Anda di halaman 1dari 16

F1- PEMBERIAN TABLET CACING UNTUK POSYANDU BALITA DI BALARAJA

Dalam lingkungan hidup sehari-hari, kecacingan atau penyakit cacing merupakan masalah kesehatan
yang cukup mengkhawatirkan. Masalah-masalah kecacingan ini umumnya tersebar pada daerah yang
status kebersihannya kurang. Akibat masalah penyakit cacing ini ,dapat terjadi gangguan pertumbuhan
dan perkembangan anak-anak. Untuk mengatasi masalah kecacingan ,WHO menganj urkan agar anak-
anak ini rutin diberi obat -obat cacing, khususnya pada negara-negara berkembang yang memiliki status
kebersihan yang kurang.

Cacingan mempengaruhi asupan (intake), pencernaan (digestive), penyerapan (absorbsi), dan


metabolisme makanan. Secara kumulatif, infeksi cacing atau Cacingan dapat menimbulkan kerugian
terhadap kebutuhan zat gizi karena kurangnya kalori dan protein, serta kehilangan darah. Selain dapat
menghambat perkembangan fisik, kecerdasan dan produktifitas kerja, dapat menurunkan ketahanan
tubuh sehingga mudah terkena penyakit lainnya.

melakukan sosialisasi kepada Ibu kader setiap RW mengenai rencana program tablet cacing untuk anak-
anak di posyandu balita

pembukaan

penyuluhan mengenai cara dan manfaat pemberian tablet pengobatan cacing di posyandu balita

sesi tanya jawab

penutup

Kegiatan penyuluhan dilaksanakan di aula lantai 2 kantor kelurahan Kayu Putih

Jumlah kader yang hadir : 32

jumlah petugas kesehatan : 3

F2 - PSN di Balaraja

DHF adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang masuk ke dalam tubuh melalui
gigitan nyamuk aedes aegypty. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan
kematian, terutama anak serta sering menimbulkan wabah

Kurangnya kesadaran warga untuk memberantas sarang nyamuk dan terdapat kasus DBD di Balaraja
sehingga membutuhkan penyelidikan kasus DBD lebih lanjut.
Melakukaan pendataan warga yang mengalami DBD dan melakukan pemeriksaan lebih lanjut, dilakukan
juga edukasi.

1 . Melakukan pendataan warga yang mengalami DBD

2. Identifikasi factor resiko DBD yang ada pada penderita

3. Melakukan pemeriksaan jentik nyamuk dengan radius kurang lebih 100 m dari rumah penderita.

4. Memberikan edukasi tentang pemberantasan sarang nyamuk dan 3M plus.

Pelaksanaan PE PSN di Balaraja

Jumlah rumah yang terdapat penderita DBD 3

Jumlah rumah yang positif terdapat jentik 4

Jumlah kader jumantik yang hadir 5

Jumlah petugas kesehatan 2

F3 - IMUNISASI DASAR DAN LANJUTAN ANAK SAMPAI USIA 2 TAHUN

Saat ini di Indonesia masih ada anak-anak yang belum mendapatkan imunisasi secara lengkap
bahkan tidak pernah mendapatkan imunisasi sedari lahir. Hal itu menyebabkan mereka mudah
tertular penyakit berbahaya karena tidak adanya kekebalan terhadap penyakit tersebut.

Data dari Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan


(Kemenkes) RI menunjukkan sejak 2014-2016, terhitung sekitar 1,7 juta anak belum
mendapatkan imunisasi atau belum lengkap status imunisasinya.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengubah konsep imunisasi dasar lengkap menjadi


imunisasi rutin lengkap. Imunisasi rutin lengkap itu terdiri dari imunisasi dasar dan lanjutan.
Imunisasi dasar saja tidak cukup, diperlukan imunisasi lanjutan untuk mempertahankan tingkat
kekebalan yang optimal.

Pemberian imunisasi disesuaikan dengan usia anak. Untuk imunisasi dasar lengkap, bayi berusia
kurang dari 24 jam diberikan imunisasi Hepatitis B (HB-0), usia 1 bulan diberikan (BCG dan
Polio 1), usia 2 bulan diberikan (DPT-HB-Hib 1 dan Polio 2), usia 3 bulan diberikan (DPT-HB-
Hib 2 dan Polio 3), usia 4 bulan diberikan (DPT-HB-Hib 3, Polio 4 dan IPV atau Polio suntik),
dan usia 9 bulan diberikan (Campak atau MR).
Untuk imunisasi lanjutan, bayi bawah dua tahun (Baduta) usia 18 bulan diberikan imunisasi
(DPT-HB-Hib dan Campak/MR), kelas 1 SD/madrasah/sederajat diberikan (DT dan
Campak/MR), kelas 2 dan 5 SD/madrasah/sederajat diberikan (Td).

