Anda di halaman 1dari 20

PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT

FILARIASIS

OLEH
KELOMPOK 1

ABD ARIF ARUMASI 811418014


ANITA ANDANG 811418010
DELIA WINDIYANI EKA PUTRI DAKA 811418071
NURNAWINDI LAMANI 811418101
SITI KHAIRUN NI’MAH ISHAK 811418032
SITI RAHMATIA ALI 811418035

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2021
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Filariasis (Penyakit kaki gajah) atau juga dikenal dengan elephantiasis adalah
penyakit menular dan menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filarial yang
ditularkan melalui gigitan berbagai spesies nyamuk. Di Indonesia, Vektor
menular filariasis hingga saat ini telah diketahui ada 23 spesies nyamuk dari
genus Anopheles, Culex,Mansonia,Aedes, dan Armigeres. Filariasis dapat
menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, tangan dan organ kelamin.
Filariasis merupakan jenis penyakit reemerging desease, yaitu penyakit yang
dulunya sempat ada, kemudian tidak ada dan sekarang muncul kembali. Kasus
penderita filariasis khas ditemukan diwilayah dengan iklim sub tropis dan tropis,
seperti diindonesia. Filariasis pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun
1877,setelah itu tidak muncul dan sekarang belum diketahui bagaimana
perkembangannya. Filariasis tersebar luas hampir diseluruh provinsi di
Indonesia. Berdasarkan laporan dari hasil survey pada tahun 2000 yang loalu
tercatat sebanyak 1553 desa di 647 puskesmas tersebar di231 kabupaten 26
provinsi sebagai lokasi yang endemis,dengan jumlah kasus kronis 6233 orang.
Upaya pemberantasan filariasis tidak bias dilakukan oleh pemerintah
semata.masyarakat juga harus ikut memberantas penyakit ini secara aktif.
Dengan mengetahui mekanisme penyebaran filariasis dan upaya pencegahan,
pengobatan serta rehabilitasnya, diharapkan program Indonesia sehat berkeadilan
tahun 2015 dapat terwujud salah satunya adalah terbebas dari endemic filariasis.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, dapat ditarik suatu rumusan masalah antara lain sebagai
berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan Filariasis?
2. Apa Penyebab Filariasis?
3. Apa Tanda-Tanda dan Gejala Penyakit Filariasi?
4. Bagaimana Rantai Penularan Penyakit Filariasis?
5. Apa Epidemiologi Penyakit Filariasis?
6. Bagaimana Program Penanggulangan Penyakit Filariasis?
C. Tujuan
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah mengacu pada rumusan
masalah diatas sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Filariasis
2. Untuk mengetahui Penyebab Filariasis
3. Untuk mengetahui Tanda-Tanda dan Gejala Penyakit Filariasi
4. Untuk mengetahui Rantai Penularan Penyakit Filariasis
5. Untuk mengetahui Epidemiologi Penyakit Filariasis
6. Untuk mengetahui Program Penanggulangan Penyakit Filariasis
D. Manfaat
Manfaat penyusunan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan
mahasiswa mengenai segala sesuatu tentang filariasis, Penyebab Filariasis,
Tanda-Tanda dan Gejala Penyakit Filariasi, Rantai Penularan Penyakit Filariasis,
Epidemiologi Penyakit Filariasis dan Program Penanggulangan Penyakit Filariasi.
A. PENGERTIAN FILARIASIS
Filariasis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filaria
yang ditularkan melalui berbagai jenis nyamuk diantaranya anopheles, Culex,
Mansonia, dan Aedes.Terdapat tiga jenis spesies cacing penyebab Filariasis yaitu
Wuchereria bancrofi, Brugia malayi, dan Brugia timori. Cacing tersebut hidup di
kelenjer dan saluran getah bening sehingga menyebabkankerusakan pada sistem
