Anda di halaman 1dari 11

PENUGASAN BLOK 2.

2 INFEKSI

REFERAT

PENYAKIT INFEKSI LOIASIS

Disusun oleh :
Hosea Jona Yuliada
(1871157)
Tutorial 4

Pembimbing :
dr. Yaltafit Abror Jeem

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
November, 2019
PENDAHULUAN

Loiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi nematoda

filaria Loa loa melalui vektor lalat Chrysops silacea dan Chrysops

dimidiata (1). Infeksi nematoda filaria Loa loa pertama kali ditemukan oleh

Mongin pada tahun 1770, ketika beliau berhasil mengekstraksi cacing

dewasa pada mata dari salahsatu penduduk Afrika (2). Penyakit ini endemik

di daerah Afrika Barat dan Afrika Tengah (1). Diperkirakan Loa loa telah

menginfeksi 3–13 juta orang di Afrika Barat dan Afrika Tengah, yang

menunjukkan bahwa distribusi dari vektor penyakit ini yaitu lalat Chrysops

berkembang biak di daerah yang lembab yaitu daerah hutan hujan (2).

Gambaran klinis yang sangat identik dari penyakit ini adalah adanya

pembengkakan Calabar (Calabar swellings) yang disebabkan karena cacing

dewasa Loa loa yang bermigrasi melalui jaringan subkutan (2) dan migrasi

parasit Loa loa dewasa ke konjungtiva mata atau yang lebih sering disebut

African eye worm (1). Komplikasi yang dapat terjadi dari penyakit ini

adalah terjadinya kardiomiopati, nefropati, ensefalitis, bahkan kematian.

Terjadinya ensefalitis sangat jarang terjadi (1).

Pada penugasan ini, saya akan memaparkan bagaimana penyebab

terjadinya penyakit loiasis, karateristik, pathogenesis, dan manifestasi

klinisnya.
PEMBAHASAN

ETIOLOGI

Loiasis atau juga disebut African eye worm (cacing mata Afrika)

adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh parasit mikrofilaria Loa loa

yang ditransmisikan ke manusia melalui gigitan lalat bakau atau lalat manga

dari genus Chrysops (3). Loiasis endemik di kawasan hutan hujan Afrika

Barat dan Afrika Tengah (3). Faktor resiko pada penyakit ini adalah

tergantung pada jumlah gigitan yang diterima, jumlah lalat yang terinfeksi

mikrofilaria Loa loa pada suatu daerah, dan lamanya manusia tinggal di

daerah endemik penyakit ini (4).

KARATERISTIK/KLASIFIKASI/SPESIES


Gambar 1. Mikrofilaria Loa loa di bawah mikroskop dengan pewarnaan HE
...Sumber : Hunter’s Tropical Medicine And Emerging Infectious Disease, 2013

Larva Loa loa mengalami fase pertumbuhan ke dalam beberapa

tahapan yaitu stadium larva 1 (L1), stadium larva 2 (L2), dan stadium larva

3 (L3) atau stadium infektif (5). Perkembangan mikrofilaria Loa loa dari

stadium larva 1 sampai ke stadium infektif diperkirakan memakan waktu 10

– 12 hari (5). Setelah mencapai stadium infektif, Loa loa akan berkembang
menjadi cacing dewasa (cacing betina dan cacing jantan) (6). Cacing betina

memiliki panjang 40-70 mm dan diameter 0,5 mm sedangkan cacing jantan

memiliki panjang 30-34 mm dan diameter 0,35-0,43 mm (6). Cacing dewasa

menghasilkan mikrofilaria berukuran 250-300 μm dengan diameter 6-8 μm,

yang berselubung dan memiliki periodisitas diurnal (6).

Gambar 2. Chrysops silacea


Sumber: https://www.cdc.gov/parasites/loiasis/

Vektor untuk filaria Loa loa adalah lalat dari dua spesies yaitu

Chrysops silacea yang dikenal juga dengan sebutan Austen dan Chrysops

dimidiata yang dikenal dengan sebutan Wulp (6). Lalat tersebut termasuk

dalam Ordo Diptera, Famili Tabanidae, Genus Chrysops (5). Kedua spesies

ini berkembang biak di daerah hutan hujan tropis (6). Chrysops silacea dan

Chrysops dimidiata diidentifikasi perbedaannya hanya melalui

morfologinya (6).

