Anda di halaman 1dari 23

Bronkitis Akut dan Kronis

Pulmonologi Juli 22, 2012 Tinggalkan komentar

Bronkitis ( bronchitis ) adalah peradangan (inflamasi) pada selaput lendir (mukosa) bronchus
(saluran pernafasan dari trachea hingga saluran napas di dalam paru-paru). Peradangan ini
mengakibatkan permukaan bronchus membengkak (menebal) sehingga saluran pernapasan relatif
menyempit.

Bronkitis terbagi atas 2 jenis, yakni: bronkitis akut dan bronkitis kronis. Perlu diingat bahwa
istilah akut dan kronis adalah terminologi (istilah) berdasarkan durasi berlangsungnya penyakit,
bukan berat ringannya penyakit.

BRONKITIS AKUT

Bronkitis akut pada umumnya ringan. Berlangsung singkat (beberapa hari hingga beberapa
minggu), rata-rata 10-14 hari. Meski ringan, namun adakalanya sangat mengganggu, terutama
jika disertai sesak, dada terasa berat, dan batuk berkepanjangan.

PENYEBAB

Penyebab tersering Bronkitis akut adalah virus, yakni virus influenza, Rhinovirus, Adenivirus,
dan lain-lain. Sebagian kecil disebabkan oleh bakteri (kuman), terutama Mycoplasma
pnemoniae, Clamydia pnemoniae, dan lain-lain.

TANDA TANDA

Keluhan yang kerap dialami penderita bronkitis akut, meliputi:

Batuk (berdahak ataupun tidak berdahak).


Demam (biasanya ringan), rasa berat dan tidak nyaman di dada.
Sesak napas, rasa berat bernapas,
Kadang batuk darah.

Pemeriksaan:

Pada pemeriksaan menggunakan stetoskop (auskultasi), terdengar ronki, wheezing dengan


berbagai gradasi (perpanjangan ekspirasi hingga ngik-ngik) dan krepitasi (suara kretek-kretek
dengan menggunakan stetoskop).

Biasanya para dokter menegakkan diagnosa berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik.
Itu sudah cukup.

Adapun pemeriksaan dahak maupun rontgen dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa
dan untuk menyingkirkan diagnosa penyakit lain.
PENGOBATAN

Sebagian besar pengobatan bronkitis akut bersifat simptomatis (meredakan keluhan). Obat-obat
yang lazim digunakan, yakni:

Antitusif (penekan batuk): DMP (dekstromethorfan) 15 mg, diminum 2-3 kali sehari.
Codein 10 mg, diminum 3 kali sehari. Doveri 100 mg, diminum 3 kali sehari. Obat-obat
ini bekerja dengan menekan batuk pada pusat batuk di otak. Karenanya antitusif tidak
dianjurkan pada kehamilan dan bagi ibu menyusui. Demikian pula pada anak-anak, para
ahli berpendapat bahwa antitusif tidak dianjurkan, terutama pada anak usia 6 tahun ke
bawah. Pada penderita bronkitis akut yang disertai sesak napas, penggunaan antitusif
hendaknya dipertimbangkan dan diperlukan feed back dari penderita. Jika penderita
merasa tambah sesak, maka antitusif dihentikan.
Ekspektorant: adalah obat batuk pengencer dahak agar dahak mudah dikeluarkan
sehingga napas menjadi lega. Ekspektorant yang lazim digunakan diantaranya: GG
(glyceryl guaiacolate), bromhexine, ambroxol, dan lain-lain.
Antipiretik (pereda panas): parasetamol (asetaminofen), dan sejenisnya., digunakan jika
penderita demam.
Bronkodilator (melongarkan napas), diantaranya: salbutamol, terbutalin sulfat, teofilin,
aminofilin, dan lain-lain. Obat-obat ini digunakan pada penderita yang disertai sesak
napas atau rasa berat bernapas. Penderita hendaknya memahami bahwa bronkodilator
tidak hanya untuk obat asma, tapi dapat juga digunakan untuk melonggarkan napas pada
bronkitis. Selain itu, penderita hendaknya mengetahui efek samping obat bronkodilator
yang mungkin dialami oleh penderita, yakni: berdebar, lemas, gemetar dan keringat
dingin. Andaikata mengalami efek samping tersebut, maka dosis obat diturunkan menjadi
setengahnya. Jika masih berdebar, hendaknya memberitahu dokter agar diberikan obat
bronkodilator jenis lain.
Antibiotika. Hanya digunakan jika dijumpai tanda-tanda infeksi oleh kuman berdasarkan
pemeriksaan dokter.

Diskripsi Rontgen.

