Dalam lingkungan hidup sehari-hari, kecacingan atau penyakit cacing merupakan masalah kesehatan
yang cukup mengkhawatirkan. Masalah-masalah kecacingan ini umumnya tersebar pada daerah yang
status kebersihannya kurang. Akibat masalah penyakit cacing ini ,dapat terjadi gangguan pertumbuhan
dan perkembangan anak-anak. Untuk mengatasi masalah kecacingan ,WHO menganj urkan agar anak-
anak ini rutin diberi obat -obat cacing, khususnya pada negara-negara berkembang yang memiliki status
kebersihan yang kurang.
melakukan sosialisasi kepada Ibu kader setiap RW mengenai rencana program tablet cacing untuk anak-
anak di posyandu balita
pembukaan
penyuluhan mengenai cara dan manfaat pemberian tablet pengobatan cacing di posyandu balita
penutup
F2 - PSN di Balaraja
DHF adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang masuk ke dalam tubuh melalui
gigitan nyamuk aedes aegypty. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan
kematian, terutama anak serta sering menimbulkan wabah
Kurangnya kesadaran warga untuk memberantas sarang nyamuk dan terdapat kasus DBD di Balaraja
sehingga membutuhkan penyelidikan kasus DBD lebih lanjut.
Melakukaan pendataan warga yang mengalami DBD dan melakukan pemeriksaan lebih lanjut, dilakukan
juga edukasi.
3. Melakukan pemeriksaan jentik nyamuk dengan radius kurang lebih 100 m dari rumah penderita.
Saat ini di Indonesia masih ada anak-anak yang belum mendapatkan imunisasi secara lengkap
bahkan tidak pernah mendapatkan imunisasi sedari lahir. Hal itu menyebabkan mereka mudah
tertular penyakit berbahaya karena tidak adanya kekebalan terhadap penyakit tersebut.
Pemberian imunisasi disesuaikan dengan usia anak. Untuk imunisasi dasar lengkap, bayi berusia
kurang dari 24 jam diberikan imunisasi Hepatitis B (HB-0), usia 1 bulan diberikan (BCG dan
Polio 1), usia 2 bulan diberikan (DPT-HB-Hib 1 dan Polio 2), usia 3 bulan diberikan (DPT-HB-
Hib 2 dan Polio 3), usia 4 bulan diberikan (DPT-HB-Hib 3, Polio 4 dan IPV atau Polio suntik),
dan usia 9 bulan diberikan (Campak atau MR).
Untuk imunisasi lanjutan, bayi bawah dua tahun (Baduta) usia 18 bulan diberikan imunisasi
(DPT-HB-Hib dan Campak/MR), kelas 1 SD/madrasah/sederajat diberikan (DT dan
Campak/MR), kelas 2 dan 5 SD/madrasah/sederajat diberikan (Td).
Vaksin Hepatitis B (HB) diberikan untuk mencegah penyakit Hepatitis B yang dapat
menyebabkan pengerasan hati yang berujung pada kegagalan fungsi hati dan kanker hati.
Imunisasi BCG diberikan guna mencegah penyakit tuberkulosis.
Imunisasi Polio tetes diberikan 4 kali pada usia 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan untuk
mencegah lumpuh layu. Imunisasi polio suntik pun diberikan 1 kali pada usia 4 bulan agar
kekebalan yang terbentuk semakin sempurna.
Imunisasi Campak diberikan untuk mencegah penyakit campak yang dapat mengakibatkan
radang paru berat (pneumonia), diare atau menyerang otak. Imunisasi MR diberikan untuk
mencegah penyakit campak sekaligus rubella.
Rubella pada anak merupakan penyakit ringan, namun apabila menular ke ibu hamil, terutama
pada periode awal kehamilannya, dapat berakibat pada keguguran atau bayi yang dilahirkan
menderita cacat bawaan, seperti tuli, katarak, dan gangguan jantung bawaan.
Vaksin DPT-HB-HIB diberikan guna mencegah 6 penyakit, yakni Difteri, Pertusis, Tetanus,
Hepatitis B, serta Pneumonia (radang paru) dan Meningitis (radang selaput otak) yang
disebabkan infeksi kuman Hib.
Terkait capaian imunisasi, cakupan imunisasi dasar lengkap pada 2017 mencapai 92,04%,
melebihi target yang telah ditetapkan yakni 92% dan imunisasi DPT-HB-Hib Baduta mencapai
63,7%, juga melebihi target 45%.
