Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan
oleh cacing filarial dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles, Culex,
Armigeres.Cacing tersebut hidup di saluran dan kelenjar getah bening dengan manisfestasi
klinik akut berupa demam berulang, peradangan saluran kelenjar getah bening.Pada
stadium lanjut dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan,
payudara, dan lat kelamin (Chin, 2006).Tiga spesies cacing filaria penyebab filariasis
limfatik adalah Wuchereria bancrofti,Brugia malayi dan Brugia timori (Depkes RI, 2010).

Sekarang ini, lebih dari 1,4 milyar orang di 73 negara beresiko terinfeksi cacing
filaria. Kira-kira 65% yang terinfeksi berada di wilayah Asia Tenggara, 30% di wilayah
Afrika, dan sisanya berada di daerah tropis. Filariasis limfatik menyebabkan lebih dari 25
juta laki-laki dengan gangguan genital dan lebih dari 15 juta orang dengan limfoedema
(WHO, 2013).

Penyakit ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang serius di
Indonesia.Hampir seluruh wilayah Indonesia adalah daerah endemis filariasis, terutama
wilayah Indonesia Timur yang memiliki prevalensi lebih tinggi.Penyakit ini memberikan
dampak sosial budaya yang cukup besar, dampak ekonomi serta mental secara psikologis,
sehingga tidak dapat bekerja secara optimal dan hidupnya selalu tergantung pada orang
lain (WHO, 2005).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari filariasis?


2. Apa saja gejala filariasis?
3. Apa penyebab filariasis?
4. Berapa lama masa inkubasi dan klinis filariasis?
5. Bagaimana mekanisme penularan filariasis?
6. Apa saja sumber penularan filarisis?
7. Bagaimana cara pencegahan dan pemberantasan filariasis?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari filariasis.


2. Untuk mengetahui gejala filariasis.
3. Untuk mengetahui penyebab filariasis.
4. Untuk masa inkubasi dan klinis filariasis.
5. Untuk mengetahui mekanisme penularan filariasis.
6. Untuk mengetahui sumber penularan filariasis.
7. Untuk mengetahui cara pencegahan dan pemberantasan filariasis.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Filariasis

Filariasis adalah penyakit infeksi kronis menahun yang disebabkan oleh infeksi
nematode dari famili filariodeae, dimana cacing dewasanya hidup dalam kelenjar dan
saluran limfe.Cacing dewasa betina mengeluarkan mikrofilaria yang dapat ditemukan
dalam darah, cairan hidrokel dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk (Subdit Filariasis
& Schistosomiasis Departemen Kesehatan RI, 2006b).

Filariasis atau penyakit kaki gajah adalah penyakit menular menahun yang
disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk
Mansonia,Anopheles,Culex,Armigeres.Cacing tersebut hidup di saluran dan kelenjar getah
bening dengan manifestasi klinik akut berupa demam berulang, peradangan saluran dan
saluran kelenjar getah bening.

Filariasis merupakan salah satu penyakit tertua yang paling melemahkan yang
dikenal di dunia.Penyakit ini merupakan penyebab kecacatan menetap dan berjangka lama
terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental. Diperkirakan seperlima penduduk dunia
atau 1,1 milyar penduduk berisiko terinfeksi, terutama di daerah tropis dan beberapa
daerah subtropis. Penyakit ini banyak ditemukan di daerah khatulistiwa dan merupakan
masalah di daerah dataran tinggi.

2.2 Gejala Filariasis

Gejala filariasis dibedakan menjadi dua yaitu gejala klinis akut dan gejala kronis
filariasis.Gejala klinis akut filariasis berupa limfadenitis, limfangitis, adenolimfangitis,
orkitis, epididymitis, funikulitis yang disertai demam, sakit kepala, rasa lemah dan
timbulnya abses. Gejala klinis kronis filariasis berupa limfadema, lymph scrotum, kiluria
danhidrokel (Subdit Filariasis & Schistosomiasis Departemen Kesehatan RI, 2006b).

Gejala filariasis dapat ditimbulkan oleh mikrofilaria dan cacing dewasa.Gejala yang
ditimbulkan oleh mikrofilaria berupa occutlt filariasis merupakan reaksi imun yang
berlebihan dalam membunuh mikrofilaria.

Stadium akut ditandai dengan serangan demam dan gejala peradangan saluran dan
kelenjar limfe, yang hilang timbul berulang kali.Peradangan pada saluran limfe ini dapat
menjalar ke daerah sekitarnya dan menimbulkan infiltrasi pada seluruh paha atas.Pada
stadium ini tungkai bawah biasanya ikut membengkak dan menimbulkan gejala
limfedema.
2.3 Penyebab Filariasis

