Anda di halaman 1dari 21

Ketahui

Wuchereria bancrofti
(filariasis Bancrofti)

4/9/2017
Normi rahayu
D3 ANALIS KESEHSATAN
Normi rahayu
D3 ANALIS KESEHATAN
Normi rahayu
Daftar isi
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan buku tentang Ketahui
Wuchereria bancrofti (Filaria bancrofti).

Buku ilmiah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari kakak
pembimbing dan kawan-kawan sehingga dapat memperlancar pembuatan buku ini. Untuk itu
saya menyampaikan banyak terima kasih kepada kakak pembimbing dan kawan-kawan yang
telah berkontribusi dalam pembuatan buku ini .

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki buku ini.

Akhir kata saya berharap semoga buku tentang Ketahui Salmonella typhimurium(Salmonella
typhosa) ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Banjar baru,04 september 2017


penulis

Normi rahayu
Gambar Wuchereria bancrofti
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Filariasis merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh cacing Wuchereria Bancrofti(W.
Bancrofti), Brugia(B) Malayi dan B. Timori. Penyakit ini menyebabkan pembengkakan pada
kaki. Masyarakat biasa menyebut penyakit ini dengan kaki gajah (elephantiasis). Cacing masuk
melalui cucukan nyamuk yang terinfeksi oleh telur.

-telur cacing tersebut.Kemudian telur


-telur cacing dibawa ke pembuluh limfe, lalu tumbuh dewasa dan menyumbat pembuluh limfe
serta menghasilkan jutaan telur yang akan dibawa oleh darah yang kemudian akan dibawa oleh
nyamuk sebagai vektor. Nyamuk yang sering menyebarkan penyakit ini adalah nyamuk
culex.

Umumnya penyakit ini menyerang masyarakat usia dewasa muda yang aktif
bekerja, sehingga menurunkan produktivitas akibat adanya demam yang kerap
menyerang penderita selama 3-5 hari. Demam yang diderita umumnya terjadi 2-3 kali setahun
yang disertai dengan pembengkakan kelenjar lipat paha (Anorital & Dewi, 2004).
Dengan pembesaran kaki, akan mengganggu aktivitas penderita, menurunkan
rasa percaya diri dan pada akhirnya akan menurunkan produktivitas serta menurunkan kualitas
hidup. Disamping itu, penyakit ini bisa menjadi irreversibel bila sudah parah.Penyakit ini
menyerang hampir di seluruh dunia, World Health Organization (WHO) mencatat hampir 1,4
miliar orang di 73 negara di seluruh dunia terancam oleh filariasis limfatik, umumnya dikenal
sebagai kaki gajah. Sekitar 65% dari mereka yang terinfeksi hidup di Kawasan Asia Tenggara,
30% di wilayah Afrika, dan sisanya di daerah tropis lainnya (World Health Organization, 2013).
Di Indonesia sampai dengan tahun 2009 dilaporkan sebanyak 31 propinsi dan 337
kabupaten/kota endemis filariasis dan 11.914 kasus kronis (Wahyono, 2010).
Hampir seluruh wilayah Indonesia adalah daerah endemis filariasis, terutama wilayah Indonesia
Timur yang memiliki prevalensi lebih tinggi.

Sejak tahun 2000 hingga 2009 di laporkan kasus kronis filariasis sebanyak 11.914
kasus yang tersebar di 401 Kabupaten/kota. Hasil laporan kasus klinis kronis filariasis dari
kabupaten/kota yang ditindaklanjuti dengan survey endemisitas filariasis, sampai d
engan tahun 2009 terdapat 337 kabupaten/kota endemis dan 135 kabupaten/kota non endemis
(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

Di dunia penyakit ini merupakan salah satu dari penyakit yang diharapkan dapat tereradikasi
padatahun 2020. Diperkirakan kerugian ekonomi mencapai 43 trilyun rupiah,
jika tidak dilakukan Pemberian Obat Massal Pencegahan filariasis.Sampai dengan tahun 2009
dilaporkan sebanyak 31 propinsi dan 337 kabupaten/kota endemis filariasis dan 11.914 kasus
kronis (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

Filariasis limfatik menimpa lebih dari 25 juta orang dengan penyakit genital dan lebih dari 15
juta orang dengan lymphoedema. Karena prevalensi dan intensitas infeksi yang terkait dengan
kemiskinan, eliminasinya dapat berkontribusi untuk mencapai United Nations Millennium
Development Goals(UN MDG) (World Health Organization, 2013).

Untuk mengatasi penyakit ini, WHO meluncurkan Program global untuk menghilangkan
filariasis limfatik, yaitu Global Programme to Eliminate Lymphatic Filariasi (GPELF) pada
tahun 2000. Tujuan dari GPELF adalah menghilangkan filariasis limfatik sebagai masalah
kesehatan masyarakat pada tahun 2020.

Strategi ini didasarkan pada dua komponen utama yaitu


(1)Mengganggu transmisi melalui program tahunan skala besar pengobatan, dikenal
sebagai pemberian obat massal, dilaksanakan untuk menutupi seluruh populasi
berisiko.
(2) Mengurangi penderitaan yang disebabkan oleh filariasis limfatik melalui manajemen morbi
ditas dan pencegahan kecacatan (WorldHealth Organization, 2013).

Jumlah kasus klinis filariasis terbanyak pada tahun 2009 terdapat di kabupaten Aceh Utara
(1.353) selanjutnya diikuti oleh kabupaten Manokwari (667), Mappi (652), Sikka (619) dan Ende
(244).