Penderita biasanya membaca hasil rontgen sebelum menyerahkannya ke dokter. Tak jarang
diskripsi hasil rontgen membuat penderita ketakutan. Untuk itu, andaikata ada kalimat yang tidak
jelas pada diskripsi hasil rontgen, seyogyanya menanyakannya kepada dokter.

cuplikan diskripsi hasil rontgen

Cor : bentuk dan besarnya dalam batas normal. Cor adalah nama lain dari jantung.

Pulmo : nampak gambaran infiltrat dan seterusnya corakan ramai pada hemithorax
kanan dan kiri dan seterusnya. Pulmo adalah jaringan paru.

Nah, corakan ramai inilah yang kerap menimbulkan tanda tanya penderita, bahkan tak jarang
penderita ketakutan, sampai-sampai ada yang tidak bisa tidur, sebelum mendapatkan penjelasan
dokter. Apa pasal ? Ya itu tadi, ada yang menganggap kata corakan identik dengan krowok
(bahasa jawa: berlubang). Padahal sejatinya corakan ramai adalah terjemahan dari
peningkatan bronchovascular pattern yang artinya gambaran pembuluh darah disekitar
bronkus. Dalam keadaan normal, bronchovascular pattern tidak melebihi setengah dari garis
vertikal salah satu bagian paru-paru (hemithorax). Pada keadaan tertentu, bronchovascular
pattern meningkat melebihi setengah garis vertikal salah satu bagian paru (paru kanan atau paru
kiri), termasuk pada bronkitis.

BRONKITIS KRONIS

Berdasarkan waktu berlangsungnya penyakit, Bronkitis akut berlangsung kurang dari 6 mingu
dengan rata-rata 10-14 hari, sedangkan Bronkitis kronis berlangsung lebih dari 6 minggu. Secara
umum keluhan pada Bronkitis kronis dan Bronkitis akut hampir sama. Hanya saja keluhan pada
Bronkitis kronis cenderung lebih berat dan lebih lama. Hal ini dikarenakan pada Bronkitis kronis
terjadi penebalan (hipertrofi) otot-otot polos dan kelenjar serta berbagai perubahan pada saluran
pernapasan.

Secara klinis, Bronkitis kronis merupakan penyakit saluran pernapasan yang ditandai dengan
batuk berdahak sedikitnya 3 bulan dalam setahun selama 2 tahun berturut-turut.

ANGKA KEJADIAN

Di Indonesia, belum ada angka kesakitan Bronkitis kronis, kecuali di RS sentra-sentra


pendidikan. Sebagai perbandingan, di AS ( National Center for Health tatistics ) diperkirakan
sekitar 4% dari populasi didiagnosa sebagai Bronkitis kronis. Angka inipun diduga masih di
bawah angka kesakitan yang sebenarnya (underestimate) dikarenakan tidak terdiagnosanya
Bronkitis kronis. Di sisi lain dapat terjadi pula overdiagnosis Bronkitis kronis pada pasien-pasien
dengan batuk non spesifik yang self-limited (sembuh sendiri).

Bronkitis kronis dapat dialami oleh semua ras tanpa ada perbedaan. Frekuensi angka kesakitan
Bronkitis kronis lebih kerap terjadi pada pria dibanding wanita. Hanya saja hingga kini belum
ada angka perbandingan yang pasti. Usia penderita Bronkitis kronis lebih sering dijumpai di atas
50 tahun.

FAKTOR PENYEBAB

Faktor-fakor penyebab tersering pada Bronkitis kronis adalah: asap rokok (tembakau), debu dan
asap industri, polusi udara.

Disebutkan pula bahwa Bronkitis kronis dapat dipicu oleh paparan berbagai macam polusi
industri dan tambang, diantaranya: batubara, fiber, gas, asap las, semen, dan lain-lain. ( Jazeela
Fayyaz, DO, Jun 17, 2009 )
GEJALA DAN KELUHAN

Keluhan dan gejala-gejala klinis Bronkitis kronis adalah sebagai berikut:

Batuk dengan dahak atau batuk produktif dalam jumlah yang banyak. Dahak makin
banyak dan berwarna kekuningan (purulen) pada serangan akut (eksaserbasi). Kadang
dapat dijumpai batuk darah.
Sesak napas. Sesak bersifat progresif (makin berat) saat beraktifitas.
Adakalanya terdengar suara mengi (ngik-ngik).
pada pemeriksaan dengan stetoskop (auskultasi) terdengar suara krok-krok terutama saat
inspirasi (menarik napas) yang menggambarkan adanya dahak di saluran napas.

Secara klinis, Bronkitis kronis terbagi menjadi 3 jenis, yakni:

1. Bronkitis kronis ringan ( simple chronic bronchitis), ditandai dengan batuk berdahak dan
keluhan lain yang ringan.
2. Bronkitis kronis mukopurulen ( chronic mucupurulent bronchitis), ditandai dengan batuk
berdahak kental, purulen (berwarna kekuningan).
3. Bronkitis kronis dengan penyempitan saluran napas ( chronic bronchitis with obstruction
), ditandai dengan batuk berdahak yang disertai dengan sesak napas berat dan suara
mengi.

