Bronkitis ( bronchitis ) adalah peradangan (inflamasi) pada selaput lendir (mukosa) bronchus
(saluran pernafasan dari trachea hingga saluran napas di dalam paru-paru). Peradangan ini
mengakibatkan permukaan bronchus membengkak (menebal) sehingga saluran pernapasan relatif
menyempit.
Bronkitis terbagi atas 2 jenis, yakni: bronkitis akut dan bronkitis kronis. Perlu diingat bahwa
istilah akut dan kronis adalah terminologi (istilah) berdasarkan durasi berlangsungnya penyakit,
bukan berat ringannya penyakit.
BRONKITIS AKUT
Bronkitis akut pada umumnya ringan. Berlangsung singkat (beberapa hari hingga beberapa
minggu), rata-rata 10-14 hari. Meski ringan, namun adakalanya sangat mengganggu, terutama
jika disertai sesak, dada terasa berat, dan batuk berkepanjangan.
PENYEBAB
Penyebab tersering Bronkitis akut adalah virus, yakni virus influenza, Rhinovirus, Adenivirus,
dan lain-lain. Sebagian kecil disebabkan oleh bakteri (kuman), terutama Mycoplasma
pnemoniae, Clamydia pnemoniae, dan lain-lain.
TANDA TANDA
Pemeriksaan:
Adapun pemeriksaan dahak maupun rontgen dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa
dan untuk menyingkirkan diagnosa penyakit lain.
PENGOBATAN
Sebagian besar pengobatan bronkitis akut bersifat simptomatis (meredakan keluhan). Obat-obat
yang lazim digunakan, yakni:
Antitusif (penekan batuk): DMP (dekstromethorfan) 15 mg, diminum 2-3 kali sehari.
Codein 10 mg, diminum 3 kali sehari. Doveri 100 mg, diminum 3 kali sehari. Obat-obat
ini bekerja dengan menekan batuk pada pusat batuk di otak. Karenanya antitusif tidak
dianjurkan pada kehamilan dan bagi ibu menyusui. Demikian pula pada anak-anak, para
ahli berpendapat bahwa antitusif tidak dianjurkan, terutama pada anak usia 6 tahun ke
bawah. Pada penderita bronkitis akut yang disertai sesak napas, penggunaan antitusif
hendaknya dipertimbangkan dan diperlukan feed back dari penderita. Jika penderita
merasa tambah sesak, maka antitusif dihentikan.
Ekspektorant: adalah obat batuk pengencer dahak agar dahak mudah dikeluarkan
sehingga napas menjadi lega. Ekspektorant yang lazim digunakan diantaranya: GG
(glyceryl guaiacolate), bromhexine, ambroxol, dan lain-lain.
Antibiotika. Hanya digunakan jika dijumpai tanda-tanda infeksi oleh kuman berdasarkan
pemeriksaan dokter.
Diskripsi Rontgen.
Penderita biasanya membaca hasil rontgen sebelum menyerahkannya ke dokter. Tak jarang
diskripsi hasil rontgen membuat penderita ketakutan. Untuk itu, andaikata ada kalimat yang tidak
jelas pada diskripsi hasil rontgen, seyogyanya menanyakannya kepada dokter.
cuplikan diskripsi hasil rontgen
Cor : bentuk dan besarnya dalam batas normal. Cor adalah nama lain dari jantung.
Pulmo : nampak gambaran infiltrat dan seterusnya corakan ramai pada hemithorax
kanan dan kiri dan seterusnya. Pulmo adalah jaringan paru.
Nah, corakan ramai inilah yang kerap menimbulkan tanda tanya penderita, bahkan tak jarang
penderita ketakutan, sampai-sampai ada yang tidak bisa tidur, sebelum mendapatkan penjelasan
dokter. Apa pasal ? Ya itu tadi, ada yang menganggap kata corakan identik dengan krowok
(bahasa jawa: berlubang). Padahal sejatinya corakan ramai adalah terjemahan dari
peningkatan bronchovascular pattern yang artinya gambaran pembuluh darah disekitar
bronkus. Dalam keadaan normal, bronchovascular pattern tidak melebihi setengah dari garis
vertikal salah satu bagian paru-paru (hemithorax). Pada keadaan tertentu, bronchovascular
pattern meningkat melebihi setengah garis vertikal salah satu bagian paru (paru kanan atau paru
kiri), termasuk pada bronkitis.
BRONKITIS KRONIS
Berdasarkan waktu berlangsungnya penyakit, Bronkitis akut berlangsung kurang dari 6 mingu
dengan rata-rata 10-14 hari, sedangkan Bronkitis kronis berlangsung lebih dari 6 minggu. Secara
umum keluhan pada Bronkitis kronis dan Bronkitis akut hampir sama. Hanya saja keluhan pada
Bronkitis kronis cenderung lebih berat dan lebih lama. Hal ini dikarenakan pada Bronkitis kronis
terjadi penebalan (hipertrofi) otot-otot polos dan kelenjar serta berbagai perubahan pada saluran
pernapasan.
Secara klinis, Bronkitis kronis merupakan penyakit saluran pernapasan yang ditandai dengan
batuk berdahak sedikitnya 3 bulan dalam setahun selama 2 tahun berturut-turut.
ANGKA KEJADIAN
Bronkitis kronis dapat dialami oleh semua ras tanpa ada perbedaan. Frekuensi angka kesakitan
Bronkitis kronis lebih kerap terjadi pada pria dibanding wanita. Hanya saja hingga kini belum
ada angka perbandingan yang pasti. Usia penderita Bronkitis kronis lebih sering dijumpai di atas
50 tahun.
FAKTOR PENYEBAB
Faktor-fakor penyebab tersering pada Bronkitis kronis adalah: asap rokok (tembakau), debu dan
asap industri, polusi udara.
