Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Filariasis adalah penyakit menular (Penyakit Kaki Gajah) yang disebabkan


oleh cacing Filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit
ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan
dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan
alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Akibatnya penderita tidak
dapat bekerja secara optimal bahkan hidupnya tergantung kepada orang
lain sehingga menjadi beban keluarga, masyarakat dan negara. 3,4,8,10
Menurut WHO, lebih dari sekitar 1 milyar orang di lebih dari 80 negara
beresiko tertular Filariasis. Lebih dari 120 juta orang telah terinfeksi
Filariasis dan lebih dari 40 juta orang dari mereka beresiko tertular dan
terinfeksi oleh Filariasis. Sepertiga dari orang yang terinfeksi dengan
penyakit ini hidup di India, sepertiga berada di Afrika dan sebagian besar
sisanya berada di Asia Selatan, Pasifik dan Amerika. Di daerah tropis dan
subtropis di mana filariasis limfatik adalah mapan, prevalensi infeksi terus
meningkat. Penyebab utama dari peningkatan ini adalah pertumbuhan
yang

cepat

dan

tidak

terencana

kota,yang

menciptakan

tempat

berkembang biak banyak untuk nyamuk yang menularkan penyakit. 4,5


Dalam manifestasi yang paling jelas, filariasis limfatik menyebabkan
pembesaran seluruh kaki atau lengan, alat kelamin, vulva dan payudara.
Di komunitas endemik, 10-50% laki-laki dan sampai dengan 10%
perempuan dapat dipengaruhi. Stigma psikologis dan sosial yang terkait
dengan aspek-aspek dari penyakit ini sangat besar.4,5
Di Indonesia penyakit Kaki Gajah tersebar luas hampir di seluruh propinsi.
Berdasarkan laporan dari hasil survei pada tahun 2000 yang lalu tercatat
sebanyak 1553 desa di 647 Puskesmas tersebar di 231 Kabupaten 26
Propinsi sebagai lokasi yang endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233
orang. Hasil survei laboratorium, melalui pemeriksaan darah jari, rata-rata

mikrofilaria rate (Mf rate) 3,1 %, berarti sekitar 6 juta orang sudah
terinfeksi cacing filaria dan sekitar 100 juta orang mempunyai resiko tinggi
untuk ketularan karena vektornya tersebar luas.10
WHO sudah menetapkan Kesepakatan Global (The Global Goal of
Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health problem by The Year
2020). Program eliminasi dilaksanakan melalui pengobatan massal
dengan DEC dan Albendazol setahun sekali selama 5 tahun di lokasi yang
endemis dan perawatan kasus klinis baik yang akut maupun kronis untuk
mencegah kecacatan dan mengurangi penderitanya. Indonesia akan
melaksanakan eliminasi penyakit kaki gajah secara bertahap dimulai pada
tahun 2002 di 5 kabupaten. Perluasan wilayah akan dilaksanakan setiap
tahun. Penyebab penyakit kaki gajah adalah tiga spesies cacing filarial
yaitu; Wucheria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Vektor penular :
di Indonesia hingga saat ini telah diketahui ada 23 spesies nyamuk dari
genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes, dan Armigeres yang dapat
berperan sebagai vektor penular penyakit kaki gajah. 8,10

BAB II
2

FILARIASIS
II.1

DEFINISI

Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria Wuchereria


bancrofti, Brugia malayi atau B. timori. Parasit ini ditularkan pada tubuh
manusia melalui gigitan nyamuk Armigeres, Mansonia, Culex, Aedes dan
Anopheles yang mengandung larva stadium III atau (L3). Ketika masih
dalam bentuk larva dan mikrovilia, cacing ini berada di dalam darah. Pada
saat berubah menjadi cacing dewasa, cacing-cacing ini akan menyerang
pembuluh limfatik sehingga menyebabkan kerusakan parah dan
pembengkakan. Jika tidak segera diobati, penyakit ini dapat menyebabkan
cacat berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin.8,12,13
II.2

ETIOLOGI

Penyebab utama Filariasis limfatik :


