Anda di halaman 1dari 17

Nyamuk Penyebab Penyakit pada Manusia

Anopheles , Aedes dan Culex

Makalah
ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Parasitologi II
dosen pengampu Fitri Rahmi Fadhilah, S.Si.,M.Biomed., Ni’matul Murtafi’ah,
S.Pd.,M.Sc., dan Lisa Hidayati, S.KM., M.Si.

Oleh

Anggi Nuraeni (3217002)


Nurul Azmi H (3217007)

KOMPETENSI KEAHLIAN DIII ANALIS KESEHATAN


STIKES RAJAWALI BANDUNG
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat
dan hidayahnya kami diberi kesehatan dan kelancaran untuk menyusun makalah
ini.
Makalah ini telah kami rangkum sehingga mudah dimengerti, dan dipahami
oleh pembaca. Selain itu informasi dalam makalah ini berisi pengetahuan-
pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi kita, karena dengan mengetahui isi dari
makalah ini kita dapat mengetahui dan lebih mengenali bagaimana bentuk,
morfologi, dan penyakit yang disebabkan nyamuk serta upaya pencegahan dan
pengobatannya.
Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat membantu kita semua untuk
lebih memahami materi ini secara mendalam dan mendapatkan ilmu pengetahuan
yang berguna dikemudian hari, Aamiin.
Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat dan kami sangat mengharapkan
kritik serta saran agar kedepannya lebih baik lagi.

Bandung, 25 November 2018

Hormat Kami,

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................... ii

BAB 1 .............................................................................................................. 1

PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 2

1.3 Tujuan ............................................................................................... 2

1.4 Manfaat ............................................................................................. 2

BAB 2 .............................................................................................................. 3

PEMBAHASAN .............................................................................................. 3

2.1 Culicinae ........................................................................................... 3

2.2 Anopheline ........................................................................................ 6

2.3 Daur Hidup Nyamuk ......................................................................... 8

2.4 Biologi Nyamuk dan Penularan Penyakit ......................................... 9

2.5 Pengendalian Vektor Nyamuk ........................................................ 10

BAB 3 ............................................................................................................ 13

PENUTUP...................................................................................................... 13

3.1 Kesimpulan ..................................................................................... 13

3.2 Saran ................................................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 14

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Banyak serangga yang dapat menularkan penyakit-penyakit yang
merupakan masalah kesehatan dunia. Filariasis, malaria, demam berdarah, pes,
demam tifoid, dan berbagai penyakit lainnya ditularkan oleh serangga. Artropoda
dapat menjadi vektor penular yang aktif menyebarkan penyakit, atau sebagai
hospes perantara (intermediate host ) yang bertindak secara pasif menularkan
penyakit.
Artropoda yang bertindak sebagai vektor penular penyakit secara aktif
akan memindahkan mikroorganisme penyebab penyakit dari penderita pada orang
lain yang sehat. Cara penularan penyakit dapat terjadi secara mekanis atau secara
biologis. Jika penularan terjadi secara mekanis, artropoda disebut sebagai vektor
mekanis. Mikroorganisme yang ditularkan secara mekanis selama berada di dalam
tubuh vektor tidak bertambah jumlahnya dan tidak berubah bentuk morfologinya.
Sedangkan pada penularan penyakit secara biologis oleh artropoda yang
bertindak selaku vektor biologis, di dalam tubuh artropoda mikroorganisme yang
ditularkan berubah bentuknya atau bertambah jumlahnya (karena berkembang
biak dalam tubuh artropoda), atau mengalami perubahan bentuk maupun
jumlahnya.
Pada makalah ini, penyusun hanya akan membahas mengenai vektor
nyamuk yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Keluarga nyamuk
merupakan serangga yang penyebarannya sangat luas, mulai dari daerah kutub
yang dingin sampai daerah tropis yang panas. Nyamuk juga mampu hidup di
daerah dengan ketinggian 5000 meter di atas permukaan laut, sampai di dalam
tambang yang letaknya 1500 meter di bawah permukaan tanah. Tiga subfamili
nyamuk yang penting dalam bidang kesehatan yaitu subfamili Culicinae,
subfamili Anopheline dan subfamili Toxorrhynchitinae. Namun yang akan
dibahas dalam makalah ini hanya subfamili Culicinae dan subfamili Anopheline.

