1.
Bronkitis (Bronchitis)
Bronkitis ( bronchitis ) adalah peradangan (inflamasi) pada selaput lendir (mukosa) bronchus
(saluran pernafasan dari trachea hingga saluran napas di dalam paru-paru). Peradangan ini
mengakibatkan permukaan bronchus membengkak (menebal) sehingga saluran pernapasan
relatif menyempit.
Bronkitis terbagi atas 2 jenis, yakni: bronkitis akut dan bronkitis kronis. Perlu diingat bahwa
istilah akut dan kronis adalah terminologi (istilah) berdasarkan durasi berlangsungnya
penyakit, bukan berat ringannya penyakit.
Definisi
Bronkitis akut adalah peradangan akut pada bronkus dan cabang-cabangnya, yang
mengakibatkan terjadinya edema dan pembentukan mukus. Bronkitis akut pada umumnya
ringan. Berlangsung singkat (beberapa hari hingga beberapa minggu, biasanya kurang dari 6
minggu), rata-rata 10-14 hari. Meski ringan, namun adakalanya sangat mengganggu, terutama
jika disertai sesak, dada terasa berat, dan batuk berkepanjangan.
Etiologi (Penyebab)
Penyebab tersering Bronkitis akut adalah virus, yakni virus influenza, Rhinovirus,
Adenivirus, dan lain-lain. Sebagian kecil disebabkan oleh bakteri (kuman), terutama
Mycoplasma pnemoniae, Clamydia pnemoniae, dan lain-lain.
Diagnosis
- Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan gejala, terutama dari adanya lendir, riwayat
penyakit dan pemeriksaan fisik..
- Pada pemeriksaan dengan menggunakan stetoskop akan terdengar bunyi ronki atau bunyi
pernafasan yang abnormal.
- Adapun pemeriksaan dahak maupun rontgen dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosa dan untuk menyingkirkan diagnosa penyakit lain.
Penatalaksanaan
- Antitusif (penekan batuk): DMP (dekstromethorfan) 15 mg, diminum 2-3 kali sehari. Codein
10 mg, diminum 3 kali sehari. Obat-obat ini bekerja dengan menekan batuk pada pusat batuk
di otak. Karenanya antitusif tidak dianjurkan pada kehamilan dan bagi ibu menyusui.
Demikian pula pada anak-anak, para ahli berpendapat bahwa antitusif tidak dianjurkan,
terutama pada anak usia 6 tahun ke bawah. Pada penderita bronkitis akut yang disertai sesak
napas, penggunaan antitusif hendaknya dipertimbangkan dan diperlukan feed back dari
penderita. Jika penderita merasa tambah sesak, maka antitusif dihentikan.
- Ekspektorant: adalah obat batuk pengencer dahak agar dahak mudah dikeluarkan sehingga
napas menjadi lega. Ekspektorant yang lazim digunakan diantaranya: GG (glyceryl
guaiacolate), bromhexine, ambroxol, dan lain-lain.
- Antipiretik (pereda panas): parasetamol (asetaminofen), dan sejenisnya, digunakan jika
penderita demam.
- Bronkodilator (melongarkan napas), diantaranya: salbutamol, terbutalin sulfat, teofilin,
aminofilin, dan lain-lain. Obat-obat ini digunakan pada penderita yang disertai sesak napas
atau rasa berat bernapas. Penderita hendaknya memahami bahwa bronkodilator tidak hanya
untuk obat asma, tapi dapat juga digunakan untuk melonggarkan napas pada bronkitis. Selain
itu, penderita hendaknya mengetahui efek samping obat bronkodilator yang mungkin dialami
oleh penderita, yakni: berdebar, lemas, gemetar dan keringat dingin. Andaikata mengalami
efek samping tersebut, maka dosis obat diturunkan menjadi setengahnya. Jika masih
berdebar, hendaknya memberitahu dokter agar diberikan obat bronkodilator jenis lain.
- Antibiotika. Hanya digunakan jika dijumpai tanda-tanda infeksi oleh kuman berdasarkan
pemeriksaan dokter (dahak berwarna kuning atau hijau, demam tetap tinggi setelah minum
antipiretik dan penderita yang sebelumnya memiliki penyakit paru-paru. Kepada penderita
dewasa diberikan Kotrimoksazol. Tetrasiklin 250 – 500 mg 4 x sehari. Eritromisin 250 – 500
mg 4 x sehari diberikan selama 7 – 10 hari. Dosis untuk anak : eritromisin 40 – 50
mg/kgBB/hari. walaupun dicurigai penyebabnya adalah Mycoplasma pneumoniae. Kepada
penderita anak-anak diberikan amoxicillin.
Definisi
Bronkitis kronik yaitu penyakit di saluran napas yang diakibatkan oleh rekasi peradangan
pada bronkus dan cabangnya yang berlangsung lama dengan dahak yang banyak terjadi
hampir tiap hari, minimal tiga bulan dalam setahun selama dua tahun berturut-turut. Produksi
dahak yang berlebihan ini tidak disebabkan oleh penyakit tuberkulosis atau bronkiektasis.
Secara umum keluhan pada Bronkitis kronis dan Bronkitis akut hampir sama. Hanya saja
keluhan pada Bronkitis kronis cenderung lebih berat dan lebih lama, yaitu lebih dari 6
minggu. Hal ini dikarenakan pada Bronkitis kronis terjadi penebalan (hipertrofi) otot-otot
polos dan kelenjar serta berbagai perubahan pada saluran pernapasan.
Etiologi (Penyebab)
Faktor-fakor penyebab tersering pada bronkitis kronis adalah: asap rokok (tembakau), debu
dan asap industri, polusi udara. Disebutkan pula bahwa bronkitis kronis dapat dipicu oleh
paparan berbagai macam polusi industri dan tambang, diantaranya: batubara, fiber, gas, asap
las, semen, dan lain-lain.
Diagnosis
- Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan gejala, terutama dari adanya lendir, riwayat
penyakit dan pemeriksaan fisik..
- Pada pemeriksaan dengan menggunakan stetoskop akan terdengar bunyi ronki atau bunyi
pernafasan yang abnormal.
- Adapun pemeriksaan dahak maupun rontgen dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosa dan untuk menyingkirkan diagnosa penyakit lain.
Penatalaksanaan
- Edukasi, yakni memberikan pemahaman kepada penderita untuk mengenali gejala dan
faktor-faktor pencetus kekambuhan Bronkitis kronis.
- Sedapat mungkin menghindari paparan faktor-faktor pencetus.
- Rehabilitasi medik untuk mengoptimalkan fungsi pernapasan dan mencegah kekambuhan,
diantaranya dengan olah raga sesyuai usia dan kemampuan, istirahat dalam jumlah yang
cukup, makan makanan bergizi.
- Oksigenasi (terapi oksigen) bila sesak.
- Obat-obat bronkodilator (seperti salbutamol, teofilin, aminofilin, efedrin, dll) untuk
mengatasi kesulitan bernafas (sesak).
- Ekspektoran bila batuk berdahak, antitusif bila batuk kering.
- Antibiotika. Digunakan manakala penderita Bronkitis kronis mengalami eksaserbasi oleh
infeksi kuman (H. influenzae, S. pneumoniae, M. catarrhalis). Pemilihan jenis antibiotika
(pilihan pertama, kedua dan seterusnya) dilakukan oleh dokter berdasarkan hasil
pemeriksaan.
Referensi
1. Departemen Kesehatan RI, Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstuktif Kronik (PPOK),
Ditjen P2PL, Jakarta, 2007.
2. Departemen Kesehatan RI, Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas, Ditjen Binfar &
Alkes, Jakarta, 2007.
3. Mansjoer Arif, dkk, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1, Penerbit Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2001.
4. Mubin Halim Prof. dr., Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam (Diagnosis dan Terapi),
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2008.