Jumlah Kabupaten/kota yang endemis filariasis tahun 2009 adalah 356 kabupaten/kota dari 495
kabupaten/kota (71,9%) 139 kabupaten/kota (28,1%)yang tidak endemis filariasis.Daerah dengan
mikrofilaria rate tertinggi tahun 2009 adalah kabupaten Bonebolango (40%) selanjutnya diikuti
oleh kabupaten Manokwari (38,57%) Kota Cilegon (37,50 %), Mamberamo Raya (31,46%) dan
Kutai Kertanegara (26,00% (Wahyono, 2010).

Jumlah penderita filariasis di kabupaten Bandung tahun 2013 sebanyak 46 orang, diantaranya 10
kasus baru. Di kecamatan Margaasih terdapat total 4 penderita filariasis, terdiri dari 1 laki-laki
dan 3 perempuan. (Dinkes Kabupaten Bandung 2013).Di RW 1 desa Nanjung kecamatan
Margaasih kabupaten Bandung Jawa Barat karena merupakan daerah yang endemis filariasis di
kabupaten bandung. Dilaporkan juga terdapat penderita yang meninggal di daerah tersebut.
Penelitian dilakukan di RW 1, karena di RW ini terdapat seorang penderita filariasis yang
meninggal dunia.

Filariasis (penyakit kaki gajah) atau juga dikenal dengan elephantiasis adalah penyakitmenular
dan menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitanberbagai
spesies nyamuk. Di Indonesia, vektor penular filariasis hingga saat ini telah diketahui ada
23spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes dan Armigeres. Filariasis
dapatmenimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, tangan, dan organ kelamin.

Filariasis merupakan jenis penyakit reemerging desease yaitu penyakit yang dulunya sempatada,
kemudian tidak ada dan sekarang muncul kembali. Kasus penderita filariasis khas ditemukan
di wilayah dengan iklim sub tropis dan tropis (Abercrombieet al , 1997) seperti di Indonesia.
Filariasispertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1877, setelah itu tidak muncul dan
sekarang belumdiketahui bagaimana perkembangannya. Filariasis tersebar luas hampir di seluruh
Propinsi diIndonesia. Berdasarkan laporan dari hasil survei pada tahun 2000 yang lalu tercatat
sebanyak 1553desa di 647 Puskesmas tersebar di 231 Kabupaten 26 Propinsi sebagai lokasi yang
endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233 orang.

Upaya pemberantasan filariasis tidak bisa dilakukan oleh pemerintah semata. Masyarakat juga
harus ikut memberantas penyakit ini secara aktif. Dengan mengetahui mekanisme penyebaran

filariasis dan upaya pencegahan, pengobatan serta rehabilitasinya, diharapkan program


IndonesiaSehat Tahun 2010 dapat terwujud salah satunya adalah terbebas dari endemi

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang, maka yang menjadi permasalahannya adalah
apakah terdapat hubungan antara karakteristik, tempat perindukan vektor dan
perilaku dengan kejadian filariasis.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


Untuk mengetahui factor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
filariasis.

1.3.2 Tujuan Khusus


a.Mengetahui hubungan umur dengan kejadian Filariasis.
b.Mengetahui hubungan jenis kelamin dengan kejadian Filariasis.
c.Mengetahui hubungan pekerjaan dengan kejadian Filariasis.
d.Mengetahui hubungan tempat perindukan dengan kejadian Filariasis.
e.Mengetahui hubungan pengetahuan dengan kejadian Filariasis.
f.Mengetahui hubungan sikap dengan kejadian Filariasis
BAB II
Pembahasan

Wuchereria bancrofti

Taksonomi Wuchereria bancrofti Kingdom


: Animalia Filum
: Nematoda Kelas
: Secernentea Ordo
: Spirurida Famili
: Onchocercidae Genus
: Wuchereria Spesies

Pengertian Wuchereria bancrofti

Wuchereria bancrofti atau disebut juga cacing filaria adalah kelas dari anggota hewan tak
bertulang belakang yang termasuk dalam filum Nemathelminthes. Bentuk cacing ini gilig
memanjang, seperti benang maka disebut filaria.

Fillariasis merupakan Infeksi parasit nematoda ordo filariidae, ada 5 genus, 8 species yang bisa
menyebabkan infeksi pada manusia, antara lain adalah : wuchereria , loa-loa, onchocerca, brugia,
dan mansonella). Fillariasis limfatik disebabkan oleh genus wuchereria dan genus brugia,
sedangkan loa-loa, onchocerca, dan mansonella menyebabkan filariasis pada organ yang lain.

Secara global, filariasis menyerang lebih dari 90 juta penduduk di dunia terutama pada daerah
tropis dan subtropis (India dan Afrika). Penyakit ini termasuk dalam salah satu dari NTD
(Neglected Tropical Disease) sehingga pemerintah telah melakukan terapi massal (baik orang
yang sakit maupun tidak sakit akan diterapi sesuai dengan standar) pada daerah yang endemis

Wuchereria bancrofti adalah salah satu nematoda jaringan yang merupakan salah satu parasit
manusia yang menyebabkan penyakit filariasis limfatik (kaki gajah). Penyebaran cacing ini
kosmopolit terutama di daerah tropis dan sub tropis. Insidensi tinggi terjadi di daerah sekitar
pantai dan kota besar, karena hal ini berhubungan dengan kebiasaan intermediate host / hospes
perantara (nyamuk). Wuchereria bancrofti mempunyai nama lain Filaria bancrofti, Filaria
sanguinis hominis, Filaria sanguinis, Filaria nocturna, dan Filaria pasifica.

