Anda di halaman 1dari 7

TUGAS KELOMPOK

PENGENDALIAN VEKTOR

Firanggi Zyankerina Adelya Benu Magdalena Gemagalgani Moi


(1807010328) (1807010121)
Engglika Sartika Remijawa Sems Apdu Aris Seik (1807010183)
(1807010247) Adelsy Dapa Ngailo (1807010149)
Odilia Nanus (1807010141) Chairunisa Putri Pattyradja
Ariandri Pengu Bangar (1807010204)
(1807010043) Maria Laura Diwi Niron
Maria Fiona Pius (1807010410) (1807010231)
Fordiana Anjelina (1807010006)
Agata Putri Diana Sari
Ambrosia Aventi Pidor
(1807010256)
(1807010080)

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

2021
1. Filariasis merupakan penyakit yang dapat menular dan menjadi masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia, penyakit ini dapat menyebabkan kecacatan seumur hidup.
Penyakit filarisis sering disebut dengan kaki gajah, penyakit ini adalah penyakit menular
menahun yang disebabkan oleh cacing filaria yang ditularkan melalui berbagai jenis
nyamuk diantaranya Anopheles, Culex, Mansonia, dan Aedes, menyerang saluran dan
kelenjar getah bening. Penyakit ini dapat merusak sistem limfe, menimbulkan
pembengkakan pada tangan, kaki, glandula mammae, dan scrotum dan menimbulkan
kecacatan seumur hidup bahkan sampai menimbulkan stigma sosial bagi penderita dan
keluarganya. Terdapat dua gelaja penyakit filariasis yaitu gejala akut dan gejala kronis.
Gejala akut berupa peradangan kelenjar dan saluran getah bening (adenolimfangitis)
terutama di daerah pangkal paha dan ketiak tetapi juga bisa pada bagian tubuh lainnya.
Gejala kronis terjadi akibat penyumbatan aliran limfe terutama di daerah yang sama
dengan terjadinya peradangan dan menimbulkan gejala seperti kaki gajah (elephantiasis),
dan hidrokel. Secara epidemiologi lebih dari 120 juta penduduk Indonesia berada I
daerah yang beresiko tinggi tertular filariasis. Penyebab utama dari filariasis adalah 3
spesies cacing filaria yaitu wucheria bacrofti, brugia malayi, dan brugia timori. Pada
tahun 2000 lebih dari 120 juta orang terinfeksi, dengan sekitar 40 juta cacat dan lumpuh
oleh penyakit filariasis ini.

Penularan filariasis dipengaruhi oleh beberapa faktor. Berdasarkan Model Segitiga


Epidemiologi, terjadinya kasus filariasis di masyarakat dipengaruhi tiga elemen utama
yaitu agent, host dan lingkungan. Host atau pejamu yang dipengaruhi oleh beberapa
aspek antara lain derajat kepekaan dan lingkungan. Lingkungan meliputi lingkungan
fisik, lingkungan biologik dan lingkungan sosial, ekonomi serta budaya

Di Indonesia sampai dengan tahun 2014 terdapat lebih dari 14 ribu orang menderita
klinis kronis filariasis (elephantiasis) yang tersebar di smua provinsi. Pada akhir tahun
2014, terdapat 235 Kabupaten/Kota endemis filariasis, dari 511 Kabupaten/Kota di
seluruh Indonesia. Jumlah Kabupaten/Kota endemis filariasis dapat bertambah karena
masih ada beberapa Kabupaten/Kota yang belum terpetakan.
Daerah endemis filaria pada umumnya adalah dataran rendah salah satunya adalah
Nusa Tenggara Timur. Di NTT angka kesakitan Filariasis per 100.000 penduduk pada
tahun 2013 sebesar 19 per 100.000 penduduk, pada tahun 2014 hanya ada 1 Kabupaten
yang melaporkan kasus Filariasis ini yaitu Kabupaten Manggarai Timur sebanyak 2
kasus, pada tahun 2015 terdapat kasus baru filariasis sebanyak 68 berasal dari Kabupaten
Belu, Ende, Ngada, Sumba Barat dan Rote Ndao. Jika dibandingkan dengan target pada
Renstra Dinkes.Provinsi NTT pada tahun 2015 yang harus dicapai sebesar ≤ 1 per
100.000penduduk, ini artinya telah mencapai target. Rincian kasus per Kab/Kota.
Berdasarkan laporan profil kesehatan dari kab/kota dapat diketahui bahwa jumlah
penderita filariasis tertinggi adalah kabupaten rote ndao.

