Anda di halaman 1dari 26

MODUL SALURAN NAPAS ATAS DAN GANGGUANNYA

“VIRUS PENYEBAB INFEKSI SALURAN NAPAS


ATAS”

OLEH :

RUANG 6

Muhammad Fauzan Bazmul 13011101054


Lillian Floresta Sarjono 13011101248
Kartika Maria Wowor 13011101174
Risnawati Abdul Haris 13011101258
Amaliah Syadzwina Yustin 13011101109
Damiputra Victor Elijah Lasut 13011101103
Erick Latun 13011101213
Florensia Sari Larumpaa 13011101082
Ade Marianatha Br. Sitepu 13011101125
Sarah Tamania Tallane 13011101164
Lusye Andretha Hirely Berhandus 13011101024
Edwin Jehezkiel Ngantung 13011101176
Intan Putri Rossie Sompie 13011101010
Gabriella Beatrix Nelwan 13011101021

FAKULTAS KEDOKTERAN
PRODI KEDOKTERAN UMUM
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
2014
Virus Penyebab Infeksi Saluran Napas Atas
BIA SA
Virus Genus Famili
Rhinovirus Enterovirus Picornaviridae
lebih 100 tipe Coronavirus Coronavirus Coronaviridae
Parainfluenza 1-3 Paramyxovirus Paramyxoviridae
Respiratory syncytial Pneumovirus Paramyxoviridae
Influenza A, B Influenzavirus Orthomyxovirus
Herpes Simplex 1 Simplex virus Herpesviridae

JARANG
Virus Genus Famili
Adenovirus 1-7, 14, 21 Mastadenovirus Adenoviridae
Coxsackievirus A21, 24 Enterovirus Picornaviridae
Echovirus 11, 20 dan lain-lain Enterovirus Picornaviridae
Virus Epstein-Barr (EB) Lymphocryptovirus Herpesviridae
Parainfluenza 4 Paramyxovirus Paramyxoviridae

1.Rhinovirus
(dari bahasa Yunani''rhin''-yang berarti "hidung") adalah genus dari
Picornaviridae''''keluarga virus.Telah sekarang bergabung menjadi enterovirus, sekelompok
Picornaviridae yang mencakup virus polio, virus Coxsackie A, dan hepatitis A.Rhinovira adalah
agen yang paling umum infeksi virus pada manusia, dan agen penyebab dariflu biasa (sekitar
49,12159% dari kasus flu biasa yang disebabkan oleh virus ini). Hal ini litik dialam. Ada lebih dari
100 jenis yang diakui rhinovira yang berbeda berdasarkan berbagai proteinmereka
permukaan.Rhinovira adalah di antara Vira terkecil, dengan diameter sekitar hanya 30
nanometer (Vira Viralain seperti cacar dan vaccinia adalah 10 kali lebih besar sekitar 300
nanometer).Rhinovira memiliki untai tunggal RNA genom arti yang positif antara 7,2 dan 8,5
kb panjangnya. Pada 5 'akhir genom adalah protein virus-encoded, dan seperti mRNA mamalia,
ada3' ekor poli-A. protein struktural yang dikodekan dalam 'wilayah genom dan non struktural
pada3' 5 akhir. Ini adalah sama untuk picornavira semua. Partikel virus itu sendiri tidak
menyelimutidan icosahedral dalam struktur.rhinovirus juga tumbuh terbaik pada suhu antara
33-35 ° C, dan ini mungkin mengapa reproduksiterjadi pada hidung. Hal ini sensitif terhadap
lingkungan asam.Protein virus ditranskripsi sebagai polipeptida, satu panjang, yang dibelah
menjadi protein virusstruktural dan struktural.

 Rhinovirus Struktur
Rhinovira terdiri dari kapsid, yang berisi empat protein virus VP1, VP2, VP3 dan
VP4. bentuk VP1, VP2, dan VP3 bagian utama dari protein kapsid. Protein VP4 jauh lebih
kecil memilikistruktur yang lebih luas, dan terletak pada antarmuka antara kapsid dan
genom RNA. Ada 60salinan dari masing-masing protein dirakit sebagai sebuah
Icosahedron. Antibodi adalah pertahanan utama terhadap infeksi dengan epitop
berbaring pada daerah luar VP1-VP3.

 Rhinovirus Transmisi dan Epidemiologi


Ada dua cara penularan: melalui aerosol tetesan pernapasan dan dari
permukaan yangterkontaminasi, termasuk langsung orang-untuk menghubungi-orang.
Mayoritas tinggi fluditularkan melalui autoinokulasi oleh kontak dengan permukaan
yang terkontaminasi.Rhinovira terjadi di seluruh dunia dan merupakan penyebab utama
dari masuk angin. Gejalatermasuk sakit tenggorokan, pilek, hidung tersumbat, bersin
dan batuk, kadang-kadang disertaidengan nyeri otot, kelelahan, malaise, sakit kepala,
kelemahan otot, atau kehilangan nafsu makan. Demam dan kelelahan ekstrim lebih
biasa di influenza. Anak-anak mungkin memilikienam sampai dua belas tahun pilek. Di
Amerika Serikat, kejadian masuk angin lebih tinggi padamusim gugur dan musim dingin,
dengan sebagian besar infeksi terjadi antara bulan September sampai April. musim ini
mungkin karena awal tahun sekolah, atau karena orang menghabiskanlebih banyak
waktu di dalam ruangan (sehingga dalam jarak dekat satu sama lain),
meningkatkankemungkinan penularan virus.

 Rhinovirus Patogenesis
Rute utama masuk untuk rhinovira adalah saluran pernapasan bagian atas.
Setelah itu, virus berikatan dengan ICAM-1 (Inter-Cellular Molekul Adhesi 1) juga dikenal
sebagai CD54 (Cluster Diferensiasi 54) reseptor pada sel epitel pernapasan. Sebagai virus
bereplikasi dan menyebar,menginfeksi sel-sel sinyal marabahaya rilis dikenal sebagai
kemokin dan sitokin (yang padagilirannya mengaktifkan mediator inflamasi).Infeksi
terjadi dengan cepat, dengan virus mengikuti permukaan reseptor dalam waktu 15
menitmemasuki saluran pernafasan. Hanya lebih dari 50% orang akan mengalami gejala
gejala dalamwaktu 2 hari infeksi. Hanya sekitar 5% dari kasus akan memiliki masa
inkubasi kurang dari 20 jam, dan, pada ujung yang lain, diharapkan bahwa 5% dari kasus
akan memiliki masa inkubasilebih dari empat setengah hari.Rhinovira preferentially
tumbuh pada 32 ° C sebagai lawan 37 ° C, maka menginfeksi saluran pernapasan bagian
atas.

 Novel rhinovirus Obat Antiviral


Interferon-alfa yang digunakan intranasal terbukti efektif terhadap infeksi
rhinovirus. Namun,relawan diobati dengan obat ini mengalami beberapa efek samping,
seperti pendarahan hidung,dan mulai mengembangkan resistensi terhadap obat
tersebut. Selanjutnya, penelitian pengobatanini ditinggalkan.Pleconaril adalah obat
antivirus secara lisan bioavailable sedang dikembangkan untuk pengobatan infeksi yang
disebabkan oleh picornavirus. Obat ini bekerja dengan cara mengikatsaku hidrofobik di
VP1, dan menstabilkan protein kapsid sedemikian rupa sehingga virus tidak bisa rilis
genom RNA ke dalam sel target. Saat diuji pada sukarelawan, selama uji klinis, obat
inimenyebabkan penurunan yang signifikan dalam sekresi lendir dan gejala penyakit
terkait.Pleconaril saat ini tidak tersedia untuk pengobatan infeksi rhinoviral, sebagai
kemanjurannyadalam mengobati infeksi ini sedang dalam evaluasi lebih lanjut.Ada
berpotensi zat lain seperti Iota-karaginan yang dapat menyebabkan penciptaan obat-
obatanuntuk memerangi rhinovirus.

 Rhinovirus Vaksin
Tidak ada vaksin terhadap Vira ini sebagai ada sedikit-untuk-tidak-perlindungan
silang antaraserotipe. Setidaknya 99 serotipe dari rhinoviruses mempengaruhi manusia
telah diurutkan. Namun, penelitian terbaru tentang protein VP4 telah menunjukkan itu
menjadi sangatdilestarikan antara banyak serotipe rhinovirus, membuka potensi vaksin
rhinovirus masa depan pan-serotipe