Daur Hidup

Cacing ini hidup pada pembuluh limfa di kaki. Jika terlalu banyak jumlahnya, dapat menyumbat
aliran limfa sehingga kaki menjadi membengkak. Pada saat dewasa, cacing ini menghasilkan
telur kemudian akan menetas menjadi anak cacing berukuran kecil yang disebut mikrofilaria.
Selanjutnya, mikrofilaria beredar di dalam darah. Larva ini dapat berpindah ke peredaran darah
kecil di bawah kulit. Jika pada waktu itu ada nyamuk yang menggigit, maka larva tersebut dapat
menembus dinding usus nyamuk lalu masuk ke dalam otot dada nyamuk, kemudian setelah
mengalami pertumbuhan, larva ini akan masuk ke alat penusuk. Jika nyamuk itu menggigit
orang, maka orang itu akan tertular penyakit ini, demikian seterusnya.

Ciri-ciri filaria Wuchereria bancrofti

: berwarna putih kekuningan bentuk seperti benang ujung anterior dan posterior tumpul
mempunyai lapisan kutikula yang halus ukuran cacing betina
: panjang 80 mm dan lebar 0,24 mm ukuran cacing jantan
: panjang 40 mm dan lebar 0,1 mm ujung posterior cacing betina tumpul ujung posterior
cacing jantan runcing, melengkung ke arah ventral, dan mempunyai 2 buah specula

Sifat Biologis Wuchereria bancrofti

Habitat cacing dewasa berada di dalam pembuluh limfa dan kelenjar limfa. Mikrofilaria
didapatkan dalam darah dan limfa. Predileksi cacing ini adalah jaringan limfa abdomen ke
bawah. Dalam pembuluh / kelenjar limfa filaria dapat melingkarkan tubuhnya sehingga menjadi
suatu nodule (seperti tumor) sehinggnya menimbulkan varises yaitu pelerbaran dari pembuluh
yang abnormal. Mikrofilaria dikeluarkan dari nodule langsung ke aliran limfa dan melalui ductus
thoracicus masuk ke aliran darah. Mikrofilaria mempunyai periodisitas nocturna, yaitu berada
dalam pembuluh darah pada waktu malam hari (jam 22.00 04.00). Hal ini perlu diingat untuk
mengambil sampel darah pada malam hari untuk diagnosis.

1. Klasifikasi
Filum : Nemathelminthes
Subfilum : Metazoa
Kelas : Nematoda
Famili : Dipetalonematidae
Genus : Wuchereria
Species : Wuchereria bancrofti

2. Hospes dan Nama Penyakit


Hospes definitive Wuchereria bancrofti adalah manusia. Cacing dewasa hidup di dalam saluran
limfe, sedangkan microfilaria hidup di dalam darah dan limfe. Hospes perantara cacing ini
adalah nyamuk.
Penyakit yang disebabkan oleh Wuchereria bancrofti:
a. Filariasis bankrofti (wukereriasis brankrofti)
b. Wuchereriasis
c. Elephantiasis
3. Morfologi
a. Cacing dewasa kecil, mirip benang dan berwarna putih kekuningan
b. Cacing dewasa ditemukan dalam kelenjar dan saluran limfe
c. Kutikula halus
d. Cacing jantan panjangnya kurang lebih 40mm dan diameternya 0,1 mm, mempunyai 2 spikula
yang tidak sama panjangnya dan gubernakulum berbentuk bulan sabit
e. Cacing betina panjangnya 80-100 mm dan diameternya 0,24-0,3 mm dengan vulva terbuka
sekitar 0,9 mm dari ujung anterior
f. Mulut tidak bersenjata, tidak ada rongga mulut tetapi mempunyai 2 baris pupil
g. Panjang mikrofilarianya sekitar 244-296 mikro meter
h. Mikrofilarianya aktif bergerak dalam darah dan limfe
i. Mikrofilarianya bersarung pucat (pewarnaan haematotoxylin), lekuk badan halus, panjang
ruang kepala sama dengan lebarnya, inti halus dan teratur, tidak ada tambahan.
j.Mikrofilaria Wuchereria bancrofti pada sediaan darah tebal dengan pewarnaan giemsa

4. Distribusi Geografis
a. Parasit ini tersebar luas di daerah yang beriklim tropis diseluruh dunia dan terdapat di
Indonesia.
b. Di belahan barat dunia dan ada di daerah perkotaan oleh nyamuk Culex quinquefasciatus.
c. Di Pasifik Selatan dan ada di daerah pedesaan oleh nyamuk Aides Polynesiensis.

5. Siklus Hidup
Mikrofilaria masuk ke dalam tubuh manusia dengan melalui gigitan nyamuk (dari genus
Mansonia, Culex, Aedes, dan Anopheles). Mikrofilaria masuk ke dalam saluran limfa dan
menjadi dewasa cacing jantan dan betina melakukan kopulasi cacing gravid mengeluarkan
larva mikrofilaria mikrofilaria hidup di pembuluh darah dan pembuluh limfa mikrofilaria
masuk ke dalam tubuh nyamuk saat nyamuk menghisap darah manusia mikrofilaria
berkembang menjadi larva stadium 1 larva stadium 2 larva stadium 3 dan siap ditularkan.