5. http://cakmoki86.wordpress.com
6. http://www.infokedokteran.com
7. http://www.tanyadokter.com
Penisilin
Sefalosporin
Antibioik sefalosporin terbagi menjadi 3 generasi, yang pertama adalah cephalothin dan
cephaloridine yang sudah tidak banyak digunakan[3]. Generasi kedua (antara lain: cefuroxime,
cefaclor, cefadroxil, cefoxitin, dll.) digunakan secara luas untuk mengatasi infeksi berat dan
beberapa di antaranya memiliki aktivitas melawan bakteri anaerob[3]. Generasi ketiga dari
sefalosporin (di antaranya: ceftazidime, cefotetan, latamoxef, cefotetan, dll.) dibuat pada
tahun 1980-an untuk mengatasi infeksi sistemik berat karena bakteri gram negatif-basil[3].
Carbapenem
Diet dalam bronkitis: obstruktif, kronis, akut
, Difteri
1. 1. LOGO difteri By Kelompok 4/FKp UA/2013
2. 2. Anggota Kelompok Nungky Dwita Sari (131311133076) Nur Amilia
(131311133079) Yoganis Ageng G. (131311133082) Amalia Khasanah I.
(131311133085) Tri Lestyorini (131311133088) Efira Gladys R. (131311133091)
Nina Widya Sabrina (131311133094) Elma Safira Istizabana (131311133097)
3. 3. Pokok Bahasan Pengertian Difteri Etiologi Difteri Epidemiologi Difteri
Patofisiologi Difteri Manifestasi Klinis Difteri Penanganan Difteri Asuhan
Keperawatan Pada Difteri
4. 4. PENGERTIAN difteri Difteria adalah toksikoinfeksi yang disebabkan oleh
Corynebacterium diphteriae. Difteri adalah penyakit menular yang umunya
menyerang anak-anak atau bayi. infeksi bakteri dan menular melalui udara. Saluran
pernapasan bagian atas dengan tanda khas timbulnya “pseudomembran”. Kuman juga
melepaskan eksotoksin yang dapat menimbulkan gejala umum dan lokal.
5. 5. ETIOLOGI DIFTERI Spesies Corynebacterium adalah bakteriofag lisogenik
membawa gennya yang mengode untuk produksi endotoksin yang memberikan
kemungkinan penghasil-difteria terhadap strain C.diphteriae Basil difteria mempunyai
sifat : 1. Membentuk pseudomembran yang sukar diangkat, mudah berdarah, dan
berwarna putih keabu-abuan. 2. Mengeluarkan eksotoksin yang sangat ganas dan
dapat meracuni jaringan.
6. 6. Epidemiologi difteri Penyebaran difteri : 1. Udara seperti Air ludah, batuk atau
bersin membawa serta kuman difter 2. Eksudat dari lesi kulit yang terinfeksi. 3.Benda,
Makanan dan minuman yang terkontaminasi 4. Kontak langsung dengan penderita
7. 7. Patofisiologi difteri Corynebacterium diphteriae masuk ke saluran pernapasan
Menempel pada lapisan superficial lesi kulit atau mukosa pernapasan Membentuk
pseudomembran dan melepaskan eksotoksin polipeptida 62- KD kuat dan
Menginduksi reaksi radang lokal Kelenjar getah bening membengkak dan
mengandung toksin. Terjadi nekrosis jaringan lokal Infeksi saluran pernapasan
8. 8. Manifestasi klinis umum membentuk tonsil pada lokasi yang terkena difteri radang
lokal. demam kurang dari 38,9°C
9. 9. Manifestasi klinis 1. Difteri hidung Gejala difteri hidung : 1. pilek ringan tanpa atau
disertai gejala sistemik ringan. 2. Sekret hidung. 3. Tampak membran putih pada
daerah septum nasi.
10. 10. Manifestasi klinis 2. Difteri Tonsil Faring Gejala difteri tonsil faring : 1. nyeri
tenggorokan. 2. demam sampai 38,5 °C 3. nadi cepat, tampak lemah, nafas berbau,
anoreksia, dan malaise. 4. udim ringan jaringan lunak leher yang luas, akan
menimbulkan bullneck.
11. 11. Manifestasi klinis 3. Difteri Laring Gejala klinis difteri laring : 1. stridor yang
progresif. 2. suara parau dan batuk kering. 3. demam tinggi, lemah, sianosis,
pembengkakan kelenjar leher.
12. 12. Manifestasi klinis 4. Difteri Kulit Gejala difteri kulit : 1. dermatosis yang
mendasari, 2. luka goresan, luka bakar atau impetigo yang telah terkontaminasi
sekunder. 3. Nyeri, sakit, eritema, dan eksudat khas.
13. 13. Manifestasi klinis 4. Difteri Vulvovaginal, Konjungtiva, dan Telinga Gejala difteri
Vulvovaginal, Konjungtiva, dan Telinga : 1. Ulserasi 2. pembentukan membrane dan
perdarahan submukosa.
14. 14. Penanganan difteri Pemeriksaan Diagnostik identifikasi secara fluorescent
antibody technique isolasi C. diphtheria degan pembiakan pada media loeffler tes
toksinogenisitas secara in vivo (marmot) dan in vitro (tes Elek)
15. 15. Pencegahan difteri 1. Vaksin DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) pada anak usia
diatas 6 minggu sampai 7 tahun. 2. Vaksin Td (tetanus dan difteri) pada usia 7 – 18
tahun. 3. Vaksin TdaP (Adacel® atau Boostrix®) diberikan 1 kali suntikan ke dalam
otot, vaksin ini dapat diberikan pada usia 11-65 tahun.
16. 16. Pencegahan difteri Nama Vaksin Difteri Sasaran imunisasi Anak kurang dari 1
tahun dan semua orang dewasa. Macam vaksin Toxoid Dosis Anak-anak <7 tahun, 3
dosis dengan booster 2 kali . Usia 7-18 tahun, 3 dosis dengan booster 1 kali. Dewasa
yang sudah imunisasi lengkap, diberikan booster. Jadwal pemberian Anak-anak < 7
tahun dalam bentuk vaksin DPT Usia 2-4-6 bulan Booster usia 15-18 bulan
Booster usia 4-6 tahun Usia 7-18 tahun, tiga dosis dalam bentuk vaksin Td Dosis 1
dan 2 interval 4 minggu Dosis 2 dan 3 interval 6 bulan Booster 6 bulan setelah
dosis ketiga Dewasa Sebagai imunisasi primer, 1 dosis dalam bentuk Tdap
Sebagai booster tiap 10 tahun, dalam bentuk vaksin Td Cara pemberian Suntikan
kedalam otot (IM) Efektivitas 90 % Kontra indikasi Alergi terhadap vaksin Efek
samping Demam, nyeri dan bengkak pada tempat suntikan reaksi alergi.
17. 17. pEngobatan difteri PENGOBATAN UMUM 1. Isolasi selama 2-3 minggu. 2.
Pemeriksaan EKG selama 2 kali berturut-turut. 3. Pemberian cairan serta diet yang
adekuat.
18. 18. pEngobatan difteri PENGOBATAN KHUSUS 1. Antidiphtheriae serum
(ADS) : 20.000 Unit / hari selama 2 hari berturut-turut dengan sebelumnya harus
dilakukan uji kulit dan mata.
19. 19. pEngobatan difteri Mekanisme kerja ADS : Antidiphtheriae serum (ADS)
menetralisir toksik difteri dalam darah penderita.
20. 20. pEngobatan difteri PENGOBATAN KHUSUS 2. Antibiotik. Penisilin Prokain
50.000 Unit/KgBB/hari sampai 3 hari bebas demam. Pada pasien yang dilakukan
takeostomi ditambahkan kloramfenikol 75 mg/KgBB/hari dibagi 4 dosis.
21. 21. pEngobatan difteri Mekanisme kerja penisilin prokain : menghambat
pembentukan (sintesa) dinding sel bakteri Penisilin akan menghasilkan efek bakterisid
(membunuh kuman) pada mikroba yang sedang aktif membelah. dinding sel bakteri
pecah sehingga bakteri menjadi musnah.