Disebutkan pula bahwa Bronkitis kronis dapat dipicu oleh paparan berbagai macam polusi
industri dan tambang, diantaranya: batubara, fiber, gas, asap las, semen, dan lain-lain. ( Jazeela
Fayyaz, DO, Jun 17, 2009 )
Batuk dengan dahak atau batuk produktif dalam jumlah yang banyak. Dahak makin
banyak dan berwarna kekuningan (purulen) pada serangan akut (eksaserbasi). Kadang
dapat dijumpai batuk darah.
pada pemeriksaan dengan stetoskop (auskultasi) terdengar suara krok-krok terutama saat
inspirasi (menarik napas) yang menggambarkan adanya dahak di saluran napas.
1. Bronkitis kronis ringan ( simple chronic bronchitis), ditandai dengan batuk berdahak dan
keluhan lain yang ringan.
Untuk membedakan ketiganya didasarkan pada riwayat penyakit dan pemeriksaan klinis oleh
dokter disertai pemeriksaan penunjang (jika diperlukan), yakni radiologi (rontgen), faal paru,
EKG, analisa gas darah.
PENGOBATAN
Para penderita Bronkitis kronis seyogyanya periksa dan berkonsultasi ke dokter manakala
mengalami keluhan-keluhan batuk berdahak dan lama, sesak napas, agar segera mendapatkan
pengobatan yang tepat.
Semoga bermanfaat.
Sumber :
PDT Ilmu Penyakit Paru FK Unair, RSU Dr. Soetomo, edisi 3, 2005.
Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Dalam, Lawrence M, Tierney, Jr, MD et all, 2002.
BRONKITIS
A. KONSEP DASAR
1. DEFINISI
Bronkitis kronik didefinisikan sebagai suatu gangguan paru obstruktif yang ditandai
oleh produksi mukus berlebihan di saluran napas bawah selama paling kurang 3
bulan berturut-turut dalam setahun untuk 2 tahun berturut-turut.
2. ETIOLOGI
Bronkitis akut
Bronkitis akut mungkin sebagai akibat cedera bahan kimia secara langsung dari
polutan udara, seperti asap, sulfur dioksida dan klorin.
Bronkitis kronik
Tidak dapat diingkari bahwa bronkitis kronik hampir seluruhnya disebabkan oleh
merokok. Di Inggris, sebelum Undang-undang Udara Bersih tahun 1956, polusi
udara kota merupakan faktor yang signifikan. Tetapi insiden bronkitis kronik dalam
waktu lebih dari 10 tahun tetap sama walaupun polusi udara telah berkurang.
3. PATOFISIOLOGI
4. MANIFESTASI KLINIK
Bronkitis akut
Produksi mukus kental.
Batuk produktif dengan dahak purulen.
Dispneu
Demam
Suara serak
Ronki (bunyi paru diskontinyu yang halus atau kasar) terutama sewaktu inspirasi.
Nyeri dada kadang-kadang timbul.
Bronkitis kronik
Batuk yang sangat produktif, purulen, dan mudah memburuk oleh iritan-iritan
inhalan, udara, atau infeksi.
Sesak napas dan dispneu.
5. KOMPLIKASI
Hipertensi paru akibat vasokonstriksi hipoksik paru yang kronik, yang akhirnya
dapat menyebabkan kor pulmonale.
Dapat timbul kanker paru akibat metaplasia dan displasia.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Bronkitis akut
Pemeriksaan sinar-X toraks mungkin memperlihatkan bronkitis akut.
Bronkitis kronik
Analisis gas darah memperlihatkan penurunan oksigen arteri dan peningkatan
karbon dioksida arteri.
Polisitemia (peningkatan konsentrasi sel darah merah) terjadi akibat hipoksia
kronik yang disertai sianosis, menyebabkan kulit berwarna kebiruan.
Pemeriksaan sinar-X toraks dapat membuktikan adanya bronkitis kronik.
7. PENATALAKSANAAN
Bronkitis akut
Antibiotik untuk mengobati infeksi.
Peningkatan asupan cairan dan ekspektoran untuk mengencerkan dahak.
Istirahat untuk mengurangi kebutuhan oksigen.
Bronkitis kronik
Penyuluhan agar pasien menghindari pajanan iritan lebih lanjut, terutama asap
rokok.
Terapi antibiotik profilaktik, terutama pada musim-musim dingin, untuk
mengurangi insidens infeksi saluran napas bawah, karena setiap infeksi akan
semakin meningkatkan pembentukan mukus dan pembengkakan.
Karena banyak pasien yang mengalami spasme saluran napas akibat bronkitis
kronik yang mirip dengan spasme pada asma kronik, maka sering diberikan
bronkodilator.
Ekspektoran dan peningkatan asupan cairan untuk mengencerkan mukus.
Mungkin diperlukan terapi oksigen.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
Aktivitas/istirahat
Gejala: Keletihan, kelelahan, malaise, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
sehari-hari karena sulit bernapas, ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam
posisi duduk tinggi, dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas
atau latihan.
Tanda: Keletihan, gelisah, insomnia, kelemahan umum/kehilangan massa otot.
Sirkulasi
Gejala: Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Tanda: Peningkatan TD, peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat, disritmia,
distensi vena leher (penyakit berat), edema dependen, bunyi jantung redup, warna
kulit/membran mukosa: normal atau abu-abu/ sianosis; kuku tabuh dan sianosis
perifer, pucat dapat menunjukkan anemia.
Integritas ego
Gejala: Peningkatan faktor resiko, perubahan pola hidup.
Tanda: Ansietas, ketakutan, peka rangsang.