…
Menurut United Nations Children's Fund (UNICEF) diantara 2.400 anak di Indonesia meninggal setiap
hari adalah termasuk yang meninggal akibat dari penyakit menular yang seharusnya dapat dicegah
dengan imunisasi
Lengkap dikedua puseksmas diberikan pada bayi usia 0-11 bulan, imunisasi yang diberikan antara lain:
Imunisasi booster :
5. memberikan edukasi efek setelah diberikan vaksin dan kapan vaksin lanjutan
BCG 3 orang
DPT 1 polio 2 : 3
DPT 2 polio 3 : 4
campak dasar : 1
campak booster : 1
dpt booster : 1
Status gizi merupakan gambaran keseimbangan antara kebutuhan tubuh akan zat gizi untuk
pemeliharaan kehidupan, pertumbuhan, perkembangan, pemeliharaan fungsi normal tubuh dan untuk
produksi energi dan intake zat gizi lainnya. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh
memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan
fisik, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin
…
Gizi yang tidak baik adalah faktor risiko penyakit tidak menular dan penyakit metabolik. Malnutrisi pada
balita, baik gizi buruk maupun gizi lebih disebabkan dari konsumsi makanan dengan gizi yang tidak
seimbang. Gizi yang tidak seimbang pada balita dapat menyebabkan terjadinya pertumbuhan dan
perkembangan yang tidak optimal.
Melakukan penyuluhan dan pengenalan mengenai pola makan gizi seimbang. Memperkenalkan 4 pilar
gizi seimbang yaitu;
1. Susunan pangan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai
dengan kebutuhan tubuh
4. Memantau berat badan normal pada balita untuk mencegah masalah gizi.
Jumlah balita yang sakit dan mendapatkan penyuluhan mengenai gizi seimbang adalah 20 orang
Selama proses pertumbuhan dan perkembangan, anak memerlukan asupan gizi yang adekuat,
penanaman nilai agama dan budaya, pembiasaan disiplin yang konsisten, dan upaya pencegahan
penyakit. Salah satu upaya pencegahan penyakit, yaitu melalui pemberian imunisasi. Pemahaman
tentang imunisasi diperlukan sebagai dasar dalam memberikan asuhan keperawatan terutama pada
anak sehat dan implikasi konsep imunisasi pada saat merawat anak sakit
Imunisasi yang telah diperoleh pada waktu bayi belum cukup untuk melindungi terhadap penyakit PD3I
(Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi) sampai usia anak sekolah. Hal ini disebabkan karena
sejak anak mulai memasuki usia sekolah dasar terjadi penurunan terhadap tingkat kekebalan yang
diperoleh saat imunisasi ketika bayi. Oleh sebab itu, pemerintah menyelenggarakan imunisasi ulangan
pada anak usia sekolah dasar atau sederajat (MI/SDLB) yang pelaksanaannya serentak di Indonesia
dengan nama Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS). Penyelenggaraan BIAS ini berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan RI nomor 1059/Menkes/SK/IX/2004 dan mengacu pada himbauan UNICEF, WHO dan
UNFPA tahun 1999 untuk mencapai target Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (MNTE) pada tahun
2005 di negara berkembang (insiden dibawah 1 per 1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun). BIAS
adalah salah satu bentuk kegiatan operasional dari imunisasi lanjutan pada anak sekolah yang
dilaksanakan pada bulan tertentu setiap tahunnya dengan sasaran seluruh anak-anak usia Sekolah Dasar
(SD) atau sederajat (MI/SDLB) kelas 1, 2, dan 3 di seluruh Indonesia. Imunisasi lanjutan sendiri adalah
imunisasi ulangan yang ditujukan untuk mempertahankan tingkat kekebalan diatas ambang
perlindungan atau memperpanjang masa perlindungan. Imunisasi yang diberikan berupa vaksin Difteri
Tetanus (DT) dan Vaksin Campak untuk anak kelas 1 SD atau sederajat (MI/SDLB) serta vaksin Tetanus
Toksoid (TT) pada anak kelas 2 atau 3 SD atau sederajat (MI/SDLB). Pada tahun 2011, secara nasional
imunisasi vaksin TT untuk kelas 2 dan kelas 3 SD atau sederajat (MI/SDLB) ditambah dengan Antigen
difteri (vaksin Td). Pemberian imunisasi ini sebagai booster untuk mengantisipasi terjadinya Kejadian
Luar Biasa (KLB) Difteri. Perubahan pemberian imunisasi dari vaksin TT ditambah dengan vaksin Td ini
sejalan dengan rekomendasi dari Komite Ahli Penasehat Imunisasi Nasional atau Indonesia Technical
Advisory Group on Immunization. Hal ini disebabkan adanya perubahan trend kasus infeksi difteri pada
usia anak sekolah dan remaja. Pemberian imunisasi bagi para anak usia SD atau sederajat (MI/SDLB) ini
merupakan komitmen pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan dalam upaya meningkatkan
kualitas sumber daya manusia melalui Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Selain itu, berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1059/MENKES/SK/IX/2004 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Imunisasi bahwa imunisasi sebagai salah satu upaya preventif untuk mencegah
penyakit melalui pemberian kekebalan tubuh harus dilaksanakan secara terus menerus, menyeluruh,
dan dilaksanakan sesuai standar sehingga mampu memberikan perlindungan kesehatan dan memutus
mata rantai penularan.
