Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MAKALAH I

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR


MENGENAI PENYAKIT FILARIASIS DAN PENGENDALIANNYA

NAMA : DEBBY NATALIA GIRI


NIM : 2111080004
MATA KULIAH : EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR DAN TIDAK
MENULAR
SEMESTER : II (DUA)
PROGRAM STUDI : ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG


TAHUN 2022
A. PENGERTIAN

Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan
oleh cacing filaria yang menyerang saluran dan kelenjar getah bening. Penyakit ini
dapat merusak sistem limfe, menimbulkan pembengkakan pada tangan, kaki, glandula
mammae dan scrotum, menimbulkan cacat seumur hidup serta stigma social bagi
penderita dan keluarga. Secara tidak langsung, penyakit yang ditularkan oleh berbagai
jenis nyamuk ini dapat berdampak pada penurunan produktivitas kerja penderita,
beban keluarga dan menimbulkan kerugian ekonomi bagi negara yang tidak sedikit.
Hasil penelitian Departemen Kesehatan dan Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Indonesia tahun 1998, menunjukkan bahwa biaya perawatan yang
diperlukan seorang penderita filariasis per tahun sekitar 17,8% dari seluruh
pengeluaran keluarga atau 32,3% dari biaya makan keluarga.

Pada Tahun 2004, filariasis telah menginfeksi 120 juta penduduk di 83 negara di
seluruh dunia, terutama negara-negara di daerah tropis dan tropis dan beberapa daerah
subtropis. Di Indonesia, berdasarkan survei yang dilaksanakan pada tahun 2000-2004,
terdapat lebih dari 8000 orang menderita klinis kronis Filariasis (Elephantis) yang
tersebar di seluruh Provinsi. Secara epidemiologi, data ini mengindikasikan lebih dari
60 juta penduduk Indonesia berada di daerah yang berisiko tinggi tertular filariasis
dengan 6 juta penduduk diantaranya telah terinfeksi (Kemenkes RI,2005 ).

Filariasis merupakan penyakit sistemik yang disebabkan oleh infeksi parasit nematoda
yaitu sejenis cacing darah jaringan dari Genus Filaria yang tersebar hampir di seluruh
wilayah Indonesia yang hidup dalam saluran dan kelenjar getah bening manusia dan
ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini jarang menimbulkan kematian, karena timbul
gangguan fisik setelah terjadi infeksi selama bertahun-tahun maka penyakit ini dapat
menurunkan produktivitas penderitanya. Cacing filaria dewasa tinggal disistem limfa
(limfatik) yaitu jaringan pembuluh yang berfungsi untuk menyangga dan menjaga
keseimbangan cairan antara darah dan jaringan otot yang merupakan komponen
esensial dari sistem kekebalan tubuh. Cacing dewasa menghasilkan mikrofilaria yang
secara periodik berada pada sistem darah perifer.

2
Penyakit ini jarang terjadi pada anak karena manifestasi klinisnya timbul bertahun-
tahun kemudian setelah infeksi. Gejala pembengkakan pada kaki, payudara dan
kantong buah zakar muncul karena sumbatan mikrofilaria pada pembuluh limfe yang
biasanya terjadi pada usia di atas 30 tahun setelah terpapar parasit selama bertahun-
tahun. Manifestasi paling fatal yang timbul bagi penderita adalah kecacatan permanen
yang sangat mengganggu produktivitas.

Manusia yang mengandung parasit dapat menjadi sumber infeksi bagi orang lain yang
rentan. Biasanya pendatang baru ke daerah endemis lebih rentan terkena infeksi
filariasis dan mengalami gejala klinis lebih berat dibandingkan penduduk asli. Pada
umumnya laki-laki lebih sering terkena infeksi dibandingkan perempuan karena lebih
banyak kesempatan untuk mendapat paparan infeksi (exposure). Wanita umumnya
mengalami gejala klinis lebih ringan dibandingkan laki-laki karena pekerjaan fisik
yang lebih ringan. Penularan filariasis dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sumber
penular (manusia dan hewan sebagai reservoir), parasit (cacing), vektor (nyamuk),
manusia yang rentan (host), lingkungan (fisik, biologik, ekonomi dan sosial budaya).