Vaksin Hepatitis B (HB) diberikan untuk mencegah penyakit Hepatitis B yang dapat
menyebabkan pengerasan hati yang berujung pada kegagalan fungsi hati dan kanker hati.
Imunisasi BCG diberikan guna mencegah penyakit tuberkulosis.

Imunisasi Polio tetes diberikan 4 kali pada usia 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan untuk
mencegah lumpuh layu. Imunisasi polio suntik pun diberikan 1 kali pada usia 4 bulan agar
kekebalan yang terbentuk semakin sempurna.

Imunisasi Campak diberikan untuk mencegah penyakit campak yang dapat mengakibatkan
radang paru berat (pneumonia), diare atau menyerang otak. Imunisasi MR diberikan untuk
mencegah penyakit campak sekaligus rubella.
Rubella pada anak merupakan penyakit ringan, namun apabila menular ke ibu hamil, terutama
pada periode awal kehamilannya, dapat berakibat pada keguguran atau bayi yang dilahirkan
menderita cacat bawaan, seperti tuli, katarak, dan gangguan jantung bawaan.

Vaksin DPT-HB-HIB diberikan guna mencegah 6 penyakit, yakni Difteri, Pertusis, Tetanus,
Hepatitis B, serta Pneumonia (radang paru) dan Meningitis (radang selaput otak) yang
disebabkan infeksi kuman Hib.

Terkait capaian imunisasi, cakupan imunisasi dasar lengkap pada 2017 mencapai 92,04%,
melebihi target yang telah ditetapkan yakni 92% dan imunisasi DPT-HB-Hib Baduta mencapai
63,7%, juga melebihi target 45%.

Menurut United Nations Children's Fund (UNICEF) diantara 2.400 anak di Indonesia meninggal setiap
hari adalah termasuk yang meninggal akibat dari penyakit menular yang seharusnya dapat dicegah
dengan imunisasi

Pelayanan Imunisasi Dasar

Lengkap dikedua puseksmas diberikan pada bayi usia 0-11 bulan, imunisasi yang diberikan antara lain:

Hepatitis B diberikan pada usia 0-7hari,

BCG dan Polio 1 diberikan pada usia 1 bulan,

DPT-HB-Hib 1 dan Polio 2 diberikan pada saat bayiberusia 2 bulan,

DPT-HB-Hib 2 dan Polio 3 diberikan pada saat bayi berusia 3 bulan,


DPT-HB-Hib 3 dan Polio 4,IPV diberikan pada saat bayi berusia 4 bulan dan yang terakhir adalah campak
yang diberikan pada usia 9 bulan

Imunisasi booster :

DPT booster usia 18 bulan

Campak booster 24 bulan

1. bayi yang ingin diimunisasi ditimbang dan diukur panjangnya

2. melakukan pemeriksaan apakah sedang sakit atau demam

3 jika dipastikan sehat, siapkan imuniasi sesuai usianya

4. melakukan imuniasi dan mencatat di buku kia atau buku imunisasi

5. memberikan edukasi efek setelah diberikan vaksin dan kapan vaksin lanjutan

petugas kesehatan : 1 dokter internship dan 1 perawat

jumlah anak diimuniasi 15 orang,

BCG 3 orang

DPT 1 polio 2 : 3

DPT 2 polio 3 : 4

DPT 3 polio 4 ipv : 2

campak dasar : 1

campak booster : 1

dpt booster : 1

F3- Pemeriksaan Status Kesehatan dan Gizi Anak

Status gizi merupakan gambaran keseimbangan antara kebutuhan tubuh akan zat gizi untuk
pemeliharaan kehidupan, pertumbuhan, perkembangan, pemeliharaan fungsi normal tubuh dan untuk
produksi energi dan intake zat gizi lainnya. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh
memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan
fisik, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin

Gizi yang tidak baik adalah faktor risiko penyakit tidak menular dan penyakit metabolik. Malnutrisi pada
balita, baik gizi buruk maupun gizi lebih disebabkan dari konsumsi makanan dengan gizi yang tidak
seimbang. Gizi yang tidak seimbang pada balita dapat menyebabkan terjadinya pertumbuhan dan
perkembangan yang tidak optimal.

Melakukan penyuluhan dan pengenalan mengenai pola makan gizi seimbang. Memperkenalkan 4 pilar
gizi seimbang yaitu;

1. Susunan pangan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai
dengan kebutuhan tubuh

2. Melakukan aktivitas fisik sesuai dengan usia balita

3. Melakukan perilaku hidup bersih dan sehat

4. Memantau berat badan normal pada balita untuk mencegah masalah gizi.

- Melakukan pengukuran bb dan tb pada balita

- Melakukan pemeriksaan tanda vital pada balita

- Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik

- Memberikan terapi sesuai dengan diagnosis pada balita yang sakit

- Konsultasi kesehatan anak dan edukasi.

