daerah industri. Polusi udara yang terus menerus juga merupakan
predisposisi infeksi rekuren karena polusi memperlambat aktifitas silia dan fagositosis, sehingga
timbunan mucus meningkat sedangkan mekanisme pertahanannya sendiri lemah. Pada parenkim paru,
penghancuran elemen struktural yang dimediasi protease menyebabkan emfisema. Kerusakan sekat
alveolar menyebabkan berkurangnya elastisitas pada paru dan kegagalan dinamika saluran udara akibat
rusaknya sokongan pada saluran udara kecil non-kartilago. Keseluruhan proses ini mengakibatkan
obstruksi paten pada saluran napas dan timbulnya gejala lainnya yang merupakan karakteristik untuk
PPOK.7
Gambaran khas pada emfisema tipe ini adalah pola keterlibatan lobulus, bagian sentral atau
proksimal asinus, yang dibentuk oleh bronkiolus respiratorik, terkena, sementara alveolus distal tidak
Pada emfisema tipe ini, asinus secara merata membesar dari tingkat bronkiolus respiratorik
Pada bentuk ini, bagian proksimal asinus normal, tetapi bagian distal umumnya terkena.
Emfisema lebih nyata di dekat pleura, di sepanjang septum jaringan ikat lobulus dan tepi lobulus.11
Normal
Bronkitis kronik
6
2. epithelium 6. Imflamasi
Saluran penghantar udara yang membawa udara ke dalam paru adalah hidung,
faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkeolus. Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkiolus di
lapisi oleh membran mukosa bersilia. Ketika masuk rongga hidung, udara disaring, dihangatkan, dan
dilembabkan. Udara mengalir dari faring menuju laring, laring terdiri dari rangkaian cincin tulang rawan
yang di hubungkan oleh otot-otot dan mengandung pita suara. Ruang berbentuk segitiga di antara pita
suara atau glotis bermuara ke dalam trakea dan membentuk bagian antara saluran pernapasan atas dan
bawah. Glotis merupakan pemisah antara saluran pernapasan atas dan bawah. Trakea disokong oleh
cincin tulang rawan berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 12,5 cm. Struktur
trakea dan bronkus di analogkan sebagai sebuah pohon. Tempat trakea bercabang menjadi bronkus
utama kiri dan kanan di kenal sebagai karina. Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan
Bronkus utama kanan lebih pendek dan lebih lebar dibandingkan dengan bronkus utama kiri dan
merupakan kelanjutan dari trakea yang arahnya hampir vertikal. Sebaliknya, bronkus utama kiri lebih
panjang dan lebih sempit dibandingkan dengan bronkus utama kanan dan merupakan kelanjutan dari
trakea dengan sudut yang lebih tajam. Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi
bronkus lobaris dan kemudian bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronkus
yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu saluran udara
terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkiolus terminalis memiliki garis tengah
kurang lebih 1 mm. bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tetapi dikelilingi oleh otot polos
sehingga ukurannya dapat berubah. Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit
fungsional paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari bronkiolus respiratorius, yang
terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya, duktus alveolaris yang seluruhnya
dibatasi alveolus, dan sakus alveularis terminalis, yaitu struktur terakhir paru.7
Terdapat dua unit parenakim paru yaitu lobulus paru dan asinus paru. Lobulus paru ditunjukkan
oleh struktur yang berasal dari bronkiolus kecil terdiri atas 5-7 bronkiolus terminal dan struktur-struktur
yang lebih distal. Sedangkan asinus paru merupakan struktur yang muncul dari bronkiolus terminal
tunggal dan terdiri atas bronkiolus respiratorik dan alveolus. Bronkiolus respiratorik dilapisi oleh epitel
kuboid yang ikut berperan dalam pertukaran gas. Bronkiolus respiratoris tersebut menuju ke dalam
duktus alveolus. Sakus alveolus timbul sebagai kantung-kantung luar sakular dari duktus alveolus dan
bronkiolus respiratorik. Dinding alveolus memiliki tebal 5-10 mikron dan dilapisi oleh sel pneumosit tipe
II yang merupakan penghasil surfaktan dan berproliferasi cepat bila terjadi cedera alveolus.7
D. Pasokan darah
Paru memiliki pasokan darah ganda. Cabang-cabang arteriole bronkus mengikuti pohon bronkus
dan memiliki fungsi nutritif. Arteri paru terbagi untuk menghasilkan jejaring kapiler, suatu fungsi primer
Proses fisiologi pernapasan yaitu proses O2 dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan,
stadium. Stadium pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan keluar paru.