Untuk membedakan ketiganya didasarkan pada riwayat penyakit dan pemeriksaan klinis oleh
dokter disertai pemeriksaan penunjang (jika diperlukan), yakni radiologi (rontgen), faal paru,
EKG, analisa gas darah.

PENGOBATAN

Penatalaksanaan Bronkitis kronis dilakukan secara berkesinambungan untuk mencegah


timbulnya penyulit, meliputi:

Edukasi, yakni memberikan pemahaman kepada penderita untuk mengenali gejala dan
faktor-faktor pencetus kekambuhan Bronkitis kronis.
Sedapat mungkin menghindari paparan faktor-faktor pencetus.
Rehabilitasi medik untuk mengoptimalkan fungsi pernapasan dan mencegah
kekambuhan, diantaranya dengan olah raga sesyuai usia dan kemampuan, istirahat dalam
jumlah yang cukup, makan makanan bergizi.
Oksigenasi (terapi oksigen)
Obat-obat bronkodilator dan mukolitik agar dahak mudah dikeluarkan.
Antibiotika. Digunakan manakala penderita Bronkitis kronis mengalami eksaserbasi oleh
infeksi kuman ( H. influenzae, S. pneumoniae, M. catarrhalis). Pemilihan jenis antibiotika
(pilihan pertama, kedua dan seterusnya) dilakukan oleh dokter berdasarkan hasil
pemeriksaan.
Para penderita Bronkitis kronis seyogyanya periksa dan berkonsultasi ke dokter manakala
mengalami keluhan-keluhan batuk berdahak dan lama, sesak napas, agar segera mendapatkan
pengobatan yang tepat.

Semoga bermanfaat.

Sumber :

PDT Ilmu Penyakit Paru FK Unair, RSU Dr. Soetomo, edisi 3, 2005.
Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Dalam, Lawrence M, Tierney, Jr, MD et all, 2002.
Bronchitis, Jazeela Fayyaz, DO, eMedicine Specialties Pulmonology, 2009
COPD (Radiologi Co-Ass)

CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE


(COPD)

Estiani Ningsih, Asirah Aris

I. Pendahuluan

Menurut GOLD (Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease), COPD/PPOK (penyakit

paru obstruktif kronik) adalah keadaan penyakit yang ditandai oleh keterbatasan aliran udara yang tidak

sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara tersebut biasanya bersifat progresif dan berhubungan

dengan respon inflamasi pulmonal terhadap partikel atau gas berbahaya. Penyakit paru obstruktif kronis

terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis kronik ialah kelainan

saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-

kurangnya dua tahun berturut-turut, dan tidak disebabkan penyakit lainnya. Sedangkan emfisema yakni

pembesaran rongga udara pada distal bronkiolus terminal, disertai perubahan dekstruktif dinding

alveolar.1

II. Insiden dan Epidemiologi

Data badan kesehatan dunia (WHO) tahun 2002 menunjukkan PPOK menempati urutan ketiga

sebagai penyebab utama kematian di dunia setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker. Diperkirakan

jumlah penderita PPOK di Cina tahun 2006 mencapai 38,1 juta penderita, Jepang sebanyak 5 juta

penderita dan Vietnam sebesar 2 juta penderita. Pada tahun 2008 di Amerika Serikat diperkirakan 12,1

juta penderita dimana prevalensiya laki-laki lebih besar dari pada wanita. Di Indonesia diperkirakan

terdapat sekitar 4,8 juta penderita PPOK. Angka ini bisa meningkat dengan semakin banyaknya jumlah

perokok karena 90% penderita PPOK adalah perokok atau bekas perokok.2,3
Berdasarkan hasil SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2001, sebanyak 54,5%

penduduk laki-laki dan 1,2% perempuan merupakan perokok. Hubungan antara rokok dengan PPOK

merupakan hubungan dose response, lebih banyak batang rokok yang dihisap setiap hari dan lebih lama

kebiasaan merokok tersebut maka risiko penyakit yang ditimbulkan akan lebih besar.4