Jumlah petugas kesehatan adalah 2 orang

Jumlah balita yang sakit dan mendapatkan penyuluhan mengenai gizi seimbang adalah 20 orang

F4- BIAS SD SAGA II

Selama proses pertumbuhan dan perkembangan, anak memerlukan asupan gizi yang adekuat,
penanaman nilai agama dan budaya, pembiasaan disiplin yang konsisten, dan upaya pencegahan
penyakit. Salah satu upaya pencegahan penyakit, yaitu melalui pemberian imunisasi. Pemahaman
tentang imunisasi diperlukan sebagai dasar dalam memberikan asuhan keperawatan terutama pada
anak sehat dan implikasi konsep imunisasi pada saat merawat anak sakit
Imunisasi yang telah diperoleh pada waktu bayi belum cukup untuk melindungi terhadap penyakit PD3I
(Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi) sampai usia anak sekolah. Hal ini disebabkan karena
sejak anak mulai memasuki usia sekolah dasar terjadi penurunan terhadap tingkat kekebalan yang
diperoleh saat imunisasi ketika bayi. Oleh sebab itu, pemerintah menyelenggarakan imunisasi ulangan
pada anak usia sekolah dasar atau sederajat (MI/SDLB) yang pelaksanaannya serentak di Indonesia
dengan nama Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS). Penyelenggaraan BIAS ini berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan RI nomor 1059/Menkes/SK/IX/2004 dan mengacu pada himbauan UNICEF, WHO dan
UNFPA tahun 1999 untuk mencapai target Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (MNTE) pada tahun
2005 di negara berkembang (insiden dibawah 1 per 1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun). BIAS
adalah salah satu bentuk kegiatan operasional dari imunisasi lanjutan pada anak sekolah yang
dilaksanakan pada bulan tertentu setiap tahunnya dengan sasaran seluruh anak-anak usia Sekolah Dasar
(SD) atau sederajat (MI/SDLB) kelas 1, 2, dan 3 di seluruh Indonesia. Imunisasi lanjutan sendiri adalah
imunisasi ulangan yang ditujukan untuk mempertahankan tingkat kekebalan diatas ambang
perlindungan atau memperpanjang masa perlindungan. Imunisasi yang diberikan berupa vaksin Difteri
Tetanus (DT) dan Vaksin Campak untuk anak kelas 1 SD atau sederajat (MI/SDLB) serta vaksin Tetanus
Toksoid (TT) pada anak kelas 2 atau 3 SD atau sederajat (MI/SDLB). Pada tahun 2011, secara nasional
imunisasi vaksin TT untuk kelas 2 dan kelas 3 SD atau sederajat (MI/SDLB) ditambah dengan Antigen
difteri (vaksin Td). Pemberian imunisasi ini sebagai booster untuk mengantisipasi terjadinya Kejadian
Luar Biasa (KLB) Difteri. Perubahan pemberian imunisasi dari vaksin TT ditambah dengan vaksin Td ini
sejalan dengan rekomendasi dari Komite Ahli Penasehat Imunisasi Nasional atau Indonesia Technical
Advisory Group on Immunization. Hal ini disebabkan adanya perubahan trend kasus infeksi difteri pada
usia anak sekolah dan remaja. Pemberian imunisasi bagi para anak usia SD atau sederajat (MI/SDLB) ini
merupakan komitmen pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan dalam upaya meningkatkan
kualitas sumber daya manusia melalui Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Selain itu, berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1059/MENKES/SK/IX/2004 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Imunisasi bahwa imunisasi sebagai salah satu upaya preventif untuk mencegah
penyakit melalui pemberian kekebalan tubuh harus dilaksanakan secara terus menerus, menyeluruh,
dan dilaksanakan sesuai standar sehingga mampu memberikan perlindungan kesehatan dan memutus
mata rantai penularan.

Perencanaan pada kegiatan ini berupa persiapan vaksin yang akan digunakan serta alat kesehatan yang
dibutuhkan serta APD yang akan digunakan. Dengan didahului adanya sosialisasi kepada kepala sekolah
ataupun guru di sekolahan sekitar yang menjadi target dalam BIAS mengenai kegiatan BIAS yang aan
dilakukan. Penjelasan kepada kepala sekolah mengenai latar belakang pelaksanaan hingga
pelaksanaannya. Setelah itu, petugas kesehatan puskesmas mendata daftar sekolah yang dituju serta
jumlah murid kemudian dilakukan penjadwalan.

Pada pelaksanaaanya, kami para petugas kesehatan dari puskesmas yang sudah membentuk masing
masing tim sesuai targer sekolah, mengecek kembali persiapan yang akan digunakan pada saat BIAS
mulai dari vaksin hingga berkas yang harus dibawa. Pelaksanaan BIAS dimulai dan siswa kelas 1 SD
terlebih dahulu dengan diawali pengukuran tinggi dan berat badan serta skrining secara umum kondisi
kesehatan murid mulai dari rambut hingga kuku. Kemudia hasil skrining akan dicatan oleh petugas.
Dengan bantuan guru setempat, memudahkan dalam pengenalan dan absesi murid murid serta dalam
mengatur proses pemberian vaksin. Setelah skrining, dilanjutkan dengan pemberian imunisasi kepada
murid murid, di lengan atas secara Subkutan sebanyak 0.5 cc.

