Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

EKTOPARASIT
(pediculus humanus capitis,phthirus pubis, sarcoptes scabiei, pinjal, lalat, malassezia furfur,
candida albicans, tinea capitis, tinea cruris , dan tinea barbae)

DI SUSUN OLEH KELOMPOK V:

FRENGKI DALANI (2013201028)

KRISTOVEL BETENO (2013201044)

ALFARISA CAMOH (2013201085)

EKSA SUFENTRI U. D LATTA (2013201083)

LUSIYANI R. NGGAHU (2013201047)

WILDA TRESIA PAKAYA (2013201080)

INTAN (2013201072)

KELAS: A ( SEMESTER II)

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TOMPOTIKA LUWUK

TAHUN AKADEMIK 2021/2022


Kata pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul EKTOPARASIT ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
BIOMEDIK II. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang materi
EKTOPARASIT  bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada ibu Dr. Maria kanan, M.kes selaku dosen mata kuliah
BIOMEDIK II yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
kami.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Luwuk, 24 maret 2021

Penulis

Kelompok V

ii
Daftar isi

Cover........................................................................................................................... i

Kata pengantar ......................................................................................................... ii

Daftar isi ................................................................................................................... iii

Bab I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

A. Latar belakang .............................................................................................. 1


B. Rumusan masalah ........................................................................................2
C. Tujuan..............................................................................................................2

Bab II PEMBAHASAN................................................................................................3

A. Pengertian ektoparasit...................................................................................3
B. Pengertian ,morfologi, siklus hidup, patologi dan klinik, pengobatan dan pencegahan,
epidemiologi ............................................................................................................3

Bab III PENUTUP..................................................................................................................21

A. KESIMPULAN ...........................................................................................................21
B. SARAN .....................................................................................................................21

Daftar pustaka ................................................................................................................. 22

Iii

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di Indonesia, musim panas terjadi hampir sepanjang tahun. Hal ini menyebabkan pertumbuhan
parasit-parasit kulit tidak terkontrol. Namun, bukan berarti pertumbuhan atau investasi ektoparasit
sepenuhnya dipengaruhi oleh kondisi cuaca di seluruh wilayah di Indonesia. Menurut Hadi (2007),
lingkungan peternakan yang umumnya berupa suatu kompleks bangunan kandang merupakan sebuah
ekosistem tersendiri yang unik. Lingkungan itu seringkali pada kenyataannya banyak dimanfaatkan
oleh hama pengganggu sebagai habitat, tempat istirahat serta tempat mencari makan. Berbagai jenis
hama tersebut hidup atau berada di lingkungan peternakan, yang keberadaannya dapat merupakan
gangguan atau bahkan bahaya bagi para hewan ternak dan juga orang-orang di sekitarnya.

Hama pengganggu peternakan yang berasal dari kelompok Arthropoda dikenal dengan istilah
ektoparasit (Hadi, 2007). Ektoparasit adalah parasit yang hidupnya menumpang di bagian luar dari
tempatnya  bergantung atau pada permukaan tubuh inangnya (host). Sebagian terbesar dari kelompok
ektoparasit yaitu golongan serangga (Kelas Insecta), dan lainnya adalah kelompok akari (Kelas
Arachnida), (Suarni, 2014).

Hal lain yang lebih membahayakan lagi dari ektoparasit adalah peranannya sebagai vcektor penular
berbagai macam agen penyakit atau inang antara dari agen penular penyakit (Suarni, 2014). Vektor
penyakit adalah serangga penyebar penyakit atau arthropoda yang dapat memindahkan /menularkan
agen infeksi dari sumber infeksi kepada host yang rentan. Pengendalian vektor adalah suatu kegiatan
untuk menurunkan kepadatan populasi vektor pada utingkat yang tidak lagi membahayakan
kesehatan, (Komariah, 2010)
Kerugian akibat ektoparasit caplak dan tungau cukup tinggi pada ternak ruminansia khususnya di
Indonesia. Selain merugikan ternak secara ekonomi juga karena dapat bersifat zoonosis khususnya
pada penyakit scabies. Pengendalian dengan obat dengan zat khasiat yang berasal dari bahan kimia
dan tradisional telah dilakukan dengan hasil yang beragam dan kendala harga pengobatan yang cukup
tinggi, (Ahmad, 2005).

B. Rumusan masalah
1. Jelaskan apa yang di maksud dengan ektoparasit?
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pediculus humanus capitis,phthirus pubis,
sarcoptes scabiei, pinjal, lalat, malassezia furfur, candida albicans, tinea capitis,
tinea cruris , dan tinea barbae ?
3. Jelaskan Morfologi, siklus hidup, patologi dan klinik, pengobatan dan pencegahan
dan epidemiologi dari pediculus humanus capitis,phthirus pubis, sarcoptes scabiei,
pinjal, lalat, malassezia furfur, candida albicans, tinea capitis, tinea cruris , dan
tinea barbae ?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui pengertian dari ektoparasit .
2. Untuk mengetahui pengertian dari pediculus humanus capitis,phthirus pubis,
sarcoptes scabiei, pinjal, lalat, malassezia furfur, candida albicans, tinea capitis,
tinea cruris , dan tinea barbae .
3. Untuk mengetahui Morfologi, siklus hidup, patologi dan klinik, pengobatan dan
pencegahan dan epidemiologi dari pediculus humanus capitis,phthirus pubis,
sarcoptes scabiei, pinjal, lalat, malassezia furfur, candida albicans, tinea capitis,
tinea cruris , dan tinea barbae.

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN EKTOPARASIT
Ektoparasit adalah parasit yang hidup di bagian luar dari tempatnya bergantung atau pada permukaan
tubuh inangnya dan yang memperoleh makanan dengan mengirimkan haustorium masuk ke dalam
sel-sel tumbuhan inang. Sebagian terbesar dari kelompok ektoparasit yaitu golongan serangga
(Kelas Insecta), dan lainnya adalah kelompok akari (Kelas Arachnida) seperti caplak atau sengkenit,
tungau, laba-laba, dan kalajengking. Selain itu, artropoda dari Kelas Chilopoda (kelabang), dan
Kelas Diplopoda (keluwing) juga termasuk ektoparasit, (Brotowidjoyo, 1987).
Menurut Naughton (1997) parasit yang hidup di permukaan tubuh dari suatu organisme dikenal
sebagai ektoparasit atau parasit eksternal. Parasit ini dapat sering ditemukan baik pada tumbuhan dan
hewan. Ektoparasit baik mengisap darah (parasit hewan) atau cairan (parasit tanaman) atau pakan
pada jaringan. hidup. Beberapa contoh yang paling umum untuk ektoparasit manusia caplak, tikus
kutu, kutu, dan tungau gatal.
Ektoparasit adalah sejenis parasit yang hidupnya pada inangnya (hewan tuan rumah). Hewan sejenis
ektoparasit ini juga dikenal dengan sebutan epizoa. Hewan ektoparasit yang hidup secara parasit pada
tubuh lain ini hidup dipermukaan bagian luar tubuh atau bagian-bagian lain yang mudah di jangkau
dari luar. (Priyambodo, 1995).
Ektoparasit (ekozoa) merupakan parasit yang berdasarkan tempat manifestasi parasitismenya terdapat
di permukaan luar tubuh inang, termasuk di liang-liang dalam kulit atau ruang telinga luar. Kelompok
parasit ini juga meliputi parasit yang sifatnya tidak menetap pada tubuh inang, tetapi datan-pergi di
tubuh inang. Ada sifat berpindah inang tentu tidak berarti berarti ektoparasit tidak mempunyai
prefensi terhadap inang, seperti parasit lainnya, ektoparasit juga memiliki juga memiliki spesifikasi
inang, inang pilihan, atau inang kesukaan, (Ristiyanto, 2000).
B. PENGERTIAN, MORFOLOGI, SIKLUS HIDUP, PATOLOGI DAN KLINIK,
PENGOBATAN DAN PENCEGAHAN,DAN EPIDEMIOLOGI