Secara keseluruhan kedua spesies ini memiliki morfologi yang

hampir sama yaitu keduanya memiliki warna yang khas garis-garis hitam

memanjang pada abdomen, sayap berbintik-bintik, serta kepala dan matanya

yang besar (6). Di daerah Afrika Barat C. silacea dikenal juga sebagai Red

Fly karena bagian abdomennya yang berwarna oranye cerah dengan garis-
garis hitam pendek, sedangkan C. dimidiata pada bagian abdomennya

berwarna pucat dengan garis-garis hitam yang panjang (6).

TRANSMISI

Media penularan yang utama adalah melalui gigitan lalat bakau atau

lalat mangga berasal dari genus Chrysops yang telah terinfeksi parasit

mikrofilaria Loa loa (4). Lalat tersebut terinfeksi ketika mereka menghisap

darah manusia yang sudah terinfeksi mikrofilaria Loa loa (4). Pelancong

dan penduduk memiliki resiko yang lebih besar terinfeksi loasis jika mereka

berada di daerah yang endemik penyakit loasis atau berada didaerah hutan

hujan di daerah Afrika Barat dan Afrika Tengah selama berbulan-bulan (4).

Meskipun terkadang orang yang berada di daerah endemik tersebut juga

dapat terinfeksi bahkan jika mereka berada di daerah tersebut kurang dari 30

hari (4). Lalat Chrysops ini biasanya mengigit pada siang hari dan lebih

sering pada musim hujan (4). Hasil penelitian menunjukkan bahwa

transmisi penyakit loiasis tidak dapat berlangsung antar manusia (4).

PATOFISIOLOGI/PATHOGENESIS
Gambar 3. Pathogenesis filaria Loa loa
Sumber: https://www.cdc.gov/parasites/loiasis/

Lalat Chrysops yang terinfeksi larva filaria Loa loa stadium larva 3

(L3) menggigit manusia kemudian larva filaria Loa loa menembus ke dalam

tubuh manusia melalui gigitan lalat tersebut (4). Larva berkembang menjadi

cacing dewasa (betina dan jantan) yang umumnya tinggal pada jaringan

subkutan (4). Cacing dewasa menghasilkan mikrofilaria yang ditemukan

dalam cairan spiral, urin, dahak, sediaan darah tepi, dan di paru-paru (4).

Pada siang hari mereka ditemukan dalam darah tepi, tetapi selama fase non-

sirkulasi mereka ditemukan di paru-paru (4). Lalat Chrysops lain yang

belum terinfeksi larva filaria Loa loa menggigit tubuh manusia yang sudah

terinfeksi oleh filarial Loa loa, sehingga lalat tersebut menelan mikrofilaria

Loa loa yang terdapat dalam darah manusia (4). Setelah mikrofilaria

tersebut tertelan, mikrofilaria kehilangan sarungnya lalu menembus midgut

lalat kemudian bermigrasi ke otot torak lalat (4). Dalam proses ini
mikrofilaria berkembang menjadi stadium larva 1 (L1) dan kemudian

tumbuh menjadi stadium larva 2 (L2) lalu menjadi stadium larva 3 (L3) atau

stadium infektif (4). Larva infektif ini kemudian bermigrasi ke kepala lalat

lalu menuju ke air liur lalat dan dapat menginfeksi manusia ketika lalat yang

sudah terinfeksi tersebut menggigit manusia (4).

Setelah 10–12 hari larva mengalami fase pertumbuhannya melalui

beberapa tahap dari stadium larva 1 (L1) sampai stadium infektif (1).

Kemudian dibutuhkan waktu sekitar 5 bulan bagi larva untuk menjadi

cacing dewasa (1). Larva hanya bisa berkembang menjadi cacing dewasa

jika berada di dalam tubuh manusia (5). Cacing dewasa hidup di antara

lapisan jaringan ikat (misal ligamen atau tendon) (5). Cacing dewasa dapat

hidup hingga 17 tahun dalam tubuh manusia dan dapat terus menerus

memproduksi mikrofilaria baru (4).

Mikrofilaria yang dihasilkan oleh cacing dewasa bermigrasi ke

pembuluh getah bening, paru-paru, dan bagian tubuh lain (2). Mikrofilaria

ini terdapat di dalam darah biasanya pada tengah hari (2). Dibutuhkan waktu

5 bulan atau lebih bagi mikrofilaria untuk ditemukan dalam darah setelah

seseorang terinfeksi Loa loa (2). Mikrofilaria dapat hidup hingga 1 tahun di

tubuh manusia (2). Jika tidak ada lalat Chrysops yang menggigit tubuh

manusia yang terinfeksi mikrofilaria ini maka mikrofilaria ini akan mati (2).

MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis loiasis dianggap relatif ringan (6). Bahkan hasil

penelitian menunjukkan banyak orang yang terinfeksi loiasis tidak

menunjukkan adanya gejala klinis (asymptomatic) (3). Namun, pada

beberapa orang terdapat gejala umum yaitu gatal diseluruh tubuh, nyeri otot,

nyeri sendi, dan rasa kelelahan (4). Pada beberapa orang terjadi manifestasi

klinis berupa pembengkakan Calabar dan terdapatnya cacing dewasa Loa

loa pada konjungtiva yang biasa disebut African eye worm (6). Pada tes

serologi terlihat jumlah eosinophil yang sangat tinggi (6).

Pembengkakan Calabar

Gambar 4. Calabar swelling


Sumber: Hunter’s Tropical Medicine And Emerging Infectious Disease, 2013

Pembengkakan pada tubuh disertai rasa gatal yang sebabkan cacing

dewasa Loa loa yang bermigrasi di subkutan atau disebabkan karena adanya

respon sensitivitas yang tinggi dari tubuh terhadap mikrofilaria yang

dilepaskan oleh cacing dewasa Loa loa (6). Pembengkakan dapat muncul di

mana saja tetapi lebih sering terjadi pada ekstremitas atau wajah (4) dan

biasanya berukuran 5-20 cm (5). Pembengkakan akan berlangsung dalam

beberapa hari hingga beberapa minggu dan biasanya tidak menimbulkan


rasa sakit, kecuali pembengkakan terjadi di daerah yang menyebabkan

pembatasan gerakan sendi dan mengkompresi saraf (2).

African eye worm

Gambar. 5 Cacing dewasa Loa loa bermigrasi melewati konjungtiva mata


Sumber: Tissue Nematode Infections, 2012

African eye worm disebabkan oleh cacing dewasa Loa loa juga dapat

bermigrasi ke konjungtiva mata yang menyebabkan rasa sakit, nyeri,

peradangan, dan kepekaan mata terhadap cahaya berkurang (5). Walaupun

African eye worm terlihat sangat menakutkan, namun keadaan ini hanya

bertahan kurang dari satu minggu (seringkali hanya berjam-jam) dan

biasanya hanya menyebabkan kerusakan mata yang sangat kecil (4).

Komplikasi infeksi yang jarang terjadi adalah nefropati dan

ensefalitis, yang biasanya berkembang pada pasien dengan tingkat

mikrofilaria yang tinggi setelah menerima DEC atau pengobatan ivermectin

untuk mengatasi infeksi filaria tersebut (5).


KESIMPULAN

Penyakit loiasis disebabkan oleh parasit mikrofilaria Loa loa yang

ditransmisikan oleh lalat Chrysops silacea dan Chrysops dimidinata yang

endemik di wilayah Afrika Barat dan Afrika Tengah. Loa loa mengalami

beberapa fase pertumbuhan hingga menjadi cacing dewasa yang dapat

menginfeksi manusia. Gejala klinis dari loiasis adalah terjadinya

pembengkakan calabar (Calabar swellings) dan terdapatnya cacing dewasa

Loa loa pada konjungtiva mata (African eye worm).


DAFTAR PUSTAKA

1. Infections M, Klion AD, Nutman TB. CHAPTER 105 [Internet].


Thrid Edition. Tropical Infectious Diseases: Principles, Pathogens
and Practice. Elsevier Inc.; 735-740 p. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/B978-0-7020-3935-5.00105-1
2. Klion AD. Amy D Klion 111. :823–6.
3. Breedlove B, Bradbury RS. A Worm ’ s Eye View. 2014;24(8):4–5.
4. Tracking PJ, Trends AD, Drotman DP, Belay E, Bell DM, Bloom S,
et al. Pregnancy and Maternal Health August 2019. 2019.
5. Diemert DJ. TISSUE NEMATODE INFECTIONS [Internet]. Twenty
Fourth Edition. Goldman’s Cecil Medicine, 24/e. Elsevier Inc.; 193-
200 p. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/B978-1-4377-1604-
7.00574-1
6. Kelly-hope L, Paulo R, Thomas B, Brito M, Unnasch TR, Molyneux
D. Loa loa vectors Chrysops spp .: perspectives on research ,
distribution , bionomics , and implications for elimination of
lymphatic filariasis and onchocerciasis. 2017;1–15.

Anda mungkin juga menyukai