III. Etiologi dan Patofisiologi

A. Etiologi

Terdapat banyak faktor risiko yang merupakan etiologi dari PPOK. Faktor-faktor risiko tersebut

adalah asap rokok, umur, infeksi saluran napas berulang, pekerjaan, status sosioekonomi, nutrisi,

genetik, jenis kelamin, paparan partikel, pertumbuhan dan perkembangan paru.5,6

B. Patofisiologi

Penyakit paru obstruktif kronik merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk

sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap

aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Pada bronkitis kronik terjadi hipertrofi kelenjar

mukosa bronkus dan peningkatan jumlah dan ukuran sel-sel goblet, dengan infiltrat sel-sel radang dan

edema mukosa bronkus. Pembentukan mucus yang meningkat mengakibatkan gejala khas yaitu batuk

produktif. Batuk kronik yang disertai peningkatan sekresi bronkus tampaknya mempengaruhi bronkiolus

kecil sehingga bronkiolus tersebut rusak dan dindingnya melebar. Faktor etiologi utama adalah merokok

dan polusi yang lazim terjadi di daerah industri. Polusi udara yang terus menerus juga merupakan

predisposisi infeksi rekuren karena polusi memperlambat aktifitas silia dan fagositosis, sehingga

timbunan mucus meningkat sedangkan mekanisme pertahanannya sendiri lemah. Pada parenkim paru,

penghancuran elemen struktural yang dimediasi protease menyebabkan emfisema. Kerusakan sekat

alveolar menyebabkan berkurangnya elastisitas pada paru dan kegagalan dinamika saluran udara akibat
rusaknya sokongan pada saluran udara kecil non-kartilago. Keseluruhan proses ini mengakibatkan

obstruksi paten pada saluran napas dan timbulnya gejala lainnya yang merupakan karakteristik untuk

PPOK.7

Menurut Robbins et al (2007) terdapat tiga jenis emfisema :

1. Emfisema Sentriasinar (sentrilobular).

Gambaran khas pada emfisema tipe ini adalah pola keterlibatan lobulus, bagian sentral atau

proksimal asinus, yang dibentuk oleh bronkiolus respiratorik, terkena, sementara alveolus distal tidak

terkena, sering terjadi pada lobus atas terutama bagian apeks.

2. Emfisema panasinar (panlobular)

Pada emfisema tipe ini, asinus secara merata membesar dari tingkat bronkiolus respiratorik

hingga alveolus buntu di terminal, sering terjadi di zona paru bawah.

3. Emfisema asinar distal (paraseptal)

Pada bentuk ini, bagian proksimal asinus normal, tetapi bagian distal umumnya terkena.

Emfisema lebih nyata di dekat pleura, di sepanjang septum jaringan ikat lobulus dan tepi lobulus.11

Gambar 1.patofisiologi PPOK7

Normal

Bronkitis kronik
6

Gambar 2. Perubahan dalam bronkitis kronik8

Keterangan: 1. Otot polos pernapasan 5. Ffibrosis

2. epithelium 6. Imflamasi

3. sel goblet 7. Neutrofil

4. Peningkatan jumlah sel goblet 8. mukus

Gambar 3. Bentuk-bentuk morfologi emfisema9

IV. Anatomi dan Fisiologi

A. Anatomi saluran pernapasan

Saluran penghantar udara yang membawa udara ke dalam paru adalah hidung,

faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkeolus. Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkiolus di

lapisi oleh membran mukosa bersilia. Ketika masuk rongga hidung, udara disaring, dihangatkan, dan

dilembabkan. Udara mengalir dari faring menuju laring, laring terdiri dari rangkaian cincin tulang rawan

yang di hubungkan oleh otot-otot dan mengandung pita suara. Ruang berbentuk segitiga di antara pita
suara atau glotis bermuara ke dalam trakea dan membentuk bagian antara saluran pernapasan atas dan

bawah. Glotis merupakan pemisah antara saluran pernapasan atas dan bawah. Trakea disokong oleh

cincin tulang rawan berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 12,5 cm. Struktur

trakea dan bronkus di analogkan sebagai sebuah pohon. Tempat trakea bercabang menjadi bronkus

utama kiri dan kanan di kenal sebagai karina. Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan

bronkus pasme dan batuk berat jika dirangsang.7

Bronkus utama kanan lebih pendek dan lebih lebar dibandingkan dengan bronkus utama kiri dan

merupakan kelanjutan dari trakea yang arahnya hampir vertikal. Sebaliknya, bronkus utama kiri lebih

panjang dan lebih sempit dibandingkan dengan bronkus utama kanan dan merupakan kelanjutan dari

trakea dengan sudut yang lebih tajam. Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi

bronkus lobaris dan kemudian bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronkus

yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu saluran udara

terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkiolus terminalis memiliki garis tengah

kurang lebih 1 mm. bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tetapi dikelilingi oleh otot polos

sehingga ukurannya dapat berubah. Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit

fungsional paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari bronkiolus respiratorius, yang

terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya, duktus alveolaris yang seluruhnya

dibatasi alveolus, dan sakus alveularis terminalis, yaitu struktur terakhir paru.7