Makanan/cairan
Gejala: Mual/muntah, ketidakmampuan untuk makan karena distres pernapasan,
peningkatan berat badan menunjukkan edema.
Tanda: Turgor kulit buruk, edema dependen, berkeringat, palpitasi abdominal dapat
menyatakan hepatomegali.
Higiene
Gejala: Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
aktivitas sehari-hari.
Tanda: Kebersihan buruk, bau badan.
Pernapasan
Gejala: lapar udara kronis, batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari
(terutama pada saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun
sedikitnya 2 tahun, produksi sputum (hijau, putih, atau kuning) dapat banyak sekali,
riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan pernapasan dalam
jangka panjang, penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus.
Tanda: Pernapasan: biasanya cepat, dapat lambat; fase ekspirasi memanjang
dengan mendengkur, lebih memilih posisi tiga titik (tripot) untuk bernapas,
penggunaan otot bantu pernapasan, dada: dapat terlihat hiperinflasi dengan
peninggian diameter AP (bentuk-barrel); gerakan diafragma minimal, bunyi napas:
menyebar, lembut, atau krekels lembab kasar, perkusi: bunyi pekak pada area paru,
kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus, warna: pucat
dengan sianosis bibir dan dasar kuku; abu-abu keseluruhan; warna merah biru
menggembung.
Keamanan
Gejala: Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat/faktor lingkungan,
adanya/berulangnya infeksi.
Seksualitas
Gejala: Penurunan libido.
Interaksi sosial
Gejala: Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, kegagalan dukungan
dari/terhadap pasangan/orang terdekat, penyakit lama atau ketidakmampuan
membaik.
Tanda: Ketidakmampuan untuk membuat/mempertahankan suara karena distres
pernapasan, keterbatasan mobilitas fisik, kelalaian hubungan dengan anggota
keluarga lain.
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Penggunaan/penyalahgunaan obat pernapasan, kesulitan menghentikan
merokok, penggunaan alkohol secara teratur, kegagalan untuk membaik
Pertimbangan: DRG menunjukkan rerata lama dirawat: 5,9 hari.
Rencana pemulangan: Bantuan dalam berbelanja, transportasi, kebutuhan
perawatan diri, perawatan rumah/mempertahankan tugas rumah, perubahan
pengobatan/program terapeutik.
III. INTERVENSI
Intervensi:
1) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan otot aksesori, napas
bibir, ketidak mampuan bicara/berbincang.
R/ Berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan/atau kronisnya proses
penyakit.
2) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah
untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai
kebutuhan/toleransi individu.
R/ Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan
napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea, dan kerja napas.
3) Berikan bronkodilator sesuai yang diharuskan. Dapat diberikan peroral, IV, rektal,
atau inhalasi. Berikan bronkodilator oral atau IV pada waktu yang berselingan
dengan tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur, atau IPPB untuk memperpanjang
keefektifan obat. Observasi efek samping: takikardia, disritmia, eksitasi SSP, mual
dan muntah.
R/ Bronkodilator mendilatasi jalan napas dan membantu melawan edema mukosa
bronkial dan spasme muskular. Karena efek samping dapat terjadi pada tindakan
ini, dosis obat disesuaikan dengan cermat untuk setiap pasien, sesuai dengan
toleransi dan respons klinisnya.
4) Evaluasi efektivitas tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur, atau IPPB. Kaji
penurunan sesak napas, penurunan mengi atau krekels, kelonggaran sekresi,
penurunan ansietas. Pastikan bahwa tindakan diberikan sebelum makan untuk
menghindari mual dan untuk mengurangi keletihan yang menyertai aktivitas
makan.
R/ Mengkombinasikan medikasi dengan aerosolized bronkodilator nebulisasi
biasanya digunakan untuk mengendalikan bronkokonstriksi. Pemberian tindakan
yang tidak tepat akan mengurangi keefektifannya. Aerolisasi memudahkan klirens
bronkial, membantu mengendalikan proses inflamasi, dan memperbaiki fungsi
ventilasi.
5) Instruksikan dan berikan dorongan pada pasien pada pernapasan diafragmatik
dan batuk yang efektif.
R/ Teknik ini memperbaiki ventilasi dengan membuka jalan napas & membersihkan
jalan napas dari sputum. Perbaikan pertukaran gas.
6) Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi
pasien.
R/ Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia.
Intervensi:
1) Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung.
Memberikan air hangat. Anjurkan masukan cairan antara, sebagai pengganti
makan.
R/ Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret, mempermudah pengeluaran.
Penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan selama
makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.
2) Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan diafragmatik dan
batuk.
R/ Teknik ini akan membantu memperbaiki ventilasi dan untuk menghasilkan sekresi
tanpa menyebabkan sesak napas dan keletihan.
3) Berikan humidifikasi tambahan, mis: nebuliser ultranik, humidifier aerosol
ruangan.
R/ Kelembaban menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran dan
dapat membantu menurunkan/mencegah pembentukan mukosa tebal pada
bronkus.
4) Bantu pengobatan pernapasan, mis: IPPB, fisioterapi dada.
R/ Drainase postural dan perkusi bagian penting untuk membuang banyaknya
sekresi/kental dan memperbaiki ventilasi pada segmen dasar paru.
5) Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan pada dokter
dengan segera: peningkatan sputum, perubahan dalam warna sputum, peningkatan
kekentalan sputum, peningkatan napas pendek, rasa sesak di dada, keletihan,
peningkatan batuk.
R/ Infeksi pernapasan minor yang tidak memberikan konsekuensi pada individu
dengan paru-paru yang normal dapat menyebabkan gangguan fatal. Pengenalan
diri sangat penting.
6) Berikan antibiotik sesuai resep dokter.
R/ Antibiotik untuk mencegah atau mengatasi infeksi.