Sebagai evaluasi, pelaksaaan BIAS di SD SAGA II sudah baik. Mulai dari para guru yang sudah koopertatif
hingga orang tuamurid yang sudah teredukasi sehingga anak nya bersedia untuk di imunisasi. Terdapat
total 10 siswa yang tidak masuk dihari itu sehingga harus mendapat imunisasi menyusul di puskesmas
dan rata rata murid murid dalam keadaan baik untuk diimunisasi.

F6 - SCREENING UKS DAN PTM KELAS 9 SMP Negeri 1 Balaraja

Perubahan perilaku dan gaya hidup ( Life style ) masyarakat telah mengakibatkan terjadinya
transisi epidemiologi dimana masalah kesehatan utama mulai bergeser dari penyakit menular
menjadi penyakit tidak menular. Kondisi ini terjadi karena perilaku masyarakat yang cenderung
tidak sehat seperti merokok, kurang konsumsi sayur dan buah, pola makan yang tidak sehat,
kurang aktifitas fisik dan konsumsi minuman beralkohol.
Skrining kesehatan peserta didik merupakan salah satu indikator standar pelayanan minimal
bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan.Dengan terdeteksinya
secara dini masalah kesehatan peserta didik, apabila terdapat masalah dapat segera dilakukan
tindak lanjut.Kegiatan tersebut dilakukan secara berkala dan dilaksanakan melalui wadah usaha
sekolah (UKS).

Dilihat dari tidak sedikit jumlah kunjungan pasien berusia anak sekolah ke Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas), didukung dengan kondisi musim yang pancaroba, maka dilakukan
kegiatan ini sebagai usaha preventif untuk meningkatkan derajat kesehatan anak sekolah

Skrining dilakukan satu persatu dari siswa Kelas 9
Kegiatan ini meliputi penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan, pemeriksaan telinga,
mulut dan gigi peserta didik.
Juga dilakukan skrining PTM bedasarkan wawancara dan pemeriksaan GDS serta Hb

Kegiatan skrining dilakukan dari kelas ke kelas.Kegiatan diawali dengan perkenalan diri
kemudian peserta didik dipanggil secara bergantian berdasarkan nomor urut.Setiap peserta didik
dilakukan penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan terlebih dahulu serta dicatat
hasilnya.Selanjutnya dilakukan pemeriksaan serumen pada telinga kiri dan kanan, dilanjutkan
dengan pemeriksaan gigi dan mulut.
Pada pemeriksaan gigi, dilakukan pencatatan apabila terdapat karies pada gigi.Selain itu
dilakukan juga pencatatan apabila peserta didik menggunakan kacamata sehari-hari.
Selanjutnya dilakukan wawancara untuk skrining PTM serta pemeriksaan GDS untuk anak laki2
dan yang mempunyai riwayat DM dalam keluarga serta pemeriksaan Hb untuk semua anak
perempuan
Jika ada anak perempuan dengan hasil Hb <12 maka diberikan tablet Fe

Lokasi penyelenggaraan skrining = SMP Negeri 1 Balaraja
Jumlah kelas yang dikunjungi = 3 kelas
Jumlah siswa yang diskrining = @ 25 - 30 peserta didik per kelas
Jumlah dokter yang bertugas = 2 orang dokter internship + 1 perawat + 1 petugas lab

F1- PENYULUHAN KESEHATAN REPRODUKSI


Kesehatan reproduksi remaja harus mendapatkan perhatian yang serius untuk menyiapkan sumber daya
manusia (SDM) yang handal dalam rangka mewujudkan keluarga berkualitas tahun 2015 (BKKBN, 2008).
Dari total penduduk Indonesia yang berusia 15-19 tahun cukup besar yaitu tidak kurang dari 22,3 juta
jiwa dan yang berusia 20-24 tahun sebesar 21,3 juta jiwa atau hampir 25% dari total penduduk
Indonesia tersebut. Biro Pusat Statistik menyebutkan bahwa jumlah total penduduk propinsi Jawa
Tengah selama tahun 2005 mencapai 31.896.114 jiwa. Dari jumlah tersebut ternyata remaja umur 10-14
tahun mencapai 5%, umur 15-19 tahun mencapai 8,9% dan remaja umur 20-24 tahun mencapai 8%
(BKKBN, 2002). Masa remaja merupakan masa yang dianggap rawan dalam kehidupan karena
merupakan masa peralihan dari kehidupan anak menjadi kehidupan dewasa yang penuh gejolak.
Menjadi remaja berarti menjalani proses berat yang membutuhkan banyak penyesuaian, lonjakan
pertumbuhan badan dan pematangan organ-organ reproduksi adalah salah satu masalah besar yang
mereka hadapi, tidak terkecuali organ reproduksi yang rentan terhadap infeksi saluran reproduksi,
kehamilan, penyakit menular seksual, dan penggunaan obat-obatan terlarang. Perasaan seksual yang
menguat tak bisa tidak dialami oleh setiap remaja meskipun kadarnya berbeda satu dengan yang lain.
Begitu juga kemampuan untuk mengendalikannya (Sarwono, 2000)