Stadium kedua transportasi, yang harus ditinjau dari beberapa aspek : 1) difusi gas-gas antara alveolus
dan kapiler paru (respirasi eksterna), 2) distribusi darah dalam sirkulasi pulmonari dan penyesuaiannya
dengan reaksi kimia fisik dari O2 dan CO2 dengan darah. Respirasi sel atau respirasi interna merupakan
stadium akhir respirasi, yaitu saat zat-zat di oksidasi untuk mendapatkan energi, dan CO2 terbentuk
Volume dan kapasitas paru merupakan gambaran fungsi ventilasi sistem pernapasan.
Dengan mengetahui besarnya volume dan kapasitas pernapasan dapat diketahui besarnya kapasitas
500 mililiter. Volume cadangan inspirasi adalah volume udara yang masih dapat diinspirasi setelah
bernapas biasa, jumlahnya biasanya 3.000 mililiter. Volume cadangan ekspirasi yaitu volume udara yang
masih dapat dikeluarkan sesudah ekspirasi biasa, jumlah normalnya 1100 mililiter dan volume residu
yaitu volume udara yang masih tertinggal di dalam paru sesudah ekspirasi maksimal, jumlahnya kira-kira
1200 mililiter. Kapasitas inspirasi dalah volume tidal tambah volume cadangan inspirasi, jumlah udara
kira-kira 3500 mililiter. Kapasitas residu fungsional adalah volume residu tambah volume cadangan
inspirasi, jumlahnya kira-kira 2300 mililiter. Kapasitas vital sama dengan volume tidal tambah volume
cadangan inspirasi tambah volume cadangan ekspirasi. Dan kapasitas paru total sama dengan jumlah
seluruh volume paru, jumlahnya kira-kira 5800 mililiter. Pada pemeriksaan funggsi paru yang lazim
digunakan yaitu alat yang disebut spirometri. Dari hasil pemeriksaan dapat ditemukan gangguan
fungsional ventilasi seseorang. Jenis gangguan dapat digolongkan menjadi 2 yaitu gangguan fungsi paru
Seseorang dianggap mempunyai gangguan fungsi paru obstruktif nilai FEV 1 kurang dari 75 % dan
menderita gangguan fungsi paru restriktif bila nilai kapasitas paru kurang dari 80 % dibanding dengan
nilai dasar.10, 11
V. Diagnosis
A. Gambaran Klinis
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
pernapasan Pursed-lips (mulut setengah terkatup), takipnea, dada emfimatous atau barrel chest,
sela iga melebar, sternum menonjol, retraksi intercostal saat inspirasi, penggunaan otot bantu
pernapasan, bunyi napas vesikuler melemah, ekspirasi memanjang, ronki kering atau wheezing dan
B. Gambaran Radiologi
1. Foto troraks
a. Emfisema
1) Hiperinflasi dada
a) diafragma datar dan rendah dengan pergerakan yang terbatas saat inspirasi dan ekspirasi.
b) peningkatan diameter AP dada dengan perluasan pada rongga retrosternal (barrel chest).
c) penampakan bayangan jantung yang tipis, panjang, dan sempit, diafragma rendah.13
2) Perubahan vaskular
a) paru secara umum dipengaruhi oleh distribusi vaskularisasi pulmonal yang secara abnormal tidak rata;
pembuluh darah menjadi lebih tipis, disertai hilangnya gradasi halus normal dari pembuluh darah yang
3) Bullae
Rongga menyerupai kista sering terbentuk akibat rupturnya alveolus yang melebar. Pada film
dada, rongga tersebut tampak sebagai daerah translusen dengan dindingnya terlihat sebagai bayangan
kurva linear menyerupai garis rambut. Bullae memiliki ukuran bervariasi hingga menempati bagian yang
Gambar 6. Emfisema: foto toraks, posisi postero-anterior dan lateral, menunjukkan hiperlusen dengan berkurangnya
gambaran vaskuler paru, diafragma letak rendah dan sela iga melebar, bayangan jantung ramping.9 14
Gambar 7. Emfisema centrilobular (CLE): foto toraks, posisi postero-anterior menunjukkan hiperinflasi paru-paru
(diafragma datar dan bayangan jantung yang kecil) dan peningkatan translusen pada paru atas dengan
