Puluhan jenis neurotransmiter yang telah teridentifikasi di bentuk melalui asupan yang berbeda.
Bahan dasar pembentuk neurotransmiter adalah asam amino.
Asam amino merupakan salah satu nutrisi otak terpenting, yang berfungsi meningkatkan
kewaspadaan, mengurangi kesalahan, dan memacu kegesitan pikiran.
Jaringan otak terdiri atas berjuta-juta sel otak yang disebut neuron. Sel ini terdiri atas badan sel,
ujung axon dan dendrit. Antara ujung sel neuron satu dengan yang lain terdapat celah yang
disebut celah sinaptik atau sinapsis. Satu neuron menerima berbagai macam informasi yang
datang, mengolah atau mengintegrasikan informasi tersebut, lalu mengeluarkan responsnya yang
dibawa suatu senyawa neurokimiawi yang disebut neurotransmiter. Terjadi potensial aksi dalam
membran sel neuron yang memungkinkan dilepaskannya molekul neurotransmiter dari axon
terminalnya (prasinaptik) ke celah sinaptik lalu ditangkap reseptor di membran sel dendrit dari
neuron berikutnya. Terjadilah loncatan listrik dan komunikasi neurokimiawi antar dua neuron.
Pada reseptor bisa terjadi “supersensitivitas” dan “subsensitivitas”. Supersensitivitas berarti
respon reseptor lebih tinggi dari biasanya, yang menyebabkan neurotransmiter yang ditarik ke
celah sinaptik lebih banyak jumlahnya yang berakibat naiknya kadar neurotransmiter di celah
sinaptik tersebut. Subsensitivitas reseptor adalah bila terjadi sebaliknya. Bila reseptor di blok
oleh obat tertentu maka kemampuannya menerima neurotransmiter akan hilang dan
neurotransmiter yang ditarik ke celah sinaptik akan berkurang yang menyebabkan menurunnya
kadar (jumlah) neurotransmiter tertentu di celah sinaptik.
Suatu kelompok neurotransmiter adalah amin biogenik, yang terdiri atas enam neurotransmiter
yaitu dopamin, norepinefrin, epinefrin, serotonin, asetilkholin dan histamin. Dopamin,
norepinefrin, dan epinefrin disintesis dari asam amino yang sama, tirosin, dan diklasifikasikan
dalam satu kelompok sebagai katekolamin. Serotonin disintesis dari asam amino triptofan dan
merupakan satu-satunya indolamin dalam kelompok itu. Serotonin juga dikenal sebagai 5-
hidroksitriptamin (5-HT).
Selain kelompok amin biogenik, ada neurotransmiter lain dari asam amino. Asam amino dikenal
sebagai pembangun blok protein. Dua neurotransmiter utama dari asam amino ini adalah
gamma-aminobutyric acid (GABA) dan glutamate. GABA adalah asam amino inhibitor
(penghambat), sedang glutamate adalah asam amino eksitator. Kadang cara sederhana untuk
melihat kerja otak adalah dengan melihat keseimbangan dari kedua neurotransmiter tersebut.
Bila oleh karena suatu hal, misalnya subsensitivitas reseptor-reseptor pada membran sel
paskasinaptik, neurotransmiter epinefrin, norepinefrin, serotonin, dopamin menurun kadarnya
pada celah sinaptik, terjadilah sindrom depresi. Demikian pula bila terjadi disregulasi
asetilkholin yang menyebabkan menurunnya kadar neurotransmiter asetilkolin di celah sinaptik,
terjadilah gejala depresi.
Monoamin dan Depresi
Serotonin
Neuron serotonergik berproyeksi dari nukleus rafe dorsalis batang otak ke korteks
serebri, hipotalamus, talamus, ganglia basalis, septum, dan hipokampus. Proyeksi ke
tempat-tempat ini mendasari keterlibatannya dalam gangguan-gangguan psikiatrik. Ada
sekitar 14 reseptor serotonin, 5-HT1A dst yang terletak di lokasi yang berbeda di susunan
syaraf pusat.
Serotonin berfungsi sebagai pengatur tidur, selera makan, dan libido. Sistem serotonin
yang berproyeksi ke nukleus suprakiasma hipotalamus berfungsi mengatur ritmik
sirkadian (siklus tidur-bangun, temperatur tubuh, dan fungsi axis HPA). Serotonin
bersama-sama dengan norepinefrin dan dopamin memfasilitasi gerak motorik yang
terarah dan bertujuan. Serotonin menghambat perilaku agresif pada mamalia dan reptilia.