Pertanyaan-pertanyaan pemicu yang diberikan, antara lain:


1) Apa yang diketahui peserta tentang kesehatan reproduksi?
2) Apa saja tanda dan gejala penyakit menular seksual?
3) Kondisi apa saja yang dapat menyebabkan penyakit menular seksual?
4) Apakah penyakit menular seksual dapat dicegah?

Metode pelaksanaan kegiatan penyuluhan terbagi menjadi tiga tahap:

1) Perkenalan dan penggalian pengetahuan awal peserta


Sesi ini dimulai dengan pemberian salam dan perkenalan diri pembicara. Pembicara kemudian
menyampaikan pengenalan awal materi sambil memberikan pertanyaan-pertanyaan pemicu
untuk menggali seberapa jauh pemahaman dan tingkat pengetahuan awal peserta mengenai
materi yang akan diberikan. Pendataan absensi juga dilakukan saat sesi ini.

Peserta kemudian dipersilahkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pemicu dengan bahasa


sendiri, kemudian pembicara melanjutkan sesi berikutnya ke materi penyuluhan.

2) Penyajian materi
Penyajian materi dilakukan sesuai dengan materi penyuluhan yang telah terlampir. Di sela-sela
pemberian materi, pembicara membuka 1-2 sesi tanya-jawab bila materi yang diberikan
dirasakan belum jelas oleh peserta.

Outline pemberian materi adalah sebagai berikut:


a) Definisi kesehatan reproduksi.
b) Penyebab-penyebab terjadinya penyakit menular seksual.
c) Pencegahan dan tatalaksana penyakit menular seksual.

WAKTU KEGIATAN
Hari/Tanggal: Kamis / 18 Juli 2019
Waktu: 08.30 – 10.30 WIB
Tempat: SMKS PGRI 1 Balaraja
Topik: Kesehatan Reproduksi
Target: Pelajar

Evaluasi
a) Evaluasi struktur
Pembicara datang sebelum waktu yang ditentukan untuk persiapan sarana dan prasarana yang
diperlukan untuk pemberian materi. Seluruh peserta datang tepat waktu. Koordinasi antara pihak
PKM Balaraja dan penanggung jawab dari sekolah berjalan dengan baik. Absensi dibagikan
sepanjang pemberian materi.
b) Evaluasi proses
Total jumlah peserta yang hadir adalah sebanyak 250 orang. Pelaksanaan pemberian materi
berjalan dengan lancar. Peserta aktif bertanya pada tiap sesi dan tampak antusias sepanjang
kegiatan penyuluhan.
c) Evaluasi hasil
Pada akhir sesi pemberian materi, setidaknya 95% peserta dapat menjawab dengan tepat
pertanyaan yang dilontarkan oleh pembicara terkait materi yang telah diberikan.

F6- Prolanis
Penyakit kronis merupakan masalah kesehatan yang berkaitan dengan gejalagejala yang membutuhkan
penatalaksanaan jangka panjang, serta merupakan masalah kesehatan yang serius dan menyebabkan
kematian terbesar di dunia. Berdasarkan data WHO prevalensi penyakit kronis di dunia mencapai 70%
dari kasus yang mengakibatkan kematian. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan gaya hidup,
mengkonsumsi makanan tinggi lemak, kolesterol, merokok dan stress yang tinggi. Tahun 2030
diperkirakan sekitar 150 juta orang akan terkena penyakit kronis. Tahun 2008 penyakit kronis
menyebabkan kematian pada 36 juta orang di seluruh dunia atau setara dengan 36% jumlah kematian di
dunia. Penyakit kronik yang menyebabkan kematian diantaranya penyakit kardiovaskuler, kanker,
penyakit paru obstruksi kronis, hipertensi dan diabetes militus (DM).

Tingginya angka penderita hipertensi dan diabetes mellitus pada wilayah kerja puskesmas
Balaraja

melakukan penyuluhan dan pemeriksaan kesehatan lansia serta pembagian obat rutin.

