Anda di halaman 1dari 19

TUGAS KMB I

LAPORAN PENDAHULUAN “FILARIASIS”

Dosen Pengajar :
Aulia Rahman, S.Kep.,Ns.,M.Kep.

KELOMPOK 7

DIANA EKA PRIYANI 1140970120008

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM


VI/TANJUNGPURA
TAHUN AJARAN 2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN

FILARIASIS

A. Pengertian

Filariasis atau yang lebih dikenal juga dengan penyakit kaki gajah merupakan
penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan
ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini dapat menimbulkan cacat
seumur hidup berupa pembesaran tangan, kaki, payudara, dan buah zakar. Cacing
filaria hidup di saluran dan kelenjar getah bening. Infeksi cacing filaria dapat
menyebabkan gejala klinis akut dan atau kronik. (Depkes RI, 2005). Filariasis
adalah infeksi yang disebabkan oleh tiga spesies cacing yaitu, Wuchereria Bancroft,
Brugia malayi, dan Brugia timori serta ditularkan melalui nyamuk ke manusia. ()

Jadi dapat disimpulkan, filariasis adalah penyakit infeksi menular menahun


yang disebabkan oleh 3 spesies cacing yang ditularkan lewat nyamuk dan dapat
menyebabkan gejala klinis akut dan atau kronik.

B. Etiologi
Filariasis disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang hidup di saluran dan
kelenjar getah bening. Anak cacing yang disebut mikrofilaria, hidup dalam darah.
Mikrofilaria ditemukan dalam darah tepi pada malam hari. Penyakit ini ditularkan
melalui nyamuk yang menghisap darah seseorang yang telah tertular sebelumnya.
Darah yang terinfeksi dan mengandung larva akan ditularkan ke orang lain pada
saat nyamuk yang terinfeksi menggigit atau menghisap darah orang tersebut, tidak
seperti Malaria dan Demam berdarah. Filariasis di Indonesia disebabkan oleh tiga
spesies cacing filaria yaitu:
1. Wuchereria bancrofti
2. Brugia malayi
3. Brugia timori (Gandahusada, 1998)
Di Indonesia telah terindentifikasi 23 spesies nyamuk dari 5 genus yaitu
Mansonia, Anopheles, Culex, Aedes, dan Armigeres yang menjadi vektor filariasis.
Sepuluh spesies nyamuk Anopheles diidentifikasikan sebagai vektor Wuchereria
bancrofti tipe pedesaan. Culex quinquefasciatus merupakan vektor Wuchereria
bancrofti tipe perkotaan. Enam spesies Mansonia merupakan vektor Brugia malayi.
Di Indonesia bagian timur, Mansonia dan Anopheles barbirostris merupakan vektor
filariasis yang paling penting. Beberapa spesies Mansonia dapat menjadi vektor
Brugia malayi tipe subperiodik nokturna. Sementara Anopheles barbirostris
merupakan vektor penting Brugia malayi yang terdapat di Nusa Tenggara Timur
dan kepulauan Maluku Selatan. Perlu kiranya mengetahui bionomik (tata hidup)
vektor yang mencakup tempat berkembang biak, perilaku menggigit, dan tempat
istirahat untuk dapat melaksanakan pemberantasan vektor filariasis. Tempat
perindukan nyamuk berbeda-beda tergantung jenisnya.
1. Manusia
Setiap orang mempunyai peluang yang sama untuk dapat tertular filariasis
apabila digigit oleh nyamuk infektif (mengandung larva stadium III). Manusia
yang mengandung parasit selalu dapat menjadi sumber infeksi bagi orang lain
yang rentan (suseptibel). Biasanya pendatang baru ke daerah endemis
(transmigran) lebih rentan terhadap infeksi filariasis dan lebih menderita dari
pada penduduk asli. Pada umumya laki-laki banyak terkena infeksi karena lebih
banyak kesempatan untuk mendapat infeksi (exposure). Gejala penyakit lebih
nyata pada laki-laki karena pekerjaan fisik yang lebih berat (Gandahusada,
1998).