Terdapat dua unit parenakim paru yaitu lobulus paru dan asinus paru. Lobulus paru ditunjukkan

oleh struktur yang berasal dari bronkiolus kecil terdiri atas 5-7 bronkiolus terminal dan struktur-struktur

yang lebih distal. Sedangkan asinus paru merupakan struktur yang muncul dari bronkiolus terminal

tunggal dan terdiri atas bronkiolus respiratorik dan alveolus. Bronkiolus respiratorik dilapisi oleh epitel

kuboid yang ikut berperan dalam pertukaran gas. Bronkiolus respiratoris tersebut menuju ke dalam
duktus alveolus. Sakus alveolus timbul sebagai kantung-kantung luar sakular dari duktus alveolus dan

bronkiolus respiratorik. Dinding alveolus memiliki tebal 5-10 mikron dan dilapisi oleh sel pneumosit tipe

II yang merupakan penghasil surfaktan dan berproliferasi cepat bila terjadi cedera alveolus.7

D. Pasokan darah

Paru memiliki pasokan darah ganda. Cabang-cabang arteriole bronkus mengikuti pohon bronkus

dan memiliki fungsi nutritif. Arteri paru terbagi untuk menghasilkan jejaring kapiler, suatu fungsi primer

tempat terjadinya pertukaran gas.

Gambar 4. Anatomi sistem pernapasan7

B. Fisiologi saluran napas

Proses fisiologi pernapasan yaitu proses O2 dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan,

dan CO2 dikeluarkan ke udara ekspirasi, dapat dibagi menjadi tiga

stadium. Stadium pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan keluar paru.

Stadium kedua transportasi, yang harus ditinjau dari beberapa aspek : 1) difusi gas-gas antara alveolus

dan kapiler paru (respirasi eksterna), 2) distribusi darah dalam sirkulasi pulmonari dan penyesuaiannya

dengan reaksi kimia fisik dari O2 dan CO2 dengan darah. Respirasi sel atau respirasi interna merupakan

stadium akhir respirasi, yaitu saat zat-zat di oksidasi untuk mendapatkan energi, dan CO2 terbentuk

sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru.7

Volume dan kapasitas paru merupakan gambaran fungsi ventilasi sistem pernapasan.

Dengan mengetahui besarnya volume dan kapasitas pernapasan dapat diketahui besarnya kapasitas

ventilasi maupun ada tidaknya kelainan fungsi ventilasi.


Volume tidal adalah volume udara masuk dan keluar paru pada saat bernapa biasa, besarnya kira-kira

500 mililiter. Volume cadangan inspirasi adalah volume udara yang masih dapat diinspirasi setelah

bernapas biasa, jumlahnya biasanya 3.000 mililiter. Volume cadangan ekspirasi yaitu volume udara yang

masih dapat dikeluarkan sesudah ekspirasi biasa, jumlah normalnya 1100 mililiter dan volume residu

yaitu volume udara yang masih tertinggal di dalam paru sesudah ekspirasi maksimal, jumlahnya kira-kira

1200 mililiter. Kapasitas inspirasi dalah volume tidal tambah volume cadangan inspirasi, jumlah udara

kira-kira 3500 mililiter. Kapasitas residu fungsional adalah volume residu tambah volume cadangan

inspirasi, jumlahnya kira-kira 2300 mililiter. Kapasitas vital sama dengan volume tidal tambah volume

cadangan inspirasi tambah volume cadangan ekspirasi. Dan kapasitas paru total sama dengan jumlah

seluruh volume paru, jumlahnya kira-kira 5800 mililiter. Pada pemeriksaan funggsi paru yang lazim

digunakan yaitu alat yang disebut spirometri. Dari hasil pemeriksaan dapat ditemukan gangguan

fungsional ventilasi seseorang. Jenis gangguan dapat digolongkan menjadi 2 yaitu gangguan fungsi paru

obstruktif (hambatan aliran udara) dan restriktif (hambatan pengembangan paru).

Seseorang dianggap mempunyai gangguan fungsi paru obstruktif nilai FEV 1 kurang dari 75 % dan

menderita gangguan fungsi paru restriktif bila nilai kapasitas paru kurang dari 80 % dibanding dengan

nilai dasar.10, 11

Gambar 5. Volume dan kapasitas paru11

V. Diagnosis

A. Gambaran Klinis

1. Anamnesis

a. Batuk kronik selama 3 bulan per tahun berlangsung minimal 2 tahun


b. Batuk produktif kronik

c. Sesak napas saat melakukan aktivitas

d. Faktor risiko PPOK12

2. Pemeriksaan fisik

pernapasan Pursed-lips (mulut setengah terkatup), takipnea, dada emfimatous atau barrel chest,

sela iga melebar, sternum menonjol, retraksi intercostal saat inspirasi, penggunaan otot bantu

pernapasan, bunyi napas vesikuler melemah, ekspirasi memanjang, ronki kering atau wheezing dan

bunyi jantung terdengar jauh.12

B. Gambaran Radiologi

1. Foto troraks

a. Emfisema

1) Hiperinflasi dada

a) diafragma datar dan rendah dengan pergerakan yang terbatas saat inspirasi dan ekspirasi.