2. Coronavirus
Coronavirus berasal dari bahasa Yunani κορών yang berarti mahkota (corona). Dilihat di
bawah mikroskop elektron, mahkota terlihat seperti tancapan paku-paku yang terbuat dari S
glikoprotein. Struktur inilah yang terikat pada sel inang dan nantinya dapat menyebabkan virus
dapat masuk ke dalam sel inang.
Coronavirus merupakan virus RNA besar yang terselubung. Coronavirus merupakan
virus RNA strand positif terbesar. Coronavirus menginfeksi manusia dan hewan sebagai
penyebab penyakit pernafasan dan saluran pencernaan. Coronavirus pada manusia
menyebabkan batuk pilek dan telah dikaitkan dengan gastroenteritis pada bayi. Coronavirus
pada hewan yang lebih rendah menimbulkan infeksi menetap pada inang alamiahnya. Virus
manusia sukar untuk dibiakkan dan karena itu dicirikan dengan buruk.
Tipe baru dari coronavirus telah diidentifikasi sebagai penyebab penyakit gawat yang
disebut SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome). SARS coronavirus (SARS Co-V) secara resmi
telah dideklarasikan oleh WHO sebagai agen causative penyebab SARS. SARS-CoVmempunyai
patogenesis yang unik sebab mereka menyebabkan infeksi pernafasan paa bagian atas dan
bawah sekaligus serta dapat menyebabkan gastroenteritis.
Morfologi
dan komposisi Koronavirus merupakan partikel berselubung, berukuran 80-160 nm
yang mengandung genom tak bersegmen dari RNA beruntai tunggal (27-30 kb; BM 5-6x106),
genom terbesar di antara virus RNA. Nukleokapsid heliks berdiameter 9-11 nm. Terdapat
tonjolan berbentuk gada atau daun bunga dengan panjang 20 nm yang berjarak lebar pada
permukaan luar selubung, menyerupai korona matahari. Protein struktural virus meliputi
protein nukleokapsid terfosforilasi 50-60K, glikoprotein 20-30K (E1) yang bertindak sebagai
protein matriks yang tertanam dalam lapisan ganda lipid selubung dan berinteraksi dengan
nukleokapsid, dan glikoprotein E2(180-200K) yang membentuk peplomer berbentuk daun
bunga. Beberapa virus mengandung glikoprotein ketiga (E3; 120-140K) yang menyebabkan
hemaglutinasi dan mempunyai aktivitas asetilesterase.
 Klasifikasi:
Ordo Nidovirales
Familia Coronaviridae
Genus Coronavirus
Coronavirus penyebab SARS terletak pada Group IV ((+)ssRNA)
Tampaknya terdapat dua kelompok antigenik koronavirus manusia, yang diwakili oleh
strain 229E dan OC43.
 Pathogenesis
Replikasi dari koronavirus dimulai saat ia mengambil tempat dalam sitoplasma.
Koronavirus melekat pada reseptor sel sasaran melalui duri glikoprotein pada selubung
virus (melalui E2 atau E3). Koronavirus manusia dan tikus memakai reseptor yang tidak
saling berhubungan. Reseptor untuk koronavirus manusia adalah N aminopeptidase,
sedangkan isoform majemuk dari antigen karsinoembrionik yang berkaitan dengan
famili glikoprotein, bertindak sebagai reseptor untuk koronavirus tikus. Kemudian
partikel diinternalisasi, kemungkinan melalui endositosis absorptif. Glikoprotein E2
dapat menyebabkan penyatuan selubung virus dengan selaput sel. Peristiwa pertama
setelah pelepasan selubung adalah sintesis polimerase RNA yang bergantung pada RNA
spesifik virus yang merekam RNA komplementer (untai-minus) dengan panjang penuh.
Hal ini bertindak sebagai cetakan untuk suatu set kumpulan dari 5-7 mRNA subgenomik.
Dengan diterjemahkannya masing-masing mRNA subgenomik ke dalam polipeptida
tunggal, prekursor poliprotein tidak lazim pada infeksi koronavirus. Kemungkinan RNA
genomic menyandi suatu poliprotein besar yang diolah untuk menghasilkan polymerase
RNA virus. Molekul RNA genomik yang baru disintesis dalam sitoplasma berinteraksi
dengan protein nukleokapsid membentuk nukleokapsid heliks. Nukleokapsid bertunas
melalui selaput retikulum endoplasmik kasar dan apparatus Golgi pada daerah yang
mengandung glikoprotein virus. Virus matang kemudian dibawa dalam vesikel ke bagian
tepi sel cuntuk keluar atau menunggu hingga sel mati untuk dilepaskan. Virion tidak
dibentuk melalui pertunasan pada selaput plasma. Sejumlah besar partikel dapat
terlihat pada permukaan luar sel yang terinfeksi dan kemungkinan diadsorbsi setelah
virion dilepaskan. Beberapa koronavirus lebih sering menimbulkan infeksi sel yang
menetap daripada sitosidal.
 Epidemiologi
Antibody terhadap coronavirus pernafasantimbul pada masa awal kanak-kanak,
dimana prevalensinya meningkat seiring dengan umur, dan ditemukan lebih dari 90%
pada orang dewasa
Kebanyakan orang yang tinggal di pelabuhan mempunyai antibody anti-
coronavirus yang bagus, namun dengan adanya reinfeksi seiring diindikasikan bahwa
dalam lingkungan hidup ini terdapat bermacam-macam jenis coronavirus. Jenis virus
yang telah menginveksi menusia tidak akan menginfeksi hewan
Pada kebanykan infeksi pernafasan, coronavirus sering tejadi di musim dingin
karena adanya kontak antar manusia yang sedemikian dekat. Kebanyakan kejangkitan
terjadi tiap beberapa tahun dengan siklus hidup yang tergantung dari jenis coronavirus
 Penyakit yang ditimbulkan
Penyakit pernafasan dan batuk pilek, infeksi Gastrointestinal akut, penyakit
Neurologik susunan syaraf pada hewan. Pada blog ini, akan lebih dibahas mengenai
SARS Coronavirus. Gejala dari SARS Mula-mula gejalanya mirip seperti flu dan bisa
mencakup: demam, myalgia, lethargy, gejala gastrointestinal, batuk, radang
tenggorokandan gejala non-spesifik lainnya. Satu-satunya gejala yang sering dialami
seluruh pasien adalah demam di atas 38 °C(100.4 °F). Sesak napasbisa terjadi kemudian.
Gejala tersebut biasanya muncul 2–10 hari setelah terekspos, tetapi sampai 13 hari juga
pernah dilaporkan terjadi. Pada kebanyakan kasus gejala biasanya muncul antara 2–3
hari. Sekitar 10–20% kasus membutuhkan ventilasi mekanis.
Awalnya tanda jasmani tidak begitu kelihatan dan mungkin tidakada. Beberapa
pasien akan mengalami tachypneadan cracklepada auscultation. Kemudian,
tachypneadan lethargykelihatan jelas. Kemunculan SARS pada Sinar X di dada(CXR)
bermacam-macam bentuknya. Kemunculan patognomonic SARS tidak kelihatan tetapi
biasanya dapat dirasakan dengan munculnya lubang di beberapa bagian di paru-paru.
Hasil CXR awalnya mungkin lebih kelihatan. Jumlah sel darah putihdan
plateletcenderung rendah. Laporan awal mengindikasikan jumlah neutrophiliadan
lymphopeniayang cenderung relatif, disebut demikian karena angka total sel darah
putih cenderung rendah. Hasil laboaratorium lainnya seperti naiknya kadar lactat
dehydrogenase, creatinine kinasedan C-Reactive protein.
 Penularan SARS
- melalui kontak langsung dengan penderita SARS
- melalui udara yang telah tercemar coronavirus

3. Virus parainfluenza
 Morfologi
Virus parainfluenza adalah virus RNA beruntai tunggal, famili Paramyxoviridae,
genus paramyxovirus.
- RNA : rantai tunggal, polaritas negatif. Replikasi RNA dimulai dengan sintesis mRNA
dengan bantuan transkriptasa virion. Dengan bantuan produk protein mRNA dibuat
RNA cetakan RNA genom.
- Virion : berselubung, nukleokapsid helik, tersusun atas 6-10 protein utama.
Berbentuk pleomorfik. Selubung mempunyai aktivitas hemaglutinasi dan
menginduksifusi sel. Replikasi di sitoplasma dan morfogenesisnya melalui
proses budding di membran plasma.Diameter virion 150-300 nm.
- Spektrum hospes sempit.
Parainfluenza virus memiliki 4 tipe, yaitu :
- Parainfluenza tipe I
Dikenal pula sebagai virus Sendai atau parainfluenza tipeD. Biasanya dapat
menimbulkan radang dapat menimbulkan radang paru-paru (pneumonia) pada bayi
yang berumur kurang dari dua minggu. Pada orang dewasa virus ini menimbulkan gejala
pernapasan seperti pada “common cold” dengan reinfeksi terjadi pada orang yang
mempunyai antibody dari infeksi terdahulu.
- Parainfluenza tipe II
Virus kelompok ini biasanya menyerang anak-anak dibawah usia 5 tahun,
menimbulkan infeksi alat pernafasan bagian atas. Virus ini tumbuh dalam sel
manusia(Hela, paru-paru, amnion) dan ginjal monyet. Virus dapat menggumpalkan
eritrosit manusia golongan O dan eritrosit ayam. Adsorpsi dan hemaglutinasi terjadi
pada suhu 4°C dan pelepasan virus terjadi pada suhu 37°C. Namun, sel-sel kembali
menggumpal bila suhu menjadi 4°C. Ternyata sifat antigen dari tipe ini sama dengan
virus mumps, artinya bila orang terjangkiti oleh parainfluenza, selain akan
membentuk zat anti terhadap parainfluenza juga akan membentuk zat anti terhadap
mumps.
- Parainfluenza tipe III
Virus dalam kelompok ini biasanya menyebabkan peradangan alat pernapasan
bagian atas dan bawah pada anak-anak. Selain itu juga menyerang ternak, yaitu sapi
dan menyebabkan penyakit “shipping fever” dengan suatu sindroma pernapasan.
Virusnya dapat diisolasi dari sekresi hidung sapi yang sakit. Sekurang-kurangnya
70% dari sapi yang dipotong memiliki antibody parainfluenza tipe 3.
- Parainfluenza tipe IV
Virus ini tidak menghasilkan sesuatu efek sitopatik, tidak tumbuh dalam telur
berembrio dan hanya dapat dikenal melalui teknik hemadsorpsi. Virus ini biasanya
hanya menimbulkan kelesuan dan tidak ada nafsu makan pada anak-anak kecil.
 Identifikasi
Struktur virion dari family paramyxoviridae yaitu partikel lebih besar dari
orthomyxovirus dan bersifat pleomorfik yang diameternya berkisar antara 150-300 nm
danpeka-eter (ether sensitive). Partikel virus mempunyai selubung ( peplos) yang penuh
dengan tonjolan-tonjolan serta mudah sekali rusak karena pengaruh penyimpanan,
pembekuan dan pencairan atau pengolahan untuk pembuatan preparat mikroskop
electron, sehingga virus dapat mengalami distorsi atau pecah. Asam nukleatnya berupa
suatu RNA yang berserat tunggal dengan berat molekul sebesar 7 juta Dalton dan
nukleokapsidnya mempunyai simetrihelical. Besarnya nekleokapsid dan tidak terbaginya
genom RNA dari paramyxovirus menjadi segmen-segmen, merupakan tanda-tanda yang
membedakannya dari orthomyxovirus.
Pada proses replikasi, genom RNA dari anggota paramyxoviridae tidak infektif
dan tak dapat bertindak sebagai RNA pesuruh (messenger RNA). Yang terjadi adalah
genom virus mengalami transkripsi menjadi molekul RNA yang lebih pendek yang
berfungsi sebagai pesuruh dan bersifat komplementer terhadap genom. Cara replikasi
anggota paramyxoviridae mirip dengan cara rhabdovirus. Sama halnya dengan
orthomyxovirus dan rhabdovirus, paramyxovirus mempunyai polymerase RNA yang
bergantung pada RNA, yaitu suatu komponen struktural dari virion yang memproduksi
RNA pesuruh permulaan.
Virus parainfluenza ini mempunyai beberapa persamaan dengan virus influenza,
antara lain :
- Morfologi
- Sensitivitas terhadap eter
- Dapat distabilisasi dengan MgSO4 1M
- Mempunyai afinitas terhadap mucin
- Mempunyai daya hemaglutinasi eritrosit tertentu dalam konsentrasi tertentu
Virus parainfluenza ini juga mempunyai beberapa perbedaan dengan virus influenza
yaitu :
- Ukurannya lebih besar
- Membentuk badan inklusi dalam sitoplasma sel, sedangkan virus influenza dalam inti
sel.
- Tidak bisa dibiakkan dalam telur berembrio, tapi paling baik tumbuhan dalam biakan
jaringan.Bila tidak timbul CPE, bisa dilakukan hemadsorpsi dengan eritrosit marmot.
- Tidak bisa mutasi maupun elusi spontan.
- Disamping menyebabkan hemaglutinasi, parainfluenza dapat pula menyebabkan
hemolisiseritrosit.
- Diantara berbagai tipe parainfluenza, ada satu jenis antigen yang sama, yaitu antigen
ikatankomplemen yang tidak dimiliki oleh virus influenza.