1. PEDICULUS HUMAMUS CAPITIS


a. Pengertian
Pediculus humanus capitis adalah serangga parasit yang habitatnya di kepala manusia yang hidup
dengan cara mengisap darah manusia. Parasit ini bersifat ektoparasit yaitu parasit yang hidup diluar
tubuh hospes. Kutu ini bergerak dengan cara merayap, tidak bisa loncat atau terbang. Nama
lain Pediculus humanus capitis adalah kutu kepala dan head louse. Kutu ini dapat menyebabkan
infeksi pediculosis.

b. Morfologi Pediculus humanus capitis


Morfologi Pediculus humanus capitis yaitu memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Kutu rambut dewasa

Kutu rambut dewasa berbentuk pipih dan memanjang, berwarna putih abu-abu, kepala ovoid bersudut,
abdomen terdiri dari 9 ruas, Thorax dari khitir seomennya bersatu. Pada kepala tampak sepasang mata
sederhana disebelah lateral, sepasang antenna pendek yang terdiri atas 5 ruas dan proboscis, alat
penusuk yang dapat memanjang. Tiap ruas thorax yang telah bersatu mempunyai sepasang kaki kuat
yang terdiri dari 5 ruas dan berakhir sebagai satu sapit menyerupai kait yang berhadapan dengan
tinjolan tibia untuk berpegangan erat pada rambut. Kutu rambut jantan berukuran 2mm, alat kelamin
berbentuk seperti huruf “V”. Sedangkan kutu rambut betina berukuran 3mm, alat kelamin berbentuk
seperti huruf “V” terbalik. Pada ruas abdomen terakhir mempunyai lubang kelamin di tengah bagian
dorsal dan 2 tonjolan genital di bagian lateral yang memegang rambut selama melekatkan telur.
Jumlah telur yang diletakkan selama hidupnya diperkirakan 140 butir (Brown, H.W, 1983).
b. Nimfa
Nimfa berbentuk seperti kutu rambut dewasa, hanya bentuknya lebih kecil.
c. Telur
Telur berwarna putih mempunyai oper culum 0,6 – 0,8 mm disebut “nits”. Bentuknya lonjong dan
memiliki perekat, sehingga dapat melekat erat pada rambut. Telur akan menetas menjadi nimfa dalam
waktu 5 – 10 hari (Brown.H.W, 1983).

C. Siklus Hidup
Lingkaran hidup kutu rambut merupakan metamorfosis tidak lengkap, yaitu telur – nimfa – dewasa.
Telur akan menetas menjadi nimfa dalam waktu 5 – 10 hari sesudah dikeluarkan oleh induk kutu
rambut. Sesudah mengalami 3 kali pergantian kulit, nimfa akan berubah menjadi kutu rambut dewasa
dalam waktu 7 – 14 hari. Dalam keadaan cukup makanan kutu rambut dewasa dapat hidup 27 hari
lamanya (Ganda Husada.S, 1992).

d. Patologi dan Gejala Klinik


Patologi
Pada infeksi berat, helaian rambut akan melekat satu dengan yang lainnya dan mengeras, dapat
ditemukan banyak kutu rambut dewasa telur (nits) dan nanah yang berasal dari gigitan yang
meradang. Infeksi mudah terjadi dengan kontak langsung. Pencegahan dilakukan dengan menjaga
kebersihan kepala. Kelainan pada kulit yang timbul disebabkan oleh garukan untuk menghilangkan
rasa gatal.
Gejala Klinik
Gejala utama dari manifestasi kutu kepala adalah rasa gatal, namun sebagian orang asimtomatik dan
dapat sebagai karier. Masa inkubasi sebelum terjadinya gejala sekitar 4-6 Minggu, kutu dan telur
paling banyak terdapat di daerah oksipital kulit. Kutu dewasa dapat ditemukan di kulit kepala
berwarna kuning kecoklatan sampai putih ke abu-abuan. Tetapi dapat berwarna hitam gelap bila
tertutup oleh darah. Kutu akan berwarna gelap pada orang yg berambut gelap. Gigitan kutu dapat
menghasilkan kelainan kulit berupa eritama, macula dan papula. Tetapi pemeriksaan seringnya hanya
menemukan eritema dan ekskoriasi saja.
e. Pencegahan dan pengobatan
Pengobatan pediculus humanus capitis secara mekanik dengan cara memakai sisir serit dan mencari
atau membunuh satu persatu kutu pediculus humanus capitis dengan tangan hal ini merupakan
pengendalian mekanik yg dapat dilakukan dengan menyisir rambut dengan sisir halus dan mencari
kutu pada rambut. Namun cara ini membutuhkan waktu yang lama. Cara praktis dengan
menggunakan obat kimia yg dapat membunuh nimfa atau kutu dewasa. Selama ini obat kimia yg telah
beredar dimasyarakat antara lain peditox, salep lidane, shampo lidane 1%.
5