limfatik yang dapat menimbulkan gejala akut dan kronis seperti pembesaran
abnormal bagian tubuh, menyebabkan rasa sakit, cacat, dan stigma sosial.Gelaja
akut berupa peradangan kelenjer dan saluran getah bening (adenplimfangitis)
terutama di daerah pangkal paha dan ketiak tetapi juga bisa pada bagian tubuh
lainnya. Gejala kronis terjadi akibat penyumbatan aliran limfa terutama di daerah
yang sama dengan terjadinya peradangan dan menimbulkan gejala seperti kaki
gajah.
Filariasis merupakan salah satu penyakit tertua dan paling melemahkan yang
dikenal dunia.Filariasis limfatik diidentifikasikan sebagai penyebab kecacatan
menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental
(WHO, 2009).Penyakit Filariasis umumnya banyak terdapat pada wilayah
tropis.Menurut data dari WHOtahun 2009, urutan negara yang terdapat penderita
mengalami penyakit kaki gajah adalah Asia Selatan (India dan Bangladesh),
Afrika, Pasifik dan Amerika.Belakangan banyak pula terjadi diAsia Tenggara
(Negara Thailand dan Indonesia).
WHO telah mengidentifikasikan bahwa, Filariasis sebagai penyebab kedua
dari kecacatan yang lama dan permanen di dunia setelah Lepra. Filariasis terjadi
akibat dari respon hospes terhadap microfilariaUntuk wilayah Indonesia,
berdasarkan survai yang dilaksanakan pada tahun 2000-2004, terdapat lebih dari
8000 orang menderita klinis kronis Filariasis (elepantiasis) yang tersebar di
seluruh propinsi. Secara epidemiologi, data ini mengidentifikasikan lebih dari 60
juta penduduk Indonesia berada di daerah yang beresiko tinggi tertular filariasis,
dengan 6 juta penduduk diantaranya telah terinfeksi.
B. Penyebab Filariasis
1. Host(Manusia dan Nyamuk)
a. Manusia
Host adalah organisme,biasannya manusia atau hewan yang menjadi tempat
persinggahan penyakit.Penjamu memberikan tempat dan penghidupan kepada
suatu patogen (mikroorganisme penyebab penyakit)dan dia bias saja terkena atau
tidak terkena penyakit.
1) Umur
Filariasis menyerang pada semua kelompok umur. Pada dasarnya setiap
orang dapat tertular filariasis apabila mendapat tusukan nyamuk
infektif(mengandung larva stadium 3) ribuan kali.
2) Jenis Kelamin
Semua jenis kelamin dapat terinfeksi mikrofilaria.insiden
filariasispadalaki-lakilebihtinggidaripadainsidenfilariasispadaperempuan
karena umumnya laki-laki lebih sering kontak
denganvektorkarenapekerjaannya.
3) Imunitas
Orang yang pernah terinfeksi filariasis sebelumnya tidak
terbentukimunitasdalamtubuhnyaterhadapfilariademikianjugayangtinggal
di daerah endemis biasanya tidak mempunyai imunitas alamiterhadap
penyakit filariasis.Pada daerah endemis filariasis,
tidaksemuaorangterinfeksifilariasisdanorangyangterinfeksimenunjukkange
jalaklinis.Seseorangyangterinfeksifilariasistetapi belum menunjukkan
gejala klinis biasanya terjadi perubahan-perubahanpatologisdalam
tubuhnya.
4) Ras
Pendudukpendatangpadasuatudaerahendemisfilariasismempunyairisikoteri
nfeksifilariasislebihbesardibandingpenduduk asli. Penduduk pendatang
dari daerah non endemis
kedaerahendemis,misalnyatransmigran,walaupunpadapemeriksaan
darahjaribelumatausedikitmengandungmikrofilaria,akantetapisudahmenunj
ukkan gejalaklinisyanglebih berat.
b. Nyamuk
Nyamuk termasuk serangga yang melangsungkan siklus kehidupandi air.
Kelangsungan hidup nyamuk akan terputus apabila tidak ada air.Nyamuk dewasa
sekali bertelur sebanyak ± 100-300 butir, besar telursekitar 0,5 mm. Setelah 1-2
hari menetas menjadi jentik, 8-10 harimenjadikepompong(pupa),dan1-
2harimenjadi nyamukdewasa.