Kelainan Serotonin (5HT) berimplikasi terhadap beberapa jenis gangguan jiwa yang
mencakup ansietas, depresi, psikosis, migren, gangguan fungsi seksual, tidur, kognitif,
dan gangguan makan.
Banyak tindakan dalam perawatan gangguan jiwa adalah dengan jalan mempengaruhi
sistem serotonin tersebut.
Fungsi Utama dari Serotonin (5HT) adalah dalam pengaturan tidur, persepsi nyeri,
mengatur status mood dan temperatur tubuh serta berperan dalam perilaku aggresi atau
marah dan libido.
Gejala Defisit : Irritabilitas & Agresif, Depresi & Ansietas, Psikosis, Migren, Gangguan
fungsi seksual, Gangguan tidur & Gangguan kognitif, Gangguan makan. Obsessive
compulsive disorder (OCD)
Gejala Berlebihan : Sedasi, Penurunan sifat dan fungsi aggresi Pada kasus yang jarang:
halusinasi
Neurotransmiter serotonin terganggu pada depresi. Dari penelitian dengan alat pencitraan
otak terdapat penurunan jumlah reseptor pos-sinap 5-HT1A dan 5-HT2A pada pasien
dengan depresi berat. Adanya gangguan serotonin dapat menjadi tanda kerentanan
terhadap kekambuhan depresi.
Dari penelitian lain dilaporkan bahwa respon serotonin menurun di daerah prefrontal dan
temporoparietal pada penderita depresi yang tidak mendapat pengobatan. Kadar serotonin
rendah pada penderita depresi yang agresif dan bunuh diri.
Triptofan merupakan prekursor serotonin. Triptofan juga menurun pada pasien depresi.
Penurunan kadar triptofan juga dapat menurunkan mood pada pasien depresi yang remisi
dan individu yang mempunyai riwayat keluarga menderita depresi. Memori, atensi, dan
fungsi eksekutif juga dipengaruhi oleh kekurangan triptofan. Neurotisisme dikaitkan
dengan gangguan mood, tapi tidak melalui serotonin. Ia dikaitkan dengan fungsi kognitif
yang terjadi sekunder akibat berkurangnya triptofan.
Hasil metabolisme serotonin adalah 5-HIAA (hidroxyindolaceticacid). Terdapat
penurunan 5-HIAA di cairan serebrospinal pada penderita depresi. Penurunan ini sering
terjadi pada penderita depresi dengan usaha-usaha bunuh diri.
Penurunan serotonin pada depresi juga dilihat dari penelitian EEG tidur dan HPA aksis.
Hipofontalitas aliran darah otak dan penurunan metabolisme glukosa otak sesuai dengan
penurunan serotonin. Pada penderita depresi mayor didapatkan penumpulan respon
serotonin prefrontal dan temporoparietal. Ini menunjukkan bahw adanya gangguan
serotonin pada depresi.
Pada penderita bulimia nervosa (BN), dan terkait pesta-purge sindrom, faktor serotonin
pusat (5-hydroxytryptamine, 5-HT) berkontribusi tidak hanya untuk disregulasi
appetitive tetapi juga untuk manifestasi temperamental dan kepribadian. Pada temuan
dari studi neurobiologis, molekul-genetik, dan otak-pencitraan, telah diungkapkan model
integratif peran 5-HT fungsi dalam sindrom bulimia.
Asetilkolin
Neuron kolinergik mengandung setilkolin yang terdistribusi difus di korteks serebri dan
mempunyai hubungan timbal balik dengan sistem monoamin. Abnormal kadar kolin
(prekursor asetilkolin) terdapat di otak pasien depresi. Obat yang bersifat agonis
kolinergik dapat menyebabkan letargi, anergi, dan retardasi psikomotor pada orang
normal. Selain itu, ia juga dapat mengeksaserbasi simptom-simptom depresi dan
mengurangi simptom mania.
Hipotesis kolinergik mengklaim bahwa penurunan fungsi kognitif pada demensia
terutama terkait dengan penurunan neurotransmisi kolinergik. Hipotesis ini telah
menyebabkan minat yang besar dalam keterlibatan putatif dari neurotransmisi kolinergik
dalam proses pembelajaran dan memori.
Fungsi asetilkolin antara lain mempengaruhi kesiagaan, kewaspadaan, dan
pemusatan perhatian. Berperan pula pada proses penyimpanan dan pemanggilan
kembali ingatan, atensi dan respon individu. Di otak, asetilkolin ditemukan pada
cerebral cortex, hippocampus (terlibat dalam fungís ingatan), bangsal ganglia
(terlbat dalam fungís motoris), dan cerebrlum (koordinasi bicara dan motoris).
Ach merupakan neurotransmitter yang tidak diproduksi didalam neuron. Ia
ditransportasikan ke otak dan ditemukan pada seluruh bagaian otak. AcH memiliki
konsentrasi tinggi di basal ganglia dan cortex motorik.
Fungsi Utama Acetylcholine (ACh) adalah mengatur atensi, memori, rasa haus,
pengaturan mood, tidur REM, memfasilitasi perilaku sexual dan tonus otot.
Gejala Defisit: Kurangnya inhibisi, Berkurangnya fungsi memori, Euphoria, Antisosial,
Penurunan fungsi bicara
Gejala Berlebihan: Over-inhibisi, Anxietas & Depresi dan Keluhan Somatic
Asetilkolin merupakan neurotransmiter hasil sintesa dari bahan utama berupa kolin. Saat
ini, sangat cukup banyak penelitian yang mengkaji peranan kolin dalam pembelajaran.
Peran asetilkolin (Ach) dalam fungsi kognitif diselidiki. Keterlibatan AcH dalam proses
pembelajaran dan memori. Terutama, penggunaan skopolamin sebagai alat farmakologis
dikritik. Dalam bidang perilaku neuroscience racun kolinergik yang sangat spesifik telah
dikembangkan. Tampaknya bahwa kerusakan yang lebih besar dan lebih spesifik
kolinergik, efek sedikit dapat diamati pada tingkat perilaku. Korelasi antara penurunan
penanda kolinergik dan penurunan kognitif pada demensia mungkin tidak tebang habis
seperti yang telah diasumsikan. Keterlibatan sistem neurotransmitter lain dalam fungsi
kognitif secara singkat dibahas. Dengan mempertimbangkan hasil dari berbagai bidang
penelitian, gagasan bahwa AcH memainkan peran penting dalam belajar dan proses
memori tampaknya dilebih-lebihkan. Bahkan ketika peran sistem neurotransmitter
lainnya dalam belajar dan memori dipertimbangkan, tidak mungkin bahwa AcH memiliki
peran tertentu dalam proses ini. Atas dasar data yang tersedia, AcH tampaknya lebih
khusus terlibat dalam proses attentional dibandingkan dalam proses pembelajaran dan
memori
Glutamate
Asam amino glutamat dan glisisn merupakan neurotransmiter utama di SSP, yang
terdistribusi hampir di seluruh otak. Ada 5 reseptor glutamat, yaitu NMDA, kainat, L-
AP4, dan ACPD. Bila berlebihan, glutamat bisa menyebabkan neurotoksik. Obat-obat
yang antagonis terhadap NMDA mempunyai efek antidepresan.
Glutamat merupakan neurotransmitter excitatory utama pada otak dimana hampir tiap
area otak berisi glutamate. Glutamat memiliki konsentrasi tinggi di corticostriatal dan di
dalam sel cerebellar. Gangguan pada neurotrasmitter ini akan berakibat gangguan atau
penyakit bipolar afektif dan epilepsi.
Fungsi Utama Glutamat adalah pengaturan kemampuan memori dan memelihara ufngsi
automatic.
Gejala Defisit : Gangguan memori, Low energy, Distractibilitas. Schizophrenia
Gejala Berlebihan : Kindling, Seizures dan Bipolar affective disorder.
GABA
Bila pengalaman yang berbentuk stressor dalam kehidupan sehari-hari kita tercatat dalam
korteks serebri dan sistem limbik sebagai stresor atau emosi yang mengganggu, bagian
dari otak ini akan mengirim pesan ke tubuh. Tubuh meningkatkan kewaspadaan untuk
mengatasi stressor tersebut. Target adalah kelenjar adrenal. Adrenal akan mengeluarkan
hormon kortisol untuk mempertahankan kehidupan. Kortisol memegang peranan penting
dalam mengatur tidur, nafsu makan, fungsi ginjal, sistem imun, dan semua faktor penting
kehidupan. Peningkatan aktivitas glukokortikoid (kortizol) merupakan respon utama
terhadap stressor. Kadar kortisol yang meningkat menyebabkan “umpan balik”, yaitu
hipotalamus menekan sekresi cortikotropik-releasing hormone (CRH), kemudian
mengirimkan pesan ini ke hipofisis sehingga hipofisi juga menurunkan produksi
adrenocortictropin hormon (ACTH). Akhirnya pesan ini juga diteruskan kembali ke
adrenal untuk mengurangi produksi kortisol.
Pengalaman buruk seperti penganiayaan pada masa anak atau penelantaran pada awal
perkembangan merupakan faktor yang bermakna untuk terjadinya gangguan mood pada
masa dewasa.
Sistem CRH merupakan sistem yang paling terpengaruh oleh stressor yang dialami
seseorang pada awal kehidupannya. Stressor yang berulang menyebabkan peningkatan
sekresi CRH, dan penurunan sensitivitas reseptor CRH adenohipofisis. Stressor pada
awal masa perkembangan ini dapat menyebabkan perubahan yang menetap pada sistem
neurobiologik atau dapat membuat jejak pada sistem syaraf yang berfungsi merespon
respon tersebut. Akibatnya, seseorang menjadi rentan terhadap stressor dan resiko
terhadap penyakit-penyakit yang berkaitan dengan stressor meningkat, seperti terjadinya
depresi setelah dewasa.
Stressor pada awal kehidupan seperti perpisahan dengan ibu, pola pengasuhan buruk,
menyebabkan hiperaktivitas sistem neuron CRH sepanjang kehidupannya. Selain itu ,
setelah dewasa, reaktivitas aksis HPA sangat berlebihan terhadap stressor.
Adanya faktor genetik yang disertai dengan stressor di awal kehidupan, mengakibatkan
hiperaktivitas dan sensitivitas yang menetap pada sistem syaraf. Keadaan ini menjadi
dasar kerentanan seseorang terhadap depresi setelah dewasa. Depresi dapat dicetuskan
hanya oleh stressor yang derajatnya sangat ringan.
Peneliti lain melaporkan bahwa respons sistem otonom dan hipofisis-adrenal terhadap
stressor psikososial pada wanita dengan depresi yang mempunyai riwayat penyiksaan
fisik dan seksual ketika masa anak lebih tinggi dibanding kontrol.
Stressor berat di awal kehidupan menyebabkan kerentanan biologik seseorang terhadap
stressor. Kerentanan ini menyebabkan sekresi CRH sangat tinngi bila orang tersebut
menghadapi stressor. Sekresi tinggi CRH ini akan berpengaruh pula pada tempat di luar
hipotalamus, misalnya di hipokampus. Akibatnya, mekanisme “umpan balik” semakin
terganggu. Ini menyebabkan ketidakmampuan kortisol menekan sekresi CRH sehingga
pelepasan CRH semakin tinggi. Hal ini mempermudah seseorang mengalami depresi
mayor, bila berhadapan dengan stressor.
Peningkatan aktivitas aksis HPA meningkatkan kadar kortisol. Bila peningkatan kadar
kortisol berlangsung lama, kerusakan hipokampus dapat terjadi. Kerusakan ini menjadi
prediposisi depresi. Simptom gangguan kognitif pada depresi dikaitkan dengan gangguan
hipokampus
Hiperaktivitas aksis HPA merupakan penemuan yang hampir selalu konsisten pada
gangguan depresi mayor. Gangguan aksis HPA pada depresi dapat ditunjukkan dengan
adanya hiperkolesterolemia, resistennya sekresi kortisol terhadap supresi deksametason,
tidak adanya respon ACTH terhadap pemberian CRH, dan peningkatan konsentrasi CRH
di cairan serebrospinal. Gangguan aksis HPA, pada keadaan depresi, terjadi akibat tidak
berfungsinya sistem otoregulasi atau fungsi inhibisi umpan balik. Hal ini dapat diketahui
dengan test DST (dexamethasone supression test).
Endorphin
Endorphin adalah suatu bahan-kimia diproduksi di dalam otak dan spinal cord yang
mengurangi rasa nyeri dan meningkatkan mood. Dalam keadaan defisit adalah
Keluhan Somatic.
Referensi