2)
Referat
Disusun oleh:
Tutorial 9
Pembimbing:
2020
Daftar Isi
Pendahuluan ........................................................................................................................... 1
A. Etiologi........................................................................................................................ 2
D. Patogenesis.................................................................................................................. 5
b) Eye worm(5)............................................................................................................ 6
i
Pendahuluan
Loiasis merupakan penyakit infeksi tropis bawaan vektor yang tidak diperhatikan
(neglected) dan disebabkan oleh cacing filarial Loa loa yang berpindah melalui gigitan
vektor yaitu lalat tabanid (1). Loiasis secara geografis endemis di 11 negara dengan area
hutan hujan di Afrika bagian tengah serta barat karena keberadaan vector (1). Meskipun
angka kesakitan Loiasis cenderung rendah, terdapat 14 juta orang berisiko terkena Loiasis
dengan prevalensi 40% di negara-negara berisiko tinggi, serta 15 juta orang berisiko terkena
Loiasis dengan prevalensi 20% di negara-negara beresiko sedang (1). Loiasis disebabkan
karena infeksi mikrofilaria Loa loa yang ditransmisikan oleh vektor lalat tabanid ke tubuh
manusia, lalu memulai siklus hidupnya (2). Infeksi Loa loa ini direspons oleh sistem imun
humoral dan seluler pada tubuh sehingga dapat mencetuskan beberapa manifestasi klinis
umum Loiasis seperti pembengkakan Calabar (angioedema) dan pergerakan cacing Loa loa
di sub-konjungtiva (3). Beberapa komplikasi seperti ensefalitis, nefropati, dan kardiomiopati
dapat timbul tergantung jumlah mikrofilaria di darah perifer (4).
1
Tinjauan Pustaka
A. Etiologi
B. Karakteristik morfologi/struktur
2
pakaian yang gelap, dan adanya pergerakan manusia (10). Lalat tabanid menggigit
dan menghisap darah manusia di tempat teduh dan dalam ruangan (10). Lalat tabanid
memiliki aktivitas diurnal dengan puncak di pagi hari dan sore hari (9). Beberapa
spesies lalat tabanid lain menggigit primata dan tidak se-infeksius C. silacea dan C.
dimidiate (9).
1 2
Gambar 1. Penampakan mikrofilaria Loa loa pada apusan darah tipis (11)
C. Transmisi/siklus hidup
Loa loa ditransmisikan oleh lalat tabanid genus Chrysops yang menggigit
host definitif yaitu manusia (4). Transmisi biasanya terjadi saat musim hujan karena
lalat tabanid menyimpan telurnya di tepi sungai dan rawa-rawa yang dipenuhi lumpur
yang terdapat di hutan hujan (4). Beberapa orang yang dapat beresiko terkena gigitan
lalat tabanid yaitu orang-orang yang hidup di dekat hutan hujan Afrika Barat dan
Timur serta pelancong yang sedang berada di area endemis selama 14-30 hari atau
lebih lalu menerima gigitan beberapa kali (11). Transmisi ini berkaitan dengan
frekuensi larva tahap ke 3 (L₃) yang terdapat di kepala vektor dan densitas gigitan
lalat tabanid (9).
Siklus hidup Loa loa terbagi menjadi 2 tahapan yaitu human stages dan fly
stages (Gambar 3) (11). Human stages dimulai ketika lalat tabanid yang terinfeksi
menggigit lalu menghisap darah manusia dan mentransmisikan L₃ melalui luka
gigitannya ke dalam lapisan subkutan (11). L₃ yang menembus lapisan subkutan host
tumbuh menjadi cacing dewasa dalam tahap diagnostik yaitu 6-12 bulan dan hidup
sampai 17 tahun (10). Cacing dewasa betina mengeluarkan mikrofilaria Loa loa yang
mempunyai periodisitas diurnal yaitu dapat ditemukan di aliran darah perifer di siang
3
hari, sama seperti aktivitas diurnal lalat tabanid dan ditemukan di paru-paru ketika
malam hari (8). Selain itu mikrofilaria dapat ditemukan di sputum, urin, dan cairan
tulang belakang (11).