1. melakukan senam prolanis
2. pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi
3. pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter dan stetoskop serta perhitungan denyut
nadi selama 1 menit
4. melakukan penyuluhan terkait PTM
5. Pemeriksaan kadar gula darah rutin pada penderita DM
6. Konsultasi dan pembagian obat rutin

lokasi penyelenggaraan prolanis : Balaraja
jumlah kader yang bertugas : 4 orang
jumlah peserta prolanis yang hadir : 35 orang
jumlah tenaga kesehatan yang bertugas : 3 orang

F4- BIAS SD NEGERI I BALARAJA - 2 agust


Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan bagi masyarakat melalui pembangunan
kesehatan dengan perencanaan terpadu. Pembangunan kesehatan di Indonesia memiliki beban
ganda (double burden), dimana penyakit menular masih masalah karena tidak mengenal batas
wilayah administrasi sehingga tidaklah mudah untuk memberantasnya. Dengan tersedianya
vaksin mampu mencegah penyakit menular sebagai salah satu tindakan pencegahan yang efektif
dan efisien. Pemberian vaksin melalui program imunisasi merupakan salah satu strategi
pembangunan kesehatan nasional dalam rangka mewujudkan Indonesia sehat. Program imunisasi
mengacu kepada konsep Paradigma Sehat, dimana prioritas utama dalam pembangunan
kesehatan yaitu upaya pelayanan peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit
(preventif) secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Menurut Undang-Undang Nomor
23 tahun 1992 tentang kesehatan bahwa program imunisasi sebagai salah satu upaya
pemberantasan penyakit menular. Upaya imunisasi telah diselenggarakan di Indonesia sejak
tahun 1956. Upaya ini merupakan upaya kesehatan yang terbukti paling cost effective. Mulai
tahun 1977, upaya imunisasi dikembangkan menjadi Program Pengembangan Imunisasi dalam
rangka pencegahan penularan terhadap Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I),
yaitu tuberculosis, difteri, pertusis, campak, polio, tetanus dan hepatitis B. Beberapa bulan yang
lalu pada beberapa daerah di Indonesia terserang kembali wabah penyakit difteri dan campak.
Seperti kasus peningkatan kasus infeksi difteri di Jawa Timur berdasarkan laporan sampai
dengan tanggal 8 Desember 2011 terjadi 560 kasus klinis difteri dengan 13 kematian. Kasus
difteri ini sudah menyebar ke beberapa daerah lain di Indonesia. Penyakit-penyakit yang kembali
mewabah ini (emerging diseases) merupakan penyakit yang angka kejadiannya memiliki
kecenderungan untuk meningkat dalam waktu dekat dan area geografis penyebarannya meluas.
Selain itu, termasuk juga penyakit yang mencuat kembali (reemerging diseases), yaitu penyakit
meningkat kembali setelah sebelumnya mengalami penurunan angka kejadian yang signifikan.
Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
sejak tahun 1984 telah mulai melaksanakan program imunisasi pada anak sekolah. Program ini
kemudian dikenal dengan istilah Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) yang diresmikan pada
14 November 1987 melalui Surat Keputusan bersama dari Menteri Kesehatan, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri.
Tahun 1998 imunisasi pada anak sekolah dasar ini kemudian dikembangkan menjadi Bulan
Imunisasi Anak Sekolah (BIAS). Sejak tahun 2011, dalam rangka penanggulangan kejadian luar
biasa Difteri di Indonesia, maka vaksin TT untuk anak sekolah dasar diganti menjadi vaksin Td.

Imunisasi yang telah diperoleh pada waktu bayi belum cukup untuk melindungi terhadap
penyakit PD3I (Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi) sampai usia anak sekolah. Hal
ini disebabkan karena sejak anak mulai memasuki usia sekolah dasar terjadi penurunan terhadap
tingkat kekebalan yang diperoleh saat imunisasi ketika bayi. Oleh sebab itu, pemerintah
menyelenggarakan imunisasi ulangan pada anak usia sekolah dasar atau sederajat (MI/SDLB)
yang pelaksanaannya serentak di Indonesia dengan nama Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).
Penyelenggaraan BIAS ini berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor
1059/Menkes/SK/IX/2004 dan mengacu pada himbauan UNICEF, WHO dan UNFPA tahun
1999 untuk mencapai target Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (MNTE) pada tahun 2005
di negara berkembang (insiden dibawah 1 per 1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun). BIAS
adalah salah satu bentuk kegiatan operasional dari imunisasi lanjutan pada anak sekolah yang
dilaksanakan pada bulan tertentu setiap tahunnya dengan sasaran seluruh anak-anak usia Sekolah
Dasar (SD) atau sederajat (MI/SDLB) kelas 1, 2, dan 3 di seluruh Indonesia. Imunisasi lanjutan
sendiri adalah imunisasi ulangan yang ditujukan untuk mempertahankan tingkat kekebalan diatas
ambang perlindungan atau memperpanjang masa perlindungan. Imunisasi yang diberikan berupa
vaksin Difteri Tetanus (DT) dan Vaksin Campak untuk anak kelas 1 SD atau sederajat
(MI/SDLB) serta vaksin Tetanus Toksoid (TT) pada anak kelas 2 atau 3 SD atau sederajat
(MI/SDLB). Pada tahun 2011, secara nasional imunisasi vaksin TT untuk kelas 2 dan kelas 3 SD
atau sederajat (MI/SDLB) ditambah dengan Antigen difteri (vaksin Td). Pemberian imunisasi ini
sebagai booster untuk mengantisipasi terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri. Perubahan
pemberian imunisasi dari vaksin TT ditambah dengan vaksin Td ini sejalan dengan rekomendasi
dari Komite Ahli Penasehat Imunisasi Nasional atau Indonesia Technical Advisory Group on
Immunization. Hal ini disebabkan adanya perubahan trend kasus infeksi difteri pada usia anak
sekolah dan remaja. Pemberian imunisasi bagi para anak usia SD atau sederajat (MI/SDLB) ini
merupakan komitmen pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan dalam upaya
meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Selain
itu, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1059/MENKES/SK/IX/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi bahwa imunisasi
sebagai salah satu upaya preventif untuk mencegah penyakit melalui pemberian kekebalan tubuh
harus dilaksanakan secara terus menerus, menyeluruh, dan dilaksanakan sesuai standar sehingga
mampu memberikan perlindungan kesehatan dan memutus mata rantai penularan.