 Patogenesis
Virus parainfluenza ditularkan langsung melalui kontak orang ke orang atau
melalui aerosol tetesan yang berukuran besar. Replikasi virus parainfluenza pada
penjamu uang imuno kompeten sepertinya terbatas pada epitel pernafasan. Viremia,
jika terjadi, jarang ditemukan. Infeksi hanya dapat melibatkan hidung dan tenggorokan,
yakni menimbulkan sindrom “salesma” yang tidak berbahaya. Namun infeksi dapat lebih
ekstensif, khususnya pada tipe 1 dan 2 dapat mengenai laring dan trakea bagian atas
yang dapat menimbulkan croup (laringotrakeobronkitis). Croup ditandai oleh obstruksi
pernafasan akibat pembengkakan laring dan struktur di sekitarnya. Infeksi dapat
menyebar lebih dalam pada trakea bagian bawah dan bronkus yang menimbulkan
pneumonia dan bronkiolitis terutama oleh tipe 3, tetapi dengan frekuensi yang lebih
rendah daripada yang diamati pada virus sinsitium respirasi. Faktor-faktor yang
menentukan keparahan penyakit virus parainfluenza tidak jelas tetapi meliputi sifat
virus dan penjamu. Seperti kerentanan protein terhadap pembelahan oleh protease
yang berbeda, produksi suatu protease yang sesuai dengan sel penjamu, status imun
pasien dan hiperaktivitas jalan nafas. Adanya protease sel inang yang mampu membelah
dan mengaktivasi protein suatu virus parainfluenza penginfeksi, memungkinkan virus
tersebut untuk bereplikasi dengan baik dan menyebar di seluruh saluran pernafasan.
Infeksi primer cenderung lebih berat dan lazimnya terjadi selama 5 tahun
pertama kehidupan. Lazim terjadi reinfeksi tetapi biasanya hanya menyebabkan infeksi
saluran pernafasan atas ringan, nondemam. Antibodi dari infeksi sebelumnya tidak
memberikan perlindungan absolute terhadap reinfeksi tetapi mempengaruhi perjalanan
penyakit berikutnya. Produksi antibody IgE spesifik virus pada infeksi primer berkaitan
dengan tingkatkeparahan penyakit. Mekanismenya dapat meliputi mediator inflamasi
yang mengubah fungsi jalan napas.Telah diduga tetapi belum dibuktikan bahwa
produksi antibodi IgE spesifik-virus yang cepat dan melimpah, yang memperantarai
pelepasan histamin dalam trakea, dapat mempermudah timbulnya gejala batuk-pilek.
Durasi pelepasan virus parainfluenza adalah sekitar 1 minggu setelah awitan
penyakit, beberapa anak dapat mengekskresikan virus beberapa hari sebelum timbul
penyakit. Tipe 3 dapat dikeluarkan hingga 4 minggu setelah awitan penyakit primer.
Pelepasan persisten darianak kecil memfasilitasi penyebaran infeksi. Pelepasan virus
yang lama dapat terjadi pada anak dengan gangguan fungsi imun dan pada orang
dewasa dengan penyakit paru kronik.

 Pemeriksaan Laboratorium
Respons imun terhadap infeksi virus parainfluenza pertama dalam kehidupan
bersifat spesifik-tipe. Namun, infeksi yang berulang, respons terus menerus menjadi
semakin meluasdan reaksi-silang bahkan terjadi hinga virus mumps. Respons heterotipik
membuat diagnosis definitiv mengandalkan pada isolasi virus dari bahan yang sesuai.
a) Isolasi dan identifikasi virus
Usap tenggorokan dan hidung serta bilasan hidung merupakan bahan
yang baik untuk isolasi virus. Sel ginjal manusia dan kera primer merupakan yang
paling peka untuk isolasi virus parainfluenza. Namun, sel-sel seperti ini sukar
didapat, dan sel kera dapat terkontaminasi dengan paramiksovirus adventesia
simian, SV5. Suatu jalur ginjal kera berlanjut, LLC-MK2, merupakan pilihan lain
yang cocok, asalkan tripsin dimasukkan kedalam media biakan untuk memecah
dan mengaktivasi glikoprotein virus F. inokulasi contoh dengan segera kedalam
biakan sel penting untuk keberhasilan isolasi virus, karena inefektivitas virus
akan menurun dengan cepat jika bahan biakan/klinik disimpan.Virus
parainfluenza tumbuh dengan lambat dan menimbulkan efek sitopatik yang
sangat kecil. Untuk mendeteksi adanya virus, maka dilakukan hemadsorpsi
dengan menggunakan eritrosit marmot. Bergantung pada jumlah virus,
diperlukan masa inkubasi 10 hari atau lebih sebelum biakan menjadi
hemadsorpsi-positif. Isolat dapat ditentukan tipenya melalui imunoflorosensi
atau penghambatan hemadsorpsi lapisan tunggal erinfeksi
atau melalui penghambatan hemaglutinasi dengan menggunakan virus dari
perbenihan biakan sel
Identifikasi langsung antigen virus dalam bahan merupakan hal yang
mungkin. Antigen dapat dideteksi dalam sel-sel nasofaring yang tereksfoliasi
melalui imunoflurosensi atau ELISA. Metode ini cepat tetapi kurang sensitiv
dibandingkan dengan isolasi virus dan harus diawasi secara seksama. Reagen
imun yang sangat spesifik merupakan hal yang penting jika diinginkan
identifikasi serotip spesifik.
b) Serologi
Serodiagnosis harus didasarkan pada serum yang berpasangan. Respons
antibody dapat diukur dengan menggunakan uji Nt, HI, ELISA, atau CF.
Peningkatan titer sampai empat kali merupakan tanda adanya infeksi dengan
virus parainfluenza. Namun, karena masalah antigen yang dimiliki sama, maka
kita tidak mungkin yakin terhadap tipe virus spesifik yang terlibat. Uji Nt tidak
memberikan spesifisik total dengan kelompok virus ini.

4. Respiratory Syncytial Virus


 Morfologi RSV
Respiratory Syncytial Virus merupakan virus Ribo Nucleic Acid (RNA)
berselubung. Nama lainnya adalah Respiratory Syncytial Virus RS, Respiratory Syncytial
Virus RS virus, atau Respiratory Syncytial Virus RSV. RSV merupakan anggota dari
genus pneumovirus, familiaparamyxoviridae. Bentuk dan ukuran virion virus RSV
bervariasi, rata-rata berdiameter 120- 300 nm. RSV bersifat tidak stabil di lingkungan,
selain itu juga dapat diinaktivasi dengan sabun, air, atau desinfektan. RSV lebih virulen
daripada virus lain dan menghasilkan imunitas yang tidak bertahan lama. Infeksi ini pada
orang dewasa tidak menimbulkan gejala klinis. RSV adalah golongan paramiksovirus
dengan bungkus lipid serupa dengan virus parainfluenza, tetapi hanya mempunyai satu
antigen permukaan berupa glikoprotein dan nukleokapsid RNA helik linear. Tidak
adanya genom yang bersegmen dan hanya mempunyai satu antigen bungkus berarti
bahwa komposisi antigen RSV relatif stabil dari tahun ke tahun

 Indentifikasi RSV
RSV merupakan virus Ribo Nucleic Acid (RNA) berselubung anggota dari genus
pneumovirus, familia paramyxoviridae. Bentuk dan ukuran virion virus RSV bervariasi
(rata‐rata diameter 120‐300 nm). RSV bersifat tidak stabil di lingkungan dan dapat
diinaktivasi dengan sabun, air dan desinfektan RSV terdiri atas 2 subgrup yaitu RSV A
dan RSV B, dibedakan berdasarkan uji serologi, namun belakangan dapat dibedakan
berdasarkan sekuen nukleotida. Kedua subgrup RSV dibedakan menjadi galur‐galur
berdasarkan tiga kriteria yaitu: pola restriksi gen nukleokapsid (gen N), gen hidrofobik
(gen SH) dan gen protein pengikat (gen G / attachment gene). Galur‐ galur ini tersebar di
seluruh dunia, tetapi perbedaan tingkat virulensi dan imunitas pada individu dan
komunitas, belum diketahui denganpasti.