2. Agent (Faktor Penyebab)


Agent penyakit adalah suatu substansi atau elemen-elemen
tertentuyangkeberadaannyabisamenimbulkanataumempengaruhiperjalanansuatu
penyakit.

3. Faktor Lingkungan
Lingkungan sangat berpengaruh terhadap distribusi kasus filariasis danmata
rantai penularannya. Biasanya daerah
daerahendemisW.bancroftitipeperkotaan(urban)adalahdaerah-dae-
rahperkotaanyangkumuh,padatpenduduknyadanbanyakgenanganairkotorsebagaiha
bitatdarivektoryaitunyamukCx.quinquefasciatus.
Secara umum lingkungan dapat dibedakan menjadilingkungan fisik,
lingkungan biologik dan lingkungan sosial, ekonomi danbudaya.
a. Lingkungan Fisik
1) Suhu Udara
Suhu adalah besaran yang menyatakan derajat panas dinginsuatu benda/
ruangan. Nyamuk adalah binatang berdarah dingin dankarenanya proses
metabolisme dan siklus hidupnya bergantung padasuhulingkungan.Suhu
udara yang optimum bagi kehidupannyamukberkisar antara25-30oC.
Suhuudaratidakhanyaberpengaruhpadavektortetapijugapertumbuhanparasit
didalamtubuhvektor.
2) Kelembaban Udara
Kelembaban berpengaruh terhadap pertumbuhan, masa
hidupsertakeberadaannyamuk.Kelembabanyangrendahakanmemperpendek
umur nyamuk. Kelembaban mempengaruhi kecepatanberkembang biak,
kebiasaan menggigit, istirahat, dan lain-lain darinyamuk. Tingkat
kelembaban 60% merupakan batas paling
rendahuntukmemungkinkanhidupnyanyamuk.Padakelembabanyangtinggin
yamukmenjadilebihaktifdanlebihseringmenggigit,sehingga meningkatkan
penularan.
3) Angin
Kecepatan angin pada saat matahari terbit dan terbenam
yangmerupakansaatterbangnyanyamukkedalamataukeluarrumah,adalah
salah satu faktor yang ikut menentukan jumlah kontak antaramanusia
dengan nyamuk.Jarak terbang nyamuk (flight range) dapatdiperpendek
atau diperpanjang tergantung kepada arah
angin.JarakterbangnyamukAnophelesadalahterbatasbiasanyatidaklebihdari
2-3 km dari tempat perindukannya.Bila ada angin yang kuat
nyamukAnophelesbisaterbawasampai 30km.
4) Hujan
Hujanberhubungandenganperkembanganlarvanyamukmenjadibentukdewa
sa.Besarkecilnyapengaruhtergantung padajenis hujan, derasnya hujan,
jumlah hari hujan jenis vektor dan jenistempatperkembangbiakan
(breedingplace).
5) Sinar Matahari
Sinarmataharimemberikanpengaruhyangberbeda-bedapadaspesies
nyamuk. Nyamuk An. aconitus lebih menyukai tempat
untukberkembangbiakdalamairyangadasinarmataharidanadanyapeneduh.
Spesies lain tidak menyukai air dengan sinar matahari yangcukup tetapi
lebih menyukai tempat yang rindang, Pengaruh
sinarmatahariterhadappertumbuhanlarvanyamukberbeda-
beda.An.sundaicus lebih suka tempat yang teduh, An. hyrcanus spp dan
An.punc-
tulatusspplebihmenyukaitempatyangterbuka,danAn.barbirostrisdapathidup
baikditempatteduhmaupunyangterang.
6) Arus Air
Tempat perkembangbiakan nyamuk adalah genangan-
genanganair,baikairtawarmaupunairpayau,tergantungdarijenisnyamuknya.
Air ini tidak boleh tercemar harus selalu berhubungandengan
tanah.Berdasarkan ukuran, lamanya air (genangan air tetapatau sementara)
dan macam tempat air, klasifikasi genangan airdibedakanatasgenanganair
besardan genanganair kecil.
7) Keadaan Dinding
Keadaanrumah,khususnyadindingrumahberhubungandengankegiatanpenye
mprotanrumah(indoorresidualspraying)karena insektisida yang
disemprotkan ke dinding akan menyerap
kedindingrumahsehinggasaatnyamukhinggapakanmatiakibatkontak
dengan insektisida tersebut. Dinding rumah yang terbuat
darikayumemungkinkanlebihbanyaklagilubanguntukmasuknyanyamuk.
b. Lingkungan Biologi
Lingkunganbiologidapatmenjadifaktorpendukungterljadinyapenularan
filariasis. Contoh lingkungan biologik adalah adanya tanaman air,genangan air,
rawa-rawa, dan semak-semak sebagai tempat pertumbuhannyamuk Mansonia spp.
Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan
berbagaitumbuhanlaindapatmempengaruhikehidupanlarvakarenaiadapatmenghala
ngi sinar matahari atau melindungi dari serangan makhluk hiduplainnya.
c. Lingkungan Kimia
Dari lingkungan ini yang baru diketahui pengaruhnya
adalahkadargaramdaritempatperkem-
bangbiakan.SebagaicontohAn.sundaicustumbuhoptimalpadaairpayauyangkadargar
amnyaberkisar antara 12–18% dan tidak dapat berkembang biak pada kadargaram
40% ke atas, An. letifer dapathidupditempat yangasam/pHrendah.
d. LingkunganSosial,Ekonomi,danBudaya
Lingkungan sosial, ekonomi dan kultur adalah lingkungan
yangtimbulsebagaiakibatadanyain-
teraksiantarmanusia,termasukperilaku,adatistiadat,budaya,kebiasaandantradisipen
duduk.Kebiasaan bekerja di kebun pada malam hari atau kebiasaan
keluarpadamalamhari,ataukebiasaantidurperludiperhatikankarena berkaitan
dengan intensitas kontak vektor (bila vektornya
menggigitpadamalamhari).Insidenfilariasispadalaki-lakilebihtinggidaripada
insidensfilariasispada perempuankarenaumumnyalaki-
lakilebihseringkontakdenganvektor karena pekerjaannya.
1) Kebiasaankeluarrumah
Kebiasaan untuk berada di luar rumah sampai larut
malam,dimanavektornyabersifateksofilikdaneksofagikakanmemudahkangig
itannyamuk.
2) Pemakaiankelambu
Kelambuadalahtiraiyang berbentukjaring-jaring untukmelindungi diri dari
serangga.Pemakaian kelambu sangat
efektifdanbergunauntukmencegahkontakdengannyamuk.
3) Obatantinyamuk
Kegiatan ini hampir seluruhnya dilaksanakan sendiri
olehmasyarakatsepertiberusahamenghindarkandiridarigigitannyamukvekto
r(mengurangikontakdenganvektor)misalnyamenggunakanobatnyamuksem
protatauobatnyamukbakar,mengoleskulitdenganobatantinyamuk,ataudenga
ncaramemberantasnyamuk.
4) Pekerjaan
Pekerjaanadalahsuatuhubunganyangmelibatkanduabelahpihakantaraperusa
haandenganpekerjanya/karyawan.Pekerjaan yang dilakukan pada jam-jam
nyamuk mencari darahdapat berisiko untuk terkena filariasis, diketahui
bahwa pekerjaanpada malam hari ada hubungan dengan kejadian filariasis.