2. Hewan

Beberapa jenis hewan dapat berperan sebagai sumber penularan filariasis


(hewan reservoir). Hanya Brugia malayi tipe sub periodik nokturna dan non
periodik yang ditemukan pada lutung (Presbytis criatatus), kera (Macaca
fascicularis), dan kucing (Felis catus) (Depkes RI, 2005).

3. Lingkungan

a. Lingkungan Fisik

Lingkungan fisik mencakup keadaan iklim, keadaan geografis, stuktur


geologi dan sebagainya. Lingkungan fisik erat kaitannya dengan kehidupan
vektor sehingga berpengaruh terhadap munculnya sumber-sumber penularan
filariasis. Lingkungan fisik dapat menciptakan tempat perindukan dan
beristirahatnya nyamuk. Suhu dan kelembaban berpengaruh terhadap
pertumbuhan, masa hidup, dan keberadaan nyamuk. Lingkungan dengan
tumbuhan air di rawa-rawa dan adanya hewan reservoir (kera, lutung, dan
kucing) berpengaruh terhadap penyebaran Brugia malayi sub periodik
nokturna dan non periodik.

b. Lingkungan Biologi

Lingkungan biologi dapat menjadi rantai penularan filariasis. Misalnya,


adanya tanaman air sebagai tempat pertumbuhan nyamuk Mansonia sp.
Daerah endemis Brugia malayi adalah daerah dengan hutan rawa, sepanjang
sungai atau badan air yang ditumbuhi tanaman air.

c. Lingkungan Sosial, Ekonomi dan Budaya

Lingkungan sosial, ekonomi, dan budaya adalah lingkungan yang


timbul sebagai akibat adanya interaksi antara manusia, termasuk perilaku,
adat istiadat, budaya, kebiasaan, dan perilaku penduduk. Kebiasaan bekerja
di kebun pada malam hari, keluar pada malam hari, dan kebiasaan tidur
berkaitan dengan intensitas kontak vektor. Insiden filariasis pada laki-laki lebih
tinggi daripada perempuan karena umumnya laki-laki sering kontak dengan
vektor pada saat bekerja. (Depkes RI, 2005)

C. Patofisiologi
Parasit memasuki sirkulasi saat nyamuk menghisap darah lalu parasit akan
menuju pembuluh limfa dan nodus limfa. Di pembuluh limfa terjadi perubahan dari
larva stadium 3 menjadi parasit dewasa. Cacing dewasa akan menghasilkan
produk – produk yang akan menyebabkan dilatasi dari pembuluh limfa sehingga
terjadi disfungsi katup yang berakibat aliran limfa retrograde. Akibat dari aliran
retrograde tersebut maka akan terbentuk limfedema.
Perubahan larva stadium 3 menjadi parasit dewasa menyebabkan antigen
parasit mengaktifkan sel T terutama sel Th2 sehingga melepaskan sitokin seperti
IL 1, IL 6, TNF α. Sitokin - sitokin ini akan menstimulasi sum- sum tulang sehingga
terjadi eosinofilia yang berakibat meningkatnya mediator proinflamatori dan sitokin
juga akan merangsang ekspansi sel B klonal dan meningkatkan produksi IgE. IgE
yang terbentuk akan berikatan dengan parasit sehingga melepaskan mediator
inflamasi sehingga timbul demam. Adanya eosinofilia dan meningkatnya mediator
inflamasi maka akan menyebabkan reaksi granulomatosa untuk membunuh parasit
dan terjadi kematian parasit. Parasit yang mati akan mengaktifkan reaksi inflam dan
granulomatosa. Proses penyembuhan akan meninggalkan pembuluh limfe yang
dilatasi, menebalnya dinding pembuluh limfe, fibrosis, dan kerusakan struktur. Hal
ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan limfa ke interstisial yang akan
menyebabkan perjalanan yang kronis.