Perencanaan pada kegiatan ini berupa persiapan vaksin yang akan digunakan serta alat kesehatan
yang dibutuhkan serta APD yang akan digunakan. Dengan didahului adanya sosialisasi kepada
kepala sekolah ataupun guru di sekolahan sekitar yang menjadi target dalam BIAS mengenai
kegiatan BIAS yang aan dilakukan. Penjelasan kepada kepala sekolah mengenai latar belakang
pelaksanaan hingga pelaksanaannya. Setelah itu, petugas kesehatan puskesmas mendata daftar
sekolah yang dituju serta jumlah murid kemudian dilakukan penjadwalan.

Pada pelaksanaaanya, kami para petugas kesehatan dari puskesmas yang sudah membentuk
masing masing tim sesuai targer sekolah, mengecek kembali persiapan yang akan digunakan
pada saat BIAS mulai dari vaksin hingga berkas yang harus dibawa. Pelaksanaan BIAS dimulai
dan siswa kelas 1 SD terlebih dahulu dengan diawali pengukuran tinggi dan berat badan serta
skrining secara umum kondisi kesehatan murid mulai dari rambut hingga kuku. Kemudia hasil
skrining akan dicatan oleh petugas. Dengan bantuan guru setempat, memudahkan dalam
pengenalan dan absesi murid murid serta dalam mengatur proses pemberian vaksin. Setelah
skrining, dilanjutkan dengan pemberian imunisasi kepada murid murid, di lengan atas secara
Subkutan sebanyak 0.5 cc.

Sebagai evaluasi, pelaksaaan BIAS di SD NEGERI 1 BALARAJA sudah baik. Mulai dari para
guru yang sudah koopertatif hingga orang tuamurid yang sudah teredukasi sehingga anak nya
bersedia untuk di imunisasi.
Terdapat total 4 siswa yang tidak masuk dihari itu sehingga harus mendapat imunisasi menyusul
di puskesmas dan rata rata murid murid dalam keadaan baik untuk diimunisasi.
Namun masih ada beberapa orangtua murid yang tidak mengijinkan untuk diimuniasi oleh
Puskesmas karena mereka lebih memilih melakukan imuniasi di Rumah Sakit

F1 - PENYULUHAN DIABETES

Diabetes Mellitus (DM) merupakan kategori penyakit tidak menular (PTM) yang menjadi masalah
kesehatan masyarakat, baik secara global, regional, nasional maupun lokal. Salah satu jenis penyakit
metabolik yang selalu mengalami peningkatan penderita setiap tahun di negara-negara seluruh dunia.
Diabetes merupakan serangkaian gangguan metabolik menahun akibat pankreas tidak memproduksi
cukup insulin, sehingga menyebabkan kekurangan insulin baik absolut maupun relatif, akibatnya terjadi
peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah (Infodatin, 2014; Sarwono, dkk, 2007). Berbagai penelitian
epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insiden dan prevalensi DM tipe-2
di berbagai penjuru dunia. Berdasarkan perolehan data International Diabetes Federation (IDF) tingkat
prevalensi global penderita DM pada tahun 2013 sebesar 382 kasus dan diperkirakan pada tahun 2035
mengalami peningkatan menjadi 55% (592 kasus) diantara usia penderita DM 40-59 tahun (International
Diabetes Federation, 2013). Tingginya angka tersebut menjadikan Indonesia peringkat keempat jumlah
pasien DM terbanyak di dunia setelah Amerika Serikat, India dan China (Suyono, 2006)


1) Apa yang diketahui peserta tentang diabetes?
2) Apa saja tanda dan gejala diabetes?
3) Kondisi apa saja yang dapat menyebabkan diabetes?
4) Apakah diabetes dapat dicegah?
5) Bagaimana cara mengobati DM bagi orang yang sudah terdiagnosis?