Filariasis di Indonesia disebabkan oleh tiga spesies cacing filarial, yaitu


Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori.Mikrofilaria mempunyai
periodisitas tertentu, artinya kebanyakan mikrofilaria berada di darah tepi pada waktu-
waktu tertentu saja. Periodisitas ini dapat dibagi menjadi 3 tipe yaitu: noktura(terdapat di
dalam darah tepi pada malam hari), sub periodic noktura (ditemukan di darah tepi pada
siang dan malam hari, tetapi lebih banyak ditemukan pada malam hari) dan non periodik
(ditemukan di darah tepi pada siang maupun malam hari). Secara epidemiplogis cacing
filarial dibedakan menjadi 6 tipe, yaitu: Wuchereria bancrofti tipe urban dan rural dengan
periodisitas nokturna; Brugia malayi tipe periodik noktura, subperiodik noktura dan non
periodik; Brugia timori tipe periodic nokturna (Subdit Filariasis & Schistosomiasis
Departemen Kesehatan RI, 2006b).
Wuchereria bancrofti
Wuchereria bancrofti yang ditemukan di daerah perkotaan seperti di daerah
Jakarta, Bekasi, Tanggerang, Semarang, Pekalongan, dan sekitarnya ditularkan oleh
nyamuk Culex quinquefasciatus yang berkembangbiak di air limbah rumah tangga
dan memiliki perodisitas nokturna, yaitu mikrofilaria dapat ditemukan di darah tepi
pada malam hari. Wucheria bancrofti yang ditemukan di daerah pedasaan di luar
jawa tersebar luas di Papua dan NTT, mempunyai periodisitas noktura yang
ditularkan melalui berbagai spesies nyamuk anopheles, culex, dan aedes.
Brugia malayi
Brugia malayi yang ditemukan di daerah pesawahan bersifat periodik noktura dan
ditularkan oleh Anopheles Barbirostis.Brugia malayi ditemukan di daerah rawa
bersifat subperiodik noktura (ditemukan di darah tepi pada siang dan malam hari)
dan ditularkan oleh mansonia bonneae dan mansonia uniformis.
Brugia Timori
Brugia timori yang ditemukan di daerah persawahan di NTT, Maluku Tenggara
bersifat periodik noktura dan ditularkan oleh Anopheles barbirostis.

2.4 Masa Inkubasi dan Klinis Filariasis

Masa inkubasi pada manusia 3-15 bulan setelah gigitan nyamuk yang menjadi
vektor. Manifestasi klinis sebagai infeksi W. Bancrofti terbentuk beberapa bulan hingga
beberapa tahun setelah infeksi, tetapi beberapa orang yang hidup di daerah endemis tetap
asimptomatik selama hidupnya. Mereka yang menunjukkan gejala akut, biasanya
mengeluh demam lymphangitis, lymphadengitis, orchitis, sakit pada otot, anoreksia, dan
malaise.Mula-mula cacing dewasa yang hidup dalam pembuluh limfe menyebabkan
pelebaran pembuluh limfe terutama di daerah kelenjar limfe, testes, dan epididimis,
kemudian diikuti dengan sel endothel dan infiltrasi sehingga terjadi granuloma. Pada
keadaan kronis,terjadi pembesaran kelenjar limfe, hydrocele, dan elephantiasis. Hanya
mereka yang hipersensitif , elephantiasis dapat terjadi. Elephantiasis kebanyakan terjadi di
daerah genital dan tungkai bawah, biasanya disertai infeksi sekunder dengan fungsi dan
bakteri.

2.5 Mekanisme Penularan Filariasis

Arthopodborne disease atau penyakit karena vector memiliki 3 cara penularan,


yaitu kontak langsung, transmisi secara mekanis, dan transmisi secara biologis. Untuk
penyakit filariasis, cara transmisi biologis yaitu dengan cara cyclo developmental.Agen
penyakit filarial mengalami perubahan siklus, tetapi tidak bermiltipikasi di dalam tubuh
arthopoda (Chandra, 2007).

Penularan filariasis dapat terjadi bila ada tiga unsur, yaitu adanya sumber penular
seperti manusia atau reservoir yang mengandung mikrofilaria dalam darahnya, adanya
vector penularan filariasis, dan manusia yang rentan filariasis (Kemenkes, 2005).

Pada saat nyamuk betina menggit manusia, larva infektif (L3) keluar dari kelenjar
ludah nyamuk dan berada di kulit serta masuk ke tubuh melewati luka yang telah dibuat
oleh proboscis nyamuk. Setelah masuk ke dalam tubuh manusia, larva-larva tersebut akan
pindah ke dalam sistem limfe. Dalam sistem limfe, larva tumbuh menjadi cacing dewasa
jantan dan betina kemudian kawin dalam kelenjar limfe dan menghasilkan berjuta-juta
mikrofilaria. Berjuta-juta mikrofilaria yang dihasilkan oleh cacing dewasa pindah ke
peredaran darah tepi (Subdit Filariasis & Schistosomiasis Departemen Kesehatan RI, dkk.,
2002).