22. 22. Pengobatan difteri PENGOBATAN KHUSUS 3. Kortikosteroid. Komplikasi
miokasditis dengan memberikan prednison 2 mg/KgBB/hari selama 3-4 minggu.
Komplikasi paralisis atau paresis otot, dapat diberikan striknin ¼ mg dan vitamin
B1 100 mg tiap hari selama 10 hari.
23. 23. KOMPLIKASI difteri 1.Respirasi : bronkopneumonia, atelektasis.
2.Kardiovaskuler: miokarditis 3.Urinaria : nefritis 4.Sistem saraf : Paralisis/ paresis
palatum mole, Paralisis/paresis otot-otot mata
24. 24. prognosis difteri Umur pasien: Makin muda usianya semakin jelek prognosisnya
Perjalanan penyakit: makin terlambat ditemukan penyakitnya semakin
memperparah keadaan Letak lesi difteri: bila di hidung tergolong ringan
Terdapatnya komplikasi miokarditis sangat memperburuk prognosis Pengobatan:
terlambat pemberian ADS, prognosis semakin buruk.
25. 25. Asuhan keperawatan difteri 1. PENGKAJIAN a. Identitas b. Riwayat kesehatan
sekarang c. Riwayat kesehatan dahulu d. Riwayat kesehatan keluarga e. Pemeriksaan
fisik
26. 26. Asuhan keperawatan difteri 1. PENGKAJIAN Pemeriksaan fisik : 1.
B1(breathing) : RR frekuensi meningkat, sesak napas, batuk kering, adanya secret
dengan eksoriasi, nyeri tenggorokan, obstruksi laring. 2. B2 (blood) : Takikardi,
kelemahan otot jantung, sianosis. 3. B3 (brain) : NORMAL. 4. B4 (bladder) :
NORMAL. 5. B5 (bowel) : Anoreksia, nyeri menelan, napas bau, kurang nutrisi.
27. 27. Asuhan keperawatan difteri 1. PENGKAJIAN F. Pemeriksaan penunjang Uji
shick dilakukan dengan menyuntikkan sejumlah kecil toksin difteri ke dalam kulit.
Dengan titer antitoksin 0,03ml satuan per millimeter darah cukup dapat menahan
infeksi difteria. g. Pola aktivitas
28. 28. Asuhan keperawatan difteri 2. DIAGNOSA KEPERAWATAN a. Pola napas
tidak efektif berhubungan dengan sesak napas. b. Tidak efektifnya bersihan jalan
napas berhubungan dengan obstruksi pada jalan napas. c. Penurunan nutrisi dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang kurang. d. Risiko kurangnya
wolume cairan berhubungan dengan proses penyakit (metabolism meningkat, intake
cairan menurun).
29. 29. Asuhan keperawatan difteri 3. INTERVENSI KEPERAWATAN
30. 30. LOGO TERIMA KASIH SEMOGA BERMANFAAT BY. KELOMPOK
4/KELAS A-2/A13
Recommended
Test Prep: GRE
Online Course - LinkedIn Learning
Presentasi difteri
Kusuma Wijayanti
Imunomodulator
Imadudini Amalia
Hygiene mulut
Imadudini Amalia
The AI Rush
Jean-Baptiste Dumont
alergiKenali
dan Cegah Difteri Agar
Keluarga Terlindungi
Bagikan di Facebook
Bagikan di Twitter
Bagikan di Google+
Bagikan di Whatsapp
Difteri. Tentu dalam beberapa beberapa bulan terakhir, Anda kerap mendengar kata itu, bukan?
Mengapa difteri dikatakan mewabah kembali? Sebab sesungguhnya, difteri merupakan penyakit
kuno, yang sudah dikenal sejak 1920-an dan 1930-an. Seiring dengan perkembangan dunia
kedokteran, penyakit ini mulai menghilang dari peredaran. Di Indonesia, difteri dinyatakan telah
menghilang sekitar tahun 1990-an.
Namun pada tahun 2011, kejadian luar biasa (KLB) difteri kembali menghantui Nusantara.
Bahkan sepanjang 2011-2016, tercatat 3.353 kasus difteri di Indonesia dan membuat negeri ini
menempati urutan ke-2 setelah India. Sementara sejak Januari-November 2017 telah terjadi 593
laporan difteri, dengan 32 kasus kematian di antaranya, pada 95 kabupaten/kota di 20 provinsi.
Angka ini sendiri, melonjak 42 persen dari tahun sebelumnya, yakni 415 kasus difteri dengan 24
kematian.
Kondisi ini diperkuat dengan data World Health Organization (WHO) yang menyatakan, hampir
90% dari penderita, tidak mempunyai riwayat imunisasi difteri lengkap dan juga belum pernah
diimunisasi sama sekali.
Menurut Dokter Soedjatmiko, Sekretaris Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI),
idealnya setiap orang atau anak telah memperoleh vaksin DPT (difteri, pertusis, dan tetanus)
sebanyak tiga kali, sampai usia 1 tahun; empat kali hingga umur 2 tahun; atau lima kali hingga
usia 5 tahun.
“Tapi kenyataannya, sering orang tua mengatakan kalau anaknya sudah diimunisasi walaupun
mereka tidak bisa menunjukkan bahwa itu imunisasi difteri,” ujar Soedjatmiko. “Mereka juga
kerap membela diri sudah imunisasi lengkap, di sisi lain, ternyata itu imunisasi polio, atau
campak, dan DPT satu kali.”
Selain area tenggorokan, difteri juga bisa menyerang kulit dan menimbulkan luka seperti borok.
Luka ini dapat sembuh dalam beberapa bulan, namun akan meninggalkan bekas.
Tapi ada juga kondisi di mana difteri tidak menunjukkan gejala apa pun. Bila ini terjadi, tentunya
penderita tidak menyadari bila dirinya terinfeksi, hingga akhinya mudah menularkan bakteri itu
ke orang lain, terutama yang belum pernah memperoleh imunisasi.
Selain menjalani perawatan di ruang isolasi sepanjang dua hari, Anda akan memperoleh dua
macam obat. Yakni antitoksin untuk menetralisir racun difteri dalam tubuh, dan antibiotik guna
membunuh bakteri serta menyembuhkan infeksi. Dosis penggunaan antibiotik tergantung pada
tingkat keparahan gejala dan lama pasien menderita difteri.
Dalam masa pengobatan, Anda perlu minum obat secara rutin selama dua minggu. Namun bila
dokter masih menemukan bakteri difteri di dalam tubuh Anda, pengobatan antibiotik akan
dilanjutkan selama 10 hari ke depan.
Bed rest alias istirahat total di tempat tidur selama beberapa minggu, hingga tubuh benar-
benar pulih.
Sebisa mungkin, batasi atau kurangi aktivitas fisik, terutama bila jantung ikut terpapar.
Tidak bersosialisasi dengan orang lain, sehingga mengurangi kemungkinan bakteri difteri
tersebar ke orang lain.
Menyantap asupan sehat, terutama sayuran dan buah-buahan, seperti brokoli serta
alpukat.
Selain itu, Anda bisa mulai menerapkan kebiasaan mencuci tangan. Terutama sebelum makan,
sesudah buang air, usai berkegiatan di luar ruangan. Juga selalu menjaga kebersihan lingkungan,
terutama tempat tinggal, hingga bakteri difteri tidak berkembang biak dan menyerang anggota
keluarga tercinta.
Indikasi
Informasi Umum
Manfaat
Apa yang bisa dan apa yang tidak bisa?
Kontraindikasi
Kemungkinan resiko
Komplikasi setelah prosedur
Bila penyakit pada bronkitis meradang saluran pernapasan bagian bawah. Jika Anda
ragu dengan pengobatan atau diobati dengan benar, maka ada bahaya terkena
pneumonia dan asma bronkial. Apakah pasien memerlukan nutrisi khusus untuk
pemulihan dan apakah makanan untuk bronkitis?