Intervensi:
1) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan.
Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
R/ Pasien distres pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi
sputum, dan obat.
2) Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali
pakai dan tisu.
R/ Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap napsu
makan dan dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan napas.
3) Dorong periode istirahat selama 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan
makan porsi kecil tapi sering.
R/ Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan
kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total.
4) Konsultasikan dengan ahli gizi/nutrisi pendukung tim untuk memberikan
makanan yang mudah di cerna, secara nutrisi seimbang, mis: tambahan
oral/selang, nutrisi parenteral.
R/ Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi/kebutuhan individu
untuk memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal pasien/penggunaan
energi.
5) Kaji pemeriksaan laboratorium, mis: albumin serum, transferin, profil asam
amino, besi, pemeriksaan keseimbangan nitrogen, glukosa, pemeriksaan fungsi
hati, elektrolit. Berikan vitamin/mineral/elektrolit sesuai indikasi.
R/ Mengevaluasi/mengatasi kekurangan dan mengawasi keefektifan terapi nutrisi.
6) Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.
R/ Menurunkan dispnea dan meningkatkan energi untuk makan meningkatkan
masukan.
Intervensi:
1) Ajarkan klien untuk mengkoordinasikan pernapasan diafragmatik dengan
aktivitas (mis: berjalan, membungkuk).
R/ Akan memungkinkan klien untuk lebih aktif dan untuk menghindari keletihan
yang berlebihan atau dispnea selama aktivitas.
2) Berikan dorongan untuk mulai mandi sendiri, berpakaian sendiri, berjalan, dan
minum cairan. Bahas tentang tindakan penghematan energi.
R/ Sejalan dengan teratasinya kondisi, klien mampu melakukan lebih banyak namun
perlu didorong untuk menghindari peningkatan ketergantungan.
3) Ajarkan tentang drainase postural bila memungkinkan.
R/ Memberikan dorongan untuk terlibat dalam perawatan dirinya, membangun
harga diri dan menyiapkan klien untuk mengatasinya di rumah.
5. Koping individu tidak efektif b/d kurang sosialisasi, ansietas, depresi, tingkat
aktivitas rendah, dan ketidakmampuan untuk bekerja.
Tujuan: Mendapatkan mekanisme koping yang efektif dan ikut serta dalam program
rehabilisasi paru.
Intervensi:
1) Mengadopsi sikap yang penuh harapan dan memberikan semangat yang
ditujukan pada klien.
R/ Suatu perasaan harapan atau memberikan klien sesuatu yang dapat dikerjakan
dan bukan sikap yang merasa kalah tidak berdaya.
2) Dorong aktivitas sampai tingkat toleransi gejala.
R/ Aktivitas mengurangi ketegangan dan mengurangi tingkat dispnea sejalan
dengan klien menjadi terkondisi.
3) Ajarkan teknik relaksasi atau berikan rekaman untuk relaksasi bagi klien.
R/ Relaksasi mengurangi stress dan ansietas serta membantu klien untuk mengatasi
ketidakmampuannya.
4) Daftarkan klien pada program rehabilitasi pulmonari bila tersedia.
R/ Program rehabilitasi paru telah menunjukkan dapat meningkatkan perbaikan
subjektif status dan harga diri pasien juga meningkatkan toleransi latihan serta
mengurangi hospitalisasi.
5) Sarankan konseling vokasional untuk menggali kesempatan alternatif pekerjaan
(jika memungkinkan).
R/ Modifikasi pekerjaan mungkin harus dibuat dan sumber-sumber yang sesuai
digunakan untuk mencapai tujuan ini.
Intervensi:
1) Bantu klien mengerti tentang tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek.
Ajarkan klien tentang penyakit dan perawatannya.
R/ Klien harus mengetahui bahwa ada rencana dan metode dimana ia memainkan
peranan yang besar, pasien harus mengetahui apa yang diperkirakan. Mengajarkan
klien tentang kondisinya adalah salah satu aspek yang paling penting dari
perawatannya; tindakan ini akan menyiapkan klien untuk hidup dalam dan
mengatasi kondisi serta memperbaiki kualitas hidup.
2) Diskusikan keperluan untuk berhenti merokok, berikan informasi tentang sumber-
sumber kelompok.
R/ Asap tembakau menyebabkan kerusakan pasti pada paru dan menghilangkan
mekanisme proteksi paru-paru. Aliran udara terhambat dan kapasitas paru
menurun.
IV. EVALUASI
1. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA
dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernapasan.
2. Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih/ jelas.
3. Menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan/atau
mempertahankan berat yang tepat.
4. Kemandirian dalam aktivitas perawatan diri.
5. Mendapatkan mekanisme koping yang efektif dan ikut serta dalam program
rehabilisasi paru.
6. Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 1. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
J.C.E. Underwood. 1999. Patologi Umum dan Sistematik Ed.2 Vol 2. EGC. Jakarta.
a. Hidung
Merupakan saluran udara yang pertama yang mempunyai dua lubang
dipisahkan oleh sekat septum nasi. Di dalamnya terdapat bulu-bulu untuk
menyaring udara, debu dan kotoran. Selain itu terdapat juga konka nasalis inferior,
konka nasalis posterior dan konka nasalis media yang berfungsi untuk
mengahangatkan udara.
b. Faring
Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan
makanan. Terdapat di bawah dasar pernapasan, di belakang rongga hidung, dan
mulut sebelah depan ruas tulang leher. Di bawah selaput lendir terdapat jaringan
ikat, juga di beberapa tempat terdapat folikel getah bening.
c. Laring
Merupakan saluran udara dan bertindak sebelum sebagai pembentuk suara.
Terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke
dalam trakea di bawahnya. Laring dilapisi oleh selaput lendir, kecuali pita suara dan
bagian epiglottis yang dilapisi oleh sel epitelium berlapis.
d. Trakea
Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 20 cincin yang terdiri
dari tulang rawan yang berbentuk seperti tapal kuda yang berfungsi untuk
mempertahankan jalan napas agar tetap terbuka. Sebelah dalam diliputi oleh
selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, yang berfungsi untuk
mengeluarkan benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara pernapasan.
e. Bronkus
Merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian
vertebra thorakalis IV dan V. mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi
oleh jenis sel yang sama. Bronkus kanan lebih besar dan lebih pendek daripada
bronkus kiri, terdiri dari 6 8 cincin dan mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri terdiri
dari 9 12 cincin dan mempunyai 2 cabang. Cabang bronkus yang lebih kecil
dinamakan bronkiolus, disini terdapat cincin dan terdapat gelembung paru yang
disebut alveolli.
f. Bronkiolus
Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis yang tidak
mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis kemudian menjadi
bronkiolus respiratori yang menjadi saluran transisional antara jalan udara konduksi
dan jalan udara pertukaran gas.
g. Alveoli
Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli. Terdapat tiga jenis sel sel
alveolar, sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk dinding alveolar. Sel
alveolar tipe II sel sel yang aktif secara metabolik, mensekresi surfactan, suatu
fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak
kolaps. Sel alveolar tipe III adalah makrofag yang merupakan sel sel fagositosis
yang besar yang memakan benda asing dan bekerja sebagai mekanisme
pertahanan penting.
h. Paru-paru
Merupakan alat tubuh yang sebagian besar dari terdiri dari gelembung-
gelembung. Di sinilah tempat terjadinya pertukaran gas, O2 masuk ke dalam darah
dan CO2 dikeluarkan dari darah.
1.2.1 Fisiologi sistem pernafasan
Pernafasan mencakup 2 proses, yaitu :
1) Pernafasan luar yaitu proses penyerapan oksigen (O2) dan pengeluaran
carbondioksida (CO2) secara keseluruhan.
2) Pernafasan dalam yaitu proses pertukaran gas antara sel jaringan dengan cairan
sekitarnya (penggunaan oksigen dalam sel).
Proses fisiologi pernafasan dalam menjalankan fungsinya mencakup 3 proses
yaitu:
a. Ventilasi yaitu proses keluar masuknya udara dari atmosfir ke alveoli paru.
b. Difusi yaitu proses perpindahan/pertukaran gas dari alveoli ke dalam kapiler
paru.
c. Transpor yaitu proses perpindahan oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan
tubuh.
1.3 KLASIFIKASI
Bronkhitis dapat diklasifikasikan sebagai :
1. Bronkhitis Akut
Bronkhitis akut pada bayi dan anak biasanya bersama juga dengan trakheitis,
merupakan penyakit infeksi saluran nafas akut (ISNA) bawah yang sering dijumpai.
Penyebab utama penyakit ini adalah virus. Batuk merupakan gejala yang menonjol
dank arena batuk berhubungan dengan ISNA atas. Berarti bahwa peradangan
tersebut meliputi laring, trachea dan bronkus. Gangguan ini sering juga disebut
laringotrakeobronkhitis akut atau croup dan sering mengenai anak sampai umur 3
tahun dengan gejala suara serak, stridor, dan nafas berbunyi.
2. Bronkhitis Kronis atau Batuk Berulang
Belum ada persesuaian pendapat mengenai bronchitis kronik, yang ada ialah
mengenai batuk kronik dan atau berulang yang di singkat (BKB). BKB ialah keadaan
klinis yang disebabkan oleh berbagai penyebab dengan gejala batuk yang
berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu berturut-turut dan atau berulang paling
sedikit 3 kali dalam 3 bulan, dengan atau tanpa disertai gejala respiratorik dan non
respiratorik lainnya. Dengan memakai batasan ini secara klinis jelas bahwa
bronchitis kronik pada anak adalah batuk kronik dan atau berulang (BKB) yang telah
disingkirkan penyebab-penyebab BKB itu misalnya asma atau infeksi kronik saluran
napas dan sebagainya.
Walaupun belum ada keseragaman mengenai patologi dan patofisiologi
bronchitis kronik, tetapi kesimpulan akibat jangka panjang umumnya sama.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa bayi sampai anak umur 5 tahun yang
menderita bronchitis kronik akan mempunyai resiko lebih besar untuk menderita
gangguan pada saluran napas kronik setelah umur 20 tahun, terutama jika pasien
tersebut merokok akan mempercepat menurunnya fungsi paru.
1.4 ETIOLOGI
Penyebab bronchitis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas.
Pada kenyataannya kasus-kasus bronchitis dapat timbul secara congenital maupun
didapat.
1. Kelainan kongenital
Dalam hal ini bronchitis terjadi sejak dalam kandungan. Factor genetic atau
factor pertumbuhan dan factor perkembangan fetus memegang peran penting.
Bronchitis yang timbul congenital ini mempunyai ciri sebagai berikut :
a. Bronchitis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua paru.
b. Bronchitis konginetal sering menyertai penyakit-penyakit konginetal lainya,
misalnya : mucoviscidosis ( cystic pulmonary fibrosis ), sindrom kartagener
( bronkiektasis konginetal, sinusitis paranasal dan situs inversus ), hipo atau
agamaglobalinemia, bronkiektasis pada anak kembar satu telur ( anak yg satu
dengan bronkiektasis, ternyata saudara kembarnya juga menderita bronkiektasis),
bronkiektasis sering bersamaan dengan kelainan congenital berikut : tidak adanya
tulang rawan bronkus, penyakit jantung bawaan, kifoskoliasis konginetal.