Group: Group V ((‐)ssRNA)


Order: Mononegavirales
Family: Paramyxoviridae
Genus: Pneumovirus
Species: Human respiratory syncytial virus
 Patogenesis
- Epitel respiratori dan respons inflamasi menutup bronchioles, menyebabkan
bronchiolitis
- Pneumonia akibat inflamasi bronchiolar dan alveolar, atau infeksi sekunder

 Pemeriksaan lab
- Hitung darah lengkap dan hitung jenis
- Kajian foto toraks
- Pemeriksaan bilas hidung
- Kultur virus lasovaring

5. Influenza A, B
Influenza, yang lebih dikenal dengan sebutan flu, merupakan penyakit menular yang
disebabkan oleh virus RNA dari familiaOrthomyxoviridae (virus influenza), yang menyerang
unggas dan mamalia. Gejala yang paling umum dari penyakit ini adalah menggigil, demam,
nyeri tenggorok, nyeri otot, nyeri kepala berat, batuk, kelemahan, dan rasa tidak nyaman
secara umum.
Biasanya, influenza ditularkan melalui udara lewat batuk atau bersin, yang akan
menimbulkan aerosol yang mengandung virus. Influenza juga dapat ditularkan melalui kontak
langsung dengan tinja burung atau ingus, atau melalui kontak dengan permukaan yang telah
terkontaminasi. Aerosol yang terbawa oleh udara (airborne aerosols) diduga menimbulkan
sebagian besar infeksi, walaupun jalur penularan mana yang paling berperan dalam penyakin ini
belum jelas betul.Virus influenza dapat diinaktivasi oleh sinar matahari, disinfektan, dan
deterjen. Sering mencuci tangan akan mengurangi risiko infeksi karena virus dapat diinaktivasi
dengan sabun.
Identifikasi
 Jenis-jenis virus
Dalam klasifikasi virus, virus influenza termasuk virus RNA yang merupakan tiga dari lima
genera dalam famili Oethomyxoviridae:
 Virus influenza A
 Virus influenza B
 Virus influenza C
Virus-virus tersebut memiliki kekerabatan yang jauh dengan virus parainfluenza manusia, yang
merupakan virus RNA yang merupakan bagian dari famili paramyxovirus yang merupakan
penyebab umum dari infeksi pernapasan pada anak, seperti croup (laryngotracheobronchitis),
namun dapat juga menimbulkan penyakit yang serupa dengan influenza pada orang dewasa.
Virus influenza A
Genus ini memiliki satu spesies, virus influenza A. Unggas akuatik liar merupakan inang alamiah
untuk sejumlah besar varietas influenza A.
Virus tipe A merupakan patogen manusia paling virulen di antara ketiga tipe influenza dan
menimbulkan penyakit yang paling berat. Virus influenza A dapat dibagi lagi menjadi subdivisi
berupa serotipe-serotipe yang berbeda berdasarkan tanggapan antibodi terhadap virus ini.
Serotipe yang telah dikonfirmasi pada manusia, diurutkan berdasarkan jumlah kematian
pandemi pada manusia, adalah:
 H1N1, yang menimbulkan Flu Spanyol pada tahun 1918, dan Flu Babi pada tahun 2009
 H2N2, yang menimbulkan Flu Asia pada tahun 1957
 H3N2, yang menimbulkan Flu Hongkong pada tahun 1968
 H5N1, yang menimbulkan Flu Burung pada tahun 2004
 H7N7, yang memiliki potensi zoonotik yang tidak biasa
 H1N2, endemik pada manusia, babi, dan unggas
 H9N2
 H7N2
 H7N3
 H10N7
Virus influenza B
Genus ini memiliki satu spesies, yaitu virus influenza B. influenza B hampir secara eksklusif
hanya menyerang manusia dan lebih jarang dibandingkan dengan influenza A. Hewan lain yang
diketahui dapat terinfeksi oleh infeksi influenza B adalah anjing laut dan musang. Jenis influenza
ini mengalami mutasi 2-3 kali lebih lambat dibandingkan tipe A dan oleh karenanya keragaman
genetiknya lebih sedikit, hanya terdapat satu serotipe influenza B. Karena tidak terdapat
keragaman antigenik, beberapa tingkat kekebalan terhadap influenza B biasanya diperoleh
pada usia muda. Namun, mutasi yang terjadi pada virus influenza B cukup untuk membuat
kekebalan permanen menjadi tidak mungkin. Perubahan antigen yang lambat, dikombinasikan
dengan jumlah inang yang terbatas (tidak memungkinkan perpindahan antigen antarspesies),
membuat pandemi influenza B tidak terjadi.
Morfologi
 Struktur, sifat, dan tata nama subtipe
Virus influenza A, B, dan C sangat serupa pada struktur keseluruhannya. Partikel virus ini
berdiameter 80-120 nanometer dan biasanya kurang-lebih berbentuk seperti bola, walaupun
bentuk filamentosa mungkin saja ada. Bentuk filamentosa ini lebih sering terjadi pada influenza
C, yang dapat membentuk struktur seperti benang dengan panjang mencapai 500 mikrometer
pada permukaan dari sel yang terinfeksi. Namun, walaupun bentuknya beragam, partikel dari
seluruh virus influenza memiliki komposisi yang sama. Komposisi tersebut berupa envelope
virus yang mengandung dua tipe glikoprotein, yang membungkus suatu inti pusat. Inti pusat
tersebut mengandung genomRNA dan protein viral lain yang membungkus dan melindungi RNA.
RNA cenderung terdiri dari satu untaian namun pada kasus-kasus khusus dapat berupa dua
untaian. Pada virus, genom virus tidak terdiri dari satu rangkaian asam nukleat; namun biasanya
terdiri dari tujuh atau delapan bagian RNA negative-sense yang tersegmentasi, tiap-tiap bagian
RNA mengandung satu atau dua gen. Contohya, genom influenza A mengandung 11 gen dalam
delapan bagian RNA, yang mengode 11 protein: hemagglutinin (HA), neuraminidase (NA),
nukleoprotein (NP), M1, M2, NS1, NS2 (NEP: nuclear export protein), PA, PB1 (polymerase basic
1), PB1-F2 dan PB2.
Hemagglutinin (HA) dan neuraminidase (NA) merupakan dua flikoprotein besar yang berada di
luar partikel virus. HA merupakan lektin yang memediasi ikatan (binding) virus terhadap sel
target dan masuknya genom virus pada sel target, sementara NA terlibat dalam lepasnya anak
virus dari sel yang terinfeksi, dengan membelah gula yang berikatan pada partikel virus
dewasa.Oleh karena itu, protein ini merupakan target bagi obat-obat antivirus. Dan lagi,
keduanya merupakan antigen, dimana antibodi terhadap antigen tersebut dapat diciptakan.
Virus influenza A diklasifikasikan menjadi subtipe berdasarkan respons antibodi terhadap HA
dan NA. Jenis-jenis HA dan NA tersebut merupakan pembedaan H dan N dalam, penamaan
virus, misalnya H5N1. Terdapat 16 subtipe H dan 9 subtipe N yang telah diketahui, namun
hanya H 1, 2, dan 3, serta N 1 dan 2 yang umumnya ditemukan pada manusia.
Patogenesis
 Replikasi
Virus dapat bereplikasi hanya pada sel hidup. Infeksi dan replikasi influenza merupakan proses
bertahap: pertama, virus harus berikatan dengan sel dan memasuki sel, kemudian
memindahkan genomnya pada suatu tempat dimana virus tersebut dapat memproduksi
duplikat dari protein virus dan RNA, kemudian menyusun komponen-komponen tersebut
menjadi partikel virus baru, dan terakhir, keluar dari sel inang.
Virus influenza berikatan melalui hemagglutinin dengan gula asam sialat pada permukaan sel
epitel, biasanya pada hidung, tenggorok, dan paru-paru mamalia, dan usus unggas (tahap 1
pada gambar infeksi).Setelah hemagglutinin dipecah oleh protease, sel akan memasukkan virus
melalui proses endositosis.
Setelah berada di dalam sel, kondisi asam dalam endosom akan menyebabkan dua kejadian
terjadi: pertama, bagian dari protein hemagglutinin akan menyatukan envelope virus dengan
membran vakuola, kemudian kanal ion M2 akan memungkinkan proton untuk berpindah
melewati envelope virus dan mengasamkan inti virus, yang akan menyebabkan inti menjadi
terurai dan melepaskan RNA virus dan protein inti. Molekul RNA virus (vRNA), protein aksesoris,
dan RNA polymerase yang bergantung pada RNA (RNA-dependent RNA polymerase) akan
dilepaskan pada sitoplasma (Tahap 2). Kanal ion M2 akan disekat (diblok) oleh obat amantadine,
yang akan mencegah infeksi.
Protein inti ini berserta dengan vRNA akan membentuk kompleks yang akan ditranspor ke inti
sel, di mana polimerase RNA yang bergantung RNA akan memulai transkripsi vRNA
komplementer sense positif (langkah 3a dan b). vRNA dapat keluar menuju sitoplasma dan
mengalami translasi (langkah 4) atau tetap bertahan pada nucleus. Protein virus yang baru
disintesis dapat disekresi melalui apparatus Golgi menuju permukaan sel (pada neuraminidase
dan hemagglutinin , langkah 5b) atau ditranspor kembali menuju inti sel untuk berikatan
dengan vRNA dan membentuk partikel genom virus yang baru (langkah 5a). Protein virus
lainnya memiliki kerja yang beragam pada sel inang, termasuk mengurai mRNA seluler dan