1. Filaria bancrofti (Wuchereria bancrofti)
Filariasis bancrofti adalah infeksi yang disebakan oleh Wuchereria
bancrofti. Cacing dewasa hidup di dalam kelenjar dan saluran
limfe, sedangkan mikrofilaria ditemukan di dalam darah. Secara
klinis, infeksi bias terjadi tanpa gejala atau manifestasinya berupa
peradangan dan sumbatan saluran limfe. Manusia merupakan
satu-satunya hospes yang diketahui. Wuchereria bancrofti akan
mencapai kematangan seksual dikelenjar dan saluran limfe.
Cacing dewasa berwarna putih, kecil seperti benang. Cacing
jantan berukran 40 mm x 0,2 mm, sedangkan cacing betina
berukuran dua kali cacing jantan yaitu 80-100 mm x 0.2-0.3 mm.
1,2,6

2. Filaria malayi (Brugia malayi)


Penyebab Filariasis Malayi adalah filaria Brugia malayi. Cacing
dewasa jenis ini memiliki ukuran panjang 13-33 mm dengan

diaameter

70-80

mikrometer.

berukuran

panjang

43-55

Sedangkan

mm

dan

cacing

berdiameter

betinanya
130-170

mikrometer.
3. Timor microfilaria (Brugia timori)
Penyebab penyakit ini adalah filaria tipe Brugia timori. Cacing
jantan berukuran panjang 20 mm dengan diameter 70-80
mikrometer. Sedangkan yang betina berukuran panjang 30 mm
dengan diameter 100 mikrometer. Filaria tipe ini terdapat di daerah
Timor, pulau Rote, Flores dan beberapa pulau sekitarnya.
Cacing dewasa hidup di dalam saluran dan kelenjar limfe.
Vektornya

adalah

Anopheles

barbirostis.

Mikrofilarianya

menyerupai mikrofilaria Brugia Malayi, yaitu lekuk badannya patahpatah dan susunan intinya tidak teratur, perbedaannya terletak di
dalam hal : 1,2,6
1.Panjang kepala sama dengan 3x lebar kepala
2.Ekornya mempunyai 2 inti tambahan, yang ukurannya lebih kecil
daripada inti-inti lainnya dan letaknya lebih berjauhan bila
dibandingkan dengan letak inti tambahan Brugia malayi.
3.Sarungnya tidak mengambil warna pulasan Giemsa
4.Ukurannya lebih panjang daripada mikrofilaria Brugia malayi.
Mikrofilaria bersifat periodik nokturnal.
Filariasis limfatik ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles spp.,Culex
spp., Aedes spp. dan Mansonia spp.
Penyebab Filariasis subkutan:
1. Onchorcercia spp
Penyebab penyakit ini adalah Onchocerca volvulus. Juga dikenal
sebagai hanging groins, leopard skin, river blindness, atau sowda.
Gejala klinis akibat adanya microfilaria di kulit dan termasuk
pruritus, bengkak subkutaneous, lymphadenitis, dan kebutaan
Cacing dewasa berukuran panjang 10-42 mm dengan diameter
130-210 mikrometer. Sedangkan cacing betina berukuran panjang
33,5-50 mm dengan diameter 270-400 mikrometer.
4

Cacing dewasa berada dalam nodulus di jaringan subkutis atau


lebih dalam, biasanya timbul di daerah pelvis, temporal dan daerah
occipital.

Mikrofilarianya

dapat

ditemukan

subkutis, darah tepi, urine dan sputum.

didalam

jaringan

1,2,6,13

2. Loaiasis
Penyababnya adalah cacing Loa loa. Cacing jantan memiliki
panjang 30-34 mm dan lebar 0,35-0,43 mm. Sedangkan cacing
betina loa-loa berukuran 40-70 mm dengan lebar 0,5 mm. Lalat
buah mangga atau deerflies dari Chrysops diduga sebagai vektor
dari penyakit loaiasis. 1,2,6,13
II.3