Cacing dewasa jantan dan betina hidup disaluran dan kelenjar limfe. Mikrofilaria ini hidup
didalam darah dan terdapat di aliran darah tepi pada waktu tertentu (periodisitas). Pada
umumnya, mikrofilaria Wuchereria bancrofti bersifat periodisitas noktuna, artinya mikrofilaria
hanya terdapat di dalam darah tepi pada waktu malam. Pada siang hari mikrofilaria terdapat di
kapiler alat dalam (paru-paru, jantung, ginjal, dan sebagainya). Di daerah Pasifik, microfilaria
Wuchereria bancrofti mempunyai periodisitas subperiodik diurna, artinya terdapat di dalam
darah pada siang dan malam, tetapi jumlahnya lebih banyak pada waktu siang.. Di Thailand
terdapat microfilaria dengan periodisitas subperiodik nokturna.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi periodisitas mikrofilaria adalah kadar zat asam dan zat
lemas dalam darah, aktivitas hospes irama sirkadian, jenis hospes dan jenis parasit, tetapi
secara pasti mekanisme periosiditas mikrofilaria tersebut belum diketahui.
Di daerah perkotaan, parasit ini ditularkan oleh nyamuk Culex quinquefasciatus. Di pedesaan,
vektornya berupa nyamuk Anopheles atau nyamuk Aedes. biasanya parasit ini tidak ditularkan
oleh nyamuk Mansonia. Masa pertumbuhan parasit di dalam nyamuk kurang lebih dua minggu.
Untuk melengkapi daur hidupnya, Wuchereria bancrofti membutuhkan manusia (hospes
definitive) dan nyamuk (hospes perantara). Nyamuk terinfeksi dengan menelan microfilaria yang
terisap bersama-sama dengan darah. Didalam lambung nyamuk, microfilaria melepaskan
sarungnya dan berkembang menjadi larva stadium 1 (L-1), larva stadium 2 (L-2) dan larva
stadium 3 (L-3) dalam otot toraks dan kepala. Larva stadium 1 (L-1) memiliki panjang 135-375
mikron, bentuk seperti sosis, ekor memanjang dan lancip, dan masa perkembangannya 0,5-5,5
hari (di toraks). Larva stadium 2 (L-2) memiliki panjang 310-1.370 mikron, bentuk gemuk dan
lebih panjang daripada L-1, ekor pendek membentuk kerucut, dan masa perkembangannya antara
6,5-9,5 hari (di toraks dan kepala). Larva stadium 3 (L-3) memiliki mobilitas yang cepat sekali,
kadang-kadang ditemukan diprobosis nyamuk sehingga larva ini bersifat infektif dan ditularkan
pada manusia melalui gigitan nyamuk.
Apabila L-3 ini masuk ke dalam jaringan manusia kemudian masuk ke sistem limfatik perifer
dan bermigrasi ke saluran limfe distal dan akhirnya ke kelenjar limfe dan tumbuh menjadi L-4
dan L-5 (cacing betina dewasa dan jantan dewasa). Cacing betina yang sudah matang dan gravid
mengeluarkan microfilaria dan dapat dideteksi di daerah perifer dalam waktu 8-12 bulan
pascainfeksi.
Siklus hidup cacing Filaria terjadi melalui dua tahap, yaitu:1. Tahap pertama, perkembangan cacing
Filaria dalam tubuh nyamuk sebagai vector yang masa pertumbuhannya kurang lebih 2 minggu.2. Tahap
kedua, perkembangan cacing Filaria dalam tubuh manusia (hospes) kurang lebih 7 bulan.Siklus hidup cacing
filaria dapat terjadi dalam tubuh nyamuk apabila nyamuk tersebutmenggigit dan menghisap
darah orang yang terserang filariasis, sehingga mikrofilaria yang terdapatditubuh penderita ikut
terhisap kedalam tubuh nyamuk. Mikrofilaria tersebut masuk kedalam paskan pembungkus pada
tubuh nyamuk, kemudian menembus dinding lambung dan bersarang diantara otot-otot dada
(toraks). Bentuk mikrofilaria menyerupai sosis yang disebut larva stadium I. Dalam waktukurang
lebih satu minggu larva ini berganti kulit, tumbuh menjadi lebih gemuk dan panjang yangdisebut
larva stadium II. Pada hari ke sepuluh dan seterusnya larva berganti kulit untuk kedua
kalinya,sehingga tumbuh menjadi lebih panjang dan kurus, ini adalah larva stadium III. Gerak
larva stadiumIII ini sangat aktif, sehingga larva mulai bermigrasi mula-mula ke rongga perut
(abdomen) kemudian pindah ke kepala dan alat tusuk nyamuk.Apabila nyamuk yang
mengandung mikrofilaria ini menggigit manusia. Maka mikrofilariayang sudah berbentuk larva
infektif (larva stadium III) secara aktif ikut masuk kedalam tubuh akan tertular penyakit ini.