C. Tanda-Tanda dan Gejala Penyakit Filariasi


Perkembangan penyakit filariasis terbagi menjadi tiga tahap yaitu tahap
inkubasi, tahap akut, dan tahap kronis.Di daerah endemis filariasis sebagian besar
penderita filariasis tidak menunjukkan gejala namun positif mikrofilaremia
(Zaman & Mary, 2008).
Mikrofilaria yang berkembang menjadi cacing dewasa dapat menimbulkan
limfangitis akibat iritasi mekanik dan sekresi toksik yang dikeluarkan oleh cacing
betina.Cacing yang mati juga dapat menimbulkan obstruksi limfatik akibat dari
fibrosis saluran limfe dan proliferasi endotel saluran limfe.Obstruksi ini kemudian
menyebabkan terjadinya varises saluran limfe, elefantiasis, dan hidrokel.Apabila
saluran limfe kandung kemih, varises saluran limfe atau ginjal pecah, maka cairan
limfe dapat masuk ke dalam aliran urin penderita. Akibatnya urin menjadi
berwarna putih susu dan mengandung lemak, albumin, dan fibrinogen. Keadaan
ini disebut kiluria, dan kadang-kadang juga mengandung mikrofilaria (Soedarto,
2009).
Gejala filariasis dapat dibagi menjadi periode atau tahapan yang berlangsung
yaitu tahap akut dan kronis (Zaman & Mary, 2008). Kedua tahap ini dijelaskan
secara ringkas sebagai berikut:
Gejala Klinis Akutberupa limfadenitis, limfangitis, adenolimfangitis yang
disertai demam, sakit kepala, rasa lemah dan timbulnya abses.Abses dapat pecah
dan kemudian mengalami penyembuhan dengan meninggalkan parut, terutama di
daerah lipat paha dan ketiak. Parut lebih sering terjadi pada infeksi B. malayi dan
B. timori dibandingkan karena infeksi W. bancrofti, demikian juga dengan
timbulnya limfangitis dan limfadenitis, tetapi sebaliknya, pada infeksi W.
bancrofti sering terjadi peradangan buah pelir (orkitis), peradangan epididimus
(epididimitis), dan peradangan funikulus spermatikus (funikulitis) (Depkes RI,
2008).
Gejala Klinis Kronis Gejala kronis terdiri dari limfedema, lymp scrotum,
kiluria, dan hidrokel (Depkes RI, 2008).
1. Limfedema Pada infeksi W. bancrofti, terjadi pembengkakan seluruh kaki,
seluruh lengan, skrotum, penis, vulva vagina dan payudara, sedangkan pada
infeksi Brugia, terjadi pembengkakan kaki di bawah lutut, lengan di bawah
siku tetapi siku dan lutut masih normal.
2. Lymph ScrotumLymph scrotum adalah pelebaran saluran limfe superfisial
pada kulit skrotum, kadang-kadang pada kulit penis, sehingga saluran limfe
tersebut mudah pecah dan cairan limfe mengalir keluar membasahi pakaian.
Ditemukan juga lepuh (vesicles) besar dan kecil pada kulit, yang dapat pecah
dan membasahi pakaian. Hal ini berisiko tinggi terhadap terjadinya infeksi
ulang oleh bakteri dan jamur, serangan akut berulang dan dapat berkembang
menjadi limfedema skrotum. Ukuran skrotum kadang-kadang normal kadang-
kadang sangat besar.
3. Kiluria Kiluria adalah kebocoran atau pecahnya saluran limfe dan pembuluh
darah di ginjal (pelvis renal) oleh cacing filaria dewasa spesies W. bancrofti,
sehingga cairan limfe dan darah masuk ke dalam saluran kemih. Gejala yang
timbul adalah sebagai berikut:
a) Air kencing seperti susu karena air kencing banyak mengandung lemak
dan terkadang disertai darah
b) Sukar kencing
c) Kelelahan tubuh, dan
d) Kehilangan berat badan.
4. Hidrokel Hidrokel adalah pelebaran kantung buah zakar karena terkumpulnya
cairan limfe di dalam tucina vaginalistestis. Hidrokel dapat terjadi pada satu
atau dua kantung buah zakar, dengan gambaran klinis dan epidemiologis
sebagai berikut:
a) Ukuran skrotum kadang-kadang normal tetapi kadang-kadang sangat besar
sehingga penis tertarik dan tersembunyi
b) Kulit pada skrotum normal, lunak, dan halus
c) Terkadang akumulasi cairan limfe disertai dengan komplikasi, yaitu
cyhlocele, haematocele, atau pyocele. Uji transiluminasi dapat digunakan
untuk membedakan hidrokel dengan komplikasi dan hidrokel tanpa
komplikasi. Uji transiluminasi ini dapat dikerjakan oleh dokter puskesmas
yang sudah dilatih
d) Hidrokel banyak ditemukan di daerah endemis W. bancrofti dan dapat
digunakan sebagai indikator adanya infeksi W. bancrofti (Depkes RI,
2008).

