Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH PARASITOLOGI

PERAN SERANGGA NYAMUK DAN LALAT

Disusun Oleh :
1. Kartika Diyah Rachmawati
2. Marita Elvina Ulprastika
3. Umrotul Malikah

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN SURABAYA
PROGRAM STUDI D4 ALIH JENJANG SEMESTER 1
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, sehingga penyusun dapat menyelesaikan Makalah Parasitologi
Peran Serangga Nyamuk dan Lalat Tahun 2019.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu apabila ada kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan
makalah ini dan penyusun menerimanya dengan tangan terbuka.

Surabaya, Agustus 2019


Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................


ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................
iii
I. PENDAHULUAN .............................................................................................
1
A. Latar Belakang
1
B. Tujuan
.....................................................................................................................
1
C. Manfaat
.....................................................................................................................
2
II. ISI ......................................................................................................................
3
A. Nyamuk
..................................................................................................................
3
B. Lalat
..................................................................................................................
9
III. PENUTUP ........................................................................................................
24
A. Kesimpulan
.....................................................................................................................
24
B. Saran
.....................................................................................................................
24
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................
25

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Nyamuk merupakan satu diantara serangga yang sangat penting dalam
dunia kesehatan. Nyamuk termasuk dalam filum Arthropoda, ordo Diptera,
family Culiciade, dengan tiga sub famili yaitu Toxorhynchitinae
(Toxorhynchites), Culcinae (Aedes, Culex, Mansonia, Armigeres) dan
Anophelinae (Anopheles) (Howard, 2007; Dongus, 2007). Nyamuk
merupakan ektoparasit penganggu yang merugikan kesehatan manusia,
hewan dan lingkungan. Hal ini dikarenakan kemampuannya sebagai vektor
berbagai penyakit.
Sedangkan lalat termasuk dalam filum Arthropoda, kelas Hexapoda
dan ordo Diptera. Serangga dalam ordo Diptera memiliki dua sayap dan pada
bagian belakang terdapat sepasng halter yang digunakan sebagai alat
keseimbang. Lalat mempunyai sepasang antenna dan mata majemuk, dengan
mata lalat jantan lebih besar dan sangat berdekatan satu sama lain. Tubuh lalat
terbagi dalam 3 bagian, yaitu kepala dengan sepasang antenna, toraks, dan
abdomen. Lalat mempunyai metamorphosis yang sempurana, yaitu telur,
larva, pupa dan dewasa (Mosokuli, 2001).
Nyamuk dan lalat memiliki ordo yang sama yaitu ordo Diptera.
Nyamuk dan lalat sama-sama memiliki peranan dalam menyebarkan parasit.
Nyamuk sebagai vektor parasit penyakit malaria dan demam berdarah
dengue, sedangkan lalat sebagai vektor parasit penyebar penyakit thypus
abdominalis.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui peran vektor serangga (nyamuk dan lalat) sebagai
vektor parasit
2. Tujuan Khusus
a. Untuk menjelaskan morfologi nyamuk, cara penginfeksian parasit
kedalam tubuh manusia, penyakit yang ditimbulkan akibat parasit

1
nyamuk, dampak bagi kesehatan serta cara menanggulangi penyakit
karena parasit vektor nyamuk.
b. Untuk menjelaskan morfologi lalat, cara penginfeksian parasit
kedalam tubuh manusia, penyakit yang ditimbulkan akibat parasit
lalat, dampak bagi kesehatan serta cara menanggulangi penyakit
karena parasit vektor lalat.

C. MANFAAT
1. Untuk memahami morfologi nyamuk, cara penginfeksian parasit
kedalam tubuh manusia, penyakit yang ditimbulkan akibat parasit
nyamuk, dampak bagi kesehatan serta cara menanggulangi penyakit
karena parasit vektor nyamuk.
2. Untuk memahami morfologi lalat, cara penginfeksian parasit kedalam
tubuh manusia, penyakit yang ditimbulkan akibat parasit lalat, dampak
bagi kesehatan serta cara menanggulangi penyakit karena parasit vektor
lalat.

2
BAB II
ISI MAKALAH

A. NYAMUK
1. Morfologi Nyamuk
Nyamuk merupakan vektor atau penular utama dari penyakit.
Menurut klasifikasinya nyamuk dibagi dalam dua subfamili yaitu
Culicinae yang terbagi menjadi 109 genus dan Anophelinae yang terbagi
menjadi 3 genus. Di seluruh dunia terdapat lebih dari 2500 spesies nyamuk
namun sebagian besar dari spesies nyamuk tidak berasosiasi dengan
penyakit virus (arbovirus) dan penyakit - penyakit lainnya. Jenis – jenis
nyamuk yang menjadi vektor utama, dari subfamili Culicinae adalah
Aedes sp, Culex sp, dan Mansonia sp, sedangkan dari subfamili
Anophelinae adalah Anopheles sp (Harbach,2008).
Nyamuk dapat hidup sampai ketinggian 4200 mdpl. Nyamuk
betina menghisap darah dengan mulutnya yang membentuk probosis
panjang untuk menembus kulit manusia atau hewan lain seperti kuda, sapi,
babi, dan burung dalam jumlah yang cukup sebelum perkembangan
telurnya. Nyamuk betina memerlukan protein untuk pembentukan telur
dan oleh karena diet nyamuk terdiri dari madu dan jus buah, yang tidak
mengandung protein, kebanyakan nyamuk betina perlu mengisap darah
untuk mendapatkan protein yang diperlukan. Namun ada jenis nyamuk
yang bersifat spesifik dan hanya menggigit manusia atau mamalia.
Nyamuk jantan biasanya hidup dengan memakan cairan tumbuhan
Nyamuk jantan berbeda dengan nyamuk betina, dengan bagian mulut yang
tidak sesuai untuk mengisap darah. Larva nyamuk besar ini merupakan
pemangsa jentik-jentik nyamuk yang lain. (Sembel, 2009)