Manusia (hospes). Bersama-sama dengan aliran darah dalam tubuh manusia, larva keluar dari pembuluh
kapiler dan masuk ke pembuluh limfe. Didalam pembuluh limfe larva mengalami dua
kali pergantian kulit dan tumbuh menjadi cacing dewasa yang sering disebut larva stadium IV
dan larvastadium V. Cacing filaria yang sudah dewasa bertempat di pembuluh limfe, sehingga
akanmenyumbat pembuluh limfe dan akan terjadi pembengkakan. Siklus hidup pada tubuh
nyamuk terjadiapabila nyamuk tersebut menggigit dan menghisap darah orang yang terkena
filariasais, sehingga mikrofilaria yang terdapat di tubuh penderita ikut terhisap ke dalam tubuh
nyamuk. Cacing yang diisap nyamuk tidak begitu saja dipindahkan, tetapi sebelumnya tumbuh
didalam tubuh nyamuk. Makhluk mini itu berkembang dalam otot nyamuk. Sekitar 3 minggu,
pada stadium 3, larva mulai bergerak aktif dan berpindah ke alat tusuk nyamuk.Nyamuk pembawa
mikrofilaria itu lalu gentayangan menggigit manusia dan memindahkan larva infektif
tersebut. Bersama aliran darah, larva keluar dari pembuluh kapiler dan masuk ke pembuluh
limfe.Uniknya, cacing terdeteksi dalam darah tepi pada malam hari, sedangkan pada siang haridia berada
didalam kapiler alat-alat dalam seperti pada paru-paru, jantung dan hati, selebihnya bersembunyi
di organ dalam tubuh.Pemeriksaan darah ada-tidaknya cacing biasa dilakukan malamhari. Setelah
dewasa (Makrofilaria) cacing menyumbat pembuluh limfe dan menghalangi cairan limfesehingga
terjadi pembengkakan. Selain di kaki, pembengkakan bisa terjadi di tangan, payudara, atau buah zakar. Ketika
menyumbat pembuluh limfe di selangkangan, misalnya, cairan limfe dari bawahtubuh tidak bisa
mengalir sehingga kaki membesar. Dapat terjadi penyumbatan di ketiak,mengakibatkan pembesaran
tangan.Pada saat dewasa (Makrofilaria) inilah, cacing ini menghasilkan telur kemudian akan menetas
menjadi anak cacing berukuran kecil yang disebut mikrofilaria. Selanjutnya, mikrofilaria beredar
di dalam darah. Larva ini dapat berpindah ke peredaran darah kecil di bawah kulit. Jika pada
waktu itu ada nyamuk yang menggigit, maka larva tersebut dapat menembus dinding usus nyamuk lalu masuk
ke dalam otot dada nyamuk, kemudian setelah mengalami pertumbuhan, larva ini akan
akanmasuk ke alat penusuk. Jika nyamuk itu menggigit orang, maka orang itu akan tertular
penyakit ini.
6. Epidemiologi
Parasit ini tersebar luas di daerah tropik dan subtropik, meluas jauh ke utara sampai Spanyol dan
ke selatan sampai Brisbane, Australia. Di sebelah timur dunia dapat ditemukan di Afrika, Jepang,
Taiwan, Filipina, Indonesia dan kepulauan Pasifik Selatan. Di belahan barat dunia di hindia
barat, Costa Rica dan sebelah utara Amerika Selatan. Frekuensi filariasis yang bersifat periodik,
berhubungan dengan kepadatan penduduk dan kebersihan yang kurang, karena culex
quinguefascialus sebagai vektor utama, terutama membiak di dalam air yang dikotori dengan air
got dan bahan organik yang telah membusuk. Di Daerah Pasifik Selatan frekuensi Filariasis
nonperiodik di daerah luar kota sama tingginya atau lebih tinggi dari pada di desa-desa besar
karena vektor terpenting ialah Aedes Polynesiensis, seekor nyamuk yang biasanya hidup di
semak-semak. Frekuensi berbeda-beda menurut suku bangsa, umur, jenis kelamin, terutama
berhubungan dengan faktor lingkungan. Orang Eropa, yang lebih terlindung terhadap nyamuk,
mempunyai frekuensilebih rendah daripada penduduk asli.

Vektor utama di belahan Barat Dunia ialah Culex quinquefanciatus dan di Pasifik Selatan Aedes
Polynesiensis. Nyamuk Culex quinquefanciatu menggigit pada malam hari, hidup di rumah dan
daerah kota, sedangkan nyamuk Aedes Polynesiensis menggigit pada siang hari, hidup di luar
rumah dan di daerah hutan. Di daerah Pasifik Selatan filariasis nonperiodik berbeda dengan yang
periodik atas dasar perbedaan geografis dan perbedaan-perbedaan kecil pada cacing dewasanya.
Periodisitas tidak berubah walaupun orang yang terkena infeksi berpindah ke daerah
nonperiodik.
Di Indonesia filariasis tersebar luas di daerah endemi terdapat di banyak pulau di seluruh
Nusantara, seperti di Sumatera dan sekitarnya, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, NTT, Maluku, dan
Irian Jaya. Untuk dapat memahami epidemiologi filariasis, kita perlu memperhatikan faktor-
faktor seperti hospes, hospes reservoar, vektor, dan keadaan lingkungan.

7. Patologi dan Gejala Kliniks


Akibat terbentuknya nodule yang menimbulkan varises akan mengakibatkan reaksi
granulomatosus, reaksi peradangan, selanjutnya akan mengakibatkan limfangitis dan
limfadenitis. Terjadinya nodule secara terus-menerus mengakibatkan infeksi kronis yang
menimbulkan fibrimatous dan lebih parah lagi karena timbulnya cicatrix pada pembuluh limfa
sehingga timbul obstruksi yang meyebabkan terjadinya stasis aliran limfe dan aliran darah. Pada
keadaan kronis jika penderita tetap tinggal di daerah endemis dapat terjadi reinfeksi berulang-
ulang yang akan berakibat lebih parah sehingga terjadi Elephantiasis (penyakit kaki gajah), yang
letaknya yang khas yaitu di extremitas inferior / genitalia externa.

Perubahan patologi yang utama terjadi akibat kerusakan inflamatorik pada sistem limfatik yang
disebabkan oleh cacing dewasa, bukan mikrofilaria. Cacing dewasa ini hidup dalam saluran
limfatik aferen atau sinus sinus limfe sehingga menyebabkan dilatasi limfe. Dilatasi ini
mengakibatkan penebalan pembuluh darah di sekitarnya. Akibat kerusakan pembuluh darah,
terjadi infiltrasi sel plasma, eosinofil, dan makrofag di dalam dan sekitar pembuluh darah yang
terinfeksi dan bersama dengan proliferasi endotel serta jaringan ikat, menyebabkan saluran
limfatik berkelok kelok serta katup limfatik menjadi rusak. Limfedema dan perubahan statis
yang kronik terjadi pada kulit diatasnya.
Selain itu, gejala filariasis disebabkan oleh cacing dewasa baik yang hidup maupun yang mati
atau yang telah mengalami degeneasi. Filarisasi bancrofti dapat berlangsung selama beberapa
tahun sehingga dapat mempunyai gambaran klinis yang berbeda-beda. Reaksi pada manusia
terhadap infeksi filaria berbeda dan beraneka ragam dan tidak mungkin stadium penyakit di
batasi dengan pasti.