D. Rantai Penularan Penyakit Filariasis


Rantai penularan penyakit filariasis dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Sumber:

http://isharmanto.blogspot.co.id/2009/12/filariasis-kaki- gajah.html
Skema Rantai Penularan Filariasis Di dalam tubuh nyamuk, mikrofilaria
berselubung (yang didapatkannya ketika menggigit penderita filariasis), akan
melepaskan selubung tubuhnya yang kemudian bergerak menembus perut tengah
lalu berpindah tempat menuju otot dada nyamuk. Larva ini disebut larva stadium I
(L1). L1 kemudian berkembang hingga menjadi L3 yang membutuhkan waktu
12–14 hari. L3 kemudian bergerak menuju probisis nyamuk.Ketika nyamuk yang
mengandung L3 tersebut menggigit manusia, maka terjadi infeksi mikrofilaria
dalam tubuh orang tersebut. Setelah tertular L3, pada tahap selanjutnya di dalam
tubuh manusia, L3 memasuki pembuluh limfe dimana L3 akan tumbuh menjadi
cacing dewasa, dan berkembang biak menghasilkan mikrofilaria baru sehingga
bertambah banyak. Kumpulan cacing filaria dewasa ini menjadipenyebab
penyumbatan pembuluh limfe.Aliran sekresi kelenjar limfe menjadi terhambat dan
menumpuk disuatu lokasi.Akibatnya terjadi pembengkakan kelenjar limfe
terutama pada daerah kaki, lengan maupun alat kelamin yang biasanya disertai
infeksi sekunder dengan fungi dan bakteri karena kurang terawatnya bagian
lipatan-lipatan kulit yang mengalami pembengkakan tersebut.
Penularan filariasis dapat terjadi bila ada tiga unsur, yaitu:
1. Sumber penularan, yakni manusia atau hospes reservoir yang mengandung
mikrofilaria dalamdarahnya. Pada dasarnya setiap orang dapattertular
filariasis apabila digigit oleh nyamuk infektif(mengandung larva stadium
3). Nyamuk infektifmendapat mikrofilaria dari pengidap, baik
pengidapdengan gejala klinis maupun pengidap yang tidakmenunjukkan
gejala klinis (silent infection). Pada daerahendemis filariasis, tidak semua
orang terinfeksi filariasisdan tidak semua orang yang terinfeksi
menunjukkangejala klinis. Seseorang yang terinfeksi filariasis tetapibelum
menunjukkan gejala klinis biasanya sudah terjadiperubahan-perubahan
patologis di dalam tubuhnya.Beberapa jenis hewan dapat berperan sebagai
sumberpenularan filariasis (hewan reservoir). Dari semua spesies cacing
filaria yang menginfeksi manusia di Indonesia, hanya B. malayi tipe sub
periodik nokturnadan non periodik yang ditemukan pada lutung (Presbytis
cristatus), kera (Macaca fascicularis) dan kucing (Felis catus) (Depkes
RI, 2008).
2. Vektor, yakni nyamuk yang dapat menularkan filariasis. Di Indonesia
hingga saat ini telah teridentifikasi 23 spesies nyamuk dari 5 genus, yaitu
Mansonia, Anopheles, Culex, Aedes dan Armigeres yang menjadi vektor
filariasis. Sepuluh nyamuk Anopheles diidentifikasi sebagai vektor W.
Bancrofti tipe pedesaan. Culex quinquefasciatus merupakan vector W.
bancrofti tipe perkotaan.
3. Manusia yang rentan terhadap filariasis. Seseorang dapat tertular filariasis,
apabila orang tersebut mendapat gigitan nyamuk infektif, yaitu nyamuk
yang mengandung larva infektif (larva stadium 3 = L3). Perilaku dan
kebiasaan manusia dapat mempermudah penularan filariasis. Aktivitas
pada malam hari dengan beragam kegiatan seperti meronda, tidak
menggunakan pakaian panjang atau obat nyamuk dapat memperbesar
risiko tertular filariasis (Febrianto, 2008). Berdasarkan hasil penelitian dari
Ardias (2012) membuktikan bahwa kebiasaan keluar rumah pada malam
hari berisiko menderita filariasis dan berdasarkan penelitian Nasrin (2007),
melakukan pekerjaan pada jam-jam nyamuk mencari darah juga
meningkatkan risiko tertular filariasis.