1
2

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan tersebut, maka penyusun
dapat merumuskan makalah yang akan dibahas selanjutnya yaitu sebagai berikut
ini.
1. Bagaimana morfologi, daur hidup dari nyamuk Anopheles, Aedes, dan Culex?
2. Bagaimana cara pengendalian dan pemberantasan vektor nyamuk?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut ini.
1. Mendeskripsikan morfologi dan daur hidup nyamuk Anopheles, Aedes, dan
Culex.
2. Menjelaskan cara pengendalian dan pemberantasan vektor nyamuk.

1.4 Manfaat
Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan kita dalam mempelajari Parasitologi II khususnya mengenai vektor
nyamuk Anopheles, Aedes,dan Culex sehingga dapat mencegah terjadinya infeksi
penyakit dari ketiga nyamuk tersebut.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Culicinae
Dua genus yang penting dalam subfamili ini adalah genus Aedes dan genus
Culex karena dapat menularkan berbagai penyakit yang menjadi masalah
kesehatan dunia, misalnya demam berdarah dengue, yellow fever, filariasis dan
ensefalitis.
Subfamili Culicinae mempunyai bentuk scutellum yang trilobi sedangkan
abdomennya tertutup oleh sisik-sisik lebar yang mendatar. Kepala nyamuk
Culicinae betina mempunyai palpus yang lebih pendek dari pada probosis dan
palpus yang panjang pada nyamuk jantan.
Di tempat berkembang biaknya telur nyamuk Culicinae tidak mempunyai
pelampung, diletakkan berderet-deret seperti rakit atau diletakkan satu demi satu
di permukaan air atau dilekatkan pada dinding bejana (container) sedikit di atas
batas antara permukaan air dan kontiner.
Larva nyamuk mempunyai siphon dengan pekten berbentuk sempurna, dan
umumnya mempunyai lebih dari satu kelompok hair tufts.

2.2.1. Nyamuk Aedes


Aedes betina mengisap darah waktu siang hari, terutama pada waktu sore hari.
Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus merupakan vektor penular demam
dengue atau demam berdarah dengue dan demam chikungunya di Indonesia dan di
berbagai negara lainnya.
Selain merupakan vektor utama penular demam dengue, nyamuk Aedes
aegypti juga adalah vektor utama penular demam kuning (yellow fever) sehingga
juga disebut sebagai yellow fever mosquito. Spesies ini tersebar luas di dunia di
daerah yang terletak antara 40o Lintang Utara dan 40o Lintang Selatan, dan hanya
hidup pada suhu antara 8o – 37o Celcius. Telur nyamuk ini dalam keadaan kering
mampu tetap hidup selama bertahun-tahun. Berbagai tempat berair bersih dapat
menjadi sarang tempat kembang biak (breeding-place) nyamuk ini, misalnya yang
terdapat di bak mandi, tempayan penyimpan air minum, kaleng kosong, plastik
air minum, ban bekas dan kontener atau wadah buatan lainnya. Nyamuk Aedes

3
4

aegypti dewasa terutama hidup dan mencari mangsa di dalam rumah atau
bangunan beratap lainnya.
Aedes albopictus lebih menyukai wadah alami ( potongan bambu pagar,
lipatan daun, pelepah pohon pisang atau kelapa, dan lubang-lubang pohon) yang
terdapat di luar rumah sebagai tempat kembang biaknya. Nyamuk dewasa hidup
dan mencari mangsa di luar rumah atau bangunan, yaitu di kebun yang teduh dan
rimbun dengan pepohonan.
Abdomen nyamuk Aedes betina mempunyai ujung yang lancip dan terdapat
cercus yang panjang. Telur diletakkan satu-satu pada permukaan air atau pada
perbatasan air dan container. Larva Aedes mempunyai siphon yang gemuk, yang
mempunyai satu pasang hair tuft dan pecten yang tumbuh tidak sempurna.
Aedes aegypti dewasa tubuhnya berwarna hitam mempunyai bercak putih
keperakan atau putih kekuningan. Pada toraks bagian dorsal terdapat bercak putih
yang khas bentuknya, berupa 2 garis sejajar di bagian tengah toraks dan 2 garis
lengkung di tepi toraks.
Aedes albopictus dewasa mudah dibedakan dari Aedes aegypti karena garis
yang terdapat pada toraks dorsal hanya berupa 2 garis lurus yang terdapat di
tengah toraks.