1. Filarisasi tanpa gejala


Di daerah endemik, pada anak-anak berumur 6 tahun telah dapat ditemukan mikrofilaria didalam
daerah tanpa menimbulkan gejala yang menunjukkan adanya infeksi ini. Bahkan, pada waktu
cacing dewasa mati microfilaria menghilang, penderita tetap tidak menyadari akan adanya
infeksi.

2. Filarisasi dengan peradangan


Infeksi filariadengan peradangan merupakan fenomena alergi berdasarkan kepekaan terhadap
metabolit cacing dewasa yang hidup dan yang mati. Funiculitis , Epidydimitis, Orchitis,
Limforgitis retrograde dari anggota tubuh, pembengkakakn setempat dan kemerahan lengan dan
tungkai merupakan gejala-gejala yang khas dari serangan yang berulang-ulang. Demam
menggigil, sakit kepala, muntah dapat menyertai serangan tadi, yang berlangsung antara
beberapa hari sampai beberapa minggu. Yang terutama terkena ilah saluran limfe tungkai dan
alat genital. Pada laki-laki umumnya terdapat Limfongitis akut dari funiculus spermaticus
(funiculitis) disertai penebalan dan rasa nyeri, Epydidimitis, jaringan retroperitoneal, kelenjar
ari-ari, dan otot ileo-psoas juga dapat terjadi karena cacing yang mati dan mengalami degenerasi.

3. Filarisasi dengan penyumbatan


Gejala akhir yang dramatic pada filarisasi ialah elephantiasis. Penyumbatan pada filariasis terjadi
perlahan-lahan, biasanya setelah terkena infeksi dengan filarial secara terus-menerus selama
bertahun-tahun. Kelainan ini didahului oleh edema menahun dan sering juga oleh serangan
peradangan akut yang berulang-ulang.
Dalam stadium menahun reaksi reaksi sel dan sembab diganti oleh hiperplasi fibroblast.
Terhadap penyerapan dan pergantian parasit oleh jaringan granulasi yang proliferative. Dibentuk
varises saluran limfe yang luas. Kadar protein yang tinggi didalam limfe merngsang
pembentukan jaringan ikat kulit dan kolagen, dan sedikit demi sedikit setelah bertahun-tahu.
Bagian yang membesar menjadi keras dan timbul elephantiasis menahun. Elephanthiatis pada
umumnya mengenai tungkai dan alat kelamin dan menyebakan perubahan bentuk yang luas.
Tanda dan gejala

Tanda dan gejala dibagi menjadi 3


a. Bentuk asimptomatis :
Terutama terjadi pasien-pasien yang berada di daerah endemis, gejala yang dirasakan hanya
pembesaran kelenjar limfe, mikrofilaremia asimptomatis.

b. Bentu filariasis dengan peradangan


Limfangitis, limfadenitis, orchitis, funikulitis, epididimitis (tergantung dari lokasi
inflamasi yang ditimbulkan oleh cacing)
Ulkus, vesikel pada kulit (akibat infeksi sekunder dari bakteri terutama streptococcus)
Nyeri pada kelenjar limfe yang terkena
Gejala sistemik seperti demam, menggigil, lemas, dan lain sebagainya
TPE (Tropical Pulmonary Eosinophilia), pasien akan memiliki gejala-gejala seperti asma
disertai dengan eosinofilia

c. Bentuk filariasis dengan obstruksi

Terjadinya akumulasi cairan pada jaringan ekstraseluler, hal ini bermanifestasi sebagai
limfedema. Limfedema sering terjadi pada tungkai, proses perkembangan penyakit ini
dibagi menjadi 4 tingkat :
o Tingkat 1 : Pitting edema, bersifat reversibel ketika tungkai diangkat
o Tingkat 2 : Pitting / non-pitting edema, tidak dapat kembali normal ketika tungkai
diangkat
o Tingkat 3 : non-pitting edema, tidak dapat kembali normal ketika tungkai
diangkat, disertai dengan penebalan kulit
o Tingkat 4 : non-pitting edema,, didapati jaringan fibrosis dan verukosa pada kulit
(Elefantiasis)
Khusus pada infeksi W.bancrofti dapat terjadi akumulasi cairan pada testis (Hydrocele),
dan dapat menyebabkan urin berwarna seperti air susu (chyluria)

8. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan mikrofilaria pada pemeriksaan darah (sediaan darah
tebal) dan cacing dewasa (filaria) dengan biopsi.Diagnosis filariasis hasilnya lebih tepat bila
didasarkan pada anamnesis yang berhubungan dengan vector di daerah emdemis dan di
konfirmasi dengan hasil pemeriksaan laboratorium. Bahan pemeriksaan adalah darah yang di
ambil pada malam hari. Sediaan darah tetes tebal yang diperoleh dari penderita, langsung
diperiksa dengan mikroskop untuk melihat adanya microfilaria yang masih bergerak aktif,
sedangkan untuk menetapkan spesies filarial dilakukan dengan membuat sediaan darah tetes
tebal dan hapus tipis yang diwarnai dengan larutan Giemsa atau Wright. Untuk mengetahui
infeksi ringan, dilakukan dengan cara mengambil 1 ml darah penderita yang dicampur dengan 10
cc larutan formalin 2%. Endapan darah diambil dan diperiksa langsung atau diwarnai. Disini bisa
diketahui densitas microfilaria dalam darah.
Dalam darah penderita dengan gejala filariasis tidak selalu ditemukan microfilaria. Kira-kira
setelah satu tahun pasca infeksi, larva menjadi cacing dewasa dan mengeluarkan microfilaria.
Pada bulan pertama terjadi gejala filariasis yang disertai peradanga. Pada gejala ini tidak
ditemukan microfilaria dalam darah. Ada kemungkinan, pada stadium lanjut setelah terjadi
gejala elephantiasis, biasanya cacing dewasa dan microfilaria sudah mati. Tes intradermal
dengan menggunakan antigen Dirofilaria, reaksi ikatan komplemen, hemaglutinasi, dan flokulasi
juga baik untuk diagnosis bila microfilaria sulit di temukan dalam darah. Bila microfilaria
Wuchereria bancrofti dapat ditemukan dalam urin penderita kiluria, microfilaria ini dapat
dipisahkan dengan cara sentrifugasi. Microfilaria akan banyak ditemukan bila urin penderita
banyak mengandung cairan kiluria.
Hal-hal yang penting dalam Pemeriksaan Laboratorium
1. Anamnesis penting untuk mengetahui pengambilan bahan pemeriksaanyang terbaik maupun
waktu pengambilan yang tepat untuk penentuan spesies filaria yang dicurigai.
2. Ciri-ciri khas microfilaria Wuchereria bancrofti adalah lekuk tubuh halus, inti tubuh teratur,
tidak ditemukan inti pada ekor, ruang kepala tidak terisi, dan inti panjang sama dengan lebarnya.
3. Supaya sarung microfilaria dapat diwarnai dengan hasil yang baik, biasanya digunakan
pewarnaan hematoksilin (hematoksilin Delafield) karena sarung tidak bias diwarnai dengan
larutan Giemsa.
4. Untuk mendeteksi microfilaria dalam darah tepi dapat dilakukandengan teknik Knot
(konsentrasi membran).
5. Untuk mendeteksi cacing dewasa dalam cairan atau kelenjar limfe dapat dilakukan dengan
sinar rontgen.