B. PENYEBAB

Penyakit filariasis dsebabkan oleh infeksi cacing filaria yang hidup di dalam saluran
kelenjar getah bening (limfatik) dan anak cacing disebut mikrofilaria hidup di dalam
darah. Mikrofilaria berada pada darah perifer pada malam hari, ada 3 jenis spesies
cacicng filariasis di Indonesia yaitu Wuchereria Bancrofti, Brugia Malayi, Brugia
Timori.

 Wuchereria Bancrofti

Pada spesies ini cacing dewasa menyebabkan filariasis brancrofti, dan mikrofilaria
dapat menimbulkan occult filariasis. Parasit ini tersebar luas di daerah tropis dan
subtropis yaitu di Afrika, Amerika, Eropa dan Asia termasuk di Indonesia.

Cacing dewasa berbentuk seperti rambut dan berwarna putih susu, mempunyai
panjang sekitar dua spikulum yang tidak sama panjang. Untuk cacing jantan
mempunyai panjang sekitar 10 cm dan mempunyai ekor yang runcing. Cacing dewasa
hidup dalam saluran dan kelenjar limfe (limfatik), tidak ada hewan yang bertindak

3
sebagai reservoir. Larva filaria atau yang biasa disebut mikrofilaria mudah ditemukan
dalam darah perifer atau darah tepi pada malam hari, yang mempunyai panjang
sampai 300 mikron dan lebar 8 mikro, mempunyai selubung hialin dengan inti sel
somatik berbentuk granul yang tersusun tidak mencapai ujung ekor. Filariasis
bancrofti umumnya bersifat periodik nokturnal, sehingga mikrofilaria hanya
ditemukan dalam darah perifer pada malam hari. Didaerah pasifik mikrofilaria lebih
banyak ditemukan pada siang hari dan malam hari, walaupun di Thailand ditemukan
mikrofilaria yang bersifat subperiodik nokturnal. Pada spesies Wuchereria Bancrofti,
manusia merupakan satu-satunya host defenitif dan nyamuk yang bertindak sebagai
vektor dalah dari genus Culex, Aedes, dan Anopheles.

 Brugia Malayi

Brugia ada yang zoonotik, tetapi ada yang hanya hidup pada manusia. Pada brugia
yang zoonotik, selain manusia juga berbagai hewan mamalia dapat bertindak sebagai
hospes defenitifnya (hospes cadangan, reservoir host). Periodisitas Brugia Malayi
bermacam-macam, ada yang nokturnal periodik, nokturnal subperiodik atau non
periodik. Nyamuk yang menjadi vektor penularnya adalah Anopheles (vektor
brugiasis non zoonotik) atau Mansonia (vektor brugiasis zoonotik).

 Brugia Timori

Pada spesies Brugia Timori hanya terdapat di Nusa Tenggara Timur, Maluku
Tenggara dan beberapa daerah lain. Umumnya bersifat periodik nokturnal dan
nyamuk yang menularkannya adalah Anopheles Barbirostis.

 Cara Penularan Filariasis

Penularan parasit terjadi melalui vektor nyamuk sebagai hospes perantara, dan
manusia atau hewan kera dan anjing sebagai hospes definitive. Pada saat nyamuk
menghisap darah manusia/hewan yang mengandung melepasnya selubung kemudian
menembus dinding lambung nyamuk bergerak mikrofilaria akan terbawa masuk ke
dalam lambung nyamuk dan menuju otot atau jaringan lemak di bagian dada.
Mikrofilaria akan mengalami perubahan bnetuk menjadi larva stadium I (L1),
bentuknya seperti sosis berukuran 125-250μm x 10-17 μm dengan ekor runcing

4
seperti cambuk setelah 3 hari. Larva tumbuh menjadi larva stadium II (L2) disebut
larva preinfektif yang berukuran 200-300 μm x 15-30 μm dengan ekor tumpul atau
memendek setelah 6 hari.