b) peningkatan diameter AP dada dengan perluasan pada rongga retrosternal (barrel chest).

c) penampakan bayangan jantung yang tipis, panjang, dan sempit, diafragma rendah.13

2) Perubahan vaskular

a) paru secara umum dipengaruhi oleh distribusi vaskularisasi pulmonal yang secara abnormal tidak rata;

pembuluh darah menjadi lebih tipis, disertai hilangnya gradasi halus normal dari pembuluh darah yang

berasal dari hilus menuju perifer.


b) Hipertensi pulmonal menyebabkan corpulmonal. Arteri pulmonal proksimal secara proggresi membesar

dan menyebabkan gagal jangtung kanan.13

3) Bullae

Rongga menyerupai kista sering terbentuk akibat rupturnya alveolus yang melebar. Pada film

dada, rongga tersebut tampak sebagai daerah translusen dengan dindingnya terlihat sebagai bayangan

kurva linear menyerupai garis rambut. Bullae memiliki ukuran bervariasi hingga menempati bagian yang

luas pada hemitoraks, menggantikan dan mendesak paru normal di dekatnya. 13

Gambar 6. Emfisema: foto toraks, posisi postero-anterior dan lateral, menunjukkan hiperlusen dengan berkurangnya
gambaran vaskuler paru, diafragma letak rendah dan sela iga melebar, bayangan jantung ramping.9 14

Gambar 7. Emfisema centrilobular (CLE): foto toraks, posisi postero-anterior menunjukkan hiperinflasi paru-paru
(diafragma datar dan bayangan jantung yang kecil) dan peningkatan translusen pada paru atas dengan
vascular menipis dan loss of arborization.9

Gambar 8. Panlobular emfisema (PLE): foto toraks posisi postero-anterior dan lateral projections, tampak hiperinflasi
paru-paru dan peningkatan translusen pada paru bawah dengan vascular menipis.9

Gambar 9. Sebuah bulla besar pada lapangan paru kanan pada pasien COPD9

b. bronkitis kronik

Penyakit bronkitis kronik tidak selalu memperlihatkan gambaran khas pada foto toraks. Pada

foto rontgen hanya tampak corakan bronkovaskular yang ramai di bagian basal paru. Secara radiologi

bronkitis kronik dibagi dalam 3 golongan yaitu, ringan, sedang dan berat. Pada golongan yang ringan

didapatkan corakan paru yang ramai di bagian basal paru. Pada golongan sedangkan, selain terdapat

corakan paru yang ramai juga terdapat emfisema dan kadang-kadang disertai bronkiektasis di
parakardial kanan dan kiri. Sedangkan golongan yang berat ditemukan hal-hal tersebut di atas dan

disertai cor pulmonal sebagai komplikasi bronkitis kronik.15

Gambar 10. Bronkitis kronik: foto toraks posisi postero-anterior, tampak corakan bronkovaskular yang ramai.9

Gambar 11. foto toraks posisi postero-anterior bronkitis kronik disertai emfisema15

2. CT scan

a. Emfisema

1) Emfisema centrilobular

Emfisema centrilobular adalah jenis yang paling umum dari emfisema paru dan ditandai oleh

pembesaran ruang udara centriacinar, dengan efek utama terjadi di bronkiolus proksimal. Pada

Emfisema centrilobular, corakan vascular paru menurun pada atau dekat pusat lesi. HRCT pada awal

emfisema centriacinar menunjukkan area kecil centrilobular merata dengan pembesaran ruang udara,
sekitar parenkim paru mengalami kompresi dan batas yang jelas dapat diamati antara daerah

emphysematous dan paru-paru normal.16

Gambar 12. CT Scan pada pasien dengan emfisema centriacinar tampak multipel, gambaran bulat lusen dengan
berbagai ukuran yang dikelilingi oleh parenkim yang normal 16

2) Emfisema panlobular

Emfisema panlobular ditandai oleh dilatasi seluruh ruang udara dari bronkiolus pernapasan ke

alveoli, sehingga perubahan emphysematous didistribusikan secara merata dalam lobulus sekunder.