2. Kelainan didapat
Kelaianan didapat merupakan akibat proses berikut :
a. Infeksi
Bronchitis sering terjadi sesudah seseorang menderita pneumonia yang sering
kambuh dan berlangsung lama, pneumonia ini merupakan komplikasi pertusis
maupun influenza yang diderita semasa anak, tuberculosis paru dan sebagainya.
b. Obstruksi bronkus
Obstruksi bronkus yang dimaksud disini dapat disebabkan oleh berbagai macam
sebab : korpus alineum, karsinoma bronkus atau tekanan dari luar terhadap bronkus
Penyebab utama penyakit Bronkhitis Akut adalah adalah virus. Sebagai
contoh Rhinovirus, Respiratory Sincytial Virus (RSV), Infulenza Virus, Para-influenza
Virus, Adenovirus dan Coxsakie Virus. Bronkitis Akut sering terjadi pada anak yang
menderita Morbilli, Pertusis dan infeksi Mycoplasma Pneumonia. Belum ada bukti
yang meyakinkan bahwa bakteri lain merupakan penyebab primer Bronkitis Akut
pada anak. Infeksi sekunder oleh bakteri dapat terjadi, namun ini jarang di
lingkungan sosio-ekonomi yang baik.
Faktor predisposisi terjadinya bronchitis akut adalah alergi, perubahan cuaca,
polusi udara, dan infeksi saluran napas atas kronik, memudahkan terjadinya
bronchitis.
Sedangkan pada Bronkitis Kronik dan Batuk Berulang adalah sebagai berikut :
a. Spesifik
1. Asma
2. Infeksi kronik saluran napas bagian atas (misalnya sinobronkitis).
3. Infeksi, misalnya bertambahnya kontak dengan virus, infeksi mycoplasma,
hlamydia, pertusis, tuberkulosis, fungi/jamur.
4. Penyakit paru yang telah ada misalnya bronkietaksis.
5. Sindrom aspirasi.
6. Penekanan pada saluran napas
7. Benda asing
8. Kelainan jantung bawaan
9. Kelainan sillia primer
10. Defisiensi imunologis
11. Kekurangan anfa-1-antitripsin
12. Fibrosis kistik
13. Psikis
b. Non-spesifik
1. Asap rokok
2. Polusi udara
1.5 PATOFISIOLOGI
Virus (penyebab tersering infeksi) - Masuk saluran pernapasan - Sel mukosa
dan sel silia - Berlanjut - Masuk saluran pernapasan(lanjutan) - Menginfeksi saluran
pernapasan - Bronkitis - Mukosa membengkak dan menghasilkan lendir - Pilek 3 4
hari - Batuk (mula-mula kering kemudian berdahak) - Riak jernih - Purulent - Encer -
Hilang - Batuk - Keluar - Suara ronchi basah atau suara napas kasar - Nyeri
subsernal - Sesak napas - Jika tidak hilang setelah tiga minggu - Kolaps paru
segmental atau infeksi paru sekunder (pertahanan utama) (Sumber : dr.Rusepno
Hasan, Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak, 1981)
Apabila bronchitis kongenital patogenesisnya tidak diketahui diduga erat
hubungannya dengan genetic serta factor pertumbuhan dan perkembangan fetus
dalam kandungan. Pada bronchitis yang didapat patogenesisnya diduga melelui
beberapa mekanisme : factor obstruksi bronkus, factor infeksi pada bronkus atau
paru-paru, fibrosis paru, dan factor intrinsik dalam bronkus atau paru.
Patogenesis pada kebanyakan bronchitis yang didapat melalui dua mekanisme
dasar:
1. Infeksi bacterial pada bronkus atau paru, kemudian timbul bronchitis. Infeksi
pada bronkus atau paru akan diikuti proses destruksi dinding bronkus daerah
infeksi dan kemudian timbul bronchitis.
2. Obstruksi bronkus akan diikuti terbentuknya bronchitis, pada bagian distal
obstruksi dan terjadi infeksi juga destruksi bronkus.
Bronchitis merupakan penyakit paru yang mengenai paru dan sifatnya kronik.
Keluhan-keluhan yang timbul juga berlangsung kronik dan menetap . keluhan-
keluhan yang timbul erat dengan : luas atau banyaknya bronkus yang terkena,
tingkatan beratnya penyakit, lokasi bronkus yang terkena, ada atau tidaknya
komplikasi lanjut.. keluhan-keluhan yang timbul umumnya sebagai akibat adanya
beberapa hal : adanya kerusakan dinding bronkus, akibat komplikasi, adanya
kerusakan fungsi bronkus.
Mengenai infeksi dan hubungannya dengan patogenesis bronchitis, data
dijelaskan sebagai berikut ;
1. Infeksi pertama ( primer )
Kecuali pada bentuk bronchitis kongenital. Masih menjadi pertanyaan apakah
infeksi yang mendahului terjadinya bronchitis tersebut disebabkan oleh bakteri atau
virus. Infeksi yang mendahului bronchitis adalah infeksi bacterial yaitu
mikroorgansme penyebab pneumonia. Dikatakan bahwa hanya infeksi bakteri saja
yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding bronkus sehingga terjadi
bronchitis, sedangkan infeksi virus tidak dapat ( misalnya adenovirus tipe 21, virus
influenza, campak, dan sebagainnya ).
2.Infeksi sekunder
Tiap pasien bronchitis tidak selalu disertai infeksi sekunder pada lesi, apabila
sputum pasien yang semula berwarna putih jernih kemudian berubah warnanya
menjadi kuning atau kehijauan atau berbau busuk berarti telah terjadi infeksi
sekunder oleh kuman anaerob misalnya : fusifomis fusiformis, treponema vincenti,
anaerobic streptococci. Kuman yang erring ditemukan dan menginfeksi bronkus
misalnya : streptococcus pneumonie, haemophilus influenza, klebsiella ozaena.