Pencegahan dapat dilakukan dengan cara


1. Mengurangi sumber infeksi dengan memberi obat atau penderita
2. Melakukan pendidikan kesehatan untuk mencegah penyebarannya
3. Melakukan pengawasan lingkungan
4. Melakukan pengendalian hospes reservoir dan vector
f. Epidemiologi
Kutu rambut merupakan parasit manusia saja dan tersebar di seluruh dunia. Tempat-tempat yang
disukainya adalah rambut pada bagian belakang kepala. Kutu rambut kepala dapat bergerak dengan
cepat dan mudah berpindah dari satu hospes ke hospes lain. Kutu rambut ini dapat bertahan 10 hari
pada suhu 5oc tanpa makan, dapat menghisap darah untuk waktu yang lama, mati pada suhu 400c.
Panas yang lembang pada suhu 600c memusnahkan telur dalam waktu 15 – 30 menit. Kutu rambut
kepala mudah ditularkan melalui kontak langsung atau dengan perantara barang-barang yang dipakai
bersama-sama. Misalnya sisir, sikat rambut, topi dan lain-lain (Brown.H.W.1983).
Pada infeksi berat, helaian rambut akan melekat satu dengan yang lainnya dan mengeras, dapat
ditemukan banyak kutu rambut dewasa, telur (nits) dan eksudat nanah yang berasal dari gigitan yang
meradang. Infeksi mudah terjadi dengan kontak langsung. Pencegahan dilakukan dengan menjaga
kebersihan kepala (Ganda Husada.S, 1992).
2. PHTHIRUS PUBIS
a) Pengertian
Kutu kemaluan (Pthirus pubis) adalah serangga parasit kecil yang dapat menempati area berambut di
tubuh manusia, umumnya di rambut kemaluan. Parasit ini hidup dengan cara menghisap darah melalui
kulit, dan dapat menimbulkan rasa gatal pada area yang dijangkitinya.
b) Morfologi
Bentuk kepala segi empat, abdomen pendek dengan batas ruas Yang tidak nyata lagi dan kuku yang
besar dan kuat, ukuran 0,8 – 1,2 mm.

c) Siklus hidup
Telur berwarna putih, mempunyai operkulum, 0,6 – 0,8 mm, Disebut “nits“; telur diletakkan pada
rambut dan dengan erat melekat pada Rambut atau serabut pakaian. Telur ini dapat hidup berbulan-
bulan pada Pakaian. Telur menetas dalam waktu 5 – 11 hari pada suhu 21 – 360C. Nimfa tumbuh
dalam kulit telur dan keluar melalui operkulum yang Terbuka.

d) Patologi dan klinik


Patologi
Penyakit Kutu Kelamin dapat diperoleh melalui kontak fisik dekat dengan orang yang memiliki kutu
atau oleh kontak dengan handuk baru kutu- penuh atau tempat tidur. Kutu yang tidak bersentuhan
dengan orang biasanya akan mati dalam waktu kurang dari doa puluh empat selai. Penyakit ini
cukuptransmisi, dan orang yang berhubungan seks dengan pasangan yang Berwarnaakan memperoleh
risiko penularan kutu kemaluan lebih besar dari 90%.
Gejala klinik
Telur kutu (nits) yang mengkilat dan tembus pandang disekresikan olehkutu ke poros rambut
manusia. Kutu dewasa hidup dan mencari makan didasar rambut. Ketika kutu putaran darah mereka
menyuntikkan udara liur, danudara liur yang terus terus menerus keluar inilah yang menyebabkan
gatal yang sangatmerepotkan terutama pada malam hari. Pasien mulai menggaruk hinggadaerah
garukan tampak seperti terbakar. Rasagatal dari Penyakit KutuKelamin dihasilkan oleh sensitisasi
alergi terhadap antigen kutu, dan reaksialergi ini membutuhkan waktu untuk berkembang. Dari
pertama kaliseseorang Berwarna dengan kutu kemaluan hingga gatal parah mungkinmembutuhkan
lima sampai lima belas hari, tetapi reinfestasi akan memulai rasagatal dalam waktu doa puluh empat
selai.
e) Pengobatan dan pencegahan
Pengobatan kutu kemaluan dapat dilakukan dengan menggunakan obat topikal, seperti losion, krim,
atau sampo antiparasit. Obat ini dapat digunakan hanya pada area yang terinfeksi atau seluruh tubuh
bagian luar. Jika obat ini sampai masuk ke dalam mata, segera cuci mata Anda dengan air.
Pencegahan Kutu Kemaluan
Berikut ini adalah beberapa hal yang bisa Anda lakukan untuk mengurangi penularan infeksi kutu
kemaluan:
1. Hindari berbagi pakai handuk, pakaian, atau seprai dengan orang yang terinfeksi kutu
kemaluan.
2. Jika terdiagnosis menderita infeksi parasit ini, ajak anggota keluarga dan pasangan untuk
memeriksakan diri juga ke dokter.
3. Sebaiknya hindari melakukan hubungan seksual hingga dinyatakan telah sembuh oleh dokter.
f) Epidemiologi
Angka prevalensi dan kejadian pubis pedikulosis sebagian besar perkiraan. Satu studi rinci (Simms et
Al., 2006) menemukan kejadian sekitar33 kasus pubis pedikulosis tahunan per 100.000 orang, dengan
doa kali lebih banyak laki-laki sebagai perempuan memiliki infestasi kutu kemaluan.Seperti dengan
PMS lain, pubis pedikulosis pagar sering terjadi pada dewasamuda. Di Inggris, insidensi tahunan
adalah 74 kasus per 100.000 orang dalam15 Untuk kelompok usia 24 tahun (. Simms et Al, 2006),
yang merupakandoa kali tingkat kutu yang ditemukan dalam populasi secara total.Pubis Phthirus
adalah spesies kutu yang lebih memilih hidup di antara rambut manusia kasar, seperti rambut
kemaluan.
7
Sebuah infestasi kutukemaluan menghasilkan pubis STD pedikulosis disebut, kondisi kulit lokalyang
ditandai dengan rasa gatal. Kutu kemaluan juga disebut kutu kepiting,dan kasus pubis pedikulosis
telah informal disebut kepiting. Mereka adalaheksoparasit, atau makhluk hidup di permukaan tubuh
manusia, mereka dapat ditularkan dari orang ke orang melalui kontak seksual.
3. SARCOPTES SCABIEI
a. Pengertian
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi tungau Sarcoptes
Scabiei varian hominis Skabies di Indonesia sering disebut
dengan istilah kudis, . Skabies adalah penyakit zoonosis yang menyerang
kulit, dan tersebar di seluruh dunia terutama di daerah padat penduduk dan rendah
tingkat kesadaran akan kebersihan. Penyebab penyakit skabies sudah dikenal lebih
dari 10 tahun lalu sebagai akibat infeksi tungau yang dinamakan Acarus scabiei
atau pada manusia disebut Sarcoptes scabiei varian hominis.
Sarcoptes scabiei adalah tungau parasitik yang hidup dengan bersembunyi dalam
kulit dan menyebabkan penyakit skabies atau kudis. Hewan ini ditemukan di seluruh
dunia. Selain manusia, mamalia lain seperti anjing, kucing, sapi, hingga kera besar
dapat terinfeksi.
b. Morfologi
Sarcoptes scabiei memiliki bentuk tubuh oval dan gepeng, berwarna putih kotor, transulen
dengan bagian punggung lebih lonjong dibandingkan perut, serta tidak berwarna. Tungau
betina memiliki panjang tubuh antara 300-350 mikron, sedangkan jantan memiliki panjang
tubuh antara 150-200 mikron. Stadium S. scabiei dewasa memiliki 4 pasang kaki, 2 pasang
merupakan kaki depan dan 2 pasang lainnya adalah kaki belakang. Tungau betina memiliki
cambuk pada pasangan kaki ke-3 dan ke-4, Sedangkan pada tungau jantan bulu cambuk
tersebut hanya dijumpai pada pasangan kaki ke-3 saja .