mempergunakan nukleotida bebas untuk sintesis vRNA dan juga menghambat translasi mRNA
dan juga menghambat translasi mRNA sel inang.
vRNA negative-sense yang membentuk genom dari calon virus, RNA polimerase yang
bergantung RNA (RNA-dependent RNA polymerase), dan protein virus lain akan disusun
menjadi virion. Molekul hemagglutinin dan neuraminidase akan berkelompok membentuk
suatu tonjolan pada permukaan sel. vRNA dan protein inti virus akan meninggalkan inti sel dan
memasuki penonjolan membran ini (langkah 6). Virus dewasa akan melakukan budding off dari
sel dalam suatu bentuk bola yang terdiri dari membran fosfolipid inang, memperoleh
hemagglutinin dan neuraminidase yang terkandung dalam lapisan membran ini (langkah 7).
Seperti sebelumnya, virus akan berikatan melalui hemagglutinin; virus dewasa akan
melepaskan diri apabila neuraminidase mereka telah memecah residu asam sialat dari sel inang.
Karena tidak terdapatnya enzim proofreading RNA, polimerase RNA yang bergantung RNA yang
mengkopi genom virus akan melakukan kesalahan kurang lebih setiap 10 ribu nucleotida, yang
sesuai dengan rata-rata dari vRNA influenza. Oleh karena itu, sebagian besar dari virus influenza
yan selesai dirangkai adalah mutan; hal ini akan menimbulkan hanyutan antigen, yang
merupakan perubahan lambat pada antigen pada permukaan virus seiring dengan berjalannya
waktu. Pemisahan genom menjadi delapan segmen vRNA yang terpisah memungkinkan
percampuran atau reassortment dari vRNA apabila lebih dari satu jenis virus influenza
menginfeksi suatu sel tunggal. Hal ini akan menimbulkan perubahan cepat dari genetika virus
yang akan menimbulkan perpindahan antigen, yang merupakan perubahan tiba-tiba dari satu
antigen ke antigen yang lain. Perubahan besar yang tiba-tiba memungkinkan virus untuk
menginfeksi spesies inang baru dan dapat dengan cepat mengatasi kekebalan protektif yang
telah ada.
Pemeriksaan Laboratorium
 Diagnosis berdasarkan laboratorium
Identifikasi infeksi virus influenza A manusia dengan pemeriksaan laboratorium umumnya
dilakukan sesuai dengan anjuran WHO (2005)15, yaitu dengan mendeteksi antigen virus secara
langsung, mengisolasi virus dalam biakan sel, atau mendeteksi RNA spesifik-influenza dengan
pemeriksaanreverstranscriptase-polymerase chain reaction (RT-PCR)menggunakan pasangan
primer yang spesifik untuk sekuens HA dan NA virus influenza A/H5N1. Strategi tes
laboratorium tahap pertama dari masing-masing spesimen adalah untuk mendiagnosis infeksi
virus influenza secara cepat, serta menyingkirkan kemungkinan infeksi yang disebabkan oleh
virus lain yang dapat menginfeksi saluran napas. Idealnya, hasil harus sudah diperoleh dalam 24
jam. Diperlukan juga pemeriksaan Rapid metode kromatografi untuk membedakan influenza
tipe A dan tipe B
`````````````````````````````````````
 Prosedur untuk mendiagnosis influenza
Pemeriksaan yang tersedia untuk mendiagnosis infeksi virus influenza A adalah:
1. Mendeteksi antigen secara cepat (hasil dapat diperoleh dalam waktu 15-30 menit).
 Tes influenza pada penderita (Near-patient test for influenza).
 Immunofluorescence assay.
Pemeriksaan ini sudahdigunakan secara luas dan merupakan metode yangsangat
sensitif untuk mendiagnosis infeksi virusinfluenza A dan B serta lima infeksi virus
pernapasanyang sangat penting secara klinis.
217 Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 5, Mei 2009
Diagnosis dan Tata Laksana Infeksi Virus Influenza A H5N1
- Enzyme immuno assay. Untuk pemeriksaan
nukleoprotein (NP) influenza A.
2. Biakan virus. Hasil didapat dalam 2-10 hari.
Metode shellvial dan biakan sel standar digunakan untuk mendeteksivirus pernapasan
yang penting secara klinis. Biakan influenzayang positif mungkin memperlihatkan efek
sitopatik, tetapi lebih sering tidak. Untuk itu, diperlukan pemeriksaan
immunofluorescence biakan sel atau haemagglutinasi inhibisi (HI) dari medium biakan
sel untuk mengidentifikasi virus. Isolasi virus merupakan teknik yang sangat sensitif.
Selain mempunyai keuntungan dapat mengidentifikasi virus, metode ini jugadapat
digunakan untuk menganalisis antigenik dangenetik virus, menguji suseptibilitas virus
terhadap obat, serta virus yang diperoleh dapat digunakan untuk membuat vaksin. Sel
yang paling sering digunakan adalah sel garis keturunan Madin-Daby Canine Kidneycells
(MDCK).Setiap spesimen dengan hasil virus influenza A yang positif dan dicurigai sebagai
infeksi flu burung harus dites lebih lanjut untuk memastikan adanya infeksi H5
menggunakan referensi laboratorium H5 WHO. Laboratorium yang tidak mempunyai
kemampuan untuk melakukan prosedur mengidentifikasi subtipe virus influenza
diharuskan untuk mengirim spesimen atau isolat virus ke pusat influenza nasional.
3. Polymerase chain reaction dan Real-time PCR assay.
Merupakan teknik yang sangat kuat untuk mengidentifikasi genom virus influenza.
Genom virus influenza merupakan RNA untai tunggal, dan salinan DNA (cDNA) harus
disintesis terlebih dahulu menggunakan reverse transcriptase (RT) polymerase.
Prosedur untuk amplikasi genom RNA memerlukan pasangan primer spesifik untuk gen
hemagglutinin (HA) virus influenza A H5 dan neuraminidase (NA) N1. Hasil dapat
diperoleh dalam beberapa jam setelah specimen klinis atau biakan sel yang terinfeksi
sudah tersedia.

 Primer HA yang digunakan


H5-1: GCC ATT CCA CAA CAT ACA CCC
H5-2: CTC CCC TGC TCA TTG CTA TG
Memberikan hasil panjangnya 219 bp.
 Primer NA yang digunakan
N1-1: TTG CTT GGT CGG CAA GTG C
N1-2: CCA GTC CAC CCA TTT GGA TCC
Memberikan hasil panjangnya 616 bp

Pemeriksaan serologis untuk mengidentifikasi dilakukan dengan mengukur antibodi


spesifik menggunakan tes hemagglutinasi inhibisi, pemeriksaan immuno enzim, dan tes
neutralisasi virus, dan yang lebih spesifik adalah dengan tes mikro netralisasi yang juga
sudah dikembangkan. Karena tes ini memerlukan virus hidup, maka penggunaannya
untuk mendeteksi antibodi spesifik virus influenza burung yang sangat patogenik
dibatasi hanya untuk laboratorium yang mempunyai fasilitas biosafety level.
6. Herpes Simplex Virus
Virus Herpes Simpleks adalah virus DNA yang dapat menyebabkan infeksi akut pada kulit
yang ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab. Ada 2 tipe
virus herpes simpleks yang sering menginfeksi yaitu :
- HSV-Tipe I (Herpes Simplex Virus Type I)
- HSV-Tipe II (Herpes Simplex Virus Type II)
HSV-Tipe I biasanya menginfeksi daerah mulut dan wajah (Oral Herpes), sedangkan HSV-
Tipe II biasanya menginfeksi daerah genital dan sekitar anus (Genital Herpes). HSV-1
menyebabkan munculnya gelembung berisi cairan yang terasa nyeri pada mukosa mulut,
wajah, dan sekitar mata. HSV-2 atau herpes genital ditularkan melalui hubungan seksual dan
menyebakan gelembung berisi cairan yang terasa nyeri pada membran mukosa alat kelamin.
Infeksi pada vagina terlihat seperti bercak dengan luka. Pada pasien mungkin muncul iritasi,
penurunan kesadaran yang disertai pusing, dan kekuningan pada kulit (jaundice) dan kesulitan
bernapas atau kejang. Lesi biasanya hilang dalam 2 minggu. infeksi . Episode pertama (infeksi
pertama) dari infeksi HSV adalah yang paling berat dan dimulai setelah masa inkubasi 4-6 hari.
Gelala yang timbul, meliputi nyeri, inflamasi dan kemerahan pada kulit (eritema) dan diikuti
dengan pembentukan gelembung-gelembung yang berisi cairan. Cairan bening tersebut
selanjutnya dapat berkembang menjadi nanah, diikuti dengan pembentukan keropeng atau
kerak (scab).

 Klasifikasi Ilmiah:
Famili : Herpesviridae
Subfamili : Alphaherpesvirinae
Genus : Simpleksvirus
Spesies : Virus Herpes Simpleks Tipe 1 dan
Virus Herpes Simpleks Tipe 2

 Morfologi
Pembungkus berasal dari selaput inti sel yang terinfeksi. Pembungkus ini
mengandung lipid, karbohidrat, dan protein, dan dapat menghilangkan eter. Genom
6
ADN beruntai-untai ganda (BM 85-106 X 10 ) berbentuk lurus. Tipe 1 dan 2
memperlihatkan 50% urutan homologi.
Siklus Hidup Virus Herpes Simpleks
Siklus pertumbuhan HSV berlangsung dengan cepat, memakan waktu 8-16 jam sampai
selesai. Gen alfa(dini-segera) segera timbul setelah infeksi. Gen-gen ini ditraskripsikan
pada keadaan tidak adanya sintesis protein virus dan merupakan permulaan replikasi.