3
Gambar 1. Morfologi Nyamuk

2. Klasifikasi Nyamuk
Kingdom :Animalia
Filum :Arthropoda
Kelas :Insecta
Ordo :Diptera
Subordo :Nematocera
Infraordo :Culicomorpha
Superfamili :Culicoidea
Famili :Culicidae
Subfamilia :Anophelinae
Culicinae
3. Siklus Hidup Nyamuk
Nyamuk mengalami empat tahap dalam siklus hidup: telur, larva,
pupa, dan dewasa. Tempo tiga peringkat pertama bergantung kepada
spesies - dan suhu. Hanya nyamuk betina saja yang menyedot darah
mangsanya. dan itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan makan.
Sebab, pada kenyataanya, baik jantan maupun betina makan cairan nektar
bunga. sebab nyamuk betina memberi nutrisi pada telurnya. Telur-telur
nyamuk membutuhkan protein yang terdapat dalam darah untuk
berkembang.
Fase perkembangan nyamuk dari telur hingga menjadi nyamuk
dewasa sangat menakjubkan. Telur nyamuk biasanya diletakkan pada daun

4
lembap atau kolam yang kering. Pemilihan tempat ini dilakukan oleh
induk nyamuk dengan menggunakan reseptor yang ada di bawah perutnya.
Reseptor ini berfungsi sebagai sensor suhu dan kelembapan. Setelah
tempat ditemukan, induk nyamuk mulai mengerami telurnya. Telur-telur
itu panjangnya kurang dari 1 mm, disusun secara bergaris, baik dalam
kelompok maupun satu persatu. Beberapa spesies nyamuk meletakkan
telur-telurnya saling berdekatan membentuk suatu rakit yang bisa terdiri
dari 300 telur.

Gambar 2. Siklus Hidup Nyamuk

4. Penyakit yang Ditimbulkan Karena Parasit Nyamuk


a. Malaria
1) Etiologi
Malaria merupakan penyakit akut dan kronik yang
disebabkan oleh protozoa (genus plasmodium), yang ditandai oleh
demam paroksismal yang diawali dengan kedinginan dan
menggigil kemudian berkeringat, disertai dengan lemah lesu,
anemia, dan hepatosplenomegali. Spesies plasmodium bervariasi
dalam bentuk dan mempunyai siklus hidup yang kompleks. Hal ini
memungkinkan dapat hidup di lingkungan sel yang berbeda, yaitu
di dalam hospes manusia (fase aseksual) dan didalam tubuh
nyamuk sebagai vektor (fase seksual). Di dalam tubuh manusia
plasmodium dibagi menjadi empat, yaitu plasmodium falciparum,
plasmodium vivax, plasmodium ovale, dan plasmodium malariae.
Keempat spesies plasmodium yang terdapat di Indonesia,
yaitu P. falciparum menyebabkan malaria tropika, P. vivax

5
menyebabkan malaria tertrianan benigna, P. ovale menyebakankan
malaria ovale, dan P. malariae menyebabkan malaria kuartana.
2) Cara Penularan
Malaria dapat ditularkan melalui dua cara yaitu cara
alamiah dan nonalamiah. Penularan secara alamiah terjadi melalui
gigitan nyamuk Anopheles betina. Untuk penularan non alamiah,
dibagi menjadi menurut cara penularannya yaitu secara mekanik
dimana penularan terjadi melalui transfusi darah (mudah diobati
karena tidak melalui sporozoit-siklus hati) atau jarum suntik yang
tidak steril. Selain itu bisa melalui malaria kongenintal yaitu
penularan secara transplasental atau melalui tali pusat saat partus.
3) Pengobatan
Pengobatan malaria mempunyai daya kerja selektif atas fase-fase
yang berbeda dari siklus hidup parasit:
a) Skizontisidal darah untuk membunuh parasit aseksual (fase
eritrositik) dalam eritrosit:
 Klorokuin : 25 mg/kg selama 3 hari (hari I dan II 10mg/dl,
hari III 5mg/kg+ primakuin 1 hari), amodiakuin sama dengan
klorokuin.
 Kuinin : meflokuin 15mg/kg dibagi dalam dua dosis dengan
interval pemberian 12 jam
 Pirimetamin : pada umumnya digunakan kombinasi
pirimetamin-sulfadoksin (pirimetamin 1-1,5 mg/kg/hari
sulfadoksin 20-30mg/kg/hari)
 Sulfonamid
b) Skizontisidal jaringan : daya kerja terhadap parasit fase
eksoeritrositik, tujuannya mencegah relaps pada P. vivax dan P.
ovale.
 Primakuin 0,3 mg/ kg/ hari selama 14 hari (maksimal 26,3
mg/hari)
 Pirimetamin
c) Gametosidal : membunuh parasit bentuk seksual
 Primakuin dan klorokuin
d) Sporontisidal : menghambat pertumbuhan ocyst di dinding
lambung nyamuk
 Primakuin