Gambar 1. Ciri khas garis toraks (a) Aedes albopictus dan (b) Aedes aegypti
(URL: http://www.mosquito-va.org/- http://www.mosquitaire.com)
5

2.2.2. Nyamuk Culex


Nyamuk Culex dapat menjadi vektor penular berbagai mikroorganisme,
misalnya arbovirus, filariasis dan malaria pada unggas. Culex pipiens
quinquefasciatus atau sering disebut Culex fatigans merupakan vektor penular
filariasis pada manusia, sedang Culex pipiens adalah penular penyakit St.Louis
encephalitis. Culex tarsalis adalah vektor penular penyakit Western encephalitis
dan St.Louis encephalitis. Culex tritaeniorhynchus merupakan vektor utama
penularan Japanese B encephalitis, banyak dijumpai di Asia Tenggara dan Asia
Timur.
Nyamuk Culex betina mempunyai abdomen yang berujung tumpul dan
mempunyai pulvili. Nyamuk ini meletakkan telurnya di permukaan air yang
menjadi tempat berkembang biaknya (breeding place) secara berderet-deret
sehingga berbentuk seperti rakit. Larva Culex mempunyai sifon yang panjang dan
langsing yang memiliki beberapa kelompok hair tufts.
Nyamuk Culex pipiens complex menyukai breeding place berupa
genangan air hujan atau air yang mempunyai kadar tinggi bahan organik,
sedangkan Culex tarsalis lebih menyukai genangan air yang terkena sinar
matahari sebagai tempat berkembang biaknya. Culex tritaeniorhynchus yang
banyak dijumpai di Asia Tenggara dan Asia Timur menyukai air tanah dan rawa-
rawa sebagai breeding-placenya.

Gambar 2. Subfamili Culicinae (Culex)


(URL: http://www.nd.edu/lumen)
6

2.2 Anopheline
Anopheles adalah genus nyamuk yang terpenting dalam subfamili ini karena
merupakan satu-satunya vektor penular malaria pada manusia. Terdapat sekitar 30
spesies Anopheles yang dapat menjadi vektor penular malaria. Penular malaria
pada manusia adalah nyamuk Anopheles yang spesiesnya berbeda antara satu
tempat dengan tempat lainnya. Anopheles penular malaria di Indonesia antara lain
adalah Anopheles sundaicus, An.aconitus, An. barbirostris, dan An.subpictus.
Selain menularkan malaria, Anopheles juga dapat menularkan filariasis pada
manusia. Cacing filaria manusia yang dapat ditularkan oleh nyamuk Anopheles
adalah Wuchereria bancrofti yang nocturnal periodic.
Nyamuk jantan Anopheles mempunyai palpus yang ujungnya membesar
(club-shaped). Berbeda dengan Aedes dan Culex, nyamuk ini baik nyamuk jantan
maupun nyamuk betinanya mempunyai palpus yang sama panjang dengan
probosis. Scutellum toraks nyamuk dewasa ujungnya membulat, tidak
mempunyai lobus. Kaki-kaki Anopheles panjang dan langsing. sedangkan
abdomennya tidak mempunyai bercak-bercak sisik.

Gambar 3. Anopheles dewasa


(URL: http://www.files.myopera.com/echa2268)

Larva Anopheles tidak mempunyai siphon tetapi mempunyai palmate-hair


yang khas bentuknya. Selain itu larva juga mempunyai pelampung sehingga pada
waktu bernapas di permukaan air, posisi larva adalah mendatar atau sejajar
dengan permukaan air. Hal ini berbeda dengan posisi larva Aedes dan Culex yang
menungging atau membentuk sudut terhadap garis permukaan air.
7

Gambar 4. Larva Culicine (Aedes, Culex) dan larva Anopheline


Larva Culicine mempunyai siphon, larva Anopheline tidak bersiphon.
(Sumber: R.C.Russel, 2000)

Sarang nyamuk (breeding place) Anopheles sangat bervariasi sesuai dengan


spesies dan lingkungan hidupnya. Sebagai contoh, Anopheles sundaicus menyukai
genangan air payau di daerah pantai (lagoon), sedangkan Anopheles aconitus
menyukai air tawar yang tergenang di sawah-sawah.
Sesudah diletakkan di air, telur Anopheles dalam waktu 1-2 hari akan
menetas menjadi larva yang dalam waktu 8-12 hari kemudian berubah menjadi
bentuk pupa. Pupa dalam waktu 2-3 hari akan berkembang menjadi nyamuk
dewasa yang dapat bertahan hidup di alam sampai satu bulan lamanya.
8