EPIDEMIOLOGI

Menurut WHO, lebih dari sekitar 1 milyar orang di sekitar 80 negara


beresiko tertular filariasis. Sementara di Indonesia sekitar 100 juta orang
beresiko tertular penyakit ini. Pada anak-anak, pengaruh penyebaran
parasit filaria berkembang dengan lambat namun, pembengkakan kelenjar
getah bening dapat diamati sejak dini yaitu di usia dua tahun.
Perkembangan penyakit ini terhadap anak perempuan dapat tampak di
usia 13 tahun, sementara pada anak laki-laki penyakit ini dapat terdeteksi
di usia 11 tahun. Hingga saat ini WHO telah menetapkan Kesepakatan
Global untuk pemberantasan penyakit ini secara bertahap sejak tahun
2002.4,5
Di Indonesia penyakit Kaki Gajah tersebar luas hampir di seluruh propinsi.
Berdasarkan laporan dari hasil survei pada tahun 2000 yang lalu tercatat
sebanyak 1553 desa di 647 Puskesmas tersebar di 231 Kabupaten 26
Propinsi sebagai lokasi yang endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233
orang. Hasil survei laboratorium, melalui pemeriksaan darah jari, rata-rata
mikrofilaria rate (Mf rate) 3,1 %, berarti sekitar 6 juta orang sudah
terinfeksi cacing filaria dan sekitar 100 juta orang mempunyai resiko tinggi
untuk ketularan karena vektornya tersebar luas. Untuk memberantas
penyakit ini sampai tuntas.10

II.4

MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan gejala filariasis bancrofti sangat berbeda dari satu daerah
endemik dengan daerah endemic lainnya. Perbedaan ini kemungkinan
disebabkan oleh perbedaan intensitas paparan terhadap vektor yang
infektif diantara daerah endemic tersebut.
Asymptomatic amicrofilaremia, adalah suatu keadaan yang terjadi
apabila seseorang yang terinfeksi mengandung cacing dewasa, namun
tidak ditemukan mikriofilaria didalam darah, atau karena microfilaremia
sangat rendah sehingga tidak terdeteksi dengan prosedur laboratorium
yang biasa. 3,6
Asymptomatic microfilaremia, pasien mengandung microfilaremia yang
berat tetapi tanpa gejala sama sekali.
Manifestasi akut, berupa demam tinggi (demam filarial atau elefantoid),
menggigil dan lesu, limfangitis dan limfadenitis yang berlangsung 3-15
hari, dan dapat terjadi beberapa kali dalam setahun. Pada banyak kasus,
demam filarial tidak menunjukan microfilaremia. Limfangitis akan meluas
kedaerah distal dari kelenjar yang terkena tempat cacing ini tinggal.
Limfangitis dan limfadenitis berkembang lebih sering di ekstremitas bawah
dari pada atas. Selain pada tungkai, dapat mengenai alat kelamin, (tanda
khas infeksi W.bancrofti) dan payudara. 3,6
Manifestasi kronik, disebabkan oleh berkurangnya fungsi saluran limfe
terjadi beberapa bulan sampai bertahun-tahun dari episode akut. Gejala
klinis bervariasi mulai dari ringan sampai berat yang diikuti dengan
perjalanan penyakit obstruksi yang kronis. Tanda klinis utama yaitu
hydrocele,limfedema,elefantiasis

dan

chyluria,

meningkat

sesuai

bertambahnya usia. 3,6


Manifestasi genital, di banyak daerah, gambaran kronis yang terjadi
adalah hydrocele. Selain itu dapat dijumpai epedidimitis kronis, funikulitis,
edem karena penebalan kulit skrotum, sedangkan pada perempuan bisa
dijumpai limfedema vulva. Limfedema dan elefantiasis ekstremitas,

episode limfedema pada ekstremitas akan menyebabkan elefantiasis di


daerah saluran limfe yang terkena dalam waktu bertahun-tahun. Lebih
sering terkena ekstremitas bawah. Pada W.bancrofti, infeksi didaerah
paha dan ekstremitas bawah sama seringnya, berbeda dengan B.malayi
yang hanya mengenai ekstremitas bawah saja. 3,6
Progresivitas filarial limfedema dibagi atas 3 derajat (WHO) : 3,6
Derajat 1 : Limfedema umumnya bersifat edem pitting, hilang dengan
spontan bila
kaki dinaikan.
Derajat 2 : Limfedema umumnya edem non pitting, tidak secara spontan
hilang
dengan menaikan kaki.
Derajat 3 : Limfedema (elefantiasis),volume edem non fitting bertambah
dengan
dermatosclerosis dan lesi papillomatous.
II.5