6
e) Profilaksis kasua. : bekerja terhadap parasit stadium di
jaringan, tujuannya mencegah timbulnya infeksi yang ada
(relaps) dan manifestasi klinis.
f) Supresif atau profileksi klinis : mencegah gejala klinis dengan
cara membunuh parasit yang masuk kedalam sirkulasi darah,
semua obat golongan skizontisidal darah bersifat prolikasis
klinis.
4) Pencegahan
a) Perorangan
1. Menghindar dari gigitan nyamuk (biasanya menjelas
matahari terbenam hingga fajar), dengan :
 Menggunakan kelambu atau kasa anti nyamuk
 Penggunaan repellent
 Memakai pakaian yang menutup lengan dan kaki
2. Obat profilaksis bila memasuki daerah endemis malaria
bagi pengunjung /turis domestik dan mancanegara (2
minggu sebelumnya-4 minggu setelah keluar dari daerah
endemis malaria):
 Klorokuin 5mg/kg, 1x setiap minggu
 Pirimetamin 0, 5-0,75 mg/ kg atau sulfadoksin 10-15
mg/kg, 1x setiap minggu (untuk umur > 6 bulan)
 Mencegah atau membasmi tempat perindukan nyamuk.
b) Komunitas
1. Meingkatkan pelayanan kesehatan
2. Penanggulangan penularan malaria secara
berkesinambungan
3. Penyuluhan kepada masyarakat tentang pengetahuan
malaria.
b. Filariasis
1. Etiologi
Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular
yang disebabkan oleh cacing filariasis yang menyerang saluran dan
kelenjar getah bening yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk
(Daniel, 2007; David, 2007). Terdapat tiga spesies cacing penyebab
Filariasis yaitu: Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia
timori.
Cacing tersebut hidup di kelenjar dan saluran getah bening
sehingga menyebabkan kerusakan pada sistem limfatik yang dapat

7
menimbulkan gejala akut dan kronis. Gejala akut berupa
peradangan kelenjar dan saluran getah bening (adenolimfangitis)
terutama di daerah pangkal paha dan ketiak tapi dapat pula di
daerah lain. Gejala kronis terjadi akibat penyumbatan aliran limfe
terutama di daerah yang sama dengan terjadinya peradangan dan
menimbulkan gejala seperti kaki gajah (elephantiasis), dan
hidrokel.
2. Cara Penularan
Filariasis dapat ditularkan oleh seluruh jenis spesies
nyamuk. Di Indonesia diperkirakan terdapat lebih dari 23 spesies
vektor nyamuk penular filariasis yang terdiri dari genus Anopheles,
Aedes, Culex, Mansonia, dan Armigeres. Untuk menimbulkan
gejala klinis penyakit filariasis diperlukan beberapa kali gigitan
nyamuk terinfeksi filaria dalam waktu yang lama (Wahyono, 2010)

Gambar 3. Cara Penularan Filariasis


3. Pengobatan
Pemberian obat DEC untuk mengurangi efek samping:
a) Pengobatan massal dosis rendah:
 Lebih 10 th: 1 tab / minggu selama 40 minggu
 Kurang 10 th: ½ tab / minggu selama 40 minggu
Perkecualian:
 Umur kurang dari 2 th
 Sedang hamil / menyusui
 Orang tua sekali / sakit berat
Pelaksanaan:
 Puskesmas: kader kesehatan / prinsip dasa wisma
 Evaluasi: 5 th sekali
 Parameter: angka transmisi (L3 pd nyamuk)
angka infeksi (mf rate & deteksi antigen)
4. Pencegahan
Berikut cara mencegahan penyakit Filariasis:
a) Menghindari diri dari gigitan nyamuk vektor

8
 Menggunakan kelambu sewaktu tidur
 Menutupi ventilasi rumah dengan kawat kassa
 Menggunakan obat nyamuk semprot/bakar untuk mengusir
nyamuk
 Menggunakan alat pelindung diri atau obat oles anti
nyamuk (reppelant)
b) Memberantas Nyamuk Vektor
 Menjaga kebersihan lingkungan
 Menghilangkan/membersihkan tempat perindukan nyamuk
 Menimbun, mengeringkan, atau mengalirkan air yang
tergenang
c) Minum obat pencegahan filariasis secara teratur.

B. Lalat
1. Morfologi Lalat
Lalat adalah salah satu insekta ordo diptera yang mempunyai
sepasang sayap berbentuk membran. Saat ini telah ditemukan tidak
kurang dari 60.000 sampai 100.000 species lalat. Namun tidak semua
species ini perlu diawasi, karena beberapa diantaranya tidak berbahaya
bagi manusia ditinjau dari segi kesehatan Depkes RI (dalam Hastutik dan
Fitri, 2007).
Menurut Sigit dan Hadi (dalam Hastutik dan Fitri, 2007)
menjelaskan bahwa: “Yang tergolong lalat pengganggu kesehatan adalah
Ordo Diptera, Subordo Cyclorrhapha, dan anggotanya terdiri atas lebih
dari 116.000 spesies lebih di seluruh dunia”. Berdasarkan pendapat
tersebut dapat disimpulkan bahwa lalat merupakan ordo diptera yang
termasuk dalam klasifikasi serangga (insecta) pengganggu yang
menyebarkan penyakit dan menyebabkan gangguan kesehatan bagi
manusia dengan spesies yang sangat banyak. Lalat adalah salah satu
vektor yang harus dikendalikan karena dapat pengganggu aktifitas dan
kesehatan masyarakat.
Sebagai alat transportasi yang sangat baik dalam penularan
penyakit, lalat sangat menyukai tempat yang tidak berangin, tetapi sejuk
dan kalau malam hari sering hinggap di semak-semak di luar tempat