Emfisema panacinar ditandai dengan penurunan kepadatan paru pada area pembesaran pada CT

dengan batas sulit untuk ditentukan, corakan pembuluh darah di daerah yang terlibat menurun karena

overinflation pada ruang udara. Defisiensi antitrypsin Alpha 1-diperkirakan menjadi penyebab utama

panacinar emfisema. Karakteristik yang membedakan panacinar emfisema dari centriacinar emfisema

adalah sebagai berikut: penyakit dominan pada paru-paru bagian bawah, tingkat inflasi paru-paru lebih

besar daripada di centriacinar emfisema, ada kecenderungan jalan napas akan menyempit.16

Gambar 13. Panacinar emfisema: HRCT scan menunjukkan pengurangan difus pada parenkim paru - khas pada
emfisema panacinar 16

3) Emfisema asinar distal (paraseptal)

Distal asinar emfisema ditandai dengan daerah fokal emfisema subpleural. Asinar distal atau

emfisema paraseptal ditandai dengan pembesaran ruang udara di sekitar asinus. Luas lesi biasanya

terbatas, terjadi paling sering sepanjang permukaan dorsal paru bagian atas. Para pasien biasanya tanpa

gejala, tetapi emfisema asinar distal dianggap menjadi penyebab pneumotoraks pada orang dewasa

muda.16

Gambar 14. HRCT scan menunjukkan area subpleural kecil yang hyperlusen karakteristik emfisema paraseptal16

4) Emfisema bulla
Gambar 15. Daerah desktruktif mutipel yang menyebabkan bullae dengan berbagai ukuran (pada tanda panah)1

C. Pemeriksaan Laboratorium, PA dan faal paru

1. Laboratorium

Pemeriksaan analisis gas darah, mungkin normal. Pada stadium lanjut Po2 turun dan Pco2

meningkat, khususnya pada keadaan eksaserbasi.1

2. Patologi Anatomi

a) Emfisema

Diagnosis dan klasifikasi emfisema terutama tergantung pada gambaran makroskopik paru.

Emfisema panasinar, jika sudah berkembang sempurna menyebabkan paru membesar dan pucat. Pada

emfisema sentriasinar paru tampak lebih merah muda dibanding emfisema panasinar dan tidak terlalu

membesar, kecuali jika penyakit berada dalam tahap lanjut. Secara umum pada emfisema sentriacinar

2/3 paru lebih parah terkena daripada bagian bawah paru, dan pada kasus berat mungkin terlihat bulla

emfisematous. Secara histologi terjadi penipisan dan kerusakan dinding alveolus. Pada penyakit tahap

lanjut, alveolus yang berdekatan menyatu dan membentuk ruang udara besar. Bronkus terminalis dan

respiratorik mungkin mengalami deformitas karena hilangnya septum yang membantu menambatkan

struktur ini di parenkim.dengan hilangnya jaringan elastis di septum alveolus, terjadi penurunan traksi

radial di saluran napas halus. Akibatnya, saluran ini cenderung kolaps saat ekspirasi (suatu penyebab

penting obstruksi kronis aliran udara pada emfisema berat). Selain berkurang alveolus jumlah kapiler

olveolus juga menyusut.17


Gambar 16. Alveoli normal17

Gambar 17. Emfisema paru, terjadi pembesaran mencolok ruang udara disertai penipisan dan kerusakan septum
alveolus.17 18

b) Bronkitis kronik

secara makroskopik, lapisan mukosa saluran napas besar biasanya hiperemik dan membengkak

oleh cairan edema. Mukosa ini sering tertutup oleh lapisan sekresi musinosa atau mukopurulen. Secara

histologi gambaran diagnostik pada bronkitis kronik di trakea dan bronkus besar adalah membesarnya

kelenjar penghasil mukus. Seiring ditemukannya penambahan sel goblet di epitel disertai hilangnya sel

epitel bersilia. Seiring dengan terjadinya metaplasia skuamosa, diikuti oleh perubahan displastik di

lapisan sel epitel. Sering terdapat sel radang dengan kepadatan bevariasi, terutama terdiri atas sel

mononukleus yang kadang-kadang bercampur dengan neutrofil.17

Gambar 18. Bronkitis kronis. Penebalan mencolok pada lapisan kelenjar mukosa dan metaplasia skuamosa
epitel paru17

3. Faal paru

Diagnosis PPOK ditegakkan dengan spirometri, yang menunjukkan volume ekspirasi paksa dalam

1 detik (forced expiratory volume in 1 s / FEV1) < 80% dari nilai yang diperkirakan dan rasio FEV1 :

kapasitas vital paksa (force vital capacity / FVC ) < 70%.1 Uji bronkodilator: FEV1 pasca bronkodilator

<80% prediksi.12

Klasifikasi PPOK menurut national Heart, Lung and Blood Institute dan WHO yaitu sebagai

berikut,
Stadium PPOK Karateristik

0 (beresiko PPOK) Spirometri normal

Kelainan kronik (batuk, sputum produktif)

I (PPOK ringan) VEP1 / KVP < 70%

VEP1 > 80% prediksi

Dengan / tanpa keluhan kronik (batuk, sputum produktif)

II (PPOK sedang) VEP1 / KVP < 70%

30% < VEP1 < 80% prediksi

(II A: 50%<VEP1<80 prediksi)

(II B: 30%<VEP1<50 prediksi)

Dengan / tanpa keluhan kronik (batuk, sputum produktif)

III (PPOK berat) VEP1 / KVP < 70%

VEP1 < 30% prediksi atau VEP1 <50% prediksi + gagal napas

Tabel 1. Klasifikasi PPOK12

VI. Diagnosa Banding

Diagnosa banding PPOK berdasarkan gambaran radiologinya yaitu pneumotaks.