Indikasi
Diet di bronkitis dianggap sebagai komponen pengobatan kompleks. Karena gejala
utamanya adalah batuk, indikasi pengangkatan timbul tergantung sifatnya. Misalnya,
menu mengenalkan produk yang membantu dahak, atau, dengan batuk kering,
merangsang peralihannya ke basah.
Suhu yang meningkat - sebuah indikasi untuk penunjukan dekapan antipiretik. Dalam
menu pasien dengan bronkitis, hidangan diet diperkenalkan dalam bentuk cair,
dihaluskan atau dihaluskan.
Meja 13 disebut dirancang khusus untuk penyakit pernafasan, termasuk infeksi akut. Hal
ini diresepkan dengan adanya gejala berikut: peradangan, demam, kelemahan, sakit
kepala.
Contoh klasik dari diet adalah No. 13 di Pevzner. Inti dari diet untuk bronkitis adalah
makanan yang mudah dicerna harus meminimalkan pengeluaran energi tubuh pada
pencernaan dan penyerapan makanan. Hal ini juga dirancang:
memberikan detoksifikasi;
meningkatkan kekebalan;
mendukung pekerjaan hati;
kurangi efek samping obat.
Diet ini benar-benar dianggap sebagai metode pengobatan tambahan, yang, bersama
dengan obat-obatan dan obat-obatan alternatif, berkontribusi pada penyembuhan lebih
cepat.
Preferensi diberikan pada produk protein dan vitamin. Produk susu yang berguna: keju
cottage, yogurt, keju, susu. Sediaan multivitamin diresepkan untuk mereka yang tidak
rentan terhadap reaksi alergi.
Menu harus membatasi karbohidrat dengan mudah berasimilasi, yang termasuk dalam
piring dari kentang dan semolina, serta makanan manis - gula, selai, madu. Jangan
merekomendasikan warna kemerah-merahan, bayam, yang mendukung
pembengkakan, menunda sodium dalam tubuh.
Kandungan kalori dari diet, serta asupan protein dan lemak, berkurang pada suhu tinggi.
Hal ini berguna untuk membagi makanan - enam kali atau lebih dalam sehari. Secara
bertahap, kalori perlu ditingkatkan karena telur, ikan, daging. Piring ini membentuk
kerugian protein yang disebabkan oleh evakuasi dahak. Protein juga memperkuat
sistem kekebalan tubuh, menetralkan efek antibiotik.
Diet untuk bronkitis dan minum. Pada eksaserbasi dianjurkan untuk minum 1,5 sampai
3, 5 l cairan. Seperti makanan, minuman harus dihancurkan.
Diet untuk bronkitis akut
Beberapa obat, khususnya antibiotik, bisa mengganggu pencernaan. Untuk menghindari
hal ini, perlu untuk mengikuti diet khusus untuk bronkitis. Makanan dan minuman yang
dipilih dengan benar dapat mempengaruhi proses dalam tubuh ke arah yang benar.
Misalnya, bronkitis yang sakit berguna untuk berkeringat, dan untuk memperbaiki
keringat paling mudah dengan bantuan decoctions tanaman seperti kapur dan
elderberry flowers, raspberry, mint, sage.
Untuk jalur akut, batuk biasa terjadi, disertai sakit kepala. Penyakit ini berlangsung
sampai tiga minggu.
Minuman yang banyak dibutuhkan dalam makanan dengan bronkitis akut. Cairan
alkali direkomendasikan: Borjomi dengan susu, basa alkali. Protein dan vitamin
harus mendominasi dalam makanan, tapi secukupnya. Latihlah kelaparan medis
jangka pendek, bongkar habis oleh organisme panas dan keracunan.
Jika puasa pasien sulit ditanggung, maka cukup membatasi diri pada diet rendah kalori
dengan bronkitis. Seiring kondisi membaik, ransumnya mencakup hidangan yang lebih
hangat, khususnya ikan, daging, telur. Mereka menjenuhkan darah dengan protein yang
hilang karena dahak, dan mengurangi efek negatif dari antibiotik.
Pertama-tama, dokter memilih obat-obatan, lalu dia berbicara tentang diet. Diet untuk
bronkitis obstruktif mencakup sejumlah protein, lemak, mineral, vitamin, terutama
antioksidan C dan E. Penting agar asam lemak tak jenuh ganda mendominasi, yang
berlimpah dalam makanan laut: mereka memiliki sifat anti-inflamasi.
Dari minuman tersebut disarankan jaring, minuman buah, kompot segar, segar, ramuan
herbal. Jika pernapasan pasien terganggu, makanan untuk bronkitis harus bersifat
hypocaloric, dengan minimal karbohidrat sederhana.
Produk berbahaya untuk pasien dengan bronkitis obstruktif adalah gula, garam, rempah-
rempah, bumbu, teh, coklat, kopi, kaldu kuat. Mereka mempromosikan pembengkakan,
merangsang sekresi kelenjar, dapat menyebabkan kejang bronkus yang terkena.
Secara terpisah, Anda perlu mengatakan tentang minum. Berguna minuman dalam
makanan untuk bronkitis mempertimbangkan air bersih, jus hijau dari sayuran, kaldu
mawar liar, teh cahaya dari Ledum. Mereka harus hangat, tapi tidak panas.
Diet pada bronkitis alergi adalah salah satu unsur gaya hidup penderita alergi, yang
bertujuan untuk melindungi dari faktor-faktor yang memprovokasi. Pasien seharusnya
tidak merokok, tidur di bantal bulu, tinggal di apartemen berdebu atau bekerja di tempat
yang terkontaminasi. Diet untuk bronkitis jenis ini membatasi konsumsi buah dan buah
warna cerah, coklat, rempah-rempah dan hasil laut.
Dalam diet hypoallergenic sebaiknya 130 gram protein dan lemak, termasuk sayuran
ketiga, 200 gram karbohidrat. Total - 2800 kcal. Saturasi dengan vitamin diberikan
karena sayuran segar, buah, jus alami (kecuali dilarang). Ragi, dedak, daging makanan,
sup vegetarian, casserole, produk susu asam, roti tanpa lemak - inilah makanan dan
hidangan yang dibutuhkan pasien. Makanan harus diolah secara mekanis, direbus,
direbus, dipanggang, digunakan 4-6 kali sehari.
Diet hypoallergenic membatasi garam dan secara kategoris melarang produk berikut ini:
buah jeruk;
kacang;
ikan dan seafood;
produk asap, makanan yang digoreng;
mayones, kecap, mustard dan rempah-rempah lainnya;
jamur;
kopi, coklat;
susu utuh;
daging burung;
telur;
kue;
madu;
tomat, terong;
stroberi, melon;
alkohol;
kvass, air mineral;
Produk industri dengan pewarna dan aneka aditif.
Dari cara alternatif disarankan kaldu viburnum, yarrow, Ledum dalam proporsi: satu
sendok teh bahan baku obat pada segelas air matang. Banyak yang membantu mandi
dari urutan: 200 g rumput kering berendam dalam ember air, saring dan tuangkan ke
bak mandi.
Diet minum termasuk minuman hangat yang murah hati - tidak lebih hangat dari suhu
tubuh. Untuk pengisian kembali keseimbangan air, pilihan optimalnya adalah air mineral
Borjomi. Penyembuhan air dari sumber Georgia tidak hanya diminum dalam bentuk
murni, tapi dicampur dengan susu. Ini adalah cara yang dicoba dan diuji untuk merawat
organ pernapasan.
Resepnya sederhana: tuangkan jumlah Borjomi yang sama ke dalam susu rebus, aduk
dan minum dalam tegukan kecil. Makanlah gelas setiap seperempat jam. Di bawah
pengaruh minuman tersebut melewati batuk, dahak habis di luar, memudahkan kondisi
pasien.
Tapi minuman panas dengan bronkitis tidak dianjurkan. Mereka mengiritasi dan bahkan
bisa membakar selaput lendir, menyebabkan tersedak tenggorokan dan memperparah
jalannya bronkitis. Dianjurkan untuk menolak kopi, yang berkontribusi terhadap dehidrasi
tubuh, dilarang minum alkohol dan asap.