1) Perkenalan dan penggalian pengetahuan awal peserta
Sesi ini dimulai dengan pemberian salam dan perkenalan diri pembicara. Pembicara kemudian
menyampaikan pengenalan awal materi sambil memberikan pertanyaan-pertanyaan pemicu
untuk menggali seberapa jauh pemahaman dan tingkat pengetahuan awal peserta mengenai
materi yang akan diberikan. Pendataan absensi juga dilakukan saat sesi ini.
Peserta kemudian dipersilahkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pemicu dengan bahasa
sendiri, kemudian pembicara melanjutkan sesi berikutnya ke materi penyuluhan.

2) Penyajian materi
Penyajian materi dilakukan sesuai dengan materi penyuluhan yang telah terlampir. Di sela-sela
pemberian materi, pembicara membuka 1-2 sesi tanya-jawab bila materi yang diberikan
dirasakan belum jelas oleh peserta.

Outline pemberian materi adalah sebagai berikut:


a) Definisi diabetes.
b) Penyebab-penyebab terjadinya diabetes.
c) Pencegahan dan tatalaksana diabetes.

Hari/Tanggal: Selasa / 9 Juli 2019
Waktu: 09:30 – 11:30 WIB
Tempat: Puskesmas Balaraja
Topik: Diabetes
Target: Lansia

1. Input
Pembicara dan 1 orang petugas kesehatan datang sebelum waktu yang ditentukan untuk
melakukan persiapan. Peserta datang tepat waktu.
2. Proses
Waktu pelaksanaan penyuluhan tepat waktu karena peserta datang sesuai waktu yang ditentukan.
Suasana saat pelaksanaan penyuluhan kondusif. Jumlah peserta yang hadir 14 orang. Tempat
pelaksanaan dilakukan di Aula Puskesmas Balaraja. Penyuluhan dapat berjalan dengan baik dan
kader serta warga lansia mengikuti penyuluhan dengan tertib dan baik.
3. Output
Sebelum dilakukan penyuluhan mengenai diabetes diberikan pertanyaan secara spontan oleh
pembicara kepada peserta. Dari hasil yang didapat, sebelum dilakukannya penyuluhan, peserta
tidak banyak mengetahui tentang diabetes. Sedangkan setelah diberikan penyuluhan, peserta
dapat menjawab pertanyaan yang sama yang diajukan oleh pembicara.

F2- PSN Tobat


Pengendalian penyakit Deman Berdarah Dengue (DBD) telah diatur dalam Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 581/MENKES/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit Demam
Berdarah dan Keputusan Menteri Kesehatan nomor 92 tahun 1994 tentang perubahan atas
lampiran Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 581/ MENKES/SK/1992, dimana
menitikberatkan pada upaya pencegahan dengan gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
selain penatalaksanaan penderita DBD dengan memperkuat kapasitas pelayanan kesehatan
dan sumber daya, memperkuat surveilans epidemiologi dan optimalisasi kewaspadaan dini
terhadap Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD. Manajemen pengendalian vektor secara umum diatur
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 374/MENKES/PER/III/2010
tentang Pengendalian Vektor.
Mengingat obat dan untuk mencegah virus Dengue hingga saat ini belum tersedia, maka cara
utama yang dapat dilakukan sampai saat ini adalah dengan pengendalian vektor penular (Aedes
aegypti). Pengendalian vektor ini dapat dilakukan dengan pelaksanaan kegiatan PSN 3M Plus.

secara keseluruhan RW 004 merupakan pemukiman padat penduduk dengan angka kesadaran
pemeriksaan jentik nyamuk setiap keluarga masih kurang

Melakukan pendataan warga yang mengalami DBD dan melakukan pemeriksaan lebih lanjut
serta edukasi.

1. Melakukan pendataan warga yang mengalami DBD
2. Identifikasi faktor resiko DBD yang ada pada penderita
3. Bersama dengan kader jumantik, perwakilan PKM, perwakilan dari kelurahan melakukan
pemeriksaan sarang nyamuk di RW 2, memantau jentik nyamuk di setiap bak mandi, ember yang
berisi air, tampungan spenser, kulkas dan AC, serta pot tumbuhan, terutama di wilayah dengan
radius kurang lebih 100 m dari rumah penderita
4. Memberikan edukasi tentang pemberantasan sarang nyamuk dan 3M plus

Jumlah rumah yang terdapat penderita DBD : 1
Jumlah rumah yang positif terdapat jentik : 3 dan
Jumlah kader jumantik yang hadir : 4 orang
Jumlah petugas kesehatan : 2 orang
Jumlah perwakilan kelurahan : 1 orang

Anda mungkin juga menyukai