2.3 Daur Hidup Nyamuk


Nyamuk mempunyai metamorfosis yang sempurna (holometabola) dengan
larva dan pupa yang memerlukan air untuk hidupnya, sedangkan telur nyamuk
pada umumnya diletakkan di air (pada beberapa spesies nyamuk telurnya dapat
hidup tanpa air dalam waktu yang lama).
Telur nyamuk Anopheles diletakkan satu demi satu di permukaan air, telur
Culex berderet-deret seperti rakit, dan telur Aedes ditempatkan di sepanjang tepian
air. Beberapa hari sesudah berada di dalam air telur nyamuk akan menetas
menjadi larva, yang sesudah 4 kali berganti kulit larva akan berubah menjadi
bentuk pupa. Pupa nyamuk merupakan bentuk aktif yang sangat sensitif terhadap
pergerakan air tetapi bentuk ini tidak memerlukan makanan. Stadium pupa
berlangsung selama 2-3 hari sebelum pupa berubah bentuk menjadi nyamuk
dewasa.

Gambar 5. Daur hidup nyamuk

(Sumber : dr. Soedarto. (2011) Buku Ajar Parasitologi Kedokteran)


9

2.4 Biologi Nyamuk dan Penularan Penyakit


Nyamuk jantan di alam dapat hidup selama satu minggu, sedangkan nyamuk
betina mampu hidup sampai dua minggu lamanya. Nyamuk yang dipelihara di
laboratorium pada kelembaban tinggi dengan makanan yang cukup mengandung
karbohidrat dapat hidup sampai beberapa bulan lamanya.
Untuk hidupnya, nyamuk jantan tidak mengisap darah tetapi menghisap
cairan tumbuhan atau madu, sedangkan nyamuk betina mengisap darah, kecuali
Toxorhynchitinae yang makan cairan tumbuhan. Nyamuk betina pada umumnya
menyukai darah hewan (zoophilus), yang diperlukan untuk perkembangan
telurnya agar proses reproduksi dapat berlangsung.
Hanya nyamuk-nyamuk pengisap darah yang dapat menularkan penyakit
pada manusia, yaitu nyamuk Anopheles, Aedes, Culex dan Mansonia. Banyak
mikroorganisme penyebab penyakit yang dapat ditularkan oleh nyamuk, yaitu
sebagai berikut ini.
1. Malaria
Penyakit protozoa ini disebabkan oleh Plasmodium vivax, P.falciparum,
P.malariae dan P.ovale yang penularnya adalah nyamuk Anopheles yang
spesiesnya berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya. Terdapat sekitar 30
spesies Anopheles dapat menularkan malaria.
2. Filariasis
Di Indonesia infeksi cacing Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia
timori endemis di berbagai daerah terutama di luar Jawa .
3. Arbovirus
Virus-virus yang ditularkan secara biologis oleh artropoda ada yang
ditularkan oleh nyamuk. Semua arbovirus grup A ditularkan oleh nyamuk, yaitu
virus Chikungunya, virus Mayaro, virus O’nyong-nyong, virus Venezuelan equine
encephalitis, virus Sinbis, dan virus Western encephalitis. Sebagian arbovirus
grup B juga dapat ditularkan olen nyamuk, yaitu virus Yellow fever, virus dengue,
virus St.Louis encephalitis, virus Japanese B encephalitis, virus Murray Valley
encephalitis, virus West Nile, dan virus Ilheus. Virus Eastern encephalitis, virus
Bunyawera, virus Bwamba, virus Oropouche, dan virus California yang tidak
termasuk arbovirus juga dapat ditularkan oleh nyamuk.
10