Gen beta(dini) timbul kemudian; membutuhkan hasil gen alfa fungsional untuk
ekspresinya, yaitu kebanyakan berupa enzim dan protein replikasi. Ekspresi gen beta
bertepatan dengan penurunan transkripsi gen alfa dan penghentia sintesis protein sel
inang yang ireversibel, dan dikatakan sebagai kematian sel. Hasil-hasil gen gama(lambat)
yang kemudian dihsilkan dan mencakup sebagian besar protein struktural virus

 Patogenesis
HSV ditularkan melalui kontak dari orang yang peka lewat virus yang dikeluarkan
oleh seseorang. Untuk menimbulkan infeksi, virus harus menembus permukaan mukosa
atau kulit yang terluka (kulit yang tidak terluka bersifat resisten). HSV I ditransmisikan
melalui sekresi oral,virus menyebar melalui droplet pernapasan atau melalui kontak
langsung dengan air liur yang terinfeksi. Ini sering terjadi selama berciuman, atau
dengan memakan atau meminum dari perkakas yang terkontaminasi. HSV-I dapat
menyebabkan herpes genitalis melalui transmisi selama seks oral-genital. Karena virus
ditransmisikan melalui sekresi dari oral atau mukosa (kulit) genital, biasanya tempat
infeksi pada laki-laki termasuk batang dan kepala penis, skrotum, paha bagian dalam,
anus. Labia, vagina, serviks, anus, paha bagian dalam adalah tempat yang biasa pada
wanita. Mulut juga dapat menjadi tempat infeksi untuk keduanya. Penyebaran herpes
genetalis atau Herpes Simpleks II dapat melalui kontak langsung antara seseorang yang
tidak memiliki antigen terhadap HSV-II dengan seseorang yang terinfeksi HSV-II. Kontak
dapat melalui membran mukosa atau kontak langsung kulit dengan lesi. Transmisi juga
dapat terjadi dari seorang pasangan yang tidak memiliki luka yang tampak. Kontak tidak
langsung dapat melalui alat-alat yang dipakai penderita karena HSV-II memiliki envelope
sehingga dapat bertahan hidup sekitar 30 menit di luar sel.
 Penyakit yang ditimbulkan Virus Herpes Simpleks
A. HSV-1
1. Gingivostomatitis herpetik akut
Penyakit ini sering terjadi pada anak-anak kecil (usia 1-3 tahun) dan
terdiri atas lesi-lesi vesikuloulseratif yang luas dari selaput lendir mulut,
demam, lekas marah dan limfadenopati lokal. Masa inkubasi pendek(sekitar
3-5 hari) dan lesi-lesi menyembuh dalam 2-3 minggu.
2. Keratojungtivitis
Suatu infeksi awal HSV-1 yang menyerang kornea mata dan dapat
mengakibatkan kebutaan.
3. Herpes Labialis
Terjadi pengelompokan vesikel-vesikel lokal, biasanya pada perbatasan
mukokutan bibir. Vesikel pecah, meninggalkan tukak yang rasanya sakit dan
menyembuh tanpa jaringan parut. Lesi-lesi dapat kambuh kembali secara
berulang pada berbagai interval waktu.

B. HSV-2
1. Herpes Genetalis
Herpes genetalis ditandai oleh lesi-lesi vesikuloulseratif pada penis pria
atau serviks, vulva, vagina, dan perineum wanita. Lesi terasa sangat nyeri dan
diikuti dengan demam, malaise, disuria, dan limfadenopati inguinal. Infeksi
herpes genetalis dapat mengalami kekambuhan dan beberapa kasus
kekambuhan bersifat asimtomatik. Bersifat simtomatik ataupun asimtomatik,
virus yang dikeluarkan dapat menularkan infeksi pada pasangan seksual
seseorang yang telah terinfeksi.
2. Herpes neonatal
Herpes neonatal merupakan infeksi HSV-2 pada bayi yang baru lahir.
Virus HSV-2 ini ditularkan ke bayi baru lahir pada waktu kelahiran melalui
kontak dengan lesi-lesi herpetik pada jalan lahir. Untuk menghindari infeksi,
dilakukan persalinan melalui bedah caesar terhadap wanita hamil dengan
lesi-lesi herpes genetalis. Infeksi herpesneonatal hampir selalu simtomatik.
Dari kasus yang tidak diobati, angka kematian seluruhnya sebesar 50%.

7. Adenovirus (serotipe 1-7, 14, dan 21)


 Identifikasi
- Adenovirus yang menyerang saluran napas atas dikelompokkan dalam dua genus :
Mastadenovirus (menginfeksi mamalia) dengan spesies Human adenovirus C dan
Aviadenovirus (menginfeksi unggas) dengan spesies Fowl Adenovirus A/B
- Terdapat 41 serotipe (tipe sub-spesies) adenovirus manusia sehingga adenovirus
dibagi menjadi 7 kelompok berdasarkan homologi genom.
- Adenovirus manusia dibagi dalam enam kelompok (A-F) berdasarkan sifat fisika,
kimia, dan biologi.
- Beberapa serotipe adenovirus yang menyebabkan penyakit saluran pernapasan:
o Adenovirus golongan B serotipe 3, 7, 14 : demam faringokonjungtival
o Adenovirus golongan B serotipe 3, 7, 14, 21; C serotipe 1, 2, 4, 5, 6 dan E
serotipe 4: penyakit pernapasan akut
o Adenovirus golongan C serotipe 1,2,5,6 : demam faringitis akut anak, infeksi
laten pada jaringan KGB
o Adenovirus golongan C serotipe 1,2,5 dan B serotipe 3 : Faringitis
- Adenovirus merupakan penyebab tersering pada sindrom selesma (dengan gejala
utama discharge hidung pada bayi dan anak-anak) dan faringitis (dengan gejala
utama nyeri tenggorok pada bayi hingga dewasa)

 Morfologi
- Struktur kapsidnya simetri ikosahedral atau berbentuk kubik
- Berdiameter 80-110 nm
- Terdiri dari 252 kapsomer (12 pentona, 240 heksona) dan 12 serat inti protein
(fibrin)
- Genom virus : terdiri dari DNA double strain, linear, tidak bersegmen yang
mengandung 36000pb dengan berat molekul 20-25 juta. Genom asam nukleatnya
bersifat infeksius. DNA mengkode 10 protein struktural (berlokasi di kapsid, serabut,
dan inti) dan non struktural (enzim atau polipeptida, DNA-dependent DNA
polymerase, dan 1 protein internal)
- Komposisi : DNA (13%) dan protein (87%)
- Lemak (-)
- Karbohidrat : glikoprotein serabut
- Kapsid : di dalamnya terkandung protein yang merupakan antigen (hexon, penton,
fibrin)
- Terdapat 3 golongan basa berdasarkan perbandingan komponen basa (basa ratio) :
1. Kadar Guanin – Sitosin (G – C) terendah → mempunyai sifat kuat onkogenik (
48% - 49% pada tipe A- 12, 18, 31 dan sekitar 61% pada tipe lain (mis. B-3)
2. Kadar Guanin – Sitosin (G – C) pertengahan yaitu 50% - 55% → mempunyai
sifat lemah onkogenik (tipe B-3, 7, 14, 16, 21)
3. Kadar Guanin – Sitosin tinggi yaitu 56% - 60%
- Tidak mempunyai selubung virion atau amplop
- Tempat replikasinya di inti sel inang
- Terdapat tiga model struktur dimensi dari partikel adenovirus yang telah dibangun
berdasarkan pada kombinasi mikroskopi cryoelectron dan kristalografi sinar X.
- Thermal inactivation point (TIP) 56oC
- Dapat disimpan pada suhu -20oC, stabil dalam pH 5 -6 dan tahan pelarut lemak

 Patogenitas
Adenovirus menginfeksi sel-sel epitel faring, selaput mata, dan kadang-kadang
sistem organ lainnya. Biasanya penyebaran virus tidak sampai ke daerah getah bening.
Virus kelompok C menetap sebagai infeksi laten pada kelenjar adenoid da tonsil selama
bertahun-tahun dan dikeluarkan melalui tinja selama berbulan-bulan sejak dimulainya
infeksi.
Proses penginfeksian ini dimulai dengan penempelan pada reseptor sel inang
melalui protein fiber virus yang kemudian berlanjut mengalami replikasi dan pada
akhirnya mengalami viremia. Virus bereplikasi di sitoplasma tetapi DNA virus bereplikasi
di nukleus sel inang.
Dalam proses menjadi patogenesis terdapat tiga jenis infeksi yang terjadi pada
sel inang :
- Litik
Langkah awal virus akan mengadakan adsorpsi atau attachment yang ditandai
dengan menempelnya virus pada dinding sel, kemudian pada virus tertentu
(bakteriofage),, melakukan penetrasi yaitu dengan cara melubangi membran sel
dengan menggunakan enzim, setelah itu virus akan memulai mereplikasi materi
genetik dan selubung protein, kemudian virus akan memanfaatkan organel-organel
sel, kemudian sel mengalami lisis. Ciri-ciri dari siklus ini adalah waktunya yang relatif
singkat, menonaktifkan bakteri, bereproduksi dengan bebas tanpa terikat pada
kromosom bakteri.
- Laten (persisten)
Virus dapat berkembang biak dan menjadi infeksi laten pada kelenjar limfoid
seperti adenoid, tonsil, dan Peyer’s patches dan bisa menjadi reaktif kembali pada
keadaan imunosupressed atau terinfeksi oleh agen yang lain.
- Transformasi onkogenik
Pemindahan potongan materi genetik atau DNA onkogenik dari luar ke sel
penerima

 Diagnosa Laboratorium
Virus dapat diisolasi dari tinja, urine, usapan tenggorok, konjungtiva, dan usapan
rektum. Pembiakan dilakukan pada biakan jaringan. Biakan primer sel ginjal embrio
manusia merupakan sel yang paling peka, tetapi biasanya sukar diperoleh. Selain itu
efek sitopatik terjadi sangat lambat yaitu berkisar antara 2 - 4 minggu dengan