Pada stadium II larva menunjukkan adanya gerakan. Kemudian larva tumbuh menjadi
larva stadium III (L3) yang berukuran 1400 μm x 20 μm/ larva stadium L3 tampak
panjang dan ramping disertai dengan gerakan yang aktif setelah 8-10 hari pada spesies
Brugia dan 10-14 hari pada spesies Wuchereria Bancrofti. Larva stadium III (L3)
disebut sebagai larva infektif. Apabila seseorang mendapat gigitan nyamuk infektif
maka orang tersebut berisiko tertular filariasis. Pada saat nyamuk infektif menggigit
manusia, maka larva L3 akan keluar dari probosisnya dan tinggal di kulit sekitar
lubang gigitan nyamuk kemudia menuju sistem limfe. Larva L3 Brugia Malayi dan
Brugia Timori akan menjadi cacing dewasa dalam kurun waktu 3,5 bulan, sedangkan
Wuchereria Bancrofti memerlukan waktu lebih 9 bulan.

C. TANDA DAN GEJALA

Perkembangan penyakit filariasis dapat dipengaruhi oleh faktor mendapat gigitan


nyamuk yang sering, kerentanan individu terhadap parasit, banyak larva infektif yang
masuk ke dalam tubuh dan adanya infeksi sekunder oleh bakteri atau jamur. Pada
dasarnya perkembangan klinis filariasis disebabkan oleh cacing filaria dewasa yang
tinggal disaluran limfe, sehingga menimbulkan gejala pelebaran (dilatasi) saluran
limfe bukan penyumbatan (obstruksi), sehingga menjadi gangguan fungsi limfatik.

Gejala klinis filariasis disebabkan oleh infeksi W.barcrofti, B.malayi, dan B timori
adalah sama, tetapi gejala klinis akut tampak lebih jelas dan berat oleh B.malayi dan
B.timori. Infeksi W.bancrofti dapat menyebabkan kelainan saluran pada saluran
kemih dan alat kelamin, tetapi infeksi oleh B.malayi dan B.timori tidak menimbulkan
kelainan pada saluran kemih dan alat kelamin.

Terdapat gejala klinis akut dan klinis kronis maupun mikrofilaria tanpa gejala pada
penyakit filariasis:

5
 Mikrofilaremia Tanpa Gejala
Seseorang yang akan mengalami infeksi penyakit Filariasis tidak akan
langsung menunjukan gejala, walaupun tidak menunjukan gejala pada fase
inilah sebenarnya telah terjadi kerusakan system limfa dan ginjal dan terjadilah
perubahan system kekebalan tubuh pada manusia.
 Gejala Klinis Akut
AdenolimfangitisAkut - Demam berulang-ulang selama 3–5 hari, demam
dapat hilang bila beristirahat dan muncul kembali setelah bekerja berat,
pembengkakan getah bening limfadenopati, bagian yang terinfeksi akan
merasakan, kemerahan dan bengkak dikarenakan adanya penumpukan cairan.
LimfangitisFilariaAkut - Gejala ini tidak disertai dengan terjadinya demam,
namun pada gejala ini akan muncul benjolan kecil pada bagian tubuh seperti,
pada sistem kelenjar getah bening dan skortum .
 Gejala klinis kronik - Gejala ini berupa pembesaran yang sangat jelas dilihat
dengan kasap mata yaitu pembesaran menetap pada tungkai, lengan, buah
dada, dan buah zakar.Gejala kronis terdiri dari limfa edema, limfa scortum,
kiluria, dan hidrokel.Limfa scortum adalah pelebaran saluran limfe superfisial
pada kulit scortum, kadang pada kulit penis, sehingga mudah pecah dan cairan
limfe mengalir keluar membasahi pakaian. Kiluria adalah kebocoran atau
pecahnya saluran limfe dan pembuluh darah diginjal (pelvis renalis) sehingga
cairan limfe dan darah masuk kedalam saluran kemih dan pelebaran kantung
buah zakar karena terkumpulya cairan limfe di dalam tunica vaginalis testis.
Seseorang yang menderita filariasis dapat didiagnosis secara klinis dengan
cara sebagai berikut. Deteksi parasit yaitu menemukan mikrofilaria di dalam
darah pada pemeriksaan sediaan darah tebal. Pengambilan darah dilakukan
malam hari karena mikrofilaria aktif malam hari dan banyak beredar dalam
sistem pembuluh darah. Setelah membuat sedian darah maka dilakukan
pemeriksaan sedian tersebut. Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) pada
skrotum.