Perencanaan pada kegiatan ini berupa persiapan vaksin yang akan digunakan serta alat kesehatan yang
dibutuhkan serta APD yang akan digunakan. Dengan didahului adanya sosialisasi kepada kepala sekolah
ataupun guru di sekolahan sekitar yang menjadi target dalam BIAS mengenai kegiatan BIAS yang aan
dilakukan. Penjelasan kepada kepala sekolah mengenai latar belakang pelaksanaan hingga
pelaksanaannya. Setelah itu, petugas kesehatan puskesmas mendata daftar sekolah yang dituju serta
jumlah murid kemudian dilakukan penjadwalan.
Pada pelaksanaaanya, kami para petugas kesehatan dari puskesmas yang sudah membentuk masing
masing tim sesuai targer sekolah, mengecek kembali persiapan yang akan digunakan pada saat BIAS
mulai dari vaksin hingga berkas yang harus dibawa. Pelaksanaan BIAS dimulai dan siswa kelas 1 SD
terlebih dahulu dengan diawali pengukuran tinggi dan berat badan serta skrining secara umum kondisi
kesehatan murid mulai dari rambut hingga kuku. Kemudia hasil skrining akan dicatan oleh petugas.
Dengan bantuan guru setempat, memudahkan dalam pengenalan dan absesi murid murid serta dalam
mengatur proses pemberian vaksin. Setelah skrining, dilanjutkan dengan pemberian imunisasi kepada
murid murid, di lengan atas secara Subkutan sebanyak 0.5 cc.
Sebagai evaluasi, pelaksaaan BIAS di SD SAGA II sudah baik. Mulai dari para guru yang sudah koopertatif
hingga orang tuamurid yang sudah teredukasi sehingga anak nya bersedia untuk di imunisasi. Terdapat
total 10 siswa yang tidak masuk dihari itu sehingga harus mendapat imunisasi menyusul di puskesmas
dan rata rata murid murid dalam keadaan baik untuk diimunisasi.
Perubahan perilaku dan gaya hidup ( Life style ) masyarakat telah mengakibatkan terjadinya
transisi epidemiologi dimana masalah kesehatan utama mulai bergeser dari penyakit menular
menjadi penyakit tidak menular. Kondisi ini terjadi karena perilaku masyarakat yang cenderung
tidak sehat seperti merokok, kurang konsumsi sayur dan buah, pola makan yang tidak sehat,
kurang aktifitas fisik dan konsumsi minuman beralkohol.
Skrining kesehatan peserta didik merupakan salah satu indikator standar pelayanan minimal
bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan.Dengan terdeteksinya
secara dini masalah kesehatan peserta didik, apabila terdapat masalah dapat segera dilakukan
tindak lanjut.Kegiatan tersebut dilakukan secara berkala dan dilaksanakan melalui wadah usaha
sekolah (UKS).
…
Dilihat dari tidak sedikit jumlah kunjungan pasien berusia anak sekolah ke Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas), didukung dengan kondisi musim yang pancaroba, maka dilakukan
kegiatan ini sebagai usaha preventif untuk meningkatkan derajat kesehatan anak sekolah
…
Skrining dilakukan satu persatu dari siswa Kelas 9
Kegiatan ini meliputi penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan, pemeriksaan telinga,
mulut dan gigi peserta didik.
Juga dilakukan skrining PTM bedasarkan wawancara dan pemeriksaan GDS serta Hb
…
Kegiatan skrining dilakukan dari kelas ke kelas.Kegiatan diawali dengan perkenalan diri
kemudian peserta didik dipanggil secara bergantian berdasarkan nomor urut.Setiap peserta didik
dilakukan penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan terlebih dahulu serta dicatat
hasilnya.Selanjutnya dilakukan pemeriksaan serumen pada telinga kiri dan kanan, dilanjutkan
dengan pemeriksaan gigi dan mulut.
Pada pemeriksaan gigi, dilakukan pencatatan apabila terdapat karies pada gigi.Selain itu
dilakukan juga pencatatan apabila peserta didik menggunakan kacamata sehari-hari.