c. Siklus hidup
Siklus hidup dimulai dari telur sampai menjadi dewasa berlangsung selama satu bulan.
Tungau betina setelah 4-5 hari dibuahi akan bertelur 4-5 butir pada terowongan kulit yang
dibuat oleh tungau. Larva yang memiliki 6 kaki akan menetas dalam waktu 3-5 hari.
Beberapa diantara larva tersebut akan meninggalkan terowongan dan berjalan pada
permukaan kulit penderita, sedangkan yang lain akan tetap di dalam terowongan atau
kantung-kantung di samping terowongan tersebut. Larva akan berubah menjadi nimfa stadium
pertama, kemudian menjadi nimfa stadium kedua di dalam terowongan kulit.Selanjutnya
nimfa tersebut akan berkembang menjadi tungau dewasa. Perkembangan tungau dari telur
sampai dewasa berlangsung sekitar 17 hari. Tungau tersebut akan hidup tidak lebih dari 3-4
minggu dan akan menyebar dengan kontak langsung antara penderita dan orang di
sekelilingnya.
d. Patologi dan klinik
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh
penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap
sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kurang lebih satu bulan setelah infestasi.
Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika
dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder.
e. Pengobatan dan pencegahan
Syarat obat yang ideal untuk pengobatan adalah :
- Harus efektif terhadap semua stadium parasit Sarcoptes
- Tidak berbau, kotor, dan tidak merusak pakaian
- Tidak bersifat racun dan menimbulkan iritasi
- Harga murah dan dapat ditemukan dengan mudah
Pencegahan
Hal yang harus segera dilakukan jika ditemukan gejala adalah berobat ke
tenaga kesehatan terdekat untuk mendapat penanganan. Jika ada anggota keluarga
yang terkena, kurangi kontak fisik dengan pasien seperti tidur bersama, pemakaian
handuk bersama dan lain sebagainya. Penggantian seprai, handuk dan selimut juga
dianjurkan.
f. Epidemiologi
Prevalensi skabies menjadi masalah kesehatan di dunia terutama di negara
berkembang. Diperkirakan sekitar 300 juta orang di seluruh dunia terinfeksi
penyakit ini. Dari penelitian ditemukan negara tropis adalah endemik penyakit
skabies dengan prevalensi 5-10% pada anak-anak. Faktor yang berperan terhadap
penyebaran penyakit skabies antara lain : usia, jenis kelamin, suku, kepadatan
penduduk, higiene perorangan, dan cuaca. Usia pra-sekolah hingga remaja
menduduki posisi tertinggi penderita skabies.

4. PINJAL
1) Pengertian
Pinjal adalah serangga yang termasuk ordo Siphonaptera. Pinjal merupakan
serangga parasit yang umumnya ditemukan pada hewan, namun terkadang juga
pada manusia. Pinjal menghisap darah dari inang yang ditumpanginya.
2) Morfologi
Secara morfologi tubuh pinjal dewasa berbentuk pipih bilateral sehingga dapat
dilihat dari samping. Bentuk tubuh yang unik ini sesuai dengan inangnya, hewan-
hewan berbulu lembut menjadi inang yang nyaman. Pinjal mempunyai ukuran
kecil, larvanya berbentuk cacing (vermiform) sedangkan pupanya berbentuk
kepompong dan membungkus diri dengan seresah. Perilaku pinjal secara umum
merupakan parasit temporal, yaitu berada dalam tubuh hospes saat membutuhkan
makanan. Jangka hidup pinjal bervariasi, pada spesies pinjal tergantung pada
mereka mendapat makanan atau tidak. Terdapat beberapa genus pinjal yaitu
Tunga, Ctenocephalides dan Xenopsylla.

3) Siklus hidup
Pinjal mengalami metamorfosis sempurna, yang didahului dengan telur, larva,
pupa, kemudian dewasa. Pinjal betina akan meninggalkan inangnya untuk
meletakan telurnya pada tempat-tempat yang dekat dengan inangnya, seperti
sarang tikus atau anjing, celah-celah lantai atau karpet, di antara debu dan kotoran
organik, atau kadang-kadang di antara bulu-bulu inangnya. Telurnya menetas dalam waktu 2-
24 hari tergantung kondisi lingkungannya. Larva pinjal sangat
aktif, makan berbagai jenis bahan organik disekitarnya termasuk feses inangnya.

10

4) Patologi dan klinik


Pinjal menginfeksi manusia melalui gigitannya dan juga melalui tinja yang
mengandung Yersinia pestis yang masuk melalui luka gigitannya (anterior
inokulatif dan posterior kontaminatif). Bakteri yang masuk mula-mula
menyebabkan terjadinya peradangan dan pembesaran kelenjar limfe dan
terbentuknya benjolan atau bubo (Natadisastra dan Agoes, 2009). Gangguan
utama yang ditimbulkan oleh pinjal adalah gigitannya yang mengiritasi kulit dan
cukup mengganggu. Ctenocephalides canis berperan sebagai inang antara cacing
pita Dipylidium caninum dan Hymenolepis diminuta. Ctenocephalides canis juga
merupakan inang antara cacing filaria Dipetalonemia reconditum
5) Pengobatan dan pencegahan

Langkah-langkah di bawah ini dapat dilakukan untuk mencegah keberadaan pinjal yaitu:

1.Menyedot menggunakan vaccum
Seringlah menyedot di daerah dimana saja hewan peliharaan kunjungi,khususnya di mobil jika sering 
berpergian, daerah berkarpet, dan perabotanyang sering dikunjungi oleh hewan peliharaan supaya s
emua kutu termasuktelur, dan pupa nya dibersihkan sebanyak mungkin.

2.Pencucian

Cucilah tempat tidur hewan peliharaan, kasur, selimut dan baranglainnya dengan air panas jika mem
ungkinkan.

3.Penyemprotan Lingkungan

Ada beberapa macam spray/semprotan yang tersedia yang bertujuan
membunuh kutu loncat di lingkungan sekitarnya.