 Gejala Klinis Kronik

6
Penderita infeksi mikrofilaria atau filariasis ada yang tidak menunjukkan
gejala klinis (asimtomatis) karena sedikitnya mikrofilaria yang telah
menginfeksi atau tidak terdeteksinya melalui pemeriksaan laboratorium.
Gejala awal (akut) yang timbul yaitu demam secara berulang 1-2 kali atau
lebih setiap bulan selama 3-4 hari. Apabila penderita bekerja berat timbul
benjolan yang terasa panas dan nyeri pada lipat paha atau ketiak tanpa adanya
luka pada badan, serta teraba tali urat yang berwarna merah, nyeri dimulai dari
pangkal paha atau ketiak ke arah ujung dari kaki atau tangan. Gejala terjadi
berbulan-bulan hingga bertahun-tahun dari gejala yang ringan sampai timbul
gejala yang berat. Cacing filariasis tersebut menyebabkan terjadinya
pembengkakan disekitar penyumbatan tersebut, tanda klinis yangs sering
timbul gejala yaitu pembengkakan pada skrotum (hidrokel) dan
pembengkakan anggota gerak badan seperti tangan dan kaki (elephantiasis).

D. PATOGENESIS
Cacing dewasa yaitu jantan dan betina hidup dalam saluran limfatik atau dalam sinus-
sinus limfe yang dapat menyebabkan dilatasi limfe dan mengakibatkan penebalan
pembuluh darah, sehingga terjadi infiltrasi sel plasma, eosinofil dan makrofag
disekitar pembuluh darah yang terinfeksi bersama dengan poliferasi endotel serta
jaringan ikat menjadikan saluran limfatik berkelok-kelok dan katup limfatik menjadi
rusak. Hal ini mengakibatkan limfedema dan perubahan statis yang kronik pada kulit.
Cacing dewasa yang hidup di dalam saluran limfatik menghasilkan mikrofilaria yang
secara periodik berada pada darah perifer atau darah tepi, namun tidak
membangkitkan respon inflammatori pada setiap infeksi.

7
Gambar 1. Skema Penularan Filariasis

E. MASA INKUBASI

Masa berkembangnya larva infektif di dalam tubuh manusia sampai terjadinya gejala
klinis dalam waktu antara 8 – 12 bulan. Setelah orang terhisap nyamuk infeksius yang
membawa mikrofilaria hisapan nyamuk pertama dari vektor.

Siklus hidup cacing Filaria terjadi melalui dua tahap, yaitu:


1. Tahap pertama, perkembangan cacing Filaria dalam tubuh nyamuk sebagai vector
yang masa pertumbuhannya kurang lebih 2 minggu.
2. Tahap kedua, perkembangan cacing Filaria dalam tubuh manusia (hospes) kurang
lebih 7 bulan.

Siklus Hidup Cacing Filaria Dalam Tubuh Nyamuk:

Siklus hidup pada tubuh nyamuk terjadi apabila nyamuk tersebut menggigit dan
menghisap darah orang yang terkena filariasais, sehingga mikrofilaria yang terdapat di
tubuh penderita ikut terhisap ke dalam tubuh nyamuk. Mikrofilaria yang masuk ke

8
paskan sarung pembungkusnya, kemudian mikrofilaria menembus dinding lambung
dan bersarang di antara otot-otot dada (toraks).

Bentuk cacing Filaria menyerupai sosis yang disebut larva stadium I. Dalam waktu
kurang lebih 1 minggu, larva ini berganti kulit, tumbuh akan lebih gemuk dan panjang
yang disebut larva stadium II. Pada hari ke sepuluh dan seterusnya, larva berganti
kulit untuk kedua kalinya, sehingga tumbuh semakin panjang dan lebih kurus, ini
yang sering disebut larva stadium III. Gerak larva stadium III ini sangat aktif,
sehingga larva mulai bermigrasi (pindah), mula-mula ke rongga perut (abdomen)
kemudian pindah ke kepala dan ke alat tusuk nyamuk.

Perkembangan Filaria Dalam Tubuh Manusia:

Siklus hidup cacing Filaria dalam tubuh manusia terjadi apabila nyamuk yang
mengendung mikrofilaria ini menggigit manusia. Maka mikrofilaria yang sudah
berbentuk larva infektif (larva stadium III) secara aktif ikut masuk ke dalam tubuh
manusia (hospes).