1.7 KOMPLIKASI
a) Bronkitis Akut yang tidak ditangani cenderung menjadi Bronkitis Kronik
b) Pada anak yang sehat jarang terjadi komplikasi, tetapi pada anak dengan gizi
kurang dapat terjadi Othithis Media, Sinusitis dan Pneumonia
c) Bronkitis Kronik menyebabkan mudah terserang infeksi
d) Bila sekret tetap tinggal, dapat menyebabkan atelektasisi atau Bronkietaksis
e) Gagal jantung kongestif
f) Pneumonia
1.10 PENCEGAHAN
Menurut Ngastiyah (1997), untuk mengurangi gangguan tersebut perlu
diusahakan agar batuk tidak bertambah parah.
a. Membatasi aktivitas anak
b. Tidak tidur di kamar yang ber AC atau gunakan baju dingin, bila ada yang tertutup
lehernya
c. Hindari makanan yang merangsang
d. Jangan memandikan anak terlalu pagi atau terlalu sore, dan mandikan anak
dengan air hangat
e. Jaga kebersihan makanan dan biasakan cuci tangan sebelum makan
f. Menciptakan lingkungan udara yang bebas polusi
g. Jangan mengkonsumsi makanan seperti telur ayam, karena bisa menambah
produksi lendirnya. Begitu juga minuman bersoda bisa jadi pencetus karena saat
diminum maka sodanya akan naik ke hidung dan merangsang daerah saluran
pernapasan.
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN BRONKHITIS
A. Dasar data pengkajian pasien
1. Identitas Klien : Nama, umur, alamat, pendidikan, agama, no. register,
diagnose medis
2. Riwayat kesehatan :
Riwayat alergi dalam keluarga, gangguan genetic, riwayat tentang disfungsi
pernapasan sebelumnya, bukti terbaru penularan terhadap infeksi, allergen, atau
iritan lain, trauma.
3. Pemeriksaan Fisik :
a) B1 (Breathing)
Adanya retraksi dan pernapasan cuping hidung, warna kulit dan membrane mukosa
pucat dan cyanosis, adanya suara serak, stridor dan batuk. Pada anak yang
menderita bronchitis biasanya disertai dengan demam ringan, secara bertahap
mengalami peningkatan distress pernapasan, dispnea, batuk non produktif
paroksimal, takipnea dengan pernapasan cuping hidung dan retraksi, emfisema,
Gejala
1) Takipnea (barat saat aktivitas)
2) Batuk menetap dengan sputum terutama pagi hari
3) Warna sputum dapat hijau, putih, atau kuning dan dapat banyak sekali
4) Riwayat infeksi saluran nafas berulang
5) Riwayat terpajan polusi(rokok dll)
Tanda
1) Lebih memilih posisi fowler/semi fowler untuk bernafas
2) Penggunaan otot bantu nafas
3) Cuping hidung
4) Bunyi nafas krekel(kasar)
5) Perkusi redup(pekak)
6) Kesulitan bicara kalimat(umumnya hanya kata-kata yang terputus-putus)
7) Warna kulit pucat,normal atau sianosis
8) Clubing finger(jari tabuh)
b) B2 (Blood)
Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda : Peningkatan TD, Takikardi, Distensi vena jugularis, Bunyi jantung
redup(karena cairan di paru-paru), Warna kulit normal atau sianosis
c) B3 (Brain)
Klien tampak gelisah, peka terhadap rangsang, ketakutan, nyeri dada,
d) B4 (Bladder)
Tidak ditemukan masalah, tidak ditemukan adanya kelainan.
e) B5 (Bowel)
Gejala
1) Mual/muntah
2) Nafsu makan menurun
3) Ketidakmampuan makan karena distres pernafasan
4) Penurunan berat badan.
5) Nyeri abdomen
Tanda
1) Turgor kulit buruk
2) Edema
3) Berkeringat
4) Palpitasi abdomial dapat menunjukkan hepatomegali
f) B6 (Bone)
Gejala
1) Keletihan,kelelahan
2) Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas karena sulit bernafas
3) Ketidakmampuan untuk tidur, perlu dalam posisi duduk tinggi
4) Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan
Tanda
1) Keletihan
2) Gelisah
3) Insomnia
B. Pemeriksaaan diagnostik
1. Rongent
Peningkatan tanda bronkovaskuler
2. Tes fungsi paru
Memperkirakan derajad disfungsi paru
3. Volume residu
Meningkat
4. GDA
Memperkirakan progresi penyakit(Pa02 menurun dan PaCO2 meningkat atau
normal)
5. Bronkogram
Pembesaran duktus mukosa
6. Sputum
Kultur untuk menentukan adanya infeksi,identifikasi pathogen
7. EKG
Disritmia arterial
8. EKG latihan
Membantu dalam mengkaji derajad disfungsi paru untuk program latihan
C. Prioritas perawatan
1. Mempertahankan patensi jalan nafas
2. Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas
3. Mempertahankan pola nafas yang efektif
4. Meningkatkan masukan nutrisi
5. Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi serta mencegah
infeksi
6. Mengurangi kecemasan yang dialami klien
7. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan program
pengobatan
D. Diagnosa perawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi
sekret.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi,
spasme bronchus.
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnoe, anoreksia,
mual muntah.
5. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret, proses
penyakit kronis.
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
7. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
proses penyakit dan perawatan di rumah
E. Intervensi
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi
sekret.
Tujuan : Mempertahankan jalan nafas paten.
Rencana Tindakan:
a. Auskultasi bunyi nafas
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas
dan dapat dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas.
b. Kaji/pantau frekuensi pernafasan.