Jika nyamuk infektif menggigit manusia, maka larva L3 akan keluar dari
probosis dan tinggal dikulit sekitar lubang gigitan nyamuk. Pada saat nyamuk
menarik probosisnya, larva L3 akan masuk melalui luka bekas gigitan nyamuk
dan bergerak menuju ke sistem limfe. Berbeda dengan penularan pada malaria dan
demam berdarah, cara penularan tersebut menyebabkan tidak mudahnya
penularan filariasis dari satu orang ke orang lain pada suatu wilayah tertentu,
sehingga dapat dikatakan bahwa seseorang dapat terinfeksi filariasis apabila orang
tersebut mendapat gigitan nyamuk ribuan kali.
Larva L3 B. Malayi dan B. Timori akan menjadi cacing dewasa dalam kurun
waktu kurang lebih 3,5 bulan, sedangkan W. bancrofti memerlukan waktu kurang
lebih 9 bulan. Cacing dewasa mampu bertahan hidup selama 5–7 tahun di dalam
kelenjar getah bening.
Hal ini menunjukkan bahwa sulit terjadi penularan filariasis dari nyamuk ke
manusia.Disamping itu, kemampuan nyamuk untuk mendapatkan microfilaria saat
menghisap darah yang mengandung microfilaria juga sangat terbatas. Nyamuk
yang menghisap mikrofilaria terlalu banyak dapat mengalami kematian, tetapi jika
mikrofilaria yang terhisap terlalu sedikit dapat memperkecil jumlah mikrofilaria
stadium larva L3 yang akan ditularkan. Kepadatan vektor, suhu, dan kelembaban
sangat berpengaruh terhadap penularan filariasis.Suhu dan kelembaban
dipengaruhi oleh kondisi meteorologi (Achmadi, 2012).
Banyak spesies yang bersifat musiman, dengan puncak kepadatan nyamuk
dewasa pada pertengahan musim panas dan tidak ada ada musim dingin,
sedangkan di negara tropis bisa bersifat aktif sepanjang tahun.Suhu dan
kelembaban menguntungkan pertahanan hidup nyamuk dewasa untuk menjadi
padat (Achmadi, 2012). Suhu dan kelembaban sangat berpengaruh umur nyamuk,
sehingga mikrofilaria yang telah ada dalam tubuh nyamuk tidak memiliki cukup
waktu untuk berkembang menjadi larva infektif (masa inkubasi ekstrinsik dari
parasit). Masa inkubasi ekstrinsik untuk W. bancrofti antara 10-14 hari, sedangkan
B. malayi dan B. timori antara 8-10 hari. Curah hujan dan kecepatan arah angin
serta suhu lingkungan harus diperhatikan karena bisa berperan dalam
perkembangbiakannyamuk di wilayah perkotaan. Namun, kecepatan dan arah
angin bukan merupakan pengukuran yang utama.Pengukuran pada ketinggian
tanah (2-10 m) dapat membantu menjelaskan mengapa spesies tertentu terkumpul
pada daerah yang jauh dari tempat perkembangbiakan.
Cara PenularanFilariasis :
1. Melalui gigitan nyamuk yang mengandung larva infektif,
2. W. bancrofti ditularkan melalui berbagai spesies nyamuk, yang paling
dominan adalah Culexquinquefasciatus, Anopheles gambiae, An.
funestus,Aedes polynesiensis, An. scapularis, dan Ae.Pseudoscutellaris,
3. B. malayi ditularkan oleh spesies yang bervariasi dari Mansonia,
Anopheles dan Aedes,
4. B. timori ditularkan oleh An. barbirostis. Di dalam tubuh nyamuk betina,
mikrofilaria yang terisap waktu menghisap darah akan melakukan
penetrasi pada dinding lambung dan berkembang dalam otot thorax
hingga menjadi larva filariform infektif, kemudian ke probiosis. Saat
nyamuk menghisap darah, larva filariform infektif akan ikut terbawa dan
masuk melalui lubang bekas tusukan nyamuk di kulit. Larva infektif
tersebut akan bergerak mengikuti saluran limfa dimana kemudian akan
mengalami perubahan bentuk sebanyak dua kali sebelum menjadi cacing
dewasa.
E. Epidemiologi Penyakit Filariasis
Istilah filariasis digunakan untuk infeksi yang disebabkan oleh berbagai jenis
nematode dari keluarga Filarioidea.Namun istilah ini hanya digunakan untuk
filarial yang hidup dalam kelenjar limfe seperti tercantum pada bahasan berikut.