PATOFISIOLOGI

Penularan ke manusia melalui gigitan vektor nyamuk (Mansonia dan


Anopheles). Bila manusia digigit maka microfilaria akan menempel di kulit
dan menembus kulit melalui luka tusuk dan melalui sistem limfe ke
kelenjar getah bening. Cacing yang sedang hamil akan menghasilkan
microfilaria. Cacing tersebut muncul dalam darah dan menginfeksi kembali
serangga yang menggigit.3
Pada manusia, masa pertumbuhan penularan filariasis belum diketahui
secara pasti, tetapi diduga 7 bulan. Microfilaria yang terisap oleh
nyamuk melepaskan sarungnya di dalam lambung, menembus dinding
lambung dan bersarang diantara otot-otot torax. Mula-mula parasit ini
memendek, bentuknya menyerupai sosis dan disebut larva stadium I.
dalam waktu seminggu, larva ini bertukar kulit, tumbuh menjadi lebih
gemuk dan panjang dan disebut larva stadium II. Pada hari ke 10 dan
7

selanjutnya, larva ini bertukar kulit sekali lagi, tumbuh makin panjang dan
lebih kurus dan disebut larva stadium III. Larva ini sangat aktif dan sering
bermigrasi mula-mula ke rongga abdomen kemudia ke kepala dan alat
tusuk nyamuk. Bila nyamuk yang mengandung larva stadium III ini
menggigit manusia, maka larva tersebut secara aktif masuk melalui luka
tusuk ke dalam tubuh hospes dan bersarang di saluran limpah setempat.
Di dalam tubuh hospes, larva ini mengalami dua kali pergantian kulit,
tumbuh menjadi larva stadium IV, stadium V atau stadium dewasa. Umur
cacing dewasa filarial 5-10 tahun.Cara penularan filariasis melalui gigitan
nyamuk

Culex

fatigans,

Armigeres,

Aedes,

Anopheles,

dan

Mansonia.3,9,10,17
Seseorang dapat tertular atau terinfeksi penyakit kaki gajah apabila orang
tersebut digigit nyamuk yang terinfektif yaitu nyamuk yang mengandung
larva infektif atau larva stadium III (L3). Nyamuk tersebut mendapat cacing
filaria kecil(mikrofilaria) sewaktu menghisap darah penderita yang
mengandung mikrofilaria atau binatang reservoar yang mengandung
mikrofilaria.8,9,12

Brugia timori ditularkan oleh An. barbirostris.

Didalam tubuh

nyamuk betina, mikrofilaria yang terisap waktu menghisap darah akan


melakukan penetrasi pada dinding lambung dan berkembang dalam otot
thorax hingga menjadi larva filariform infektif, kemudian berpindah ke
proboscis. Saat nyamuk menghisap darah, larva filariform infektif akan ikut
terbawa dan masuk melalui lubang bekas tusukan nyamuk di kulit. Larva
infektif tersebut akan bergerak mengikuti saluran limfa dimana kemudian
akan mengalami perubahan bentuk sebanyak dua kali sebelum menjadi
cacing dewasa.7
II.6

GEJALA KLINIS
1. Gejala klinis akut filariasis, berupa :

1. Demam berulang ulang selama 3-5 hari. Demam dapat hilang


bila istirahat dan timbul lagi setelah bekerja berat.
2. Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka)
didaerah lipatan paha, ketiak (lymphadentitis) yang tampak
kemerahan, panas dan sakit.
3. Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan
sakit menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan ke arah
ujung (retrograde lymphangitis).
4. Filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan
kelenjar getah bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah
serta darah.
5. Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, kantong zakar yang
terlihat agak kemerahan dan terasa panas (Early Imphodema).
3,7,12

2. Gejala kronis Filariasis berupa :


Pembesaran yang menetap (elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah
dada, buah zakar (elephantiasis skroti). Gejala klinis filariasis disebabkan
oleh cacing dewasa pada sistem limfatik dan oleh reaksi hiperresponsif
berupa occult filariasis. Dalam perjalanan penyakit filariasis bermula
dengan adenolimfangitis akuta berulang dan berakhir dengan terjadinya
obstruksi menahun dari sistem limfatik. Perjalanan penyakit tidak jelas dari
satu stadium ke stadium berikutnya tetapi bila diurut dari masa inkubasi
maka dapat dibagi menjadi : 3,7,12
1.

Masa prepaten

10

Masa prepaten, masa antara masuknya larva infektif sampai


terjadinya mikrofilaremia berkisar antara 37 bulan. Hanya sebagian saja
dari penduduk di daerah endemik yang menjadi mikrofilaremik, dan dari
kelompok mikrofilaremik inipun tidak semua kemudian menunjukkan
gejala klinis. Terlihat bahwa kelompok ini termasuk kelompok yang
asimtomatik amikrofi laremik dan asimtomatik mikrofilaremik.
2.