Seiring dengan dahak, tubuh kehilangan protein, jadi titik selanjutnya dari diet
untuk bronkitis adalah penambahan komponen protein. Untuk tujuan ini, anak
ditawari susu atau makanan.
Bila trakeitis dan bronkitis pada anak dianjurkan untuk mencampur Borjomi dengan susu
dan madu. Dan favorit kakao oleh anak-anak tidak disarankan, mengingat fakta bahwa
minuman tersebut mengiritasi lendir dan menstimulasi batuk berlarut-larut.
Biji labu dan kacang dalam makanan untuk bronkitis juga menemukan tempat, karena
kaya akan seng, diperlukan tubuh yang tumbuh.
Kebanyakan anak menikmati minum ramuan herbal. Jika minuman tersebut diberikan
kepada anak-anak sebelum tidur, lendir dari bronkus diekskresikan lebih aktif.
Manfaat
Makanan dapat meningkatkan pemulihan, dan dapat memperburuk proses patologis
apapun. Penggunaan diet untuk bronkitis adalah mengaktifkan kekebalan tubuh,
menghilangkan peradangan, mengurangi efek buruk obat-obatan dan racun.
Diet dengan bronkitis termasuk dan banyak minum. Suhu yang ditinggikan disertai rasa
haus, jadi bila diperburuk perlu minum sekitar dua liter air. Yang terbaik adalah minum
air mineral, juga jus sayuran hijau.
protein - untuk mengisi kembali persediaan protein yang hilang dengan dahak
(ikan, daging, keju cottage);
mengandung sejumlah kalsium - untuk mencegah peradangan (susu, kefir, dll.);
mengandung magnesium - untuk memperbaiki kesehatan dan mencegah asma
(dedak, biji-bijian tumbuh, kacang-kacangan, biji labu, kacang-kacangan, wijen,
soba, buah zaitun, roti, ikan laut, tomat);
dengan vitamin C - untuk meningkatkan kekuatan pelindung (buah sitrus,
stroberi, raspberry);
dengan vitamin A dan E - untuk mengkatalisis metabolisme (wortel, brokoli, kol
hijau, selada, asparagus, kacang polong, persik);
ramuan herbal - untuk mempercepat diuresis dan pemurnian tubuh (linden dan
buzin color, raspberry, mint, jahe, adas manis);
Jus segar - untuk kejenuhan dengan vitamin, mineral, memperbaiki metabolisme;
Susu dengan madu dan soda - untuk batuk.
Diet untuk bronkitis bisa termasuk cara alternatif: bawang merah, termasuk untuk
inhalasi, sawi putih atau lobak dengan madu, jus stroberi dengan susu.
Alkohol dan kopi mendehidrasi tubuh, yang tidak diinginkan untuk penyakit pernafasan.
Kakao memperkuat refleks batuk.
Paku kaku mengiritasi tenggorokan, yang menyebabkan batuk meningkat. Karena itu,
makanan kering, bubur kasar (barley, barley), daging keras harus dihindari. Lebih baik
makanan itu sedikit kurang asin, - untuk menghindari retensi cairan di tubuh yang sakit.
Mempelajari pertanyaan tentang apa yang tidak dapat Anda makan dengan
bronkitis, Anda bertemu dengan kontradiksi, khususnya, tentang madu dan buah
sitrus. Beberapa percaya bahwa produk lebah merupakan sumber banyak
komponen bermanfaat, sangat berguna untuk bronkitis; Yang lain mengingatkan
pada alergenisitas dan rasa manis yang berlebihan, yang bisa berbahaya bagi
orang sakit.
Buah dari keluarga jeruk, di satu sisi, kaya akan vitamin C, penting untuk kekebalan
tubuh; Di sisi lain, mereka mengandung asam buah, yang menciptakan lingkungan
asam yang menguntungkan virus.
Mungkin, sebenarnya benar-benar di tengah, dan dalam jumlah kecil produk ini akan
menguntungkan tubuh. Anda tidak bisa begitu saja lupa bahwa madu tidak menyukai
panas, jadi Anda perlu memasukkannya ke dalam teh hangat atau bukan panas atau
ramuan.
Kontraindikasi
Pada prinsipnya, tidak begitu sulit untuk mengamati diet untuk bronkitis, karena
sebagian besar produk sehat setiap hari ada di meja kami. Apakah metode memasak
untuk pasien sedikit berbeda: disarankan memasak, mengukus, melembutkan piring dan
sebagainya. Dan juga minimal bumbu, gula dan garam. Diet sebaiknya tidak
menyebabkan alergi dan kambuh penyakitnya.
Wanita hamil yang terjangkit bronkitis harus diberi makan sesuai kondisi fisiologisnya.
Kemungkinan resiko
Resiko yang terkait dengan diet untuk bronkitis terjadi dalam keadaan seperti itu:
Jika ada reaksi terhadap alergen atau organisme yang tidak dapat ditolerir
terhadap tubuh;
saat menggunakan produk yang basi atau berkualitas buruk;
saat mengambil terlalu banyak makanan untuk orang sakit;
selama kehamilan;
dengan kekurangan gizi konstan.
Untuk menghindari konsekuensi dan risiko yang tidak diinginkan, seseorang harus
mematuhi diet sehat secara umum dan diet khusus untuk bronkitis pada khususnya. Jika
diinginkan, tidak sulit menahan diri dari makanan dan kebiasaan yang membahayakan,
dan sebaliknya, membiasakan diri dengan gaya hidup sehat. Apalagi saat dipertaruhkan
- kesehatan mereka sendiri.
Hal ini sangat penting untuk melindungi anak-anak muda dari bronkitis dan pneumonia,
di mana lendir terbentuk. Setelah semua, anak itu tidak dapat menyingkirkannya sendiri,
dan tidak diinginkan dan tidak aman untuk melakukan ini dari luar, melalui alat khusus.
Nutrisi pada pasien memainkan peran penting dalam proses pengobatan, dan seorang
dokter yang kompeten selalu memperhatikan diet, terutama dengan bronkitis. Makanan
sehat dan seimbang mendukung kekebalan tubuh, memulihkan nutrisi yang hilang,
menolak konsekuensi dan komplikasi yang tidak diinginkan. Pasien lebih cepat
direhabilitasi, menjadi lebih energik dan bersemangat, mempercepat penyembuhannya
sendiri.
Penyakit difteri adalah penyakit masa lalu di sebagian besar belahan dunia
dalam kurun 10 tahun, seperti melansir Medikal News Today. Di negara-
negara di mana ada serapan vaksinpendorong yang lebih rendah,
bagaimanapun, seperti di India, masih tersisa ribuan kasus setiap tahunnya.
Pada 2014, ada 7.321 kasus yang dilaporkan ke Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO), secara global.
Penyebab Difteri
Anda juga dapat terkena jika terdapat pasien penyakit difteri di sekitar Anda
yang bersin, batuk, atau keluar ingus dari hidung. Meskipun orang yang
terinfeksi belum tentu menunjukkan tanda dan gejala, orang tersebut tetap
mampu menularkan sampai dengan 6 minggu setelah infeksi awal.
Pada beberapa kasus, toksin ini juga dapat menuju ke organ lain dan
merusak organ tubuh lain seperti jantung, otak, dan ginjal. Hal ini dapat
menyebabkan komplikasi yang mengancam jiwa seperti miokarditis (radang
selaput jantung), paralisis (kelemahan otot), dan gagal ginjal.
Faktor Risiko Difteri
Demam
Menggigil
Pembesaran kelenjar di leher
Suara yang keras seperti menggonggong
Radang tenggorokan
Kulit yang membiru
Mengeluarkan air liur terus menerus
Rasa tidak nyaman pada tubuh
Anda juga dapat mengalami difteri kutaneus atau difteri kulit jika memiliki
higinitas yang buruk dan hidup di area tropis. Difteri kulit seringkali
menyebabkan ulkus (luka) dan kemerahan di kulit yang terkena.
Sekilas kita sudah tahu apa saja ciri difteri dan gejala difteri, namun sangat
disarankan untuk memeriksakan diri ke dokter untuk mengetahui diagnosis
yang lebih pasti. Dokter Anda akan melakukan pemeriksaan fisik untuk
memeriksa pembesaran kelenjar getah bening.
Dokter juga akan menanyakan riwayat medis dan gejala yang Anda rasakan.
Dokter juga akan yakin bahwa pasiennya mengalami penyakit difteri adalah
jika melihat lapisan abu-abu di tonsil atau di tenggorokan. Cara untuk
mengonfirmasi diagnosis, dokter akan mengambil sampel jaringan yang
terkena dan akan mengirimkannya ke laboratorium.
Pengobatan Difteri
Jika memang ada suatu alergi, maka dokter akan berhati-hati dalam
pemberian antitoksin atau obat difteri, dimulai dari dosis yang sedikit lalu
meningkat sedikit demi sedikit. Penyebab difteri adalah bakteri, sehingga
dokter juga dapat meresepkan antibiotik seperti penisilin dan eritromisin
untuk membantu memberantas infeksi bakteri yang terjadi di dalam tubuh.
Pencegahan Difteri
Penyakit difteri adalah penyakit yang bisa menjadi berbahaya jika tidak
mendapatkan penanganan yang tepat. Selain memerhatikan cara mengobati
difteri, Anda juga harus mengetahui cara pencegahan difteri sehingga Anda
tidak terpapar oleh penyakit ini. Cara pencegahan difteri yang terbaik adalah
dengan memberikan imunisasi vaksin DPT.
PENATALAKSANAAN DIFTERI
Oleh dr. Fredy Maringga
Penatalaksanaan difteri harus dimulai secepatnya bahkan sebelum adanya hasil pemeriksaan
penunjang yang definitif karena tingginya angka morbiditas dan mortalitas. Isolasi pasien
minimal 48 jam setelah pemberian antibiotik yang adekuat. Pada pasien yang dicurigai akan
mengalami gangguan saluran napas harus mendapat pengamanan jalur napas. Aktivitas
jantung harus dipantau dengan ketat untuk deteksi awal abnormalitas irama jantung. Pada
pasien yang mengalami aritmia atau gagal jantung sebaiknya diberikan intervensi
farmakologis dan pada pasien yang mengalami gangguan konduksi jantung yang signifikan
dapat dilakukan electrical pacing. Pemberian antibiotik dan antitoksin harus segera diberikan.
[1,2,16]
Medikasi
Tata laksana farmakologi pada penderita difteri dewasa sama dengan tata laksana penderita
difteri pada anak, yaitu:
Anti Difteri Serum (ADS) atau antitoksin difteri dihasilkan dari serum kuda, yang bekerja
dengan menetralisir eksotoksin bebas sebelum memasuki sel. ADS sebaiknya diberikan
sesegera mungkin setelah melakukan tes hipersensitivitas terhadap ADS. Pemberian
antitoksin secara dini sangat penting dalam menentukan kesembuhan.
Di Indonesia, Anti Difteri Serum diproduksi dan didistribusikan oleh Biofarma. ADS ini
tersedia di rumah sakit melalui pemesanan ke Kementerian Kesehatan. Kementerian
Kesehatan menyatakan bahwa stok ADS cukup untuk mengatasi kejadian luar biasa (KLB)
difteri yang terjadi pada akhir 2017.[15]
Sebelum pemberian ADS harus dilakukan uji kulit terlebih dahulu untuk menilai sensitivitas
pasien terhadap ADS. Uji kulit dilakukan dengan penyuntikan 0,1 ml ADS dalam larutan
garam fisiologis 1:1000 secara intrakutan. Hasil positif bila dalam 20 menit terjadi indurasi
>10 mm.
Bila uji kulit positif, ADS diberikan dengan cara desensitisasi. Bila uji kulit negatif, ADS
diberikan sekaligus secara intravena. Dosis ADS ditentukan secara empiris berdasarkan berat
penyakit dan lama sakit, tidak tergantung pada berat badan penderita. Dosisnya berkisar
antara 20.000-100.000 unit.
Pemberian ADS intravena dalam larutan garam fisiologis atau 100 ml dekstrosa 5% dalam 1-
2 jam. Lakukan pengamatan terhadap efek samping obat dilakukan selama pemberian
antitoksin dan selama dua jam berikutnya. Selain itu, perlu juga dilakukan pengawasan
terhadap terjadinya reaksi hipersensitivitas lambat (serum sickness).
Kemungkinan terjadi reaksi anafilaksis sekitar 0,6% yang terjadi beberapa menit setelah
pemberian ADS. Untuk itu, pemantauan ketat dan injeksi epinefrin harus selalu tersedia pada
pasien yang baru mendapatkan ADS.
Tata laksana dengan antibiotik paling efektif pada tahap awal penyakit serta mampu
menurunkan angka penularan dan meningkatkan kesembuhan dari difteri. Antibiotik yang
diberikan adalah golongan makrolid sebagai lini pertama dan golongan penisilin.
Golongan makrolid:
Berdasarkan CDC, antibiotik golongan makrolid seperti eritromisin dan azitromisin makrolid
adalah antibiotik lini pertama untuk pasien yang berusia lebih dari enam bulan. Namun
demikian, terapi makrolid, khususnya eritromisin, dikaitkan dengan peningkatan kejadian
stenosis pilorus pada bayi berusia kurang dari enam bulan. Antibiotik golongan makrolid
memiliki keuntungan manfaat sebagai agen antiinflamasi dengan menghambat migrasi
leukosit polimorfonuklear. Dosis antibiotik golongan makrolid untuk difteri, yaitu:
Eritromisin: 40-50 mg/kg/hari dalam dosis per oral terbagi interval 6 jam atau intravena
dengan dosis maksimal 2 g/hari selama 14 hari.
Azitromisin:
Golongan penisilin:
Kortikosteroid
Kortikosteroid dapat diberikan pada penderita difteri dengan gejala obstruksi saluran napas
bagian atas. Jika terdapat penyulit miokarditis diberikan prednisone 2 mg/kg BB selama 2
minggu kemudian diturunkan bertahap.
Terapi Oksigen
Terapi oksigen rutin sebaiknya dihindari karena dapat mengaburkan tanda-tanda obstruksi
jalan nafas. Hanya berikan terapi oksigen pada pasien yang dicurigai mengalami obstruksi
jalan nafas atau kegawatan nafas.
Pada fase konvalesens diberikan vaksin diteri toksoid disesuaikan status imunisasi penderita.
Jika terdapat tanda-tanda syok, lakukan resusitasi dengan hati-hati karena syok pada difteri
dapat terjadi akibat sepsis atau gagal jantung. Jika tidak terdapat tanda-tanda gagal jantung
dan/atau kelebihan cairan, berikan terapi cairan dengan hati-hati. Jika syok dicurigai akibat
gagal jantung, gunakan obat-obatan inotropik dan jangan berikan cairan. Jika terdapat demam
atau nyeri, berikan paracetamol.[1,2,14]
Penanganan Kontak Erat
Siapapun yang kontak erat dengan kasus dalam 7 hari terakhir dianggap berisiko tertular.
Kontak erat penderita dan karier meliputi:
Kontak cium/seksual
Semua kontak erat harus diperiksa adanya gejala difteri serta diawasi setiap hari selama 7 hari
dari tanggal terakhir kontak dengan kasus. Status imunisasi kontak harus ditanyakan dan
dicatat. Kontak erat harus mendapat profilaksis dengan antibiotik eritromisin dengan dosis 50
mg/kg BB/ hari dibagi dalam 4 kali pemberian selama 7 hari dengan pengawasan dari
pengawas minum obat (PMO). Selain itu perlu diberikan vaksin difteri sesuai strategi WHO
dengan memprioritsakan vaksinasi pada anak-anak. Vaksinasi yang diberikan dengan
ketentuan sebagai berikut:
Pentavalen untuk usia 6 minggu -6 tahun atau Td untuk usia >7 tahun
Cukup satu dosis jika tercatat sudah menyelesaikan imunisasi dasar dengan lengkap
Jika belum menyelesaikan imunisasi dasar dengan lengkap atau tidak ada bukti lengkapnya
imunisasi dasar, diberikan 3 dosis dengan jarak minimal 4 minggu antar setiap dosis. [2,16]
Prosedur/Tindakan bedah
Jika terdapat tanda ancaman obstruksi komplit pada jalan napas (stridor inspirasi,
peningkatan laju napas, retraksi dinding dada, dan penggunaan otot bantu napas), segera
amankan jalan napas. Pengamanan jalan napas dilakukan dengan pendekatan bertingkat.
Metode pertama yang dapat dilakukan adalah intubasi orotrakeal. Namun jika setelah
terpasang intubasi, jalan napas belum aman, dapat dilakukan trakeostomi atau needle
cricoidthyroidotomy. Jika penderita sudah mengalami obstruksi komplit pada jalan napas
(sianosis, SpO2 90-94%, letargi), lakukan trakeostomi emergensi jika ada ahli bedah
berpengalaman atau lakukan needle crichoidthyroidotomy sebagai prosedur emergensi
sementara. Pada kondisi ini, intubasi orotrakeal mungkin tidak dapat dilakukan dan dapat
membuat membrane terlepas sehingga obstruksi tidak teratasi. [2]
Bronkoskopi juga dapat dilakukan untuk membantu mengangkat pseudomembran yang ada.
[1,2,16]
Tenaga kesehatan yang memeriksa/merawat penderita difteri harus sudah memiliki imunisasi
lengkap.
Pada saat memeriksa tenggorok, gunakan masker bedah, pelindung mata, dan topi
Apabila kontak langsung dengan penderita (jarak <1 meter), gunakan masker bedah, sarung
tangan, gaun, dan pelindung mata
Saat mengambil spesimen, gunakan masker bedah, pelindung mata, topi, baju pelindung, dan
sarung tangan
Bagi penderita yang harus didampingi keluarga, maka pendamping harus menggunakan alat
pelindung diri (masker bedah dan gaun) serta melakukan kebersihan tangan[1,2,16]
Referensi
Diagnosis Difteri
Prognosis Difteri
PROGNOSIS DIFTERI
Oleh dr. Fredy Maringga
Prognosis difteri berhubungan dengan komplikasi dan keterlibatan organ yang terjadi.
Komplikasi
Sebagian besar komplikasi yang dapat terjadi akibat difteri disebabkan oleh efek toksin.
Ketika toksin diserap, dapat mempengaruhi jaringan dan organ yang jauh dari lokasi invasi.
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah miokarditis dan neuritis. Komplikasi lain yang
dapat muncul akibat difteri, yaitu:
Gagal nafas
Jantung: selain miokarditis, difteri juga dapat menyebabkan komplikasi gagal jantung,
dilatasi jantung, endokarditis, dan aneurisma mikotik, serta aritmia
Neuritis
Otitis media
Komplikasi difteri yang lebih jarang terjadi adalah osteomielitis, artritis septik, syok sepsis,
serta penyebaran infeksi ke organ yang jauh. Selain itu, difteri juga dapat menyebabkan
kematian.[1,3]
Prognosis
Prognosis difteri ditentukan oleh faktor usia serta manifestasi difteri. Pada anak berusia
kurang dari lima tahun dan orang dewasa berusia lebih dari 40 tahun, prognosis difteri buruk
dengan tingkat kematian yang lebih tinggi dibandingkan kelompok usia lain. Pada difteri
dengan bakteremia, prognosis akan bertambah buruk. Prognosis paling buruk terdapat pada
pasien difteri yang mengalami keterlibatan jantung, terutama jika terjadi miokarditis. Pada
kelompok ini, tingkat kematian dapat mencapai 90%.[1,3]
Imunisasi
Pasien perlu mendapat edukasi mengenai jenis vaksin untuk imunisasi rutin dan imunisasi
lanjutan yang diberikan untuk mencegah penyakit difteri ada tiga macam, yaitu
Imunisasi tersebut diberikan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Jadwal imunisasi
dasar difteri yang direkomendasikan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia pada tahun 2017
adalah pemberian vaksin DPT-Hepatitis B-HiB sebanyak 3 kali pada usia 2, 3, dan 4 bulan.
[17]
Anak Sekolah Dasar kelas 1 diberikan vaksin DT pada Bulan Imunisasi Anak Sekolah
(BIAS)
Imunisasi Dewasa
Pemberian booster Td/Tdap sangat penting bagi orang dewasa terkait adanya wabah difteri
yang terjadi di beberapa daerah dan penurunan imunitas pasca imunisasi dasar dan lanjutan.
Vaksin difteri bagi orang dewasa dalam bentuk Td/Tdap, yang merupakan vaksin DTP
dengan reduksi antigen difteri dan pertusus. SATGAS Imunisasi PAPDI merekomendasikan
semua orang dewasa untuk mendapatkan 1 dosis booster vaksin Td/Tdap setiap 10 tahun.
Wanita hamil direkomendasikan untuk mendapatkan 1 dosis Tdap untuk setiap kehamilan.
Sementara itu, orang dewasa dalam kondisi immunocompromise, lelaki seks lelaki (LSL),
penderita penyakit jantung, penderita penyakit paru kronik, alkoholisme kronik, asplenia,
penderita penyakit hati kronik, penderita gagal ginjal, penderita diabetes, dan petugas
kesehatan direkomendasikan untuk mendapatkan 1 dosis menggunakan Tdap dan 2 dosis
menggunakan Td selanjutnya 1 dosis booster Td diberikan setiap 10 tahun.[18]
Pada kondisi terjadi wabah difteri, untuk menmutuskan penularan, menurukan jumlah kasus
difteri dan mencegah agar penyakit tersebut tidak semakin meluas diperlukan
tindakan Outbreak Response Immunization (ORI) dengan vaksin yang mengandung difteri.
Pada KLB dfiteri akhir tahun 2017, Kemenkes RI merekomendasikan pelaksanaan ORI
difteri pada daerah yang mengalami KLB difteri sebanyak 3 putaran dengan sasaran anak
usia 1-<19 tahun dengan interval 0-1-6 bulan, dengan ketentuan pemberian vaksin sebagai
berikut:
DPT-HB-HIb untuk anak usia 1 tahun sampai dengan 5 tahun
Cakupan ORI minimal 90% pada lokasi yang telah ditentukan. Sementara itu orang dewasa,
terutama petugas kesehatan juga dianjurkan untuk memperoleh imunisasi difteri, tetapi
bersifat mandiri ke fasilitas kesehatan pemerintah dan swasta yang menyediakan.[16,19,20]
Kekebalan Kelompok
Perlindungan optimal terhadap difteri pada masyarakat (kekebalan kelompok) dapat dicapai
dengan cakupan imunisasi rutin, baik dasar maupun lanjutan, yang tinggi dan merata.
Cakupan harus mencapai minimal 95%, merata di setiap kabupaten/kota dan tetap
dipertahankan.[16]
Diperkirakan hampir satu dari lima penderita difteri balita dan berusia di atas 40 tahun yang
meninggal dunia diakibatkan oleh komplikasi. Beberapa komplikasi yang dapat mengancam jiwa
karena toksin dari bakteri difteri diantaranya meliputi:
• Masalah pernapasan. Sel-sel yang mati akibat toksin yang diproduksi bakteri difteri akan
membentuk membran abu-abu yang dapat menghambat pernapasan. Partikel-partikel membran
juga dapat luruh dan masuk ke paru-paru. Hal ini berpotensi memicu inflamasi pada paru-paru
sehingga fungsinya akan menurun secara drastis dan menyebabkan gagal napas.