Selanjutnya dilakukan wawancara untuk skrining PTM serta pemeriksaan GDS untuk anak laki2
dan yang mempunyai riwayat DM dalam keluarga serta pemeriksaan Hb untuk semua anak
perempuan
Jika ada anak perempuan dengan hasil Hb <12 maka diberikan tablet Fe
…
Lokasi penyelenggaraan skrining = SMP Negeri 1 Balaraja
Jumlah kelas yang dikunjungi = 3 kelas
Jumlah siswa yang diskrining = @ 25 - 30 peserta didik per kelas
Jumlah dokter yang bertugas = 2 orang dokter internship + 1 perawat + 1 petugas lab
2) Penyajian materi
Penyajian materi dilakukan sesuai dengan materi penyuluhan yang telah terlampir. Di sela-sela
pemberian materi, pembicara membuka 1-2 sesi tanya-jawab bila materi yang diberikan
dirasakan belum jelas oleh peserta.
F6- Prolanis
Penyakit kronis merupakan masalah kesehatan yang berkaitan dengan gejalagejala yang membutuhkan
penatalaksanaan jangka panjang, serta merupakan masalah kesehatan yang serius dan menyebabkan
kematian terbesar di dunia. Berdasarkan data WHO prevalensi penyakit kronis di dunia mencapai 70%
dari kasus yang mengakibatkan kematian. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan gaya hidup,
mengkonsumsi makanan tinggi lemak, kolesterol, merokok dan stress yang tinggi. Tahun 2030
diperkirakan sekitar 150 juta orang akan terkena penyakit kronis. Tahun 2008 penyakit kronis
menyebabkan kematian pada 36 juta orang di seluruh dunia atau setara dengan 36% jumlah kematian di
dunia. Penyakit kronik yang menyebabkan kematian diantaranya penyakit kardiovaskuler, kanker,
penyakit paru obstruksi kronis, hipertensi dan diabetes militus (DM).
Tingginya angka penderita hipertensi dan diabetes mellitus pada wilayah kerja puskesmas
Balaraja
…
melakukan penyuluhan dan pemeriksaan kesehatan lansia serta pembagian obat rutin.
…
1. melakukan senam prolanis
2. pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi
3. pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter dan stetoskop serta perhitungan denyut
nadi selama 1 menit
4. melakukan penyuluhan terkait PTM
5. Pemeriksaan kadar gula darah rutin pada penderita DM
6. Konsultasi dan pembagian obat rutin
…
lokasi penyelenggaraan prolanis : Balaraja
jumlah kader yang bertugas : 4 orang
jumlah peserta prolanis yang hadir : 35 orang
jumlah tenaga kesehatan yang bertugas : 3 orang
F1 - PENYULUHAN DIABETES
…
Diabetes Mellitus (DM) merupakan kategori penyakit tidak menular (PTM) yang menjadi masalah
kesehatan masyarakat, baik secara global, regional, nasional maupun lokal. Salah satu jenis penyakit
metabolik yang selalu mengalami peningkatan penderita setiap tahun di negara-negara seluruh dunia.
Diabetes merupakan serangkaian gangguan metabolik menahun akibat pankreas tidak memproduksi
cukup insulin, sehingga menyebabkan kekurangan insulin baik absolut maupun relatif, akibatnya terjadi
peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah (Infodatin, 2014; Sarwono, dkk, 2007). Berbagai penelitian
epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insiden dan prevalensi DM tipe-2
di berbagai penjuru dunia. Berdasarkan perolehan data International Diabetes Federation (IDF) tingkat
prevalensi global penderita DM pada tahun 2013 sebesar 382 kasus dan diperkirakan pada tahun 2035
mengalami peningkatan menjadi 55% (592 kasus) diantara usia penderita DM 40-59 tahun (International
Diabetes Federation, 2013). Tingginya angka tersebut menjadikan Indonesia peringkat keempat jumlah
pasien DM terbanyak di dunia setelah Amerika Serikat, India dan China (Suyono, 2006)
…
1) Apa yang diketahui peserta tentang diabetes?
2) Apa saja tanda dan gejala diabetes?
3) Kondisi apa saja yang dapat menyebabkan diabetes?
4) Apakah diabetes dapat dicegah?
5) Bagaimana cara mengobati DM bagi orang yang sudah terdiagnosis?
…
1) Perkenalan dan penggalian pengetahuan awal peserta
Sesi ini dimulai dengan pemberian salam dan perkenalan diri pembicara. Pembicara kemudian
menyampaikan pengenalan awal materi sambil memberikan pertanyaan-pertanyaan pemicu
untuk menggali seberapa jauh pemahaman dan tingkat pengetahuan awal peserta mengenai
materi yang akan diberikan. Pendataan absensi juga dilakukan saat sesi ini.
Peserta kemudian dipersilahkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pemicu dengan bahasa
sendiri, kemudian pembicara melanjutkan sesi berikutnya ke materi penyuluhan.
2) Penyajian materi
Penyajian materi dilakukan sesuai dengan materi penyuluhan yang telah terlampir. Di sela-sela
pemberian materi, pembicara membuka 1-2 sesi tanya-jawab bila materi yang diberikan
dirasakan belum jelas oleh peserta.