PengobatanMacam-macam obat untuk Pinjal Pulex Irritans :

 a. Shampo Lidane 1%. Gamma benzene heksa klorid atau piretrin. Dosis,shampo rambut biarkan 4-
10 menit, kemudian dibilas piretrin. Pakai sampairambut menjadi basah, biarkan 10 menit kemudian 
dibilas. (Tindak lanjutperiksa rambut 1 minggu setelah pengobatan untuk telur dan kutu rambut).

b.Selep Lindang (BHC 10%) ; atau bedak DDT 10% atau BHC 1% dalampyrophylite; atau Benzaos benz
ylicus emulsion. Dosis, epala dapat digosok
dengan salep Lindane (BHC 1%) atau dibedaki dengan DDT 10% atau BHC 1%dalam pyrophlite atau b
aik dengan penggunaan 3 – 5 gram dari campuran

6) Epidemiologi

 Sebagai hospes perantara untuk Dipylidium caninum
Pinjal juga berperan sebagai inang antara cacing pita Dipyllidium caninum
(Linnaeus) (Gupta et al. 2008). Infeksi D. caninum pada inang defnitif dikenal sebagai
penyakit Dipylidiasis. Hal tersebut dapat terjadi karena inang defnitif menelan inang
antara yang mengandung larva D. caninum. Dipylidiasis termasuk dalam metazoonosis
yaitu penyakit zoonosa yang ditransmisikan dari invertebrata kevertebrata melaporkan keja
dian Dipylidisis padalaki-laki karena tidak sengaja menelan pinjal yang mengandung larva
D. Caninum yang berada pada anjing dan kucing di sekitarnya. Infeksi D. Caninum
tersebar di seluruhdunia dan umum terjadi pada kucing (Taylor et al. 2007).
11
 Sebagai vektor penyakit flea typhus dan Pes( Sampar / Plague).

Kondisi kucing yang hidup secara bebas sekaligus kotor memudahkan berbagai jenis
penyakit, di antaranya flea allergic dermatitis(FAD) danDipylidiasis diduga dapat
berkembang di lingkungan. FAD merupakan penyakit yang disebabkan oleh gigitan pinjal(Siphon
aptera) dengan gejala klinis pruritusdan papula dikulit (Lane et al. 2008).
Menurut Hadi & Soviana (2010), beberapa pinjal utama yang menimbulkan masalah diIndonesia 
adalahPulex irritansL.,Ctenocephalides felis(Bouche),Ctenocephalides canis(Curtis), dan Xenopsyl
la cheopis(Roths.). Pinjal selain menyebabkan gangguan padakucing juga mengganggu manusia. 
Chin et al. (2010) melaporkan enam mahasiswa laki-laki di Kuala Lumpur terinfestasiC. Felis
dengan gejala klinis berupa  dan
maculopapular  . Untuk penyakit Peskh( Sampar / Plague)merupakan penyakit infeksipada manu
sia dan hewan terutama tikus, pinjal menghisap darah manusia / tikus yangterinfeksi bakteriYers
inia pestis,akan terkandung pada lambungnya tikus. (Gupta et al.2008).
5. LALAT
 Pengertian
Lalat merupakan ordo diptera yang termasuk dalam klasifikasi serangga (insecta)
pengganggu yang menyebarkan penyakit secara mekanik dan menyebabkan gangguan
kesehatan bagi manusia dengan spesies yang sangat banyak. Lalat adalah salah satu
vektor yang harus dikendalikan namun tidak semua species ini perlu diawasi, karena
beberapa diantaranya tidak berbahaya bagi manusia ditinjau dari segi kesehatan lalat
sangat menyukai tempat yang sejuk dan tidak berangin, pada malam hari hinggap di
semak-semak, lebih menyukai makanan yang bersuhu tinggi dari suhu udara sekitar dan
sangat membutuhkan air. Tingginya populasi lalat dikarenakan kondisi lingkungan yang
saniter filth = jorok
 Morfologi
Morfologi Lalat rumah (Musca domestica) yaitu warna tubuh abu-abu kehitaman, pada
bagian abdomen berwarna kuning orange dan ujungnya coklat kehitaman. Pada bagian
permukaan atas thorax terdapat 4 garis berwarna hitam. Panjang tubuh 7mm dan
panjang venasi sayap 6mm. Kepalanya besar berwarna coklat gelap, mata besar
menonjol dan terpisah. Sayap tipis serta tembus cahaya, dan berpangkal kuning.

12

 Siklus hidup
(Menurut Depkes, 1991) menerangkan bahwa lalat adalah insekta
yang mengalami metamorfosa sempurna, dengan stadium telur, larva,
kepompong dan stadium dewasa. Hal ini menunjukkan semua lalat
mengalami metamorfosis sempurna dalam perkembangannya (Husain,
2014).
Metamorfosis sempurna yang dialami lalat adalah sebagai berikut:
Stadium telur, stadium larva, stadium kepompong dan terakhir stadium
dewasa. Siklus ini bervariasi bergantung pada keadaan lingkungan
perkembangbiakannya. Waktu yang dibutuhkan lalat menyelesaikan siklus
hidupnya dari sejak masih telur sampai dengan dewasa antara 12 sampai
30 hari.
(Menurut Depkes RI, 1991), bahwa rata-rata perkembangan lalat
memerlukan waktu antara 7-22 hari, tergantung dari suhu dan makan dan
yang tersedia (Husain, 2014).

 Patologi dan klinik


Lalat tidak menimbulkan gejala klinis yang spesifik dan sangat bervariasi
tergantung pada kondisi luka. Gejala klinis pada hewan demam, radang,
peningkatan suhu tubuh, kurang nafsu makan, tidak tenang sehingga mengakibatkan
ternak mengalami penurunan berat badan dan produksi susu ,kerusakan jaringan.
Apabila tidak di obati, lalat dapat menyebabkan kematian ternak sebagai akibat
keracunan kronis amonia.
Gejala umum yang terjadi pada lalat manusia antara lain demam, gatal-gatal, sakit
kepala ,vertigo, radang, pendarahan serta memicu terjadinya infeksi sekunder oleh
bakteri.
 Pencegahan dan pengobatan
Pada perternakan komersial, umumnya dilakukan perendaman menggunakan
golongan organophospat yang lain dengan dosis maksimal untuk pemberantasan
parasit eksternal. Disamping itu, pengobatan dapat di lakukan menggunakan
insektisida distrik,seperti ivermectin pada dosis 200 mg/Kg. Untuk pencegahan agar
luka tidak mendapat serangan larva lalat, dapat di gunakan doramectin (200 mg/Kg)
yang di laporkan efektif sampai 12-14 pada pengobatan.

13
Pengobatan lalat pada manusia di awali dengan pengambilan larva dari daerah luka,
selanjutnya di irigasi dengan larutan saling normal dan di ikuti dengan pembedahan.
Antibiotik yang berspektrum luas umumnya di injeksikan untuk mencegah adanya
infeksi sekunder, kemudian campuran dari 1 x klorofil : 4 Minyak terpentin di
gunakan untuk pengobatan lokal.