D. Manifestasi Klinis
Gejala kronis dari penyakit kaki gajah yaitu berupa pembesaran yang menetap
(elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah dada, buah zakar (elephantiasis skroti).
Manifestasi gejala klinis filariasis disebabkan oleh cacing dewasa pada sistem
limfatik dengan konsekuensi limfangitis dan limfadenitis. Selain itu, juga oleh reaksi
hipersensitivitas dengan gejala klinis yang disebut occult filariasis. Dalam proses
perjalanan penyakit, filariasis bermula dengan limfangitis dan limfadenitis akut
berulang dan berakhir dengan terjadinya obstruksi menahun dari sistem limfatik.
Perjalanan penyakit berbatas kurang jelas dari satu stadium ke stadium berikutnya,
tetapi bila diurutkan dari masa inkubasi dapat dibagi menjadi:
a. Masa Prepaten
Merupakan masa antara masuknya larva infektif sampai terjadinya
mikrofilaremia yang memerlukan waktu kira-kira 3-7 bulan. Hanya sebagian dari
penduduk di daerah endemik yang menjadi mikrofilaremik, dan dari kelompok
mikrofilaremik inipun tidak semua kemudian menunjukkan gejala klinis. Terlihat
bahwa kelompok ini termasuk kelompok yang asimtomatik baik mikrofilaremik
ataupun amikrofilaremik.
b. Masa Inkubasi
Merupakan masa antara masuknya larva infektif hingga munculnya gejala klinis
yang biasanya berkisar antara 8-16 bulan.
c. Gejala Klinik Akut
a) Demam berulang-ulang selama 3-5 hari, demam dapat hilang bila istirahat
dan muncul lagi setelah bekerja berat
b) Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan
paha, ketiak (lymphadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit
c) Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang
menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde
lymphangitis)
d) Filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah
bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah
e) Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak
kemerahan dan terasa panas (early lymphodema)

d. Gejala menahun
Gejala menahun terjadi 10-15 tahun setelah serangan akut pertama.
Mikrofilaria jarang ditemukan pada stadium ini, sedangkan limfadenitis masih
dapat terjadi. Gejala kronis ini menyebabkan terjadinya cacat yang
mengganggu aktivitas penderita serta membebani keluarganya.

Filariasis bancrofti
Pada filariasis yang disebabkan Wuchereria bancrofti pembuluh limfe alat
kelamin laki-laki sering terkena disusul funikulitis, epididimitis dan orchitis.
Limfadenitis inguinal atau aksila, sering bersama dengan limfangitis retrograd
yang umumnya sembuh sendiri dalam 3-15 hari. Serangan biasanya terjadi
beberapa kali dalam setahun. Limfedema pada filariasis bancrofti biasanya
mengenai seluruh tungkai. Limf edema tungkai ini dapat dibagi menjadi 4 tingkat,
yaitu:
a. Tingkat 1
Edema pitting pada tungkai yang dapat kembali normal (reversibel) bila
tungkai diangkat.
b. Tingkat 2
Pitting/ non pitting edema yang tidak dapat kembali normal (irreversibel)
bila tungkai diangkat.
c. Tingkat 3
Edema non pitting, tidak dapat kembali normal (irreversibel) bila tungkai
diangkat, kulit menjadi tebal.
d. Tingkat 4
Edema non pitting dengan jaringan fibrosis dan verukosa pada kulit
(elephantiasis). (T.Pohan,Herdiman, 2009)
Filariasis brugia
Pada filariasis yang disebabkan Brugia malayi dan Brugia timori limfadenitis
paling sering mengenai kelenjar inguinal, sering terjadi setelah bekerja keras.
Kadang-kadang disertai limfangitis retrograd. Pembuluh limfe menjadi keras dan
nyeri, dan sering terjadi limfedema pada pergelangan kaki dan kaki. Penderita
tidak mampu bekerja selama beberapa hari. Serangan dapat terjadi 12 kali
dalam satu tahun sampai beberapa kali perbulan. Kelenjar limfe yang terkena
dapat menjadi abses, memecah, membentuk ulkus dan meninggalkan parut
yang khas, setelah 3 minggu hingga 3 bulan.