1. Identifikasi
a. Filariasis W. bancrofti
Infeksi yang disebabkan oleh cacing nematode Wuchereria bancrofti yang
biasanya tinggal di sistem limfatik (saluran dan kelenjar limfa) dari
penderita.Cacing betina menghasilkan mikrofilaria yang dapat mencapai aliran
darah dalam 6–12 bulan setelah infeksi. Ada jenis filarial yang menunjukkan
perbedaan biologis, yaitu:
1) mikrofilaria ditemukan dalam darah tepi pada malam hari (periodisitas
nokturnal) dengan konsentrasi maksimal pada pukul 22.00 hingga 02.00,
2) mikrofilaria ditemukan dalam darah tepi terus-menerus namun
konsentrasi maksimalnya terjadi pada siang hari (diurnal).
Bentuk yang kedua endemis di Pasifik Selatan dan daerah pedesaan muncul
sebagai fokus kecil di Asia Tenggara dimana vektornya adalah nyamuk Aedes
yang menggigit di siang hari.
Spektrum manifestasi klinis pada daerah endemis filariasis, adalah:
a) Mereka yang terpajan namun tetap asimtomatik dan parasitnya negatif,
b) Mereka yang asimtomatik dengan mikrofilaria,
c) Mereka yang mengalami demam berulang, limfadenitis dan limfangistis
retrograde dengan atau tanpa mikrofilaria,
d) Mereka dengan tanda-tanda klinis kronis seperti timbulnya hidrokel,
kiluria dan elephantiasis pada anggota badan, payudara dan alat kelamin
dengan mikrofilaremia konsentrasi rendah atau tidak terdeteksi sama
sekali,
e) Mereka dengan sindrom ‘tropical pulmonary esosinophilia’, dan mereka
dengan serangan asma nokturnal paroksimal, mereka dengan penyakit
paru-paru interstitial kronis, mereka dengan demam ringan yang
berulang serta mereka yang menunjukkan peningkatan eosinophilia dan
adanya mikrofilia degeneratif dalam jaringan dan bukan dalam aliran
darah (occult filariasis).

b. Filariasis Brugia

Infeksi yang disebabkan oleh cacing nematoda Brugia malayi dan Brugia
timori.Bentuk periodik nokturnal dari Brugia malayi ditemukan pada masyarakat
pedesaan yang tinggal di daerah persawahan terbuka yang sebagian besar
ditemukan di Asia Tenggara.Bentuk subperiodik dapat menginfeksi manusia, kera
serta hewan karnivora baik hewan peliharaan ataupun binatang liar di hutan-hutan
Indonesia dan Malaysia. Manifestasi klinis sama dengan filariasis bancrofti,
kecuali bedanya ada pada serangan akut berupa demam filarial, dengan edenitis
dan limfangitis retrograde yang lebih parah, sementara kiluria biasanya jarang
terjadi dan elephantiasis biasanya mengenai ekstremitas bagian bawah (lengan
bawah, kaki bagian bawah) paling banyak ditemui dibagian kaki di bawah lutut.
Limfedema pada payudara dan hidrokel jarang ditemukan.

Untuk infeksi B. timori banyak ditemukan di pulau Timor dan dibagian


tenggara kepulauan Indonesia. Manifestasi klinis sama dengan infeksi yang terjadi
pada B. malayi. Manifestasi klinis filariasis timbul tanpa ditemukannya
mikrofilaria dalam darah (occult filariasis).Dari ribuan penderita dikalangan
tentara Amerika yang diperiksa selama perang dunia II, mikrofilaria ditemukan
hanya pada 10-15 orang penderita dengan pemeriksaan berulang-ulang.Sebagian
dari penderita tersebut, infeksi ditandai dengan eosinophilia yang sangat jelas
terkadang disertai dengan gejala pada paru berupa sindroma ‘tropical pulmonary
eosinophilia’.