Selain itu, diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis dan dipastikan dengan pemeriksaan
laboratorium :
1. Diagnosis Parasitologi
a. Deteksi parasitologi: menemukan mikrofilaria di dalam darah, cairan hidrokel atau cairan
kiluria pada pemeriksaan sediaan darah tebal, teknik konsentrasi Knott, membran filtrasi dan tes
provokatif DEC. Pengambilan darah dilakukan malam hari mengingat periodisitas
mikrofilarianya umumnya nokturna. Pada pemeriksa histopatologi, kadang-kadang potongan
cacing dewasa dapat dijumpai di saluran dan kelenjar limfe dari jarngan yang dicurigai sebagai
tumor.
b. Diferensiasi spesies dan stadium filaria : menggunakan pelacak DNA yang spesies spesifik
dan antibodi monoklonal untuk mengidentifikasi larva filaria dalam cairan tubuh dan dalam
tubuh nyamuk vektor sehingga dapat membedakan antara larva filaria yang menginfeksi manusia
dengan yang menginfeksi hewan. Penggunaannya masih terbatas pada penelitian dan survei.
2. Radiodiagnosis
a. Pemeriksaan dengan ultrasonografi ( USG ) pada skrotum dan kelenjar getah bening ingunial
pasien akan memberikan gambaran cacing yang bergerak-gerak (filarial dance sign). Ini berguna
terutama untuk evaluasi hasil pengobatan.
b. Pemeriksaan limfosintigrafi dengan menggunakan dekstran atau albumin yang ditandai
dengan adanya zat radioaktif menunjukkan adanya abnormalitas sistem limfatik sekalipun pada
penderita yang asimptomatik mikrofilaremia.
3. Diagnosis imunologi
Dengan teknik ELISA dan immunochromatographic test ( ICT ). Kedua teknik ini pada dasarnya
menggunakan antibodi monoklonal yang spesifik untuk mendeteksi antigen W.bancrofti dalam
sirkulasi. Hasil tes yang positif menunjukkan adanya infeksi aktif walaupun mikofilaria tidak
ditemukan dalam darah.
Pada stadium obstruktif, mikrofilaria sering tidak ditemukan lagi di dalam darah, tetapi ada di
dalam cairan hidrokel atau cairan kiluria.
9. Pengobatan
Obat utama yang digunakan adalah dietilkarbamazin sitrat ( DEC ). DEC bersifat membunuh
mikrofilaria dan juga cacing dewasa pada pengobatan jangka panjang. Hingga saat ini, DEC
merupakan satu-satunya obat yang efektif, aman, dan relatif murah. Untuk filariasis bankrofti,
dosis yang dianjurkan adalah 6mg/kg berat badan/hari selama 12 hari. Sedangkan untuk filaria
brugia, dosis yang dianjurkan adalah 5mg/kg berat badan/hari selama 10 hari. Efek samping dari
DEC ini adalah demam, menggigil, artralgia, sakit kepala, mual hingga muntah. Pada
pengobatan filariasis brugia, efek samping yang ditimbulkan lebih berat. Sehingga, untuk
pengobatannya dianjurkan dalam dosis rendah, tetapi waktu pengobatan dilakukan dalam waktu
yang lebih lama. Diethylcarbamazine (DEC) adalah obat pilihan untuk mengatasi filariasis. Obat
ini dapat membunuh mikrofilaria dan beberapa cacing dewasa. Efek samping dari obat ini adalah
pusing, mual, demam, sakit kepala, dan nyeri pada otot atau sendi. Epidemiologi Wuchereria
bancrofti Cacing ini banyak ditemukan di daerah tropis, di Indonesia ditemukan di daerah-daerah
endemik. Vektor utama filariasis adalah nyamuk Culex fatigans yang menggigit pada malam hari
di dalam rumah dan di daerah perkotaan. Vektor lain yang juga dapat menyebarkan filariasis
adalah Culex annulirostris, Aedes kochi, Anopheles bancrofti, Anopheles farauti, dan Anopheles
punctulatus.
Pengobatan filariasis harus dilakukan secara masal dan pada daerah endemis denganmenggunakan obat
Diethyl Carbamazine Citrate
(DEC). DEC dapat membunuh mikrofilaria dancacing dewasa pada pengobatan jangka panjang.
Hingga saat ini, DEC adalah satu-satunya obat yangefektif, aman, dan relatif murah. Untuk
filariasis akibat
Wuchereria bankrofti, dosis yang dianjurkan 6mg/kg berat badan/hari selama 12 hari. Sedangkan
untuk filariasis akibat Brugia malayi dan Brugiatimori, dosis yang dianjurkan 5 mg/kg berat
badan/hari selama 10 hari. Efek samping dari DEC iniadalah demam, menggigil, sakit kepala,
mual hingga muntah. Pada pengobatan filariasis yangdisebabkan oleh Brugiamalayi dan Brugia
timori, efek samping yang ditimbulkan lebih berat.Sehingga, untuk pengobatannya dianjurkan
dalam dosis rendah, tetapi pengobatan dilakukan dalam waktu yang lebih lama. Pengobatan
kombinasi dapat juga dilakukan dengan dosis tunggal DEC danAlbendazol 400mg, diberikan
setiap tahun selama 5 tahun. Pengobatan kombinasi meningkatkan efek filarisida DEC.Obat lain
yang juga dipakai adalah ivermektin. Ivermektin adalah antibiotik semisintetik darigolongan
makrolid yang mempunyai aktivitas luas terhadap nematoda dan ektoparasit. Obat ini
hanyamembunuh mikrofilaria. Efek samping yang ditimbulkan lebih ringan dibanding DEC.
Terapi suportif berupa pemijatan juga dapat dilakukan di samping pemberian DEC dan
antibiotika, khususnya padakasus yang kronis. Obat lain yang juga dipakai adalah ivermektin.
Ivermektin adalah antibiotik semisintetik dari golongan makrolid yang mempunyai aktivitas luas
terhadap nematode dan ektoparasit. Obat ini hanya membunuh mikrofilaria. Efek samping yang
ditimbulkan lebih ringan dibanding DEC.Pengobatan kombinasi dapat juga dengan dosis tunggal
DEC dan Albendazol 400mg, diberikan setiap tahun selama 5 tahun. Pengobatan kombinasi
meningkatkan efek filarisida DEC. Yang dapat diobati adalah stadium mikrofilaremia, stadium
akut, limfedema, kiluria, dan stadium dini elefantiasis.Terapi suportif berupa pemijatan dan
pembebatan juga dilakukan di samping pemberian antibiotika dan corticosteroid, khususnya pada
kasus elefantiasis kronis. Pada kasus-kasus tertentu dapat juga dilakukan pembedahan.
10. Pencegahan
Pencegahan terhadap wuchereriasis di daerah endemic meliputi pemberantasan nyamuk dan
mematikan parasit dalam badan manusia yang merupakan sumber infeksi. Penyemprotan residu
di dalam rumah dan pemakaian larvisida dapat berhasil terhadap Culex quinquefasciatus dan
nyamuk domestic lainnya. Akan tetapi cara pemberantasan ini tidak efektif terhadap nyamuk
yang hidup di daerah rimba seperti Aides polynesiensis. Pemberian Hetrazan secara masal untuk
membasmi microfilaria di dalam darah para pengandung dan pemakaian insektisida untuk
pemberantasan nyamuk berhasil baik di St.Croix, Virgin Islands dan Tahiti. Perlindungan
manusia dengan menutup ruangan dengan kasa kawat, kelambu tempat tidur, repellent
nyamuk, pakaiann yang melindungi, merupakan persoalan ekonomi dan pendidikan. Obat DEC
tidak mempunyai khasiat pencegahan oleh sebab itu penduduk perlu dididik untuk melindungi
dirinya dari gigitan nyamuk.

Menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang sulit dibersihkan,
menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk, menggunakan kelambu saat tidur, memelihara
ikan pemangsa jentik nyamuk, menanam tanaman pengusir nyamuk, mengatur cahaya dan
ventilasi dalam rumah, menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang bisa
menjadi tempat istirahat nyamuk .

Pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk (mengurangikontak


dengan vektor) misalnya menggunakan kelambu sewaktu tidur, menutup ventilasi dengan
kasanyamuk, menggunakan obat nyamuk, mengoleskan kulit dengan obat anti nyamuk, menggunakan pakaian
panjang yang menutupi kulit, tidak memakai pakaian berwarna gelap karena dapat
menarik nyamuk, dan memberikan obat anti-filariasis (DEC dan Albendazol) secara berkala pada
kelompok beresiko tinggi terutama di daerah endemis. Dari semua cara diatas, pencegahan yang
paling efektif tentu saja dengan memberantas nyamuk itu sendiri dengan cara 3M.
Daftar pustaka

http://www.cdc.gov/parasites/lymphaticfilariasis/
http://medlab.id/wuchereria-bancrofti/
http://repository.maranatha.edu/12843/3/1110217_Chapter1.pdf
http://medicafarma.blogspot.com/2008/06/filariasis.html
http://www.wartamedika.com/2008/11/penyakit-kaki-
http://id.wikipedia.org/wiki/Wuchereria_bancrofti
http://repository.unand.ac.id/21701/3/bab%201.pdf
https://www.scribd.com/doc/133747205/Wuchereria-bancrofti
http://anakfk.weebly.com/filariasis.html

Anda mungkin juga menyukai