Masa inkubasi
Masa inkubasi, masa antara masuknya larva infektif sampai

terjadinya gejala klinis berkisar antara 8-16 bulan.

3.

Gejala klinik akut


Gejala klinik akut merupakan limfadenitis dan limfangitis disertai

panas dan malaise. Kelenjar yang terkena biasanya unilateral. Penderita


dengan gejala klinis akut dapat amikrofi laremik maupun mikrofilaremik.
Filariasis bancrofti pembuluh limfe alat kelamin laki-laki sering terkena
disusul funikulitis, epididimitis dan orchitis. Adenolimfangitis inguinal atau
aksila, sering bersama dengan limfangitis retrograd yang umumnya
sembuh sendiri dalam 3-15 hari dan serangan terjadi beberapa kali dalam
setahun.
Filariasis brugia Limfadenitis paling sering mengenai kelenjar inguinal,
sering terjadi setelah bekerja keras. Kadang-kadang disertai limfangitis
retrograd. Pembuluh limfe menjadi keras dan nyeri dan sering terjadi
limfedema pada pergelangan kaki dan kaki. Penderita tidak mampu
bekerja selama beberapa hari. Serangan dapat terjadi 12 x/tahun sampai
beberapa kali perbulan. Kelenjar limfe yang terkena dapat menjadi abses,
memecah, membentuk ulkus dan meninggalkan parut yang khas, setelah
3 minggu 3 bulan.
4.

Gejala menahun

11

Gejala menahun terjadi 10-15 tahun setelah serangan akut


pertama. Mikrofilaria jarang ditemukan pada stadium ini, sedangkan
adenolimfangitis masih dapat terjadi. Gejala menahun ini menyebabkan
terjadinya cacat yang mengganggu aktivitas penderita serta membebani
keluarganya.
Filariasis bancrofti hidrokel paling banyak ditemukan. Di dalam cairan
hidrokel ditemukan mikrofilaria. Limfedema dan elefantiasis terjadi di
seluruh tungkai atas, tungkai bawah, skrotum, vulva atau buah dada, dan
ukuran pembesaran di tungkai dapat 3 kali dari ukuran asalnya.
Chyluria

terjadi

tanpa

keluhan,

tetapi

pada

beberapa

penderita

menyebabkan penurunan berat badan dan kelelahan.


Filariasis brugia elefantiasis terjadi di tungkai bawah di bawah lutut dan
lengan bawah, sedang ukuran pembesaran ektremitas tidak lebih dari 2
kali ukuran asalnya.
II.7

DIAGNOSIS

Didaerah

endemis, bila

ekstremitas

ditemukan adanya

limfedema

disertai dengan kelainan genital laki-laki

di

daerah

pada penderita

dengan usia lebih dari 15 tahun, bila tidak ada sebab lain seperti trauma
atau gagal jantung kongestif kemungkinan filariasis sangat tinggi.
Pemeriksaan laboratorium dapat berupa : 6
1. Identifikasi mikrofilaria dari darah, cairan hidrokel atau walau sangat
jarang dari cairan tubuh lain. Bila sangat diperlukan dapat dilakukan
Diethylcarbamazine provocative test.
2. Identifikasi cacing dewasa pada pembuluh limfe skrotum dan dada
wanita dengan memakai high frequency ultrasound dan teknik Doppler,
cacing dewasa terlihat bergerak-gerak ( filaria dance sign ) dalam
pembuluh limfe yang berdilatasi. Pemeriksaan ini selain memerlukan
peralatan canggih juga sulit mengidentifikasi cacing dewasa di tempat lain.

12

3. Identifikasi antigen filaria ( circulating filarial antigen / CFA ) dengan


teknik : ELISA, Rapid Immu-nochromatography Card. Pemeriksaan ini
memberikan nilai sensitifitas dan spesifitas yang tinggi
4. Identifikasi DNA mikrofilaria melalui pemeriksaan PCR
5. Identifikasi antibodi spesifik terhadap filaria : sedang dikembangkan
lebih lanjut karena hasil dari penelitian awal menunjukkan nilai spesifitas
yang kurang. Penelitian mengenai deteksi antifilaria IgG4 memberi
perbaikan akan kinerja uji identiifikasi antibodi terhadap filaria karena
reaksi silang terhadap antigen cacing lain relatif kecil. Perbaikan kinerja
juga diperlihatkan bila reagen yang dipakai berupa antigen rekombinan
yang spesifik untuk filaria. Uji identifikasi antibodi ini penting untuk
menapis penderita filariasis yang disebabkan oleh Brugia spp. karena uji
identifikasi antigen untuk jenis cacing tersebut belum ada yang
memuaskan.6
II.8