9
tinggal, lebih menyukai makanan yang bersuhu tinggi dari suhu udara
sekitar dan sangat membutuhkan air (Widyati & Yuliarsih, 2002).
2. Klasifikasi Lalat
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Hexapoda
Ordo : Diptera
Famili : Muscidae, Sarcophagidae, Challiporidae
Genus : Musca, Stomoxys sp, Phenesia sp, Fannia sp, Sarchopaga
sp
3. Siklus Hidup Lalat
Depkes (dalam Hastutik dan Fitri, 2007) menerangkan bahwa:
“Lalat adalah insekta yang mengalami meta-morfosa yang sempurna,
dengan stadium telur, larva/tempayak, kepompong dan stadium dewasa”.
Hal ini menunjukkan semua lalat mengalami metamorfosis sempurna
dalam perkembangannya Sigit & Hadi (dalam Hastutik dan Fitri, 2007).
Metamorfosis sempurna yang dialami lalat adalah sebagai berikut:
Stadium telur, stadium larva/tempayak, stadium kepompong dan terakhir
stadium dewasa. Siklus ini bervariasi bergantung pada keadaan lingkungan
perkembangbiakannya. Waktu yang dibutuhkan lalat menyelesaikan siklus
hidupnya dari sejak masih telur sampai dengan dewasa antara 12 sampai
30 hari. Menurut Depkes RI (dalam Hastutik dan Fitri, 2007) ,bahwa:
“rata-rata perkembangan lalat memerlukan waktu antara 7-22 hari,
tergantung dari suhu dan makanan yang tersedia”.

Gambar . Siklus Hidup Lalat

10
a. Telur

Gambar. Telur Lalat


Telur lalat mempunyai warna putih dan diletakkan pada
tempat lembab yang mengandung bahan organik membusuk yang
tidak terkena sinar matahari langsung. Lalat betina mampu
menghasilkan telur sekitar 2000 butir dalam sepanjang hidupnya dan
menetas setelah 8-30 jam, tergantung dari faktor lingkungannya
(Hastutiek & Fitri 2007).
b. Larva

Gambar. Larva Lalat


Larva berkembang baik pada suhu 30-350C dengan tempat
yang berpindah- pindah, contohnya pada sampah organik. Stadium
larva mempunyai 3 tingkatan, yaitu larva instar 1, larva instar 2, dan
larva instar 3. Tingkat 1 berukuran 2 mm berwarna putih dan
membutuhkan waktu 1-4 hari untuk menjadi larva instar 2.Setelah
menjadi larva instar 2, berukuran 2 kali dari larva instar 1 dan setelah
satu sampai beberapa hari menjadi larva instar 3. Pada tingkat yang

11
terakhir ini berukuran 12mm/lebih dengan waktu 3-9 hari untuk
menjadi pupa. Larva mencari tempat dengan temperatur yang
disenangi, dengan berpindah-pindah tempat, misalnya pada
gundukan sampah organik. Temperatur yang disukai adalah 30 –
350C.
c. Pupa

Gambar. Pupa Lalat


Pada masa ini, jaringan tubuh larva berubah menjadi
jaringan tubuh dewasa. Stadium ini berlangsung 3-9 hari.
Temperatur yang disukai ± 350C.
d. Lalat Dewasa

Gambar. Lalat Dewasa


Proses pematangan menjadi lalat dewasa kurang lebih 15 jam
dan setelah itu siap untuk mengadakan perkawinan. Seluruh waktu
yang diperlukan 7-22 hari, tergantung pada suhu setempat,
kelembaban dan makanan yang tersedia. Umur lalat dewasa dapat
mencapai 2-4 minggu.
4. Faktor yang Mempengaruhi Hidup Lalat
a. Tempat perindukan/Berkembangbiak
Lalat secara natural tertarik pada tempat yang mempunyai
bau busuk dan berkembangbiak pada bahan organik yang
membusuk seperti tinja, sampah, karkas, dan bangkai (Adenusi &