vascular menipis dan loss of arborization.9
Gambar 8. Panlobular emfisema (PLE): foto toraks posisi postero-anterior dan lateral projections, tampak hiperinflasi
paru-paru dan peningkatan translusen pada paru bawah dengan vascular menipis.9
Gambar 9. Sebuah bulla besar pada lapangan paru kanan pada pasien COPD9
b. bronkitis kronik
Penyakit bronkitis kronik tidak selalu memperlihatkan gambaran khas pada foto toraks. Pada
foto rontgen hanya tampak corakan bronkovaskular yang ramai di bagian basal paru. Secara radiologi
bronkitis kronik dibagi dalam 3 golongan yaitu, ringan, sedang dan berat. Pada golongan yang ringan
didapatkan corakan paru yang ramai di bagian basal paru. Pada golongan sedangkan, selain terdapat
corakan paru yang ramai juga terdapat emfisema dan kadang-kadang disertai bronkiektasis di
parakardial kanan dan kiri. Sedangkan golongan yang berat ditemukan hal-hal tersebut di atas dan
Gambar 10. Bronkitis kronik: foto toraks posisi postero-anterior, tampak corakan bronkovaskular yang ramai.9
Gambar 11. foto toraks posisi postero-anterior bronkitis kronik disertai emfisema15
2. CT scan
a. Emfisema
1) Emfisema centrilobular
Emfisema centrilobular adalah jenis yang paling umum dari emfisema paru dan ditandai oleh
pembesaran ruang udara centriacinar, dengan efek utama terjadi di bronkiolus proksimal. Pada
Emfisema centrilobular, corakan vascular paru menurun pada atau dekat pusat lesi. HRCT pada awal
emfisema centriacinar menunjukkan area kecil centrilobular merata dengan pembesaran ruang udara,
sekitar parenkim paru mengalami kompresi dan batas yang jelas dapat diamati antara daerah
Gambar 12. CT Scan pada pasien dengan emfisema centriacinar tampak multipel, gambaran bulat lusen dengan
berbagai ukuran yang dikelilingi oleh parenkim yang normal 16
2) Emfisema panlobular
Emfisema panlobular ditandai oleh dilatasi seluruh ruang udara dari bronkiolus pernapasan ke
alveoli, sehingga perubahan emphysematous didistribusikan secara merata dalam lobulus sekunder.
Emfisema panacinar ditandai dengan penurunan kepadatan paru pada area pembesaran pada CT
dengan batas sulit untuk ditentukan, corakan pembuluh darah di daerah yang terlibat menurun karena
overinflation pada ruang udara. Defisiensi antitrypsin Alpha 1-diperkirakan menjadi penyebab utama
panacinar emfisema. Karakteristik yang membedakan panacinar emfisema dari centriacinar emfisema
adalah sebagai berikut: penyakit dominan pada paru-paru bagian bawah, tingkat inflasi paru-paru lebih
besar daripada di centriacinar emfisema, ada kecenderungan jalan napas akan menyempit.16
Gambar 13. Panacinar emfisema: HRCT scan menunjukkan pengurangan difus pada parenkim paru - khas pada
emfisema panacinar 16
Distal asinar emfisema ditandai dengan daerah fokal emfisema subpleural. Asinar distal atau
emfisema paraseptal ditandai dengan pembesaran ruang udara di sekitar asinus. Luas lesi biasanya
terbatas, terjadi paling sering sepanjang permukaan dorsal paru bagian atas. Para pasien biasanya tanpa
gejala, tetapi emfisema asinar distal dianggap menjadi penyebab pneumotoraks pada orang dewasa
muda.16
Gambar 14. HRCT scan menunjukkan area subpleural kecil yang hyperlusen karakteristik emfisema paraseptal16
4) Emfisema bulla
Gambar 15. Daerah desktruktif mutipel yang menyebabkan bullae dengan berbagai ukuran (pada tanda panah)1
1. Laboratorium
Pemeriksaan analisis gas darah, mungkin normal. Pada stadium lanjut Po2 turun dan Pco2
2. Patologi Anatomi
a) Emfisema
Diagnosis dan klasifikasi emfisema terutama tergantung pada gambaran makroskopik paru.