Pencegahan
Ternak yang menderita nyaris harus diobati hingga tuntas sebelum dijual atau di
masukan ke wilayah yang lain untuk mencegah penyebaran lalat semakin luas.
 Epidemiologi
Secara epidemiologi Spesies lalat banyak berperan sebagai vektor mekanis pada
beberapa penyakit (7,9). menurut Arroyo (1998), seekor lalat M. Domestica dapat
membawah sekitar lebih dari 100 macam organisme patogen yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. Selama ini lalat rumah hanya
dapat menyebabkan penyakit secara tidak langsung karena perannya sebagai vektor
mekanik atau perantara sebagai penyakit. Lalat berkembang biak pada media
berupa tinja atau feses, berkas, sampah, kotoran hewan, dan limbah buangan yang
banyak mengandung agen penyakit.

6. MALASESEZIA FURFUR
 Pengertian

Malassezia furfur merupakan jamur lopofilik yang normalnya hidup di keratin kulit dan folikel
rambut manusia saat masa pubertas dan di luar masa itu. Jamur ini merupakan bagian dari flora
normal pada kulit manusia dan hanya menimbulkan gangguan pada keadaan-keadaan tertentu
misalnya pada saat banyak keringat. Bagian tubuh yang sering terkena adalah punggung, lengan
atas, lengan bawah, dada, dan leher. Penyakit ini lebih sering ditemukan di daerah beriklim panas.

 Morfologi malassezia furfur

Jamur tampak sebagai kelompok kecil pada kulit penderita, sel ragi berbentuk lonjong uniselular
atau bentuk bulat bertunas (4-8 µm) dan hifa pendek, berseptum dan kadang bercabang (diameter
2,5-4 µm & panjangnya bervariasi). Bentuk ini dikenal sebagai spaghetti dan meat ball, pada
biakan,Malassezia furfur membentuk khamir,kering dan berwarna putih sampai krem. Pada kulit
penderita jamur tampak sebagai spora bulat dan hifa pendek .

Makrokonidianya berbentuk garis yang memiliki indeks bias lain dari sekitarnya dan jarak-jarak
tertentu dipisahkan oleh sekat-sekat atau butir-butir seperti kalung, hifa tampak pendek, lurus atau
bengkok disertai banyak butiran kecil yang bergerombol.

14

 Patologi dan Gejala Klinis


Manusia mendapatkan infeksi bila sel jamur Malassezia furfur melekat pada kulit. Lesi
dimulai dengan bercak kecil tipis yang kemudian menjadi banyak dan menyebar, disertai
adanya sisik. Kelainan kulit pada penderita panu tampak jelas, sebab pada orang yang
memiliki kulit berwarna hitam panu ini merupakan bercak dengan hipogpigmentasi,
sedangkan pada orang warna kulit putih, sebagai bercak dengan hiperpigmentasi. Dengan
demikian warna kelainan kulit ini dapat bermacam-macam (versicolor). Kelainan kulit
tersebut terutama pada tubuh bagian atas (leher, muka, lengan, dada, perut dan lain-lain),
berupa bercak-bercak yang bulat-bulat kecil (nummular), atau bahkan lebar seperti plakat
pada paru-paru yang sudah menahun. Biasanya tidak ada keluhan, ada rasa gatal bila
berkeringat, ada perasaan malu yang beralasan kosmetik (Aliyatussaadah, 2016). Awal
infeksi jamur tampak sebagai sel ragi (saprofit) dan setelah sel ragi menjadi miselium (hifa)
maka akan berubah menjadi patogen sehingga menyebabkan timbulnya lesi di kulit.

 Pengobatan dan pencegahan


Pengobatan lokal (topikal) seperti preparat salisil (tinkur salisil spirtus), preparat derivat
imidazol (salep mikonazol, isokonazol, salep klotrimazol, ekonazol), krem terbinafin 1%,
solusio siklopiroks 0,1 % dan tolnaftat bentuk tinkur atau salep pengobatan ini dapat
digunakan pada kelainan yang kecil. Shampo yang mengandung antimikotik juga dapat
dipakai seperti selenium sulfid 2,5%, ketokonazol 2% dan zinc pyrithione. Shampo dioleskan
selama 5-10 menit pada lesi kemudian dicuci sampai bersih. Pemakaian shampo satu kali
dalam sehari selama 2 minggu dan dapat diulang satu atau dua bulan kemudian. Apabila
kelainan menginfeksi hampir seluruh badan digunakan ketokonazol yaitu obat oral sebanyak
200 mg per hari selama 5-7 hari, flukonazol 400 mg dosis tunggal dan diulang dalam satu
minggu sertaitrakonasol 200 mg per hari selama 5-7 hari
 Epidemiologi
Penyakit ini ditemukan diseluruh dunia terutama daerah yang beriklim panas, sehingga
penyakit ini kosmopolit. Di Indonesia, panu merupakan mikosis superfisial yang frekuensinya
tinggi. Penularan panu terjadi bila ada kontak dengan jamur penyebab pemicu lainnya
adalah seringnya menggunakan aksesoris yang pas pada kulit, seperti jam tangan, perhiasan,
kaos kaki, serta sepatu. Oleh karena itu, faktor kebersihan pribadi sangat penting. Pada
kenyataannya, ada orang yang mudah kena infeksi dan ada yang tidak. Sehingga selain faktor
kebersihan pribadi, masih ada faktor lain yang mempengaruhi terjadinya infeksi
(Aliyatussaadah, 2016).

15

7. CANDIDA ALBICANS
 Pengertian
Candida albicans adalah jamur yang hidup di area rongga mulut, saluran pencernaan,
vagina, kulit, serta beberapa area lain di tubuh. Dalam kondisi normal, jamur ini tidak
berbahaya. Namun, apabila terjadi suatu gangguan di tubuh, flora tersebut bisa
berkembang biak secara tidak terkendali. Saat inilah ia akan menyebabkan
terjadinya infeksi jamur.
Infeksi candida albicans sering disebut sebagai candidiasis. Namun, candidiasis
sendiri masih dibagi menjadi beberapa jenis dan umumnya dapat disembuhkan
dengan pemberian obat antijamur.
 Morfologi
Candidiasis albicans memiliki dua jenis morfologi, yaitu bentuk seperti khamir dan bentuk
hifa. Selain itu, fenotipe atau penampakan mikroorganisme ini juga dapat berubah dari
berwarna putih dan rata menjadi kerut tidak beraturan, berbentuk bintang, lingkaran,
bentuk seperti topi, dan tidak tembus cahaya.

 Siklus hidup
Organisme Candida tumbuh dengan mudah dalam hatol kultur darah dan pada plate. Pada
kultur medis, spesies Candida berbentuk halus, berwarna putih krem, dengan koloni
berkilau. Banyak spesies Candida mudah diidentifikasi bendasarkan karakteristik
pertumbuhan dan kit komersial yang mengevaluasi asimilasi karbohidrat dan reaksi
fermentasi sena memberikan identifikasi spesies dari isolat Candida selama 2-4 hari
Candida albicans berkembang biak dengan cara memperbanyak diri dengan spora yang
tambah dari tunas yang disebut dengan hlautospora.
 Patologi dan klinik
Patologi klinik candidiasis berhubungan dengan virulensi agen, kerentanan host, dan faktor
lingkungan. Spesies Candida albicans merupakan flora normal pada manusia. Jamur ini
berkoloni secara fisiologis pada kulit, membran mukosa saluran pencernaan, genitourinaria,
dan saluran pernapasan. Selain itu, jamur ini juga hidup pada benda dan alam sekitar
manusia.