12
Adegowa, 2013). Sucipto (2011) juga menjelaskan bahwa tempat
yang disenangi lalat adalah tempat yang basah seperti sampah
basah, kotoran binatang, tumbuh-tumbuhan yang busuk, kotoran
yang menumpuk secara kumulatif.
b. Jarak Terbang
Ketika lalat dewasa muncul dari tempat perindukannya,
maka lalat akan mulai terbang yang jauhnya tergantung banyak
faktor (Dewi, 2007). Kemampuan lalat dalam jarak terbang sejauh
kira-kira 1-2 mil (Darmawati et al. 2005) dan dalam 24 jam lalat
mampu terbang sampai 3 km (Lima et al. 2014).
c. Kebiasaan Makan
Lalat memakan makanan yang dimakan oleh manusia
sehari-hari, seperti gula, susu dan makanan lainnya, kotoran
manusia serta darah. Bentuk makanannya cair atau makanan yang
basah, sedang makanan yang kering dibasahi oleh ludahnya
terlebih dulu, baru diisap. Dalam Widyati & Yuliarsih (2002)
mengungkapkan bahwa: “Lalat lebih menyukai makanan yang
bersuhu tinggi daripada lingkungan sekitarnya”.
d. Tempat Istirahat
“Dalam memilih tempat istirahat (resting place), lalat lebih
menyukai tempat yang tidak berangin, tetapi sejuk, dan kalau
malam hari sering hinggap di semak-semak di luar tempat tinggal”
(Widyati & Yuliarsih, 2002).
Lalat beristirahat pada lantai, dinding, langit-langit, jemuran
pakaian, rumput-rumput, kawat listrik dan lain-lain serta sangat
disukai tempat-tempat dengan tepi tajam yang permukaannya
vertikal. Tempat istirahat tersebut biasanya dekat dengan tempat
makannya dan tidak lebih dari 4,5 meter di atas permukaan tanah
Depkes (dalam Hastutik dan Fitri, 2007). Lalat istirahat ditempat
dimana ia hinggap dan atau tempat yang dekat dari tempat
hinggapnya.
e. Lama Hidup

13
Pada musim panas, usia lalat berkisar antara 2-4 minggu,
sedang pada musim dingin bisa mencapai 70 hari (Depkes, 1991).
Widyati dan Yuliarsih (2002) menyatakan bahwa: “ Tanpa air lalat
tidak dapat hidup lebih dari 46 jam”. Sehingga lama hidup lalat
pada umumnya berkisar antara 2-70 hari.
f. Temperatur
Kehidupan lalat tergantung pada kondisi lingkungan sekitar.
Lalat beaktivitas secara penuh pada suhu 20-250C dan pada suhu
35-400C/ 15-200C aktivitas lalat mulai berkurang. Sedangkan lalat
mulai hilang dan tidak terdeteksi pada suhu di bawah 100C dan di
atas 400C. (Sayono et al. 2005). Waktu metamorfosis lalat rumah
pada suhu 200 membutuhkan 26,2 hari sedangkan pada suhu 350
membutuhkan 9,6 hari (Hastutiek & Fitri 2007).
g. Cahaya
Lalat merupakan serangga yang bersifat fototropik, yaitu
menyukai sinar. Pada malam hari tidak aktif, namun bisa aktif
dengan adanya sinar buatan. Efek sinar pada lalat tergantung
sepenuhnya pada temperatur dan kelembaban (Depkes, 1991).
Melihat pola hidupnya, lalat merupakan tipe makhluk hidup yang
kompleks dan dapat berkembang biak dengan pesat serta mampu
bertahan hidup dengan relatif lama pada temperatur dan keadaan
tertentu.
5. Penyakit yang Ditimbulkan Karena Lalat
a. Disentri
1) Etiologi
Di Indonesia jumlah penderita disentri muncul
sepanjang tahun, Disentri adalah salah satu jenis penyakit
diare akut yang disertai dengan tinja cair yang bercampur
dengan darah dan lendir dikarenakan bakteri penyebab disentri
telah menembus dinding kolon sehingga tinja yang melewati
usus besar akan berjalan sangat cepat tanpa di ikuti proses
absorbsi air (Kurnia, Tarigan, dan Siregar, 2018).
2) Cara penginfeksian

14
Penyebaran bibit penyakit yang dibawa oleh lalat
rumah yang berasal dari sampah, kotoran manusia/hewan
terutama melalui bulu-bulu badannya, kaki dan bagian tubuh
yang lain dari lalat dan bila lalat hinggap ke makanan manusia
maka kotoran tersebut akan mencemari makanan yang akan
dimakan oleh manusia, akhirnya timbul gejala pada manusia
yaitu sakit pada bagian perut, lemas karena terlambat
peredaran darah dan pada kotoran terdapat lendir dan darah.
Dibawah ini merupakan gambar cara penginfeksian penyakit
Disentri melalui lalat.

Gambar. Penularan penyakit disentri


3) Pengobatan
a) Antibiotik
Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi
dan bakteri, yang memiliki khasiat mematikan atau
menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan
toksisitasnya bagi manusia relatif kecil Hoan (dalam
Zhafran, 2019). Antibiotik yang digunakan sebagai obat
disentria biasanya adalah Ceftriaxone (biasanya diberikan
jika pasien sedang hamil), Chloramphenicol, Ampisilin,
trimethoprim-sulfamethoxazole, dan Ciprofloxacin.
b) Pengganti cairan dan garam
Bagi beberapa orang, diare ringan dapat sembuh dengan
sendirinya dalam beberapa hari. Namun, bagi beberapa
orang lainnya, diare yang dialaminya mungkin lebih berat,
sehingga bisa menyebabkan masalah lain, seperti dehidrasi
(kehilangan terlalu banyak cairan tubuh). Dehidrasi ini

15
disebabkan karena terlalu banyak cairan yang keluar dari
tubuh melalui buang air besar yang terlalu cair dan sering
pada saat diare. Bisa juga dengan membuat oralit dengan
tiga bahan dasar yaitu air, gula, dan garam. Ketiga bahan
tersebut dicampur kemudian diminum sampai tubuh benar-
benar pulih.
c) Perbanyak istirahat, hindari melakukan aktivitas yang berat
selama beberapa waktu
d) Menjaga kebersihan makanan atau minuman, dan alat
makan agar infeksi tidak menyebar ke orang di sekitar
Anda.
e) Cuci tangan teratur dengan sabun dan air hangat untuk
mengurangi risiko penyebaran infeksi
4) Pencegahan
Agar terhindar dari penyakit disentri ada bebrapa hal yang
dapat kita lakukan untuk pencegahan, antara lain adalah :
1) Rajin cuci tangan dengan air dan sabun, khususnya
sebelum makan, memasak atau menyiapkan makanan,
setelah dari toilet, dan setelah mengganti popok bayi.
2) Sebisa mungkin, hindari kontak dengan penderita disentri.
3) Jangan menggunakan handuk yang sama dengan
seseorang yang diketahui menderita disentri.
4) Gunakan air panas untuk mencuci pakaian penderita
disentri.
5) Hindari tertelan air saat berenang di fasilitas umum.
6) Bersihkan toilet dengan disinfektan setiap selesai
digunakan.
b. Leishmaniasis
1) Pengertian
Leishmaniasis adalah penyakit infeksi akibat parasit
protozoa intraselular dari genus Leishmania yang disebarkan
oleh gigitan vektor lalat pasir (sandfly) betina yang didalamnya
sudah terdapat parasit Leishmania (Widana dan Helmawan,
2019). Lalat pasir umumnya berhabitat di tempat yang kering,
lembab, dan mengandung banyak zat organik. Lalat pasir tidak
seperti nyamuk yang membutuhkan genangan air untuk
bereproduksi dan justru tidak ada jika cuaca terlalu basah atau

16
terlalu dingin. Lalat pasir menyukai tempat yang terlindungi
dan lembab (tidak terlalu basah) seperti misalnya di rekahan
tembok, sarang rayap, di balik batu, kulit pohon, sarang tikus,
dan sarang rubah. Lalat pasir membutuhkan darah untuk
perkembangan telur-telurnya seperti halnya nyamuk Anopheles
dan Aedes Aegypti. Ukuran lalat pasir sangat kecil yaitu sekitar
1,5 mm (lebih kecil dari nyamuk) dan suaranya saat terbang
dapat tidak terdengar sama sekali karena memiliki banyak
bulu. Ukuran yang lebih kecil dari nyamuk memungkinkannya
dapat lolos dari kelambu tidur anti-nyamuk. Lalat pasir bukan
penerbang yang baik, namun pernah tercatat dapat terbang
hingga sejauh 2 km, dan perpindahannya sangat mungkin
didukung oleh angin. Spesies lalat pasir tertentu dapat bersifat
oportunis dalam mencari mangsa untuk dihisap darahnya,
apakah dari hewan ataupun manusia sehingga siklus infeksi
Leishmaniasis dapat bersifat zoonosis maupun antroponosis.

Gambar. Lalat Pasir


Secara umum Leishmaniasis memiliki 4 gejala klinis,
Visceral Leishmaniasis (VL) yang menimbulkan
pembengkakan organ dalam, Post-KalaAzar-Dermal
Leishmaniasis (PKDL) yaitu komplikasi yang muncul setelah
seseorang sembuh dari VL, Cutaneous Leishmaniasis (CL)
yang menimbulkan borok (lesion) di kulit, dan Mucocutaneus
Leishmaniasis (ML) yang merusak jaringan mukosal. VL
merupakan bentuk infeksi Leishmaniasis yang terparah karena
dapat menimbulkan pembengkakan organ dalam (hati dan

17
limpa) dan pelemahan daya tahan tubuh, sedangkan CL
merupakan kasus yang lebih sering terjadi di dunia. Penyakit
ini tersebar di wilayah tropis dan sub-tropis dan terkategori
neglected tropical disease oleh PBB dengan wilayah
penyebaran utama di sub-kontinen India, basin Mediterania
(Timur Tengah, Eropa Selatan, dan Afrika Utara), dan Amerika
Selatan. Leishmaniasis adalah parasit ini justru memperbanyak
diri di dalam macrophages (sel darah putih) yang bertugas
mewujudkan sistem imun tubuh. Tingkat keparahan
Leishmaniasis sangat ditentukan oleh imunitas si penderitanya.
Parasit Leishmania pada CL menyerang kulit dan
menimbulkan lesi (borok) yang dapat bersifat basah atau
kering. Lesi yang basah lebih berisiko terkena infeksi sekunder
akibat bakteri atau jamur. Lesi ini biasanya tidak terasa sakit,
namun jika sudah terinfeksi bakteri atau jamur dapat
menimbulkan rasa sakit. Lesi biasanya muncul di kulit tempat
bekas gigitan lalat pasir dan dapat berpindah atau menyebar di
sekitar bekas gigitan. CL biasanya dapat sembuh dengan
sendirinya dalam beberapa bulan hingga 1 tahun. Namun jika
tidak mendapat perawatan tambahan, bekasnya dapat sangat
mengubah penampilan dan risiko infeksi sekunder akan lebih
tinggi.
VL adalah bentuk Leishmaniasis yang paling
berbahaya karena parasit menyerang organ dalam seperti hati,
limpa, tulang sumsum, dan kelenjar getah bening. VL memiliki
gejala seperti hepatosplenomegaly (pembesaran/
pembengkakan hati dan/atau limpa), pancytopenia
(berkurangnya sel-sel darah merah, putih, dan keping darah),
anorexia/penurunan berat badan, demam tinggi, sakit di bagian
perut, rasa lemas, penurunan imunitas tubuh, mual, dan diare.
Masa inkubasinya antara 2 minggu hingga beberapa bulan atau
tahun setelah parasit masuk ke dalam tubuh. VL dapat