Emfisema panasinar, jika sudah berkembang sempurna menyebabkan paru membesar dan pucat. Pada
emfisema sentriasinar paru tampak lebih merah muda dibanding emfisema panasinar dan tidak terlalu
membesar, kecuali jika penyakit berada dalam tahap lanjut. Secara umum pada emfisema sentriacinar
2/3 paru lebih parah terkena daripada bagian bawah paru, dan pada kasus berat mungkin terlihat bulla
emfisematous. Secara histologi terjadi penipisan dan kerusakan dinding alveolus. Pada penyakit tahap
lanjut, alveolus yang berdekatan menyatu dan membentuk ruang udara besar. Bronkus terminalis dan
respiratorik mungkin mengalami deformitas karena hilangnya septum yang membantu menambatkan
struktur ini di parenkim.dengan hilangnya jaringan elastis di septum alveolus, terjadi penurunan traksi
radial di saluran napas halus. Akibatnya, saluran ini cenderung kolaps saat ekspirasi (suatu penyebab
penting obstruksi kronis aliran udara pada emfisema berat). Selain berkurang alveolus jumlah kapiler
Gambar 17. Emfisema paru, terjadi pembesaran mencolok ruang udara disertai penipisan dan kerusakan septum
alveolus.17 18
b) Bronkitis kronik
secara makroskopik, lapisan mukosa saluran napas besar biasanya hiperemik dan membengkak
oleh cairan edema. Mukosa ini sering tertutup oleh lapisan sekresi musinosa atau mukopurulen. Secara
histologi gambaran diagnostik pada bronkitis kronik di trakea dan bronkus besar adalah membesarnya
kelenjar penghasil mukus. Seiring ditemukannya penambahan sel goblet di epitel disertai hilangnya sel
epitel bersilia. Seiring dengan terjadinya metaplasia skuamosa, diikuti oleh perubahan displastik di
lapisan sel epitel. Sering terdapat sel radang dengan kepadatan bevariasi, terutama terdiri atas sel
Gambar 18. Bronkitis kronis. Penebalan mencolok pada lapisan kelenjar mukosa dan metaplasia skuamosa
epitel paru17
3. Faal paru
Diagnosis PPOK ditegakkan dengan spirometri, yang menunjukkan volume ekspirasi paksa dalam
1 detik (forced expiratory volume in 1 s / FEV1) < 80% dari nilai yang diperkirakan dan rasio FEV1 :
kapasitas vital paksa (force vital capacity / FVC ) < 70%.1 Uji bronkodilator: FEV1 pasca bronkodilator
<80% prediksi.12
Klasifikasi PPOK menurut national Heart, Lung and Blood Institute dan WHO yaitu sebagai
berikut,
Stadium PPOK Karateristik
VEP1 < 30% prediksi atau VEP1 <50% prediksi + gagal napas
Gambar 19. Pneumotoraks kanan, tampak hiperlusen avaskuler pada paru kanan13
Gambar 20. Pneumotoraks kanan dengan kolaps pada semua lobus terutama pada lobus tengah dan bawah paru
kanan19
A
Gambar 20. Pneumothoraks: A. pada sisi kanan tanpa kolaps paru, B. pada sisi kiri dengan kolaps paru20
VII. Komplikasi
VIII. Penatalaksaan
Untuk mengurangi faktor risiko PPOK maka diperlukan, edukasi motivasi berhenti merokok dan.
1. Terapi Farmakologis
a) Bronkodilator
3 golongan :
- Metilxantin: teofilin lepas lambat, bila kombinasi -2dan steroid belum memuaskan
b) Steroid, pada:
PPOK yang menunjukkan respon pada uji steroid
PPOK dengan VEP1 < 50% prediksi (derajat IIB dan III)
Eksaserbasi akut.
Antioksidan : N-Asetil-sistein
2. Terapi Non-Farmakologis
Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari): pada PPOKderajat III,
o PaO2 < 55 mmHg atau SaO2 < 88% dengan / tanpa hiperkapnia
o PaO2 55-60 mmHg atau SaO2 < 88% disertai hipertensi pulmonal, edema perifer karena gagal jantung,
polisitemia.
Nutrisi
4-6 kali 2-4 hirup perhari steroid oral dapat diberikan selama 10-14 hari. Bila infeksi, diberi antibiotiks
spektrum luas.
- bronkodilator: inhalasi agonis 2 + antikolinergik. Pada eksaserbasi akut berat + aminofilin (0,5
mg/kgbb/jam)
- steroid: prednisolon 0-40 mg PO selama 10-14 hari. Steroi intarvena pada keadaan berat
IX. Prognosis
Dubia tergantung dari stage, penyakit paru komorbid, penyakit komorbid lain. Orang yang
berhenti merokok sebelum berumur 50 tahun mempunyai setengah risiko kematian pada 15 tahun yang
X. Daftar Pustaka
3. Stoloff SW. Diagnosis and treatment of patients with chronic obstructive pulmonary disease in the
primary care setting: focus on the role of spirometry and bronchodilator reversibility. [serial online]
2011. [cited 2013 May 07]; 9. Available from: http://www.jfponline. com/pdf/Supp/SupplJFP_COPD.pdf.