E. Komplikasi
a. Cacat menetap pada bagian tubuh yang terkena
b. Elephantiasis tungkai
c. Limfedema : Infeksi Wuchereria mengenai kaki dan lengan, skrotum, penis,vulva
vagina dan payudara.
d. Hidrokel (40-50% kasus), adenolimfangitis pda saluran limfe testis berulang:
pecahnya tunika vaginalisHidrokel adalah penumpukan cairan yang berlebihan
di antaralapisan parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal,
cairan yang berada di dalam rongga itu memang adadan berada dalam
keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya.
e. Kiluria : kencing seperti susu karena bocornya atau pecahnya saluran limfe oleh
cacing dewasa yang menyebabkan masuknya cairan limfe ke dalam saluran
kemih. (T.Pohan,Herdiman, 2009)

F. Pemeriksaan Penunjang
TES DIAGNOSTIK
a. Metode Fitrasi membran (Membrane filtration method)
Darah vena diambil pada saat malam hari dan di saring (filter) melalui sebuah
membrane dengan pori-pori kecil, yang mampu dan mudah mendeteksi
mikrofilaria dan menghitung jumlah muatan infeksi. Biasanya digunakan pada
tahap awal penyakit sebelum gejala (manisfestasi) klinis muncul. Setap kali
lipoedema (lyphoedema) berkembang secara umum mikrofilaria menghilang di
seluruh darah perifer.
b. Ultrasonografi
Baru-baru ini ultrasonografi digunakan untuk membantu menentukan dan
memperlihatkan pergerakan hidup cacing filaria dewasa W. Bancrofti di bagian
saluran limfe skrotum pada pria dengan mikrofilaremia tanpa gejala
(asimptomatik).
c. Lymphoscintigraphy
d. Immunochromatographic test (ICT)
Merupakan tes assay dengan sensitifitas yang tinggi dan spesifik dalam
memeriksa antigen filariasis. Hasil tes positif pada tahap awal penyakit ketika
cacing dewasa hidup dan menjadi negatif ketika cacing sudah mati.
e. Pemeriksaan DNA menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR) tes ini
memiliki ke-spesifikan dan sensitifitas yang tinggi sehingga mampu mendeteksi
DNA parasit pada manusia sebagai vektor cacing.

PENGOBATAN
a. Diethylcarbamazine (DEC)
Efektif melawan mikrofilaria dan beberapa cacing dewasa. DEC menurunkan
tingkat mikrofilaria di dalam darah dengan dosis tunggal per tahun 6mg/kg berat
badan dan efeknya dapat dipertahankan dalam jangka waktu 1 tahun. Meskipun
DEC membunuh cacing dewasa, tetapi efek tersebut hanya terobservasi pada
sekitar 50% pasien saja. Obat ini tidak bekerja langsung pada parasit (cacing)
tetapi kinerjanya diperantarai oleh sistem imun host (penderita). Awalnya
rekomendasi dosis pemberian obat adalah 6mg/kg diberikan selama 12 hari.
Hasil penelitian baru-baru ini memperlihatkan dosis tunggal dari DEC 6 mg/kg
lebih efektif dibandingkan dengan dosis yang diberikan selama 12 hari. Melalui
ultrasonography ditunjukan meskipun hanya dosis tunggal DEC,
mampu membunuh cacing karena kondisi cacing masih sensitif terhadap obat.
Ketika cacing tidak sensitif, pengulangan dosis tidak menunjukan efek pada
cacing dewasa (sehingga lebih baik dosis tunggal dari pada pemberian selama
12 hari). Tetap mempertahankan pemberian dosis tunggal DEC tahunan (tiap
tahun) untuk membasmi mikrofilaria merupakan cara yang baik untuk mecegah
transmisi penyakit. Efek samping obat kebanyakan terjadi pada pasien yang
memiliki mikrofilaria di dalam darah dan mengalami penghancuran parasit
(cacing) yang cepat ditandai dengan demam, sakit kepala, nyeri otot (myalgia),
nyeri tenggorokan atau batuk yang berakhir 24 hingga 48 jam. biasanya dalam
derajat yang ringan dan membutuhkan terapi symptomatic (sesuai gejala yang
timbul).
b. Ivermectin
Obat ini bekerja langsung pada mikrofilaria dan dalm dosis tunggal 200 -400
ugm/kg menjaga hasil tes hitung darah mikrofilaria pada tingkat yang rendah
meskipun setelah satu tahun, sama seperti DEC. Efek samping obat terlihat
pada pasien dengan microfilaraemic mirip dengan efek samping pada DEC
tetapi lebih ringan karena membersihkan parasitaemia dengan cara perlahan.
Ivermectin merupakan alternatif obat yang digunakan pada pasien yang
mengalami onchocerciasis untuk pencegahan filariasis karena lebih aman dan
manjur, ketika dibandingkan dengan DEC.