18
mengancam nyawa dan gejala penyakitnya seringkali sulit
didiagnosa karena memiliki kemiripan dengan penyakit lain
seperti misalnya malaria, tifus, demam berdarah, atau kanker
darah. VL memiliki tingkat mortalitas tinggi dan tanpa
perawatan yang segera, penderita VL dapat terancam
nyawanya. Jika seseorang dari daerah non-endemik masuk ke
daerah endemik dan terinfeksi VL, ada risiko tinggi terjadinya
kasus haemolytic anaemia akut, kerusakan renal (ginjal) akut,
dan pendarahan mukosal. VL utamanya endemik di Sub-Benua
India, Afrika Timur, dan Amerika Selatan. VL biasanya
diakibatkan oleh infeksi parasit dari spesies Leishmania
Donovani, dan Leishmania Infantum di Benua Lama, dan
Leishmania Infantum/Chagasi di Benua Baru.
ML adalah kondisi dimana CL terjadi di jaringan
mukosal (jaringan lunak di hidung dan mulut). Di kondisi yang
parah, penderitanya dapat mengalami kerusakan di bagian
hidung, laring, dan faring, bahkan kematian akibat tercekiknya
saluran pernafasan dan makanan yang ditimbulkan dari
pembengkakan. ML dapat muncul jika seseorang yang
menderita CL tidak mendapat pengobatan setelah beberapa
tahun (utamanya di Benua Baru). Siklus penularan
Leishmaniasis pada manusia dapat dilihat pada Gambar II.

Gambar. Siklus Perkembangan Protozoa Leishmania pada


Manusia

19
2) Pengobatan
Hingga saat ini belum ditemukan vaksin maupun
chemoprophylaxis untuk Leishmaniasis. Obat-obatan
perawatan Leishmaniasis sudah ada, seperti Antimonial
Pentavalent, Pentamidine, Miltefosine, Paromomycin, dan
Liposomal Amphotericin B, namun obat-obatan tersebut
memiliki tingkat toksisitas yang tinggi. Miltefosine,
Paromomycin, dan Liposomal Amphotericin B dianggap lebih
aman dan sudah mendapatkan izin dari Badan Pangan dan
Obat-Obatan Amerika Serikat (Food and Drug Administration)
untuk perawatan Leishmaniasis.
Orang yang mengonsumsi obat-obatan tersebut dapat
mengalami efek samping seperti rasa mual, diare bahkan
anorexia, dan tidak boleh dikonsumsi orang yang sedang hamil
atau menyusui. Tingginya toksisitas juga menjadikan obat-
obatan ini dapat mengakibatkan kematian. Harga obat-obatan
ini juga tergolong mahal dan pengobatan oral yang saat ini
yang dianggap paling efektif dan aman adalah Miltefosine.
Namun, di beberapa kondisi, parasit Leishmania mulai
memiliki resistensi atas obat-obatan yang paling efektif
sekalipun seperti Liposomal Amphotericin B, Paromomycin,
dan Miltefosine yang terbukti dari adanya kasus relapse atau
kekambuhannya kembali setelah sembuh menggunakan obat-
obatan tersebut.
Penggunaan obat-obatan yang tidak sesuai dengan
resep ahli kesehatan, penghentian proses pengobatan secara
sepihak oleh pasien/penderita(akibat tidak tahan dengan
dampak toksisitas yang tinggi atau merasa sudah baikan
sehingga merasa tidak perlu meminum obat lagi), dan co-
infeksi pasien penderita Leishmaniasis dengan penyakit HIV
membuat Leishmaniasis semakin sulit disembuhkan.
Pengobatan Leishmaniasis, khususnya yang menggunakan

20
miltefosine dapat memakan waktu hingga satu bulan sehingga
jika seorang prajurit terinfeksi, cukup dapat mengganggu
kemampuannya menjalankan operasi. Efek sampingnya juga
dapat mengganggu aktivitas bahkan membahayakan kesehatan
dan keselamatan (dapat menimbulkan dehidrasi akibat mual
dan diare). Pengobatan biasanya juga harus bersamaan
didukung dengan bantuan nutrisi tambahan dan vitamin untuk
hasil yang maksimal. Berdasarkan kondisi ini, cara terbaik
agar aman dari infeksi Leishmaniasis adalah mencegah jangan
sampai digigit lalat pasir.
3) Pengendalian
Dalam mencegah dan mengendalikan infeksi
Leishmaniasis, beberapa hal yang dapat dilakukan adalah
sebagai berikut:
a) Memakai alat pelindung diri. Krim penangkal gigitan
serangga dan penggunaan pestisida di pakaian dan
kelambu tidur dapat mengurangi risiko gigitan lalat pasir
secara efektif.
b) Menjaga kebersihan lingkungan dari tumpukan sampah.
Sampah merupakan unsur organik yang disukai lalat pasir,
dan juga tikus, anjing, dan rubah, inang hewan dari parasit
Leishmania. Dengan menjaga kebersihan lingkungan,
menjauhkan sampah dari tempat tinggal penduduk dan
memusnahkannya, risiko infeksi Leishmaniasis dapat
ditekan.
c) Melakukan pemberantasan vektor dan inang hewan.
Pemberantasan lalat pasir dapat dilakukan dengan
penyemprotan pestisida, menggunakan umpan beracun,
atau ditangkap menggunakan alat penangkap serangga
seperti sinar yang menarik bagi serangga. Pemberantasan
inang hewan seperti tikus, anjing, rubah, dan lain
sebagainya juga harus dilakukan khususnya di dekat
tempat tinggal penduduk. Hewan-hewan ini menjaga