Mikrofilaria dengan mudah dapat dideteksi pada waktu mirofilaremia


maksimal. Mikrofilaria hidup dapat dilihat dengan mikroskop kekuatan rendah
pada tetesan darah tepi (darah jari) pada slide atau pada darah yang sudah
dihemolisa di dalam bilik hitung.

F. Program Penanggulangan
Pencegahan penyakit kaki gajah yang cukup efektif dengan menghindari
gigitan nyamuk dan mengatasi munculnya nyamuk pada lingkungan. Menjaga
kebersihan lingkungan terutama di daerah endemik sangat penting untuk
dilakukan. Cara lainnya yang kamu lakukan untuk menghindari gigitan nyamuk,
seperti mengenakan baju dan celana panjang, menggunakan losion anti nyamuk,
dan membersihkan genangan air yang ada di sekitar lingkungan.
Tidak hanya masyarakat, pemerintah juga ikut melakukan pencegahan
terhadap kaki gajah, guna mewujudkan program Indonesia Bebas Kaki Gajah
tahun 2020. Salah satu program yang akan dilaksanakan adalah program
BELKAGA (Bulan Eliminasi KAki GAjah) yang diadakan setiap bulan Oktober
sejak tahun 2015. BELKAGA diadakan tiap bulan Oktober dari tahun 2015-2020.
Meskipun resmi dilakukan tahun 2015, BELKAGA ternyata sudah dilakukan
sejak tahun 2012. Upaya yang dilakukan berupa Pemberian Obat Pencegahan
Massal (POPM) Filariasis setahun sekali selama 5 tahun.
Program ini berlangsung pada daerah-daerah di seluruh Indonesia yang
menjadi daerah endemik kaki gajah untuk serentak mengonsumsi obat pencegahan
penyakit kaki gajah melalui pelaksanaan Pemberian Obat Pencegahan Massal
(POPM). Pemberian obat pencegahan kaki gajah juga dilakukan secara gratis oleh
pemerintah agar Indonesia bebas dari penyakit kaki gajah. Pengonsumsian obat
pencegahan kaki gajah dapat dilaksanakan mulai usia 2-70 tahun.
Pemerintah berkomitmen mewujudkan eliminasi kaki gajah dengan dua pilar
kegiatan yaitu Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) Filariasis kepada
semua penduduk di kabupaten endemis filariasis menggunakan obat DEC 6 mg/kg
BB dikombinasikan dengan Albendazole 400 mg sekali setahun selama 5 tahun
dengan target capaian pengobatan >65% di daerah endemis pada usia sasaran 2 70
tahun, guna memutuskan rantai penularan dan tatalaksana kasus klinis filariasis
guna mencegah dan mengurangi kecatatan. Di Indonesia sampai dengan tahun
2019 dari seluruh kabupaten/kota yang merupakan daerah endemis filariasis
sebanyak 236 Kabupaten/Kota terdapat 118 Kabupaten/ Kota yang telah
menyelesaikan POPM Filariasis dan memasuki tahap surveilans pasca POPM.
Sedangkan sebanyak 118 kabupaten/kota lainnya masih akan melaksanakan
POPM Filariasis dan sebanyak 38 kab/kota telah dinyatakan eliminasi Filariasis.

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Umar Fahmi. 2012. Dasar-Dasar Penyakit Berbasis Lingkungan.


Rajawali Press. Jakarta.
Ardias.2012. Faktor Lingkungan dan Perilaku Masyarakat yang Berhubungan
dengan Kejadian Filariasis di Kabupaten Sambas.Jurnal Kesehatan
LingkunganIndonesia. Volume 11 No. 2, Oktober 2012, hlm 199-207
Departemen Kesehatan RI. 2008. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Klinis
Filariasis.Depkes RI, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2008. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Klinis
Filariasis.Depkes RI, Jakarta.
Febrianto, Bagus. 2008. Faktor Risiko Filariasis di Desa Samborejo, Kecamatan
Tirto, Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah. Buletin Penelitian
Kesehatan,Volume36, No. 2, 2008, hlm 48-58.
Nasrin. 2008. Faktor-Faktor Lingkungan dan Perilaku yang Berhubungan
dengan Kejadian Filariasis di Kabupaten Bangka Barat. Tesis Universitas
Diponegoro Semarang.
Soedarto. 2009. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Sagung Seto, Jakarta.
Zaman & Mary. 2008. Atlas of Medical Parasitology. Elsevier. Singapore.

Anda mungkin juga menyukai