2.5 Pengendalian Vektor Nyamuk


Strategi dalam pengendalian vektor terutama dilakukan pada cara
transmisinya (Bangs et al. 2006; Fidayanto et al. 2013), serta harus
memperhatikan interaksi antara manusia dan hewan dengan ekosistem serta
manajemen lingkungannya (Wang & Crameri 2014). Pengendalian vektor nyamuk
merupakan hal utama untuk memberantas atau setidaknya mengurangi kejadian
penyakit yang disebabkan oleh virus Arbo (WHO 2009).
Sifat-sifat (karakteristik) vektor sangat penting untuk dipahami agar
pengendaliannya dapat dilakukan secara efektif tanpa merusak ekosistem. Setiap
vektor mempunyai karakteristik yang spesifik seperti siklus hidup yang berbeda-
beda, mulai dari telur, larva (nimfa) dan dewasa, serta sangat dipengaruhi oleh
keadaan lingkungan. Oleh karena itu, pengetahuan tentang epidemiologi vektor
sangat penting. Penanggulangan dan pencegahannya lebih banyak difokuskan
pada pemutusan rantai penularan melalui pengendalian nyamuk vektor. Memutus
daur hidup vektor dapat menurunkan atau menekan populasi vektor pada tingkat
yang tidak membahayakan kesehatan masyarakat (Boesri et al. 2015).
A. Pengendalian nyamuk secara kimiawi dan biologis
1). Pengasapan
Pengasapan atau fogging dilakukan untuk memberantas sarang
nyamuk dan nyamuk dewasa dengan menggunakan jenis insektisida
misalnya, golongan organofospat atau pyrethroid sintetik (Supartha
2008). Namun, dilaporkan telah terjadi resistensi pada beberapa
insektisida sehingga penggunaan insektisida kimia untuk pengendalian
vektor menjadi tidak optimal.
Repelen yaitu bahan kimia atau non-kimia yang berkhasiat
mencegah nyamuk hinggap dan menggigit. Bahan tersebut memblokir
fungsi sensori pada nyamuk. Jika digunakan dengan benar, repelen
bermanfaat untuk memberikan perlindungan pada individu pemakainya
dari gigitan nyamuk selama jangka waktu tertentu (Kardinan 2007).
2). Teknik serangga mandul
Pemberantasan nyamuk dewasa dengan cara biologis dapat
dilakukan dengan teknik serangga mandul. Teknik serangga mandul
11

merupakan salah satu teknik pengendalian vektor secara genetik


dengan cara mensterilkan atau memandulkan serangga sasaran
kemudian dilepaskan ke alam supaya terjadi perkawinan di alam dan
memperoleh keturunan steril sehinga dapat menurunkan populasi
(Setiyaningsih et al. 2015). Proses sterilisasi dapat menggunakan sinar
gamma Co-60. Teknik ini merupakan pengendalian vektor yang
potensial, ramah lingkungan, efektif dan spesies spesifik.
3). Pemberantasan jentik
Pemberantasan jentik nyamuk dengan cara sederhana diharapkan
dapat dilakukan oleh masyarakat. Cara berikut dapat mengurangi
densitas vektor nyamuk, yaitu (1) Pemeliharaan saluran irigasi, bagian
tepi saluran tidak boleh ada kantong-kantong air sehingga air dapat
mengalir dengan lancar; (2) Padi harus ditanam serentak sehingga
densitas Anopheles aconitus terbatas pada periode pendek yaitu pada
minggu keempat hingga minggu keenam setelah musim tanam.
Perkembangan jentik hingga dewasa membutuhkan air, maka
pengeringan sawah berkala merupakan cara pengendalian jentik yang
dapat dilakukan oleh petani. Perkembangan dari telur hingga menjadi
nyamuk diperlukan waktu 13-16 hari, karenanya pengeringan cukup
dilakukan di persawahan, yang dilakukan setiap 10 hari sekali selama
dua hari (Nurmaini 2003).
Pemberantasan jentik nyamuk secara kimiawi dapat dilakukan
dengan abatisasi, yaitu pemberian abate (larvasida) berupa butiran
pasir temefos 1%. Program abatisasi dapat mengurangi populasi jentik
nyamuk di perairan (Bangs et al. 2006; Fidayanto et al. 2013). Cara ini
terbukti ampuh untuk memberantas jentik nyamuk selama 8-12
minggu. Abatisasi sebaiknya dilakukan selektif sesuai dengan pola
curah hujan yang terjadi pada tahun tersebut.
Pengendalian jentik secara biologi dilakukan dengan menggunakan
predator (binatang pemangsa serangga). Parasit yang berfungsi
sebagai biokontrol jentik nyamuk disebar dengan tujuan untuk
12