• Miokarditis (Kerusakan Jantung). Miokarditis adalah kondisi jantung, yang melibatkan
peradangan pada otot jantung, dalam hal ini disebabkan oleh toksin difteri. Kondisi ini dapat
menyebabkan gagal jantung, dan semakin besar tingkat infeksi bakteri, semakin tinggi toksisitas
pada jantung, menghasilkan efek yang berkisar dari kelainan yang hanya tampak pada monitor
jantung, kematian mendadak.
• Kerusakan saraf. Toksin dapat menyebabkan penderita mengalami masalah sulit menelan,
masalah saluran kemih, serta pembengkakan saraf tangan dan kaki. Masalah saluran kemih
dapat menjadi indikasi awal dari kelumpuhan saraf yang akan memengaruhi diagfragma.
• Kelumpuhan Diagfragma. Diafragma adalah otot berbentuk kubah tebal yang memisahkan
dada dari perut. Diafragma membantu Anda bernafas dalam dan keluar. Jika diafragma tidak
bekerja dengan benar, maka akan perlu ventilator untuk membantu bernapas. Hal ini dapat
meniru fungsi dari diafragma dengan mengatur tekanan paru-paru.
• Difteri Hipertoksik. Komplikasi ini adalah bentuk difteria yang sangat parah. Selain gejala
yang sama dengan difteri biasa, difteri hipertoksik akan memicu pendarahan yang parah dan
gagal ginjal. Sebagian besar komplikasi ini disebabkan oleh bakteri Corynebacterium
diphtheriae.
Lalu bagaimana cara mencegah agar anak kita tidak terkena penyakit Difteri? Langkah paling
efektif adalah dengan vaksinasi karena vaksinasi merupakan tindakan pencegahan.
Pencegahan difteri tergabung dalam vaksin DPT. Vaksin ini meliputi difteri, tetanus, dan pertusis
atau batuk rejan.
Vaksin DPT merupakan salah satu dari lima imunisasi wajib bagi anak-anak di Indonesia.
Pemberian vaksin ini dilakukan lima kali pada saat anak berusia dua bulan, empat bulan, enam
bulan, 1,5-2 tahun, dan lima tahun. Perlindungan tersebut umumnya dapat melindungi anak
terhadap difteri seumur hidupnya. Tetapi vaksinasi ini dapat diberikan kembali pada saat anak
memasuki masa remaja atau tepatnya saat berusia 11-18 tahun untuk memaksimalisasi
keefektifannya. (RE)
Sumber:
• http://www.alodokter.com
• http://www.obatherbalkhususanak.com
Oleh Lika Aprilia SamiadiInformasi kesehatan ini sudah direview dan diedit oleh: dr. Tania Savitri - Dokter
Umum.
Definisi
Apa itu difteri?
Difteri adalah infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium. Gejalanya
berupa sakit tenggorokan, demam, dan terbentuknya lapisan di amandel dan tenggorokan.
Dalam kasus yang parah, infeksi bisa menyebar ke organ tubuh lain seperti jantung dan
sistem saraf. Beberapa pasien juga mengalami infeksi kulit. Bakteri penyebab penyakit ini
menghasilkan racun yang berbahaya jika menyebar ke bagian tubuh lain.
Seberapa umumkah difteri?
Difteri banyak ditemui di negara-negara berkembang seperti Indonesia, di mana angka
vaksinasi masih rendah. Kondisi ini dapat terjadi pada pasien dengan usia berapapun. Difteri
dapat ditangani dengan mengurangi faktor-faktor risiko. Diskusikan dengan dokter untuk
informasi lebih lanjut.
Kemungkinan ada tanda-tanda dan gejala yang tidak disebutkan di atas. Bila Anda memiliki
kekhawatiran akan sebuah gejala tertentu, konsultasikanlah dengan dokter Anda.
Penyebab
Apa penyebab difteri?
Difteri disebabkan oleh Corynebacterium, yaitu bakteri yang menyebarkan penyakit melalui
partikel di udara, benda pribadi, serta peralatan rumah tangga yang terkontaminasi.
Jika Anda menghirup partikel udara dari batuk atau bersin orang yang terinfeksi, Anda dapat
terkena difteri. Cara ini sangat efektif untuk menyebarkan penyakit, terutama pada tempat
yang ramai.
Penyebab lainnya adalah kontak dengan benda-benda pribadi yang terkontaminasi. Anda
dapat terkena difteri dengan memegang tisu bekas orang yang terinfeksi, minum dari gelas
yang belum dicuci, atau kontak sejenisnya dengan benda-benda yang membawa bakteri.
Pada kasus yang langka, difteri menyebar pada peralatan rumah tangga yang digunakan
bersama, seperti handuk atau mainan.
Menyentuh luka yang terinfeksi juga dapat membuat Anda terekspos bakteri yang
menyebabkan difteri.
Faktor pemicu
Apa saja faktor yang meningkatkan risiko seseorang terkena
difteri?
Ada banyak faktor yang meningkatkan risiko seseorang terkena difteri, yaitu:
Pengobatan
Informasi yang diberikan bukanlah pengganti nasihat medis. SELALU konsultasikan
pada dokter Anda.
Namun, metode paling aman untuk mendiagnosis difteri adalah dengan biopsi. Sampel
jaringan yang terpengaruh akan diambil dan kemudian dikirim ke laboratorium untuk
diperiksa, apakah Anda memiliki bakteri difteri atau tidak.
Pada pasien dengan alergi, biasanya dokter akan memberi dosis antitoksin yang rendah dan
meningkatkan kadar secara bertahap. Setelah itu, dokter akan memberikan antibiotik untuk
membantu mengatasi infeksi. Setelah diberikan obat-obatan tersebut, dokter dapat
merekomendasi dosis pendorong vaksin difteri setelah sehat, untuk membangun pertahanan
terhadap bakteri difteri.
Normal apabila dokter meminta pasien untuk tinggal di rumah sakit untuk mengawasi reaksi
terhadap pengobatan dan mencegah penyebaran penyakit. Jika Anda atau anak Anda
melakukan kontak dengan seseorang dengan penyakit difteri, Anda harus segera
mengunjungi dokter untuk melakukan tes dan kemungkinan perawatan.
Pengobatan di rumah
Apa saja yang harus dilakukan saat terkena difteri?
Berikut adalah yang perlu Anda lakukan saat terkena difteri:
Banyak bed rest alias istirahat di tempat tidur. Batasi aktivitas fisik apabila jantung Anda
terpengaruh. Anda mungkin memerlukan istirahat di tempat tidur selama beberapa minggu
atau sampai Anda telah pulih total.
Isolasi ketat. Anda sebaiknya menghindari penyebaran penyakit pada orang lain apabila
Anda terinfeksi.
Komplikasi
Apa saja komplikasi yang bisa terjadi akibat difteri?
Jika tidak diobati dengan tepat, difteri dapat mengakibatkan komplikasi yang berbahaya, dan
bahkan bisa berujung dengan kematian. Beberapa komplikasi tersebut adalah:
Bagi beberapa orang, difteri bisa merenggut nyawa. Bahkan setelah diobati pun, 1 dari 10
penderita difteri biasanya meninggal dunia. Namun, jika tidak diobati, jumlah kematian bisa
meningkat menjadi 1:2. Oleh karena itu, lakukan tindak pencegahan dan segera periksakan
ke dokter saat gejala muncul.
Pencegahan
Bagaimana cara mencegah difteri?
Cara terbaik mencegah difteri adalah dengan vaksin. Di Indonesia, vaksin difteri biasanya
diberikan lewat imunisasi DPT (Difteri, Tetanus, Pertusis), sebanyak lima kali semenjak bayi
berusia 2 bulan. Anak harus mendapat vaksinasi DTP lima kali pada usia 2 bulan, 3 bulan, 4
bulan, 18 bulan, dan usia 4-6 tahun.
Untuk anak usia di atas 7 tahun diberikan vaksinasi Td atau Tdap. Vaksin Td/Tdap akan
melindungi terhadap tetanus, difteri, dan pertusis harus diulang setiap 10 tahun sekali. Ini
juga termasuk untuk orang dewasa.