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan leukositosis dengan eosinofilia


sampai 10-30%. Cacing filaria dapat ditemukan dengan pengambilan
darah tebal atau tipis pada waktu malam hari antara jam 10 malam
sampai jam 2 pagi yang dipulas dengan pewarnaan Giemsa atau Wright.
Dengan pemeriksaan sediaan darah jari yang diambil pukul mulai 20.00
malam waktu setempat. Seseorang dinyatakan sebagai penderita
filariasis, apabila dalam sediaan darah tebal ditemukan mikrofilaria. 14
II.9

DIAGNOSIS BANDING

Infeksi bakteri, tromboflebitis atau trauma dapat mengacaukan Filarial


Adeno limfadenitis Akut, Tuberkolosis, Lepra, Sarkoidosis dan penyakit
sistemik granulomatous lainnya seringkali dikacaukan dengan filariasis.3
II.10

PENATALAKSANAAN

13

Terapi filariasis bertujuan untuk mencegah atau memperbaiki perjalanan


penyakit. Obat antifilaria berupa Diethylcarbamazine citrate ( DEC ) dan
Ivermectine. DEC memiliki khasiat anti mikrofilaria dan mampu membunuh
cacing dewasa, Ivermectine merupakan anti mikrofilaria yang kuat tapi
tidak memiliki efek makrofilarisida.

Diethylcarbamazine citrate ( DEC )


Diethylcarbamazine merupakan senyawa sintetis turunan piperazine,
dipasarkan dalam bentuk senyawa garam sitrat ( DEC ).DEC tidak
memiliki efek mematikan yang langsung terhadap mikrofilaria tetapi
dengan merubah struktur permukaan larva sehingga mudah dikeluarkan
dari jaringan tubuh dan membuatnya lebih mudah dihancurkan oleh sistim
pertahanan tuan rumah. Efek mematikan terhadap cacing dewasa secara
in vivo dapat ditunjukkan melalui pemantauan ultrasonografi, namun
mekanisme pastinya belum diketahui.6,15
Dosis 6 mg/kg BB dibagi dalam 3 dosis, setelah makan, selama 12 hari,
pada Tropical Pulmonary Eosinophylia (TPE)

pengobatan diberikan

selama tiga minggu. Pengobatan dapat diulang 6 bulan kemudian bila


masih terdapat mikrofilaremia atau masih menunjukkan gejala. Efek
samping bisa terjadi sebagai reaksi terhadap DEC atau reaksi terhadap
cacing dewasa yang mati. Reaksi terhadap DEC dapat berupa sakit
kepala, malaise, anoreksia, rasa lemah, mual, muntah, dan pusing. Reaksi
tubuh terhadap protein yang dilepaskan pada saat cacing dewasa mati
dapat terjadi beberapa jam setelah pengobatan, didapat 2 bentuk yang
mungkin terjadi yaitu reaksi sistemik dan reaksi lokal. 4,5
Reaksi sistemik dapat berbentuk demam, sakit kepala, nyeri badan,
pusing, anoreksia, malaise dan

muntah-muntah. Reaksi sistemik

cenderung berhubungan dengan intensitas infeksi. Reaksi lokal berbentuk


limfadenitis,abses,dan transien limfedema. Pada Bancroftian filariasis
dapat terjadi funikulitis, epididimitis, dan hidrokel. Perdarahan retina,
14

bronkospame, dan ensefalopati walaupun sangat jarang namun pernah


dilaporkan. Reaksi lokal terjadi lebih lambat namun berlangsung lebih
lama dari reaksi sistemik. Efek samping DEC lebih berat pada penderita
onchorcerciasis , sehingga obat tersebut tidak diberikan dalam program
pengobatan masal di daerah endemis filariasis dengan ko-endemis
Onchorcercia valvulus.6,15
Ivermectin.
Pemberian dosis tunggal ivermectine 150 ug/kg BB efektif terhadap
penurunan derajat mikrofilaria W.bancrofti, namun pada filariasis oleh
Brugia

spp.

penurunan

tersebut

bersifat

gradual.

Efek

samping

ivermectine sama dengan DEC, ivermectine tidak boleh diberikan pada


wanita hamil atau anak anak yang berumur kurang dari 5 tahun. Karena
tidak memiliki efek terhadap cacing dewasa, ivermectine harus diberikan
setiap 6 bulan atau 12 bulan untuk menjaga agar derajat mikrofilaremia
tetap rendah.15
Pengobatan simtomatik
Pemeliharaan kebersihan kulit, dan bila perlu pemberian antibiotik dan
atau anti jamur

akan mengurangi serangan berulang, sehingga

mencegah terjadinya limfedema kronis. Fisioterapi kadang diperlukan


pada

penderita

limfedema

kronis. Antihistamin

dan

kortikosteroid

diperlukan untuk mengatasi efek samping pengobatan. Analgetik dapat


diberikan bila diperlukan.4,5
Pengobatan operatif
Kadang-kadang hidrokel kronik memerlukan tindakan operatif, demikian
pula pada chyluria yang tidak membaik dengan terapi konservatif.
Pengobatan operatif elefantiasis kaki pada umumnya tidak memberi hasil
yang memuaskan, ahir-ahir ini dengan memakai lymphovenous prosedur
diikuti dengan pembuangan jaringan subkutan dan lemak yang berlebihan,

15

disertai dengan drainase postural dan fisioterapi yang adekuat memberi


berbagai keuntungan bagi penderita. 4,5
II.11 PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT
1. Pemberantasan nyamuk dewasa

11

a.Anopheles : residual indoor spraying


b.Aedes : aerial spraying
2. Pemberantasan jentik nyamuk
a.Anopheles : Abate 1%
b.Culex : minyak tanah
c. Mansonia : melenyapkan tanaman air tempat perindukan,
mengeringkan rawa dan saluran air
3. Mencegah gigitan nyamuk
a. Menggunakan kawat nyamuk/kelambu
b.Menggunakan Repellent
Penyuluhan tentang penyakit filariasis dan penanggulangannya perlu
dilaksanakan sehingga terbentuk sikap dan perilaku yang baik untuk
menunjang penanggulangan filariasis. Sasaran penyuluhan adalah
penderita filariasis beserta keluarga dan seluruh penduduk daerah
endemis, dengan harapan bahwa penderita dengan gejala klinik filariasis
segera memeriksakan diri ke Puskesmas, bersedia diperiksa darah kapiler
jari dan minum obat DEC secara lengkap dan teratur serta menghindarkan
diri dari gigitan nyamuk. Evaluasi hasil pemberantasan dilakukan setelah 5
tahun, dengan melakukan pemeriksaan vektor dan pemeriksaan darah
tepi untuk deteksi mikrofilaria. 11
II.12

PROGNOSIS

Prognosis penyakit ini tergantung dari jumlah cacing dewasa dan


mikrofilaria dalam tubuh penderita, potensi cacing untuk berkembang biak,
kesempatan untuk infeksi ulang dan aktivitas RES.Pada kasus-kasus dini

16

dan sedang, prognosis baik terutama bila pasien pindah dari daerah
endemik. Pengawasan daerah endemik tersebut dapat dilakukan dengan
pemberian obat, serta pemberantasan vektornya. Pada kasus-kasus lanjut
terutama dengan edema pada tungkai, prognosis lebih buruk.

17

BAB III
RANGKUMAN DAN SARAN

A.

RANGKUMAN

Penyakit Kaki Gajah (Filariasis atau Elephantiasis ) adalah golongan


penyakit menular yang disebabkan oleh cacing Filaria yang ditularkan
melalui

berbagai

jenis

nyamuk,

bersifat

menahun,

dan

dapat

menimbulakan cacat yang menetap. Manifestasi klinis filariasis sangat


bervariasi bisa berupa asimtomatik, subklinis, sampai manifestasi klinis
berat. Dapat didiagnosis dengan cara menemukan adanya mikrofilaria
pada pemeriksaan darah yang diambil pada malam hari.
Mekanisme penularan yaitu ketika nyamuk yang mengandung larva
infektif menggigit manusia maka terjadi infeksi mikrofilaria. Tahap
selanjutnya ditubuh manusia, larva memasuki sistem limfe dan tumbuh
menjadi cacing dewasa. Kumpulan cacing filaria dewasa ini menjadi
penyebab

penyumbatan

pada

pembuluh

limfe.

Akibatnya

terjadi

pembengkakan kelenjar limfe, tungkai, dan alat kelamin.


Pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan
nyamuk. Pengobatan filariasis dengan menggunakan DEC dan Ivermectin
selain pembedahan. Deteksi daerah endemis dilakukan melalui penemuan
penderita

elephantiasis

dan

pemberantasan

dilaksanakan

oleh

Puskesmas melalui pengobatan dan penyuluhan.

B.

SARAN
1.

Menjaga kebersihan lingkungan dengan cara pemberantasan


jentik nyamuk merupakan syarat utama untuk menghindari
infeksi filariasis.

18

2.

Pelaksanaan

penyuluhan

dan

penanggulangan

penyakit

filariasis sehingga terbentuk sikap dan perilaku yang baik untuk


menunjang penanggulangan filariasis.
3.

Menghindarkan diri dari gigitan nyamuk dengan pemakaian


kelambu ataupun Repellent.

19

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman RE, HB Jenson, RM Kliegman. Lymphatic Filariasis


(Brugria Malayi, Brugria timori, Wuchereria Bancrofti) in Nelson
Textbook of Pediatric 18th Edition.2007 : 1502-1503
2. Rudolph Colin D, AM Rudolph. Parasitic Disease in Rudolphs
Pediatrics Textbook of Pediatric 21st Edition.2007 : 1106-1108
3. Soedarmo Sumarmo SP, Herry garna, Sri Rezeki SH, Hindra
Irawan S. Filariasis dalam Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis
Edisi Kedua. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, 2010 :
400-407
4. World Health Organization
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs102/en/
Lymphaticf Filariasis.Diakses pada tanggal 14 Januari 2011
pukul 20.17 WIB
5. World Health Organization.
http://www.who.int/lymphatic_filariasis/epidemiology/en/
Lymphatic Filariasisi, Epidemiology. Diakses pada tanggal 14
Januari 2011 pukul 21.00 WIB
6. Tips kesehatan anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia. Diunduh
dari: http://www.idai.or.id/kesehatananak/artikel.asp?
q=200912011554 .Filariasis Limfatik. Diakses pada tanggal 14
Januari Pukul 20.01WIB
7. Doctorology. Diunduh dari: http://doctorology.net/?p=92 Infeksi
Brugria timori. Diakses pada tanggal 14 januari 2011 pukul
20.05 WIB
8. Melindacare. Waspadai Filariasis , Si Kaki Gajah. Diunduh
dari:
http://www.melindahospital.com/modul/user/detail_artikel.php?
id=705_ Waspadai-Filariasis,-Si-Kaki-Gajah. Diakses Tanggal
06 januari 2011 Pukul 18.02 WIB
9. Majalah Farmacia. Filariasis Limfatik di indonesia. Diunduh
dari:

20

http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?
IDNews=75 . Diakses pada tanggal 14 Januari 2011 pukul
21.00
10. Pusat informasi penyakit infeksi. Filariasis. Diunduh dari:
http://www.infeksi.com/articles.php?1ng=in&pg=32 Diakses
pada tanggal 14 Januari 2011 pukul 21.13
11. Sri Oemijati, Masalah Dalam Pemberantasan Filariasis di
Indonesia. Diunduh dari:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/0464MasalahdalamPembe
rantasanFilariasis.pdf/04 64
MasalahdalamPemberantasanFilariasis.pdf Diakses pada
tanggal 14 Januari 2011 pukul 21.05
12. Wikipedia Filariasis. Diunduh dari:
http://en.wikipedia.org/wiki/Filariasis Diakses pada tanggal 14
Januari 2011 pukul 22.00
13. http://emedicine.medscape.com/article/998011-overview
Diakses pada tanggal 10 Januari 2011 pukul 19.32 WIB
14. http://emedicine.medscape.com/article/998011-diagnosis
Diakses pada Tanggal 10 Januari 2011 pukul 19.35
15. http://emedicine.medscape.com/article/998011-treatment
Diakses Pada Tanggal 10 Januari 2011 Pukul 19.37 WIB
16. http://emedicine.medscape.com/article/998011followup[ Diakses Tanggal 10 Januari 2011 Pukul 19.39 WIB]

21

22

Anda mungkin juga menyukai