terlihatnya proses pembulatan (rounding), penggembungan (swelling) dan
pengelompokkan sel-sel menjadi like clusters, badan inklusi intra nucleus, basofil.
Adanya sel-sel yang membengkak membulat dan berkelompok menunjukkan adanya
adenovirus pada biakan yang dinokulasi. Adenovirus meningkatkan glikolisis sel,
sehingga cenderung menurunkan pH medium pertumbuhan biakan (bersifat asam).
Isolat kemudian dapat diidentifikasi secara serologi menggunakan reaksi
pengikatan/uji fiksasi komplemen (CF) yang mendeteksi antigen khusus-kelompok. Uji
ini dilakukan dengan menggunakan antibodi antiheksona dan cairan biakan dari sel yang
terinfeksi. Metode pendeteksian lain adalah reaksi hambatan hemaglutinasi, reaksi
netralisasi, PCR, penggunaan probe nucleic acid, dengan Rapid detection (ELISA, IF
antibody, immune antibody). Uji HI dan Nt untuk mengukur antigen-antibodi khusus-
tipe dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi serotipe khusus.
Karakteristik DNA virus dengan hibridasi atau pola pencernaan enzim restriksi
endonuklease dapat mengidentifikasi suatu isolat sebagai adenovirus dan
mengelompokkannya. Cara ini sangat bermanaat untuk tipe-tipe yang sulit dibiakan.
Adenovirus enteric yang sukar dibiakan dapat dideteksi melalui pemeriksaan
langsung ekstra tinja pada miksroskop elektron atau ELISA. Walaupun sukar, virus-virus
ini dapat diisolasi dari galur sel ginjal embrio manusia yang ditransformasi dengan
fragmen DNA adenovirus.
Karena adenovirus dapat bertahan pada usus dan jaringan limfoid dalam waktu
lama dan arena peluruhan virus yang baru keluar dapat diendapkan ole infeksi lain,
kemaknaan isolasi virus harus ditafsirkan dengan hati-hati. Ditemukannya virus pada
mata, paru-paru atau saluran kelamin merupakan diagnosis infeksi yang sedang
berlangsung. Isolasi virus dari sekresi tenggorokan penderita penyakit pernapasan
dapat dianggap relevan untuk penyakit klinis. Isolasi virus dari bahan tinja tidak
meyakinkan kecuali bila salah satu dari tipe yang sukar dibiakan ditemukan pada
penderita gastroenteritis.

8. Coxsackievirus
Coxsackievirus A16 penyebab penyakit Hand, Foot, and Mouth Disease (HFMD)
merupakan virus RNA yang termasuk dalam genus Enterovirus, family Picornaviridae , memiliki
ukuran partikel 27nm; virion RNA messenger; 31% RNA di virion; bersifat stabil dalam pH asam
(pH 3,0-5,0) selama 1-3 jam; komposisi RNA: A=30%, U=24%, G=23%, C=23%; serta hidup di
dalam sel inang dengan mengadakan replikasi RNA-nya.
Di dalam famili Picornaviridae , terbagi menjadi genus
Enterovirus dan Rhinovirus. Di dalam genus Enterovirus,
terdiri dari Poliovirus, tipe 1-3; Coxsackievirus kelompok A,
tipe 1-24 (tidak ada tipe 23); Coxsackievirus kelompok B,
tipe 1-6; Echovirus, tipe 1-34 (tidak ada tipe 10 dan tipe 28);
dan Enterovirus, tipe 68-71. Enterovirus adalah penghuni
sementara saluran pencernaan manusia dan dapat diisolasi dari tenggorokan atau usus bawah.
Enterovirus yang bersifat sitopatogenik (Poliovirus, Echovirus, dan beberapa Coxsackievirus),
pertumbuhannya dapat segera terjadi pada suhu 36 o C sampai 37 o C dalam biakan primer sel
ginjal manusia dan monyet. Coxsackievirus yang termasuk dalam genus Enterovirus, terbagi
menjadi kelompok A dan B. Coxsackievirus kelompok A serotipe tertentu menyebabkan
penyakit herpangina; Penyakit Tangan, Kaki, dan Mulut (PTKM); dan konjungtivitas hemoragik
akut. Coxsackievirus kelompok B dapat menyebabkan penyakit pleurodinia, miokarditis,
perikarditis, dan meningoensefalitis. Penyebab HFMD yang paling sering pada pasien rawat
jalan adalah Coxsackievirus A16, sedangkan yang memerlukan perawatan karena keadaannya
lebih berat atau timbul komplikasi sampai menyebabkan pasien meninggal disebabkan oleh
Enterovirus 71.

 Identifikasi Virus
Coxsackievirus A16 memiliki ukuran partikel 27nm; virion RNA messenger; 31%
RNA di virion; bersifat stabil dalam pH asam (pH 3,0-5,0) selama 1-3 jam; komposisi
RNA: A=30%, U=24%, G=23%, C=23%; memiliki berat jenis apung kira-kira 1,34 gram /ml
dalam CsCl. Virus ini sangat infektif pada mencit yang baru lahir, yaitu dapat
menyebabkan miositis yang meluas dalam otot-otot lurik mencit yang baru lahir
sehingga mengakibatkan kelumpuhan lemas tanpa gejala-gejala lain. Sifat antigen dari
Coxsackievirus yaitu sekurang-kurangnya sekarang dikenal 29 tipe imunologik
Coxsackievirus yang berlainan, 23 tipe terdaftar dalam kelompok A (termasuk
Coxsackievirus A16) dan 6 tipe terdaftar dalam kelompok B.

 Patogenesitas
Virus yang termasuk genus Enterovirus, menular lewat mulut atau tenggorokan.
Virus menular pada jaringan mukosal dari tenggorokan, usus, atau keduanya, akhirnya
masuk ke dalam aliran darah dan meningkatkan akses ke dalam sel dan menetapkan
target organ tubuh, misalnya sumsum tulang belakang, miokardium, dan kulit. Virus
umumnya berada di dalam tenggorokan selama 1 minggu pertama dari atau saat sakit
dan terdapat pada feses dari 1-4 minggu setelah serangan penyakit; saat itu virus
tersebut sudah dapat diisolasi dari urat saraf tulang belakang, otak, hati, dan pada kulit
yang luka

 Epidemiologi
Penyakit Tangan, Kaki, dan Mulut (PTKM) yang disebabkan oleh Coxsackievirus
A16 ini, sangat menular dan sering terjadi pada musim panas. PTKM adalah penyakit
yang sering terjadi pada
kelompok masyarakat yang
berpenduduk padat dan
umumnya menyerang anak-anak
berusia antara 2 minggu sampai
5 tahun (kadang sampai 10
tahun). Orang dewasa jarang
menderita penyakit tersebut
karena daya tahan tubuhnya lebih kuat, walau kadang orang dewasa bisa juga terserang
penyakit ini. Penularannya melalui jalur fekal-pral (pencernaan) dan saluran pernapasan,
yaitu dari droplet (butiran ludah), pilek, air liur, tinja, cairan vesikel (kelainan kulit
berupa gelembung kecil berisi cairan) atau ekskreta. Penularan kontak tidak langsung
melalui barang, handuk, baju, peralatan makanan, dan mainan yang terkontaminasi oleh
sekresi itu. Tidak ada vektor tetapi ada pembawa (“carrier”) seperti lalat dan kecoa.
Kontak dalam keluarga merupakan sumber utama infeksi Coxsackievirus A16 ini. Begitu
virus sudah masuk dalam keluarga, semua orang yang rentan dalam keluarga tersebut
biasanya terkena infeksi, meskipun tidak semuanya memiliki gejala klinis yang nyata.
Penyakit ini memberi imunitas spesifik, namun anak dapat terkena PTKM lagi oleh virus
strain Enterovirus lainnya. Masa Inkubasi Coxsackievirus A16 ini adalah 2 – 5 hari.

 Pemeriksaan Laboratorium
Sampel (spesimen) dapat diambil dari tinja, usap rektal, cairan serebrospinal dan
usap/swab ulcus di mulut/tenggorokan, vesikel di kulit spesimen atau biopsi otak.
Spesimen dibawa dengan “Hank‛s Virus Transport”. Isolasi virus dengan cara biakan sel
dengan suckling mouse inoculation. Setelah dilakukan “Tissue Culture”, kemudian dapat
diidentifikasi strainnya dengan antisera tertentu / IPA, CT, PCR dll. Dapat dilakukan
pemeriksaan antibodi untuk melihat peningkatan titer. Diagnosa Laboratorium adalah
sebagai berikut :
1. Deteksi virus:
Immuno histochemistry (in situ)
Imunofluoresensi antibodi (indirek)
Isolasi dan identifikasi virus.
Pada sel Vero ; RD ; L20B
Uji netralisasi terhadap intersekting pools
Antisera (SCHMIDT pools) atau EV-71 (Nagoya) antiserum.
2. Deteksi RNA:
RT-PCR
Primer : 5‛ CTACTTTGGGTGTCCGTGTT 3”
5‛ GGGAACTTCGATTACCATCC 3”
Partial DNA sekuensing (PCR Product)
3. Serodiagnosis:
Serokonversi paired sera dengan uji serum netralisasi terhadap virus EV-
71 (BrCr, Nagoya) pada sel Vero. Uji elisa sedang dikembangkan. Sebenarnya
secara klinis sudah cukup untuk mendiagnosis PTKM, hanya kita dapat
mengatahui apakah penyebabnya Coxsackie A-16 atau Enterovirus 71.

9. Enterovirus (termasuk Echovirus)


 MORFOLOGI & IDENTIFIKASI
Virion enterovirus berbentuk bulat (spherical) dengan diameter berkisar 30 nm.
Partikel enterovirus hanya terdiri atas protein kapsid berbentuk ikosahedron yang
membungkus genom RNA. Kapsid enterovirus tersusun atas 12 pentamer dari 5
protomer yang masing-masing protomer terdiri atas 4 protein struktural, yaitu VP1, VP2,
VP3, dan VP4. Protein VP1, VP2, dan VP3 membentuk permukaan luar virion, sedangkan