Rasional : Tachipnoe biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan
selama / adanya proses infeksi akut.
c. Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau bibir
Rasional : Memberikan cara untuk mengatasi dan mengontrol dispoe dan
menurunkan jebakan udara.
d. Observasi karakteristik batuk
Rasional : Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada lansia,
penyakit akut atau kelemahan
e. Tingkatkan masukan cairan sampai 1500-2000 ml/hari
Rasional : Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret mempermudah
pengeluaran.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi,
spasme bronchus.
Tujuan : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan yang adekuat
dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.
Rencana Tindakan:
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan.
Rasional : Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan kronisnya proses
penyakit.
b. Tinggikan kepala tempat tidur, dorong nafas dalam.
Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan
c. Latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispenea dan kerja nafas.
Auskultasi bunyi nafas.
Rasional : Bunyi nafas makin redup karena penurunan aliran udara atau area
konsolidasi
d. Awasi tanda vital dan irama jantung
Rasional : Takikardia, disritmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan
efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
e. Awasi GDA
Rasional : PaCO2 biasanya meningkat, dan PaO2 menurun sehingga hipoksia terjadi
derajat lebih besar/kecil.
f. Berikan O2 tambahan sesuai dengan indikasi hasil GDA
Rasional : Dapat memperbaiki/mencegah buruknya hipoksia.
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
Tujuan : perbaikan dalam pola nafas.
Rencana Tindakan:
a. Ajarkan pasien pernafasan diafragmatik dan pernafasan bibir
Rasional : Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini
pasien akan bernafas lebih efisien dan efektif.
b. Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dan periode istirahat
Rasional : memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas tanpa distres
berlebihan.
c. Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernafasan jika diharuskan
Rasional : menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernafasan.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnoe, anoreksia,
mual muntah.
Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan.
Rencana Tindakan:
a. Kaji kebiasaan diet.
Rasional : Pasien distress pernafasan akut, anoreksia karena dispnea, produksi
sputum.
b. Auskultasi bunyi usus
Rasional : Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster.
c. Berikan perawatan oral
Rasional : Rasa tidak enak, bau adalah pencegahan utama yang dapat membuat
mual dan muntah.
d. Timbang berat badan sesuai indikasi.
Rasional : Berguna menentukan kebutuhan kalori dan evaluasi keadekuatan
rencana nutrisi.
e. Konsul ahli gizi
Rasional : Kebutuhan kalori yang didasarkan pada kebutuhan individu memberikan
nutrisi maksimal.
5. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret, proses
penyakit kronis.
Tujuan : mengidentifikasi intervensi untuk mencegah resiko tinggi
Rencana Tindakan:
a. Awasi suhu.
Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi.
b. Observasi warna, bau sputum.
Rasional : Sekret berbau, kuning dan kehijauan menunjukkan adanya infeksi.
c. Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan sputum.
Rasional : mencegah penyebaran patogen.
d. Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.
Rasional : Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan
tekanan darah terhadap infeksi.
e. Berikan anti mikroba sesuai indikasi
Rasional : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan
kultur.
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan : pasien akan mengalami penurunan rasa ketakutan dan ansietas.
Rencana tindakan:
a. Kaji tingkat kecemasan (ringan, sedang, berat).
Rasional : Dengan mengetahui tingkat kecemasan klien, sehingga memudahkan
tindakan selanjutnya.
b. Berikan dorongan emosional.
Rasional : Dukungan yang baik memberikan semangat tinggi untuk menerima
keadaan penyakit yang dialami.
c. Beri dorongan mengungkapkan ketakutan/masalah
Rasional : Mengungkapkan masalah yang dirasakan akan mengurangi beban pikiran
yang dirasakan
d. Jelaskan jenis prosedur dari pengobatan
Rasional : Penjelasan yang tepat dan memahami penyakitnya sehingga mau
bekerjasama dalam tindakan perawatan dan pengobatan.
e. Beri dorongan spiritual
Rasional : Diharapkan kesabaran yang tinggi untuk menjalani perawatan dan
menyerahkan pada TYME atas kesembuhannya.
7. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
proses penyakit dan perawatan di rumah
Tujuan : Mengatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.
Intervensi :
a. Jelaskan proses penyakit individu
Rasional : Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan partisipasi pada rencana
pengobatan.
b. Instruksikan untuk latihan afas, batuk efektif dan latihan kondisi umum.
Rasional : Nafas bibir dan nafas abdominal membantu meminimalkan kolaps jalan
nafas dan meningkatkan toleransi aktivitas
c. Diskusikan faktor individu yang meningkatkan kondisi misalnya udara, serbuk,
asap tembakau.
Rasional : Faktor lingkungan dapat menimbulkan iritasi bronchial dan peningkatan
produksi sekret jalan nafas.
F. Impelementasi
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah
dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan
perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas
perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang
dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan. Pada pelaksanaan
keperawatan diprioritaskan pada upaya untuk mempertahankan jalan nafas,
mempermudah pertukaran gas, meningkatkan masukan nutrisi, mencegah
komplikasi, memperlambat memperburuknya kondisi, memberikan informasi
tentang proses penyakit (Doenges Marilynn E, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan)
G. Evaluasi
Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien
terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang
diharapkan telah dicapai,
Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan
keperawatan, respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan
hasil yang diharapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi
keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu
pada tujuan yang telah ditetapkan yaitu : jalan nafas efektif, pola nafas efektif,
pertukaran gas adekuat, masukan nutrisi adekuat, infeksi tidak terjadi, intolerans
aktivitas meningkat, kecemasan berkurang/hilang, klien memahami kondisi
penyakitnya. (Keliat Budi Anna, 1994, Proses Keperawatan)