c. Albendazole
Merupakan golongan obat antihelmintic (anti cacing), obat ini memperlihatkan
efek penghancuran cacing filaria dewasa ketika diberikan dalam dosis 400 mg 2
kali sehari selama dua minggu. Kematian cacing dewasa merangsang reaksi
skrotum yang hebat pada bancroftian filariasis diarea yang telah terjadi
sumbatan. Albendazol tidak memperlihatkan aksi langsung melawan mikrofilaria
dan tidak secara langsung menurunkan hasil tes hitung darah mikrofilaria. Ketika
diberikan dalam dosis tunggal 400 mg bersama dengan DEC atau Ivermectin,
efek penghancuran oleh obat terlihat lebih nyata (jelas). Albendazole yang
dikombinasi dengan DEC atau invermectin direkomendasikan dalam program
eliminasi filariasis global. Albendazole tidak hanya mencegah transmisi di
komunitas filariasis tetapi juga memiliki keuntungan tambahan untuk
membersihkan cacing intestinal(kecacingan).

G. Penatalaksanaan
Tindakan pencegahan dan pemberantasan filariasis yang dapat dilakukan adalah:
1. Melaporkan ke Puskesmas bila menemukan warga desa dengan pembesaran
kaki,
tangan, kantong buah zakar, atau payudara.
2. Ikut serta dalam pemeriksaan darah jari yang dilakukan pada malam hari oleh
petugas kesehatan.
3. Minum obat anti filariasis yang diberikan oleh petugas kesehatan.
4. Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan agar bebas dari nyamuk penular.
5. Menjaga diri dari gigitan nyamuk misalnya dengan menggunakan kelambu pada
saat tidur. (Depkes RI, 2005)

Penata laksanaan kasus filariasis :

1. Dilakukan pada semua kasusnklinis baik di daerah endemis maupun di luar


daerah endemis.

2. Semua kasus klinis diberikan obat DEC 100 mg, 3x sehari selama 10 hari untuk
pengobatan individual.

3. Semua kasus klinis ditatalaksanakan dengan 5 komponen dasar, yaitu :


pencucian, pengobatan, dan perawatan luka, melatih otot-otot (exercise),
meninggalkan bagian yang bengkak (elevasi), memakai alas kaki yang nyaman.
(Depkes, 2009)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identitas pasien mencakup nama, alamat, umur, status, agama, suku,


pendidikan, pekerjaan, tempat tanggal lahir, nomor RM, diagnosa medis.
2. Identitas penanggung jawab mencakup nama, alamat, tempat tanggal lahir,
status, agama, suku, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan pasien.
3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan adalah pasien mengeluh demam berulang-ulang
selama beberapa hari. Demam hilang bila istirahat dan demam akan
muncul lagi ketika bekerja berat.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Klien biasanya merasakan nyeri berulang-ulang, panas, dan sakit yang


menjalar dari pangkal kaki kearah ujung kaki.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit filariasis tidak termasuk penyakit keturunan, karena penyebab


utama filariasis yaitu dari infeksi cacing filaria yang ditularkan lewat nyamuk.