16

 Pengobatan dan pencegahan


Pengobatan
Candidiasis diobati dengan menggunakan antijamur, jenis obat yang digunakan untuk
mengobati infeksi jamur. Jenis spesifik antijamur tergantung pada jenis infeksi. Anda harus
mengonsultasikan dengan dokter untuk mengetahui pengobatan yang tepat untuk Anda.
Pencegahan Candidiasis
Candidiasis dapat dicegah dengan menjaga kebersihan pribadi dan sistem kekebalan tubuh.
Beberapa cara yang bisa dilakukan adalah:

• Jaga kebersihan mulut dan gigi dengan rutin menggosok gigi dan melakukan pemeriksaan
ke dokter gigi minimal 6 bulan sekali
• Hentikan kebiasaan merokok.
• Gunakan pakaian yang nyaman dan menyerap keringat
• Ganti pakaian, pakaian dalam, dan kaos kaku, secara teratur.
• Ganti pembalut secara rutin saat menstruasi.
• Konsumsi makanan bergizi seimbang dan probiotik.
• Bersihkan area vagina dengan air mengalir, serta hindari penggunaan panty liner dan
sabun pembersih kewanitaan tanpa anjuran dokter.
• Lakukan kontrol rutin ke dokter, jika Anda menderita penyakit yang bisa melemahkan
sistem kekebalan tubuh, seperti diabetes, kanker, atau HIV/AIDS.
 Epidemiologi
Belum ada data nasional mengenai epidemiologi candida albicans di Indonesia. Studi di
Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung tahun 2010-2014 menunjukkan bahwa
selama periode tersebut terdapat 49 orang pasien kandidiasis oral. Prevalensi terbanyak
adalah pria 34 orang (69,3%).

8. TINEA CAPITIS
 Pengertian
Tinea capitis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur dermatofit pada kulit
kepala dan batang rambut. Gejala yang muncul dapat berupa kulit kepala bersisik dan pitak,
hingga peradangan dan kebotakan yang meluas.
Penyakit ini lebih banyak dialami oleh anak-anak, terutama anak laki-laki usia 3-7 tahun.
Tinea capitis sangat mudah menyebar melalui perantara benda yang sudah terpapar jamur
dermatofit, atau kontak langsung dengan binatang atau orang yang terinfeksi.

 Morfologi
Tinea capitis diklasifikasikan berdasarkan morfologinya menjadi jenis Ektotrik, Endotrik dan
vavus . Jenis Ektotrik ditandai dengan adanya hifa jamur dan selubung artrokondria diluar
rambut hingga Ke zona keratinisasi rambut dan bisa merusak kutikula.rambut yang
terinfeksi memancarkan pendaran kuning kehijauan cerah pada pemeriksaan dengan lampu
wood. Penyebabnya antara lain Microspopum canda, Microspopum gypseum, Trychophyton
equimum dan trychophyton Verrucosum.

17
 Siklus hidup
Siklus hidup
cara penularan tinea capitis cukup beragam Caranya bisa melalui kontak kulit langsung
dengan pengidapnya, atau dari hewan (hewan ternak, kucing, atau babi) ke manusia. Di
samping itu, tinea capitis juga bisa menular melalui benda yang telah tercemar jamur.
Contohnya, kita bisa tertular jamur ini bila menggunakan barang-barang pengidapnya.
Misalnya menggunakan sisir, topi, atau pakaian yang telah digunakan oleh pengidap tinea
capitis
 Patologi dan klinik
Secara klinis, penyakit ini dibedakan menjadi tipe noninflamasi dan tipe inflamasi. Diagnosis
dapat ditegakkan melalui penemuan papul kemerahan atau lesi meluas di kulit kepala, kulit
alis mata, atau kulit bulu mata. Lesi dapat terasa gatal atau terlihat bersisik. Pemeriksaan
dengan lampu Wood, dermoskopi, pemeriksaan mikroskopis, dan kultur jamur juga dapat
dilakukan untuk menunjang diagnosis
 Pencegahan dan pengobatan
Pengobatan Tinea Capitis
Pengobatan tinea capitis bertujuan untuk memberantas jamur dermatofit yang menginfeksi
kulit kepala. Obat yang umumnya diresepkan adalah antijamur dalam bentuk sampo.
Contohnya adalah sampo yang mengandung selenium sulphide povidone-iodine, atau
ketoconazole. Pengobatan dengan sampo dilakukan 2 kali dalam seminggu, selama 1 bulan.
Selanjutnya pasien dianjurkan untuk menemui dokter kembali.

Jika hasil pemeriksaan menunjukan bahwa jamur masih tetap ada, maka pemakaian sampo
perlu dikombinasikan dengan antijamur minum, seperti griseofluvin atau terbinafine.
Antijamur minum perlu dikonsumsi selama sekitar 6 minggu. Meski cukup efektif,
penggunaan griseofluvin dan terbinafine hydrochloride tetap berpotensi menimbulkan efek
samping.

Pencegahan Tinea Capitis

Berikut ini adalah beberapa cara yang bisa diterapkan untuk menekan risiko penularan tinea captis :

 Selalu menjaga kebersihan tangan.


 Mencuci rambut dan kulit kepala secara rutin dengan sampo.
 Tidak berbagi penggunaan barang-barang, seperti sisir, handuk, dan baju dengan
orang lain.
 Menghindari hewan yang terinfeksi.
 Epidemiologi

Secara epidemiologi, spesies tinea kapitis dapat bervariasi antara satu wilayah dengan wilayah yang
lain. Hal ini berkaitan dengan perpindahan manusia dari satu tempat ke tempat lain. Tinea kapitis
umumnya paling sering terjadi pada anak-anak usia prapubertas dan pada orang yang tinggal di
lingkungan yang padat.

18

9. TINEA CRURIS

 Pengertian
Tinea cruris adalah rasa gatal di selakangan akibat infeksi jamur. Infeksi jamur ini
dapat terjadi pada siapa saja, namun lebih sering dialami oleh pria atau seorang atlet.
Jamur mudah tumbuh pada area kulit yang lembab, hangat, dan berkeringat, seperti
selangkangan. Selain selangkangan, tinea cruris dapat menyebar ke paha, bokong,
hingga dubur, tetapi jarang timbul di skrotum atau penis.

 Morfologi
Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas.Peradanga
n pada tepi Lebih nyata  dari pada bagian tengahnya. Efloresensi terdiri atas macam
macam bentuk yang primer dan sekunder. Bila penyakit
ini menjadi menahun, dapat berupa bercak hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan
keluarnya cairan  biasanya akibat garukan.