Gambar 19. Pneumotoraks kanan, tampak hiperlusen avaskuler pada paru kanan13

Gambar 20. Pneumotoraks kanan dengan kolaps pada semua lobus terutama pada lobus tengah dan bawah paru
kanan19
A

Gambar 20. Pneumothoraks: A. pada sisi kanan tanpa kolaps paru, B. pada sisi kiri dengan kolaps paru20

VII. Komplikasi

Komplikasi PPOK yaitu gagal napas, korpulmonal dan septicemia.12

VIII. Penatalaksaan

A. Mengurangi Faktor Risiko

Untuk mengurangi faktor risiko PPOK maka diperlukan, edukasi motivasi berhenti merokok dan.

farmakoterapi stop merokok.12

B. Terapi PPOK Stabil

1. Terapi Farmakologis

a) Bronkodilator

Secara inhalasi (MDI), kecuali preparat tak tersedia / tak terjangkau

Rutin (bila gejala menetap) atau hanya bila diperlukan(gejala intermitten)

3 golongan :

- Agonis -2: fenopterol, salbutamol, albuterol,terbutalin, formoterol, salmeterol

- Antikolinergik: ipratropium bromid, oksitroprium bromide

- Metilxantin: teofilin lepas lambat, bila kombinasi -2dan steroid belum memuaskan

Dianjurkan bronkodilator kombinasi daripada meningkatkan dosis bronkodilator monoterapi.12

b) Steroid, pada:
PPOK yang menunjukkan respon pada uji steroid

PPOK dengan VEP1 < 50% prediksi (derajat IIB dan III)

Eksaserbasi akut.

c) Obat-obat tambahan lain

Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator) : ambroksol,karbosistein, gliserol iodide

Antioksidan : N-Asetil-sistein

Imunoregulator (imunostimulator, imunomodulator): tidak rutin

Antitusif : tidak rutin

Vaksinasi : influenza, pneumokokus12

2. Terapi Non-Farmakologis

Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan pernapasan, rehabilitasi psikososial.

Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari): pada PPOKderajat III,

o PaO2 < 55 mmHg atau SaO2 < 88% dengan / tanpa hiperkapnia

o PaO2 55-60 mmHg atau SaO2 < 88% disertai hipertensi pulmonal, edema perifer karena gagal jantung,

polisitemia.

Nutrisi

Pembedahan pada PPOK berat12

C. Terapi PPOK eksaserbasi akut


Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rumah: bronkodilator seperti pada PPOK stabil, dosis

4-6 kali 2-4 hirup perhari steroid oral dapat diberikan selama 10-14 hari. Bila infeksi, diberi antibiotiks

spektrum luas.

Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit:

- terapi oksigen terkontrol, melalui canul nasal atau venture mask

- bronkodilator: inhalasi agonis 2 + antikolinergik. Pada eksaserbasi akut berat + aminofilin (0,5

mg/kgbb/jam)

- steroid: prednisolon 0-40 mg PO selama 10-14 hari. Steroi intarvena pada keadaan berat

- antibiotik spektrum luas

- ventilasi mekanik pada gagal napas akut atau kronik12

Gambar 4. Panduan umum terapi PPOK berdasarkan keparahan penyakitnya3

IX. Prognosis

Dubia tergantung dari stage, penyakit paru komorbid, penyakit komorbid lain. Orang yang

berhenti merokok sebelum berumur 50 tahun mempunyai setengah risiko kematian pada 15 tahun yang

akan datang dibandingkan dengan orang yang masih terus merokok.5, 12

X. Daftar Pustaka

1. Rubenstein D, Waine D, Bradley J. Kedokteran klinis. Edisi 6. Jakarta: Erlangga; 2007.hal.273-275.


2. Anwar D, Chan Y, Basyar M . Hubungan derajat sesak napas penderita penyakit paru obstruktif kronik
menurut kuesioner modified medical research council scale dengan derajat penyakit paru obstruktif
kronik. [serial online] 2013. [cited 2013 May 06]; 200-1. Available from: http://jurnalrespirologi.org/wp-
content/uploads/2013/01/jri-32-4-200-7.pdf.

3. Stoloff SW. Diagnosis and treatment of patients with chronic obstructive pulmonary disease in the
primary care setting: focus on the role of spirometry and bronchodilator reversibility. [serial online]
2011. [cited 2013 May 07]; 9. Available from: http://www.jfponline. com/pdf/Supp/SupplJFP_COPD.pdf.

Anda mungkin juga menyukai