Penyebab tingginya kasus filariasis di rote ndao berdasarkan penelitian Diaz dkk
adalah karena adanya beberapa habitat filariasis yakni habitat Rawa terdapat dominan di
setiap desa (7 desa), Habitat Cekdam/ Laguna merupakan habitat vektor yang daerahnya
memiliki kasus filariasis tertinggi yaitu desa Daiama dan Daurendale, Daerah pesisir yang
hanya terdapat habitat Rawa saja yaitu desa Pukuafu dan Tenalai tidak ditemukan kasus
Filariasis. Dari habitat tersebut diatas adalah salah satu keberadaan yang meningkatkan
faktor resiko filariasis yang terjadi di rote ndao. Pengedalian tempat-tempat
perkembangbiakan nyamuk filariasis yang dapat meningkatkan faktor resiko harus segera
dilakukan oleh masyarakat maupun pihak yang berwewenang sehingga tidak
menimbulkan penyakit filariasis pada masyarakat.

2. Pengendalian faktor risiko terhadap kejadian dan penularan filariasis yang diakibatkan
oleh bebarapa faktor:

(1) Nyamuk sebagai vektor (Wuchereriabancrofti, Brugria malayi, dan Brugria timori),

(2) Hospes (Manusia dan hewan) pada umumnya semua manusia dapat tertular filariasis
apabila digigit oleh nyamuk infektif dapat berperan sebagai sumber penularana filariasis
dan

(3) lingkungan fisik, biologi dan sosial ekonomi dan budaya akan berpengaruh terhadap
penyakit tersebut.
Berdasarkan data penelitian Penyebab tingginya kasus filariasis di rote ndao adalah
karena adanya beberapa habitat filariasis yakni habitat Rawa terdapat dominan di setiap
desa. Lingkungan fisik seperti rawa-rawa ini sangat cocok sebagai tempat perindukkan
dan peristirahatan nyamuk sehingga sangat potensial untuk penularan filariasis.

Oleh karena itu program jangka pendek dan jangka panjang yang dapat dilakukan adalah
sebagai berikut :

1) Pelaksanaan Kegiatan Promosi


Meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat melalui pendidikan,
pelatihan, sosialisasi, distribusi informasi, dan penyelenggaraan eliminasi filariasis.
Kegiatan promosi dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai
penyebab, cara penularan dan upaya pencegahan serta pemerantasan filariasis. Kegiatan
promosi dapat berupa penyuluhan.
2) Memberikan kelambu kepada desa-desa dengan tingkat kasus yang tinggi dan berada
dekat dengan rawa-rawa termasuk pemasangan kawat kasa disetiap ventilasi rumah.
3) Pengendalian vektor jangka panjang yang Mungkin memerlukan perubahan konstruksi
rumah dan pengendalian lingkungan untuk memusnahkan tempat perindukan nyamuk.
4) program Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) setiap bulan Oktober selama 5
tahun berturut-turut, Kegiatan minum obat pencegahan penyakit kaki gajah disebut
Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) Filariasis yang tujuannya untuk
menurunkan microfilaria rate di wilayah endemis.
5) Ikut serta dalam pemeriksaan darah jari yang dilakukan pada malam hari oleh petugas
kesehatan.
• Survei darah jari yang dimaksud adalah :

Survei darah jari adalah identifikasi mikrofilaria dalam darah tepi pada suatu
populasi yang bertujuan untuk menentukan endemisitas daerah tersebut dan intensitas
infeksinya. Survei darah jari dilakukan di desa yang mempunyai kasus kronis terbanyak.
Jumlah sampel yang diambil di setiap desa lokasi survei adalah 500 orang. Apabila
jumlah sampel tidak mencukupi maka sampel diambil dari desa yang bersebelahan. Cara
pengambilan sampel adalah mengumpulkan penduduk sasaran survei yang tinggal di
sekitar kasus kronis yang ada di desa lokasi survei. Pengambilan darah dilakukan pada
pukul 20.00 malam (Depkes RI, 2005).