Kemudian, fly stages dimulai ketika terjadi gigitan dan penghisapan darah
selanjutnya dari lalat tabanid (11). Adanya penghisapan darah membuat lalat tabanid
menelan mikrofilaria Loa loa dan terjadi pelepasan sarung mikrofilaria (11).
Mikrofilaria yang telah berada di tubuh lalat memasuki dinding perut lalat lalu
bergerak ke otot thorax lalat tabanid (3). Di otot thorax inilah mikrofilaria
berkembang menjadi larva tahap 1 (L₁) (8). L₁ selanjutnya berkembang menjadi L₃
yang infeksius dalam waktu 8-12 hari dan bergerak menuju kepala serta bagian
proboscis lalat tabanid (8). Ketika lalat tabanid menghisap darah manusia, lalat
tersebut dapat kembali mentransmisikan L₃ ke host dan memulai siklus hidup Loa loa
selanjutnya (4).
4
D. Patogenesis
Patogenesis dari penyakit infeksi Loiasis masih kurang dipahami (3). Pada
orang dengan infeksi yang simtomatik, yaitu biasanya terjadi lebih parah pada
pengunjung daerah endemik, adanya pembengkakan Calabar dimediasi respon imun
humoral dan seluler yang kuat terhadap antigen filarial, serta cenderung terdapat
amikrofilaremia (3). Orang dengan infeksi amikrofilaremia, yaitu terdapat cacing Loa
loa dewasa di tubuhnya namun tidak ditemukan mikrofilaria yang berada di darah
perifer, menunjukkan adanya peningkatan titer antibodi IgE serum karena adanya
antigen filarial (3). Adanya antigen filarial dapat menginduksi sekresi IL-4 dan IL-5
oleh sel T CD4+ dan sel mononuklear darah perifer (10). Selain itu, adanya antigen
filarial juga dapat menginduksi sel B dan sel T menghasilkan antibodi IgE serum (10).
Selain itu, pada orang dengan infeksi amikrofilaremia menunjukan adanya eosinofil
yang meningkat (eosinofilia) dan aktif diinduksi oleh IL-5 (10). Eosinofil juga
berperan sebagai kekebalan anti-parasit terhadap infeksi Loa loa (10).
Sedangkan pada orang dengan gejala asimtomatik, biasanya terjadi pada
orang yang telah lama hidup di area endemik, memiliki mikrofilaremia yang tinggi,
yaitu terdapat mikrofilaria dengan jumlah bervariasi di darah perifer (3). Selain itu
orang dengan gejala asimtomatik mikrofilaremia menunjukkan adanya respon selular
yang ditekan terhadap antigen filarial yang melibatkan faktor genetik, adanya
sensititasi terhadap antigen filarial sejak dalam kandungan, dan tingkat paparan tinggi
terhadap parasit sejak masa kecil (10).
E. Manifestasi Klinis/diagnosis
5
laboratorium ditunjukkan adanya peningkatan IgE serum dan eosinofilia di atas
3000/µL (10).
b) Eye worm(5)
6
Gambar 5. Eye worm(3)
7
Daftar Pustaka
2. ESPEN - WHO - Loiasis [Internet]. [cited 2020 Nov 22]. Available from:
espen.afro.who.int/diseases/loiasis
4. Jong EC, Stevens DL. Netter’s Infectious Disease. Philadelphia: Elsevier; 2012.
506–510 p.
8
10. Guerrant RL, Walker DH, Weller PF. Tropical Infectious Disease: Principles,
Pathogens, & Practice. 3rd ed. Edinburgh: Elsevier; 2011. 735–737 p.
11. CDC - Parasites - Loiasis [Internet]. [cited 2020 Nov 22]. Available from:
cdc.gov/parasites/loiasis
9
Bukti Turnitin
10