menurunkan populasi serangga secara alami tanpa mengganggu


lingkungan, selain itu juga dengan ikan pemakan jentik (Zen 2012).
Penebaran ikan pemakan jentik pada perairan tidak harus berupa
ikan kecil tetapi dapat berupa ikan yang bernilai ekonomi misalnya
ikan mujair, ikan nila (Nurmaini 2003; Kasfili et al. 2014), ikan mas
dan ikan lele (Wihartyas 2015).
4). Penyidikan epidemiologi vektor
Bangs et al. (2006) dan Fidayanto et al. (2013) menyatakan hal
bahwa penyidikan epidemiologi vektor dapat dilakukan dengan
surveilans sehingga jenis vektor yang terdapat pada suatu daerah dapat
diidentifikasi dan deteksi virus pada populasi vektor dapat dijadikan
indikator atau peringatan dini untuk melakukan tindakan yang tepat
dalam mencegah wabah. Oleh karena itu, program pengawasan perlu
dirancang dengan menyediakan sistem pemetaan distribusi penyakit.
Informasi yang diperoleh akan bermanfaat untuk menilai risiko dan
mengidentifikasi spesies vektor yang menjadi target pengendalian.
Pengendalian vektor dengan surveilans akan menghasilkan data
untuk mengidentifikasi jenis vektor yang tersebar sehingga penyakit
virus Arbo tertentu dapat diprediksi. Dengan demikian, dapat
dilakukan pemberantasan dan pengendalian vektor secara terprogram
dan efektif, serta tetap menjaga kelestarian ekosistemnya.
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Nyamuk dapat menularkan berbagai penyakit infeksi virus maupun parasit
yang ditularkan secara aktif saat menghisap darah manusia. Aedes Aegepty
adalah nyamuk yang menularkan penyakit DBD dan Chikungunya, Anopheles
merupakan nyamuk yang menularkan penyakit Malaria, dan Chulex merupakan
nyamuk penular penyakit filariasis (kaki gajah). Ketiga spesies nyamuk ini
wajib untuk diwaspadai keberadaannya, sehingga dapat dilakukan
pengendalian dan pemberantasannya melalui cara pengendalian secara kimia
dan biologis.

3.2 Saran
‘Lebih baik mencegah daripada mengobati”, maka dari itu penyusun
menyarankan agar sebaiknya kita semua menjaga kebersihan lingkungan
sekitar terutama pada tempat-tempat yang bisa menjadi perindukan nyamuk.
Selain itu, sebagai upaya pencegahan disarankan untuk memakai pakaian yang
tertutup dan lotion anti-nyamuk saat hendak tidur dan beraktifitas di luar
rumah.

13
DAFTAR PUSTAKA

Bangs MJ, Larasati RP, Corwin AL, Wuryadi S. 2006. Climatic factors associated
with epidemic dengue in palembang, Indonesia: Implications of short-
term meteorological events on virus transmission. Southeast Asian J
Trop Med Public Health. 37:11031116.
Boesri H, Heriyanto B, Susanti L, Handayani SW. 2015. Uji repelen (daya tolak)
beberapa ekstrak tumbuhan terhadap gigitan nyamuk Aedes aegypti
vektor demam berdarah dengue. Vektora J Vektor Reserv Penyakit.
7:79-84.
Fidayanto R, Susanto H, Yohanan A, Yudhastuti R. 2013. Model pengendalian
demam berdarah dengue. J Kesehatan Masyarakat Nasional. 7:522-
528
Kardinan A. 2007. Potensi selasih sebagai repellent terhadap nyamuk Aedes
aegypti. J Penelitian Pertanian Tanaman Indonesia. 13:39-42
Kasfili JS, Gamaiwarivoni, Kermelita D. 2014. Perbedaan efektivitas ikan Mujair
(Oreochromis mossambicus) dan Nila (Oreochromis niloticus) sebagai
predator alami larva nyamuk Aedes sp instar III. J Kesehatan
Lingkungan [Internet]. Available from: http://
keslingbengkulu.blogspot.co.id/2014/08/v-behaviorur
ldefaultvmlo_81.html
Nurmaini. 2003. Mentifikasi vektor dan Pengendalian nyamuk Anopheles
aconitus secara sederhana. Medan (Indonesia): USU Digital Library.
Ochieng
Setiyaningsih R, Agustini M, Rahayu A. 2015. Pengaruh pelepasan nyamuk
jantan mandul terhadap fertilitas dan perubahan morfologi telur.
Penyakit, Vektora J Vektor Reserv. 7:71-78.
Sholichah Z. 2009. Ancaman dari nyamuk Culex sp yang terabaikan. Balaba.
5:21–23.
Soedarto, D. P. (2011). Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Sagung Seto.

14

Anda mungkin juga menyukai