4. Activity Daily Living

a. Aktifitas / Istirahat

Gejala : Mudah lelah, intoleransi aktivitas, perubahan pola tidur

Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktivitas


(Perubahan TD, frekuensi jantung)

b. Sirkulasi
Tanda : Perubahan TD, menurunnya volume nadi perifer, perpanjangan
pengisian kapiler

c. Integritas dan Ego

Gejala : Stress berhubungan dengan perubahan fisik, mengkuatirkan


penampilan, putus asa, dan sebagainya

Tanda : Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah

d. Integumen

Tanda : Kering, gatal, lesi, bernanah, bengkak, turgor jelek

e. Makanan / Cairan

Gejala : Anoreksia, permeabilitas cairan

Tanda : Turgor kulit buruk, edema

f. Hygiene

Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS

Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri

g. Neurosensoris

Gejala : Pusing, perubahan status mental, kerusakan status indera peraba,


kelemahan otot.

Tanda : Ansietas, refleks tidak normal.

h. Nyeri / Kenyamanan

Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala

Tanda : Bengkak, penurunan rentang gerak

i. Keamanan

Gejala : Riwayat jatuh, panas dan perih, luka, penyakit defisiensi imun,
demam berulang, berkeringat malam
Tanda : Perubahan integritas kulit, pelebaran kelenjar limfe

j. Seksualitas

Gejala : Menurunnya libido

Tanda : Pembengkakan daerah skrotalis

k. Interaksi Sosial

Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian

Tanda : Perubahan interaksi, harga diri rendah, menarik diri

B. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum

Klien tampak lemah dan kesadaran composmentis

2. TTV

Tekanan Darah : Normal (120/80 mmHg)

Nadi : Takikardi (>100 kali per menit)

RR : Normal (16-20 kali per menit)

Suhu : Hipertermi (>37,5˚C)

3. Pemeriksaan diagnostic

Menggunakan sediaan darah malam, diagnosis praktis juga dapat menggunakan


ELISA dan rapid test dengan teknik imunokromatografik assay. Jika pasien
sudah terdeteksi kuat telah mengalami filariasis limfatik, penggunaan USG
Doppler diperlukan untuk mendeteksi pengerakan cacing dewasa di tali sperma
pria atau kelenjer mammae wanita.

C. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe

2. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan pada kelenjar getah


bening
3. Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan pembengkakan pada anggota
tubuh

4. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan fisik

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bakteri, defisit imun, lesi pada
kulit

D. Intervensi

N Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


O Keperawatan Hasil
1 Nyeri berhubungan • Untuk mengurangi a. Berikan tindakan a. Meningkatkan
dengan rasa nyeri pada kenyamanan relaksasi,
pembengkakan pasien (pijatan / atur memfokuskan
kelenjar limfe Nyeri • TTV dalam posisi), ajarkan kembali
hilang keadaan normal teknik relaksasi. perhatian
b. Observasi nyeri dapat
(kualitas, meningkatkan
intensitas, durasi koping.
dan frekuensi b. Menentukan
nyeri). intervensi
c. Anjurkan pasien selanjutnya
untuk dalam
melaporkan mengatasi
dengan segera nyeri
apabila ada nyeri. c. Nyeri berat
d. Kolaborasi dapat
dengan tim medis menyebabkan
dalam pemberian syok dengan
terapi merangsang
pengobatan (obat sistem syaraf
anelgetik) simpatis,
mengakibatka
n kerusakan
lanjutan
d. Diberikan
untuk
menghilangka
n nyeri.