Bersama-sama dengan aliran darah pada tubuh manusia, larva keluar dari pembuluh
darah kapiler dan masuk ke pembuluh limfe. Di dalam pembuluh limfe, larva
mengalami dua kali pergantian kulit dan tumbuh menjadi cacing dewasa yang sering
disebut larva stadium IV dan stadium V. Cacing Filaria yang sudah dewasa bertempat
di pembuluh limfe, sehingga akan menyumbat pembuluh limfe dan akan terjadi
pembengkakan, misalnya pada kaki dan disebut kaki gajah (filariasis). 

F. UPAYA PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN

Upaya Pencegahan filariasis berdasarkan faktor risiko dapat dilakukan dengan

cara seperti:

 Memberikan penyuluhan di daerah endemis mengenai cara penularan dan cara


pengendalian vektor nyamuk.

9
 Mengidentifikasi vektor dengan mendeteksi adanya larva infektif dalam nyamuk
dengan menggunakan umpan manusia, mengidentifikasi tempat dan waktu menggigit
nyamuk, serta tempat perkembangbiakannya secara tepat. Tindakan pencegahan yang
dapat dilakukan apabila penularan terjadi oleh nyamuk yang menggigit pada malam
hari di dalam rumah adalah dengan penyemprotan menggunakan pestisida residual,
memasang kawat kasa, tidur dengan menggunakan kelambu (lebih baik jika sudah
dicelup dengan insektisida piretroid), memakai obat gosok anti nyamuk (repellents)
dan membersihkan tempat perkembangbiakan nyamuk seperti kakus yang terbuka,
ban-ban bekas, batok kelapa dan membunuh larva dengan larvasida apabila penularan
terjadi oleh nyamuk yang menggigit pada malam hari di dalam rumah. Jika ditemukan
Mansonia sp. sebagai vektor pada suatu daerah, tindakan yang dilakukan adalah
dengan membersihkan kolam-kolam dari tumbuhan air yang menjadi sumber oksigen
bagi larva tersebut.
 Pengendalian vektor - jangka panjang mungkin memerlukan perubahan konstruksi
rumah dan termasuk pemasangan kawat kasa serta pengendalian lingkungan untuk
memusnahkan tempat perkembangbiakan nyamuk.
 Melakukan pengobatan dengan menggunakan obat cacing. Pencegahan massal
melalui kontrol vektor (nyamuk) dapat dilakukan, namun hal ini terbukti tidak efektif
mengingat masa hidup parasit yang Panjang sekitar 4-8 tahun.
 Pencegahan individu dengan mengurangi kontak dengan nyamuk melalui penggunaan
kelambu, obat oles anti nyamuk serta penggunaan insektisida.

Upaya Pengendalian filariasis berdasarkan faktor risiko dapat dilakukan


dengan cara seperti:

1. Meningkatkan Promosi

2. Mengembangkan Sumber Daya Manusia Filariasis

3. Menyempurnakan Tata Organisasi

4. Meningkatkan Kemitraan

5. Meningkatkan Kemitraan

10
6. Meningkatkan Advokasi

7. Memberdayakan Masyarakat

8. Memperluas Jangkauan Program

9. Memperkuat System Informasi Startegis

11
DAFTAR PUSTAKA

Hanna,Mutiara.2016.Filariasis: Pencegahan Terkait Faktor Resiko.Jurnal Penelitian Fakultas


Kedokteran,Universitas Lampung.

Fransiskus Onggang.2018. Analisis Faktor Faktor Terhadap Kejadian Filariasis Type


Wuchereria Bancrofti, Dan Brugia Di Wilayah Kabupaten Manggarai Timur Tahun 2016

Kemenkes RI.2005.Pedoman Pengendalian Filariasis (Penyakit Gajah).KepMenkes RI


No.1582/Menkes/SK/XI/2005

Robo Rahanyamtel.2019.Faktor Lingkungan Dan Praktik Masyarakat Berkaitan Dengan


Kejadian Filariasis Di Kabupaten Semarang. Jurnal Kesehatan Lingkungan
Indonesia.Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Semarang

Putu Agus.2016.Makalah Lengkap Filariasis Aspek Epidemiologi Dan Penanggulangnya

12

Anda mungkin juga menyukai