3. Berdasarkan pada Permenkes No.94 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Filariasis,


disebutkan bahwa pemutusan mata rantai penularan dilaksanakan paling sedikit melalui
POPM Filariasis pada wilayah endemis filariasis dan upaya perlindungan dari gigitan
nyamuk. Jadi, prinsip pencegahan penularan filariasis adalah melakukan pengobatan
massal pada penduduk yang hidup di daerah endemis filariasis, pengobatan terhadap
pendatang yang berasal dari daerah non endemik filariasis dan pengendalian nyamuk
yang menjadi vektor penularnya sesuai dengan daerah targetnya.

➢ Pencegahan Primodial
Upaya yang dilakukan dalam tingkat pencegahan primodial adalah sebagai berikut :
• Penetapan kebijakan mengenai pemberantasan filariasis (program eliminasi melalui
Pengobatan Massal Pemberian Obat Massal Pencegahan (POPM) Filariasis)
• Penetapan kebijakan mengenai rumah sehat bagi setiap masyarakat terutama yang
berada didaerah endemis filariasis
➢ Pencegahan Primer
Upaya yang dilakukan dalam tingkat pencegahan primer sebagai berikut :
• Melakukan upaya haealth promotion baik itu dengan melakukan penyuluhan maupun
dengan menggunakan berbagia media promosi kesehatan.
• Upaya Perlindungan dari Gigitan Nyamuk : Beberapa upaya perlindungan diri dari
gigitan nyamuk antara, lain seperti menggunakan obat anti nyamuk, menggunakan
kelambu saat tidur, tidak keluar malam hari, menutup ventilasi dengan kawat kassa
dan menggunakan obat nyamuk bakar maupun semprot atau mengolesi kulit
menggunakan lotion anti nyamuk.
• Melakukan pengendalian Vektor dengan kegiatan 3M (menguras, menutup, dan
mengubur), fogging, dan penaburan abate pada penampung air untuk Menciptakan
• Menggunakan pakaian yang panjang atau yang menutupi badan jika ingin keluar
terutama pada malam hari
• Pemberian Obat Pencegahan Secara Massal Filariasis merupakan pemberian obat
yang dilakukan untuk mematikan mikrofilaria secara serentak kepada semua
penduduk sasaran di wilayah endemis filariasis. Tujuan dari terselenggaranya
kegiatan POPM ialah menurunkan angka microfilaria rate menjadi ˂1%,
menurunkan kepadatan rata-rata mikrofilaria dan terputusnya rantai penularan
filariasis. Kegiatan POPM Filariasis ini dilaksanakan terhadap semua penduduk usia
2 tahun sampai dengan usia 70 tahun di seluruh wilayah Kabupaten/Kota Endemis
Filariasis dengan memberikan obat DEC dan albendazole secara massal bersamaan.
Pemberian obat secara massal bersamaan ini dilaksanakan sekali setiap tahun, selama
minimal lima tahun berturut-turut. Obat DEC dan albendazole yang diminum dapat
mematikan mikrofilaria dan menghentikan sementara kemampuan cacing dewasa
untuk berkembang biak dan menghasilkan mikrofilaria selama 9-12 bulan. Rentang
waktu pelaksanaan POPM Filariasis tahun pertama dan tahun-tahun berikutnya
adalah 12 bulan, sesuai dengan lamanya cacing dewasa tidak mampu
berkembangbiak setelah minum obat DEC dan albendazole.
➢ Pencegahan Sekunder
Upaya yang dapat dilakukan dalam tingkat pencegahan sekunder adalah sebagai
berikut :
• Pemeriksaan mikroskopis darah
• Melakukan pemerikasaan dan pengobatan untuk megurangi infeksi dan menghindari
komplikasi Filariasis (pembengkakan parah pada bagian tubuh terinfeksi dan
menyebabkan rasa nyeri dan tidak nyaman).
• Bila sudah menimbulkan pembengkakan tungkai dan kaki, dan ukurannya tidak dapat
kembali ke semula maka dapat di lakukan istirahat tungkai, gunakan stocking
kompres sesuai anjuran dokter, gerakkan tungkai dengan olahraga ringan, jika terjadi
luka cepat di obati dengan antiseptic.
➢ Pencegahan Tersier
Upaya yang dapat dilakukan dalam tingkat pencegahan tersier adalah sebagai berikut :
• Jika pembengkakanpada tungkai sudah sangat parah, pasien dapat menjalani operasi
mengangkat sebagian kelenjar dan pembuluh limfa yang mengalami infeksi
• Tapi Kaki yang sudah mengalami pembengkakan akibat filariasis tidak dapat kembali
normal.

Anda mungkin juga menyukai