 Patologi dan klinik

Gejala utama tinea cruris adalah rasa gatal di selangkangan yang memburuk saat beraktivitas atau
berolahraga, dan perubahan pada kulit di area selangkangan yang berupa:

 Ruam kemerahan dengan bentuk melingkar seperti pulau, dan bagian tepinya tampak lebih
merah.
 Kulit pecah-pecah dan terkelupas.
 Warna kulit menjadi lebih terang atau lebih gelap.
 Selain gatal, kulit di daerah selangkangan juga terasa perih seperti terbakar

 Pencegahan dan pengobatan


Pencegahan
Sebagai pertolongan pertama terhadap tinea cruris adalah dengan menghindari dan menghilangkan
faktor risiko kemungkinan terkenanya kurap dan meningkatkan higienitas lingkungan dan sanitasi.

19
Pengobatan kurap secara umum adalah:
Hindari faktor-faktor risiko yang dapat menyebabkan kurap di selangkangan.
Tingkatkan higiene diri sendiri dan sanitasi lingkungan. Untuk pengobatan khusus diberikan obat
antijamur topikal umumnya 2-4 minggu, dioleskan sampai sekitar 3 cm di luar batas kurap, dan
dilanjutkan kurang lebih 2 minggu setelah kurap mulai sembuh.
 Epidemiologi
Epidemiologi tinea cruris dilaporkan lebih tinggi pada iklim yang lembap, dan 3 kali lebih sering pada
laki-laki dibandingkan perempuan.
10. TINEA BARBAE
 Pengertian
Tinea barbae adalah infeksi jamur kulit pada area berambut di wajah dan leher. Kondisi ini
menyerang pria dewasa dan tidak pernah terjadi pada anak-anak. Sering kali, kondisi ini dialami oleh
peternak karena adanya kontak langsung dengan hewan ternak yang terinfeksi jamur.

 Pengobatan dan pencegahan Tinea Barbae

Pada kasus tinea barbae yang ringan, dokter dapat memberi obat-obatan antijamur topikal, seperti
krim, losion, atau shampo antijamur. Dianjurkan untuk mencukur rambut di bagian yang terinfeksi
terlebih dahulu, sebelum memberikan antijamur topikal.

Pada kasus yang lebih parah, diperlukan obat-obatan tablet untuk dikonsumsi. Salah satunya adalah
griseofulvin yang dikonsumsi pasien selama 2-3 minggu. Obat ini bekerja dengan cara menghambat
perkembangan sel jamur. Selain griseofulvin, terbinafine dan itraconazole juga dapat digunakan
untuk mengatasi tinea barbae.

Tinea barbae dapat sembuh jika diobati dengan benar. Lesi yang bengkak akan mereda dalam waktu
beberapa bulan. Namun jika penyakit ini tidak diobati, maka penderita dapat mengalami kebotakan
dengan luka parut.

Pencegahan Tinea Barbae

Hal terpenting setelah mengalami tinea barbae adalah menyingkiran sumber penyebabnya. Jika
kondisi ini menimpa peternak, maka dianjurkan semua hewan ternak diperiksa, dan ternak yang
teriinfeksi jamur kulit perlu dipisahkan dan diobati. Upaya ini dilakukan untuk mencegah penyebaran
infeksi lebih lanjut. Hewan-hewan yang terinfeksi sebaiknya segera diobati sebelum dikembalikan
bersama hewan ternak lainnya.

 Epidemiologi

Data epidemiologi menunjukkan bahwa tinea barbae adalah bagian dari penyakit dermatofitosis,
namun termasuk dalam dermatofitosis yang lebih langka dibandingkan yang lain.

20

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Ektoparasit merupakan parasit yang meyebabkan kerugian ekonomi baik terhadap 
ternaknya maupun dalam pengendaliannya. Pengendalian ektoparasit tidak mudah
dilakukan, harus mempertimbangkan banyak hal untuk keselamatan ternak dan
manusia serta kesimbangan ekologi. Pengendalian yang penting adalah memutus
siklus perkembangan vektor dan menghilangkan faktor pemicu perkembangan dan
infestasi ektoparasit. Menjaga kebersihan ternak dan lingkungan dan kandang salah
satu teknik pengendalian  utama sebagai upaya pencegahan  sebelum dilakukan
pengobatan.
B. Saran
Saya sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan masih
jauh dari kesempurnaan.

Tentunya, penulis akan terus memperbaiki makalah dengan mengacu pada sumber yang
dapat dipertanggungjawabkan nantinya.

Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan
makalah diatas.

21

Daftar pustaka

Ahmad, Riza Zainuddin. 2005. Cendawan Metarhizium anisopliae Sebagai Pengendali Hayati
Ektoparasit Caplak dan Tungau pada Ternak. Balai Penelitian Veteriner, Bogor. (1): 73
Hadi, U.K. 2011. Bioekologi Berbagai Jenis Serangga Pengganggu pada Hewan Ternak di Indonesia
dan Pengendaliannya. Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet, Fakultas Kedokteran
Hewan IPB. Bogor.

Depkes RI, Dit.Jen.PPM dan PL. Petunjuk Teknis tentang Pemberantasan Lalat. Jakarta.
1992. Peraturan Mentri Republik Indonesia nomor 374/Mekes/PER/III/2010.Tentang
Pengendalian Vektor. http://www.depkes.go.id/downloads/Pengendalian Vektor%20.pdf.
Diakses tanggal 8 Maret 2011.

Dendo FT. 2003. Lalat Penghisap Darah (Haematobia exigua de Meijere, 1903) pada Sapi Sumba
Ongole dan Musuh Alaminya. (Skripsi). Bogor: IPB.

Hadi UK , 2011. Bioekologi Berbagai Jenis Serangga Pengganggu  Pada Hewan Ternak Di Indonesia
Dan Pengendaliannya. Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Dept Ilmu Penyakit
Hewan dan Kesmavet, Fakultas Kedokteran Hewan IPB Bogor

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2004. Teori Parasitologi. Semarang: Akademi Analisis Kesehatan. UniversitasMuhamadiyah


Semarang

Brown, H. W, 1983. Dasar Parasitologi Klinik. Jakarta: PT. GramediaGanda Husada, S, 1992.
Parasitologi Kedokteran. Jakarata: Fakultas Kedokteran.

Garcia & Bruener, 1986. Diagnosa Parasitologi Kedokteran. Cetakan 1. Jakarta: EGC.Prabu, B.D.R,
1990. Penyakit-penyakit Infeksi Umum. Edisi I. Jakarta:

Widya Medica.Soedarto, 1983. Ontemologi Kedokteran. Surabaya: Penerbit Fakultas


KedokteranUniversitas Airlanggahttp://emedicine.medscape.com/article/225013-o

22

Anda mungkin juga menyukai