protein VP4 terletak pada bagian dalam virion. Daerah sekuen protein kapsid tersebut
memiliki keragaman yang sangat tinggi dibandingkan daerah lainnya pada genom
enterovirus. Hal tersebut mengakibatkan tingginya keragaman enterovirus karena
antigenesitas protein kapsid tersebut menentukan serotipe dari enterovirus.
Partikel enterovirus tidak mempunyai selubung (envelope) lipid sehingga
enterovirus tidak sensitif terhadap pelarut lipid seperti eter, deterjen, dan kloroform.
Eneterovirus juga relatif resistan terhadap berbagai disinfektan seperti etanol,
isopropanol, lisol, dan senyawa amonium, namun beberapa senyawa seperti
formaldehid, gluteraldehid, sodium hipoklorit, dam klorin dapat menginaktivasi
enterovirus. Enterovirus dapat bertahan pada pH di bawah 3,0 sehingga enterovirus
dapat hidup dan bereplikasi pada saluran gastrointestinal mamalia. Enterovirus juga
bersifat relatif termostabil walaupun enterovirus dapat diinaktivasi pada suhu di atas
42°C. Enterovirus memiliki untai tunggal RNA positif sepanjang ±7.500 nukleotida
dengan daerah sekuen yang tidak ditranslasikan (non-translated region = NTR) pada
ujung 5’ dan 3’. Bagian 5’NTR sepanjang ±750 nukleotida berperan dalam inisiasi
translasi dengan mengarahkan ribosom ke dalam internal ribosome entry site (IRES).
Bagian 3’NTR lebih pendek dibandingkan bagian 5‘NTR, yaitu sepanjang 70 hingga 100
nukleotida dan diikuti dengan ekor poli(A). Bagian 3’NTR berfungsi menginisiasi sintesis
untai negatif RNA, namun sekuen spesifik pada bagian 3’NTR yang berperan dalam
pengikatan polimerase belum teridentifikasi hingga saat ini.
Daerah sekuen open reading frame (ORF) enterovirus mengkode poliprotein
tunggal yang secara proteolitik diproses menjadi protein prekursor P1, P2, dan P3, yang
selanjutnya diproses kembali menjadi protein struktural VP0, VP3, VP1 (P1) dan protein
nonstruktural 2Apro, 2BC, 3AB, dan 3CD (P2 dan P3). Protein nonstruktural 2A
merupakan salah satu protease yang memotong poliprotein di antara protein VP1 dan
2A, serta melepaskan prekursor protein kapsid dari protein lainnya. Protein 2BC
merupakan prekursor protein 2B yang fungsi spesifiknya belum diketahui dan protein 2C
yang mempunyai aktivitas helikase. Protein nonstruktural 3AB merupakan prekursor
protein 3BVPg yang akan membentuk VPg (virion protein, genom linked), yaitu
polipeptida kecil yang terhubung secara kovalen pada ujung 5‘NTR genom RNA virus.
Protein nonstruktural 3CD merupakan prekursor protein viral protease kedua (3CPRO)
dan RNA-dependent RNA polimerase (3Dpol).

 PATOGENISITAS
Enterovirus memasuki tubuh manusia melalui rongga mulut atau saluran
pernapasan, lalu menginfeksi dan bereplikasi di dalam jaringan saluran pernapasan atas
atau usus halus. Virus kemudian memasuki aliran darah yang akan menghasilkan viremia
primer dan menyebar ke berbagai organ target, yaitu sistem saraf pusat, jantung, hati,
pankreas, kelenjar adrenal, kulit, dan membran mukus. Replikasi virus pada berbagai
organ tersebut akan menyebabkan kemunculan viremia sekunder yang dapat
menyebabkan infeksi viremia pada sistem saraf pusat. Enterovirus bereplikasi secara
efisien pada saluran pencernaan dan dikeluarkan dalam konsentrasi tinggi bersamaan
dengan feses selama 2-4 minggu hingga beberapa minggu lebih lama. Durasi
pengeluaran enterovirus tersebut bergantung pada kompetensi imunitas masing-masing
individu.

 DIAGNOSIS LABORATORIUM
Isolasi dan identifikasi virus
Bahan pemeriksaan untuk isolasi virus biasanya tinja dan usap rektal, usap tenggorok
dan kumuran tenggorok, dan cairan serebrospinalis. Virus dapat diisolasi dari tenggorok
1 hari setelah infeksi, dari tinja dan usap rektal 4 minggu setelah infeksi dan dari cairan
serebrospinalis selama ada manifestasi simptom dari susunan saraf pusat, biasanya 2-3
minggu setelah infeksi. Konsentrasi virus dalam tinja lebih tinggi daripada bahan lain
(106-109 partikel virus per gram tinja). Virus dapat menimbulkan bercak merah (rash)
vesikuler seperti beberapa tipe coxsackie grup A dan enterovirus tipe 71 dan dapat
diisolasi dari lesinya. Isolasi virus dari darah berhasil baik selama viremia (6-9 hari
setelah infeksi). Semua bahan dari organ target, umumnya dapat ditemukan virusnya
bila bahan biopsi atau otopsi diambil selama ada manifestasi klinik dari penyakit.
Lesi patologik pada mencit dipakai untuk membedakan coxsackievirus grup A
dan B. Biakan jaringan yang banyak dipakai untuk membiak virus ialah fibroblast embrio
manusia dari kulit atau paru-paru, sel amnion manusia yang permanen, sel HeLa, Hep-2
dan juga sel primer maupun cell line dari rhabdomio-karsinoma manusia atau hanya
pada anak mencit baru lahir.
Infeksi virus dalam biakan jaringan dapat dilihat adanya efek sitopatogenik.
Untuk identifikasi dilakukan reaksi netralisasi dengan antisera yang dipool: International
hyperimmune equine antisera.

Diagnosis serologik
Kombinasi diagnosis serologik dan identifikasi adalah cara yang sangat
menyokong adanya infeksi enterovirus. Kenaikan titer 4x atau lebih sangat menentukan
adanya infeksi virus. Untuk reaksi serologik bahan serum (darah) yang diambil ialah pada
permulaan sakit dan 7-10 hari setelah sakit. Untuk reaksi netralisasi sering dipakai
biakan jaringan.

10. Virus Epstein-Barr


Virus Epstein Barr (virus EB) juga disebut herpesvirus manusia 4 yang
termasuk dalam famili herpes ( yang juga termasuk dalam virus simplex dan
sitomegalovirus). Virus ini merupakan salah satu virus yang paling umum pada manusia dan
mampu menyebabkan mononukleosis. Virus ini berasal dari nama Michael Epstein dan Yvonne
Barr, yang bersama dengan Bert Achong menemukan virus ini pada tahun 1964.
Virus Epstein Barr tidak dapat dibedakan dalam ukuran dan struktur dari virus-virus
herpes lainnya. Genom DNA virus EB mengandung sekitar 172 kbp.
Sel target virus EB adalah limposit B. Virus EB memulai infeksi sel B dengan cara
berikatan dengan reseptor. Virus EB secara langsung masuk
tahap laten dalam limfosit tanpa melalui periode replikasi virus yang
sempurna. Ketika virus berikatan dengan permukaan sel, sel-sel diaktivasi,
untuk kemudian masuk ke dalam siklus sel. Lalu dihasilkanlah beberapa gen
virus EB dengan kemampuan berproliferasi tidak terbatas. Genom virus EB
lurus membentuk lingkaran, sebagian besar DNA virus dalam sel yang kekal sebagai episom
yang melingkar. Limfosit B yang dikekalkan virus EB
menampakkan fungsi yang berbeda (sekresi imunoglobulin). Produk-produk
aktivitas sel B terbentuk. Sepuluh produk sel gen virus dihasilkan dalam sel yang kekal,
termasuk enam antigen nuklear virus EB yang berbeda (EBNA 1-6) dan dua protein membran
laten (LMP1, LMP2).
Virus EB bereplikasi in vivo dalam sel-sel epitel dari orofaring, kelenjar parotis, dan
serviks uteri, juga ditemukan dalam sel-sel epitel karsinoma nasofaring.
 Klasifikasi
Grup : Grup I (dsDNA)
Famili : Herpesviridae
Genus : Lymphocryptovirus
Spesies : Human herpesvirus 4 (HHV-4)
 Patogenesis
Virus EB biasanya ditularkan melalui air liur yang terinfeksi dan memulai infeksi
di orofaring. Replikasi virus terjadi pada sel epitel faring dan kelenjar ludah. Virus EB
adalah penyebab dari mononucleosis infeksiosa. Penyakit ini lebih sering terjadi pada
anak-anak dan dewasa muda. Sel B yang terinfeksi virus mensintesis imunoglobulin.
Mononukleosis merupakan transformasi poliklonal sel B. Selama perjalanan infeksi
mayoritas penderita membentuk antibodi heterofil.
Setelah masa inkubasi 30-50 hari, terjadi gejala nyeri kepala, malaise, kelelahan,
dan nyeri tenggorokan. Demam bertahan sampai 10 hari, terjadi pembesaran kelenjar
getah bening dan limpa. Penyakit mononucleosis infeksiosa ini mempunyai kekhasan
sembuh sendiri dan berlangsung 2-4 minggu. Selama penyakit berlangsung, terjadi
peningkatan jumlah sel darah putih dalam sirkulasi dengan limfosit dominan.

 Diagnosa penyakit
Diagnosis tidak hanya berdasarkan gejala-gejala yang dialami, namun juga
dengan pemeriksaan darah. Pada pemeriksaan darah memperkuat diagnosis bila
ditemukan antibodi terhadap virus EB. Tubuh juga biasanya menghasilkan limfosit B
baru untuk menggantikan limfosit yang terinfeksi dengan bentuk limfosit yang khas.

Anda mungkin juga menyukai