Seseorang dapat tertular filariasis aapabila telah mendapatkan gigitan nyamuk


infektif yang mengandung larva infektif (larva stadium 3 L3). Pada saat nyamuk menarik
probosisnya , larva L3 akan masuk melalui luka bekas gigitan nyamuk dan bergerak
menuju ke sistem limfe. Penularan filarial tidak mudah dari satu orang ke orang lain padaa
suatu wilayah tertentu, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa orang yang menderita
filarial telah digigit nyamuk ribuan kali (Kemenkes, 2005).
2.6 Sumber Penularan Filariasis
Sumber penularan filariasis antara lain sebagai berikut:
A. Manusia
Setiap orang mempunyai peluang yang sama untuk dapat tertular filariasis apabila
digigit oleh nyamuk infektif (mengandung larva stadium III). Manusia yang
mengadung parasit selalu dapat menjadi sumber infeksi bagi orang lain yang rentan
(suseptibel). Biasanya pendatang baru ke daerah endemis (transmigran) lebih rentan
terhadap infeksi filariasis dan lebih menderita dari pada penduduk asli.Pada
umumnya laki-laki banyak terkena infeksi karena lebih banyak kesempatan untuk
mendapat infeksi (exposure).Gejala penyakit lebih nyata pada laki-laki karena
pekerjaan fisik yang lebih berat (Gandahusada, 1998).
B. Hewan
Beberapa jenis hewan dapat berperan sebagai sumber penularan filariasis (hewan
reservoir).Hanya Brugia malayi tipe sub periodik noktura dan non periodik yang
ditemukan pada lutung (Presbytis criatatus), kera (Macaca fascicularis), dan
kucing (Felis catus) (Depkes RI, 2005).

2.7 Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Filariasis

Menurut Depkes RI (2005), tindakan pencegahan dan pemberantasan filariasis yang


dapat dilakukan adalah:

1. Melaporkan ke Puskesmas bila menemukan warga desa dengan pembesaran


kaki, tangan, kantong buah zakar, atau payudara.
2. Ikut serta dalam pemeriksaan darah jari yang dilakukan pada malam hari oleh
petugas kesehatan.
3. Minum obat antifilariasis yang diberikan oleh petugas kesehatan.
4. Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan agar bebas dari nyamuk penular.
5. Menjaga diri dari gigitan nyamuk misalnya dengan menggunakan kelambu
pada saat tidur.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Filariasis atau penyakit kaki gajah adalah penyakit menular menahun yang
disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk
Mansonia,Anopheles,Culex,Armigeres.Cacing tersebut hidup di saluran dan kelenjar getah
bening dengan manifestasi klinik akut berupa demam berulang, peradangan saluran dan
saluran kelenjar getah bening.

Gejala filariasis dibedakan menjadi dua yaitu gejala klinis akut dan gejala kronis
filariasis.Gejala klinis akut filariasis berupa limfadenitis, limfangitis, adenolimfangitis,
orkitis, epididymitis, funikulitis yang disertai demam, sakit kepala, rasa lemah dan
timbulnya abses. Gejala klinis kronis filariasis berupa limfadema, lymph scrotum, kiluria
danhidrokel.

Filariasis di Indonesia disebabkan oleh tiga spesies cacing filarial, yaitu


Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori.Mikrofilaria mempunyai
periodisitas tertentu, artinya kebanyakan mikrofilaria berada di darah tepi pada waktu-
waktu tertentu saja. Periodisitas ini dapat dibagi menjadi 3 tipe yaitu: noktura(terdapat di
dalam darah tepi pada malam hari), sub periodic noktura (ditemukan di darah tepi pada
siang dan malam hari, tetapi lebih banyak ditemukan pada malam hari) dan non periodik
(ditemukan di darah tepi pada siang maupun malam hari). Secara epidemiplogis cacing
filarial dibedakan menjadi 6 tipe, yaitu: Wuchereria bancrofti tipe urban dan rural dengan
periodisitas nokturna; Brugia malayi tipe periodik noktura, subperiodik noktura dan non
periodik; Brugia timori tipe periodic nokturna.

Masa inkubasi pada manusia 3-15 bulan setelah gigitan nyamuk yang menjadi
vektor.Penularan filariasis dapat terjadi bila ada tiga unsur, yaitu adanya sumber penular
seperti manusia atau reservoir yang mengandung mikrofilaria dalam darahnya, adanya
vector penularan filariasis, dan manusia yang rentan filariasis. Sumber penularan filariasis
antara lain manusia dan hewan.

Pencegahan dan pemberantasan filariasis bisa dimulai dari hal yang sederhana
seperti menjaga kebersihan rumah dan lingkungan dan menggunakan kelambu pada saat
tidur.
DAFTAR PUSTAKA

Subdit Filariasis & Schistosomiasis Departemen Kesehatan RI. 2006b, Epidemiologi


Filariasis. Jakarta.

Chandra, Dr. Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran. Hal. 124, dan 144-147.

Departemen Kesehatan RI, 2005. Kesehatan Reproduksi di Indonesia. Jakarta.

Subdit Filariasis & Schistosomiasis, dkk. 2002, Alat Bantu (Tool Kit) untuk Eliminasi
Filariasis: Panduan Pelaksanaan bagi Petugas Kesehatan di Indonesia.

Gandahusada, S., Herry D.I,Wita Pribadi, 1998, Parasitologi Kedokteran, Edisi III, FKUI,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai