BAB I
PENDAHULUAN
rate (Mf rate) 3,1 %, berarti sekitar 6 juta orang sudah terinfeksi cacing filaria dan
sekitar 100 juta orang mempunyai resiko tinggi untuk ketularan karena nyamuk
penularnya tersebar luas. Penyebab penyakit filriasis (kaki gajah) adalah tiga
spesies cacing filarial yaitu; Wucheria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori.
1.2
1.2 Permasalahan
1. Di Indonesia penyakit Filariasis (Kaki Gajah) tersebar luas hampir di
seluruh propinsi.
2. Hasil survei pada tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa di 647
Puskesmas tersebar di 231 Kabupaten 26 Propinsi sebagai lokasi yang
endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233 orang.
3. 6 juta orang sudah terinfeksi cacing filaria dan sekitar 100 juta orang
mempunyai resiko tinggi untuk ketularan karena nyamuk penularnya
tersebar luas.
4. Pada tahun 2004, filaria telah menginfeksi 120 juta penduduk di 83 negara
diseluruh dunia. Di Indonesia dilaporkan 22 provinsi, diperkirakan telah
terinfeksi filariasis sebanyak 150 juta manusia dan tertinggi di Irian Jaya.
5. Tahun 2008, dilaporkan jumlah kasus kronis filariasis secara kumulatif
adalah sebanyak 11.699 kasus di 378 kabupaten/kota.
6. Hasil pemetaan nasional diketahui prevalensi mikrofilaria sebesar 19%,
artinya kurang lebih 40 juta orang di dalam tubuhnya mengandung
mikrofilaria (cacing filaria) yang mudah ditularkan oleh berbagai jenis
nyamuk.
7. Lebih dari 20 spesies nyamuk menjadi vektor filariasis
1.3 Tujuan
1.3.1
Tujuan Umum
Menurunkan angka kejadian filariasis di Indonesia dengan pemberantasan
penyakit filariasis menggunakan pendekatan kesehatan lingkungan
1.3.2
Tujuan Khusus
Diketahuinya
cara
pemberantasan
penyakit
filariasis
dengan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi : 4
Filariasis adalah Penyakit zoonosis menular ( Penyakit Kaki Gajah ) yang
disebabkan oleh cacing Filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.
Penyakit ini banyak ditemukan di wilayah tropika seluruh dunia Penyakit ini
bersifat menahun ( kronis ) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat
menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin
baik perempuan maupun laki-laki. Penyakit ini baru menimbulkan gejala setelah
terpapar selama beberapa tahun.
golongan filarial ini, hanya 8 spesies yang dapat menyebabkan infeksi alamiah
pada manusia. 8 parasit golongan filarial tersebut diklasifikasikan berdasarkan
habitat cacing dewasa pada hospes vertebrata, yaitu:
- Cutaneous group : Loa loa, Onchocerca volvulus, Mansonella streptocerca
- Lymphatic group: Wucheria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori
- Body canity group: Mansonella perstans, Mansonella ozzardifil.
Parasit jenis kutaneus dan limfatik paling banyak menimbulkan gejala
yang menarik perhatian secara klinis. Sedangkan jenis limfatik itu sendiri
merupakan jenis yang paling sering menyerang manusia. Infeksi W. bancrofti
tersebar di seluruh daerah tropis dan subtropis, terutama di daerah pantai dan
pulau-pulau dengan musim panas yang panjang dan kelembapan udara yang
tinggi, antara lain Afrika, Asia, dan Amerika Serikat. Sementara B.malayi terbatas
di Pasifik Selatan dan Asia Tenggara.
Tiga jenis cacing filarial yang termasuk di dalam Limfatik, yakni Brugia
malayi (Malayan filariasis), Brugia timori dan Wuncheria bancrofti (bancrofti
filariasis, memiliki daur hidup yang mirip. Cacing filarial masuk ke dalam tubuh
manusia ketika manusia digigit oleh nyamuk yang mengandung larva infektif.
Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa penyebab kaki gajah adalah
akibat tiga spesies cacing filarial yakni Wucheria bancrofti, Brugia malayi dan
Brugia timori dengan vektor penular nyamuk, baik itu nyamuk rumah, got, hutan
atau rawa. Di Indonesia, hingga saat ini telah diketahui ada 23 spesies nyamuk
dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes & Armigeres yang dapat berperan
sebagai vektor penular penyakit kaki gajah. Penyebab kaki gajah sendiri bukanlah
larva cacing filaria, tapi anak cacing filaria itu, yang disebut dengan larva
mikrofilaria.
Larva filarial masuk ke dalam tubuh manusia melalui sekresi gigitan
nyamuk. Selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun stadium ini berkembang
menjadi cacing dewasa yang bertempat tinggal dalam saluran limfe. Cacing betina
dewasa yang matang secara seksual melepaskan sejumlah besar mikrofilia yang
bersirkulasi dalam aliran darah. Siklus hidup parasit disempurnakan ketika
nyamuk menelan organisme ini dalam darah. Parasit filaria ditularkan melalui
B.Malayi yang dapat hidup pada hewan merupakan sumber infeksi pada
manusia. Hewan yang sering ditemukan mengandung infeksi adalah kucing dan
kera terutama jenis Presbytis, meskipun hewan lain mungkin juga terkena infeksi.
Vektor :
Banyak
spesies
nyamuk
yang
ditemukan
sebagai
vektor
di
daerah
perkotaan
quinguefasciatus,menggunakan
air
(urban)
kotor
dan
ditularkan
tercemar
oleh
Culex
sebagai
tempat
meskipun infeksi klinis tidak begitu nyata. Manifestasi filariasis akut maupun
kronis biasanya timbul hanya setelah paparan yang intens dan berulang dalam
beberapa tahun terhadap vektor yang terinfeksi pada daerah endemis
Individu-individu yang paling berisiko adalah mereka yang bekerja pada
daerah-daerah dimana terdapat pemaparan kronis dengan nyamuk yang
mengandung larva, seperti pada daerah-daerah urban yang padat dengan sanitasi
buruk. Biasanya pendatang baru ke daerah endemis lebih rentan terhadap infeksi
filariasis dan lebih menderita daripada penduduk asli.
Faktor lingkungan fisik dan non fisik ikut mempengaruhi penyebaran
penyakit Filariasis, faktor lingkungan tersebut antara lain ;
1.
Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik yang mendukung penyebaran penyakit Filariasis yakni ;
lingkungan tempat tinggal dimana banyak terdapat tempat penampungan
air khususnya air yang kotor
lingkungan sekitar (pekarangan) yang gelap dan banyak ditemukan
2.
antara lain :
Kebiasaan tidur dalam ruangan yang gelap dan terbuka tanpa menggunakan
penyakit ini
Faktor ekonomi merupakan faktor yang juga ikut menentukan timbulnya
Filariasis . Sebagai contoh,faktor ekonomi tinggi yang sibuk bekerja maka
terkadang pekerjaan untuk menguras bak mandi, tempayan seminggu sekali
sangat memberatkan kehidupan mereka.
10
11
12
Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang
menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde
lymphangitis)
Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak
kemerahan dan terasa panas (early lymphodema)
Gejala klinis yang kronis berupa pembesaran yang menetap (elephantiasis)
pada tungkai, lengan, buah dada, buah zakar (elephantiasis skroti).
Manifestasi klinis sebagai infeksi W.Bancrofti terbentuk beberapa bulan
hingga beberapa tahun setelah infeksi, tetapi beberapa orang yang hidup di daerah
endemis tetap asimptomatik selama hidupnya. Mereka yang menunjukkan gejala
akut biasanya mengeluh demam, lymphangitis, lymphadenitis, orchitis, sakit pada
otot, anoreksia, dan malaise. Mula-mula cacing dewasa yang hidup dalam
pembuluh limfe menyebabkan pelebaran pembuluh limfe terutama di daerah
kelenjar limfe, testis, dan epididimis, kemudian diikuti dengan penebalan sel
endhotel dan infiltrasi sehingga terjadi granuloma. Pada keadaan kronis, terjadi
pembesaran kelenjar limfe,hidrocele, dan elephantiasis. Hanya mereka yang
hipersensitif, elephantiasis dapat terjadi. Elephantiasis kebanyakan terjadi di
daerah genital dan tungkai bawah,biasanya disertai infeksi sekunder dengan fungi
dan bakteri. Suatu sindrom yang khas terjadi pada infeksi dengan Wucheria
bancrofti dinamakan Weingartners syndrome atau Tropical pulmonary
eusinophilia.
Gejala yang sering di jumpai pada orang yang terinfeksi B.malayi adalah
lymphadenitis, limphangitis yang berulang-ulang disertai demam.
13
eosinofilia paru tropis. Anak-anak yang dilahirkan oleh ibu mikrofilaremia dapat
menderita hiporesponsif terhadap antigen mikrofilaria.
2.6 Diagnosis : 1,7
Filariasis dapat ditegakkan secara Klinis yaitu
Dengan pemeriksaan darah jari yang dilakukan mulai pukul 20.00 malam
waktu setempat, seseorang dinyatakan sebagai penderita Filariasis, apabila
dalam sediaan darah tebal ditemukan mikrofilaria.
1. Diagnosis Parasitologi
a.
b.
2. Radiodiagnosis
a. Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) pada skrotum dan kelenjar
getah bening inguinal.
b. Pemeriksaan limfosintigrafi dengan menggunakan dekstran atau albumin
yang ditandai dengan adanya zat radioaktif.
14
3. Diagnosis imunologi
Dengan teknik ELISA dan imunochromatographictest (ICT) menggunakan
antibodi monolklonal yang spesifik.
2.7 Pencegahan :5
Terutama dengan berusaha menghindarkan diri dari gigitan nyamuk vector
(mengurangi kontak dengan vector) misalnya dengan menggunakan kelambu
sewaktu tidur, menutup ventilasi rumah dengan kasa nyamuk, dll. Lebih penting
dengan cara mengendalikan populasi nyamuk, yakni:
15
BAB III
PEMBAHASAN
Pemberantasan Filariasis
Sebaiknya pemberantasan filariasis ditangani pada semua fase yaitu
pemberantasan parasitnya pada semua hospes, pemberantasan nyamuk vektornya
dan penanganan lingkungannya yang dapat mendukung kelestarian lingkaran
hidup parasit.
Pengendalian Vektor
Di Thailand telah dicoba pengendalian vektor filariasis berfokus perbaikan
lingkungan sebagai berikut :
1. Memperbaiki sistem drainage di perkotaan dengan maksud mengurangi
penyebaran filariasis bancrofti tipe urban
2. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam usaha mencegah timbulnya
man-made container breeding site mosquito
3. Menghilangkan tanaman air (Pistia, Eichornia) di rawa-rawa sangat
bermanfaat dalam pengendalian populasi nyamuk Mansonia sp
16
4. Meningkatkan
penggunaan
polystylene
balls
sebagai
usaha
17
patogen
seperti Bacillus
thuringiensis dan
Nematoda
18
Untuk hal ini perlu kerjasama lintas sektoral dan yang lebih penting adalah
peranserta masyarakat yang dapat ditingkatkan melalui penyuluhan-penyuluhan
yang adekuat
Kebiasaan :
Penduduk di daerah endemis filariasis umumnya pekerjaan pokoknya
bertani di ladang atau menyadap karet di hutan. Pekerjaan ini biasanya mereka
lakukan hingga sore /senja hari. Malahan tidak jarang tinggal/tidur di tempat kerja
seperti itu dalam waktu relatif lama. Selain itu penduduk di daerah endemis
sewaktu tidur biasanya tidak menggunakan/memasang kelambu. Karena itu risiko
mendapat filariasis sangat besar.
Sikap
Masih banyak diantara penduduk yang menolak dilakukan pengobatan dan
19
20
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Filariasis adalah suatu infeksi sistemik yang disebabkan oleh cacing
filarial yang cacing dewasanya hidup dalam saluran limfe dan kelenjar limfe
manusia dan ditularkan oleh serangga secara biologik.
Parasit filaria ditularkan melalui spesies nyamuk khusus atau arthropoda
lainnya,memiliki stadium larva serta siklus hidup yang kompleks. Anak dari
cacing dewasa berupa microfilaria bersarang,terdapat di dalam darah dan paling
sering ditemukan di aliran darah tepi. Mikrofilaria ini muncul di peredaran darah
enam bulan sampai satu tahun kemudian dan dapat bertahan hidup hingga 5-10
tahun. Pada Wucheria bancrofti microfilaria berukuran 250-300 x 7-8 mikron.
Sedangkan pada Brugria malayi dan Brugria timori,microfilaria berukuran 177230 mikron.
Untuk dapat memahami epidemiologi filariasis kita perlu memperhatikan
faktor-faktor seperti hospes, hospes reservoir, vektor dan keadaaan lingkungan.
Gejala klinis Filariasis Akut yang harus diperhatikan yaitu :
21
Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang
menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde
lymphangitis)
Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak
kemerahan dan terasa panas (early lymphodema)
Gejala klinis yang kronis berupa pembesaran yang menetap (elephantiasis)
pada tungkai, lengan, buah dada, buah zakar (elephantiasis skroti).
Dengan pemeriksaan darah jari yang dilakukan mulai pukul 20.00 malam
waktu setempat, seseorang dinyatakan sebagai penderita Filariasis, apabila
dalam sediaan darah tebal ditemukan mikrofilaria.
4.2 Saran
22
23
DAFTAR PUSTAKA
Kiki,
dr.
Filariasis.
Diunduh
www.ginapriani.wordpress.com/2010/01/28
24
dari
25