2. Peningkatan suhu Suhu tubuh dalam a. Berikan kompres a. .Mempengaruhi


tubuh berhubungan rentang (36,5-37,5˚C) pada daerah pusat
dengan peradangan frontalis dan pengaturan
pada kelenjar getah axial. suhu di
bening b. Monitor vital sign, hipotalamus,
terutama suhu mengurangi
tubuh panas tubuh
c. Pantau suhu yang
lingkungan dan mengakibatkan
modifikasi darah
lingkungan vasokonstriksi
sesuai sehingga
kebutuhan, pengeluaran
misalnya panas secara
sediakan selimut konduksi
yang tipis b. Untuk
d. Anjurkan kien mengetahui
untuk banyak kemungkinan
minum air putih perubahan
e. Anjurkan klien tanda-tanda
memakai pakaian vital
tipis dan c. Dapat
menyerap membantu
keringat jika dalam
panas tinggi mempertahanka
n / menstabilkan
f. Kolaborasi suhu tubuh
dengan tim medis pasien.
dalam pemberian d. Diharapkan
terapi keseimbangan
pengobatan (anti cairan tubuh
piretik) dapat terpenuhi
e. Dengan pakaian
tipis dan
menyerap
keringat maka
akan
mengurangi
penguapan
f. Diharapkan
dapat
menurunkan
panas dan
mengurangi
infeksi
4 Mobilitas fisik Mampu melakukan
1. Lakukan Retang
1. Meningkatkan
terganggu kegiatan sehari-hari Pergerakan Sendi kekuatan otot dan
berhubungan dengan secara mandiri (RPS) mencegah
pembengkakan pada kekakuan sendi
anggota tubuh 2. Tingkatkan tirah
2. Meningkatkan
baring / duduk. istirahat dan
ketenangan,
menyediakan
enegi untuk
penyembuhan
3. Berikan lingkungan
3. tirah baring lama
yang tenang. dapat
4. Tingkatkan aktivitas meningkatkan
sesuai toleransi. kemampuan
4. Menetapkan
kemampuan /
5. .Evaluasi respon kebutuhan pasien
pasien terhadap dan memudahkan
aktivitas 1. pilihan intervensi
Meningkatkan 5. kelelahan dan
kekuatan otot dan membantu
mencegah kekakuan keseimbangan
sendi

5 Kerusakan integritas Mempertahankan 1. Ubah posisi di tempat


1. Mengurangi resiko
kulit berhubungan keutuhan kulit, lesi tidur dan kursi abrasi kulit dan
dengan bakteri, defisit pada kulit dapat sesering mungkin penurunan tekanan
imun, lesi pada kulit hilang (tiap 2 jam sekali). yang dapat
menyebabkan
kerusakan aliran
2. Gunakan pelindung darah seluler.
kaki, bantalan
2. Tingkatkan
busa/air pada waktu sirkulasi udara
berada di tempat tidur pada permukaan
dan pada waktu kulit untuk
duduk di kursi. mengurangi panas/
3. Periksa permukaan kelembaban.
kulit kaki yang
bengkak secara rutin.
3. Kerusakan kulit
dapat terjadi
dengan cepat pada
4. Anjurkan pasien daerah – daerah
untuk melakukan yang beresiko
rentang gerak terinfeksi dan
5. Kolaborasi : Rujuk nekrotik.
pada ahli kulit.
Meningkatkan 4. Meningkatkan
sirkulasi, dan sirkulasi, dan
mencegah terjadinya meningkatkan
dekubitus. partisipasi pasien.
5. Mungkin
membutuhkan
perawatan
profesional untuk
masalah kulit yang
dialami.

E. Implementasi

F. Evaluasi
DAFTAR PUSTAKA

Depkes, 2009, Mengenal Filarisis (Penyakit Kaki Gajah)

Depkes, 2005, Mengenal Filariasis (Penyakit Kaki Gajah)

Kemenkes RI, 2010, Vilariasis di Indonesia Vol 1, Jakarta : Bulletin Jendela


Epidemiologi

Pohan, Herdiman T, 2009, Filariasis, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Kelima.
Jilid III. Jakarta: Internal Publishing

Preparing and Implementing a National Plan to Eliminate Lymphatic Filariasis, WHO,


2000

Anda mungkin juga menyukai