21
siklus parasit Leishmania secara zoonosis sehingga
manusia yang ada di sekitarnya berisiko terinfeksi
Leishmaniasis.
d) Mengisolasi pasien Leishmaniasis dari gigitan lalat pasir
dan mengobatinya. Penderita Leishmaniasis adalah inang
yang dapat menjadi medium berkembangnya amastigot
parasit Leishmania untuk kemudian terhisap kembali oleh
lalat pasir yang tidak terinfeksi, dan kemudian lalat pasir
ini menginfeksi kembali parasit Leishmania kepada orang
lain yang digigitnya. Jika untuk sementara waktu penderita
diisolasi dan diobati hingga sembuh, risiko berputarnya
kembali siklus parasit Leishmania dapat dikurangi.
e) Memberikan pendidikan kepada masyarakat mengenai
siklus hidup penyakit Leishmaniasis dan teknik
pencegahannya.
f) Merekayasa lingkungan sekitar tempat tinggal agar tidak
cocok bagi habitat lalat pasir. Lalat pasir hidup di tempat
yang kering namun lembab dan terdapat banyak zat
organik.
g) Membuat tempat tinggal yang “kedap” lalat pasir dan tikus
h) Mengurangi aktivitas di luar rumah sejak matahari
terbenam hingga terbit.
i) Waspada atas peningkatan populasi lalat pasir saat
menjelang musim dingin (di iklim subtropis).
j) Menggratiskan obat dan konsultasi kesehatan terkait
penyembuhan Leishmaniasis. Obat Leishmaniasis yang
efektif masih relatif mahal dan penggunaannya secara
sembarangan menimbulkan parasit yang resisten terhadap
obat. Dengan penggaratisan obat sekaligus konsultasinya,
penderita Leishmaniasis dapat disembuhkan dan yang
terpenting tidak lagi menjadi inang yang dapat menjaga
siklus hidup parasit secara antroponosis.

22
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pemberantasan jentik nyamuk dapat dilakukan dengan cara 3M sedangkan
nyamuk dewasa dapat menggunakan kelambu, repelent, menutupi ventilasi
dengan kawat kasa, raket nyamuk dan yang terakhir dapat melakukan
kegiatan fooging.
2. Pemberantasan lalat dapat dilakukan dimulai dari sumbernya yaitu
melakukan pembersihan pada tempat-tempat yang menjadi perindukan
lalat, dapat menggunakan kelambu, penyemprotan pestisida, menutupi
ventilasi dengan kawat kasa, melakukan penutupan semua makanan di
area terbuka, dan meletakkan wewangian pandan pada wadah di ruang
tertutup.

B. Saran
1. Pemberantasan nyamuk dan lalat harus dilakukan sedini mungkin untuk
mengurangi perkembang biakannya.
2. Pemberantasan dapat dimulai dari menjaga kebersihan lingkungan kita
sendiri.

23
DAFTAR PUSTAKA

Adenusi, A.A, dan Adegowa, T.O.S. 2013. Human Intestinal Parasites in Non-
Biting Synathropic flies in Ogun State. Nigeria. Travel Medicine and
Infectius Disease. 11(3) : 181-189.

Dewi, Dian Indra. 2016. Lalat Dan Kehidupannya. Jurnal Kesehatan Lingkungan.
Banjarnegara.

Gillett, J. D. 1972. The Mosquito: Its Life, Activities and Impact on Human
Affairs. Doubleday, Garden City, NY, 358 p.

Harbach, R, 2008. Famili Culicidae Meigen, Mosquito Taxonomic Inventory.

Hastutik, Pudji dan Fitri, Loeki E. 20017. Potensi Musca domestica Linn.
Sebagai Vektor Beberapa Penyakit. Jurnal Entomologi. 13(3).
Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Airlangga.

Kurnia, K., et al. 2013. Sistem Pakar Mendiagnosa Penyakit Disentri


Menerapkan Metode Hybrid Case Based. Jurnal Informasi dan Teknologi
Kimia. 13(2) : 152-156.

Soegijanto, Soegeng. 2016. Kumpulan Makalah Penyakit Tropis dan Infeksi di


Indonesia. Surabaya : UNAIR.

Widana, I Dewa K.K., dan Hilmawan, A. 2019. Urgensi Pencegahan dan


Pengendalian Risiko Infeksi Leishmaniasis atas Kontingen Garuda di
Lebanon. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia. 18 (1) : 34-41.

Widyati, R dan Yuliarsih. 2002. Hygiene dan Sanitasi Umum dan Perhotelan.
Gramedia Widiasarana Indonesia : Jakarta

Zhafran, Prawira Adhananta. 2019. Hubungan Tingkat Pendidikan Dan Tingkat


Pengetahuan Terhadap Penggunaan Antibiotika Tanpa Resep Dokter Di
Desa Tlekung Kota Batu. jurnal kedokteran.

24
25

Anda mungkin juga menyukai